Skripsi Pendidikan 133

POLA PENDIDIKAN ANAK DARI KELUARGA MISKIN
(Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja -Kendal)

SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh,
Nama

: Haniatul Masruroh

NIM

: 1214000012

Jurusan

: Pendidikan Luar Sekolah

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005

1

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh
akan mengerjakan tiga hari kemudian. (Abdullah Ibnu Mubarak)
Jangan pernah menganggap diri besar karena sejatinya kita kecil, dan
jangan menganggap diri kita kecil karena kita sejatinya besar.
Semangat !!!!!

PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Diriku sendiri.
Pak Aji dan Bu Ella.
Ayahanda Supriyadi dan Almh. Mamaku Siti
Zumaroh serta Ibunda Rohmah Fatimah.

Kakak-kakakku: Mbak Ufat, Mbak Anik dan Mas
Umar.
Adik-adikku: Johan, Arip, Bagus, Ari dan Taufik.
Orang yang kucintai dan terkasih.
Rinda, Desti, Rima, Uswah, Indri, Nova dan seluruh
teman-teman yang ada di Wisma Putri Sederhana I.
Uda, Kamal dan seluruh kawan-kawan PLS
Angkatan 2000.
Tanpa mereka , Aku dan karya ini takkan pernah ada

2

PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji serta syukur yang terlimpah
hanyalah untuk Allah S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan kasih
sayang-Nya sehingga akhirnya skripsi yang penulis buat ini dapat terselesaikan.
Tiada kemudahan yang datang selain karena izin-Nya. Sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada Qudwah sepanjang zaman, Rosulullah S.A.W
beserta para keluarga dan sahabatnya serta para pengikutnya yang setia pada
setiap masa untuk menyebarkan segala ajarannya.

Skripsi yang berjudul “Pola Pendidikan Anak dari Keluarga Miskin” ini
berisi tentang penelitian mengenai pola dari orang tua yang berlatar belakang
ekonomi miskin dalam memberikan pendidikan anak dalam keluarga.
Penulis menyadari bahwa selama proses pembuatan skripsi ini, banyak
sekali pihak-pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu, tidak lupa
dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk
berbagai pihak, yaitu :
1. Dr. H. A. T. Soegito, SH, M.M, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Siswanto M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Achmad Rifai,M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Fakhrudin Mpd, selaku dosen pembimbing I yang telah begitu sabar dan
telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.

3

5. Dra. Emmy Budiartati, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah begitu
sabar dan telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.
6. HM. Siswoyo ,SH ,M.KN


selaku Kepala Desa Meteseh yang telah

mengizinkan peneliti untuk meneliti di daerah Meteseh.
7. Keluarga informan atas waktu kebersamaannya dan pembelajaran tentang
realita hidup.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulisan skripsi.
Semoga apa yang telah kalian berikan digantikan oleh Allah dengan ganti
yang lebih baik dan lebih berlipat ganda. Yang pada gilirannya nanti penulis yakin
akan dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan mengkaji skripsi ini.

Semarang,
…..2005
Penulis

4

SARI
Masruroh, Haniatul.2005. Pola Pendidikan Anak Dari Keluarga Miskin (Studi

Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh
Kecamatan Boja-Kendal). Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Fakultas Negeri Semarang. Pembimbing: I.Drs.Fakhrudin, M.Pd, II.
Dra. Emmy Budiartati, M.Pd.
Kata Kunci: Pola Pendidikan Anak, Keluarga Miskin
Pendidikan adalah sebagai sebuah usaha sadar dari pendidik kepada
peserta didik yang melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu
peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah terciptanya pribadi yang
dewasa –susila merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan
pembangunan sumber daya manusia.
Perlunya sumber daya manusia yang handal tentunya memerlukan
sarana pembentukan yang baik dan lingkungan pendidikan yang pertama kali
diterima setiap individu adalah lingkungan keluarga. Dalam hal ini, proses
pendidikan keluarga adalah sangat penting karena dari keluarga dibekali
pengetahuan, sikap, mental dan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
ketrampilan agar dapat mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga
yang sejahtera dan bahagia.
Pola pendidikan anak dalam keluarga ditandai dengan interaksi secara
terus menerus antara orang tua dengan anak-anaknya. Interaksi ini ditujukan agar
anaknya dapat diasuh hingga tumbuh kembang secara sempurna. Dengan pola

pendidikan ini akan terlihat cara orang tua dalam merawat anak, mendidik anak
sampai dewasa, baik untuk tujuan pengembangan jasmani atau rohani.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini merupaka salah satu
upaya untuk mengidentifikasi sebuah keluarga dengan latar belakang miskin yaitu
pada keluarga Pak UI dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu a)
Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan keluarga Pak UI, b) Faktorfaktor apa yang mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan pola pendidikan
terhadap anak-anakya. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang halhal yang berkaitan dengan pola pendidikan keluarga miskin pada keluarga Pak UI
di Desa Meteseh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan mempertimbangkan gejala yang diteliti bersifat apa adanya ,
buka holistik. Tipe atau jenis penelitian ialah studi diskriptif dan menggunakan
metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara mendalam,
intensif, mendetail dan komprehensif.
Hasil penelitian ini adalah bahwa keluarga Pak UI yang mempunyai latar
belakang miskin yaitu menerapkan pola pendidikan secara demokratis dan
permissive dalam mendidik anak-anaknya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan dua pola tersebut yaitu a) faktor
pengalaman pribadi orang tua sebagai pendidik, b) faktor curah waktu, c)faktor
lingkungan masyarakat, dan d) faktor informasi dari media.


