T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembaruan Hukum Pemilu Melalui Pembentukan Peradilan Pemilu T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Konstitusi negara merupakan suatu cita-cita negara yang melandasi segala
aspek kehidupan di suatu negara yang berdasarkan pada pemerintahan yang
berkonstitusi. Menurut Aristoteles ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi,
yaitu:1
a. Pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum;
b. Pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenangwenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi;
c. Pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas
kehendak rakyat, bukan merupakan paksaan tekanan yang dilaksanakan
pemerintahan despotik.

Pendapat Aristoteles tersebut menyebutkan bahwa yang pertama
pemerintahan yang berkonstitusi pemerintahan dilaksanakan oleh kepentingan
umum, kepentingan umum bersifat luas namun berpokok pada satu kepentingan
bersama. Yang kedua, pemerintahan yang berkonstitusi dilaksanakan menurut
hukum dan juga adanya kehendak rakyat. Artinya adanya konsep negara hukum
atau dilaksanakan menurut hukum menghendaki rakyat dilindungi oleh hukum,

hukum memberikan perlindungan penuh terhadap kepentingan umum. Hadirnya
1

hlm.2.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),

hukum yang wujud nyatanya melalui peraturan perundang-undangan atau dalam
bentuk lain hadir bukan untuk memperlemah konstitusi namun memperkuatnya.
Dan yang terakhir adalah pemerintah yang berkonstitusi melaksanakan kehendak
rakyat. Kehendak rakyat merupakan bagian dari HAM yang secara umum diakui
oleh negara. Konstitusi itu sendiri merupakan konsep yang sangat luas. Namun
yang difokuskan dalam penulisan ini adalah salah satu ciri khas dari pemerintahan
yang berkonstitusi yaitu pemerintahan berdasarkan kehendak rakyat.
Berbicara mengenai kehendak rakyat maka dapat diartikan bahwa apa
yang diinginkan oleh rakyat bentuk lainnya adalah pemerintahan rakyat. Dapat
dikatakan seperti itu oleh karena di dalam pemerintahan rakyat maka tentu
mengutamakan kehendak rakyat. Kehendak rakyat dalam bahasa umumnya
dikenal dengan istilah demokrasi. Wujud nyata akan adanya demokrasi di suatu
negara adalam Pemilihan Umum (Pemilu). Demokrasi yang diwujudkan di dalam

pemilu sebenarnya adalah kontrol utama dari negara tersebut. Indonesia adalah
negara hukum menurut Undang-Undang Dasar 1945, maka dari itu perwujudan
dari kontrol negara hukum tersebut adalah demokrasi.
Menurut Franz Magnis Suseno, “demokrasi yang bukan negara hukum
bukan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Demokrasi merupakan cara paling
aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum”. 2 Demokrasi sebagai
wujud pengendalian akan kekuasaan yang ada di negara hukum yang mana
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dapat dikendalikan oleh suatu sistem
demokrasi yang memberikan wewenang tertinggi kepada rakyat sebagai

2

Franz Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi, Sebuah Telaah Filsofis, (Jakarta:
Gramedia, 1977), hlm.58.

pemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan
indonesia sebagai negara yang menjalankan sistem demokrasi.
Demokrasi secara etimologis dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat.
Rakyat sebagai individu memiliki Hak Asasi Manusia. Pemilihan umum
merupakan perwujudan nyata dari demokrasi itu sendiri. Bahwa ketika rakyat

dalam hal ini ikut andil dalam pemilu maka Hak Asasi nya terpenuhi. Lebih luas
lagi hak untuk memilih atau dipilih menjadi kebutuhan yang harus terpenuhi.
Menurut model budaya demokrasi (civic culture ), seorang warga berpartisipasi
dalam pemilu atau pilpres bukan saja karena kondisinya lebih baik secara sosialekonomi, atau karena berada dalam jaringan sosial, akan tetapi, karena ia tertarik
dengan politik, punya perasaan dekat dengan partai tertentu (identitas partai),
punya informasi yang cukup untuk menentukan pilihan, merasa suaranya berarti,
serta percaya bahwa pilihannya dapat ikut memperbaiki keadaan ( political
efficacy).3 Dorongan yang timbul dari dalam individu memberikan indikasi bahwa

