Pemikiran Politik Islam Pascasarjana Ilm

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

PEMIKIRAN POLITIK WAHABI-SALAFI:
MEMAHAMI ORIENTASI POLITIK GERAKAN
WAHABIYAH DAN AKAR TERORISME
Oleh:
Mouliza Kristhopher Donna S
Nofia Fitri

I. Latar Belakang Masalah
Sejarah Islam mencatat bahwa abad ke-13M merupakan awal dari abad kegelapan dunia
Islam. Hal ini dapat dilihat dari jatuhnya Baghdad pada pertengahan abad ke-13M ke tangan
Khulagu Khan yang mana kejatuhan peradaban Islam di Baghdad ini sekaligus menandai
berakhirnya riwayat dinasti Abbasiyah. 1 Lebih kurang lima abad kemudian, yaitu pada abad
ke-18M, dunia Islam mencapai kemundurannya sampai titik terendah. Kemunduran dunia
Islam ini ditengarai dengan menurunnya kekuasaan tiga kerajaan Islam yang muncul pascakeruntuhan Abbasiyah, yaitu Dinasti Utsmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan
Kerajaan Mughal di India.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran dunia Islam pada masa
ini. Beberapa di antaranya bahkan merupakan konsekuensi dari perkembangan pemikiran
pada masa kejayaan Islam yang sayangnya membuat beberapa pihak justru tidak

menyelaraskannya dengan fondasi ajaran Islam yang baik dan benar. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan keterbukaan dalam dunia Islam telah menyeret kaum muslimin untuk ikut

1

Samran, Imran. 1999. Sejarah dan Peradaban Islam. Banjarmasin: Institute Agama Islam Negeri Antasari.

1

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

pula memasyarakatkan ajaran filsafat yunani dan romawi. Selain itu, pengaruh mistik
platonik dari budaya Rusia ikut menimbulkan pengaruh negatif pada ajaran Islam.
Puncaknya adalah berbagai macam kebatilan dan takhyul mulai diikuti orang-orang Islam.
Wilayah Arab, sebagai tempat kelahiran Islam pun tidak luput dari pengaruh buruk tersebut.
Dampak lebih jauh dari penyimpanga ini adalah orang-orang Arab menjadi terpecah belah
karena perselisihan dan persaingan di antara suku serta mengalami kemunduran di berbagai
aspek kehidupan.2
Adanya kemunduran Islam yang dapat dilihat dari beberapa faktor di atas,

menyebabkan dunia Islam tidak hanya mengalami kemunduran dalam beberapa aspek
kehidupan sosial, politik dan ekonomi namun juga telah menciderai ajaran agama Islam itu
sendiri. Ajaran agama Islam sudah tidak murni karena tercemar oleh unsur-unsur yang
berasal dari luar Islam. Umat Islam pun semakin kehilangan arah dan identitas keislamannya
setelah konsep tarekat diperkenalkan dalam dunia Islam. Dengan adanya konsep tarekat,
umat Islam justru lebih mempercayai “perantara” daripada memohon langsung kepada Allah
SWT. Misalnya, pada masa itu syekh atau wali yang telah meninggal dunia itu dipandang
sebagai orang yang berkuasa untuk menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi manusia
di alam ini. Karena pengaruh tarekat, permohonan dan do’a tidak lagi dipanjatkan langsung
kepada Tuhan tetapi melalui syafaat syekh atau wali tarekat sebagai orang yang bisa
mendekati Tuhan, dan bisa memperoleh rahmat-Nya. Keyakinan ini disebabkan karena
mereka menganggap dirinya sebagai orang yang kotor, dan tidak akan bisa mendekati Tuhan
kecuali dengan perantara.3

2

Diakses pada 16 November 2016 dari laman https://www.arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekhmuhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html#sthash.AXeFGfkn.dpuf
3
Salma, Abu Khasna. 2012. Sejarah Munculnya Gerakan Wahabi. Diakses pada 16 November 2016 dari
laman http://saudi-tauhid-sunnah.blogspot.co.id/2012/07/sejarah-munculnya-gerakan-wahabi.html


2

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Melihat adanya berbagai penyimpangan dalam dunia Islam yang demikian, beberapa
reformis menyadari bahwa untuk meraih kembali kejayaan yang pernah dicapai oleh Islam
pada masa lalu, umat Islam harus memulihkan vitalitas mereka dengan kembali pada ajaran
Islam yang murni, yaitu ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
Rasulullah. Semangat mengembalikan Islam sesuai dengan apa yang diajarkan dalam AlQur’an dan As-Sunnah inilah yang mendorong gerakan-gerakan “pembaharuan” yang
bertujuan untu melakukan pemurnian kembali ajaran agama Islam di berbagai belahan dunia
Islam sesuai dnegan teks-teks Islam. Kelompok-kelompok “pembaharu” ini berkeyakonan
bahwa hanya dengan kembali pada ajaran agama yang sesuai dengan apa yang tertulis dalam
teks-teks Islam (Al-Qur’an dan Sunnah) maka permasalahan dunia juga dapat diatasi. Salah
satu gerakan pemurnian ajaran Islam yang muncul di Timur Tengah tepatnya di Saudi
Arabia, adalah yang dipelopori oleh Ahmad Ibnu Abdul Wahab pada abad ke-18 yang
terkenal dengan gerakan Wahabi.

II. Permasalahan

Wahhabisme atau ajaran Wahabi adalah gerakan pembaharuan dan pemurnian Islam yang
muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di
daerah Najd. Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn AbdulWahhab dari Najd, Semenanjung Arabia Menurut Hanafi (2003/198), Muhammad bin
Abdul Wahab merupakan seorang ulama pembaharuan dan ahli teologi agama Islam yang
mengetuai gerakan salafiah4. Wahabi dianggap sebagai ultra-konservatif berbanding salafi.
Ia dianggap sebagai gerakan pembaharuan, bukan suatu mazhab. Beliau sangat dipengaruhi
oleh Ahmad ibn Hanbal dan Ibn Taimiah. Selama beberapa bulan beliau merenung dan

4

Ibid.

3

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

mengadakan orientasi, untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya. Meskipun tidak
sedikit orang yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluarganya sendiri, namun ia
mendapat pengikut yang banyak.