5

Saran yang disampaikan yaitu kepada Pak UI dan Ibu S untuk
meningkatkan perhatian kepada anak-anaknya terutama dalam akhlaq dan budi
pekerti.; memberikan saran kepada anaknya yang sudah selesai dari jenjang SLTP
agar mengukuti Kejar Paket C untuk menambah pengetahuan atau disarankan
untuk bekerja untuk kesejahteraan hidupnya sehingga tidak tergantung dengan
orang tuanya; tidak memberikan kebebasan tanpa aturan terhadap anaknya yang
drop out tetapi lebih meningkatkan dalam hal perhatian dan arahan demi masa
depannya; memperhatikan waktu belajar dan memotivasi untuk menjadi anak
yang berprestasi terhadap anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Kepada
peneliti lain dengan penelitian yang sejenis, diharapkan hasil dari penelitian ini
sebagai dasar untuk penelitian lanjutan.

6

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................ iii

PERNYATAAN ................................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
PRAKATA ......................................................................................................... vi
SARI ................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan ............................................................................................
B. Pola-Pola Pendidikan ............................................................................
C. Keluarga ................................................................................................
D. Kemiskinan ...........................................................................................

10
17

23
30

BAB III METODE PENELITIAN
A. Teknik Pemilihan Informan ..................................................................
B. Lokasi Penelitian ...................................................................................
C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
D. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................
E. Analisis Data dan Interpretasi ...............................................................
F. Pengecekan Keabsahan Data .................................................................

41
42
44
47
50
53

BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
A.Kondisi Demografis Desa Meteseh ........................................................

1. Kondisi Geografis .......................................................................
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ...........................
3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ....................
4 Fasilitas Pendidikan ....................................................................
5. Komposisi Penduduk Menurut Agama .......................................
6. Fasilitas Sarana Peribadatan .......................................................
7. Fasilitas Kesehatan .....................................................................
B.Deskripsi Hasil Penelitian .......................................................................
1.Profil Keluarga Informan ............................................................

57
57
58
58
60
60
61
62
62
62


7

2. Pendidikan yang Diterapkan Oleh Keluarga Informan...............

71

C.Analisis Hasil Penelitian ......................................................................... 81
1. Pola Pendidikan Anak yang Diterapkan Oleh Keluarga Pak UI . 82
2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Pendidikan Anak ........ 83
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................ 88
B. Saran........................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 92
LAMPIRAN........................................................................................................ 93

BAB I

8

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang
sampai saat ini masih terus berupaya melanjutkan usaha pembangunan di
segala bidang. Sebagai salah satu negara yang baru-baru ini mengalami
guncangan hebat akibat krisis ekonomi yang berakhir pada krisis multi
dimensional, Indonesia masih harus banyak mengkonsentrasikan dirinya pada
permasalahan pembangunan di berbagai bidang secara terencana dan
bersungguh-sungguh.
Pembangunan

nasional

bertujuan

untuk

mencapai

tingkat

kesejahteraan yang lebih baik dari dari suatu masyarakat dengan memenuhi
berbagai kebutuhan anggota masyarakat, baik kebutuhan material maupun
spiritual yang kemudian akan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Daoed Joesoef dalam sebuah artikel yang berjudul Dua Pendekatan
dalam Mempolakan Pendidikan menuliskan bahwa suatu pembangunan
nasional tidak hanya tergantung pada sumber-sumber dan kekayaan alam yang
terkandung oleh bangsa yang bersangkutan,antara daratan dan lautan suatu
negara dengan pendapatan perkapita yang dimiliki rakyatnya, terdapat suatu
variabel penting yang menghubungkan keduanya, variabel tersebut adalah
pendidikan ( Daoed Joesof dalam bukunya Sindhunata 2001:15 ).
Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Schumacher, bahwa
pembangunan tidak dimulai dengan barang tetapi dimulai dengan manusianya,

9

pendidikannya, organisasinya serta disiplinnya ( E. F. Schumacher, Kecil Itu
Indah, 1979 : 3 ). Manusialah yang pada akhirnya menentukan karakter dan
langkah ekonomi dan sosialnya, bukan modal dan bukan pula sumber-sumber
materialnya. Jelaslah bahwa faktor sumber daya manusia merupakan faktor
yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan suatu negara.
Dalam hubungannya dengan pernyataan diatas tidaklah mengherankan
jika pembangunan sumber daya manusia kemudian menjadi hal yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh seluruh lapisan bangsa, karena bagaimanapun
juga pendidikan merupakan sarana penting dalam pembangunan sumber daya
manusia. Adapun maksud dari pembangunan sumber daya manusia itu ada 2
hal, yang pertama adalah meningkatkan ketrampilan dan kemampuan manusia
dalam melakukan kegiatan di masyarakat dan yang kedua adalah untuk
peningkatan taraf hidup. ( Priyono Tjiptoherijanto, 1982 : 73 ).
Pendidikan yang dimengerti secara luas dan umum sebagai usaha sadar
yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan
untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah
terciptanya pribadi yang dewasa-susila merupakan sesuatu yang berhubungan
langsung dengan pembangunan sumber daya manusia suatu negara.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Bab 1 Pasal 1, bahwa Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan Formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan

10

dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan Nonformal
adalah adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan Informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa
pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan peserta didik
berlangsung sepanjang hayat.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan anak dalam keluarga mempunyai
peran menentukan bagi pencapaian mutu sumber daya manusia. Hal ini
dikarenakan melalui pendidikan keluarga individu pertama kali mempelajari
dan mengenal sistem nilai budaya yang berwujud aturan-aturan khusus,
norma, kebiasaan dan teladan dari masyarakat lain.
Setiap anak berada dalam suatu proses perkembangan. Perkembangan
anak tersebut berjalan secar kontinu (terus menerus), unik (komplek dan sifat
khas) serta dinamis (berubah menyempurnakan diri). Perkembangan seorang
anak juga membutuhkan keserasian dengan perkembangan anak lain serta
lingkungan. Namun adakalanya perkembangan seorang anak berjalan secara
lamban bahkan mengalami hambatan sehingga anak tidak akan berkembang
secara optimal untuk membantu mengatasi kelambanan dan hambatan.
Hambatan yang dihadapi anak serta agar anak mencapai pembangunan yang
optimal maka dibutuhkan pola pendidikan yang tepat.
Keluarga tidak terbatas hanya berfungsi sebagai penerus keturunan.
Namun keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk
sosialisasi anak dan dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber

11

pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual
manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya
sendiri. Proses dan hasil pendidikan keluarga akan sangat bermakna bagi
pencapaian mutu pendidikan pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dalam
penyelenggaraan pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai
pengelola yang bertanggung jawab dalam meletakkan landasan dan arah serta
pola-pola kehidupan anak, sehingga keluarga khususnya orang tua harus
memiliki wawasan, sikap dan kemampuan analisis pasif yang memadai dalam
menyelenggarakan pendidikan prasekolah di keluarga. Sebagai salah satu
komponen pendidikan yang mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan
tujuan pendidikan keluarga yaitu orang tua harus dapat menciptakan suasana
yang mendukung anak melakukan aktivitas belajar. Tujuan diselenggarakan
pendidikan keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap, mental dan
ketrampilan produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat
mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga yang sejahtera dan
bahagia.
Keluarga merupakan tempat peletak landasan dalam membentuk
sosialisasi anak, sehubungan dengan hal itu Vembrianto (dalam bukunya
Supartinah, 1981: 45) menyatakan sebagai berikut : Anak yang dibesarkan
dalam keluarga yang bersuasana demokratis perkembangan lebih luwes dan
dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya, anak yang dibesarkan
dalam suasana otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus

12

ditakuti dan bersifat magis. Ini mungkin menimbulkan sifat tunduk pada
kekuasaan atau justru sikap menentang kekuasaan.
Pemahaman terhadap sistem nilai budaya ini selanjutnya tidak akan
dijadikan sebagai acuan atau rujukan oleh individu untuk berfikir dan
bertindak dalam rangka mencapai tujuan kehidupannya, termasuk di dalam
menjalani atau menempuh pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, proses dan
hasil pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai pelaksana yang
bersifat rutin dan alamiah, melainkan berperan sebagai pengelola yang
bertanggung jawab dalam meletakkan landasan, memberikan bobot dan arah
serta pola-pola kehidupan anak. Implikasinya, keluarga (orang tua) mesti
memiliki

wawasan,

sikap

dan

kemampuan

yang

memadai

dalam

menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah di keluarga.
Keluarga miskin yang pada dasarnya merujuk pada suatu keluarga
yang kekurangan harta benda materi untuk pemenuhan kebutuhan dalam
rangka mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan hidup, suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tingkat kesejahteraan hidup yang rendah ini dapat secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap :(1) tingkat pemenuhan kebutuhan primer seperti
kesehatan , makanan yang dikonsumsi, pakaian yang disandang, kondisi
rumah yang dihuni dan kondisi pemukiman tempat tinggal; (2) tingkat atau
bentuk pemenuhan kebutuhan sekunder untuk mengembangkan diri dalam
kehidupan sosial yang lebih luas, yang mampu memperjuangkan kepentingan

13

sesama orang miskin utnuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dan ; (3)
secara tidak langsung tampak dalam kehidupan moral, etika, dan estetika,
yang digunakan oleh mereka yang hidup dalam kondisi miskin sebagai
pedoman hidup, harapan dan harga diri yang mereka mempunyai sebagaimana
tercermin dalam sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka (Tjetjep Rohendi
Rohidi 2000: 25 )
Dalam kategori hubungan dengan masyarakat yang lebih luas, tampak
bahwa pada umumnya orang miskin tidak atau kurang mempunyai konsepkonsep atau tradisi-tradisi yang menunjukkan bahwa mereka merupakan
bagian integral dari pranata-pranata sosial yang lebih luas. Pada tingkat
keluarga tampak bahwa keluarga orang miskin terwujud sebagai suatu struktur
parsial, yang di dalamnya terdapat kecenderungan anak-anak cepat menjadi
dewasa karena beban ekonomi, kerapuhan keluarga, serta ciri-ciri rumah
tangganya yang menunjukkan kepadatan yang tinggi dan tiadanya ruang
pribadi. Dan pada tingkat individu tampak adanya perasaan tidak berdaya, rasa
rendah diri, orientasi pada kekinian, serta ketergantungan sesuatu dari luar
termasuk bantuan gaib dan jimat-jimat.
Pada kehidupan keluarga yang masih kekurangan biarpun bekerja
keras, kenyataan mereka tetap berada dalam kondisi masih serba kekurangan
tersebut memaksa anak-anak mereka pada umur yang sangat muda harus
berfikir bahwa yang penting ialah untuk segera dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya, yakni pangan, sandang dan papan. Anak-anak dalam umur yang
sangat muda sudah harus bekerja mencari nafkah, suatu hal yang semestinya

14

dilakukan oleh orang dewasa. Seiring dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan
pemikiran dan upaya sistemik dan menyeluruh terhadap pengelolaan
pendidikan dalam keluarga, khususnya bagi keluarga yang berada pada
komunitas kurang mampu di pedesaan. Tujuan diselenggarakan pendidikan
keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan
produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan keyakinan
agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat mengembangkan
dirinya sendiri dan keluarga yang sejahtera dan bahagia. Berdasarkan
pengamatan dilapangan dijumpai masih kurangnya warga masyarakat dalam
perhatian pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : (a)
masih rendahnya keadaan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat umumnya,
(b) faktor pendidikan warga masyarakat yang rendah, (c) faktor lingkungan
yang kurang mendukung.

15

B.