pemilu tidak hanya bagian penting dalam sistem ketatanegaraan namun juga
merupakan dorongan batin individu, dan dorongan tersebut merupakan dorongan
dari Hak Asasi Manusia. Dorongan batin yang merupakan kehendak rakyat
diwujudkan dengan adanya pemilu itu sendiri yang tentu saja di dalam sistem
penyelenggaraan pemilu.
Kenyataan yang ada adalah ketika suatu negara dijalanakan atau suatu
kehendak rakyat (demokratis) maka penyelenggaraan pemilu merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindari. Pemilu tidak dapat dijumpai di dalam negara dengan
3

Almond, Gabriel A. and Sidney Verba. The Civic Culture. Political Attitudes and

Democracy in Five Nations, (Princeton, NJ:Princeton University, 1963) dikutip Saiful Mujani,
William Liddle, Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat, Analisis Tentang Perilaku Memilih dalam
Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru, (Bandung: Mizan Media Utama,
2012), hlm.22.

sistem monarki atau otoriter. Secara teoritis penyelanggaran pemilu di dalam
suatu negara menurut Jimly Asshiddiqie mempunyai tujuan:4
a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan secara
tertib dan damai;
b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian jabatan yang akan
mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat;
d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa tujuan pemilu merupakan bentuk
peralihan atau penggantian kekuasaan baik kekuasaan eksekutif maupun
kekuasaan legislate/lembaga perwakilan, tujuan yang tidak kalah penting adalah
soal kedaulatan rakyat dan melaksanakan hak asasi warga negara. tujuan akan
pelaksanaan kedaulatan rakyat dan pelaksanaan hak asasi warga negara
merupakan tujuan yang bersifat prinsipil, artinya tujuan tersebut memberikan

posisi kuat pentingnya pelaksanaan pemilu. Tujuan penyelenggaraan pemilu
tersebut dapat terwujud jika adanya suatu sistem pemilihan umum yang dicitacitakan serta ideal bagi warga negara. maka dari itu adanya perubahan diperlukan
dan menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam hal penyelenggaraan pemilu di
Indonesia.
Penyelenggaraan pemilu di beberapa negara tidak terlepas dari suatu
sengketa pemilu. Baik negara maju maupun negara berkembang memiliki konflik
dan kelemahan sistem hukum pemilu, namun setiap negara-negara di dunia
4

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II , (Jakarta: Sekretariat
Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm.175.

memiliki lembaga tertentu dalam menangani sengketa pemilu. Penanganan
sengketa pemilu di Indonesia di bawah kewenangan beberapa lembaga negara.
Bahwa sengekta pemilu yang ditangani oleh beberapa lembaga negara
mengakibatkan lembaga-lembaga

tersebut

terbebani akan tanggungjawab


menangani sengketa pemilu yang bermuara pada terhambatnya proses penegakan
hukum sengketa pemilu. Penegakan hukum terhadap sengketa pemilu mempunyai
dampak yang baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
Beberapa lembaga negara yang terkait baik langsung maupun tidak
langsung dengan pelaksanaan dan penanganan sengketa di pemilu antara lain
adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), dan Komisi Yudisial (KY).
Lembaga negara yang terkait secara langsung adalah KPU, Bawaslu, MA, dan
MK. Pada Pemilu Presiden pada tahun 2004 sengketa pemilu muncul terkait
kewenangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang pada kala itu akibat
dikeluarkannya SK KPU No.42 Tahun 2004 tentang Revisi Tugas dan Wewenang
Panitia Pengawas Pemilu yang dianggap memperlemah kinerja Panwaslu. Pada
pemilihan presiden pada tahun 2009 sengketa diajukan kepada MK hasil putusan
MK mengulang di beberapa provinsi yang diindikasikan adanya kecurangan
namun tetap memenangkan hasil penetapan KPU. Pada pemilihan presiden 2014
yang diikuti 2 calon PHPU (Perkara Hasil Pemilihan Umum) kembali diajukan
dan sudah diputuskan di dalam Putusan MK Nomor 1/PHPU.PERS-XII/2014
yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Perkara perselisihan tersebut

