Optimasi Sintesis Biosurfaktan Karbohidrat Ester Dari Asam Palmitat Dan Fruktosa Menggunakan Enzim Lipase Terimobilisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Asam Lemak
Asam lemak adalah asam lemak alifatik dan dikenal sebagai asam karena kehadiran
gugus karbonil pada akhir rantai alifatik. Umumnya, asam lemak dapat berupa asam lemak
jenuh atau tidak jenuh tergantung pada ada atau tidaknya ikatan rangkap. Panjang rantai
karbon asam lemak berkisar kurang dari enam hingga lebih dari 24 atom karbon. Asam
lemak adalah molekul elektrofilik karena mampu menerima elektron dari kelompok donor
elektron sehingga asam lemak dapat digunakan untuk reaksi yang melibatkan transfer
kelompok elektron untuk menghasilkan produk baru. Asam lemak digunakan sebagai salah
satu substrat antara reaksi transesterifikasi atau intransesterifikasi. Sebagai contoh, biodiesel
dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi. Karbohidrat ester dengan cara lain dapat
dihasilkan melalui reaksi interesterifikasi. Dalam esterifikasi asam lemak, panjang rantai
karbon dari asam lemak menentukan karakter ester yang dihasilkan (Ariffin, 2013).
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
ASAM LEMAK
MINYAK SAWIT
MINYAK INTI SAWIT
Asam Laurat
0,2 %
47,8 %
Asam Oleat
39,2 %
15,4 %
Asam Miristat
1,1 %
16,3 %
Asam Palmitat
44 %
8,5 %
Asam Stearat
4,5 %
2,4 %
Asam Linoleat
10,1 %
2,4 %
Asam Linolenat
0,4 %
-
(Mancini, dkk., 2015)
Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa kandungan asam lemak yang terbesar di minyak
sawit adalah asam palmitat yaitu sebesar 44 % sedangkan di dalam minyak inti sawit
kandungan asam lemak yang terbesar adalah asam laurat yaitu sebesar 47,8 %. Penggunaan
asam lemak pada minyak sawit telah banyak digunakan dalam memproduksi sabun, kosmetik
dan produk kecantikan lainnya.
6
Universitas Sumatera Utara
7
2.2
Asam Palmitat
Asam palmitat adalah asam lemak yang berlangsung secara alami di dalam hewan dan
tumbuhan dan mengandung komposisi di dalam minyak sawit sebesar 44 % (Fattore dan
Fanelli, 2013). Sifat fisik dari asam palmitat adalah :
Rumus Molekul
: C16H32O2
Berat Molekul
: 256,42 g/mol
Titik nyala
: 113 oC
Titik lebur
: 60 – 65 oC
Densitas
: 0,852 g/cm3
(Sigma-Aldrich, 2014)
Asam palmitat adalah komponen terbesar dari minyak sawit yang banyak digunakan
untuk memproduksi sabun, kosmetik dan sodium palmitat diizinkan dapat ditambahkan ke
dalam produk organik karena merupakan senyawa alami (Mangalorkar, dkk., 2015).
Berikut gambar struktur kimia asam palmitat :
Gambar 2.1 Struktur Kimia Asam Palmitat
(Blake, 2010)
2.3
Fruktosa
Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid dan keton. Klasifikasi karbohidrat
dibedakan menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida (Seager, dkk.,
2000). Pembagian karbohidrat dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.2 Pembagian Karbohidrat
(Allen, dkk., 1999)
Karbohidrat disebut juga dengan sakarida, jika karbohidratnya relatif kecil disebut
gula. Klasifikasi karbohidrat secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi Karbohidrat
Karbohidrat
Karbohidrat Sederhana
Rantai C
Karbohidrat Kompleks
Tetrosa
Pentosa
Heksosa
Heptosa
Oktosa
Nonosa
( C4 )
( C5 )
( C6 )
( C7 )
( C8 )
( C9 )
Karbohidrat
Gugus
Aldosa : Gula yang memiliki gugs aldehid fungsional atau setara asetal
C=O
Ketosa : Gula yang memiliki gugus keton fungsional atau setara asetal
( Khowala,dkk., 2008 )
a. Monosakarida
Merupakan karbohidrat yang sederhana. Monosakarida memiliki antara gugus aldehid
atau keton, dengan salah satu atau lebih kelompok hidroksil. Monosakarida seperti
glukosa disebut aldoheksosa karena memiliki gugus aldehid dan fruktosa disebut
ketoheksosa karena memiliki gugus keton. Monosakarida yang memiliki atom karbon
berjumlah empat, lima, enam dan tujuh disebut tetrosa, pentose, heksosa dan heptosa.
Oleh karena molekul-molekul ini memiliki beberapa atom karbon simetris, maka
Universitas Sumatera Utara
9
mereka disebut sebagai diastereomer artinya isomer yang tidak mencerminkan
gambar satu sama lain.
b. Disakarida
Disakarida terdiri dari dua monosakarida yang bergabung dengan ikatan O-glikosidik.
Disakarida dapat menjadi homo- dan heterodisakarida. Klasifikasi disakarida seperti
sukrosa, laktosa dan maltosa. Dalam sukrosa atom anomerik unit glukosa dan fruktosa
bergabung. Laktosa terdiri dari galaktosa yang bergabung menjadi glukosa oleh
hubungan glikosidik β (1-4). Maltosa, hubungan glikosidik α (1-4) bergabung dengan
dua unit glukosa. Sukrosa dan laktosa adalah heterosakarida dan maltosa adalah
homosakarida.
c. Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer sakarida yang mengandung sejumlah kecil komponen
gula. Oligosakarida pada umumnya dijumpai antara rantai O- atau N- asam amino
yang kompatibel dalam protein gugus lipid.
d. Polisakarida
Polisakarida adalah karbohidrat yang kompleks. Polisakarida adalah polimer yang
terdiri dari banyak monosakarida dan bergabung bersama oleh ikatan glikosidik.
(Khowala,dkk., 2008)
Fruktosa adalah gula sederhana yang banyak ditemukan dalam buah-buahan, madu
dan akar sayuran. Fruktosa membentuk setengah dari gula sukrosa dan sekitar setengah dari
bentuk yang paling umum dari HFCS (High Fructose Corn Syrup). Fruktosa murni juga
merupakan pemanis kalori yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
bentuk kristal atau cairan (White, 2014).
