Media Global dan Teknologi Informasi di

Reza Akbar Felayati (071311233075) - Globalisasi dan Masyarakat Informasi – Week 4

Media Global dan Teknologi Informasi di era Globalisasi: Menakar Kembali Relasi Media, Opini
Dunia, dan Kebijakan Luar Negeri
Di era globalisasi saat ini, banyak penstudi yang melihat bahwa terjadi sebuah pergeseran struktural yang
mengubah pemetaan relasi antara pemerintah dan rakyatnya. Salah satunya dikarenakan kemunculan
korporasi multinasional yang dalam perkembangannya menciptakan pola relasi politik baru, yang
sebelumnya hanya bersifat dua arah antara pemerintah dan rakyat menjadi trinitas yang terdiri dari
pemerintah, rakyat, dan pasar. Pergeseran semacam ini dipercayai tengah terjadi oleh Peter Wilkins dalam
bukunya The Political Economy of Global Communication. Wilkin (2001) menyatakan bahwa moda – moda
komunikasi massal seperti televisi, koran, dan radio pada awal kemunculannya merupakan bagian dari
instrumen pemerintah dan diatur dibawah regulasi resmi. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Curran dan
Seaton (dalam Wilkin 2001):
Radio and television spectra for example, allowed for a limited number of stations and these
needed to be regulated and coordinated in the public interest to prevent abuses of power. This, in
turn, has meant states have had to intervene on behalf of the public interest to ensure equality of
access and opportunity. States have always found a variety of means to regulate and control the
flow of information. On a more benign level they have used such methods as the issuing of
licences to transmit or broadcast, and to the use of taxation and subsidies. More coercively
states have used mechanisms such as direct censorship, control and licensing.
Ini menggambarkan bahwa pemerintah memiliki kontrol penuh atas media – media yang ada di negara

mereka. Media – media inipun digunakan sebagai instrumen kohesi rakyat dalam menjaring dukungan untuk
kebijakan – kebijakan domestik dan luar negeri negara mereka (Wilkin, 2001).
Hal ini mengalami pergeseran di tahun 1970an dengan semakin menjamurnya korporasi multinasional yang
tidak hanya bergerak di ranah industri, namun juga bergerak ke arah media dan informasi. Pergeseran ini
pun dipercaya Wilkin (2001) terjadi karena regulasi media oleh pemerintah nyatanya seringkali digunakan
untuk membatasi suara – suara sipil serta menciptakan propaganda, atau dalam istilah Wilkins disebut
sebagai The Tyranny of Minority. Dengan kemunculan globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi
komunikasi, dorongan liberalisasi negara – negara dalam aspek politik, pasar dan komunikasi pun semakin
kuat. Munculnya GATT dan TRIPS yang bercorak neoliberalisme kemudian menggeser dominasi
pemerintah dalam aspek media dan informasi dan beralih kepada korporasi – korporasi multinasional.
Contohnya terjadi oleh kantor berita nasional Amerika Serikat, Voice of America, di era setelah Perang
Dingin, yang semakin mengalami kesulitan dalam berkompetisi dengan kantor berita multinasional karena
terbatasnya angle pemerintah dalam menciptakan pemberitaan mengenai Amerika Serikat (Wang dan Hong,
2011). Di titik ini jugalah, korporasi – korporasi multinasional yang bergerak di bidang media mulai
melakukan merger dan pembukaan cabang – cabang kantor media mereka di berbagai belahan dunia,
memunculkan konsep media global.

Reza Akbar Felayati (071311233075) - Globalisasi dan Masyarakat Informasi – Week 4

Kemunculan korporasi multinasional sebagai pemain baru dalam media komunikasi global nyatanya tidak

sekedar membawa dampak positif. Banyak yang melihat saat ini media tengah mengalami proses
komodifikasi, yang mana informasi tidak lagi disampaikan secara objektif (meski konsep objektivitas dalam
informasi ini pun juga menuai kritik) dan mengalami proses framing sedemikian rupa sehingga di akhir
rantai informasi adalah pemilik media tersebutlah yang diuntungkan. Dengan kata lain, Wilkin (2001)
menyebut bahwa teknologi informasi dalam proses restrukturisasi ekonomi global merupakan bahan bakar
utama ide-ide yang mendorong kemunculan pasar kapitalis global, dengan media sebagai alat untuk
akumulasi modal global yang turut menciptakan perubahan kualitatif dalam hubungan sosial dalam wujud
masyarakat informasi. Pengaruh utama dari adanya pergeseran ini adalah terkait dengan opini dunia yang
dibentuk oleh media – media tersebut.
Opini dunia menurut Stearns (2005) berkaitan dengan kepercayaan dan tingkah laku masyarakat dunia
terhadap isu – isu tertentu, yang mana dibentuk dengan informasi yang tersebar secara mengglobal terkait
isu – isu tersebut. Di era globalisasi ini, Stearns (2005) memetakan ada dua saluran opini dunia utama, yang
pertama adalah Non Governmental Organization atau NGO dan yang kedua adalah media. Sebagaimana
dikatakan oleh Robinson (2002) pula bahwa media memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk
opini publik dunia. Melalui teori pengaruh media, Robinson (2002) menggambarkan bahwa relasi
masyarakat dan negara dalam kaitannya dengan kebijakan luar negeri mengalami pergeseran dengan
munculnya media. Melalui konsep policy uncertainty, yakni kondisi ketika ada suatu isu dan negara tidak
memiliki jawaban dan kebijakan yang cukup untuk menyelesaikannya, Robinson (2002) menyatakan bahwa
media dapat menggerakkan masyarakat untuk percaya bahwa pemerintah tidak dapat menjalankan perannya
sebagaimana mestinya. Selain itu, media dapat menciptakan framing tertentu dalam pemberitaan mereka