Kaum Wahabi mengklaim sebagai muslim yang berkiblat pada ajaran Islam yang
pure, murni. Menurut Nasir, akidah-akidah yang pokok dari aliran wahabi pada hakikatnya
memang tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Perbedaan yang
ada hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidahakidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang tauhid (pengesaan) dan bidang
bid’ah5. Inilah yang kemudian membuat mereka sering juga menamakan diri sebagai
muwahiddun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan keesaan Allah (tauhid).
Sekalipun terinspirasi dari beberapa ajaran Ibn Taimiyah, akan tetapi sangat
disayangkan, Abdul Wahhab hanya mengambil sebagian apa yang menjadi panutannya dan
meninggalkan sebagian ajaran dari Ibnu Taimiyyah. Gerakan ini justru lebih contoh pada
semangat pemurnian ajaran agama Islam secara tekstual dengan merujuk pada Al-Qur’an
dan Sunnah tanpa adanya suatu upaya untuk mengaitkannya dengan konteks kekinian.
Asumsi yang dibangun oleh gerakan ini adalah dengan semangat puritan, Abdul Wahhab
hendak membebaskan Islam dari semua kerusakan yang diyakininya telah menggerogoti
agama Islam.6 Oleh karena itu, dapat dikatakan pula visi dari gerakan ini adalah untuk
mengimplementasikan ajaran Islam yang (paling) benar yang mereka asumsikan sesuai
dengan teks dalam Al-Qur’an dan Hadist secara literal.

5
6


Nasir, Sahilun, Pemikiran Kalam Teologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Khalid Abd el-Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 62

4

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Dalam menjalankan gerakannya, wahabi dimotori oleh juru dakwah yang radikal,
keras, kaku, dan ekstrem. Mereka tidak segan untuk menebarkan kebencian, permusuhan,
bahkan menuduh golongan seseorang sebagai kafir, syirik dan ahli bid’ah ketika orang atau
pihak tersebut dinilai tidak menjalankan ajaran agama Islam sesuai dengan ukuran dan apa
yang dilakukan oleh kelompok ini. Oleh karena itu, perlu ditekankan di sini bahwa
pemberian label kafir, syirik, dan bid’ah pada muslim lainnya oleh kelompok ini sematamata hanya didasarkan pada asumsi keislaman menurut kelompok ini saja.
Mudahnya menilai pihak lain sebagai seorang kafir dan menilai ajaran agama Islam
hanya berdasarkan pada teks Al-Quran dan Sunnah secara literal, membuat beberapa ahli
mensejajarkan aliran ini dengan aliran Khawarij pada masa Ali bin Ibn Thalib. Kelompok
ini adalah kelompok yang sangat berpegang teguh pada Al-Quran secara harfiah. Kelompok
ini juga sangat mudah menganggap orang lain sebagai seorang kafir dan tidak mau
menerima segala macam bentuk nilai-nilai di luar Al-Quran.7 Bahkan kelompok ini dapat

saja membubuh siapa saja yang sudah dianggap sebagai kafir. Sekalipun beberapa tabiat
buruk Khawarij dapat saja sama dengan apa yang dilakukan oleh Wahabi, namun Wahabi
tidak bisa secara serta merta dikatakan sebagai penerus Khawarij. Bahkan menurut Hamid
Algar, Wahabi merupakan sebuah fenomena yang sama sekali baru dan tidak memiliki
pendahulu sebelumnya dalam sejarah Islam.8
Sebagai sebuah sekte yang ekstreem, kaku, dan keras yang berdasarkan pada AlQuran dan Sunnah secara literal, membuat aliran ini menolak adanya rasionalisme tradisi,
dan beragam khazanah intelektual Islam. Literalisme tertutup yang dipraktikkan oleh aliran
ini membuat teks-teks suci dan akhirnya Islam sendiri tidak lagi komunikatif dengan konteks

7

Azra, Azzyumardi. 1996. Fundamentalisme Islam, Survey Historis dan Doktrinal, Pergolakan Politik
Islam dari Fundamentalisme, Modernisme, hingga Post Modernisme. Jakarta: Paramadina
8
Algar, Hamid. 2002. Wahabism: A Critical Essay. New York: Islamic Publication International. Hlm. 10

5

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA


para penganutnya. Islam yang semua sangat apresiatif dan penuh perasaan dalam perespon
masalah umat, di tangan Ibn Abdul Wahab berubah menjadi tidak peduli, keras, dan tidak
berperasaan. Bahkan dalam perkembangan lebih jauh, pengambilan konklusi yang tidak
sehat oleh Wahabi dalam menilai pihak lain maupun menafsirkan teks-teks suci Islam yang
demikian, menyebabkan aksi-aksi yang tidak sehat pula. Aksi-aksi ini lebih lanjut mengarah
pada distorsi dan reduksi terhadap nilai-nilai luhur Islam yang berujung pada aksi-aksi
destruktif terhadap tradisi spiritual dan intelektual islam sendiri. Terlebih tidak jarang aksiaksi yang dilakukan oleh aliran ini justru menunjukkan sebuah kekejaman sosial dan budaya
masyarakat Islam dalam melihat siapa saja yang berseberangan dengannya (dengan
keyakinan Wahabi). Aksi-aksi desktruktif yag dilakukan oleh kelompok ini tidak lain
mereka anggap sebagai jalan paling efektif dalam melakukan perubahan dan
mengembalikan kemurnian ajaran Islam manakala proses dialog sudah terbukti lamban
dalam melakukan perubahan.
Gerakan wahabi semakin massif manakala terjadi perjanjian Ibn Abdul Wahab
dengan Ibn Saud yang bersedia mengakomodasi penyebaran dokrin ini. Lebih lanjut, pada
tahun 1746 Wahabi-Saud secara resmi memproklamasikan jihad terhadap siapa saja yang
memiliki pemahaman tauhid yang berbeda dengan mereka. Tuduhan syirik, murtad, dan
kafir serta kekerasan pun menjadi semakin massif, karenanya, sekitar lima belas tahun dari
proklamasi tersebut, hampir seluruh jazirah Arab sudah berhasil dikuasai oleh wahabi.
Pengaruh wahabi pun makin meluas tidak hanya sebagai ideologi utama Kerajaan Arab

Saudi, namun juga hingga ke berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia dengan dukungan
dana dan cara-cara sistematis, temasuk kekerasan dalam bentuk terror.9

9

Wahid, Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam. Ekspansi gerakan Islam Tradisional di Indonesia. Jakarta:
The Wahid Institute. Hlm 67-70

