ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUM

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA
BALITA DAN INDIKATOR LINGKUNGAN HIDUP SEHAT DI
INDONESIA MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL
Siti Rahmawati Hindo1, Anisa Eka Puridewi2, Aulia Ananda Yuhana3,
Muhammad Muhajir S.Si., M.Sc4.
1,2,3

Mahasiswa Jurusan Statistika, 4Dosen Program Studi Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia

1

[email protected]
3

2

[email protected]

[email protected]


4

[email protected]

Abstrak
Penyakit pneumonia merupakan salah satu penyakit yang paling menyita
perhatian praktisi kesehatan. Pneumonia menjadi penyakit utama penyebab
kematian pada balita. Hal tesebut disebabkan oleh faktor intenal dan eksternal
penderita. Tingkat pneumonia pada balita masih dikatakan tinggi khususnya di
Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari buku
Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik korelasi kanonikal untuk mengetahui faktor dominan
diantara indikator lingkungan hidup sehat 2016 di Indonesia terhadap tingkat
pneumonia pada balita (pneumonia dan pneumonia berat) 2016. Hasil analisis
korelasi kanonikal menunjukkan bahwa dari 4 variabel independen yang ada 1
variabel yang memiliki hubungan yang sangat tinggi yaitu variabel x1. Variabel x1
merepresentasikan presentase jumlah sumber air minum bersih yang ada pada
masing-masing daerah. Berdasarkan pada output yang diperoleh tampak bahwa
dari 2 variabel dependen, variabel y2 memiliki hubungan yang paling kuat. Nilai

korelasi untuk variabel y2 adalah 0,5728528. Hal tersebut berarti variabel
dependen y2 yaitu presentase jumlah balita yang terindikasi pneumonia berat
lebih berkorelasi dengan variabel independen secara bersama -sama daripada
variabel dependen y1 atau presentase jumlah balita penderita pneumonia (biasa).

Kata kunci: Pneumonia Pada Balita, Korelasi Kanonikal, Indikator Lingkungan
Hidup Sehat

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

1

1.

PENDAHULUAN

Penyakit pneumonia merupakan salah satu penyakit yang paling menyita
perhatian praktisi kesehatan. Pneumonia dapat dialami oleh manusia pada usia
berapapun, namun lebih sering terjadi pada balita. Menurut data BPS tahun 2013,

tingkat pneumonia pada balita menjadi penyebab utama kematian pada balita.
Angka kematian balita yang terjadi di negara maju seperti Amerika saja
menempati posisi ke tujuh penyebab kematian, apalagi di negara berkembang di
Indonesia yang notabenenya memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan yang masih
terbilang tertinggal dari Amerika. Apalagi kecenderungan penderita pneumonia
hampir sama dengan pilek biasa, sehingga sering diabaikan oleh orang tua karena
dianggap penyakit yang tidak berbahaya. Gaya hidup tidak sehat dan lingkungan
yang kurang mendukung dicurigai menjadi faktor yang memicu terjadinya
penumonia.
Pneumonia dapat disebabkan oleh internal penderita yaitu iritasi kimia
atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker
paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol serta lingkungan eksternal. Namun
belum adanya data laboratorium yang cukup dan mendukung adanya data iritasi
kimia atau fisik terhadap penyakit pneumonia dan pneumonia berat pada balita,
maka dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan
tingkat status pneumonia pada balita dan indikator lingkungan hidup sehat tahun
2016 menggunakan korelasi kanonikal. Indikator lingkungan hidup sehat tersebut
berkaitan erat dengan kebijakan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sehingga, penelitian ini lebih lanjut diharapkan akan berguna bagi peninjauan
kembali terkait dengan kebijakan lingkungan yang ada, apakah sudah dapat

mengurangi penyakit pneumonia atau tidak.
Dalam kasus penelitian ini, terdapat lebih dari satu variabel respon dan
beberapa

variabel

prediktor.

Sehingga

dalam

menyelesaikan

masalah

menggunakan analisis multivariat. Analisis multivariat yang dianggap cocok
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL


2

untuk diaplikasikan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi kanonikal
(cannonical correlation analysis). Analisis kanonikal didalam penelitian ini
sendiri digunakan untuk mengetahui hubungan antara sekelompok variabel
dependen yaitu tingkatan pneumonia yang terdiri dari pneumonia dan pneuonia
berat serta sekompok variabel independen yaitu sumber air minum bersih (x1),
sanitas (x2), kawasan tanpa rokok (x3) serta pengendalian vektor terpadu (x4).

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Depkes RI tahun 2007, Pneumonia adalah proses infeksi akut
yang mengenai jaringan paru-paru (jaringan alveoli). Pneumonia umumnya
diderita oleh balita, namun tidak menutup kemungkinan orang dengan rentang
usia berapapun dapat terjangkit pneumonia. Menurut organisasi kesehatan dunia
atau WHO dan UNICEF menyebutkan bahwa pneumonia merupakan pembubuh
utama pada balita dan anak. Pneunobia dapat disebakan oleh virus atau bakteri.
Namun gejala yang ditimbulkan dari penyakit pneumonia tidak begitu terlihat dan

sulit untuk diidentifikasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Annah dkk tahun 2012
menyebutkan bahwa salah satu penyebab kejadian pneumonia adalah tingkat asap
rokok yang menyebbakan kualitas udara menjadi buruk.
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Trisnanto Poltekkes
Kemenkes Malang, menyebutkan bahwa masih tingginya pula ketidaktahuan ibu
akan penyakit pneumonia pada balita menyumbangkan kontribusi penyebab masih
tingginya tingkat penderita pneumonia pada balita di Indonesia. Apalagi
perkembangan jaman yang serba liberal ini juga berdampak pada sikap
emansipasi wanita yang memungkinkan tergesernya peran serta ibu sebagai
pengawas anak dan pemerhati perkembangan anak.
Korelasi kanonik adalah salah satu teknik analisis statistik, yang digunakan
untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

