Hubungan kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D dengan indeks Scoring of Atopic Dermatitis (SCORAD) pada anak dermatitis atopik
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Dermatitis Atopik
2.1.1. Defenisi
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang sangat gatal dan bersifat
kronik, yang berhubungan dengan atopi.3,4 Atopi adalah kecendrungan
seseorang untuk memproduksi antibodi Imunoglobulin E (IgE) dan menimbulkan
sensitisasi sebagai respon terhadap pencetus dari lingkungan.17 Studi di
Netherland tahun 1996 menyebutkan bahwa bila salah satu orangtua memiliki
penyakit alergi maka anak mempunyai risiko 20–40% menderita penyakit alergi.
Apabila kedua orangtuanya memiliki penyakit alergi maka risiko menjadi 60–
80%, apabila saudara kandung memiliki penyakit alergi maka anak mempunyai
risiko 20–30%. Sedangkan bila orangtua tidak memiliki penyakit alergi maka
risiko anak menderita penyakit penyakit alergi sebesar 10%.18
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%) terdapat peningkatan kadar
IgE total dan eosinofil didalam darah.1
2.1.2. Patofisiologi
Patofisiologi DA belum diketahui secara pasti, kelainan ini muncul sebagai hasil
dari interaksi kompleks antara fungsi barier kulit, abnormalitas imun, faktor
lingkungan dan agen infeksi.4
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1 Abnormalitas imun
Studi intensif menyatakan peranan disregulasi sel T helper 1 (TH1) dan T helper
2 (TH2), produksi IgE, hiperaktifitas sel mast, sinyal sel dendrit dalam terjadinya
inflamasi dermatosis yang gatal dan bersifat kronik yang merupakan tanda khas
untuk dermatitis atopik.19 Pada eksema akut differensiasi Th2 dan CD4+ lebih
dominan. Hal ini menyebabkan meningkatnya produksi IL-4, IL-5 dan IL-13, yang
kemudian meningkatkan level IgE dan differensiasi Th1 dihambat.20
Gambar 1 Keseimbangan sel T pada alergi21
2.1.2.2. Pertahanan Kulit
Kulit kering pada DA diakibatkan oleh transepidermal water loss yang meningkat
dan kemampuan kulit untuk mengikat air menurun.20 Hal ini memudahkan
masuknya molekul besar seperti alergen, bakteri dan virus. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
mekanisme yang menyebabkan kulit kering yaitu berkurangnya ceramid pada
kulit, yang berfungsi sebagai molekul yang menahan air pada ekstra sel,
perubahan PH stratum korneum, enzim chymotriptic yang berlebihan dan
kelainan pada filargin.3 Kulit kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal
menurun, sehingga dengan rangsangan ringan seperti iritasi wol, rangsang
mekanik dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.1
Pertahanan kulit yang abnormal terjadi karena mutasi gen filaggrin, yang
memberi kode struktur protein penting untuk pembentukan pertahanan kulit. Kulit
individu dengan DA menunjukkan defisiensi ceramid (molekul lipid) sama seperti
peptide antimikroba yaitu cathelicidin, yang muncul pertama sekali melawan
agen infeksi.4
Homeostasis barier kulit diperoleh dari keseimbangan perubahan lapisan
keratinosit menjadi korneosit untuk menggantikan korneosit pada permukaan
kulit (deskuamasi), selanjutnya terjadi pemecahan korneodesmosom yang
berikatan dengan korneosit oleh serine protease yang disebut kallikrein (KLKs).
Aktivitas kallikreins yang berlebihan dapat merusak pertahanan kulit melalui
pemecahan dini korneodesmosom oleh kallikrein dan meningkatnya deskuamasi
korneosit.22
2.1.2.3. Faktor lingkungan
Sejak tahun 1980 kasus dermatitis atopik, asma bronkial dan rhinitis alergi
meningkat pesat disebabkan oleh faktor lingkungan. Polusi udara yang
dihasilkan dari kendaraan, produksi energi dan pabrik-pabrik, air condition dan
Universitas Sumatera Utara
penghangat, perubahan lingkungan didalam rumah, perubahan makanan
berperan sebagai faktor terjadinya dermatitis atopik.23
Anak dengan riwayat atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen
lingkungan dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe I
( tipe cepat ).1
2.1.2.4. Agen Infeksius
Agen infeksius yang paling sering terlibat dalam dermatitis atopik adalah
Staphylococcus aureus, yang membentuk kolonisasi sekitar 90% pada pasien
DA.4
2.1.3. Gambaran klinis
Gambaran klinis AD bervariasi berdasarkan umur, dan dapat berbeda selama
proses penyakit. Gejala khas dan utama adalah rasa gatal, dapat sangat berat
sehingga mengganggu tidur. 23
Hill dan Uizberger membagi DA menjadi 3 fase:23
1. Fase bayi (infantile) : usia 0 – 2 tahun
Lesi mulai pada pipi dan kepala, dapat timbul pula di dahi, telinga, leher dan
kadang badan. Dengan bertambah usia, lesi dapat mengenai bagian
ekstensor ekstremitas. Lesi bersifat akut, berupa lesi eritematosa, papul,
vesikel, erosi, eksudasi/oozing dan krusta.