6

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Beberapa bentuk terror yang belakang ada dan mengatasnamakan Islam, salah
satunya dapat diasosiasikan dengan ekspansi paham wahabi yang didukung oleh Pemerintah
Kerajaan Arab Saudi. Menurut KH. Abdurrahman Wahid, berbagai bentuk kekerasan yang
dilakukan oleh Wahabi dapat dianalisis dengan menggunakan dua perspektif, pertama dari
sisi Ibn Abdul Wahab, kedua dari sisi Ibn Saud. Dari sisi Ibn Abdul Wahab, bentuk
kekerasan dalam wahhabisasi global ini tidak lain memiliki tujuan yang sama dengan apa
yang ia lakukan di jazirah Arab sebelumnya, yaitu untuk memurnikan ajaran agama Islam

secara literal. Oleh karena itu, dari sisi Ibn Abdul Wahab, yang diperjuangkan dari berbagai
aksi terror adalah untuk pemahaman tertentu atas Islam yang sangat keras dan ekstrem.
Sementara itu, dilihat dari sudut pandang Ibn Saud, pandangan keagamaan yang keras dan
ekstrem dari Ibn Abdul Wahab dan para pengikutnya jelas merupakan suatu alat politik yang
ampuh dan strategis untuk melumpuhkan dan menaklukkan pihak lain yang lemah dan tidak
berdaya dalam klaim tuduhan teologis, termasuk di Indonesia yang mana kehadiran aliran
ini tidak dapat lepas dari peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang kerap kali
mengirimkan mahasiswa untuk belajar ke Timur Tengah dan kembali ke Indonesia untuk
menjadi agen-agen penyebaran ideology Wahabi Ikhwanul Muslimin di Indonesia.
Lantas, ketika gerakan Wahabi dijadikan sebagai alat politik Kejaraan Arab Saudi,
apakah aliran ini juga memiliki orientasi politik yang sejalan dengan visi kerajaan Arab
Saudi? Benarkan upaya wahabisasi global dari sudut pandang tokoh Wahabi sendiri murni
untuk memurnikan ajaran agama Islam di berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia?
Bagaimana aliran ini selajutnya diidentikan dengan aksi terorisme ISIS dan aksi terorisme
yang kerap terjadi di Indonesia? Pertanyaan tersebut akan penulis analisis lebih jauh dengan
mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

7

Pemikiran Politik Islam

Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

1. Bagaimanakah

doktrin

dasar

ajaran

Wahabi

yang

kemudian

mempengaruhi orientasi politiknya sebagai kelompok idologis?
2. Apakah dan bagaimanakah orientasi politik tersebut mempengaruhi
gerakan wahabisasi global melalui aksi terrorisme, khususnya yang terjadi
di Indonesia?

Keseluruhan pertanyaan penelitian di atas, akan penulis uraikan dengan melakukan
studi kepustakaan dengan menggunakan literatur-literatur yang relevan dengan topik
pembahasan serta didukung oleh pisau analisis yang berkaitan dengan teori-teori tentang
Wahabisme dan Terorism.

III.

Perspektif Teori

II.1 Doktrin Aliran Wahabi dan/atau Salafi
Sebagai sebuah gerakan yang bertujuan untuk melakukan pemurnian ajaran-ajaran agama
Islam sesuai dengan teks-teks suci Islam, Wahabi telah berhasil mengonstruksi standarnya
tersendiri berkaitan dengan tingkat keislaman seseorang. Standardisasi yang demikian
selanjutnya dimanifestasikan dalam beberapa doktrin utama wahabi. Secara umum tujuan
gerakan wahabi adalah mengikis habis segala bentuk takhayul, bid’ah, khurafat dan bentukbentuk penyimpangan pemikiran dan praktik keagamaan umat Islam yang dinilainya telah
keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Diantara larangan-larangan Wahabi yang kami rangkum dari berbagai sumber:
1. Yang boleh dan harus disembah adalah Tuhan, dan orang yang menyembah selain
Tuhan telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh;

8

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

2. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya
karena meminta pertolongan bukan lagi dari Tuhan, malainkan dari syekh atau wali
dan dari kekuatan ghaib, dan orang Islam yang demikian juga telah menjadi
musyrik;
3. Menyebut nama nabi, malaikat atau syekh sebagai perantara dalam do’a juga
merupakan syirik;
4. Meminta syafaat selain kepada Tuhan adalah juga syirik;
5. Bernazar selain kepada Tuhan juga merupakan syirik;
6. Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an dan Hadist merupakan kekufuran;
7. Tidak percaya kepada qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran;
8. Menafsirkan Al-Qur’an dengan takwil adalah kafir.

Dalam memahami Wahabi, penting untuk membedakan antara Wahabi dengan
Salafi, meskipun diantara keduanya memiliki keterikatan yang kuat. Istilah Salafi lahir
sebagai pengidentifikasian dari sebuah begarak memurnikan Islam sesuai ajaran Nabi
Muhammad dan para sahabat. Salafi yang berasal dari kata “Salaf” berarti “yang terdahulu”
adalah mereka yang termasuk sahabat nabi, tabiin, dan tabiut tabiin. 10 Salafi ini dimasukan
sebagai golongan ahlul sunah karena rujukannya kepada ajaran Islam murni sebagaimana
diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai sunahnya. Sementara yang menyamakan
Salafi dengan Wahabi yang pengikut ajaran Wahab adalah sama-sama gerakan permunian
Islam.

10

https://www.arrahmah.com/read/2011/12/10/16742-ternyata-banyak-umat-islam-yang-belum-tahu-soalsalafi-dan-wahabi.html

9

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

II.2 Teori Radikalisme dan Terorisme
Ideologi yang mendasari aksi Terorisme, tumbuh dan berkembang dari akar radikalisme.
Dalam perkambangannya, radikalisme mendapat tempat di Indonesia karena radikalisasi
yang terjadi disegala lini kehidupan. Radikalisme kemudian dianggap sebagai akar ideologi
terorisme dan menjadi persoalan pelik bangsa.
Radikalisme memang berbeda dengan terorisme, namun radikalisme dianggap
sebagai akar tumbuh dan berkembangnya prilaku militant yang berujung kepada terorisme
itu sendiri. Menurut Syafii Mufid, diantara indikator tingkat radikalisme adalah:
1.

Benci kepada Pemerintah kaarena tidak menjalankan syariat Islam

2.

Menolak menyanyikan lagu kebangsaan dan pernghormatan kepada bendera

3.

Ikatan emosional kelompok lebih kuat daripada ikatan emosional keluarga

4.

Kaderisasi yang tertutup

5.

Memiliki model penebusan dosa

6.

Mencolok dalam berpenampilan yang menunjukan relijiusitas

7.

Menganggap oaring-orang diluar mereka fasik atau kafir

8.

Menutup diri dari wawasan diluar kelompoknya 11

Jika mengacu kepada situasional politik, definisi terorisme oleh Schmid dan
Jongman idealnya jauh lebih mengena, dimana mereka menyebut terorisme sebagai “suatu
metode yang terinspirasi dari kegelisahan atas tindakan kejam yang dilakukan berulangulang, yang digunakan oleh seseorang, kelompok atau pelaku yang memiliki kekuatan yang
sifatnya (semi rahasia), karena alasan tabiat, kriminal atau politik, dimana –berlawanan

11

Ibid.