3

Analisis ini dapat mengukur tingkat keeratan hubungan antara dua atau lebih
variabel dependen dengan beberapa variabel independen. Analisis korelasi

kanonik berfokus pada mencari pasangan dari kombinasi linear ini yang memiliki
korelasi terbesar. Beberapa asumsi yang harus terpenuhi untuk dapat
melaksanakan analisis lanjut korelasi kanokal adalah linearitas, normal multivariat
dan uji multikolinieritas.
Didalam penelitian ini terdapat himpunan variabel dependen dan
himpunan variabel independen. Analisis korelasi kanonik tidak semudah atau
sesederhana analisis korelasi sederhana. Hal ini dikarenakan korelsi kanonikal
memiliki tujuan utama untuk mengetahui hubungan antara gabungan atau
himpunan dari variabel independen dengan gabungan atau himpunan dari variabel
dependen secara simultan. Sedangkan ide utama dari analisis korelasi kanonikal
adalah mencari pasangan kombinasi linier yang mempunyai korelasi terbesar.
Sehingga kemudian diharapkan akan diketahui faktor utama penyebab tingginya
penyakit pneumonia dan pneumonia berat pada balita.

3.

DESKRIPSI DATA

Data terkahir yang dapat peneliti dapatkan adalah data yang diperoleh dari
buku Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Sehingga peneliti

mengunakan dapat tersebut untuk kemudian dilakukan analisis korelasi kanonik.
Data yang digunakan adalah data jumlah cakupan status pneumonia pada balita
yang diambil dari Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016 dan penerapan
indikator perilaku hidup sehat tahun 2016 pada tahun 2016. Berikut ini merupakan
gambaran data yang telah terkomputasi dengan software R :

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

4

Gambar 1 Data Penelitian

Berdasarkan Gambar 1 diatas tampak bahwa terdapat 34 data provinsi di
Indonesia. Dalam tabel tersebut tampak bahwa terdapat 8 kolom yaitu kolom
nomor, provinsi, x1, x2, x3, x4 dan y1,y2. Data jumlah cakupan status pneumonia
pada balita yang diambil dari data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016
sebagai variabel dependen (Y) dan menurut data dan informasi dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, faktor eksternal yang dapat menjadi penyebab
pneumonia adalah sumber air minum bersih (x1), sanitas (x2), kawasan tanpa

rokok (x3) serta pengendalian vektor terpadu (x4). Kemudian data-data sekunder
tersebut dilakukan analisis untuk diketahui hubungan antara variabel dependen (y1
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

5

dan y2) terhadap variabel independen (x1, x2, x3 dan x4) dengan menggunakan
analisis korelasi kanonikal dengan bantuan software R sebagai komputasi
perhitungannya.

4.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan
yang menekankan analisis pada data-data angka (numerikal) yang diolah dengan
metode statistika (Azwar, 2011). Metode kuantitatif ini dimaksudkan untuk
mendapatkan signifikansi hubungan antara sumber air minum bersih (x1), sanitas
(x2), kawasan tanpa rokok (x3) serta pengendalian vektor terpadu (x4) terhadap

tingkat pneumonia pada balita ( peumonia dan pneumonia berat) di Indonesia.
Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian memiliki tujuan
untuk mengungkap data faktual mengenai variabel yang akan diteliti. Tujuannya
untuk mengetahui (goal of knowing), maka harus dicapai dengan cara atau metode
yang benar-benar akurat dan efisien (Azwar, 2011). Data terakhir yang dapat
diperoleh oleh peneliti adalah data tahun 2016 sehingga dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan data tersebut untuk dilakukan analisis dengan metode
terkait. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik korelasi kanonikal
untuk mengetahui hubungan antara indikator lingkungan hidup sehat 2016 di
Indonesia terhadap tingkat pneumonia pada balita (peumonia dan pneumonia
berat) 2016.
Software R merupakan perangkat lunak open source dibawah Lisensi

Publik Umum GNU, sehingga sofware R bebas untuk digunakan secara umum.
Sehingga dalam penelitian ini, peneliti mengunakan software R sebagai alat
komputasi penelitian. Analisis korelasi kanonikal merupakan model statistika
multivariat yang memungkinkan identifikasi dan kuantifikasi hubungan antara 2
gabungan variabel. Dalam hal ini peneliti melabelkan variabel dengan X dan Y
untuk membedakan kedua gabungan variabel. Dimana variabel X terdiri atas 4
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR

LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

6

jenis variabel dan varaibel Y terdiri atas 2 jenis variabel. Berikut ini akan
digambarkan alur kerja (flowchart) dari penelitian analsiis korelasi kanonikal
yang dilakukan.

