Apa yang harus Anda ketahui tentang Masy (2)

Apa yang harus Anda ketahui tentang 
Masyarakat Ekonomi Asean
27 Agustus 2014


Kirim

Pekerja di
Indonesia akan menghadapi persaingan dari pekerja-pekerja lain di Asia Tenggara.
Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang
pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang.
Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada
sektor keahlian khusus.
Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas
Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar
tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India
untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke
negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.

Bagaimana itu mempengaruhi Anda?

Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015
mendatang.
Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa,
tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan
lainnya.
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa
MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi
perekrutan tenaga kerja asing.
"Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk
dihapuskan," katanya.
"Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk
mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga
asingnya."


Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing
dengan negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli
di Indonesia cukup mampu bersaing.
Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren
penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun.

Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi
buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas.
Dita Indah Sari
"Pengacara-pengacara kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama ini
kendala kita kan cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita yang
sekolah di luar negeri," katanya.
Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui
ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya
kompetisi yang semakin ketat.
"Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat
tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan
akuntan luar negeri."


Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus
tenaga kerja asing?
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak
ingin "kecolongan" dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar
bebas tenaga kerja.
"Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal
buka, bebas tidak asal bebas," katanya.
"Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi
karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.
Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan
sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.

Permintaan tenaga kerja jelang MEA akan semakin tinggi, kata ILO.

Apa keuntungan MEA bagi negara-negara
Asia Tenggara?
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan
pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.
Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat

meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.
Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan
naik 41% atau sekitar 14 juta.
Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta,
sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan
pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya
pelatihan dan pendidikan profesi.

Donat RI Makin Banyak Diminati Warga
Filipina


Ekonomi



0




15 Sep 2014 10:29

(Foto: jmproid)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Indonesia terus
menggenjot pertumbuhan ekspor produk dalam negeri ke negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Salah satu negara yang punya potensi besar menjadi tujuan ekspor Indonesia
yaituFilipina.
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan, peningkatan penjualan barangbarang konsumsi Indonesia ke Filipina yang tumbuh cukup pesat, antara lain furnitur, donat,
kecap, minyak goreng, bumbu, dan mi instan.

"Produk Indonesia yang banyak dijual di sana, antara lain kecap ABC, minyak goreng Bimoli,
dan Kopiko," ujar Bayu dalam keterangan tertulis saat mengadakan kunjungan ke Manila,
Filipina, seperti ditulis Senin (15/9/2014).
Dalam kesempatan ini, Bayu juga mengadakan kunjungan ke Ethnic Shop, toko yang menjual
berbagai furnitur asal Indonesia. Saat berdialog dengan pengusaha tersebut disampaikan bahwa
sejauh ini tidak terdapat kendala dalam proses pembelian dan pengiriman barang ke Filipina.
"Permintaan produk furnitur Indonesia juga cukup tinggi dan berprospek cerah," lanjutnya.
Menurut Bayu, penguatan kerja sama merupakan hal penting dalam persiapan

menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Perdagangan intra-ASEAN diharapkan dapat
meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, perlu cara pandang baru untuk melihat berbagai
kesempatan dalam meningkatkan perdagangan antar negara ASEAN.
Selain itu, guna menegaskan komitmen kedua negara, Bayu juga melakukan pertemuan bilateral
dengan Undersecretary for Industry Development and Trade Policy, Departement of Trade and
Industry Phillipines, Adrian S. Cristobal, Jr. Guna membahas perkembangan konektivitas laut di
Indonesia.
Hal ini terkait dengan dibukanya Pelabuhan Bitung untuk impor produk tertentu, terbatas pada
produk makanan dan minuman, pakaian jadi, serta peralatan elektronik melalui Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2014 3 Juli 2014.
Bayu meyakini dengan adanya kunjungan tersebut mampu meningkatkan pendapatan kedua
negara. Saat ini total perdagangan kedua negara yang saat ini mendekati US$ 5 miliar, yang
idealnya dapat mencapai USD 12 miliar, atau 1 persen dari total GDP kedua negara.
"Oleh karena itu, diharapkan rangkaian kunjungan kerja ini dapat membantu pencapaian target
tersebut," kata Bayu.
Sekadar informasi, neraca perdagangan Indonesia-Filipina dalam lima tahun terakhir mengalami
tren peningkatan signifikan, dari US$ 1,86 miliar pada tahun 2009 menjadi US$ 3,04 miliar pada
2013, atau meningkat sebesar 12,1 persen.
Adapun neraca perdagangan semester I 2014 tercatat sebesar US$ 1,52 miliar, meningkat 3,66


