STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS SEMIKOKAS (COALITE) BERDASARKAN ANALISIS PROKSIMAT DAN NILAI KALORI DI PABRIK BRIKET PT BUKIT ASAM (PERSERO) TBK

Seminar Nasional AVoER IX 2017
Palembang, 29 November 2017
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI TERHADAP
RENDEMEN DAN KUALITAS SEMIKOKAS (COALITE) BERDASARKAN ANALISIS
PROKSIMAT DAN NILAI KALORI DI PABRIK BRIKET
PT BUKIT ASAM (PERSERO) TBK
Enggal Nurisman1, Jihan F.Lubis2 Ari Wahyudi2
1

2

Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya, Palembang
Teknik Pertambangan Batubara, Politeknik Akamigas Palembang, Palembang
Corresponding author : nurisman9908@gmail.com

ABSTRACT : Coal Briquette Plant PT Bukit Asam (Persero) Tbk located in Banko Barat, Tanjung Enim has an
installed production capacity of 10,000 tons / year and uses carbonization process to produce high quality briquettes.
The process of carbonization will convert coal into semi coke (coalite) as the main raw material of carbonization
briquette. This research was conducted using three variations on the temperature range of carbonization ie sa mple A

(470 ° C-475 ° C), sample B (480 ° C-490 ° C) and sample C (495 ° C-500 ° C) in a capacity carbonization unit 5 tons /
hour continuously. The sample used was initially prepared by homogenizing the size of the crusher screen for a grain
size of ≤ 50 mm and dried by a rotary dryer at a temperature of 600 ° C - 800 ° C. Subsequently the sample was
carbonized using a fluidized carbonizer with 3 predetermined temperature variations. The result of semi coke (coalite)
shows the higher the temperature indicates the lower the quantity of rendemen. The highest yield was obtained at A
(495 ° C-500 ° C) sample by 57 % and decreased to 42% at the highest temperature of carbonization. Based on the
proximate analysis it was found that the increase in temperature showed a decrease in fixed carbon from 72.1% to
70.2% as a result of ash content increase. The increase in temperature of the carbonization process also affected the
decrease of coalite calorific value of 6,616 cal / gr to 6,289 cal / gr.
Key Note : coalite, fluidized carbonizer, proximate analysis, coal briquette

ABSTRAK : Pabrik Briket Batubara PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang berlokasi di Banko Barat, Tanjung Enim
memiliki kapasitas produksi terpasang 10.000 ton/tahun dan menggunakan proses karbonisasi untuk menghasilkan
briket yang berkualitas tinggi. Proses karbonisasi akan mengubah batubara menjadi semikokas ( coalite) sebagai bahan
utama proses pembuatan briket karbonisasi. Penelitian yang dilakukan menggunakan tiga variasi range suhu karbonisasi
yaitu sampel A (470°C-475°C), sampel B (480°C-490°C) dan sampel C (495°C-500°C) pada unit karbonasi yang
berkapasitas 5 ton/jam secara kontinu. Sampel yang digunakan awalnya dipreparasi melalui proses homogenisasi
ukuran dengan crusher screen hingga ukuran butir ≤ 50 mm dan dikeringkan dengan rotary dryer pada suhu 600°C –
800°C. Selanjutnya sampel tersebut dikarbonisasi menggunakan fluidized carbonizer dengan 3 variasi suhu yang telah
ditentukan. Hasil rendemen karbonasi (coalite) menunjukkan semakin tinggi temperatur menunjukkan semakin rendah

kuantitas rendemen. Hasil rendemen terbanyak diperoleh sampel A (495°C-500°C) sebesar 57% dan semakin berkurang
menjadi 42 % pada suhu tertinggi karbonisasi. Berdasarkan analisis proksimat ternyata diketahui bahwa peningkatan
temperatur menunjukkan penurunan fixed carbon dari 72,1 % menjadi 70,2% sebagai dampak dari peningkatan kadar
abu (ash content). Kenaikan temperatur proses karbonisasi juga berdampak terhadap penurunan nilai kalori coalite dari
6.616 cal/gr menjadi 6.289 cal/gr
Kata Kunci: semikokas, fluidized carbonizer, analisis proksimat, briket batubara.