Gambar 1 Flowchart Penelitian
Berdasarkan Flowchart diatas merupakan alur kerja penelitian yang
dilakukan. Tahap awal diawali dengan dengan mulai, lalu memasukkan data-data
yang dibutuhkan yakni data sumber air minum bersih (x1), sanitas (x2), kawasan
tanpa rokok (x3) serta pengendalian vektor terpadu (x4), adapun untuk dependen
nya adalah pneumonia (y1) dan pneumonia (y2). Kemudian melakukan visualisasi
data untuk mengetahui karakteristik pada masing-masing variable yang ada sesuai
dengan provinsi masing-masing. Selanjutnya melakukan uji linearitas yang
merupakan uji asumsi pertama. Apabila asumsi linieritas tidak tepenuhi, maka
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

7

peneliti akan menghilangkan peubah yang tidak linier dan melakukan uji linieritas
ulang dari data baru. Namun, apabila asumsi linieritas langsung tepenuhi, maka
peneliti langsung melanjutkan uji asumsi kedua yakni uji asumsi normal
multivariat secara simultan.
Apabila asumsi normal multivariat tidak tepenuhi maka peneliti akan
melakukan penghapusan data outlier , sehingga dengan cara tersebut diharapkan
uji asumsi dapat tepenuhi. Sedangkan, apabila data langsung memenuhi uji asumsi
normal multivariate, data akan dilakukan uji asumsi selanjutnya yaitu uji asumsi
multikolinieritas. Dan uji asumsi terakhhir yang dilakukan dalam melakukan
analisis korelasi kanonikal adalah uji asumsi multikolinieritas. Dimana apabila uji
tesebut tidak terpenuhi, maka peneliti akan melakukan pengurangan salah satu
peubah yang memiliki korelasi kuat. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan
sifat multikolinieritas dari data, sehingga asumsi multikolinieritas dapat tepenuhi.
Namun, apabila dalam sekali pengujian multikolinieritas langsung tepenuhi, maka
peneliti dapat melakukan analisis lanjut yaitu analisis korelasi kanonikal.

5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Visualisasi Data

Gambar 2 Diagram Persentase Jumlah Sumber Air Minum Bersih di
Indonesia
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

8

Berdasarkan pada Gambar 2 diatas dapat didapatkan informasi bahwa
presentase jumlah sumber air bersih di Indonesia tertinggi adalah provinsi DKI
Jakarta yaitu sebesar 93,05. Presentase sebesar 93,05 % berarti provinsi DKI
Jakarta memilki kemampuan menyediakan sumber air bersih untuk warganya
hampir 93,05 %. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta telah mempunyai teknologi
pengelolaan air yang mumpuni sehingga dapat menyediakan sumber air bersih
yang cukup bagi penduduknya. Provinsi yang mempunyai presentase jumlah
sumber air minum bersih yang paling sedikit di Indonesia adalah provinsi
Kalimantan Barat yaitu sebesar 30,39 %. Presentase sebesar 30,39% berarti
kemampuan provinsi Kalimantan Barat untuk mampu meyediakan sumber air
bersih bagi penduduknya adalah hanya sebesar 30,39% dari seluruh kebutuhan
masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya dan jauhnya gunung yang
menyediakan sumber mata air bersih. Sehingga biasanya masyarakat di provinsi
Kalimantan Barat secara mandiri pada hampir di setiap atap rumah memasang
penampungan air hujan sendiri untuk dapat menikmati air bersih. Padahal
kandungan tampungan air hujan belum tentu layak untuk dikonsumsi oleh
masyarakat.

Gambar 3 Diagram Persentase Pelaksanaan Sanitasi Total Berbabis
Masyarakat di Indonesia
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

9

Berdasarkan tampilan yang tampak pada Gambar 3 diatas, tampak bahwa
provinsi yang mempunyai presentase pelaksanaan sanitasi total berbasis
masyarakat tertinggi adalah provinsi DI Yogyakarta yaitu sebesar 96,35 %. Nilai
presentase sebesar 96,35 % yang berarti pelaksanaan atau penerapan kebudayaan
hidup sehat masyarakat terutama dalam hal menghindari bersentuhan langsung
dengan kotoran atau benda yang tak higienis di provinsi DI Yogyakarta telah
mencapai 96,35 % per total penduduk. Nilai presentase yang sangat tinggi
tersebut disebabkan oleh tingkat pendidikan dan kepedulian masyarakat serta
kesadaran untuk menerapkan hidup sehat. Sedangkan daerah yang memiliki
presentase pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat terendah adalah provinsi
Papua yaitu sebesar 7,05 %. Nilai presentase tersebut sangat rendah bila
dibandingkan dengan nilai presentase di provinsi lain di Indonesia. Nilai
presentase sebesar 7,05 artinya hanya sebesar 7,05 % penduduk provinsi Papua
yang melaksanakan memiliki kesadaran secara penuh untuk dapat benar-benar
menerapkan hidup sehat terutama yang berhubungan dengan menjauhkan diri dari
kontak benda-benda tak higienis. Hal ini terjadi dapat disebabkan oleh tingkat
pendidikan yang masih terbilang rendah dan belum ada kesadaran dari masyarakat
bahwa penerapan hidup sehat penting dilakukan baik oleh pemerintah maupun
lembaga terkait.