10

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

dengan pembunuhan- sasaran langsung kekerasan bukanlah sasaran utama.”12 Sementara
itu, definisi Paul Jhonson kerap dipakai beberapa negara dalam merumuskan kebijakan
negara dalam mengatasi terorisme, dimana ia mendefinisikan terorisme sebagai:
“...pembunuhan dengan sengaja yang direncanakan secara sistematik, sehingga
mengakibatkan cacat dan merenggut atau mengancam jiwa orang yang tidak
bersalah, sehingga menimbulkan ketakutan umum, semata-mata demi mencapai
tujuan politik, terorisme adalah suatu kejahatan politik, yang dari segi apapun
merupakan kejahatan dan dalam artian secara keseluruhan adalah merupakan
kejahatan.”13
Dalam merespon cepat aksi terorisme di Indonesia pada awal kemunculannya,
Pemerintah ketika itu mempertimbangkan bahwa:14
“Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta
merupakan salahsatu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena
terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan
bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan
masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan
berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung
tinggi.”

IV.

Hasil dan Pembahasan

IV.1

Doktrin-doktrin Wahabi dan Radikalisme
Diantara doktrin Wahabi yang dapat menjadi akar justifikasi betapa terorisme

melekat erat dengan paham ini adalah keyakinan sebagai ajaran Islam yang paling benar,
menuduh pihak lain yang tidak sejalan dengan mereka sebagai bid’ah, murtad, musrik dan
kafir. Mereka meyakini bahwa kaum yang bersebrangan adalah musuh Sunnah dan tauhid.

12

Schmid dan Jongman dalam Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme (cetakan ke-1), Jakarta:
Penerbit Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009. Hlm. 3
13
Paul Johnson dalam A.M. Hendropriyono, Terorisme, Jakarta: Penerbit Buku Kompas (cetakan ke-1), 2009.,
hlm. 26
14
R. Wiyono, Pembahasan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Jakarta: Sinar Grafika,
2014., hlm. 1

11

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Doktrin ini disinyalir sebagai bibit-bibit terorisme, apalagi dengan anggapan bahwa ketika
ada orang yang tidak sepaham dianggap sebagai musuh Islam dan halal darahnya.
Terorisme bagi banyak kalangan, muncul akibat pemahaman atas agama yang
ekslusif dan kitab suci yang skriptualis, atau yang disebut dengan fundamentalisme agama.
Sulit memang untuk kemudian menegaskan ketidakkaburan ajaran Wahabi yang juga
mentafsirkan Al-Quran secara fundamental tanpa melihat kepada konteks kekinian. Diera
wahabi berkembang, gerakan-gerakan dakwah yang radikal dan didukung oleh penguasa
memang menggunakan kekerasan dalam upaya mereka menyebar paham, termasuk merusak
desa, merampok sampai membunuh kaum yang menurut mereka Muslim namun tidak
mengacu kepada Al-Quran dan Sunnah.
Radikalisme ketika menjelma menjadi sebuah gerakan, maka akan menjadi semacam
pendekatan non-kompromis terhadap persoalan sosial, politik dan ekonomi yang ditandai
oleh ketidakpuasan terhadap status quo dan keinginan akan adanya perubahan yang cepat,
dengan cara yang ekstrim. Apa yang kemudian mendekatkan istilah radikalisme dengan
Wahabiyaah, adalah akar sejarah dari gerakan kaum Khawarij yang dilandasi oleh semangat
nilai dan pemahaman keagamaan yang ultra-konservatif.

15

Kaum Khawarij menegaskan

bahwa segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah adalah dosa besar, masuk
ke dalam golongan fasik, dhalim dan kafir.16

IV.2

Radikalisme dan Terorisme
Terorisme adalah sebuah bahaya laten, paling tidak inilah anggapan dari banyak

pihak, bahwa meluasnya perngaruh paham-paham radikal yang diimpor dari luar cukup

15

Achmad Jainuri, Radikalisme dan Terorisme: Akar Ideologi dan Tuntutan Aksi. Malang: Intrans
Publishingm 2016., hal. 7
16
Ibid.

12

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

memberi nuansa tersendiri bagi kehidupan beragama di Indonesia. Terorisme dianggap
sebagai bagian dari gerakan radikalisme yang paling mutakhir di abad ini, telah mencapai
puncak ancaman peradaban. Hal ini natara lain dapat dijelaskan dari pemetaan kelompok
Islam radikal di Indonesia seperti apa yang dikemukakan oleh Al Chaidar. Menurutnya, di
luar dari adanya dua kelompok Islam besar di Indonesia, yaitu NU dan Muhammadiyah,
kedua kelompok ini yang tidak terpaku pada ajaran tradisional maupun modern terdapat
kelompok Islam Sempalan yang antara lain terdiri dari kelompok fundamentalis, radikal,
dan teroris. Hubungan di antara ketiga kelompok ini ia jelaskan tidak terpisak satu sama lain
terutama dalam menciptakan kelompok Islam teroris. Menurutnya, kaum teroris bukanlah
kelompok baru dalam dunia pergerakan radikal dan fundamentalis Indonesia. Kaum teroris
adalah gabungan dari inti ajaran fundamentalis dan radikal yang bertemu dalam satu titik
perencanaan perang melawan kezaliman.17 Kaitannya dengan ajaran Wahabi, gerakan ini
adalah bagian dari gerakan islam fundamentalis dan islam radikal yang mulai disebarkan di
seluruh dunia yang mana banyak ajaran dari aliran ini menjadi ideology dasar bagi para
pelaku terror di berbagai dunia. Dillon dalam hasil penelitiannya bahkan menjelaskan bahwa
wahabi adalah fasilitator dari berbagai tindakan Islam yang ekstrim sekalipun ia juga
menyatakan bahwa sayangnya belum terdapat bukti-bukti yang kuat yang menyatakan
bahwa wahabi adalah contributor langsung dari berbagai tindakan ekstrim di dunia.18
Persoalan selanjutnya adalah, ketika wahabi adalah bagian dari Islam, lalu apakah
terorisme adalah Islam? Ya, bahwa mereka pelaku teroris memang beridentitas sebagai
penganut ajaran Islam, namun apakah Islam adalah teroris, jelas harus ditolak. Persoalan

17

Al-Chaidar. (n.d). Pemetaan Kelompok Islam Radikal Dan Islam Fundamentalis Di Indonesia. Laporan
Penelitian. Aceh: Universitas Malikusaleh.
18
Dillon, Michael. 2009. Wahabism. Is it a factor in The Spread of Global Terrorism?. United States Naval
Academy.