PENDAHULUAN
Saat ini pemanfaatan briket batubara sebagai bahan
bakar alternatif industri kecil dan rumah tangga memang
kalah populer dibandingkan dengan penggunaan gas
elpiji. Namun, mengingat jumlah cadangan batubara

yang besar di Indonesia sebanyak 8.26 miliar ton (Dirjen
Minerba, 2011) dan Blue Print Pengelolaan Energi
Nasional yang bertujuan meningkatkan proporsi
pemanfaatan batubara, tentu briket batubara tak bisa
dilepaskan dari opsi pemanfaatan batubara tersebut.
Penggunaan briket batu bara oleh kalangan industri kecil


Enggal Nurisman

dan menengah diharapkan mampu mengurangi konsumsi
bahan bakar LPG subsidi dan minyak tanah.
PT Bukit Asam (Persero) Tbk tetap melanjutkan
operasi produksi olahan batu bara jadi briket meskipun
dalam enam tahun terakhir produksinya pun mengalami
penurunan secara signifikan (M Jamil, 2015). Pada 2009,
total produksi briket Bukit Asam mencapai 22.867 ton
dengan serapan penjualan mencapai 22.182 ton.
Sementara pada 2014 produksinya hanya 16.384 ton
dengan serapan penjualan mencapai 15.623 ton.Margin
keuntungan dapat diperoleh jika produksi briket batu
bara mereka melampaui angka 20.000. Target itu
menurutnya akan sulit dicapai selama pemerintah masih
memberikan subsidi pada konsumsi LPG. Pengurangan
subsidi akan memaksa konsumen untuk mencari bahan
bakar alternatif lain yang lebih murah dan menciptakan
pasar bagi briket batu bara.
Konsumen briket produksi Bukit Asam masih

didominasi industri peternakan ayam sebesar 84,93%.
Sebaran pasar terbesar berada di wilayah Jabodetabek
sebesar 27,61%. Harga jual per kilonya mencapai Rp
1.500 untuk briket non karbonisasi dan Rp 2.500 untuk
briket karbonisasi. Untuk memperluas pasar, Bukit Asam
sudah mencoba mencari pasar di luar negeri dengan
mengekspor ke Filipina namun belum mampu bersaing
dengan briket asal Cina.
Oleh sebab itu, untuk menghasilkan produksi briket
batubara yang berkualitas tinggi dan mampu bersaing,
diperlukan upaya untuk mengoptimalkan kondisi operasi
pada pabrik briket PTBA. Penelitian yang dilakukan
tentang briket karbonisasi memang sudah banyak
dikembangkan antara lain Solihin (2004), menganalisa
tentang pengaruh ukuran butir dalam proses karbonisasi
coalite, Hartati (1995), karakteristik briket karbonisasi
untuk rumah tangga.. Selain itu Hasworo Edi (2007) juga
telah meneliti tentang pengaruh suhu dan waktu
karbonisasi tempurung kelapa terhadap kualitas briket
arang dengan proses pirolisis. Penelitian S.Putro, dkk

(2005) menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur
dan waktu karbonisasi, maka nilai kalor dan kadar
karbon semakin meningkat sedangkan kadar air dan
volatile matter semakin menurun pada pembuatan briket
dari sekam padi dan jerami.
Pada
umumnya
penelitian
tentang
briket
menggunakan limbah biomassa sebagai bahan baku
briket dan dilakukan dalam skala lab maupun prototipe
dengan proses batch (non kontinu). Oleh sebab itu,
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
kondisi operasi terutama aspek temperatur karbonisasi
terhadap rendemen dan kualitas coalite sebagai bahan
baku briket karbonisasi dalam skala pabrik yang
berkapasitas 5 ton/jam secara kontinu.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Baku

1. Batubara
Batubara yang digunakan merupakan batubara
dengan nilai kalori 5900 kcal/kg dari hasil penambangan
Banko Barat. Batubara digunakan dalam material utama

pembuatan briket. Data spesifikasi batubara yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi bahan baku batubara

B. Proses pembuatan
1. Diagram alir proses karbonisasi dan briket

Gambar 1. Alir proses karbonisasi
2. Diagram alir proses pembuatan briket

Gambar 2. Bagan alir proses pembuatan briket
Proses pembuatan briket harus dilakukan dengan
baik dan sesuai prosedur. Adapun proses pembuatan
briket mulai dari sistem karbonisasi, blending komposisi
dan pembuatan briket. Berikut adalah tahapantahapannya :

1. Batubara dipreparasi di stockpile untuk kemudian
dikeringkan secara air dried basis (diangin-anginkan)

Gambar 3. Stockpile batubara

2. Batubara selanjutnya diproses dalam alat crusher
screen untuk mereduksi ukuran butir dan
homogensiasi batubara (bahan baku) dengan ukuran
butir ≤ 50 mm dengan kapasitas 5 ton per jam