Universitas Sumatera Utara
2. Fase anak : usia 2 tahun – pubertas
Distribusi lesi simetris didaerah fleksural yaitu pergelangan tangan,
pergelangan kaki, tangan, kaki, daerah antekubital, popliteal, leher dan
infragluteal. Lesi lebih bersifat kronik, lebih kering, berupa plak eritematosa,
skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta dan ekskoriasi.
3. Fase dewasa : usia pubertas – dewasa
Lokasi pada lipatan fleksural, wajah, leher, lengan atas, punggung serta
bagian dorsal tangan, kaki, jari tangan dan jari kaki. Lesi kering berupa
papul/plak eritematosa, skuama dan likenifikasi
2.1.4. Diagnosis
Hanifin dan Rajka pada pertengahan tahun 1980 mengenalkan formulasi
gambaran diagnostik yang didiskusikan selama simposium Internasional DA.
Diagnosis DA ditegakkan apabila pasien memenuhi 3 dari 4 kriteria mayor dan 3
dari 23 kriteria minor.25,27 Kriteria Hanifin dan Rajka ini telah menjadi baku emas
untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik.28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Kriteria Hanifin dan Rajka24
Kriteria mayor ( ada 3 dari 4 )
Pruritus
Tipe Morfologi dan distribusi lesi kulit
Kronik Dermatitis atau dermatitis relap
Riwayat atopik
Kriteria Minor ( ada 3 dari 23)
Xerosis
Iktiosis
Reaktifitas cepat uji kulit (tipe 1)
Peningkatan IgE
Onset cepat
Kecendrungan terjadi infeksi kulit
Mudah muncul dermatitis pada tangan dan kaki
Eksema putting susu
Cheilitis
Konjunktifitis berulang
Lipatan infra orbita Dannie-Morgam
Keratokonus
Katarak anterior subkapsular
Kehitaman didaerah mata
Pucat pada wajah
Pityriasis alba
Lipatan leher depan
Gatal saat berkeringat
Intoleransi terhadap wol dan larutan lemak
Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Faktor lingkungan/emosional
White dermografism/delayed banch
2.1.5. Derajat keparahan
Derajat keparahan DA dinilai dengan menggunakan Score of Atopic Dermatitis
(SCORAD).27 Indeks SCORAD dikembangkan oleh European Task Force on
Atopic Dermatitis (ETFAD) pada tahun 1993 dan merupakan salah satu alat ukur
yang paling sering digunakan untuk menilai derajat keparahan DA.28
Penilaian SCORAD :
1. Luas lesi kulit ( skor = 0 -100)
Universitas Sumatera Utara
Luas lesi kulit yang dihitung adalah lesi inflamasi dan tidak mencakup kulit
kering, dengan menggunakan “rule of nine” dan lesi digambarkan pada
lembar evaluasi. Luas satu telapak tangan pasien menggambarkan 1 % luas
permukaan tubuh. Pada pasien berusia dibawah 2 tahun terdapat sedikit
perbedaan penilaian “rule of nine” yakni pada daerah kepala dan tungkai
bawah.
2. Intensitas morfologi lesi ( skor = 0 – 18)
Morfologi lesi menilai eritema, edema papul, eksudat/krusta, ekskoriasi,
likenifikasi dan kulit kering. Setiap morfologi lesi dinilai intensitasnya
berdasarkan panduan gambar/foto ( 0 = tidak ada lesi, 1 = ringan, 2 =
sedang, 3 = berat).