Gambar 4 Diagram Persentase Jumlah Kawasan Tanpa Rokok di
Indonesia
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

10

Berdasarkan pada Gambar 4 diatas tampak bahwa provinsi yang
mempunyai presentase jumlah kawasan tanpa rokok terbanyak adalah provinsi DI
Yogyakarta yaitu sebesar 100 %. Hal ini disebabkan DI Yogyakarta telah
menerapkan Perda KTR yang memberlakukan dan mengatur kawasan bebas asap
rokok dan kawasan bebas rokok secara teratur. Pemerintah Yogyakarta juga telah
gencar melakukan sosialisasi terkait Perda (Peraturan daerah) kawasan tanpa
rokok hampir disetiap kawasan di Yogyakarta. Hal ini didukung juga oleh
kesadaran masyarakat yang terbilang sudah tinggi terkait bahaya asap rokok
sehingga telah dapat mencapai presentase yang sangat bagus tersebut, Sedangkan
provinsi yang memiliki presentase jumlah kawasan tanpa rokok terendah adalah
provinsi Riau yaitu sebesar 8,3 . Hal ini berarti kesadaran masyarakat akan bahaya
asap rokok masih rendah. Melihat hal tersebut tentunya dapat menjadi pekerjaan
rumah bagi pemerintah setempat untuk bagaimana kebiasaan buruk ini dapat
diminimalisir. Hal ini mengingat daerah Riau terkenal sebagai daerah yang rawan
terjadi kebakaran hutan dan tidak menutup kemungkinan bahwa kebakaran hutan
tersebut merupakan hasil dari kecerobohan oknum tertentu yang membuang
puntung rokok yang masih menyala pada daerah gambut sehingga dapat
menyebabkan kebakaran hutan.

Gambar 5 Diagram Persentase Jumlah Pengendalian Vektor Terpadu di
Indonesia
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

11

Berdasarkan pada Gambar 5 diatas, tampak bahwa presentase jumlah
pengendalian Vektor Terpadu tertinggi adalah berada di provinsi DKI Jakarta
dengan presentase sebesar 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada provinsi DKI
Jakarta telah memiliki upaya pengendalian antrophoda yang bersifat menularkan
penyakit telah bagus. Sedangkan provinsi yang memiliki presentase jumlah
pengendalian vektor terpadu terendah adalah provinsi Riau yaitu sebesar 8,3%.
Hal ini berarti provinsi Riau hanya memiliki upaya pengendalian menularnya
sumber penyakit sebesar 8,3 %.

Gambar 6 Diagram Jumlah Balita Penderita Pneumonia Per Provinsi di
Indonesia

Berdasarkan pada Gambar 6 diatas tampak bahwa provinsi yang memiliki
jumlah balita yang menderita pneumonia terbanyak di Indonesia adalah provinsi
Jawa Barat yaitu sebanyak 164210 balita. Sedangkan provinsi dengan balita
penderita pneumonia terkecil adalah provinsi Maluku dengan jumlah 381 balita
penderita pneumonia. Dalam diagram tampak bahwa beberapa provinsi tidak
mempunyai data penderita pneumonia (bukan tidak mempunyai jumlah penderita
penyakit pneumonia sama sekali) karena didalam sumber data yaitu buku Data
dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016 yang diterbitkan oleh Kementrian
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

12

Kesehatan RI 2017 tidak tercantum berapa jumlah balita penderita pneumonia.
Provinsi yang tak mempunyai data jumlah balita terjangkit pneumonia adalah
provinsi DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua. Hal ini
dikarenakan dinas kesehatan provinsi terkait belum dapat memastikan banyaknya
balita penderita pneumonia secara pasti. Data provinsi terkait akan menjadi
missing data. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk

melakukan penanganan missing data yang akan peneliti bahas pada pembahasan
selanjutnya. Namun untuk mendapatkan perbandingan yang pasti antar provinsi
maka dalam hal ini peneliti, membuat keputusan untuk mengubah jumlah balita
penderita pneumonia menjadi presentase jumlah balita penderita pneumonia agar
dapat didandingkan dengan daerah yang lain. Berikut ini adalah diagram batang
perbandingan presentasenya :

Gambar 7 Diagram Persentase Jumlah Balita Penderita Pneumonia Per
Provinsi di Indonesia

Berdasarkan Gambar 7 diatas, tampak bahwa provinsi yang mempunyai
persentase jumlah balita penderita pneumonia tertinggi adalah berada di provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dengan presentase balita penderita pneumonia
sebesar 5.34 % dari total seluruh balita yang ada di provinsi tersebut. Sedangkan

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

13

provinsi yang memiliki persentase balita penderita pneumonia terendah adalah
0.173 % dari total seluruh balita yang ada ddi provinsi tersebut.

