T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Produksi Film Pendek “di Balik Kepak KupuKupu”: Fenomena Prostitusi yang Diakibatkan oleh Gender T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Teoritis
2.1.1 Filem
Filem pada dasarnya merupakan sebuah cerita yang dibangun dengan
audio visual. Menurut Vale (1972 : 17) Filem dapat didefinisikan menjadi tiga
elemen, yakni:
1. The story, yang artinya cerita apa yang hendak diceritakan
2. The audience, kepada siapa cerita ini ditujukan
3. The series of moving pictures, yang artinya bagian apa yang
hendak dijadikan inti cerita yang nantinya akn dikemas dalam
sebuah Filem.
Lalu, apa yang membedakan antara Filem dengan novel ataupun
drama radio jika dilihat dari elemen-elemen tersebut? Menurut McLuhan
(dalam Vale 1972:17), jenis cerita melalui beberapa media diatas mempunyai
efek yang berbeda-beda. Novel lebih berfokus pada kekuatan indera
penglihatan, radio lebih fokus kepada indera pendengaran, dan Filem lebih
berfokus kepada indera penglihatan dan pendengaran. Menurut Vale sendiri
(1972:18) cerita dalam Filem harus merepresetasikan keadaan sebenarnya
bukan dalam nyata dalam bentuk apa yang akan dibentuk.
Filem sendiri akan terbagi kedalam tiga tahap yakni pra-produksi,

produksi, dan pasca produksi. Dalam persiapan tahap awal yaitu tahap praproduksi yang harus disiapkan adalah bagaimana Filem ini akan dibentuk. Hal
ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana karakter tersebut akan

9

dibentuk. Selanjutnya adalah konstruksi drama dimana perkara dari sebuah
kejadian akan ditonjolkan dan akan di representasikan kembali kepada
penonton. Selanjutnya adalah menentukan cerita, dimana memulai konten dari
dari cerita tersebut dan dituangkan kedalam sebuah skrip.
Selanjutnya pada tahap produksi. Tahap ini merupakan tahap eksekusi
dari apa yang telah dirancang pada tahap pra-produksi. Pada tahap produksi
sendiri, biasanya ajan berbeda dengan alur skenario. Skenario merupakan
sebuah rangkaian adegan yang diurut dengab nomor adegan. Proses produksi
sendiri tidak akan jalan sesuai dengan nomor adegan, melainkan berdasarkan
lokasi. Nantinya di tahap pasca produksi, adegan-adegan ini akan diurutkan
kembali berdasarkan nomor adegan (Effendy 2009 : 71).
Pasca produksi meriupakan tahap editing dari hasil produk. Meskipun
proses editing dilakukan disaat ketika memulai proses pasca produksi, namun
seluruh keperluan untuk proses ini dirancang dan dipersiapkan semenjak tahap
produksi.Perancangan dan persiapan proses editing bida dilakukan melalui

diskusi antara editor dan sutradara. Kemudian, editor akan merancang tahapan
editing untuk kemudian diserahkan kepada produser dan sutradara dan
didiskusikan sekali lagi untuk mencari kemungkinan terbaik untuk Filem yang
diproduksi.
2.1.2 Konsep Teoritik Feminis Sosialis
Kaum feminis sosialis lebih erat mengaitkan letak permasalahannya
dalam pandangan dominasi laki-laki terhadap kapitalisme (Saptari & Holzner
1997 :52). Aliran ini mengkritisi bagaimana aliran kaum feminis radikal tidak
dapat mengaitkan sistem patriarki dengan proses kapitalisme dan sistem
produksi

masyarakat.

Kaum

feminis

sosialis

mengritik


bagaimana

keanekaragaman terjadi dalam pembagian kerja terjadi karena pengalaman

10

individu atau kelompok sosial tertentu berdasarkan pada faktor gender, kelas,
dan ras.
Pada masa awal kapitalisme, mereka membutuhkan banyak pekerja
yang dapat diupah rendah, dalam hal ini kaum kapitalis memandang tenaga
kerja perempuan yang paling memungkinkan. Hal ini terjadi karena dalam
konsep teoritik feminis sosialis dilandasi dengan konsep Marxist yang
mengkorelasikan antara kondisi biologis, sosial, dan lingkungan. Dampaknya,
keberadaan perempuan hanyalah sebagai objek seksualitas dan peran seorang
ibu.
Feminis sosialis tidak setuju dengan penggunaan kata patriarki, namun
banyak pula yang berusaha mengaitkannya secara integral (Saptari &Holzner
1997 :54). Kaum feminis sosialis mengaitkan laki-laki dengan dominasi
kapitalisme. Laki-laki menjadi sumber utama tenaga kerja yang akan diserap

kedalam perindustrian. Hal ini erat kaitannya dengan perekonomian.
Perempuan dan ekonomi sendiri tidak selalu diuntungkan. Menurut
sejarahnya, (Thornham 2000:27) “

perbudakan utama” perempuan yang

bersifat ekonomi, pelepasan kebebasannya untuk menemukan makanannya
sendiri lewat institusi keluarga sebagai unit ekonomi. Dengan demikian,
perempuan dijadikan atau dikonstruksikan bergantung kepada laki-laki dalam
perekonomian.
Selanjutnya, antara perempuan dan hubungan seks sendiri bukan lagi
menjadi sarana bertahan hidup dalam kebutuhan biologis, namun untuk
memenuhi tuntutan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Satu-satunya
komoditas perempuan yang dapat dijual adalah dirinya sendiri sebagai benda
dan sebagai

pekerja.

Pemahaman ini


telah mengkontruksi

tentang

dehumanisasi perempuan sebagai “manusia” dan mengkategorikan laki-laki
sebagai

“manusia”.

Thornham
11

berhasil

menjelaskan

bahwa

proses


dehumanisasi yang terjadi terhadap perempuan merupakan hasil dari
kontruksi budaya terhadap pendangannya pada perempuan. Konsep teoritik
feminis sosialis juga bicara tentang bagaimana norma-norma sosial ditujukan
untuk jenis kelamin tertentu. Sehingga hal ini membatasi perempuan dalam
beraktivitas.

12

2.2 Kerangka Pikir Perancangan
Fakta:
Perempuan mendapatkan upah yang lebih rendah dari laki-laki
sehingga membuat perempuan mencari peluang kerja lain yaitu
sebagai pekerja seks komersil.

Masalah:
Pemilihan kerja sebagai pekerja seks komersil dipandang
sebagai pekerjaan yang tidak lazim oleh banyak masyarakat.
Yang menjadi masalah adalah tidak sadarnya masyarakat
bahwa perempuan yang memilih sebagai pekerja seks komersil
merupakan imbas dari ketidaksetaraan gender dilingkungan

pekerjaan. Selain itu, para pekerja seks komersil harus
mendapatkan stereotyping negatif dari masyarakat terhadap
pekerjaan yang mereka lakukan.

Tujuan:
Mengkritik sistem sosial yang ada di Indonesia mengenai
timpangnya kesetaraan gender di Indonesia dan sekaligus
memaparkan pesan kepada masyarakat terhadap persepsi yang
salah mengenai pekerja seks komersil.

Hasil:
Produksi Film Pendek “Di Balik Kepak Kupu-Kupu”
(Fenomena Prostitusi Yang Diakibatkan Oleh Ketidaksetaraan
Gender di Indonesia)

13

Dokumen yang terkait

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Existentialism of Jack in David Fincher’s Fight Club Film

5 71 55

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46