Gambar 2.3 Struktur Fruktosa
(Ibrahim, dkk., 2006)
Universitas Sumatera Utara
10
2.4
Enzim Lipase
Lipase adalah enzim yang memiliki signifikansi fisiologis yang cukup besar. Lipase
mengkatalisis hidrolisis triasilgliserol untuk gliserol dan asam lemak. Berbeda pada reaksi
ester, lipase bekerja ketika diserap ke antarmuka minyak-air dan tidak menghidrolisis
substrat yang dilarutkan dalam cairan. Penggunaan lipase banyak digunakan dalam
pengolahan kimia organik, formulasi deterjen, pembuatan biosurfaktan, industri oleokimia,
industri susu, industri agrokimia, pembuatan kertas, nutrisi, kosmetik dan pengolahan
farmasi. Lipase dalam industri deterjen secara khusus dipilih karema memenuhi persyaratan
seperti mampu bertahan dalam kondisi pencucian yang relatif keras (pH 10-11, 30-60 oC),
mampu menahan kerusakan pada surfaktan dan enzim, spesifisitas substrat rendah (Sharma,
dkk., 2001).
Lipase mewakili sekelompok enzim yang larut dalam air dan dapat mengkatalisis
reaksi hidrolisis ikatan ester substrat lemak yang tak larut dalam air dan berperan sebagai
lapisan antarmuka antara air dan fase organik. Beberapa lipase juga mampu mengkatalisis
proses esterifikasi, interesterifikasi, transesterifikasi, asidolisis, aminolisis dan dapat
menunjukkan sifat enantioselektivitas (Stoytcheva, dkk., 2011).
Gambar 2.4 Reaksi-Reaksi yang Dikatalisis Lipase
(Ghanem, 2007)
Universitas Sumatera Utara
11
Untuk aplikasi industri, spesifitas lipase adalah faktor penting. Enzim ini dapat
menyajikan spesifitas mengenai substrat (asam lemak atau alkohol), termasuk differensiasi
isomer. Lipase dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan spesifitas mereka.
a) Lipase nonspesifik (seperti yang dihasilkan oleh Candida rugisa, Staphylococcus
aureus,
Chromobacterium
viscosum,
Thermomycyces
lanuginosus
dan
Pseudomonas sp). Mereka membelah molekul asilgliserol secara acak dan
menghasilkan FFA dan gliserol, serta monogliserida dan digliserida sebagai
produk samping. Dalam hal ini, produk ini mirip dengan yang dihasilkan oleh
katalisis kimia, tetapi suhu yang lebih rendah digunakan untuk reaksi, bila
dibandingkan dengan proses kimia.
b) Lipase 1,3-spesifik (misalnya dari Aspergillus niger, Mucor javanicus, Rhizopus
delemar, Rhizopus oryzae, Yarrowia lipolytica, Rhizopus niveus dan Penicillium
roquefortii). Mereka melepaskan asam lemak dari posisi 1 dan 3 dari gliserida dan
untuk alasan ini, produk yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda dari
lipase nonregioselective atau bahkan oleh katalis kimia.
c) Fatty acid lipase spesifik : mereka bertindak secara khusus pada hidrolisis ester,
yang memiliki asam lemak dengan rantai panjang dan ikatan ganda dalam posisi
cis pada karbon 9. Jenis ini umumnya berbeda di antara lipase dan contoh yang
paling sering digunakan adalah lipase dari Geotrichum candidum (Ribeiro,dkk.,
2011).
2.5
Lipase Terimobilisasi
Enzim terimobilisasi adalah suatu enzim yang diperangkap dan dilekatkan pada suatu
medium agar enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi seperti pH atau
temperatur. Sistem ini juga membantu enzim berada di tempat tertentu selama
berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan enzim berada di tempat tertentu selama
berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan proses pemisahan dan memungkinkan untuk
dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi sehingga di
industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim (Hellner, 2011).
Ada beberapa teknik yang digunakan untuk lipase terimobilisasi, seperti ikatan
kovalen, adsorbs, cross-linking, penjebakan dan enkapsulasi
Universitas Sumatera Utara
12
2.5.1
Imobilisasi dengan Ikatan Kovalen
Imobilisasi enzim dengan ikatan kovalen sudah berkembang pada tahun 1950
dan itu masih penting karena ikatan kovalen biasanya menyediakan hubungan terkuat
antara enzim dan carrier. Ikatan kovalen terbentuk antara kelompok demikian
digunakan di dalam berbagai pH, kekuatan ionikdan kondisi variabel lainnya (Hellner,
2011). Gambar 2.5 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan ikatan kovalen
Gambar 2.5 Imobilisasi Enzim dengan Ikatan Kovalen
(Hellner, 2011)
2.5.2
Imobilisasi dengan Adsorbsi
Sebuah enzim tidak dapat bergerak karena ikatan dengan ikatan energi rendah
(misalnya interaksi ionik, ikatan hydrogen, gaya van der Waals, dll) permukaan baik
eksternal atau internal carrier atau support. Karena imobilisasi enzim pada
permukaan luar tidak ada batasan difusi pori ditemui (Hellner, 2011). Gambar 2.6
adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara adsorbsi
Gambar 2.6 Imobilisasi Enzim dengan Adsorbsi
(Hellner , 2011)
2.5.3
Imobilisasi dengan Cross-Linking
Cross-Linking ditandai dengan ikatan kovalen antara berbagai molekul dari
enzim melalui reagen polifungsional. Kesalahan menggunakan reagen polifungsional
adalah bahwa mereka dapat mengubah sifat enzim. Teknik ini murah dan sederhana
tetapi tidak sering digunakan dengan protein murni karena menghasilkan enzim
amobil sangat sedikit yang memiliki aktifitas intrinsik yang sangat tinggi (Hellner,
2011). Gambar 2.7 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara cross-linking.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.7 Imobilisasi Enzim dengan Cross-Linking
(Hellner, 2011)
2.5.4
Imobilisasi dengan Penjebakan
Teknik penjebakan enzim adalah salah satu metode yang paling sederhana
untuk mengimobilisasi enzim dan juga seluruh sel. Jebakan berarti bahwa molekul
enzim atau olahan terbatas dalam matriks yang dibentuk dengan mendispersikan
komponen katalitik dalam medium fluida (larutan polimer), diikuti dengan
pembentukan matriks yang tidak larut. Jadi jebakan mengacu pada proses dimana
enzim yang tertanam dalam matriks yang dibentuk oleh kimia atau cara fisik seperti
cross-linking atau gelasi. Matriks umumnya terbentuk selama proses imobilisasi
(Hellner, 2011). Penjebakannya didasarkan pada lokalisasi enzim dalam kisi matriks
polimer atau membran namun tetap mempertahankan kemampuan enzim untuk
menerima substrat (Ozturk, 2011). Gambar 2.8 adalah gambar dari imobilisasi enzim
dengan cara penjebakan.