persen dari periode sebelumnya senilai US$ 1,46 miliar pada semester I 2013. Tren ekspor
Indonesia ke Filipina mengalami peningkatan dari US$ 2,41 miliar pada 2009 menjadi US$ 3,82
miliar pada 2013.
Peningkatan ini mencapai 11,36 persen dalam lima tahun terakhir. Ekspor semester I 2014 juga
menunjukkan hal positif, naik sebesar 0,44 persen dari semester 1 tahun 2013 atau meningkat
dari US$ 1,86 miliar menjadi US$ 1,87 miliar.
Total perdagangan ke Filipina pada periode 2009-2013 mengalami tren peningkatan sebesar 10,9
persen, dari US$ 2,94 miliar pada tahun 2009 menjadi US$ 4,59 miliar pada 2013. (Dny/Ahm)

IBEX 2013, Siap Hadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Posted on May 22, 2013 by Eva Martha Rahayu
Share :
 Tweet



Untuk yang ke-3 kalinya Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) kembali
menggelar perhelatan “Indonesia Banking Expo 2013” (IBEX 2013) pada tanggal 23 – 25
Mei 2012 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Temanya ”Penguatan Struktur

Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing Menghadapi Era MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN)“.
“Pemilihan tema didasari oleh pemikiran bahwa dalam dua tahun ke depan masyarakat
ASEAN akan berhimpun dalam satu pasar tunggal yang terintegrasi, yang disebut dengan
Masyarakat Ekonomi ASEAN,” kata Sigit Pramono, Ketua Perbanas yang juga Ketua Panitia
Penyelenggara IBEX 2013.
Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan pemberlakuan MEA 2015 ini adalah
siapkah pelaku usaha nasional menghadapinya? Ini lantaran MEA memberikan peluang
yang harus diraih sekaligus tantangan yang harus dihadapi. Spiritnya tentu saja siap atau
tidak siap pengusaha nasional, termasuk pelaku usaha perbankan, harus bersiap
menyongsong diberlakukannya MEA mulai awal tahun 2016 bagi pelaku dunia usaha

(sektor riil) dan mulai awal 2020 bagi pelaku usaha sektor keuangan, termasuk perbankan.

Menurut Sigit, jika menilik perkembangan indikator makroekonomi dalam dua-tiga tahun
terakhir yang memberikan sinyal cukup baik, maka harusnya pemerintah beserta seluruh
pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha nasional, telah siap menyambut MEA 2015
nanti. Pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir berada di atas 6%, sementara laju
inflasi berada di bawah 5% yang menandai pengelolaan makroekonomi, moneter dan fiskal
yang prudent.

Semakin rendahnya inflasi tentu memberikan ruang bagi penurunan suku bunga acuan
atau BI Rate. Pada Oktober 2008, BI Rate masih berada pada level 9,5% dan pada saat ini
telah mencapai 5,75% atau bertahan selama 14 bulan terakhir. Kecenderungan
menurunnya inflasi dan suku bunga acuan di Indonesia tersebut diharapkan akan berlanjut
sehingga pada gilirannya akan sejajar dengan beberapa negara utama ASEAN. Apabila
kondisi ini dapat dicapai, maka akan memberikan daya dukung bagi peningkatan daya
saing perekonomian secara makro dan juga daya saing perbankan nasional.
Peningkatan daya saing yang dicapai dalam perekonomian makro, juga diharapkan terjadi
sektor mikro, khususnya melalui peningkatan daya saing lembaga keuangan dan dunia
usaha di nasional. Perbaikan daya saing di sektor mikro ini sangat relevan dengan adanya
rencana integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan integrasi sektor keuangan pada
tahun 2020.
Rencana integrasi sektor keuangan ASEAN ini membawa arti penting bagi perbankan
nasional mengingat integrasi keuangan akan dimulai dengan integrasi sektor perbankan.
Sebagaimana diketahui, rencana integrasi sektor perbankan tersebut disikapi oleh negaranegara ASEAN dengan membentuk ASEAN Banking Integration Framework (ABIF).
Framework ini akan membuka peluang dan kesempatan bagi perbankan negara-negara
ASEAN untuk memperluas wilayah operasionalnya dan memperluas pasarnya.
Namun, framework tersebut juga mensyaratkan setidaknya empat hal penting, yaitu (i)
terciptanya harmonisasi regulasi prudensial, (ii) kesiapan infrastruktur stabilitas sistem
keuangan, (iii) capacity building bagi negara ASEAN yang relatif tertinggal, dan (iv)

kesepakatan terhadap kriteria Qualified ASEAN Banks (QAB).
Bagi industri perbankan Indonesia, berlakunya framework tersebut akan memberikan
peluang sekaligus tantangan. Dari perspektif regulasi, otoritas atau regulator sektor
keuangan tentu harus melakukan harmonisasi ketentuan atau peraturan agar selaras
dengan ketentuan di negara-negara lain di kawasan ASEAN.