Rumusan Masalah
Pola pendidikan dalam keluarga pada dasarnya dipengaruhi oleh
berbagai masalah, yang akan ditimbulkan keluarga terutama yang bertanggung
jawab orang tua. Sikap dari orang tua yang cenderung mendukung, orang tua
akan memperhatikan pendidikan anak-anaknya, bahkan sampai pada
perkembangan selanjutnya baik dalam bidang akademis dan bidang sosial.
Bagi orang tua yang bersikap cenderung kurang mendukung, orang tua
bersikap tidak tahu menahu tentang bagaimana keadaan anaknya dalam
pendidikan, semua hanya terserah saja.
Kemiskinan atau kondisi miskin dari susut pandang biologis
merupakan keluarga yang keseluruhan pendapatannya tidak cukup untuk
memperoleh keperluan-keperluan minimum untuk mempertahankan efisiensi
fisik angota-anggota keluarganya secara layak. Keadaan tersebut menciptakan
keluarga miskin memiliki pola-pola tertentu dalam kehidupannya

salah

satunya yaitu dalam hal pendidikan keluarga oleh orang tua dalam mendidik
anak-anaknya. Kondisi semacam ini mendorong penulis untuk meneliti
sebuah keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja.
Berdasarkan

uraian

diatas,

peneliti

dapat

mengidentifikasi

permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga miskin
pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola pendidikan anak yang
diterapkan

keluarga miskin pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh

Kecamatan Boja –Kendal ?

16

C. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dan menghindari salah pengertian dalam
memberikan interpretasi tentang hal-hal yang ada dalam skripsi, peneliti
memberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut :

1. Pola Pendidikan Anak
Pola pendidikan anak yaitu suatu wujud, tipe, sifat yang dikenakan
kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing,
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
2. Keluarga Miskin
Bahwa rumah tangga yang tergolong tidak cukup dalam hal
penghasilan diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual- beli) beras buka
rupiah tanpa perlu membuat perhitungan pengaruh inflansi dan perbedaan
harga pangan di beragam daerah. Hal ini terlihat dari hasil laporan kasus desa
Sriharjo (Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta) bahwa ukuran tingkat
penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg ekuivalen beras per orang
sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga sebesar 5 orang, jika harga
beras Rp 100,00 per kg). (Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo, 1989:217)

D.Tujuan Penelitian
1. Mendiskripsikan pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga miskin
pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal.

17

2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pendidikan anak
yang diterapkan di keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan BojaKendal.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Secara toritis diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan untuk
mengembangkan Fakultas Ilmu Pendidikan terutama jurusan Pendidikan
Luar Sekolah khususnya di bidang pendidikan anak dalam keluarga.
2. Secara praktis diharapkan memberikan informasi bagi pakar-pakar
pendidikan untuk memperdalam penelitian khususnya pendidikan keluarga
miskin.

18

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.

Pendidikan
Pendidikan dipahami sebagai suatu sosialisasi karena didalamnya ada
tujuan untuk meneruskan kebudayaan dengan beberapa perubahan dari
generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda, melalui interaksi
sosoial.
Menurut Emile Durkheim pendidikan adalah suatu pelatihan terlatih
dari orang dewasa kepada generasi yang belum siap untuk kehidupan sosial
yang tujuannya adalah meningkatkan dan mengembangkan pada diri sang
anak sejumlah keadaan fisik, intelektual dan moral yang diperlukan baik oleh
keseluruhan komunitasnya atau sebagian saja (Vivin Alvian, 2002: 26)
Pendidikan dalam arti luas adalah proses pembudayaan, dimana
masing-masing anak yang dilahirkan dengan potensi belajar yang lebih besar
dari makhluk menyusui lainnya, dibentuk menjadi anggota penuh dari suatu

19

masyarakat, menghayati dan mengamalkan bersama-sama anggota lainnya
suatu kebudayaan di dalamnya termasuk ketrampilan, pengetahuan, sikapsikap dan nilai-nilai serta pola-pola perilaku tertentu. Pendidikan juga
dinyatakan sebagai “the transmision of culture” (Lukas and Cookriel, 1988:
352).
Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup,
yang bertolak dari suatu pandangan bahwa pendidikan adalah unsur esensial
sepanjang umur seseorang. Pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses
kehidupan masa kini dan sekaligus adalah proses untuk persiapan bagi
kehidupan yang akan datang.
Lingkungan pendidikan adalah lingkungan atau keadaan, kondisi
tempat yang ada disekitar peserta didik yang mempengaruhi berlangsungnya
proses pendidikan. Lingkungan pendidikan secara umum dibagi menjadi tiga
macam yaitu lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan pendidikan sekolah
dan lingkungan pendidikan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan itu
mempunyai

peranan

yang

besar

dalam

proses

pertumbuhan

dan

perkembangan anak menuju terbentuknya kepribadian anak.
1. Lingkungan pendidikan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama. Dikatakan pertama

karena sejak anak masih ada dalam

kandungan dan lahir berada dalam keluarga. Dikatakan utama karena
keluarga merupakan yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk
membentuk pribadi yang utuh. Semua aspek kepribadian dapat dibentuk di

20

lingkungan ini. Pendidik yang bertanggung jawab pada lingkungan keluarga
adalah orangtua. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang
berhubungan dengan perasaan dapat dibentuk di dalam keluarga. Misalnya
menanamkan rasa disiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir
matang,

bersahaja,

bersemangat,

bersyukur,

bertanggung

jawab,

bertenggang rasa, cermat, gigih, hemat, jujur, kreatif, mandiri, mawas diri,
pemaaf, pemurah, pengendalian diri, rajin, ramah tamah, kasih sayang,
percaya diri, rendah hati, sabar, setia, adil, rasa hormat, tertib, sopan santun,
sportif, susila, tegas, teguh, tekun, tepat janji, terbuka dan ulet (Edi
Setyawan, dalam bukunya Soelaiman Joesoef, 1992: 75).
Semua sifat dan sikap diatas dapat ditanamkan dihati anak, namun
pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kematangan, kecerdasan, umur
anak, dan tingkat perkembangan anak sehingga tidak ada unsur paksaan.
Mengingat adanya ketentuan ini orang tua perlu mengetahui keadaan anak
pada setiap memberikan pengaruh.
Sebagai pendidik dalam pendidikan keluarga, maka orang tua harus
meninjau apa yang menjadi sifat umum, fungsi dan sifat khusus dari
pendidikan keluarga.
a. Sifat-sifat umum pendidikan keluarga
Yaitu sifat keluarga sebagai lembaga pendidikan yang ikut
bertanggung jawab dalam proses pendidikan . Sifat-sifat tersebut meliputi:
a) Lembaga pendidikan tertua