baru terdapat pada Pemilu Presiden di era reformasi terkait Pemilu legisalatif

permohonan lebih banyak, pada Pemilu Legislatif 2009 MK menerima 628
permohonana dan meningkat di Pemilu Legislatif 2014 menjadi 702. Permohonan
lain PHPU adalah Pilkada yang masih ditangani oleh MK tingkat Provinsi sampai
Kabupaten atau Kota. Penanganan sengketa Pemilu tentu saja menjadi beban pada
MK yang tentu saja menghambat tugas utama MK sebagai pengawal Konstitusi.
Kewenangan penanganan sengketa pemilu telah diamanatkan oleh
konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi, namun terhadap perselisihan hasil
pemilu.

5

Sementara untuk pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,

pelanggaran administrasi pemilu, sengketa pemilu, dan tindak pidana pemilu telah
ditangani oleh beberapa lembaga negara seperti KPU, Bawaslu, DKPP,
Mahkamah Agung juga termasuk PTUN. Dalam bidang perkara sengketa hasil
oleh Mahkamah Konstitusi, dalam bidang sengketa pidana ada kepolisian dan
kejaksaan, dan bidang sengketa administratif ada KPU dan Bawaslu. Banyaknya

campur tangan lembaga negara di penyelesaian sengketa pemilu mengakibatkan
penyelesaian tidak fokus dan memakan waktu yang lama, adanya tarik-menarik
kepentingan penyelesaian sengketa, dan di setiap lembaga juga mempunyai
kewenangan lain yang pada pokoknya tidak memiliki hubungan langsung dengan
penyelesaian sengketa pemilu. Bilamana sengketa pemilu tetap diselesaikan
dengan beberapa lembaga negara maka proses pemilihan umum yang berkualitas
diragukan.
Tatanan hukum yang berlaku sekarang, baik yang masih berasal dari
jaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda, maupun setelah Indonesia merdeka
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945; “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terkahir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
5

yang berasal dari jaman pemerintahan Orde Lama dan Pemerintahan Orde Baru,
harus diperiksa kembali dan diubah. Tujuan pengubahan adalah untuk
menciptakan masyarakat sipil yang demokratis yang menghargai hak-hak individu
dan hak-hak budaya komuniti. 6 Pembaruan hukum dengan cara mengubah

merupakan salah satu upaya dalam menampung kehendak-kehendak warga negara
dalam menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis oleh karena pembaruan hukum
merupakan hal yang biasa terjadi di suatu negara.
Maka jadilah manusia dan kemanusiaan sebagai wacana awal dari hukum.
Membicarakan

dan mengerjakan

hukum

lebih

dahulu

diawali

dengan

membicarakan manusia dan kemanusiaan 7 Kehendak rakyat merupakan bagian
dari pembahasan mengenai manusia dan kemanusiaan yang merupakan bagian

penting dari HAM. Sebelum membicarakan dan mengerjakan hukum dalam hal
ini sebelum memulai pembaruan hukum harus terlebih dahulu mengulas lebih
jauh tentang HAM. HAM menjadi suatu hal yang dasar dalam melakukan
perubahan hukum. Maka dari itu pembaruan hukum pemilu tepat bila mengulas
lebih jauh tentang HAM sebagai warga negara terkait dengan pemilu harus
didengarkan, ditampung, dan diselesaikan oleh hukum itu sendiri. Penanganan
sengketa pemilu merupakan bentuk dari gambaran bagaimana negara hadir dalam
memenuhi hak warga negara terkait dengan pemilu.
Pergerakan suatu hukum di suatu negara senantiasa berkembang tak
terkecuali di Indonesia. Konsekuensi dari sistem demokrasi dan negara hukum
menuntut terus adanya perubahan hukum yang menjadi tuntutan atau kehendak
rakyat. Wujud nyata dari perubahan tersebut adanya hukum yang diperbarui.
6

Mardjono Reksodiputro, Menyelaraskan Pembaruan Hukum, (Jakarta: Komisi Hukum
Nasional RI, 2009), hlm.79.
7
Sajipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, (Jakarta: UKI Press, 2006), hlm.55.