“Dari perspektif pelaku usaha, mereka dituntut untuk dapat melakukan penyesuaianpenyesuaian standar yang berlaku di dunia perdagangan dan investasi. Ini karena MEA
memberikan dampak langsung ke dalam arus barang, jasa, orang dan modal. Untuk itulah
dalam IBEX 2013 ini telah dipersiapkan beberapa aktivitas seperti seminar, diskusi panel
ahli, pameran atau expo dan kontes kesenian,” jelas Sigit.
Dalam kegiatan seminar, diangkat empat tema, yakni “Kesiapan Ekonomi Negara-Negara
di Kawasan Asia Tenggara dalam Menghadapi Era MEA”; “Peran MEA dalam Mendukung
Perdagangan & Investasi di Kawasan Asia Tenggara; “Kesiapan Sektor Keuangan dan
Perbankan Nasional dalam Menghadapi Era MEA”; dan “Inovasi Teknologi untuk Mendukung
Kesiapan Perbankan Terhadap Gelombang Perdagangan Bebas dalam MEA”.
Sementara dalam diskusi panel ahli, subtema yang dibahas adalah “Regulatory
Competitiveness dalam Menghadapi Era MEA”, “Talent Management Implications to be
Ready for 2015”; “Peran Perbankan dalam Mendorong UMKM dan Creativepreneurship
dalam Menghadapi MEA”; “Inovasi Teknologi Untuk Mendukung Kesiapan Perbankan dalam
Menghadapi Gempuran Perdagangan Bebas”; “Enabling Indonesia Uniqueness to Bring

Competitive Advantage of Islamic Banking”; dan “Kesiapan Perbankan Daerah Menghadapi
MEA 2015”.
Terkait dengan itu, dihadirkan pembicara dan narasumber baik sebagai pembicara kunci,
pembicara, pembahas maupun moderator dari berbagai kalangan dan latar belakang.
Mereka semua terdiri dari unsur pemerintahan, otoritas/regulator, pelaku industri
keuangan/perbankan dan sektor riil, asosiasi industri, akademisi dan pelaku lembaga
pendidikan, dan para wirausaha baik dari dalam maupun luar negeri.
Melalui IBEX 2013 ini diharapkan mampu menjadi sebuah sarana untuk membuka
wawasan bagi pelaku usaha nasional, khususnya pelaku usaha sektor perbankan– maupun
otoritas atau regulator untuk dapat mengetahui dan mengukur kesiapan masing-masing.
Pada akhirnya dengan persiapan dan kesiapan yang baik, Indonesia akan dapat memetik
manfaat yang optimal dari MEA 2015 nanti. sehingga Indonesia akan mampu menjadi tuan
rumah di negeri sendiri, mengingat pasar Indonesia yang luas yang akan menjadi incaran
para produsen negara-negara lain di ASEAN.
Dalam industri perbankan, sebagai contoh, sejauh ini kontribusi perbankan dapat diukur
dari rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB). Faktanya, rasio kredit terhadap
PDB di Indonesia masih relative rendah, yakni hanya berkisar 30 persen saja, masih jauh
lebih rendah dibandingkan dengan Thailand yang 90 persen dan Malaysia yang 116
persen.
Rendahnya rasio kredit perbankan terhadap PDB seharusnya membuka peluang besar bagi
perbankan nasional dalam pembiayaan perekonomian nasional. Untuk diketahui, populasi
Indonesia mencapai 40 persen dari total populasi ASEAN yang berjumlah hampir 600 juta
jiwa. Itulah sebabnya ada yang mengatakan bahwa komunitas ASEAN ini seperti halnya
“Greater Indonesia”.