21

Ditinjau dari sejarah perkembangan pendidikan maka pendidikan
keluarga merupakan lembaga pendidikan yang paling tua terutama
pendidikan lahir (sejak adanya manusia), orang tua yaitu ayah serta ibu
sebagai pendidiknya dan anak sebagi terdidiknya.
b) Lembaga pendidikan informal
Yaitu lembaga pendidikan yang tidak terorganisasi, tidak mengenal
perjenjangan kronologis atas dasar usia merupakan pengetahuan/
keterampilan atau dengan kata lain tidak adanya kurikulum dan daftar jam
pelajaran yang tertulis secara resmi dalam bentuk yang tertentu dan jelas.
c) Lembaga pendidikan pertama dan utama
Dalam keluargalah, pertama anak memperoleh pendidikan sejak dia
dilahirkan dan pendidikan keluarga pula yang merupakan pembentuk
dasar kepribadian anak. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa alam
keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, oleh
karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu
selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti tiap-tiap manusia.
d) Bersifat kodrat
Pendidikan keluarga bersifat kodrat karena terdapatnya hubungan
antara pendidik dan anak didiknya.
b. Fungsi pendidikan keluarga
Fungsi-fungsi pendidikan keluarga yang penting yaitu :
a) Pengalaman pertama masa kanak-kanak

22

Dalam pendidikan keluarga, anak memperoleh pengalaman pertama
yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak-anak
selanjutnya dan menurut penelitian para ahli , pengalaman pada masa
kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan individu dalam hidupnya.
b) Menjamin kehidupan emosional anak
Dalam pendidikan keluarga maka kehidupan emosional atau
kebutuhan rasa kasih sayang seorang anak dapat menjamin dengan baik. Hal
ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara pendidik dan anak
didik, karena orang tua hanya mengahadapi sedikit anak didik dan karena
hubungan atas kasih sayangnya yang murni.
c) Menanamkan dasar pendidikan moral
Dalam pendidikan keluarga, maka pendidikan ini selanjutnya
mengarah kepada pendidikan moral anak-anak karena di dalam keluarga
tertanam dasar-dasar pendidikan moral melalui contoh-contoh yang kongret
dalam kehidupan sehari-hari.
d) Memberikan dasar pendidikan kesosialan
Dalam kehidupan keluarga sering anak-anak harus membantu
(menolong) anggota keluarga yang lain da menolong saudaranya sakit,
bersama-sama menjaga ketertiban keluarga dan sebagainya. Kesemuanya
memberi pendidikan pada anak, tertutama memupuk berkembangnya benihbenih kesadaran sosial pada anak-anak.
e) Pendidikan keluarga dapat pula merupakan lembaga pendidikan penting
untuk meletakkan dasar pendidikan agama bagi anak.

23

Seperti tampak adanya anak yang belajar mengaji pada orangtuanya
atau tetangganya.
c. Sifat khusus pendidikan keluarga
Sifat khusus pendidikan keluarga dimaksudkan adalah beberapa hal
khusus yang berhubungan si terdidik dalam lembaga pendidikan keluarga.
Sifat-sifat yang dimaksud diantaranya yaitu :

(a) Sifat menggantungkan diri
Anak yang baru lahir memiliki sifat serta ketergantungan pada orang
tuanya, sehingga tanpa pertolongan orang tua anak tidak akan bisa
berkembang dalam hidupnya atau tidak dapat melanjutkan hidupnya.
(b) Anak didik kodrat
Terbentuknya keluarga karena pernikahan antara ayah dan ibu, maka
keluarga merupakan lembaga pendidikan yang mengikat anak secara takdir
menjadi anak didik dalam pendidikan tersebut, kecuali dalam keadaan
tertentu menyebabkan anak dipelihara oleh orang lain maka nilai anak didik
kodrat menjadi hilang. ( Soelaiman Joesoef, 1992:74-77)
2. Lingkungan pendidikan sekolah
Lingkungan

pendidikan

sekolah

merupakan

lingkungan

pendidikan yang kedua. Pada lingkungan sekolah perlu dilengkapi dengan
suasana yang ideal dan kondusif.

24

Sekolah merupakan tempat yang dapat membentuk dan melatih
kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional. Keduanya sangat penting
bagi terbentuknya kepribadian. Manusia yang berkepribadian tidak cukup
hanya cerdas atau pandai saja, akan tetapi juga bermoral. Sekolah membantu
pendidikan moral antara lain budi pekerti disamping tugas utamanya
mencerdaskan anak melalui pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dijelaskan oleh Sikun Pribadi (1981,73) bahwa dalam lingkungan
pendidikan sekolah, anak dipersiapkan untuk memecahkan berbagai masalah
hidup, seperti mengurus kesehatannya, mencari pekerjaan, bergaul dengan
orang lain yang bukan anggota keluarga, mengurus barang-barang yang
menjadi miliknya, mempertahankan diri dari berbagai ancaman dan mengenal
dirinya sendiri. Berbagai contoh persiapan tersebut ditunjukkan kepada
perkembangan seluruh kepribadiannya, terutama perbuatan etis sebagai orang
dewasa bertanggung jawab.
3. Lingkungan pendidikan masyarakat
Lingkungan pendidikan yang ketiga yaitu lingkungan pendidikan
masyarakat. Pendidikan pada lingkungan masyarakat merupakan pendidikan
yang lebih luas dan kompleks. R.A Santoso dalam bukunya yang berjudul
“Pendidikan Masyarakat” menyatakan bahwa pendidikan masyarakat adalah
pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa termasuk pemuda di luar
batas umur tertinggi kewajiban belajar dan dilakukan diluar lingkungan dan
sistem pengajaran sekolah dasar (Sulaiman Joesoef,2000:91). Lingkungan