Pengaruh Temperatur Karbonisasi Terhadap Rendemen dan Kualitas Coalite

7. Gas yang telah dipisahkan melalu cyclone akan
dimanfaatkan kembali dalam furnace untuk
pembakaran gas hasil karbonisasi, pengeringan briket
dalam continous dryer, dan pengeringan batubara
dalam rotary dryer pada temperatur 900°C – 1200°C.
Gambar 4. Crusher screen
3. Kemudian batubara menuju rotary dryer untuk
mengeringkan bahan baku batubara yang telah

dihomogenisasi pada temperatur entrance 600°C –
800°C dan temperatur exit 150°C – 200 °C.
Gambar 9 Furnace

Gambar 5. Rotary dryer

8. Setelah melalui seluruh tahapan karbonisasi, maka
diperoleh coalite dan di tempatkan pada stockpile
untuk kemudian diblending dengan tanah liat atau
clay sebagai bahan baku pembuatan briket
karbonisasi. Stockpile coalite memiliki kapasitas 400
ton. Selanjutnya coalite akan ditimbang dan dianalisa
lebih lanjut.

4. Setelah dikeringkan batubara selanjutnya diproses
pada screen -crusher untuk homogenisasi kembali
bahan baku yang telah dikeringkan tersebut

Gambar 10. Stockpile coalite
Gambar 6. Screen- crusher

5. Batubara selanjutnya menuju fluidized carbonizer
untuk karbonisasi batubara dengan 3 rentang
temperatur untuk sampel A (470°C-475°C), sampel
B (480°C-490°C) dan sampel C (495°C-500°C).

HASIL PENELITIAN
A. Pengaruh Temperatur
Karbonisasi
terhadap
Rendemen Coalite
Coalite yang diperoleh melalui proses karbonisasi
dihitung rendemennya dan dianalisa kualitasnya
berdasarkan proximate analysis dan nilai kalori.
Rendemen .karbonisasi merupakan penyusutan material
dari hasil karbonisasi pada temperatur tertentu dengan
material sebelumnya. Grafik pengaruh perbedaan
temperatur standar operasi karbonisasi terhadap
rendemen dapat dilihat pada Gambar 11.

6. Setelah batubara di karbonisasi maka produknya

akan menjadi semikokas atau coalite dan sebagian
lainnya berupa gas yang akan diproses dengan
cyclone sebanyak 3 x 2 unit pada temperatur
semikokas ±460°C (coalite receiver).
.

Rendemen (%)

Gambar 7. Fluidized carbonizer

60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C

Temperatur sampel

Gambar 11. Grafik pengaruh temperatur terhadap persen
rendemen.

Gambar 8 Cyclone

Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
temperatur menyebabkan rendemen material yang

Enggal Nurisman

B. Pengaruh Perbedaan Temperatur Terhadap Kualitas
Coalite
1. Pengaruh temperatur terhadap Total Moisture (TM)
coalite

5
4,5
4
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C
Temperatur sampel

Gambar 13. Grafik temperatur dan persen inherent
Moisture coalite

6
5,8
5,6
5,4
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C
Temperatur sampel

Ash content (%)

3. Pengaruh perbedaan temperatur terhadap ash content
coalite

6,2
Total moisture (%)

terpengaruh oleh adanya penggunaan water spray
sebagaimana halnya pada analisis Total Moisture (TM) .
5,5
Inherent moisture (%)

dihasilkan berkurang. Pada temperatur sampel C (495°C500°C) rendemen yang dihasilkan sebanyak 42% lebih
rendah jika dibandingkan pada temperature yang lebih
470°C-475°C yang hasil rendemennya lebih besar yaitu
57%. Hal ini disebabkan karena peningkatan temperatur
diatas 470°C di fluidized carbonizer menyebabkan
sebagian unsur karbon dan volatile matter ikut terbakar
sehingga sebagian material menjadi abu.

20
15
10
5
0
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C

Gambar 12. Grafik pengaruh temperatur terhadap
Total Moisture (TM) coalite

2. Pengaruh perbedaan temperatur terhadap inherent
Moisture coalite
Grafik pada Gambar 13 menunjukkan terjadinya
penurunan inherent Moisture akibat adanya peningkatan
temperatur. Pada sampel C (495°C-500°C) kandungan
inherent Moisture menurun,dan menunjukkan hasil yang
teretndah yaitu 4,5%, karena pada saat karbonisasi
tersebut terjadi vaporasi pada kadar air yang tertambat
pada pori batubara tersebut. Selain itu hal ini
menunjukkan bahwa
inherent
Moisture
tidak