13

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

menjustifikasi Islam sebagai teroris telah membawa para muslim itu sendiri untuk
mengkritisi apa yang terjadi pada tubuh Islam rupanya. Upaya mencari titik persoalan itu
pun bermuara kepada beberapa doktrin-doktrin keagamaan dalam sebuah aliran di Islam
yang mengarah kepada radikalisme, yaitu Wahabi-Salafi yang Takfiri atau mengkafirkan
orang lain.
Bagi beberapa kalangan, kemunculan teroris dianggap sebagai kebangkitan kaum
Khawarij. Mereka yang muncul di abad modern dengan bentuk serangan baru terhadap
Islam. Apa yang disebut sebagai neo-khawarij ini menjelma menjadi gerakan berbahaya
yang mengancam umat Islam dan akidah Islam. 19 Dalam dakwahnya, gerakan wahabiyah
yang memiliki tabiat hampir sama dengan khawarij ini mengkafirkan setiap orang yang
menantang dakwah mereka, mengkafirkan setiap orang yang bertawassul kepada Allah
dengan kemuliaan para nabi, para wali, orang-orang shalil dan lainnya. Mufti Mekah Syekh
Ahmad Zaini Dahlan menyebut bahwa kaum Wahabiyah adalah fitnah bagi Islam dimana
mereka telah melakukan serangkaian kejahatan yang sadis, tidak seorangpun yang selamat
dari kejahatan mereka, baik orang tua, perempuan, anak kecil yang baru dilahirkan dalam
sebuah peristiwa penyerangan al Haramain, dimana mereka bukannya menegakkan tanah
yang mulia. Mereka kala itu justru merampok harta penduduk, memperkosa perempuan,
membunuh ulama.20
“Ketika orang-orang Wahabi masuk Thaif, mereka benar-benar membunuh manusia
secara massal dan membantai yang tua, kecil, rakyat dan gubernur, yang berpangkat
dan yang hina, bahkan mereka menyembelih bayi yang masih menyusu di hadapan
ibunya. Mereka masuk ke rumah-rumah, mengeluarkan penghuni rumah dan
membunuhnya. Kemudian mereka mendapatkan sekelompok orang yang sedang
belajar Qur’an maka mereka membunuh seluruhnya dan mereka menyisir setiap
kedai dan masjid, dan membunuh setiap orang didalamnya. Mereka juga membunuh

19

Syekh Fathi Al Mishri Al Azhari, Radikalisme Sekte Wahabiyah, Mengurai Sejarah dan Pemikiran
Wahabiyah. Tangerang: Pustaka Asy’ari, 2010., hal. 9
20
Ibid., hal. 10

14

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

seorang laki-laki yang sedang rukuk atau sujud dalam masjid sehingga mereka
semua binasa.”21
Perilaku-perilaku tersebut diatas dapat kita kaitkan dengan apa yang “dijiplak” oleh
kelompok teroris ISIS saat ini. Kebobrokan dimasa lalu yang dihidupkan kembali melalui
klaim “jihad Islam” untuk membentuk negara Islam sebagaimana aksi yang dihidupkan
ISIS.

IV.3 Doktrin Wahabi-Salafi dan Teroris ISIS
Ketika membahas ISIS atau Islamic State in Iraq and Syria , kita kerap mendapatkan
bagaimana kelompok garis keras nan radikal yang dilabel teroris oleh dunia internasional
ini dikaitkan dengan ajaran Salafi-Wahabi Takfiri. ISIS yang mengklaim berada dibelakang
berbagai aksi pengeboman di banyak negara ini menyebut diri sebagai Muslim yang
bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam. Dibawah pimpinan Abu Bakar AlBaghdadi, ISIS mendeklarasikan berdirinya sebuah “negara baru” dengan nama “Islamic
Sta te” atau “Daulah Islamiyah” pada Juni 2014. Menurut beberapa kalangan, ISIS yang

dianggap sebagai produk salafi dan beridologi Wahabi sebetulnya menuai berbagai
dukungan ekonomi, baik dari barat maupun negara Islam sendiri, yaitu Saudi Arabia dan
Amerika sekutunya.
Beberapa sumber menyebut bahwa ISIS berdasarkan lokasi dan asal pelakunya,
kemungkinan besar adalah anak turunan sekte Khawarij. 22 Khawarij akan menggunakan
wacana keagamanaan serta slogan Islam, untuk tujuan mereka yang tidak lain adalah

21

Ibid.
Reno Muhammad, ISIS: Mengungkap Fakta Terorisme Berlabel Islam, Jakarta: Noura Books, 2014., hal.
125.
22

15

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

kejahatan. Keidentikan yang kuat antara kaum khawarij dan wahabi kemudian mengantar
analisis ini kepada pertanyaan apakah ISIS adalah Wahabi?
Pada bulan Juli 2013, parlemen Eropa dan Mufti Arab Saudi mengeluarkan
statement bahwa Wahabi adalah sumber dari fenomena terorisme global. 23 Model dakwah
dengan kekerasan yang dilakukan pengikut abdul Wahab tersebut dianggap telah
menginspirasi model perjuangan ISIS dalam mendirikan sebuah negara islam. Kesamaan
dalam mengkafirkan orang lain, bahkan sesama muslim sendiri adalah karakter yang sangat
melekat. Sheikh Aadel Al-Kalbani, iman Masjid Besar Mekah mengumumkan bahwa ISIS
adalah hasil dari Salafi, karenanya Salafi harus melakukan perubahan dalam doktrin
internalnya.24 Ditegaskan Al-Kalbani bahwa segala bentuk cacian yang harus diterima
kaum Muslim, pengidentikan Islam pada Teroris serta berbagai macam tekanan yang
dirasakan oleh anak cucu kita karena tuduhan terorisme yang dialamatkan kepada Islam
adalah karena paham Salafi. 25
Shukla dalam Wahhabism and Global Terrorism menyebut bahwa paham Wahabi
sebagai Ideologi berkontribusi besar kepada pembentukan geopolitik yang nyata tentang
kepentingan akan minyak, karena itu dibentuklah ISIS. Bahwa untuk penguasaan akan
minyak di tanah arab, sebuah ideologi extreme diperlukan untuk menjadi legitimasi
kekerasan dalam perebutan wilayah kekuasaan minyak. Karenanya ideologi wahabi
dikembangkan dengan modal besar untuk diberdayakan di negara-negara yang belum
didominasi Saudi seperti Irak, Syria dan Libanon. Kelompok teroris ISIS dari perluasan

23

http://www.newstatesman.com/world-affairs/2014/11/wahhabism-isis-how-saudi-arabia-exported-mainsource-global-terrorism diakses pada 16 November 2016.
24
http://islam.hilmi.eu/senior-saudi-salafi-cleric-isis-is-a-true-product-of-salafism/ diakses pada 16
November 2016.
25
August 24, Al-Kalbani, “Is Terrorism A Salafi Product? Al-Riyadh Magazine. diakses pada 16 November
2016.