25

pendidikan ini memberi kesempatan yang sangat luas bagi anak dalam
mengembangkan kreativitasnya.
Proses pendidikan akan berhasil jika faktor pendidikan dipenuhi,
jika salah satu tidak ada proses pendidikan akan berjalan pincang atau dengan
kata lain bahwa faktor pendidikan harus ada semua. Adapun faktor yang
dimaksud adalah :
a. Peserta didik : orang atau sekelompok orang yang menjadi subyek
pendidikan
b. Pendidik : yang berwewenang mendidik dan mengajar
c. Tujuan pendidikan : membentuk manusia dewasa yang mampu berdiri
sendiri dan tidak tergantung orang lain ( pendidikan teoritis )
d. Lingkungan pendidikan : suatu keadaan atau kondisi yang berada
disekitar yang mempengaruhi berlangsungnya pendidikan.
e. Alat pendidikan : tindakan perlakuan atau kegiatan yang digunakan
untuk mendidik misalnya perlindungan , perhatian, hadiah, hukuman.
Adapun yang dimaksud peneliti dalam kajian pola pendidikan anak
ini adalah mengenai pendidikan anak di lingkungan keluarga, baik itu anak
kandung maupun anak pungut atau anak yang berada dalam asuhan
mereka.

B.

Pola-pola Pendidikan
Kelakuan budaya diorganisasi dan dipolakan. Ini berarti bahwa
ada keteraturan, ada pola yang tidak terwujud dengan begitu saja, di

26

lingkungan masyarakat di mana anak itu dibesarkan. Dengan perkataan
lain, ada kegiatan atau kejadian-kejadian yang berlangsung berulang dan
ajeg sebagai suatu kebiasaan yang merupakan proses pendewasaan anak
yang diatur oleh norma-norma masyarakat setempat. Setiap anak
mengalami suatu proses pengkondisian, baik yang disadari ataupun tidak
disadari, di lingkungan sosial-budayanya sendiri sehingga mereka dapat
memainkan peran dalam lingkungan masyarakat. Anak senantiasa
mendapat kesempatan dalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat
untuk mengembangkan kepribadian atau dalam upaya memuaskan
keinginan pribadi dalam batas-batas harapan yang dimungkinkan oleh
lingkungan

sosialnya.

Tingkah

laku

mereka

merupakan

proses

pengkondisian sejak dini yang berlangsung secara teratur di lingkungan
keluarga sampai beberapa kurun waktu berikutnya di lingkungan (Tjetjep
Rohendi Rohidi, 2000:200)
Pola pendidikan yaitu suatu wujud, tipe, sifat, yang dikenakan
kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing,
mendisiplinlan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumya. Menurut Prof.
Dr.Soegeng Santoso, terdapat tiga pola pendidikan yaitu :
1.

Pola pendidikan otoriter
Yaitu suatu cara mendidik yang bersifat keras, tegas, suka
menghukum dan tidak simpatik. Anak-anak cenderung dipaksa untuk
patuh terhadap perintah, nilai-nilai yang dianut orang tua dan bersifat

27

mengekang, orang tua tidak mendorong untuk mandiri, termasuk dalam
belajar karena semuanya ditentukan orang tua. Anak tidak diberi
kesempatan

untuk

mengemukakan

atau

berbuat

sesuatu

sesuai

keinginannya sehingga merasa tertekan. Tujuannya adalah agar anak
menurut, disiplin, tertib, tidak melawan dan tidak banyak kemauan.
Kebaikan dengan pola pendidikan otoriter yaitu sekolah atau keluarga
terlihat aman, tertib, tidak ada masalah, disiplin, tenang dan anak menurut.
Kelemahan, anak tidak ada kemauan untuk mencoba hal yang baru,
penakut, tidak memiliki kreativitas, rendah diri. Akibat lain adalah
emosinya labil, penyesuaian diri terhambat, tidak simpatik, tidak puas dan
mudah curiga serta kurang bijaksana dalam pergaulan. Akibat seringnya
mendapat hukuman dari orangtua dapat menyebabkan anak menjadi
agresif, nakal dan sejenisnya.
Menurut Stewart (1983, dalam bukunya Sutari Imam Barnadib
1986 :12) orangtua yang otoriter berciri selalu kaku, suka menghukum,
tidak menunjukkan perasaan kasih sayang dan tidak simpati. Mereka
selalu menilai anak-anak dari segi kepatuhan terhadap otoriter orang
tuanya. Orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak dan mereka
memegang kekuasaan tertinggi, maksudnya bahwa perintah-perintahnya
harus ditaati oleh anak. Menurut Sutari Imam Barnadib (1986:12)
mengatakan bahwa orangtua otoriter tidak memberikan hak untuk
mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan anak. Dari
pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua yang

28

menerapkan pola pendidikan otoriter ialah orang tua yang menerapkan
otoriter penuh terhadap segala aktifitas anaknya, menonjolkan kekuasaan
orang tua, bersikap kaku, suka memaksakan kehendak, selalu mengatur,
tanpa mengindahkan perasaan dan kemauan anaknya. Pola pendidikan
otoriter ini sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak.
2.