Gambar 2.8 Imobilisasi Enzim dengan Penjebakan
(Hellner, 2011)
2.5.5
Imobilisasi dengan Enkapsulasi
Enkapsulasi berarti mengurung tetesan larutan enzim dalam kapsul membran
semipermiabel. Enkapsulasi adalah pembentukan membran seperti penghalang fisik di
sekitar enzim. Metode enkapsulasi murah dan sederhana namun efektifitasnya
kebanyakan tergantung pada stabilitas enzim meskipun sangat efektif dipertahankan
dalam kapsul sebagai katalis (Hellner, 2011). Gambar 2.9 adalah gambar dari
imobilisasi enzim dengan cara enkapsulasi
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2.9 Imobilisasi Enzim dengan Enkapsulasi
(Hellner, 2011)
Perilaku katalitik enzim dalam bentuk terimobilisasi mungkin berbeda dari
enzim terlarut. Efek transportasi massa (pengangkutan substrat untuk katalis dan
difusi produk reaksi dari matriks katalis) dapat mengakibatkan penurunan aktivitas
secara keseluruhan. Efek transportasi massa biasanya dibagi menjadi dua kategori
yaitu efek eksternal dan internal. Eksternal yang berasal dari peristiwa bahwa substrat
harus diangkut dari larutan bulk ke permukaan enzim terimobilisasi. Keterbatasan
internal terjadi ketika substrat menembus di dalam partikel enzim yang terimobilisasi
(Hellner, 2011).
Aktifitas katalitik enzim dan fitur lainnya dapat berubah tergantung pada jenis
teknik imobilisasi yang digunakan dan kekuatan interaksi antara enzim dan pendonor
yang mungkin digunakan. Namun, aktifitas katalitik enzim dalam medium tertentu
dapat diubah dengan meningkatkan atau menurunkan pengadukan. Dengan demikian,
terdapat kemungkinan beberapa aktifitas lipase yang hilang selama reaksi
transesterifikasi, bahkan ketika bergerak digunakan, dan ini lebih mungkin pada
pemurnian enzim daripada inaktifasi enzim. Di sisi lain, jika seperti pencucian tidak
terjadi dan enzim tetap terikat untuk mendukung, peningkatan permukaan kontak
dapat membantu dalam meningkatan perpindahan massa, sehingga meningkatkan
efisiensi enzim seagai katalis (Ribeiro,dkk., 2011).
2.6
Esterifikasi
Esterifikasi adalah turunan dari asam karboksilat yang gugus hidroksil (-OH) dari
asam karboksilatnya digantikan oleh gugus alkoksi (-OR). Reaksi pembentukan suatu ester
disebut esterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi antara suatu asam karboksilat dengan suatu
alkohol . Esterifikasi kimiawi biasanya menggunakan katalis asam anorganik (H2SO4 atau
HCl) dan bersifat reversible. Tanpa katalis ini, esterifikasi akan berlangsung sangat lambat.
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik dalam
alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan
Universitas Sumatera Utara
15
peranan kecil dalam laju pembentukan ester (Fessenden, 1986). Berikut contoh reaksi
esterifikasi menggunakan katalis lipase :
Gambar 2.10 Reaksi Esterifikasi Menggunakan Lipase : (I) Esterifikasi Asam Lemak dan
Alkohol ; (II) Sintesis Gliserida
(Hayes, dkk., 1989)
2.7
Surfaktan
Surfaktan adalah zat yang memiliki sifat menyerap ke antarmuka dan biasanya
surfaktan bertindak untuk mengurangi energi bebas antarmuka daripada untuk
meningkatkannya. Surfaktan memiliki karakteristik struktur molekul yang dikenal sebagai
struktur amphipathik (Pichot , 2010).
Surfaktan atau surface active agents merupakan komponen organik yang memiliki
molekul dengan dua struktur yaitu polar (hidrofilik, lipofobik atau oleofobik) dan nonpolar
(hidrofobik, lipofilik atau oleofilik). Kelompok hidrofilik memampukan surfaktan larut
dalam pelarut polar seperti air dan kelompok hidrofobik memampukan surfaktan larut
dalam pelarut nonpolar dan minyak seperti gambar yang ditunjukkan di bawah ini :
Gambar 2.11 Struktur Sederhana Surfaktan
(Farn , 2006)
Universitas Sumatera Utara
16
Menurut kelompok hidrofilik, surfaktan diklasifikasikan sebagai surfaktan anionik, kationik,
nonionik.
a. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang paling umum dan murah. Surfaktan anionik
berdisosiasi dalam air menjadi ion bermuatan negatif dan ion bermuatan positif dan
kepala hidrofilik bermuatan negatif (anion). Surfaktan ini dijual sebagai garam logam
alkali atau garam ammonium dan terutama digunakan dalam formulasi detergen dan
produk perawatan pribadi
b. Surfaktan kationik berdisosiasi dalam air menjadi ion bermuatan negatif dan ion
bermuatan positif dan kepala hidrofilik bermuatan positif (kation). Dikarenakan
kelompok kepala bermuatan positif maka surfaktan kationik sangat teradsobsi ke
permukaan negatif. Oleh karena itu, surfaktan kationik sering digunakan sebagai
pelembut kain, kondisioner rambut dan agen antibakteri.
c. Surfaktan nonionik tidak dapat berdisosiasi dalam air dan kepala hidrofilik memiliki
muatan netral. Surfaktan nonionik pada umumnya digunakan dalam pembentukan
emulsifier, dispersant. Tergantung pH, kepala hidrofilik dari surfaktan nonionik ini
memiliki muatan positif dan negative. Surfaktan ini pada umumnya digunakan dalam
perlengkapan mandi, shampoo bayi dan deterjen (Farn, 2006).