16

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

paham wahabi di tiga negara tersebut dibentuk untuk menjadi pemberontak yang nantinya
bertugas melawan rezim berkuasa.26

IV.4 Wahabi dan Terorisme di Indonesia
Tidak sedikit sumber-sumber sejarah yang menyebut bahwa akar persoalan
dikalangan umat Islam sehingga diidentikan dengan teroris adalah tumbuh kembangnya
paham-paham radikal di antara aliran-aliran dalam Islam itu sendiri. Hal in menjadi
persoalan yang sangat krusial untuk diselesaikan para pemimpin dalam Islam. Karena
persoalan inilah, kelompok Wahabi kemudian kerap diidentikan sebagai kelompok teroris.
Memang dinegara-negara muslim, bukan hal yang mudah bagi pengikut Salafi untuk bisa
memperoleh tempat dalam membangun keyakinannya, dikarenakan sifat fundamentalistik
yang sangat kuat dalam ajaran mereka.
Dengan pisau psikologi analitik, Yudian Wahyudi mengetengahkan sebentuk corak
ketidaksadaran kolektif kaum Wahabis yang tersembunyi di balik ideologi mereka yang
kaku dan naif, yakni “rasa kalah” (sense of loseness) terhadap modernisme dan peradaban
Barat yang mereka lihat sebagai biang keladi tenggelamnya peradaban Islam. Modernisme
telah membawakan perbenturan nilai yang teramat keras dalam segala level kehidupan, dan
efek psikologisnya pun bisa sangat besar. Kalau merasa kalah, biasanya manusia akan
merasa frustrasi. Selanjutnya akan muncul agresivitas yang menjadi urat akar paham
oposisionalisme dalam gerakan mereka.27 Analisis yang demikianlah yang menjadi salah
satu hal menguatkan adanya kedekatan antara Wahabi dan gerakan Terorisme. Bahkan di

26

Anshumali Shukla, Wahhabism and Global Terrorism, Internasional Journal of Innovation and Applied
Studies, vo. 9, No. 4 Dec 2014, pp 1521-1530.
27
Wahyudi, Yudian. 2009. Gerakan Wahabi di Indonesia. Yogyakarta:Nawesea

17

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Indonesia, menurut banyak ulama, para pelaku teroris dicetak oleh pesantren-pesantren
Salafi.
Blanchard dalam menelitiannya, menemukan kecurigaan bahwa pesantren-pesantren
ini didanai oleh Pemerintah Arab Saudi sebagai bentuk penyebaran paham wahabi ke
seluruh dunia.28 Tentu saja, dalam sebuah penelitian yang komprehensif, kita tidak dapat
menutup mata dari sebuah fakta sejarah bahwa wahabiisme terbentuk berkat support
Pemerintah Inggris yang kala itu memiliki misi terhadap kebangkitan Islam.
“next to Al-Shaykiyyah, the colonizer created another extreme sunni group called alwahabiyyah. The British found in Muhammad Abd Al Wahab many attirbutes such as
the love of glory, immorality, and extreme views so; they came to realisze that he is
the right persons to establish the group they wanted. Thus, they started following him
step until they found the right opportunity; hence they pointed out to him, the birth of
the new faith. Afterwards, they ordered him to concur with another well-known agent
of the seasoned British colonizer that is Suud bin Abdul Aziz, and they provided them
with the required means to attract follower .”
Fakta bahwa radikalisme adalah akar teroris sepertinya sesuatu yang tidak dapat
ditolak. Kenyataan bahwa membiarkan radikalisme berkembang dapat menyebabkan
meluasnya pengaruh kelompok-kelompok teroris dalam merekrut dukungan sudah tidak
dapat ditampik. Menurut ketua PB NU, Said Agil Siradj, gerakan wahabi di Indonesia adalah
gerakan yang rapih, jika dibandingkan dengan gerakan wahabi diluar negeri yang kentara.
Model gerakan yang tersistem, massif dan terstruktur, dimana jiwa dan harta dikorbankan
agar ajaran wahabi dapat berkembang dan besar.
Dilihat dari akar sejarah penetrasi aliran Wahabi di Indonesia, pemikirian puritanisme
Wahabiyyah mulai menjamur sejak akhir abad ke-18. Yang kali pertama terpengaruhi adalah
kaum Paderi di Sumatera. Ini berawal pada 1803, saat tiga haji, yaitu Hadji Miskin dari

28

Christoper M. Blancard, The Islamic Traditions of Wahabism and Salafiyya, CRS Report for Congress,
Conressional Research Service, The Library of confress, update Januari 2008., hal. 4.

18

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Pandai Sikat (Luhak Agam), Hadji Sumanik dari Luhak Tanah Datar, dan Hadji Piabang
berangkat ke Makkah dan mengalami pencerapan diskursif dengan karakter kota Makkah
yang saat itu mengalami perubahan politik yang amat hebat karena serangan kaum Wahabi.
Kemungkinan besar saat itu Wahabisme tengah menguasai Makkah dengan telak.
Karenanya tiga haji tersebut terpukau dengan ajaran-ajarannya yang tampak menjanjikan
kemurnian absolut dalam beragama Islam. Hal inilah yang kemudian menjadikan mereka
kerap kali di identikan sebagai agen-agen Wahabi di Indonesia. Pola yang demikian, yaitu
mengirim pemuda untuk belajar di Arab Saudi melalui DDII kemudian kembali ke Indonesia
(dimungkinkan) sebagai agen-agen Wahabi terus berlanjut hingga saat ini.
Aliran garis keras wahabi di berbaga negara termasuk di Indonesia, tidak lepas dari
adanya perkawinan antara Wahabi dan Ikhwanul Muslimin. Pada dekade 60-an, perkawinan
antara Wahabi-Ikhwanul Muslimin terjadi dan melahirkan keturunan gerakan garis keras
yang banyak di seluruh dunia termasuk di Indonesia dengan komposisi tunjangan dana yang
besar (wahabi) dan kelompok intelektual (ikhwanul muslimin). Dedake 80-an wahabisasi
global ini semakin bergerak jauh lebih cepat. Hal ini dilaksanakan melalui yayasan-yayasan
wahabi seperti salah satunya Al-Haramain yang menjadi terkenal saat PBB menyebutnya
sebagai terrorist-funding entity yang membiayai banyak aksi terror di dunia termasuk
Indonesia yang diwakili oleh gerakan Jamaah Islamiyah (JI), salah satu aliran Islam garis
keras di Indonesia yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abi Bakar Baasyir yang
memiliki kaitan erat dengan Al-Qaeda, salah satu bentuk lain dari perwakinan WahabiIkhwanul Muslimin.
Sebagai salah satu bentuk aliran garis keras Islam, JI berjuang untuk melenyapkan
NKRI dan menggantinya dengan khalifah internasional. JI juga dikabarkan bertanggung
jawab atas banyaknya peledakan bom di Indonesia seperti Bom hotel Marriot, BEJ, Bom