yang dapat mempengaruhi opini publik.
Contohnya, kebijakan Amerika Serikat untuk menurunkan pasukan dalam konflik Somalia pada tahun 1992
tidak terlepas dari framing media yang menyajikan kondisi Somalia yang kacau akibat perang dan
menekankan potensi kapabilitas Amerika Serikat sebagai negara adidaya pada saat itu (Robinson, 2002).
Framing media serupa juga terjadi ketika liputan media Inggris terkait berita krisis pengungsi di Goma di
Zaire pada tahun 1994, yang mana framing dibentuk untuk menghindari isu-isu politik dan sosial yang
mendasari lebih memilih wacana kemanusiaan sederhana yang berfokus pada NGO dan bantuan jangka
pendek (Robinson, 2002). Dengan kata lain, kebijakan – kebijakan luar negeri yang dibentuk oleh
pemerintah di era saat ini juga secara tidak langsung harus mendasarkan kepada pemberitaan yang ada di
media. Ketika media tidak lagi di tangan pemerintah, yang terjadi adalah tarik ulur kepentingan antara
pemerintah dan media, dalam kaitannya dengan pencapaian kepentingan dan mendapatkan dukungan rakyat.

Di sini penulis memosisikan diri bahwa salah satu ciri era globalisasi adalah melebarnya jarak antara kaya
dan miskin, serta munculnya komodifikasi informasi. Ketika informasi menjadi suatu komoditas yang

Reza Akbar Felayati (071311233075) - Globalisasi dan Masyarakat Informasi – Week 4

diperjualbelikan –dan hal ini merupakan kenyataan yang terjadi– maka informasi akan didapatkan, dibentuk,
dan disebarkan oleh mereka yang memiliki kapabilitas lebih. Selain itu, komodifikasi dan massifikasi
informasi akan semakin meminggirkan buruh – buruh konvensional dan menggantikan mereka dengan

buruh kerah putih atau white collar labor. Penulis mendasarkan argumennya pada pernyataan Adair (2010)
bahwa korporasi media global dalam prakteknya semakin membutuhkan profesional di bidang – bidang
tertentu dan tidak lagi membutuhkan buruh konvensional untuk kerja kasar, dan ketika hal tersebut didorong
dengan sifat dasar korporasi media yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah suatu negara, maka
buruh konvensional pun tidak memiliki wadah yang sesuai. Selain itu, informasi yang saat ini mengalami
proses komodifikasi pun menggambarkan bahwa akses untuk informasi hanya bisa dilakukan oleh mereka
yang memiliki biaya. Informasi pun mengalami pergeseran dari hak yang harus dipenuhi oleh negara,
menjadi komoditas yang diperjualbelikan.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa media global merupakan salah satu konsekuensi dari
kapitalisme yang bergerak secara lintas batas dengan mengendarai moda – moda komunikasi global dalam
persebarannya. Kapitalisme yang memasuki ranah media dalam perkembangannya berdampak signifikan
terhadap relasi persebaran informasi antara negara dan rakyat. Aktor kapitalis dalam wujud korporasi media
multinasional dapat ikut mengontrol dan memperjualbelikan arus informasi yang ada di era globalisasi saat
ini. Dengan kata lain, globalisasi yang dianggap sebagai era kebebasan informasi pada kenyataannya telah
dintrusi oleh kepentingan korporat untuk mendapatkan keuntungan.
Referensi:
Adair, S. (2010). The Commodification of Information and Social Inequality. Critical Sociology. 36 (1), 243
- 256.
Robinson, P, (2002). "Developing a Theory of Media Influence, " dalam The CNN Effect: The Myth of News,
Foreign Policy, and Intervention. London: Rouledge, hlm 25-45.

Stearns, Peter N. (2005). “World Opinion Expands Its Range”, dalam Global Outrage: the Impact of World
Opinion on Contemporary History, Oxford: Oneworld Publication, pp. 39-55.
Wang, Shaojung Sharon dan Junhao Hong, (2011). "Voice of America in the post-Cold War era:
Opportunities and Challenges to External Media services via New Information and Communication
Technology, " The International Communication Gazette, 73 (4) 343-358.
Wilkin, P. (2001). “Towards a Global Communication Industry”, dalam The Political Economy of Global
Communication: an Introduction, London: Pluto Press, pp. 24-52.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24