Gambar 2.12 Surfaktan yang Berasal dari Minyak dan Lemak
(Farn , 2006)
Universitas Sumatera Utara
17
2.8
Surfaktan Karbohidrat Ester
Asam lemak karbohidrat ester dapat diproduksi dengan reaksi antara karbohidrat dan
asam lemak seperti berikut :
Cn(H2O)n +
RCO2H
Lipase
Cn(H2O)n-1(OCOR)
+ H2O
Asam lemak karbohidrat ester adalah surfaktan nonionik yang ramah lingkungan, tidak
beracun dan tidak menimbulkan iritasi. Asam lemak karbohidrat ester dapat dihasilkan
dengan jalur sintesis kimia. Jalur sintesis kimia memerlukan energi yang lebih daripada
jalur sintesis enzimatik dan memiliki selektifitas yang rendah. Serta gabungan suhu yang
tinggi penggunaan katalis alkali dalam proses kimia menyebabkan perusakan warna pada
produk dan membentuk produk yang beracun. Sehingga sintesis menggunakan katalis lipase
lebih dipilih untuk memproduksi asam lemak karbohidrat ester (Gumel, dkk., 2011).
Gambar 2.13 Perbandingan (A) Sintesis Kimia dan (B) Sintesis Enzimatik Karbohidrat
Ester (Gumel , dkk., 2011)
Katalis lipase dalam mensintesis asam lemak fruktosa ester dilakukan dalam sistem
berfasa padat yang terdiri dari fruktosa, asam lemak, dan sejumlah kecil pelarut. Asam lemak
dalam reaksi bertindak sebagai donor asil. Selama reaksi esterifikasi antara karbohidrat
dengan asam lemak akan menghasilkan air, dimana air harus dihilangkan dari campuran
untuk meningkatkan yield reaksi (Sabader, dkk., 2005).
Universitas Sumatera Utara
18
Lipase
Org. Solvent
Fruktosa
Asam Palmitat
+
H2O
Surfaktan Fruktosa Ester
Gambar 2.14 Reaksi Pembentukan Surfaktan Fruktosa Ester
(Neta, dkk.,2011)
2.9
Penentuan Nilai HLB
Surfaktan telah banyak digunakan untuk mengubah permukaan dan antarmuka
interaksi zat bercampur seperti minyak dan air. Ujung polar surfaktan karbohidrat ester
merupakan hidrofilik dan ujung nonpolar surfaktan karbohidrat ester merupakan hidrofobik.
Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB) surfaktan adalah ukuran dimana karbohidrat ester
hidrofilik atau lipofilik ditentukan dengan menghitung nilai untuk daerah yang berbeda dari
molekul (Kumar, 2012).
Nilai HLB untuk emulsifier nonionik dapat dihitung dari komposisi teoritikal atau
analisa data. Data yang diperoleh untuk menganalisis biasanya dasar yang lebih baik untuk
menentukan nilai HLB. Misalnya, asam lemak poliol dapat dihitung dengan rumus :
HLB
= 20 (1-
dimana :
S = angka saponifikasi
;
A = angka asam
(Chemmunique, 1980)
Universitas Sumatera Utara
19
Aplikasi surfaktan bergantung pada nilai HLB yang diperlihatkan pada tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Rentang Nilai HLB dari Surfaktan Nonionik dan Aplikasinya
RENTANG NILAI HLB
APLIKASI
4-6
W/O Emulsifier
7-9
Wetting Agent
8-18
O/W Emulsifier
13-15
Deterjen
10-18
Solubilizer
(Chemmunique, 1980)
2.10 Metode Permukaan Sambutan (Response Surface Methodology)
Response Surface Methodology (RSM) merupakan teknik matematika dan statistika
yang berguna untuk pemodelan dan analisis masalah dimana responnya dipengaruhi oleh
beberapa variabel (Montgomery, 1997).
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kondisi operasi percobaan yang dilakukan.
Untuk menentukan level optimum pada variabel penelitian digunakan Rancangan Susunan
Terpusat (Central Composite Design). Untuk pengolahan statistik, faktor-faktor yang
sebenarnya diberi kode menurut persamaan berikut :
Xi
=
xi – x0 ,
i = 1,2 dan 3
∆x
dimana :
Xi
= nilai dimensi dari variabel bebas
xi
= nilai aktual dari variabel bebas
x0
= nilai aktual dari variabel bebas pada titik tengah
∆x
= selisih antar rentang
Diharapkan bahwa perilaku sistem dapat dijelaskan dengan persamaan kubik yang
digunakan untuk memprediksi persentase optimal point esterifikasi berdasarkan kode nilai
variabel bebas (Neta, dkk., 2011).
Universitas Sumatera Utara
20
Secara umum hasil yang diperoleh dapat dianalisis dengan menggunakan multiple
regression yang memenuhi persamaan berikut :
Y=
β1+ β2.X1 +β3.X2 +β4.X3 +β5.X1.X2+ β6.X2.X3 +β7.X1.X3 +β8.X12 +β9.X22 +β10.X32
+ε
dimana :
Y
= variabel respon yang diukur yaitu % konversi asam atau persen yield
karbohidrat ester
β1 – β10
= konstanta linier , kuadratik dan hasil regresi koefisien diagonal
e
= error term
Penyelesaian persamaan multi regresi dilakukan dengan metode Sum of Square of Error
(SSE) menggunakan perangkat lunak MINITAB R.16 untuk mendapatkan regresi dan plotplot dimensi hasil perhitungan. Matriks eksperimental untuk rancangan tiga faktor dengan
dua level (2) yang terdiri dari 8 run pertama (1 – 8) dengan variabel terkode (± 1 ) untuk
masing-masing faktor (factorial point). Selanjutnya 6 run yang disebut star point dengan
level terkode (± α) sebagai significant curvature effect (9 – 14) , sedangkan 6 run tambahan
(run 15-20) memuat titik pusat (center point) sebagai perkiraan daerah lekukan kurva
dengan kode 0 untuk masing-masing faktor. Jarak star point dengan center point adalah α =
2n/4 (untuk 3 faktor , α = 1,682) (Montgomery, 1997).