19

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Bali, Bom Bandara Soeta, Bom di berbagai gereja, usaha pembunuhan Duta Besar Filipina,
serta Bom di Masjid Istiqlal berskala kecil. Bahkan hingga saat ini infiltrasi aliran Islam
garis keras di Indonesia masih berjalan secara massif, sistematis, dan terencana dengan
dukungan dana yang luar biasa. Pola-pola penetrasi mereka dilakukan dengan beragam cara,
baik melalui dialog intelektual di kampus-kampus, penerbitan literature-literatur tentang
ideology wahabi, melalui proyek-proyek LSM, bahkan hingga cara-cara ringan yang tidak
pernah terpikirkan, yaitu layanan kebersihan.29 Oleh karena semakin massifnya penetrasi
aliran ini di Indonesia, maka hal inipun menjadi Pekerjaan Rumah bagi para pemuka agama
di Indonesia pada khususnya dan pemerintah pada umumnya. Bahkan tidak jarang ideology
yang dibawa aliran ini dapat dikatakan sebagai ideology perusak yang dapat menyebabkan
perpecahan umat dimana ideologi ini melegitimasi pengeboman, dan aksi terror lain.
“Aksi teroris di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton menoreh luka berat di hati
Umat Islam, karena terbukti para pelakunya adalah para aktifis masjid, lulusan
pesantren, juru da’wah dan di masyarakat dikenal orang sopan santun, lemah lembut,
pendiam dan tidak banyak tingkah, ternyata mereka adalah orang yang sadis, yang
tidak mengenal kemanusiaan membunuh manusia dengan bom bunuh diri, hal ini
benar-benar mencoreng nama baik Umat dan merusak indahnya syariat Islam.” 30
Lebih lanjut melihat pergerakan wahabi di Indonesia yang demikian dalam satu
pernyataan, ketua PBNU Said Agil Siadj mengatakan tentang kondisi Indonesia dan darurat
wahabi:
“Ada dua puluh pesantren, semuaya Wahabi. Wahabi memang bukan teroris, tapi
ajarannya ekstreem. Kita ini semuanya dianggap bida’ah dan musyrik karena
menurut mereka Maulid Nabi itu bid’ah, ziarah kubur musyrik, haul musrik, dan
semuanya masuk neraka. Kami khawatir murid mereka memahami begitu boleh
dibunuh orang ini karena kerjaannya musrik semua.”31

29

Wahid. Op Cit. Hlm. 91-97
https://muslim.or.id/1276-wahabisme-versus-terorisme.html diakses pada 16 November 2016.
31
https://manhajsalafi.com/teroris-pasti-berakidah-wahabi-termasuk-teroris-bom-thamrin/ diakses pada 16
November 2016.
30

20

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Bagi kaum pendukung wahabi, mengkaitkan terorisme dengan kelompok wahabi
dianggap sebagai bola api liar yang sangat berbahaya dan bisa mengenai siapa saja yang
memperjuangkan pemurnian Islam. Dalam pandangan ini, doktrin wahabi sengaja
diciptakan buruk untuk memecahbelah persatuan dan kesatuan umat Islam, bahwa
perpecahan diperlukan untuk menjamin mudahnya kaum Imperialis dalam melemahkan
musuh-musuh atau saingan terbesarnya, sebagaimana diungkapkan:
“Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan
kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi)
dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam
dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang
mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah beliau sanggup merontokkan
kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agenagen asing, maka dakwah beliau dianggap sebagai penghalang yang mengancam
eksistensi mereka di negeri-negeri Islam.” 32

Bagi kaum pendukung ini, beberapa prinsip utama Salafi selama ini telah diartikan
menyimpang dari apa yang diajarkan Abdul Wahab. Karena pada prinsipnya, Abdul Wahab
mengajarkan empat prinsip utama dalam aliran ini, antara lain:
1. Berpegang teguh pada kitab Allah;
2. Berpegang teguh pada sunnar Rasulullah
3. Berjalan pada garis ajaran Rasul dan garis ajaran khulafaur rasyidin, serta para
tabiin
4. Meniti jejak ulama al-Salaf, para Imam terkemuka dalam Islam, yaitu ahli fiqih
dan takwa. 33

32

http://www.islam-institute.com/teroris-wahabi-mulai-jadi-bumerang-bagi-arab-saudi/ diakses pada 16
November 2016.
33
http://salafy.or.id/blog/2005/01/26/saudi-iii/ disarikan pada tanggal 20 Desember 2016.

21

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih lanjut, para sarjana pun banyak yang masih memperdebatkan keterkaitan
antara aliran wahabi dengan akar terorisme. Kebanyakan diantara mereka, mengaitkannya
dengan bagaimana sesungguhnya Al-Qaeda di klasifikasikan, apakah benar Al-Qaeda yang
menjadi cikal bakal JI ini dapat dikategorikan sebagai aliran wahabi atau tidak. Beberapa
pendapat yang menyatakan bahawa Al-Qaeda bukanlah bentuk dari aliran wahabi sehingga
dengan demikian JI juga tidak memiliki keterkaitan dengan Wahabi dapat dilihat dari apa
yang dikemukakan oleh Natana DeLong Bass dan David Commins. DeLong Bass mendasari
argumennya pada perbedaan antara aliran Wahabi, Salafi, dan Jihadi yang menurutnya
sekalipun ketiganya menunjukkan fenomena yang sama, sesungguhnya pendekatan
ideology yang mereka terapkan berbeda. Menurutnya, Wahabi mencerminkan ideologi
dengan keyakinan iman yang difokuskan mutlak pada monotheism. Sementara Salafisme
mencerminkan ideologi yang berfokus pada aspek-aspek politik tauhid (konsep tauhid
dalam Islam). Dia berpendapat bahwa tidak ada lintasan linear antara Wahhabisme dan
Salafisme berdasarkan tauhid. Hal ini karena Wahhabisme ingin menyatukan kembali umat
Islam di bawah konsep keyakinan monoteistik, di mana sebagai Salafisme justru
menekankan pada posisi politik untuk mendirikan kekhalifahan, tanpa terlebih dahulu
mencapai

tauhid.

Sedangkan

Jihadi

menurutnya

senada

dengan

Salafi

yaitu

memperjuangkan kepentingan politik. Namun, yang membuat aliran ketiga ini berbeda
adalah Jihadi lebih menekankan pada tindakan kekerasan dalam mencapai tujuannya.
Dengan demikian, Jihadi adalah cabang dari Salafi bukan Wahabi. Inilah yang kemudian ia
jadikan dasar bahwa dengan melihat ciri-ciri Al-Qaeda dalam menyebarkan terornya, ia
lebih tepat untuk disebut sebagi aliran jihadi bukan Wahabi.34

34

Natana J. DeLong-Bas, Wahhabi Islam: From Revival and Reform to Global Jihad (London: Oxford
University Press, Inc., 2004), 292.