3. Keluhan subjektif ( skor = 0-20)
Penilaian keluhan subjektif terhadap rasa gatal dan gangguan tidur selama 3
hari terakhir. Penilaian dilakukan dengan menggunakan visual analog scale
(VAS) yang dinyatakan dalam skor 0 – 10 untuk masing- masing kriteria.
Indeks SCORAD adalah hasil penjumlahan A/5+7B/2+C, yaitu A= luas lesi, B
= intensitas morfologi lesi dan C= keluhan subjektif pasien.
Tabel 2. Klasifikasi tingkat keparahan Dermatitis atopik28
Keparahan DA
Indeks SCORAD
Ringan
< 25
Sedang
25 – 50
Berat
>50
Universitas Sumatera Utara
2.2.Vitamin D
2.2.1. Definisi
Vitamin D adalah suatu hormon dengan fungsi fisiologi yang banyak.
Metabolitnya disimpan dijaringan dan disirkulasi diplasma.29 Vitamin D memiliki
peranan penting dalam menjaga kadar serum kalsium dan fosfor serta memiliki
efek dalam membentuk dan menjaga kekuatan tulang terutama pada masa
pertumbuhan.8,30
2.2.2. Struktur vitamin D
Vitamin D memiliki 2 bentuk utama prekursor yaitu vitamin D3 yang disebut
cholecalciferol dan vitamin D2 yang disebut ergocalciferol, kedua prekursor
vitamin ini memiliki struktur molekul yang berbeda.8
2.2.3 Sumber vitamin D
Manusia memperoleh vitamin D dari paparan sinar matahari, melalui makan dan
suplemen.11 Sumber utama vitamin D pada manusia adalah paparan sinar
matahari.31 Vitamin D3 (Cholecalciferol) disintesis dikulit oleh sinar matahari.29
Radiasi sinar ultraviolet D (panjang gelombang 290-315 nm) masuk kedalam
kulit dan mengubah 7-dehidrokolesterol menjadi previtamin D 3. 11 Vitamin D2
(Ergocalciferol) terdapat pada tumbuhan dan beberapa jenis ikan, termasuk
minyak ikan seperti salmon, makarel, herring dan minyak hati ikan cod.6,30,31
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Metabolisme vitamin
Vitamin D3 berasal dari 2 sumber yaitu paparan sinar ultraviolet B dari sinar
matahari dan dari makanan.32,33 Radiasi sinar ultraviolet menembus lapisan kulit
dan mengubah 7-dehydrocholesterol menjadi vitamin D3.12 Vitamin D3 yang
berlebih akan kembali dihancurkan oleh sinar matahari, sehingga walaupun terus
terpapar dengan cahaya matahari tidak akan mengakibatkan intoksikasi vitamin
D. Vitamin D2 diproduksi melalui proses penyinaran radiasi ultraviolet pada
ergosterol dari tumbuhan jamur dan memasuki sistem sirkulasi tubuh melalui
konsumsi diet.8,11
Vitamin D2 ( ergocalciferol ) atau vitamin D3 ( Cholecalciferol ) kemudian
dimetabolisme di hati menjadi 25-hydroxyvitamin-D (25(OH)D) atau Calcidiol,
yang merupakan metabolit vitamin D yang stabil dan paling banyak berada di
dalam serum manusia.11,12 25(OH)D merupakan suatu pro-hormon, memiliki
waktu paruh 3 minggu didalam serum manusia, dan cukup akurat menunjukkan
total vitamin D yang tersimpan ditubuh.13 Calcidiol atau 25(OH)D kemudian akan
dimetabolisme di ginjal dengan bantuan enzym 25-hydroxyvitamin D-1αhydroxylase menjadi bentuk aktif 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH) 2 D].32,35
Calcitriol ( 1,25-dihydroxyvitamin D ) adalah metabolit aktif vitamin D yang
menyerupai hormon. Calcitriol berperan pada regulasi skeletal meliputi imunitas
dan metabolism glukosa.13,33
1,25(OH) 2 D
meningkatkan
paparan
dari
25-hydroxyvitamin
D-24-
hydroxylase (24-OHase) untuk penguraian 1,25(OH) 2 D dan 25(OH)D menjadi
molekul larut air yang disebut calcitroic acid.31
Universitas Sumatera Utara
Sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di ginjal sangat dipengaruhi oleh hormon
paratiroid, serum kalsium, fosfor dan fibroblast growth factor 23 (FGF-23).
Penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D dapat terjadi melalui adanya umpan
balik dari penurunan sintesis dan sekresi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid.
Peningkatan
hormon
paratiroid
akibat
hipokalsemia
akan
menghantarkan sinyal yang menginduksi sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di
ginjal.35
Gambar 2. Metabolisme dan sintesis vitamin D dan regulasi kalsium, fosfor.11
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Manfaat vitamin D
Vitamin D berperan penting untuk mempertahankan kesehatan tulang.
Defisiensi vitamin D berhubungan dengan supresi absorbsi kalsium diusus
yang berakibat terganggunya keseimbangan Kalsium, yang berdampak
rendahnya densitas tulang. Hal ini akan meningkatkan risiko patah tulang
terutama pada orang tua.8
Vitamin D juga memiliki fungsi meringankan kanker, dimana vitamin D
dapat menginduksi diferensiasi fungsi sel secara normal, dan menghambat
proliferasi, sifat invasif, angiogenesis dan potensi metastasis pada suatu
keganasan. Vitamin D juga berperan pada penyakit autoimun seperti
multipelsklerosis, dimana 25( OH )D meningkatkan serum transforming growth
factor (TGF)-β1 yang merupakan sitokin anti inflamasi penting pada multiple
sklerosis. Vitamin D juga dapat mengurangi hipertensi, dimana vitamin D
bekerja menghambat ekspresi renin pada juxtaglomerulus dan memblok
proliferasi sel - sel otot polos pembuluh darah yang dapat mempengaruhi
tekanan darah.7,8 Pada sistem imun, vitamin D berperan menghambat
proliferasi limfosit B dan memodulasi respon imun humoral sehingga sekresi
imunoglobulin berkurang.9,10
2.2.6. Defisiensi vitamin D
Defisiensi vitamin D diartikan sebagai kadar serum 25(OH)D < 20 ng/ml.
Insufisiensi vitamin D bila kadar serum 25(OH)D diantara 21 sampai 29 ng/ml.
Cukup jika serum 25(OH)D > 30 ng/ml.8,31
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Defisiensi vitamin D pada dermatitis atopik
Vitamin D berperan pada imunitas bawaan (Innate immunity) dan imunitas
didapat (adaptive immunity).13 Konversi 25(OH)D menjadi bentuk aktif vitamin
D (1,25(OH)D) mempunyai efek pada fungsi sel epithel, sel T, sel B dan sel
dentrit karena reseptor vitamin D terdapat pada hampir semua sel
tersebut.13,28 Vitamin D berperan pada sistem imun bawaan melalui stimulasi
produksi cathelicidine, yang merupakan peptide anti mikroba yang diaktifkan
melalui reseptor tool-like. Vitamin D juga berperan pada fungsi barier
epidermal, dimana pemberian vitamin D3 merangsang produksi cathelicidin
.9,16 Cathelicidin pada makrofag ini menimbulkan respon T helper 2 pada sel T,
berupa mengurangi maturasi dan migrasi sel dendrit, mengakibatkan
berkurangnya produksi Ig E pada sel B.6 Vitamin D berperan sebagai anti
inflamasi melalui kerja 1,25(OH)D menghambat maturasi sel dendrite dan
menghambat produksi sitokin interleukin (IL) 12 dan 23.13,29
Peran vitamin D pada sistem imun didapat (adaptive immunity) adalah
melalui produksi IL-12 yang dihambat oleh Vitamin D sehingga akan
mengurangi produksi sel Th1 yang berakibat meningkatnya
proliferasi sel
Th2. Vitamin D juga menstimulasi sel T CD4 yang merangsang respon sel Th2
sehingga meningkat produksi IL-4, IL-5 dan IL-10 13,28 Peranan vitamin D pada
sitem imun dapat dilihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
Makrofag
Sel dendritik
Sel B
↑produksi NO
↑Maturasi
↑ Cathelicidine
↑Migrasi
↓produksi IgE
(invitro)
↓diferensiasi sel
plasma
↑Fagositosis
↑Kemotaksis
+
_
_
Vitamin D
_
+
_
+
Sel Th 1
Sel Th2
Sel Th17
Sel T regulator
↓IL-12
↑IL-4, IL-5, IL-10
↓IL-23
↓produksi sel Th1
↓respons sel helper
terhadap Th2
↓produksi sel Th17
↑konversi sel T
CD4+ menjadi sel
T regulator
Gambar 3. Fungsi vitamin D terhadap sistem imun13
Pada DA reproduksi Cathelicidin
berkurang sehingga terjadi disfungsi
barier epidermal dan disregulasi respon imun. Vitamin D terlibat pada kedua
proses tersebut, hal inilah yang mendasari status vitamin D dapat
berhubungan dengan keparahan DA.16
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan defisiensi vitamin D pada
dermatitis atopik. Penelitian di Hongkong tahun 2013 menunjukkan Level
Universitas Sumatera Utara
vitamin D
2.1.