Pola pendidikan permisif
Yaitu pendidikan yang lebih banyak memberikan kebebasan pada
anak untuk bertindak, berbuat atau berkreasi. Baumrind (dalam bukunya
Paul Hauck 1986 : 17) mengatakan bahwa orang tua yang menerapkan
pola pendidikan permisif, perilaku orang tua memberi kebebasan sebanyak
mungkin. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya baik dalam
belajar, bermain maupun lainnya. Anak tidak dituntut tanggungjawab,
tidak banyak dikontrol, bahkan mungkin dipedulikan. Akibat yang timbul
dengan penerapan pola ini adalah agresif, menentang atau tidak dapat
bekerjasama dengan orang lain, emosi kurang stabil,perkembangan tidak
matang, penuh ketergantungan, kurang percaya diri, sulit menghargai
orang lain, mudah frustasi, kurang bersahabat,

selalu mengalami

kegagalan karena tidak ada bimbingannya. Selain itu tidak mempunyai
tujuan pendidikan yang jelas dan terencana. Dalam hal ini Hurlock (1980:
19) mengatakan bahwa pola pendidikan permisive bercirikan adanya
kontrol yang kurang. Orangtua bersikap bebas dan longgar, bimbingan
terhadap anak sangat kurang. Keadaan ini akan mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak.

29

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola
pendidikan permisif dalam keluarga oleh orang tua akan memberikan
kebebasan kepada anak, anak akan berjalan tanpa arah yang pasti, karena
menentukan

sendiri

apa

yang

dikehendaki,

sehingga

membuka

kemungkinan tindakan atau perbuatan yang menyimpang dengan tatanan
yang ada dalam masyarakat, hal ini akan merugikan anak itu sendiri.
3.

Pola pendidikan demokratis
Yaitu pola pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak
untuk menampilkan kreativitasnya, tetapi dengan penuh bimbingan
pendidik. Jadi anak bebas tetapi dengan penuh pengawasan dan
pemantauan pendidik. Dalam mendidik anak diberi peluang untuk
berbicara, berpendapat, mengemukakan pandangan dan berargumentasi,
jadi anak tidak dikekang.
Baumrind (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan bahwa
ciri pola pendidikan demokrasi bercirikan adanya hak dan kewajiban
orangtua dan anak adalah sama dalam arti saling melengkapi. Anak dilatih
utnuk bertanggungjawab dan mencapai kedewasaannya. Orangtua selalu
mendorong untuk sangat dan penuh pengertian. Jika orangtua bertindak
sesuatu misalnya mengingatkan, maka tindakan tersebut disertai alasan
yang rasional. Suasana pola pendidikan yang demikian membuat emosi
anak stabil, mempunyai percaya diri yang kuat, memungkinkan anak
terbuka, maupun menghargai hak orang lain, peka terhadap lingkungan

30

dan bijaksana dalam bertindak, periang, mudah menyesuaikan diri dan
penuh persahabatan.
Cole (1963) (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan
bahwa orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis selalu
memberikan penjelasan, mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak,
sebelum menerapkan peraturan-peraturannya. Pola pendidikan demokratis
yang diterapkan orangtua memandang anak sebagai individu yang sedang
berkembang. Hal ini disebabkan karena orangtua menyesuaikan dengan
taraf-taraf

perkembangan

anak

dengan

cita-citanya,

minatnya,

kecakapannya dan pengalamannya.
Keuntungan dan manfaat dengan menggunakan pola pendidikan
demokratis menurut Sutari Imam Barnadib adalah : (1) anak aktif dalam
hidupnya ; (2) penuh inisiatif; (3) percaya pada diri sendiri ; (4) perasaan
sosial ; (5) penuh tanggung jawab ; (6) emosi lebih stabil; (7) mudah
menyesuaikan diri ( Sutari Imam Barnadib, 1986: 125 )
Menurut Hurlock (1978: 61) pola pendidikan demokratis ditandai
ciri-ciri : anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan
kontrol internalnya; anak diakui keberadaanya oleh orang tua turut
dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Melengkapi hal ini Conger
(1976) (dalam bukunya Hurlock 1980: 21) menyatakan bahwa orang tua
yang menerapkan pola pendidikan demokratis lebih terbuka terhadap
anak-anaknya, anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pandangan

31

termasuk dalam hal yang harus dilakukan dan keputusan itu dibuat atas
dasar persetujuan antara anak dengan orangtua.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola
pendidikan demokratis dalam keluarga orangtua menempatkan anak pada
posisi yang sama dalam keluarga. Dimana anak selalu diajak diskusi
masalah-masalah

yang

dihadapi

dalam

keluarga,

terutama

yang

menyangkut persoalan anak itu sendiri. Antara orangtua dan anak saling
terbuka, saling menerima dan saling memberi, anak diakui keberadaannya.
Orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis ini begitu
memperhatikan perkembangan kejiwaan anak.

C.

Keluarga
Keluarga sebagai wadah pertama dimana manusia mengalami proses
sosialisasi awal akan sangat menentukan proses pendidikan seorang anak.
Sebagai sumber pendidikan utama, keluarga adalah tempat dimana pertama
kali diperoleh segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia dari
orangtuanya dan juga anggota keluarga yang lain, melalui suatu proses
interaksi yang berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu pola,
pemikiran, sikap serta tindakan orang tua sangat berpengaruh bagi pendidikan
seorang anak.
Melalui pendidikan keluarga, dengan cara-cara yang sederhana anak
dibawa ke suatu sistem nilai atau sikap hidup yang diinginkan dan disertai
teladan orangtua yang secara tidak langsung sudah membawa anak kepada