Termasuk pembaruan hukum pemilu juga tidak dapat dihindari. Guna

mewujudkan tujuan-tujuan pemilu maka adanya hukum pemilu yang ideal
menjadi suatu kebutuhan yang penting.
Tuntutan pembaruan hukum di negara demokrasi dapat dipastikan
merupakan tuntutan perubahan atau pembaruan yang bersumber pada kehendak
rakyat. Konsep Eugen Ehrlich (1862-1922), seorang ahli hukum dari Austria yang
menganut teori pluralisme hukum (legal pluralism) yang menyebut living law of
the people (hukum yang hidup dari rakyat). Dalam konsepnya itu, Ehrlich

berpendapat bahwa hukum yang hidup itu adalah berasal dari rakyat atau hukum
yang relevan sesuai kehendak rakyat. 8 Hukum yang tumbuh masyarakat pluralitas
Indonesia menuntut suatu pembaruan hukum termasuk di dalam bidang pemilu.
Pemilu bagian dari demokrasi, pemerintahan yang berdasar pada kehendak atau
tuntutan rakyat. Pemilu bagian dari konstitusi yang menjunjung tinggi HAM
sebagai bagian penting dari penyelenggaraan pemerintahan yang di dalamnya
terdapat hak-hak yang melekat termasuk hal untuk dipilih dan memilih serta
bagaimana penjaminan atas hak tersebut. Konsep pemikiran tentang pembaruan
hukum menjadi kehendak yang timbul dari masyarakat, kehendak tersebut wajib
untuk diberikan jaminan hukum. Jaminan hukum yang senyatanya ada di
Indonesia yang menjadi tempat letaknya keadilan ada di peradilan itu sendiri.
Tingkatan peradilan yang berbeda, tugas serta kewenangan yang berbeda pula
juga.
Hukum pemilu di Indonesia bagian dari rumpun Hukum Tata Negara.
Indonesia sebagai negara hukum yang tertuang di dalam UUD 1945 sebagai
8

Albert Hasibuan, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Pembaruan
Substansi Hukum di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono , (Jakarta: Sekretariat Jenderal
Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012), hlm.125.

konstitusi mengisyaratkan bahwa hukum menjadi bagian dari diri masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa hukum di Indonesia tumbuh dan berkembang di
masyarakat Indonesia. Melihat masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai
macam perbedaan atau dapat dikatakan adanya pluralitas masyarakat maka
kebutuhan masyarakat dalam bidang hukum akan selalu berbeda-beda. Adanya
tuntutan yang tinggi terhadap suatu perubahan atau pembaruan hukum menjadi
suatu keniscayaan.
Sejarah perjalanan pelaksanaan pemilu di Indonesia telah mengakibatkan
banyak dinamika yang terjadi di tengah masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok masyarakat tertentu. Pelaksanaan pemilu di Indonesia yang telah
berlangsung hampir 59 tahun sejak tahun 1955 sebagai bentuk pemilu pertama
sampai dengan pelaksanaan pemilukada serentak pada tahun 2017. Pelaksanaan
pemilu di indonesia baik pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif
DPR, DPRD, DPD dan pemilu kepala daerah setiap masa memiliki sistem-sistem
yang berbeda-beda. Sistem pemilu parlementer, sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem stelsel daftar, dan sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka pernah ada di dalam sistem
pemilu di Indonesia. Di dalam sejarah sistem kelembagaan pemilu di Indonesia
belum pernah ada badan peradilan khusus menangani sengketa pemilu. Meskipun
demikian di dalam perjalanan sejarah panjang pemilu di Indonesia secara sistem
mengalami perkembangan yang signitifkan, namun masih menjadi permasalahan
panjang yang patut diperdebatkan tentang penanganan sengketa pemilu yang
ditangani oleh peradilan pemilu.