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Asam Lemak
Asam lemak adalah asam lemak alifatik dan dikenal sebagai asam karena kehadiran
gugus karbonil pada akhir rantai alifatik. Umumnya, asam lemak dapat berupa asam lemak
jenuh atau tidak jenuh tergantung pada ada atau tidaknya ikatan rangkap. Panjang rantai
karbon asam lemak berkisar kurang dari enam hingga lebih dari 24 atom karbon. Asam
lemak adalah molekul elektrofilik karena mampu menerima elektron dari kelompok donor
elektron sehingga asam lemak dapat digunakan untuk reaksi yang melibatkan transfer
kelompok elektron untuk menghasilkan produk baru. Asam lemak digunakan sebagai salah
satu substrat antara reaksi transesterifikasi atau intransesterifikasi. Sebagai contoh, biodiesel
dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi. Karbohidrat ester dengan cara lain dapat
dihasilkan melalui reaksi interesterifikasi. Dalam esterifikasi asam lemak, panjang rantai
karbon dari asam lemak menentukan karakter ester yang dihasilkan (Ariffin, 2013).
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
ASAM LEMAK
MINYAK SAWIT
MINYAK INTI SAWIT
Asam Laurat
0,2 %
47,8 %
Asam Oleat
39,2 %
15,4 %
Asam Miristat
1,1 %
16,3 %
Asam Palmitat
44 %
8,5 %
Asam Stearat
4,5 %
2,4 %
Asam Linoleat
10,1 %
2,4 %
Asam Linolenat
0,4 %
-
(Mancini, dkk., 2015)
Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa kandungan asam lemak yang terbesar di minyak
sawit adalah asam palmitat yaitu sebesar 44 % sedangkan di dalam minyak inti sawit
kandungan asam lemak yang terbesar adalah asam laurat yaitu sebesar 47,8 %. Penggunaan
asam lemak pada minyak sawit telah banyak digunakan dalam memproduksi sabun, kosmetik
dan produk kecantikan lainnya.
6
Universitas Sumatera Utara
7
2.2
Asam Palmitat
Asam palmitat adalah asam lemak yang berlangsung secara alami di dalam hewan dan
tumbuhan dan mengandung komposisi di dalam minyak sawit sebesar 44 % (Fattore dan
Fanelli, 2013). Sifat fisik dari asam palmitat adalah :
Rumus Molekul
: C16H32O2
Berat Molekul
: 256,42 g/mol
Titik nyala
: 113 oC
Titik lebur
: 60 – 65 oC
Densitas
: 0,852 g/cm3
(Sigma-Aldrich, 2014)
Asam palmitat adalah komponen terbesar dari minyak sawit yang banyak digunakan
untuk memproduksi sabun, kosmetik dan sodium palmitat diizinkan dapat ditambahkan ke
dalam produk organik karena merupakan senyawa alami (Mangalorkar, dkk., 2015).
Berikut gambar struktur kimia asam palmitat :
Gambar 2.1 Struktur Kimia Asam Palmitat
(Blake, 2010)
2.3
Fruktosa
Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid dan keton. Klasifikasi karbohidrat
dibedakan menjadi monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida (Seager, dkk.,
2000). Pembagian karbohidrat dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.2 Pembagian Karbohidrat
(Allen, dkk., 1999)
Karbohidrat disebut juga dengan sakarida, jika karbohidratnya relatif kecil disebut
gula. Klasifikasi karbohidrat secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi Karbohidrat
Karbohidrat
Karbohidrat Sederhana
Rantai C
Karbohidrat Kompleks
Tetrosa
Pentosa
Heksosa
Heptosa
Oktosa
Nonosa
( C4 )
( C5 )
( C6 )
( C7 )
( C8 )
( C9 )
Karbohidrat
Gugus
Aldosa : Gula yang memiliki gugs aldehid fungsional atau setara asetal
C=O
Ketosa : Gula yang memiliki gugus keton fungsional atau setara asetal
( Khowala,dkk., 2008 )
a. Monosakarida
Merupakan karbohidrat yang sederhana. Monosakarida memiliki antara gugus aldehid
atau keton, dengan salah satu atau lebih kelompok hidroksil. Monosakarida seperti
glukosa disebut aldoheksosa karena memiliki gugus aldehid dan fruktosa disebut
ketoheksosa karena memiliki gugus keton. Monosakarida yang memiliki atom karbon
berjumlah empat, lima, enam dan tujuh disebut tetrosa, pentose, heksosa dan heptosa.
Oleh karena molekul-molekul ini memiliki beberapa atom karbon simetris, maka
Universitas Sumatera Utara
9
mereka disebut sebagai diastereomer artinya isomer yang tidak mencerminkan
gambar satu sama lain.
b. Disakarida
Disakarida terdiri dari dua monosakarida yang bergabung dengan ikatan O-glikosidik.
Disakarida dapat menjadi homo- dan heterodisakarida. Klasifikasi disakarida seperti
sukrosa, laktosa dan maltosa. Dalam sukrosa atom anomerik unit glukosa dan fruktosa
bergabung. Laktosa terdiri dari galaktosa yang bergabung menjadi glukosa oleh
hubungan glikosidik β (1-4). Maltosa, hubungan glikosidik α (1-4) bergabung dengan
dua unit glukosa. Sukrosa dan laktosa adalah heterosakarida dan maltosa adalah
homosakarida.
c. Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer sakarida yang mengandung sejumlah kecil komponen
gula. Oligosakarida pada umumnya dijumpai antara rantai O- atau N- asam amino
yang kompatibel dalam protein gugus lipid.
d. Polisakarida
Polisakarida adalah karbohidrat yang kompleks. Polisakarida adalah polimer yang
terdiri dari banyak monosakarida dan bergabung bersama oleh ikatan glikosidik.
(Khowala,dkk., 2008)
Fruktosa adalah gula sederhana yang banyak ditemukan dalam buah-buahan, madu
dan akar sayuran. Fruktosa membentuk setengah dari gula sukrosa dan sekitar setengah dari
bentuk yang paling umum dari HFCS (High Fructose Corn Syrup). Fruktosa murni juga
merupakan pemanis kalori yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
bentuk kristal atau cairan (White, 2014).