Gambar 14. Grafik temperatur terhadap persen ash
content coalite
Grafik di atas menunjukkan terjadinya kenaikan ash
content akibat adanya peningkatan temperatur. Pada
sampel C (495°C-500°C) kandungan ash content
meningkat, menjadi 16,4%. Peningkatan ash content
terjadi karena adanya komposisi material yang terbakar
pada temperatur tinggi sehingga hasil material banyak
mengandung abu.Kandungan abu yang diperoleh dari
hasil analisa dapat berupa inherent ash yang terbentuk
dari unsur pokok mineral bahan tumbuhan saat proses
sedimentasi dan coalifikasi tumbuhan yang bercampur
dengan lumpur. Namun tidak menutup kemungkinan abu
tersebut berasal dari associated ash berupa zat mineral
yang belum terpisah saat penambangan maupun
adventious ash yang berasal dari floor atau roof tambang
sebagai akibat kondisi geologis setempat.
4. Pengaruh perbedaan temperatur terhadap volatile
matter coalite
Volatile matter (%)

Grafik menunjukkan terjadi perubahan total moisture
yang fluktuatif. Pada sampel A (470°C-475°C) dan
sampel B (480°C-490°C) terjadi penurunan total
moisture dan pada sampel C (495°C-500°C) terjadi
kenaikan. Seharusnya semakin tinggi temperatur maka
total moisture semakin berkurang. Kenaikan total
moisture pada sampel C (495°C-500°C) dapat
disebabkan karena ketika hasil karbonisasi keluar dari
fluidized carbonizer terjadi penurunan temperatur
dengan menggunakan water spray agar temperatur
coalite tersebut dapat turun ke temperatur normal
sehingga dapat diproses selanjutnya. Pada saat
penambahan water spray menyebabkan pada sampel C
(495°C-500°C) terjadi kondisi pembasahan (wetting)
karena adanya proses adsorpsi air dengan kuantitas yang
cukup banyak, sehingga menyebabkan total moisture
pada sampel C (495°C-500°C) meningkat.

Temperatur sampel

20
15
10
5
0
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C
Temperatur sampel

Gambar 15. Grafik temperatur dan persen volatile matter
coalite.

Pengaruh Temperatur Karbonisasi Terhadap Rendemen dan Kualitas Coalite

Grafik yang ditunjukkan pada gambar 15
menunjukkan terjadinya penurunan Volatile Matter
terhadap peningkatan temperatur. Pada sampel C
(495°C-500°C) kandungan volatile Matter berkurang
menjadi 8,9%. Penurunan volatile Matter terjadi karena
pada kondisi temperatur tinggi menyebabkan terjadi
penguapan unsur volatile yang terdiri dari gas-gas yang
bersifat
combustible
seperti
metana,
karbon
monookasida maupun sebagian kecil uap berupa tar,
hasil pemecahan termis karbondiokasida dari karbonat
pada material batubara. Unsur volatile matter ini dapat
digunakan untuk menentukan rank batubara, klasifikasi
dan proporsinya dalam blending serta aspek efisiensi
pembakaran.

7. Pengaruh Perbedaan Temperatur Terhadap Nilai
Kalori Coalite.

6.700

fixed

73
72
71
70
69

calori (cal/gr)

Fixed carbon (%)

5. Pengaruh perbedaan temperatur terhadap
carbon coalite

A dan B menyebabkan kadar sulfur meningkat. Namun,
pada sampel C (495°C-500°C) kandungan total sulfur
justru berkurang. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena perbedaan karakteristik sulfur baik yang bersifat
sulfur piritik yang berasosiasi dengan extraneous mineral
matter maupun organic sulfur. Jika unsur sulfur ini
terbakar akan menyebabkan terbentuknya dua sifat
berbeda gas SO2 dan gas SO3. Gas SO2 sifatnya mudah
terbakar sedangkan SO3 bersifat sangat reaktif. Oleh
karena itu, grafik sampel menunjukkan hasil fluktuatif.

6.600

6.616

6.580

6.500
6.400
6.300

6.289

6.200
6.100
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C

Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C
Temperatur sampel

Temperatur sampel

Gambar 16. Grafik pengaruh temperatur dan persen fixed
carbon coalite.

Gambar 18. Grafik Pengaruh Temperatur Terhadap
Kalori Coalite

Fixed carbon merupakan zat yang tidak menguap dan
tersisa setelah kandungan moisture, volatile matter dan
kadar abu dihilangkan. Pada Gambar 16 menunjukkan
terjadinya penurunan fixed carbon terupakan hadap
peningkatan temperatur. Pada sampel C (495°C-500°C)
kandungan fixed carbon berkurang menjadi 70,2%.
Penurunan fixed carbon terpengaruh karena kualitas total
moisture dan ash content yang meningkat.