Gambar 8 Diagram Jumlah Balita Penderita Pneumonia Berat Per
Provinsi di Indonesia

Berdasarkan pada Gambar 8 diatas tampak bahwa provinsi yang memiliki
jumlah balita yang menderita pneumonia berat terbanyak di Indonesia adalah
provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 5581 balita. Sedangkan provinsi dengan balita
penderita pneumonia berat terkecil adalah provinsi Bengkulu dengan jumlah 6
balita penderita pneumonia. Dalam diagram tampak bahwa beberapa provinsi
tidak mempunyai data penderita pneumonia (bukan tidak mempunyai jumlah
penderita penyakit pneumonia sama sekali) karena didalam sumber data yaitu
buku Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016 yang diterbitkan oleh
Kementrian Kesehatan RI 2017 tidak tercantum berapa jumlah balita penderita
pneumonia. Provinsi yang tak mempunyai data jumlah balita terjangkit
pneumonia adalah provinsi DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat,
dan Papua. Hal ini dikarenakan dinas kesehatan provinsi terkait belum dapat
memastikan banyaknya balita penderita pneumonia secara pasti. Data provinsi
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

14

terkait akan menjadi missing data. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti
memutuskan untuk melakukan penanganan missing data yang akan peneliti bahas
pada pembahasan selanjutnya. Namun untuk mendapatkan perbandingan yang
pasti antar provinsi maka dalam hal ini peneliti, membuat keputusan untuk
mengubah jumlah balita penderita pneumonia menjadi presentase jumlah balita
penderita pneumonia agar dapat dibandingkan dengan daerah yang lain. Berikut
ini adalah diagram batang perbandingan presentasenya :

Gambar 9 Persentase Jumlah Balita Pneumonia Berat Per Provinsi di
Indonesia

Berdasarkan Gambar 9 diatas, tampak bahwa persentase jumlah balita yang
terkena pneumonia berat adalah provinsi Sulawesi Barat dengan persentase
sebesar 0.48 % dari total seluruh balita yang ada di provinsi tersebut. Sedangkan
persentase balita yang menderita peumonia terendah adalah provinsi Bengkulu
dengan nilai persentase sebesar 0.0033 % dari total seluruh balita yang ada di
provinsi tersebut.

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

15

5.2 Uji Linearitas

Gambar 10 Grafik Uji Linearitas

Berdasarkan pada Gambar 10 diatas merepresentasikan hubungan linieritas
antara variabel x1, x2, x3, x4 sebagai variabel independen terhadap variabel
dependen yaitu y1 dan y2. Berdasarkan pada hasil output diatas, maka peneliti
bertujuan untuk menguji linearitas data antara variabel sumber air minum bersih
(x1), sanitasi (x2), kawasan tanpa rokok (x3) serta pengendalian vektor terpadu (x4)
terhadap variabel persentase balita penderita pneumonia (y1) dan variabel
persentase balita penderita pneumonia berat (y2). Berdasarkan pada gambar diatas,
maka terlihat garis linier positif dengan peningkatan tajam secara vertikal keatas.
Hal ini membuktikan ada linearitas yang signifikan pada hubungan antara variabel
x1, x2, x3, x4 terhadap y1, y2 . Hal ini dapat diartikan semakin tinggi persentase
jumlah sumber air minum disuatu provinsi, maka akan semakin meningkat secara
tajam presentase jumlah balita yang terjangkit pneumonia. Berdasarkan pada hasil
output diatas, maka peneliti bertujuan untuk menguji linearitas data antara

variabel Independen x1, x2, x3, x4 dan variabel dependen y1,y2. Berdasarkan pada
Gambar 10, maka terlihat garis linier positif dengan peningkatan cukup landai
secara vertikal. Hal ini membuktikan ada lineraitas yang cukup signifikan pada
hubungan antar variabel x1, x2, x3, x4 dan variabel y1, y2. Hal ini dapat diartikan
semakin banyak tinggi persentase jumlah sumber air minum bersih (x 1), sanitasi
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

16

(x2), kawasan tanpa rokok (x3) serta pengendalian vektor terpadu (x4) maka akan
semakin meningkat secara tajam presentase variabel persentase balita penderita
pneumonia jumlah balita yang terjangkit pneumonia berat.

5.3 Uji Normal Multivariat

Gambar 11 Chi-Square Q-Q Plot

Dapat dilihat seperti Gambar 11 diatas, dapat dijelaskan bahwa secara
visual datanya berdistribusi normal, karena banyak data yang berada pada garis
lurus. Apabila untuk memastikan apakah data tersebut berdistribusi normal, maka
akan dilakukan uji normalitas dengan uji hipotesis.

Untuk uji hipotesis nya dapat dijelaskan, dengan tingkat signifikansi diperoleh
p-value 0,4184438 < α (0,05) sehingga tolak H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa

data jumlah cakupan status pneumonia pada balita tersebut berdistribusi normal
multivariat.

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

17

5.4 Uji Multikolinieritas Multivarat

Uji mutikolineritas digunakan untuk menguji suatu model apakah terjadi
hubungan yang sempurna atau hampir sempurna antara variabel bebas, sehingga
sulit untuk memisahkan pengaruh antara variabel-variabel itu secara individu
terhadap variabel terikat. Pengujian ini untuk mengetahui apakah antar variabel
bebas dalam persamaan regresi tersebut tidak saling berkorelasi. Nilai VIF
variabel sumber air minum bersih (x1), sanitas (x2), kawasan tanpa rokok (x3) serta
pengendalian vektor terpadu (x4) mempunyai nilai lebih kecil dari 10 sehingga
tidak terjadi masalah multikolinieritas.