Untuk senantiasa mengikuti perkembangan hukum yang ada dan bagian
dari suatu pembaruan hukum maka Indonesia haruslah melihat dari negar lain
terhadap penanganan sengketa pemilu. Beberapa negara di dunia juga telah
mempunya badan peradilan khusus pemilu dan mampu menciptakan demokrasi
yang baik di dalam pemilu. Pengadilan Pemilu (Electoral Court/Corte Electoral )
seperti

di

Uruguay

dan

Tribunal

Pemilu

( Tribunal

for

Qualifying

Elections/Tribunal Calificador de Elecciones ) di Chile yang sudah didirikan sejak

1924 dan 1925.9 Di Meksiko, terdapat Tribunal Pemilu, yaitu Tribunal Electoral
del Poder Judicial de la Federación (TEPJF) yang sudah hadir sejak 1996.10 Di

Inggris, fungsi peradilan pemilu ditangani oleh dua hakim dari “the King’s
(Queen’s) Bench Division of the High Court of Justice”. Di Meksiko, terdapat
Tribunal Pemilu, yaitu Tribunal Electoral del Poder Judicial de la Federación
(TEPJF) yang sudah hadir sejak 1996. TEPJF ini memiliki kewenangan mengadili

setiap sengketa yang timbul selama pemilu sekaligus mengesahkan hasil pemilu.
TEPJF ini memiliki regional chamber di 5 kota yang berada di tengah-tengah
diantara negara-negara bagian Meksiko. Di Brasil, bentuk dan kewenangan
pengadilan pemilu hampir sama persis dengan Meksiko. Terdiri dari dua tingkat,
di tingkat federal bernama Tribunal Superior Eleitoral (TSE) dan di tingkat negara
bagian bernama Tribunal Regional Eleitoral (TRE). TRE bertanggung jawab
untuk mengontrol dan memeriksa seluruh proses pemilu di bawah yurisdiksi
mereka, mulai dari proses pendaftaran parpol peserta pemilu sampai proses

9

Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, Penanganan Sengketa Pemilu,
(Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011), hlm. 22.
10
Oryza A. Wirawan, “Pengadilan Pemilu, Indonesia Belajar ke Amerika Latin”,
http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/236686/pengadilan_pemilu,_indonesia_belajar_ke_
amerika_latin.html#.VVhb5vAYPuw, diakses pada 5 februari 2017 pukul 21.00.

penghitungan suara. TRE juga harus menyelesaikan setiap konflik maupun
sengketa yang terjadi selama pemilu termasuk mengadili jika terdapat gugatan
pemilu.

11

Beberapa lembaga peradilan khusus di negara-negara tertentu

menandakan bahwa hadirnya lembaga peradilan khusus bukan hanya menjadi
kebutuhan Indonesia saja namun beberapa negara di dunia juga membutuhkannya
dan hal ini membuktikan lembaga tersebut bukan sebagai lembaga pelengkap
namun menjadi lembaga yang penting di dalam suatu negara. Indonesia sebagai
negara demokrasi dan menjadikan pemilu sebagai landasan demokrasi menjadi
suatu kewajiban untuk hadirnya lembaga peradilan khusus pemilu.
Hadirnya lembaga peradilan pemilu di Indonesia memberi nuansa
pembaruan sistem hukum pemilu di Indonesia dalam rangka menciptakan
pemenuhan HAM dan prinsip kedaulatan rakyat dengan cara lebih tepat, efisien,
dan independen. Pembaharuan hukum pemilu tidak dapat lepas dari hukum
pemilu itu sendiri sebagai suatu kesatuan sistem hukum khusus pemilu. Hukum
selalu dapat ditemukan sebagai pedoman dalam penyelesaian setiap masalah yang
mucul dalam pergaulan manusia, yaitu ketika yang ideal yang diharapkan
(keadilan) tidak tercapai dalam pergaulan tersebut.12 Pemilu sebagai bagian dari
pemerintahan konstitusi dan demokrasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum
pemilu adah suatu keidealan (yang seharusnya) di dalam sistem pemilu yang
berkonstitusi dan berdemokrasi, eksistensi hukum pemilu tersebut tidak dapat
dipisahkan di dalam pelaksanaan pemilu secara nyata di Indonesia. Keberadaan