Gambar 2.3 Struktur Fruktosa
(Ibrahim, dkk., 2006)
Universitas Sumatera Utara
10
2.4
Enzim Lipase
Lipase adalah enzim yang memiliki signifikansi fisiologis yang cukup besar. Lipase
mengkatalisis hidrolisis triasilgliserol untuk gliserol dan asam lemak. Berbeda pada reaksi
ester, lipase bekerja ketika diserap ke antarmuka minyak-air dan tidak menghidrolisis
substrat yang dilarutkan dalam cairan. Penggunaan lipase banyak digunakan dalam
pengolahan kimia organik, formulasi deterjen, pembuatan biosurfaktan, industri oleokimia,
industri susu, industri agrokimia, pembuatan kertas, nutrisi, kosmetik dan pengolahan
farmasi. Lipase dalam industri deterjen secara khusus dipilih karema memenuhi persyaratan
seperti mampu bertahan dalam kondisi pencucian yang relatif keras (pH 10-11, 30-60 oC),
mampu menahan kerusakan pada surfaktan dan enzim, spesifisitas substrat rendah (Sharma,
dkk., 2001).
Lipase mewakili sekelompok enzim yang larut dalam air dan dapat mengkatalisis
reaksi hidrolisis ikatan ester substrat lemak yang tak larut dalam air dan berperan sebagai
lapisan antarmuka antara air dan fase organik. Beberapa lipase juga mampu mengkatalisis
proses esterifikasi, interesterifikasi, transesterifikasi, asidolisis, aminolisis dan dapat
menunjukkan sifat enantioselektivitas (Stoytcheva, dkk., 2011).
Gambar 2.4 Reaksi-Reaksi yang Dikatalisis Lipase
(Ghanem, 2007)
Universitas Sumatera Utara
11
Untuk aplikasi industri, spesifitas lipase adalah faktor penting. Enzim ini dapat
menyajikan spesifitas mengenai substrat (asam lemak atau alkohol), termasuk differensiasi
isomer. Lipase dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan spesifitas mereka.
a) Lipase nonspesifik (seperti yang dihasilkan oleh Candida rugisa, Staphylococcus
aureus,
Chromobacterium
viscosum,
Thermomycyces
lanuginosus
dan
Pseudomonas sp). Mereka membelah molekul asilgliserol secara acak dan
menghasilkan FFA dan gliserol, serta monogliserida dan digliserida sebagai
produk samping. Dalam hal ini, produk ini mirip dengan yang dihasilkan oleh
katalisis kimia, tetapi suhu yang lebih rendah digunakan untuk reaksi, bila
dibandingkan dengan proses kimia.
b) Lipase 1,3-spesifik (misalnya dari Aspergillus niger, Mucor javanicus, Rhizopus
delemar, Rhizopus oryzae, Yarrowia lipolytica, Rhizopus niveus dan Penicillium
roquefortii). Mereka melepaskan asam lemak dari posisi 1 dan 3 dari gliserida dan
untuk alasan ini, produk yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda dari
lipase nonregioselective atau bahkan oleh katalis kimia.
c) Fatty acid lipase spesifik : mereka bertindak secara khusus pada hidrolisis ester,
yang memiliki asam lemak dengan rantai panjang dan ikatan ganda dalam posisi
cis pada karbon 9. Jenis ini umumnya berbeda di antara lipase dan contoh yang
paling sering digunakan adalah lipase dari Geotrichum candidum (Ribeiro,dkk.,
2011).
2.5
Lipase Terimobilisasi
Enzim terimobilisasi adalah suatu enzim yang diperangkap dan dilekatkan pada suatu
medium agar enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi seperti pH atau
temperatur. Sistem ini juga membantu enzim berada di tempat tertentu selama
berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan enzim berada di tempat tertentu selama
berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan proses pemisahan dan memungkinkan untuk
dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi sehingga di
industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim (Hellner, 2011).
Ada beberapa teknik yang digunakan untuk lipase terimobilisasi, seperti ikatan
kovalen, adsorbs, cross-linking, penjebakan dan enkapsulasi
Universitas Sumatera Utara
12
2.5.1
Imobilisasi dengan Ikatan Kovalen
Imobilisasi enzim dengan ikatan kovalen sudah berkembang pada tahun 1950
dan itu masih penting karena ikatan kovalen biasanya menyediakan hubungan terkuat
antara enzim dan carrier. Ikatan kovalen terbentuk antara kelompok demikian
digunakan di dalam berbagai pH, kekuatan ionikdan kondisi variabel lainnya (Hellner,
2011). Gambar 2.5 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan ikatan kovalen
Gambar 2.5 Imobilisasi Enzim dengan Ikatan Kovalen
(Hellner, 2011)
2.5.2
Imobilisasi dengan Adsorbsi
Sebuah enzim tidak dapat bergerak karena ikatan dengan ikatan energi rendah
(misalnya interaksi ionik, ikatan hydrogen, gaya van der Waals, dll) permukaan baik
eksternal atau internal carrier atau support. Karena imobilisasi enzim pada
permukaan luar tidak ada batasan difusi pori ditemui (Hellner, 2011). Gambar 2.6
adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara adsorbsi
Gambar 2.6 Imobilisasi Enzim dengan Adsorbsi
(Hellner , 2011)
2.5.3
Imobilisasi dengan Cross-Linking
Cross-Linking ditandai dengan ikatan kovalen antara berbagai molekul dari
enzim melalui reagen polifungsional. Kesalahan menggunakan reagen polifungsional
adalah bahwa mereka dapat mengubah sifat enzim. Teknik ini murah dan sederhana
tetapi tidak sering digunakan dengan protein murni karena menghasilkan enzim
amobil sangat sedikit yang memiliki aktifitas intrinsik yang sangat tinggi (Hellner,
2011). Gambar 2.7 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara cross-linking.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.7 Imobilisasi Enzim dengan Cross-Linking
(Hellner, 2011)
2.5.4
Imobilisasi dengan Penjebakan
Teknik penjebakan enzim adalah salah satu metode yang paling sederhana
untuk mengimobilisasi enzim dan juga seluruh sel. Jebakan berarti bahwa molekul
enzim atau olahan terbatas dalam matriks yang dibentuk dengan mendispersikan
komponen katalitik dalam medium fluida (larutan polimer), diikuti dengan
pembentukan matriks yang tidak larut. Jadi jebakan mengacu pada proses dimana
enzim yang tertanam dalam matriks yang dibentuk oleh kimia atau cara fisik seperti
cross-linking atau gelasi. Matriks umumnya terbentuk selama proses imobilisasi
(Hellner, 2011). Penjebakannya didasarkan pada lokalisasi enzim dalam kisi matriks
polimer atau membran namun tetap mempertahankan kemampuan enzim untuk
menerima substrat (Ozturk, 2011). Gambar 2.8 adalah gambar dari imobilisasi enzim
dengan cara penjebakan.