22

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Apa yang dikemukakan oleh DeLong Bass di atas, disepakati oleh David Commins.
Ia percaya bahwa "ideologi Osama bin Laden dan al-Qaeda bukan Wahhabi. Ini bukan
bagian dari kecenderungan jihad kontemporer yang berkembang dari ajaran Sayyid Qutb ...
dengan kata lain; Al-Qaeda adalah cabang dari ideologi revivalis Muslim abad dua puluh
satu, tidak Wahhabisme."35 Dua pendapat yang berseberangan dengan pendapat umum
tentang Wahabi dan terorisme inilah yang membuat Dillon menyatakan bahwa masih ada
perdebatan mengenai apakah wahabi secara langsung dapat dikaitkan dengan terorisme atau
tidak.

V. Kesimpulan
Sejarah Wahabi dalam pemikiran politik Islam, memang menjadi salahsatu sejarah
rumit nan sukar dimengerti, karena konotasi “negative” yang begitu erat melekat. Bagi
kalangan pendukung Wahabi itu sendiri, tuduhan-tuduhan “kesesatan” yang dilayangkan
kepada wahabi serta menjustifikasi Wahabi sebagai aliran keagamaan yang menggunakan
kekerasan dilakukan oleh para Pembenci Wahabi yang terdapat “bidah” dalam dirinya,
termasuk Syiah. Dalam sejarahnya, Syiah menjadi musuh utama Wahabi baik dalam hal
doktrin yang bersebrangan, hingga gerakan-gerakan politik yang berlawanan. Wahabi yang
dianggap sebagai bentukan Inggris untuk memecahbelah Islam pun menjadia argument yang
cukup relevan jika dihubungkan dengan sejarahnya.

Upaya menemukan kaitan antara doktrin-doktrin Wahabi dengan aksi terorisme yang
menjadi isu kemanusiaan global ini kami lakukan didasari oleh berbagai macam sumber
yang menyebut bahwa akar terorisme adalah radikalisme, sementara radikalisme itu sendiri

35

David Commins, The Wahhabi Mission and Saudi Arabia (New York: I. B. Tauris & Co. Ltd., 2006), 185.

23

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

tidak lain adalah bagian penting dari dakwah-dakwah Wahabi yang menjiplak betul aksi
kaum khawarij -yang dianggap sebagai asal-muasala wahabi- di sejarah masa sahabatsahabat Nabi memimpin. Apakah wahabi teroris, tentu jawabannya bukan, namun
pertanyaan apakah teroris adalah wahabi? Sementara jawabannya “iya”.
Apa yang kemudian dapat kami simpulkan dalam makalah ini sebetulnya bukanlah
sebuah kesimpulan yang final karena sumber-sumber akurat karena kami tidak melakukan
analisis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan referensi Al-Quran, sementara perdebatan
antara Wahabi dan penolaknya terus menggunakan referensi-referensi Quran dan Sunnah
sebagai acuan mereka. Hal yang lakukan adalah menelisik asal-muasal dari bagaimana
Wahabi lahir dan berkembang, hingga bagaimana klaim kelomok-kelompok yang identic
dengan kekerasan terhadap doktrin Salafi yang masuk dalam garis perjuangan mereka.

24

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Daftar Pustaka
Buku/Jurnal
Achmad Jainuri, Radikalisme dan Terorisme: Akar Ideologi dan Tuntutan Aksi. Malang:
Intrans Publishingm 2016.
Algar, Hamid. 2002. Wahabism: A Critical Essay. New York: Islamic Publication
International.
Al-Chaidar. (n.d). Pemetaan Kelompok Islam Radikal Dan Islam Fundamentalis Di
Indonesia. Laporan Penelitian. Aceh: Universitas Malikusaleh.

Anshumali Shukla, Wahhabism and Global Terrorism, Internasional Journal of Innovation
and Applied Studies, vo. 9, No. 4 Dec 2014, pp 1521-1530.
August 24, Al-Kalbani, “Is Terrorism A Salafi Product? Al-Riyadh Magazine
Azra, Azzyumardi. 1996. Fundamentalisme Islam, Survey Historis dan Doktrinal,
Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme, hingga Post
Modernisme. Jakarta: Paramadina

Christoper M. Blancard, The Islamic Traditions of Wahabism and Salafiyya, CRS Report
for Congress, Conressional Research Service, The Library of confress, update Januari
2008.
David Commins, The Wahhabi Mission and Saudi Arabia (New York: I. B. Tauris & Co.
Ltd., 2006), 185.
Dillon, Michael. 2009. Wahabism. Is it a factor in The Spread of Global Terrorism?. United
States Naval Academy.
Khalid Abd el-Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2005).
Nasir, Sahilun, Pemikiran Kalam Teologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

Natana J. DeLong-Bas, Wahhabi Islam: From Revival and Reform to Global Jihad (London:
Oxford University Press, Inc., 2004), 292.
Paul Johnson dalam A.M. Hendropriyono, Terorisme, Jakarta: Penerbit Buku Kompas
(cetakan ke-1), 2009.
R. Wiyono, Pembahasan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Jakarta:
Sinar Grafika, 2014.
Reno Muhammad, ISIS: Mengungkap Fakta Terorisme Berlabel Islam, Jakarta: Noura
Books, 2016.
Samran, Imran. 1999. Sejarah dan Peradaban Islam. Banjarmasin: Institute Agama Islam
Negeri Antasari.
Schmid dan Jongman dalam Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme (cetakan ke1), Jakarta: Penerbit Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009.
Syekh Fathi Al Mishri Al Azhari, Radikalisme Sekte Wahabiyah, Mengurai Sejarah dan
Pemikiran Wahabiyah. Tangerang: Pustaka Asy’ari, 2010.
Wahid, Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam. Ekspansi gerakan Islam Tradisional di
Indonesia. Jakarta: The Wahid Institute.

Wahyudi, Yudian. 2009. Gerakan Wahabi di Indonesia. Yogyakarta:Nawesea

Internet
https://www.arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhabpejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html#sthash.AXeFGfkn.dpuf
http://islam.hilmi.eu/senior-saudi-salafi-cleric-isis-is-a-true-product-of-salafism/
http://www.newstatesman.com/world-affairs/2014/11/wahhabism-isis-how-saudi-arabiaexported-main-source-global-terrorism

Pemikiran Politik Islam
Pascasarjana Ilmu Politik – UNIVERSITAS INDONESIA

https://muslim.or.id/1276-wahabisme-versus-terorisme.html
https://www.arrahmah.com/read/2011/12/10/16742-ternyata-banyak-umat-islam-yangbelum-tahu-soal-salafi-dan-wahabi.html
http://saudi-tauhid-sunnah.blogspot.co.id/2012/07/sejarah-munculnya-gerakanwahabi.html
http://mondoweiss.net/2015/11/isis-wahhabi-doctrine/
https://www.geopoliticalmonitor.com/wahhabism-isis-and-the-saudi-connection/