Dermatitis Atopik
2.1.1. Defenisi
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang sangat gatal dan bersifat
kronik, yang berhubungan dengan atopi.3,4 Atopi adalah kecendrungan
seseorang untuk memproduksi antibodi Imunoglobulin E (IgE) dan menimbulkan
sensitisasi sebagai respon terhadap pencetus dari lingkungan.17 Studi di
Netherland tahun 1996 menyebutkan bahwa bila salah satu orangtua memiliki
penyakit alergi maka anak mempunyai risiko 20–40% menderita penyakit alergi.
Apabila kedua orangtuanya memiliki penyakit alergi maka risiko menjadi 60–
80%, apabila saudara kandung memiliki penyakit alergi maka anak mempunyai
risiko 20–30%. Sedangkan bila orangtua tidak memiliki penyakit alergi maka
risiko anak menderita penyakit penyakit alergi sebesar 10%.18
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%) terdapat peningkatan kadar
IgE total dan eosinofil didalam darah.1
2.1.2. Patofisiologi
Patofisiologi DA belum diketahui secara pasti, kelainan ini muncul sebagai hasil
dari interaksi kompleks antara fungsi barier kulit, abnormalitas imun, faktor
lingkungan dan agen infeksi.4
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1 Abnormalitas imun
Studi intensif menyatakan peranan disregulasi sel T helper 1 (TH1) dan T helper
2 (TH2), produksi IgE, hiperaktifitas sel mast, sinyal sel dendrit dalam terjadinya
inflamasi dermatosis yang gatal dan bersifat kronik yang merupakan tanda khas
untuk dermatitis atopik.19 Pada eksema akut differensiasi Th2 dan CD4+ lebih
dominan. Hal ini menyebabkan meningkatnya produksi IL-4, IL-5 dan IL-13, yang
kemudian meningkatkan level IgE dan differensiasi Th1 dihambat.20
Gambar 1 Keseimbangan sel T pada alergi21
2.1.2.2. Pertahanan Kulit
Kulit kering pada DA diakibatkan oleh transepidermal water loss yang meningkat
dan kemampuan kulit untuk mengikat air menurun.20 Hal ini memudahkan
masuknya molekul besar seperti alergen, bakteri dan virus. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
mekanisme yang menyebabkan kulit kering yaitu berkurangnya ceramid pada
kulit, yang berfungsi sebagai molekul yang menahan air pada ekstra sel,
perubahan PH stratum korneum, enzim chymotriptic yang berlebihan dan
kelainan pada filargin.3 Kulit kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal
menurun, sehingga dengan rangsangan ringan seperti iritasi wol, rangsang
mekanik dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.1
Pertahanan kulit yang abnormal terjadi karena mutasi gen filaggrin, yang
memberi kode struktur protein penting untuk pembentukan pertahanan kulit. Kulit
individu dengan DA menunjukkan defisiensi ceramid (molekul lipid) sama seperti
peptide antimikroba yaitu cathelicidin, yang muncul pertama sekali melawan
agen infeksi.4
Homeostasis barier kulit diperoleh dari keseimbangan perubahan lapisan
keratinosit menjadi korneosit untuk menggantikan korneosit pada permukaan
kulit (deskuamasi), selanjutnya terjadi pemecahan korneodesmosom yang
berikatan dengan korneosit oleh serine protease yang disebut kallikrein (KLKs).