5.5 Analisis Korelasi Kanonikal

Gambar 12 Plot Dimensi Korelasi Kanonik

Berdasarkan pada Gambar 12 diatas, tampak bahwa hubungan antara
variabel x secara simultan terhadap masing-masing variabel y secara simultan
bergerak kearah bawah dengan arah negatif. Hal ini berarti hubungan antara
korelasi kanonikal saling berlawanan. Semakin tinggi variabel x1, x2, x3 dan x4
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

18

secara simultan maka akan menurunkan nilai y1 dan y2 secara simultan pula.
Berdasarkan pada gambar sebelah kanan yaitu pada plot dimensi korelasi kanonik,
tampak bahwa terdapat 6 titik pada rasius. Simbol berwarna bulatan merah
merepresentasikan

4

variabel

independen

dan

simbol

segitiga

biru

merepresentasikan variabel y yang berjumlah 2 variabel y. Persebaran simbol pada
gambar disebelah kanan menyebar disebelah kanan radius. Hal ini berarti didalam
data tidak terdapat nilai yang nilainya posistif Dimensi 1 menggambarkan batas
nilai variabel dilihat dari nilai sumbu y secara vertikal. Sedangkan dimensi 2
menggambarkan persebaran simbol dilihat dari nilai sumbu x secara horizontal.

Gambar 13 Multidimensional Scalling

Pada Gambar 13 diatas disebut multidimensional scalling yang dapat
mengidentifikasi kemiripan dan tak kemiripan titik. Berdasarkan pada Gambar 13
diatas dapat dilihat bahwa terdapat 29 data yang tersebar dalam 4 kuadran.
Gambar tersebut merepresentasikan kedekatan data secara simultan baik terhadap
dua dimensi baik dimensi x maupun dimensi y. Data yang berjumlah 29 tersebut
merupakan hasil penanganan data awal terhadap data missing dan data outlier
sehingga didapatkan komposisi data yang sesuai dan memenuhi uji asumsi.
Berdasarkan pada Gambar 13 diatas dapat dilihat bahwa terdapat pertemuan dari 4
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

19

garis putus putus yang saling menyilang secara berpotongan. Titik persilangan
tersebut merupakan nilai dimensional scalling rata-rata atau pusat data. Titik-titik
angka (dari 1 sampai 29) yang berdekatan pada gambar berarti memiliki profil
kolom yang mirip. Terlihat berdasarkan gambar bahwa titik nomor 21 terletak
paling dekat dengan persilangan, hal ini berrati titik 21 mempunyai nilai yang
paling dekat dengan rata-rata data. Sedangkan semakin jauh titik angka dati garis
perpotongan menandakan bahwa titik tersebut jauh dari nilai rata-rata. Untuk
dapat melihat koordinat dari multidimensional scalling, dapat dilihat pada output
R yaitu $scores$scores$xscores.

Berdasarkan pada hasil script dan output diatas, tampak koordinat bagi
subpopulasi variabel x. Dimana didalam variabel independen terdapat 24 data
subpopulasi. Koordinat yang akan digunakan dapat dilihat pada fungsi 1 karena
dalam R langsung menampilkan fungsi yang paling signifikan adalah fungsi 1.
Adapun sebagai contoh interpretasi dari output $scores $scores$xscores
untuk subpopulasi variabel independen 1 mempunyai koordinat -0.8741270. Hal
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

20

tersebut sejalan dengan output yang ditampilkan oleh multidimensional scalling
yang menyatakan bahwa secara visual posisi dari subpopulasi variabel independen
berasa dibawah -1 dilihat dari

dimension 1. Untuk subpopulasi variabel

independen 2 memiliki koordinat 1.6218154. Hal ini sejalan dengan output R
yang menampilkan secara visual bahwa subpopulasi variabel independen 2.
Demikian seterusnya sampai subpopulasi variabel x9. Sebagaimana yang tampak
pada gambar diatas.
Didalam output yang ditampilkan oleh software R memiliki keunggulan
bahwa program R langsung menampilkan fungsi yang dapat dipakai untuk
menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain yaitu terdapat
pada x1. Sedangkan pada software lain, misalnya SPSS, peneliti harus menentukan
fungsi mana yang digunakan. Namun, untuk lebih memudahkan interpretasi,
sebenarnya banyaknya fungsi kanonikal yang ada terbentuk selalu 2 (dua). Fungsi
kanonik yang sebanyak 2 tersebut mengikuti jumlah variabel terkecil yaitu
variabel dependen yang berjumlah 2 variabel.
Pada gambar dibawah ini menggambarkan bobot kanonikal terstandarisasi.
Berikut ini adalah marix yang mengandung vektor kanonikal yang berhubungan
dengan x dan y sebagai kolom matrixnya berikut ini merupakan tampilan R nya ;

Hasil output diatas merepresentastikan Raw canonical coefficients for
Covariates. Sedangkan output coef merepresentasikan Raw canonical coefficients
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

21

for Dependent variables. Output res.cc$cor representatif dengan Eigenvalues
and Canonical Correlations.



Terbentuk dua (2) pasang variabel kanonik yaitu :
Variabel kanonik pasangan pertama :

̂1 =
̂1

0.082029867

x1 +

0.003621767 x2 +

0.016606696 x3 +

0.005955975 x4

= -0.891586 y1 + 44.172207 y2

Dengan korelasi kanonik ̂1 = 0.7052408. Jadi fungsi kanonikal pertama

mampu menjelaskan hubungan antara variabel respon dan prediktor sebesar
70,5 %
Variabel kanonik pasangan kedua :
̂ 2 = -0.017462534 x1 +

0.050815542 x2 +

0.004590692 x3 -

0.014115893 x4

̂ 2 = 1.241654 y1 - 21.768381 y2

Dengan korelasi kanonik ̂2 = 0.5694176. jadi fungsi kanonikal kedua mampu

menjelaskan hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor sebesar 56,9

%. Dari kedua nilai korelasi kanonik, dapat dilihat bahwa fungsi pertama mampu
menjelaskan hubungan lebih besar dari pada fungsi kedua. Hal ini membuktikan
bahwa fungsi 1 akan lebih berarti terhadap model ketika digunakan. Sehingga
untuk interpretasi dan pemilihan fungsi kanonikal, peneliti akan lebih mantap
untuk menggunakan fungsi kanonikal pertama dibandingkan fungsi kanonikal
kedua.