Gambar 2.8 Imobilisasi Enzim dengan Penjebakan
(Hellner, 2011)
2.5.5
Imobilisasi dengan Enkapsulasi
Enkapsulasi berarti mengurung tetesan larutan enzim dalam kapsul membran
semipermiabel. Enkapsulasi adalah pembentukan membran seperti penghalang fisik di
sekitar enzim. Metode enkapsulasi murah dan sederhana namun efektifitasnya
kebanyakan tergantung pada stabilitas enzim meskipun sangat efektif dipertahankan
dalam kapsul sebagai katalis (Hellner, 2011). Gambar 2.9 adalah gambar dari
imobilisasi enzim dengan cara enkapsulasi
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2.9 Imobilisasi Enzim dengan Enkapsulasi
(Hellner, 2011)
Perilaku katalitik enzim dalam bentuk terimobilisasi mungkin berbeda dari
enzim terlarut. Efek transportasi massa (pengangkutan substrat untuk katalis dan
difusi produk reaksi dari matriks katalis) dapat mengakibatkan penurunan aktivitas
secara keseluruhan. Efek transportasi massa biasanya dibagi menjadi dua kategori
yaitu efek eksternal dan internal. Eksternal yang berasal dari peristiwa bahwa substrat
harus diangkut dari larutan bulk ke permukaan enzim terimobilisasi. Keterbatasan
internal terjadi ketika substrat menembus di dalam partikel enzim yang terimobilisasi
(Hellner, 2011).
Aktifitas katalitik enzim dan fitur lainnya dapat berubah tergantung pada jenis
teknik imobilisasi yang digunakan dan kekuatan interaksi antara enzim dan pendonor
yang mungkin digunakan. Namun, aktifitas katalitik enzim dalam medium tertentu
dapat diubah dengan meningkatkan atau menurunkan pengadukan. Dengan demikian,
terdapat kemungkinan beberapa aktifitas lipase yang hilang selama reaksi
transesterifikasi, bahkan ketika bergerak digunakan, dan ini lebih mungkin pada
pemurnian enzim daripada inaktifasi enzim. Di sisi lain, jika seperti pencucian tidak
terjadi dan enzim tetap terikat untuk mendukung, peningkatan permukaan kontak
dapat membantu dalam meningkatan perpindahan massa, sehingga meningkatkan
efisiensi enzim seagai katalis (Ribeiro,dkk., 2011).
2.6
Esterifikasi
Esterifikasi adalah turunan dari asam karboksilat yang gugus hidroksil (-OH) dari
asam karboksilatnya digantikan oleh gugus alkoksi (-OR). Reaksi pembentukan suatu ester
disebut esterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi antara suatu asam karboksilat dengan suatu
alkohol . Esterifikasi kimiawi biasanya menggunakan katalis asam anorganik (H2SO4 atau
HCl) dan bersifat reversible. Tanpa katalis ini, esterifikasi akan berlangsung sangat lambat.
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik dalam
alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan
Universitas Sumatera Utara
15
peranan kecil dalam laju pembentukan ester (Fessenden, 1986). Berikut contoh reaksi
esterifikasi menggunakan katalis lipase :
Gambar 2.10 Reaksi Esterifikasi Menggunakan Lipase : (I) Esterifikasi Asam Lemak dan
Alkohol ; (II) Sintesis Gliserida
(Hayes, dkk., 1989)
2.7
Surfaktan
Surfaktan adalah zat yang memiliki sifat menyerap ke antarmuka dan biasanya
surfaktan bertindak untuk mengurangi energi bebas antarmuka daripada untuk
meningkatkannya. Surfaktan memiliki karakteristik struktur molekul yang dikenal sebagai
struktur amphipathik (Pichot , 2010).
Surfaktan atau surface active agents merupakan komponen organik yang memiliki
molekul dengan dua struktur yaitu polar (hidrofilik, lipofobik atau oleofobik) dan nonpolar
(hidrofobik, lipofilik atau oleofilik). Kelompok hidrofilik memampukan surfaktan larut
dalam pelarut polar seperti air dan kelompok hidrofobik memampukan surfaktan larut
dalam pelarut nonpolar dan minyak seperti gambar yang ditunjukkan di bawah ini :
Gambar 2.11 Struktur Sederhana Surfaktan
(Farn , 2006)
Universitas Sumatera Utara
16
Menurut kelompok hidrofilik, surfaktan diklasifikasikan sebagai surfaktan anionik, kationik,
nonionik.
a. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang paling umum dan murah. Surfaktan anionik
berdisosiasi dalam air menjadi ion bermuatan negatif dan ion bermuatan positif dan
kepala hidrofilik bermuatan negatif (anion). Surfaktan ini dijual sebagai garam logam
alkali atau garam ammonium dan terutama digunakan dalam formulasi detergen dan
produk perawatan pribadi
b. Surfaktan kationik berdisosiasi dalam air menjadi ion bermuatan negatif dan ion
bermuatan positif dan kepala hidrofilik bermuatan positif (kation). Dikarenakan
kelompok kepala bermuatan positif maka surfaktan kationik sangat teradsobsi ke
permukaan negatif. Oleh karena itu, surfaktan kationik sering digunakan sebagai
pelembut kain, kondisioner rambut dan agen antibakteri.
c. Surfaktan nonionik tidak dapat berdisosiasi dalam air dan kepala hidrofilik memiliki
muatan netral. Surfaktan nonionik pada umumnya digunakan dalam pembentukan
emulsifier, dispersant. Tergantung pH, kepala hidrofilik dari surfaktan nonionik ini
memiliki muatan positif dan negative. Surfaktan ini pada umumnya digunakan dalam
perlengkapan mandi, shampoo bayi dan deterjen (Farn, 2006).