Gambar diatas menunjukkan terjadinya penurunan
kalori coalite terhadap peningkatan temperatur.
Kenaikan temperatur proses karbonisasi berdampak
terhadap penurunan nilai kalori coalite dari 6.616 cal/gr
menjadi 6.289 cal/gr.. Nilai kalori batubara merupakan
sejumlah panas dari unsur combustible seperti C,H dan S
dikurangi karbonan dan dipengaruhi reaksi endotermis
dan eksotermis yang terjadi pada impurities batubara.
Penurunan nilai kalori ini tidak terlepas dari efek
komposisi analisa proksimat coalite yang dihasilkan.
Peningkatan temperatur yang menyebabkan turunnya
fixed carbon serta peningkatan ash content memberikan
dampak penurunan nilai kalorinya.

6. Pengaruh perbedaan temperatur terhadap total sulfur
coalite
Total sulfur (%)

0,7
0,65
0,6
0,55
Sampel (A) 470°C- Sampel (B) 480°C- Sampel (C) 495°C475°C
490°C
500°C
Temperatur sampel

Gambar 17. Grafik temperatur dan persen total sulfur
coalite
Grafik di atas menunjukkan kondisi pengaruh
temperatur yang fluktuatif terhadap kandungan sulfur
pada coalite. Awalnya kenaikan temperatur pada sampel

KESIMPULAN
1. Proses karbonisasi merupakan konversi dari zat
organik menjadi karbon atau residu yang
mengandung karbon melalui pirolisis sehingga dapat
merubah batubara menjadi semikokas (coalite)
sebagai bahan utama proses pembuatan briket
karbonisasi.
2. Karboninasi yang dilakukan menggunakan fluidized
carbonizer yang berkapasitas 5 ton/dengan tiga
variasi range suhu karbonisasi yaitu sampel A
(470°C-475°C), sampel B (480°C-490°C).

Enggal Nurisman

3. Semakin tinggi temperatur karbonisasi menyebabkan
persentase rendemen coalite yang dihasilkan akan
semakin berkurang, Hasil rendemen terbanyak
diperoleh sampel A (495°C-500°C) sebesar 57% dan
semakin berkurang menjadi 42 % pada suhu tertinggi
karbonisasi
4. Peningkatan
temperatur
karbonisasi
juga
menyebabkan penurunan fixed carbon dari 72,1 %
menjadi 70,2% sebagai dampak dari peningkatan
kadar abu (ash content). Kenaikan temperatur proses
karbonisasi juga berdampak terhadap penurunan nilai
kalori coalite dari 6.616 cal/gr menjadi 6.289 cal/gr.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2011), Indonesia Mineral and Coal Mining
Statistics, Dirjen Minerba, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Jakarta.
D W Van Krevelen (1981), Coal Science and
Technology 3, Elsevier Scientific Publishing
Company, Oxford-New York
Dianjiwa, V, 2015, Meski Rugi, PTBA Tetap Produksi
Briket Batu Bara, www.tambang.co.id, artikel 5
Oktober 2015 | 18:00 WIB.
H P Tiwari, et al (2012), Study on Heating of Coal
during Carbonization in Non-Recovery Oven, online
journal IJMEE, India
Hartati , Ika Budi (1995), Karakterisasi briket batubara
karbonisasi untuk rumah tangga, UNDIP, Semarang
Hasmoro, Edi (2007), Pengaruh Suhu dan Waktu
Karbonisasi Tempurung Kelapa terhadap Kualitas
Briket arang dengan Proses Pirolisis, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Himawanto,D.A,dkk (2006), Analisis Pengaruh Variasi
Temperatur Karbonisasi terhadap Sifat Briket Lokal,
Prosiding Seminar Nasional Kreativitas Mesin
Brawijaya, Malang.
Kirk, R.E. and Othmer, D.F., (1980), Encyclopedia of
Chemical Technology, The Interscience Inc., New
York.
Osborn, D.G. 1988. Coal Preparation Technology. Vol 1
& 2, Graham Trotman Limited a Member of Kluwer
Academic Publisher Group .
Solihin, 2004, Kajian Pengaruh Distribusi Ukuran Butir
Terhadap Kualitas Daya Serap Karbon Aktif Yang
Dibuat Dari Batubara Terkarbonisasi (Coalite) P.T.
Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan,
UNISBA, Bandung