32

pandangan dan kebiasaan tertentu, sekaligus dimulai pendidikan fisik. Proses
pendidikan yang meliputi mental, fisik dan intelektual di lingkungan keluarga
dapat berlangsung terus hingga anak dewasa. Semakin dewasa anak, peranan
orang tua semakin berkurang dan lebih bersifat mengawasi dan membantu.
Orang tua selalu siap memberikan bantuan berupa informasi atau nasehat jika
anak menghadapi jalan buntu dan tidak dapat memecahkan masalahnya
sendiri. Namun harus dijaga agar kasih sayang tidak berubah menjadi
memanjakan anak. Sebab memanjakan anak justru akan menjerumuskan
untuk seumur hidupnya (Suryohadiprojo, 1987: 98-99).
Para orangtua harus dapat mengambil sikap tegas terhadap anak,
bahkan sikap keras. Sikap demikian bukan karena kemarahan atau kebencian,
tetapi justru karena kasih sayang untuk mencegah anak jatuh dalam berbagai
kesalahan yang dapat merugikannya. Utamanya pada waktu anak masih kecil,
orangtua harus dapat menunjukkan dengan tegas apa yang dikehendaki dan
apa yang tidak disukai. Bila dengan nasehat dan teladan dari orangtua masih
saja anak berbuat hal lain yang bertentangan, maka orangtua yang sayang
kepada anaknya harus memberi teguran, dan bahkan hukuman kalau beberapa
kali teguran tidak mengubah sikap anak.
Di samping menerima bimbingan fisik, mental dan keterampilan, di
dalam keluarga anak-anak juga mengalami proses sosialisasi. Proses
sosialisasi adalah suatu proses menjadikan seseorang dalam hal ini anak,
tumbuh-kembang sebagai warga masyarakat yang memahami, menghayati
dan bertingkah laku dalam masyarakat. Tujuannya adalah agar anak dapat

33

hidup bersama-sama orang lain, secara selaras, serasi dan seimbang. Proses
sosialisasi terjadi pertamakali dalam keluarga, baru kemudian mengalami
perluasan ke luar lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, teman
sebaya, masyarakat dan seterusnya ( Yaumil Achir, 1994:6 ).
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui hubungan timbal balik antara
kedua orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut
interaksi. Melalui interakasi dengan orang tuanya maka anak mempelajari
berbagai hal, utamanya sosialisasi nilai-nilai yang diunggulkan, yaitu :
1. Nilai-nilai Keagamaan
Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak
menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat
menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat.
2. Budi Pekerti Luhur
Biasanya orang tua ingin agar anaknya berkembang menjadi seseorang
yang memiliki budi pekerti luhur, yang dapat diajarkan atau dicontohkan
orang tua pada anaknya. Biasanya orang tua memakai patokan-patokan agama
atau patokan budaya sebagai pedoman. Lebih konkritnya, sejak kecil anak
diajarkan untuk tidak berbohong, tidak mengambil sesuatu barang miliknya,
patuh pada orang tua, berani membela kebenaran, tidak malu mengakui
kesalahan sendiri, dan sifat-sifat lainnya.

34

Budi pekerti seorang anak tergantung pada kualitas akhlaknya.
Disinilah kemudian terlihat dengan jelas kaitan antara nilai budaya dan nilai
keagamaan dengan perilaku sosial.
3. Gotong Royong
Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan
hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak
mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul
budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina
kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera
menipis.
4.Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer
Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti “
tong kosong yang nyaring bunyinya”. Orang seperti ini tidak begitu disukai
dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak
sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan.
5. Sikap Sabar, Ulet, Alot
Sikap-sikap ini sejak dulu dimiliki nenek moyang kita. Maka dari itu
para orang tua hendaknya senantiasa menanamkan kesabaran pada anak dalam
menganggapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kesabaran yang disadari
oleh sikap ulet dan alot pun sudah banyak dicontohkan oleh para pendahulu
kita. Nenek moyang kita telah berhasil menciptakan berbagai peninggalan
seperti Candi Borobudur. Hasil karya tadi hanya dapat dilestarikan dengan
kesabaran, keuletan dan tekad hati saja.

35

6. Tata Krama
Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu
ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai
dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap
perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap
harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam
hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan,
sikap dan perbuatannya.
7. Nilai-nilai Baru
Sosialisasi nilai-nilai baru yang dituntut sesuai dengan perubahan
zaman, antara lain adalah kemandirian, kecerdasan, keuletan, rajin belajar,
bekerja keras, menghargai prestasi, sikap dan berfikir kreatif dan sikap-sikap
lain yang dianut masyarakat yang sedang berkembang ( Yaumil Agoes Achir:
7-10 ).
Dengan suasana yang baik di dalam keluarga sudah ada pencegahan
penting terhadap pengaruh dari luar. Makin dewasa, semakin banyak
kebebasan yang diberikan oleh orang tua. Anak dibiasakan tanggung jawab,
termasuk tanggung jawab atas nasibnya sendiri. Orang tua bersikap tut wuri
handayani.
Orang tua memberi pendapat , tetapi anak dibiasakan untuk
mengambil keputusan bagi diri sendiri didalam hidupnya (Suryahadiprojo,
1987:100). Keluarga dengan keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan
dapat merupakan tantangan dan kesempatan realisasi bagi anak. Diharapkan

36

bahwa dua hal ini dapat saling mengisi dan bermanfaat bagi perkembangan
anak secara optimal Siti Rahayu Haditono, 1987:151).
Terdapat beberapa pengartian tentang keluarga dan yang paling umum
di pakai adalah pengertian tentang

Keluarga Batih dan Keluarga Luas.

Keluarga Batih (Nuclear Family)adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri
ayah,ibu dan anak, sedangkan Keluarga Luas (Extended Family) adalah
keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih.
Sebenarnya keluarga itu sendiri merupakan suatu unit terkecil dari
lembaga masyarakat yang memiliki nilai strategi dalam upaya peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), keluarga bisa mampu menjalankan
fungsi keluarga dengan baik. Ada 8 fungsi dari keluarga (Membangun
Keluarga Sejahtera secara Mandiri, 1996 :2) yaitu :
a.

Fungsi keagamaan
Yaitu fungsi

yang mendorong dan mengembangkan setiap

anggotanya untuk menjadikan kehidupan keluarga sebagai wahana
pengamalan nilai-nilai agama dan untuk menjadi insan-insan agamis yang
penuh dengan iman dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
b.

Fungsi sosial budaya
Yaitu fungsi keluarga untuk memberikan kesempatan kepada
keluarga dan seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan kebudayaan
bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan

c