Gambar 2.12 Surfaktan yang Berasal dari Minyak dan Lemak
(Farn , 2006)
Universitas Sumatera Utara
17
2.8
Surfaktan Karbohidrat Ester
Asam lemak karbohidrat ester dapat diproduksi dengan reaksi antara karbohidrat dan
asam lemak seperti berikut :
Cn(H2O)n +
RCO2H
Lipase
Cn(H2O)n-1(OCOR)
+ H2O
Asam lemak karbohidrat ester adalah surfaktan nonionik yang ramah lingkungan, tidak
beracun dan tidak menimbulkan iritasi. Asam lemak karbohidrat ester dapat dihasilkan
dengan jalur sintesis kimia. Jalur sintesis kimia memerlukan energi yang lebih daripada
jalur sintesis enzimatik dan memiliki selektifitas yang rendah. Serta gabungan suhu yang
tinggi penggunaan katalis alkali dalam proses kimia menyebabkan perusakan warna pada
produk dan membentuk produk yang beracun. Sehingga sintesis menggunakan katalis lipase
lebih dipilih untuk memproduksi asam lemak karbohidrat ester (Gumel, dkk., 2011).
Gambar 2.13 Perbandingan (A) Sintesis Kimia dan (B) Sintesis Enzimatik Karbohidrat
Ester (Gumel , dkk., 2011)
Katalis lipase dalam mensintesis asam lemak fruktosa ester dilakukan dalam sistem
berfasa padat yang terdiri dari fruktosa, asam lemak, dan sejumlah kecil pelarut. Asam lemak
dalam reaksi bertindak sebagai donor asil. Selama reaksi esterifikasi antara karbohidrat
dengan asam lemak akan menghasilkan air, dimana air harus dihilangkan dari campuran
untuk meningkatkan yield reaksi (Sabader, dkk., 2005).
Universitas Sumatera Utara
18
Lipase
Org. Solvent
Fruktosa
Asam Palmitat
+
H2O
Surfaktan Fruktosa Ester
Gambar 2.14 Reaksi Pembentukan Surfaktan Fruktosa Ester
(Neta, dkk.,2011)
2.9
Penentuan Nilai HLB
Surfaktan telah banyak digunakan untuk mengubah permukaan dan antarmuka
interaksi zat bercampur seperti minyak dan air. Ujung polar surfaktan karbohidrat ester
merupakan hidrofilik dan ujung nonpolar surfaktan karbohidrat ester merupakan hidrofobik.
Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB) surfaktan adalah ukuran dimana karbohidrat ester
hidrofilik atau lipofilik ditentukan dengan menghitung nilai untuk daerah yang berbeda dari
molekul (Kumar, 2012).
Nilai HLB untuk emulsifier nonionik dapat dihitung dari komposisi teoritikal atau
analisa data. Data yang diperoleh untuk menganalisis biasanya dasar yang lebih baik untuk
menentukan nilai HLB. Misalnya, asam lemak poliol dapat dihitung dengan rumus :
HLB
= 20 (1-
dimana :
S = angka saponifikasi
;
A = angka asam
(Chemmunique, 1980)
Universitas Sumatera Utara
19
Aplikasi surfaktan bergantung pada nilai HLB yang diperlihatkan pada tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Rentang Nilai HLB dari Surfaktan Nonionik dan Aplikasinya
RENTANG NILAI HLB
APLIKASI
4-6
W/O Emulsifier
7-9
Wetting Agent
8-18
O/W Emulsifier
13-15
Deterjen
10-18
Solubilizer
(Chemmunique, 1980)
2.10 Metode Permukaan Sambutan (Response Surface Methodology)
Response Surface Methodology (RSM) merupakan teknik matematika dan statistika
yang berguna untuk pemodelan dan analisis masalah dimana responnya dipengaruhi oleh
beberapa variabel (Montgomery, 1997).
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kondisi operasi percobaan yang dilakukan.
Untuk menentukan level optimum pada variabel penelitian digunakan Rancangan Susunan
Terpusat (Central Composite Design). Untuk pengolahan statistik, faktor-faktor yang
sebenarnya diberi kode menurut persamaan berikut :
Xi
=
xi – x0 ,
i = 1,2 dan 3
∆x
dimana :
Xi
= nilai dimensi dari variabel bebas
xi
= nilai aktual dari variabel bebas
x0
= nilai aktual dari variabel bebas pada titik tengah
∆x
= selisih antar rentang
Diharapkan bahwa perilaku sistem dapat dijelaskan dengan persamaan kubik yang
digunakan untuk memprediksi persentase optimal point esterifikasi berdasarkan kode nilai
variabel bebas (Neta, dkk., 2011).
Universitas Sumatera Utara
20
Secara umum hasil yang diperoleh dapat dianalisis dengan menggunakan multiple
regression yang memenuhi persamaan berikut :
Y=
β1+ β2.X1 +β3.X2 +β4.X3 +β5.X1.X2+ β6.X2.X3 +β7.X1.X3 +β8.X12 +β9.X22 +β10.X32
+ε
dimana :
Y
= variabel respon yang diukur yaitu % konversi asam atau persen yield
karbohidrat ester
β1 – β10
= konstanta linier , kuadratik dan hasil regresi koefisien diagonal
e
= error term
Penyelesaian persamaan multi regresi dilakukan dengan metode Sum of Square of Error
(SSE) menggunakan perangkat lunak MINITAB R.16 untuk mendapatkan regresi dan plotplot dimensi hasil perhitungan. Matriks eksperimental untuk rancangan tiga faktor dengan
dua level (2) yang terdiri dari 8 run pertama (1 – 8) dengan variabel terkode (± 1 ) untuk
masing-masing faktor (factorial point). Selanjutnya 6 run yang disebut star point dengan
level terkode (± α) sebagai significant curvature effect (9 – 14) , sedangkan 6 run tambahan
(run 15-20) memuat titik pusat (center point) sebagai perkiraan daerah lekukan kurva
dengan kode 0 untuk masing-masing faktor. Jarak star point dengan center point adalah α =
2n/4 (untuk 3 faktor , α = 1,682) (Montgomery, 1997).
Universitas Sumatera Utara