Aktivitas kallikreins yang berlebihan dapat merusak pertahanan kulit melalui
pemecahan dini korneodesmosom oleh kallikrein dan meningkatnya deskuamasi
korneosit.22
2.1.2.3. Faktor lingkungan
Sejak tahun 1980 kasus dermatitis atopik, asma bronkial dan rhinitis alergi
meningkat pesat disebabkan oleh faktor lingkungan. Polusi udara yang
dihasilkan dari kendaraan, produksi energi dan pabrik-pabrik, air condition dan
Universitas Sumatera Utara
penghangat, perubahan lingkungan didalam rumah, perubahan makanan
berperan sebagai faktor terjadinya dermatitis atopik.23
Anak dengan riwayat atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen
lingkungan dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe I
( tipe cepat ).1
2.1.2.4. Agen Infeksius
Agen infeksius yang paling sering terlibat dalam dermatitis atopik adalah
Staphylococcus aureus, yang membentuk kolonisasi sekitar 90% pada pasien
DA.4
2.1.3. Gambaran klinis
Gambaran klinis AD bervariasi berdasarkan umur, dan dapat berbeda selama
proses penyakit. Gejala khas dan utama adalah rasa gatal, dapat sangat berat
sehingga mengganggu tidur. 23
Hill dan Uizberger membagi DA menjadi 3 fase:23
1. Fase bayi (infantile) : usia 0 – 2 tahun
Lesi mulai pada pipi dan kepala, dapat timbul pula di dahi, telinga, leher dan
kadang badan. Dengan bertambah usia, lesi dapat mengenai bagian
ekstensor ekstremitas. Lesi bersifat akut, berupa lesi eritematosa, papul,
vesikel, erosi, eksudasi/oozing dan krusta.
Universitas Sumatera Utara
2. Fase anak : usia 2 tahun – pubertas
Distribusi lesi simetris didaerah fleksural yaitu pergelangan tangan,
pergelangan kaki, tangan, kaki, daerah antekubital, popliteal, leher dan
infragluteal. Lesi lebih bersifat kronik, lebih kering, berupa plak eritematosa,
skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta dan ekskoriasi.
3. Fase dewasa : usia pubertas – dewasa
Lokasi pada lipatan fleksural, wajah, leher, lengan atas, punggung serta
bagian dorsal tangan, kaki, jari tangan dan jari kaki. Lesi kering berupa
papul/plak eritematosa, skuama dan likenifikasi
2.1.4. Diagnosis
Hanifin dan Rajka pada pertengahan tahun 1980 mengenalkan formulasi
gambaran diagnostik yang didiskusikan selama simposium Internasional DA.
Diagnosis DA ditegakkan apabila pasien memenuhi 3 dari 4 kriteria mayor dan 3
dari 23 kriteria minor.25,27 Kriteria Hanifin dan Rajka ini telah menjadi baku emas
untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik.28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Kriteria Hanifin dan Rajka24
Kriteria mayor ( ada 3 dari 4 )
Pruritus
Tipe Morfologi dan distribusi lesi kulit
Kronik Dermatitis atau dermatitis relap
Riwayat atopik
Kriteria Minor ( ada 3 dari 23)
Xerosis
Iktiosis
Reaktifitas cepat uji kulit (tipe 1)
Peningkatan IgE
Onset cepat
Kecendrungan terjadi infeksi kulit
Mudah muncul dermatitis pada tangan dan kaki
Eksema putting susu
Cheilitis
Konjunktifitis berulang
Lipatan infra orbita Dannie-Morgam
Keratokonus
Katarak anterior subkapsular
Kehitaman didaerah mata
Pucat pada wajah
Pityriasis alba
Lipatan leher depan
Gatal saat berkeringat
Intoleransi terhadap wol dan larutan lemak
Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Faktor lingkungan/emosional
White dermografism/delayed banch
2.1.5. Derajat keparahan
Derajat keparahan DA dinilai dengan menggunakan Score of Atopic Dermatitis
(SCORAD).27 Indeks SCORAD dikembangkan oleh European Task Force on
Atopic Dermatitis (ETFAD) pada tahun 1993 dan merupakan salah satu alat ukur
yang paling sering digunakan untuk menilai derajat keparahan DA.28
Penilaian SCORAD :
1. Luas lesi kulit ( skor = 0 -100)
Universitas Sumatera Utara
Luas lesi kulit yang dihitung adalah lesi inflamasi dan tidak mencakup kulit
kering, dengan menggunakan “rule of nine” dan lesi digambarkan pada
lembar evaluasi. Luas satu telapak tangan pasien menggambarkan 1 % luas
permukaan tubuh. Pada pasien berusia dibawah 2 tahun terdapat sedikit
perbedaan penilaian “rule of nine” yakni pada daerah kepala dan tungkai
bawah.