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

22

Pada

output

$scores$corr.X.xscores

dan

output

$corr.X.xscores, keduanya sama-sama merepresentasikan nilai Correlations

between Covariates and canonical variables. Dalam interpretasi yang pelu dilihat

hanya fungsi 1 saja. Hal ini dikarenakan dalam software R, sudah otomatis
mengurutkan fungsi pertama sebagai fungsi yang paling signifikan dan
direkomendasikan untuk diambil.
Dari output diatas tampak bahwa terdapat 4 variabel independen. Dari 4
variabel independen yang ada 1 variabel yang memiliki hubungan yang sangat
tinggi yaitu variabel x1. Variabel x1 merepresentasikan presentase jumlah sumber
air minum bersih yang ada pada masing-masing daerah. Menurut Sugiyono ,
pedoman untuk memberikan interpretasi pada koefisien korelasi adalah 0.00 0,199 = sangat rendah ; 0,20 - 0,3999 = rendah; 0,40 - 0,5999 = sedang; 0,60 0,799 = kuat dan 0,80 - 1,000 = sangat kuat. Sehingga nilai korelasi variabel
independen yang sangat kuat ditunjukkan oleh varaibel x1 dengan nilai 0,8627546
atau dapat dikatakan bahwa hubungan yang terjalin adalah tinggi. Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa variabel x1 (persentase jumlah sumber air minum
bersih) memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap model korelasi
kanonik, sedangkan pada fungsi kedua korelasi kanonik x 2 (persentase sanitasi)
memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap model. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa fungsi korelasi kanonik pertama lebih mampu menjelaskan
hubungan antara variabel respon dan prediktor sebesar 70,5 %, maka dalam
penelitian ini dapat dikatakan bahwa persentase jumlah sumber air minum bersih
paling berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kejadian pneumonia pada
balita.

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

23

Hal tersebut diperkuat dengan output berikut ini :

Berdasarkan output diatas tampak bahwa hail yang didapatkan sejalan
dengan output $scores$corr.X.yscores yang meyebutkan bahwa diantara 4
variabel independen yang ada, maka variabel x1 yaitu varaibel presentase jumlah
sumber air minum adalah yang paling berkorelasi.

Pada output $scores$corr.Y.xscores dan output $corr.Y.xscores
diatas, keduanya sama-sama merupakan output untuk Correlations between
Covariates and canonical variables. Dalam interpretasi hanya perlu dilihat fungsi

1. Berdasarkan pada output tersebut tampak bahwa dari 2 variabel dependen,
variabel y2 memiliki hubungan yang paling kuat. Nilai korelasi untuk varaibel y2
adalah 0,5728528. Menurut Sugiyono, nilai korelasi tersebut sudah cukup
signifikan dengan pengaruh postif. Hal tersebut berarti variabel dependen y2 yaitu
presentase jumlah balita yang terindikasi pneumonia berat lebih berkorelasi
dengan variabel independen secara bersama-sama daripada variabel dependen y1
atau presentase jumlah balita penderita pneumonia (biasa). Namun apabila dilihat
dari fungsi kedua maka fungsi kedua memiliki niai korelasi yang lebih tinggi yang
terletak pada x2. Hal tersebut akan sejalan dengan hasil dari output

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

24

$scores$corr.Y.xscores yang mengatakan bahwa variabel y2 lebih memiliki

hubungan korelasi daripada varaibel y1.

Berdasarkan output diatas tampak bahwa hasil yang didapatkan sejalan
dengan output $scores$corr.X.yscores yang meyebutkan bahwa diantara 2
variabel dependen yang ada, maka variabel y2 yaitu varaibel presentase jumlah
balita penderita pneumonia adalah yang paling berkorelasi diantara variabel
dependen.

Pada output diatas merupakan output Raw canonical coefficients for
Covariates atau penaksir koefisien bagi variabel X atau bisa biasa disebut juga
canonical weight untuk variabel X . Bobot dari koefisien kanonik yang terbentuk

merepresentasikan kontribusi dari varaibel independen terhadap model korelasi
kanonikal yang terbentuk. Tentu saja semakin besar penaksir koefisien varabel X
maka akan semakin besar pula pengaruh variabel X terhadap model. Berdasarkan
pada output diatas tampak bahwa penaksir koefisien variabel X yang terbesar
adalah variabel X1 dengan penaksir koefisien kanonik sebesar 0.082029867.
Variabel X1 adalah variabel yang menggambarkan presentase jumlah sumber air
minum bersih. Jadi, presentase jumlah balita yang dapat terkena penyakit
pneumona ataupun pneumonia berat akan sangat dipengaruhi oleh presentase
banyaknya jumlah sumber air minum bersih yang tersedia disetiap provinsi.

ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

25

Seperti hasil output diatas merupakan output Raw canonical coefficients
for Dependent

variables atau penaksir koefisien bagai variabel Y atau bisa

disebut juga canonical weight untuk variabel Y. Berdasarkan pada output diatas
tampak bahwa variabel dependen Y yang mempunyai hubungan terhadap variabel
X secara simultan adalah variabel Y2 dengan penaksir koefisien sebesar
44.172207. Dimana variabel Y2 adalah variabel yang merepresentasikan balita
yang menderita pneumonia berat.

Pada hasil output diatas merepresentasikan tingkat hubungan antara
variabel X dengan tingkat scores yang dimiliki oleh variabel Y atau biasa disebut
juga muatan silang kanonikal ( canonical cross-loadings) . Berdasarkan pada
output diatas variabel x1 mempunyai nilai canonical cross loadings paling besar

yaitu sebesar 0,6084498.

Berdasarkan pada output canonical cross loadings diatas dapat dilihat
bahwa

korelasi variabel independen

terhadap variabel dependen terbesar

ditempati oleh Y2 dengan nilai canonical cross loadings sebesar 0.8122796.

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

26

6.

KESIMPULAN DAN SARAN
Didalam analisis korelasi kanonikal yang telah dilakukan didapatkan hasil

gambaran dimensi antara 2 variabel X dan Y yang terdapat dalam plot dimensi
korelasi kanonik dan multidimensional scalling. Didalam Multidimensional
scalling terlihat bahwa titik nomor 21 terletak paling dekat dengan persilangan,

hal ini berrati titik 21 atau provinsi Kalimantan Tengah mempunyai nilai yang
paling dekat dengan rata-rata data. Terbentuk dua (2) pasang variabel kanonik
yaitu :
Variabel kanonik pasangan pertama :
̂ 1 = 0.082029867 x1 + 0.003621767 x2 + 0.016606696 x3 + 0.005955975 x4

̂ 1 = -0.891586 y1 + 44.172207 y2

Korelasi kanonik ̂1 = 0.7052408. Jadi fungsi kanonikal pertama mampu

menjelaskan hubungan antara variabel respon dan prediktor sebesar 70,5 %, nilai
tersebut lebih besar daripada korelasi kanonik ̂2 = 0.5694176. jadi fungsi
kanonikal kedua mampu menjelaskan hubungan antara varaibel respon dan
variabel prediktor sebesar 56,9 %. Dari

4 variabel independen yang ada 1

variabel yang memiliki hubungan yang sangat tinggi yaitu variabel x1. Hal ini
berarti presentase jumlah balita yang dapat terkena penyakit pneumona ataupun
pneumonia berat akan sangat dipengaruhi oleh presentase banyaknya jumlah
sumber air minum bersih yang tersedia disetiap provinsi.
Berdasarkan pada output tersebut tampak bahwa dari 2 variabel dependen,
variabel y2 memiliki hubungan yang paling kuat. Nilai korelasi untuk variabel y2
adalah 0,5728528. Hal tersebut berarti variabel dependen y2 yaitu presentase
jumlah balita yang terindikasi pneumonia berat lebih berkorelasi dengan variabel
independen secara bersama-sama daripada variabel dependen y1 atau presentase
jumlah balita penderita pneumonia (biasa).
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk menambahkan variabel lain
yang mungkin berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Sehingga
selanjutnya dapat diketahui kemungkinan variabel lain yang paling mempengaruhi
ANALISIS HUBUNGAN TINGKATAN STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

27

model. Uji asumsi juga diusahakan harus terpenuhi dengan menggunakan
tambahan data, sehingga analisis korelasi kanonikal dapat terinterpretasi secara
jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Agresti, Alan. 2007. An introduction to Categorical Data Analysis . John Wiley &
Sons. New Jersey.
Annah, Itma,dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Anak Umur 6-59
Bulan di RSUD Salewangan Maros. Diakses pada tanggal 21 Juli 2017
dari http://
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/
5439/ITMA%20ANNAH%20%28K11109322%29.pdf?sequence=1
Azwar, S. 2011. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Depkes RI. 2007. Pneumonia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.
Runger, G., F. Alt, and D. Montgomery. 1996. Contributors to a Multivariate
Statistical Process Control Signal. Communications in Statistics – Theory
and Methods 25 (10): 2203–2213.
Siregar, Suzanna Lamria. 2003. Korelasi Kanonikal. Diakses pada tanggal 22
Juli 2017 dari http://ssiregar.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/1229/
canonical.pdf
Sugiono. 2007. Interpretasi Koefisien Korelasi. Diakses pada tanggal 22 Juli 2017
dari
http://duwiconsultant.blogspot.co.id/2011/11/analisis-korelasisederhana.html
Trisnanto, Erwan. 2015. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Sanan Wetan Kota
Blitar.
Diakses
pada
tanggal
https://www.academia.edu/
15688472/JURNAL_PENELITIAN_PENGETAHUAN_IBU_TENTANG
_PNEUMONIA_PADA_BALITA_DI_WILAYAH_KERJA_UPTD_KES
EHATAN_KECAMATAN_SANANWETAN_KOTA_BLITAR

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STATUS PNEUMONIA PADA BALITA DAN INDIKATOR
LINGKUNGAN HIDUP SEHAT TAHUN 2016 MENGGUNAKAN KORELASI KANONIKAL

28

LAMPIRAN 1. Sintaks Analisis Korelasi Kanonikal di R
#impor data
data