11

Patty Regina, Rafli Fadilah Achmad, dan Valeryan Natasha, Peradilan Khusus Pemilu
(Depok: Universitas Indonesia, 2015), hlm.9.
12
Titon Slamet Kurnia, Sistem Hukum Indonesia, Sebuah Pemahaman Awal, (Bandung:
Mandar Maju bekerjasama dengan Fakultas Hukum UKSW, 2016), hlm.3.

hukum pemilu penting di dalam penataan sistem hukum indonesia sebagai negara
yang berdemokrasi di dalam menerapkan sistem ketatanegaraanya.
Peralihan beberapa kewenangan penyelesaian sengketa pemilu haruslah
terpusat pada satu lembaga. Peradilan pemilu menjadi kebutuhan dan menjadi
bagian dalam penyelenggaran pemilu di Indonesia. Sebagai upaya dan wujud
indepedensi peradilan yang lebih fokus akan pemilu. Peradilan khusus ini
membawa dampak positif

bagi sistem dan pembaruan hukum di Indonesia.

Berdasarkan

atas,

uraian

di

maka

penulis

tertarik

untuk

menulis

tentang :"PEMBARUAN HUKUM PEMILU MELALUI PEMBENTUKAN
PERADILAN PEMILU".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis adalah 
Mengapa diperlukan kehadiran badan peradilan pemilu di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
Untuk mengetahui alasan-alasan pentingnya peradilan pemilu terhadap penegakan
hukum pemilu di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini dari segi teoritis adalah memberikan
gambaran tentang arti penting peradilan pemilu di Indonesia dalam menangani

sengketa pemilu dan dari segi praktis dapat menjadi referensi terhadap pihak
berwenang di dalam penyelesaian sengketa pemilu yang dapat terjadi di Indonesia,
yang dapat diselesaikan oleh peradilan pemilu.

E. Metode Penilitian
Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk dapat mengelola
data sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pendekatan yuridis normatif. Dikatakan demikian karena
menggunakan norma-norma hukum yang bersifat menjelaskan dengan cara
meneliti dan membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini.
Bahan yang dikumpulkan dalam penelitian ini, dapat digolongkan menjadi
tiga, yaitu:
1.

Bahan primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari norma-norma
dan asas-asas hukum, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan Peraturan perundangan-undangan yang terkait.

2.

Bahan sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan
data primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer yang terdiri dari buku, jurnal, pendapat para ahli, dan karyakarya ilmiah lainnya yang terkait topik.

3.

Bahan tensier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang
data primer dan data sekunder yaitu internet yang bisa berupa website atau
situs lembaga negara terkait.

Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari
kaidah dasar yang terdiri dari 
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi
d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Pemilu
e. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas

Undang-Undang

Nomor

23

Tahun

2014

tentang

Pemerintahan Daerah.
f. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang.
Adapun tekhnik pengolahan data atau bahan-bahan hukum yang
digunakan adalah dengan cara inventarisir peraturan perundang-undangan terkait
dan penelitian terhadap asas-asas atau norma-norma hukum yang terkait disertai
kajian-kajian pustaka yang termasuk di dalam bahan hukum. Cara pengolahan
data tersebut yang nantinya akan berujung kepada peluang-peluang terhadap topik.

Penalaran yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah metode
deduksi atau penalaran deduktif. Metode deduksi adalah suatu proses penalaran
dari satu atau lebih pernyataan umum (bahan-bahan hukum) untuk mencapai
kesimpulan logis yang bersifat khusus. Metode deduksi membuktikan suatu
kebenaran atau kajian baru dari kebenaran atau kajian yang sudah ada atau
diketahui sebelumnya

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

Pembaruan pendidikan islam KH. A. Wahid Hasyim ( Menteri Agama RI 1949-1952)

8 109 117

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Strategi Public Relations Radio Cosmo 101.9 FM Bandung Joged Mania Dalam Mempertahankan Pendengar Melalui Pendekatan Sosial

1 78 1

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83