Dengan populasi terbesar di ASEAN, dengan jumlah usia produktif terbanyak, dan dengan
masyarakat menengahnya yang terus tumbuh, maka Indonesia adalah pasar yang amat
menggiurkan. Dengan posisi Indonesia sebagai pasar terbesar di kawasan, maka
pengusaha nasional harus bisa menjadikan hal ini agar menjadi aset, bukannya sebagai
beban.
Dalam pelaksanaan IBEX 2013 ini melibatkan lebih dari 100 peserta seminar, diskusi panel
ahli dan expo yang terdiri dari unsur pemerintahan, regulator/otoritas keuangan,
komunitas perbankan, pelaku dunia usaha, akademisi, rekanan industri perbankan,
konsultan, dan para pelaku UKM kreatif.
“Kami berharap, selain bertujuan untuk membuka wawasan guna memperkuat keunggulan
pelaku perbankan nasional di Indonesia, diharapkan pula dapat membuka komunikasi
antara palaku perbankan, regulator dan pihak-pihak terkait, sehingga dapat menghasilkan
langkah-langkah konkrit bersama, demi kemajuan perekonomian Indonesia serta
kesejahteraan masyarakat”, ungkap Sigit. Selain hal tersebut, dia mengharapkan melalui
IBEX 2013 dapat melihat bagaimana posisi MEA dan Indonesia khususnya di tengah
persaingan kekuatan ekonomi global. (EVA)

Pengertian Dan Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Pengertian Dan Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA adalah bentuk
integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-

negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati
perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC).

Pengertian Dan Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk
mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan
perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosialekonomi
(ASEAN
Vision
2020).
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada
tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang
tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara
yang
kuat
dalam
membangun
Komunitas
ASEAN
pada
tahun
2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus
2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)
dengan
target
yang
jelas
dan
jadwal
untuk
pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen
mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015
yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi
Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus,
para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada
tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Karakteristik Dan Unsur Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang
dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara
anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif
yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke
luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral
serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi
yang
efektif
berbasis
aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis
produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan
langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi;
mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis,
tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN.
Sebagai
langkah
awal
untuk
mewujudkan
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN,
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan
pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan
VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
1.
Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
2.

Pengakuan kualifikasi profesional;

3.

Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;

4.

Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;

5.

Meningkatkan infrastruktur

6.

Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;

7.

Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;

8.
Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN
secara
keseluruhan
untuk
tetap
melihat
ke
depan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
1.
Pasar dan basis produksi tunggal,
2.
Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3.

Wilayah pembangunan ekonomi yang merata

4.

Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.

Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan
dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari
unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para
pemangku kepentingan yang relevan.

← 10 Pengacara Terkemuka di Indonesia

Menakar Kesiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi
Asean 2015
Posted on Mei 16, 2013by saepudin

Sejauh manakah kesiapan kita menghadapi MEA alias Masyarakat Ekonomi
Asean..? Berikut ini saya sharingkan salahsatu artikel seputar MEA. Dua
tahun lagi bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan diri menuju
terwujudnya
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
(ASEAN
Economic
Community/AEC) 2015. Jika tak cepat-cepat sadar, bangsa Indonesia
dikhawatirkan hanya akan menjadi sapi perah bagi negara-negara ASEAN
lainnya yang lebih siap menjual produknya, baik barang dan jasa, maupun
tenaga kerjanya.
Sejumlah kementerian menyatakan optimistis mampu menyongsong AEC
dengan tegap. Salah satunya ditunjukkan dengan Peraturan Presiden
Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Di situ
disebutkan, Indonesia bakal menjadi Negara industri yang tangguh pada
2025. Pada 2020, akan dicanangkan Indonesia menjadi negara industri maju
baru. Hal itu merujuk Deklarasi Bogor 1995 menyangkut liberalisasi pasar
bebas di negara-negara kawasan Asia Pasifik (APEC).
Bahkan, pada 2020, kontribusi industri non-migas ditargetkan mampu
mencapai 30% terhadap PDB. Selama kurun waktu 2010 sd 2020 industri
harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan industri kecil (IK),
industri menengah (IM), dan industri besar (IB) masing-masing minimal
sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. Upaya terukur yang harus dilakukan
antara lain adalah meningkatkan nilai tambah industri, menguatkan pasar
dalam dan luar negeri, meningkatkan kemampuan inovasi dan teknologi
industri yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan, pertama
mengembangkan 35 klaster industri prioritas. Kedua, menetapkan
kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah. Ke-35
kluster industri prioritas di daerah itu meliputi; pertama, industri agro dalm
bentuk pengolahan kelapa sawit, industry karet, industry kakao, industry
pengolahan kelapa, industri pengilahan kopi, gula, tembakau, buah-buahan,
furniture, ikan, kertas, dan pengolahan susu.

Kedua, industri alat angkut yang meliputi industry kendaraan bermotor,
perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian. Ketiga, industri
elektronika dan telematika yang meliputi industrii elektronika, ,
telekomunikasi, dan komputer. Keempat, industri manufaktur yang terdiri
atas industri material dasar, industri besi baja, semen, petrokimia, dan
keramik. Lalu, industri permesinan untuk industri peralatan listrik dan
mesin listrik, industri manufaktur padat karya , maupun industry kecil dan
menengah tertentu yang meliputi batu mulia dan perhiasan, garam rakyat,
gerabak dan keramik, minyak atsiri, dan makanan ringan. Industri tersebut
menyebar di 18 provinsi dari Aceh hingga Papua.
Sementara itu, Kementeian Koperasi dan UKM sudah mengembangkan
sentra-sentra
produksi
dengan
konsep one
village
one
product (OVOP). Program OVOP menciptakan produk khas daerah tertentu
di regional, yang sesuai keinginan konsumen. “Jadi, produk yang punya nilai
tambah yang menjadi nilai kompetitif produk itu bersaing secara nasional
maupun internasional,” kata Menkop dan UKM Syarif Hasan, saat
meresmikan produk OVOP sarung goyor, tenun lurik, dan batik di
Kabupaten Sragen, Jateng, akhir bulan lalu.
Menkop yakin, program OVOP tidak hanya mengurangi angka
pengangguran, tapi juga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
nasional hingga 6,8% tahun ini dan 7% pada 2014. Target itu dapat dicapai
jika ada keberpihakan pemerintah dalam bentuk pemberian kredit usaha
rakyat (KUR), bantuan sosial, termasuk lewat program Corporate and
Social Responsibility (CSR), maupun penyaluran dana bergulir. Pemerintah
juga harus merevitalisasi pasar tradisional.
”Jika aktivitas pelaku KUKM meningkat, peluang kerja pun semakin
bertambah,” kata Menkop. Menurut dia, program itu sejalan dengan
kebijakan pro job, pro poor, dan pro growth. Kementerian itu juga sudah
mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional di kalangan mahasiswa di
85 perguruan tinggi di 15 kota.
Desa Produktif
Mirip dengan program OVOP-nya Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah mencanangkan 132
desa produktif yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia.
Menakertrans Muhaimin Iskandar menjelaskan, program unggulan yang

dikembangkan di desa produktif meliputi pelatihan teknis dan manajerial
tenaga kerja, padat karya produktif, pemagangan, teknologi tepat guna, dan
pelatihan usaha mandiri (wirausaha).
“Pola pengembangan yang dibidik adalah pembentukan desa perkebunan,
desa persawahan, desa industri kecil dan kerajinan, serta desa perdagangan
dan jasa,” kata Muhaimin saat mencanangkan program itu di Desa Tutul,
Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Jatim, awal tahun ini.
Menurut Muhaimin, pencanangan desa produktif itu juga dimaksudkan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan penyerapan tenaga kerja di
kawasan pedesaan. Program itu juga dapat mencegah terjadinya urbanisasi
dari desa ke kota.
Dipilihnya Desa Tutul sebagai salah satu percontohan, karena kini tak ada
pengangguran di sana. Sebanyak 9.900an jiwa warga desa itu terlibat
kerajinan tangan seperti kalung, gelang, tasbih, alat musik, makanan dan
minuman, hingga peternakan. Perajin di sana semula berpenghasilan ratarata Rp 5,4 juta per bulan/orang pada 2011. Setelah pencanangan,
penghasilan rata-rata sudah meningkat menjadi Rp 5,6 juta/orang/bulan
pada 2012.
Dibutuhkan berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus contoh keberhasilan
program mengentaskan kemiskinan dan mendongkrak produksi barang dan
jasa yang berkualitas dan kompetitif. Ya, agar masyarakat Indonesia tak lagi
bergantung pada produk impor dan mengagung-agungkan impor
branded.Local branded pun bisa dibanggakan di negeri orang. (saksono)
(neraca.co.id)

SUMBER DAYA MANUSIA
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka,
melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian
muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM
dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan,
dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability
(beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih
mengemuka. [1]

Dokumen yang terkait

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Rancangan media informasi tentang makanan tradisional Peyeum Bandung

5 77 1