2. Intensitas morfologi lesi ( skor = 0 – 18)
Morfologi lesi menilai eritema, edema papul, eksudat/krusta, ekskoriasi,
likenifikasi dan kulit kering. Setiap morfologi lesi dinilai intensitasnya
berdasarkan panduan gambar/foto ( 0 = tidak ada lesi, 1 = ringan, 2 =
sedang, 3 = berat).
3. Keluhan subjektif ( skor = 0-20)
Penilaian keluhan subjektif terhadap rasa gatal dan gangguan tidur selama 3
hari terakhir. Penilaian dilakukan dengan menggunakan visual analog scale
(VAS) yang dinyatakan dalam skor 0 – 10 untuk masing- masing kriteria.
Indeks SCORAD adalah hasil penjumlahan A/5+7B/2+C, yaitu A= luas lesi, B
= intensitas morfologi lesi dan C= keluhan subjektif pasien.
Tabel 2. Klasifikasi tingkat keparahan Dermatitis atopik28
Keparahan DA
Indeks SCORAD
Ringan
< 25
Sedang
25 – 50
Berat
>50
Universitas Sumatera Utara
2.2.Vitamin D
2.2.1. Definisi
Vitamin D adalah suatu hormon dengan fungsi fisiologi yang banyak.
Metabolitnya disimpan dijaringan dan disirkulasi diplasma.29 Vitamin D memiliki
peranan penting dalam menjaga kadar serum kalsium dan fosfor serta memiliki
efek dalam membentuk dan menjaga kekuatan tulang terutama pada masa
pertumbuhan.8,30
2.2.2. Struktur vitamin D
Vitamin D memiliki 2 bentuk utama prekursor yaitu vitamin D3 yang disebut
cholecalciferol dan vitamin D2 yang disebut ergocalciferol, kedua prekursor
vitamin ini memiliki struktur molekul yang berbeda.8
2.2.3 Sumber vitamin D
Manusia memperoleh vitamin D dari paparan sinar matahari, melalui makan dan
suplemen.11 Sumber utama vitamin D pada manusia adalah paparan sinar
matahari.31 Vitamin D3 (Cholecalciferol) disintesis dikulit oleh sinar matahari.29
Radiasi sinar ultraviolet D (panjang gelombang 290-315 nm) masuk kedalam
kulit dan mengubah 7-dehidrokolesterol menjadi previtamin D 3. 11 Vitamin D2
(Ergocalciferol) terdapat pada tumbuhan dan beberapa jenis ikan, termasuk
minyak ikan seperti salmon, makarel, herring dan minyak hati ikan cod.6,30,31
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Metabolisme vitamin
Vitamin D3 berasal dari 2 sumber yaitu paparan sinar ultraviolet B dari sinar
matahari dan dari makanan.32,33 Radiasi sinar ultraviolet menembus lapisan kulit
dan mengubah 7-dehydrocholesterol menjadi vitamin D3.12 Vitamin D3 yang
berlebih akan kembali dihancurkan oleh sinar matahari, sehingga walaupun terus
terpapar dengan cahaya matahari tidak akan mengakibatkan intoksikasi vitamin
D. Vitamin D2 diproduksi melalui proses penyinaran radiasi ultraviolet pada
ergosterol dari tumbuhan jamur dan memasuki sistem sirkulasi tubuh melalui
konsumsi diet.8,11
Vitamin D2 ( ergocalciferol ) atau vitamin D3 ( Cholecalciferol ) kemudian
dimetabolisme di hati menjadi 25-hydroxyvitamin-D (25(OH)D) atau Calcidiol,
yang merupakan metabolit vitamin D yang stabil dan paling banyak berada di
dalam serum manusia.11,12 25(OH)D merupakan suatu pro-hormon, memiliki
waktu paruh 3 minggu didalam serum manusia, dan cukup akurat menunjukkan
total vitamin D yang tersimpan ditubuh.13 Calcidiol atau 25(OH)D kemudian akan
dimetabolisme di ginjal dengan bantuan enzym 25-hydroxyvitamin D-1αhydroxylase menjadi bentuk aktif 1,25-dihydroxyvitamin D [1,25(OH) 2 D].32,35
Calcitriol ( 1,25-dihydroxyvitamin D ) adalah metabolit aktif vitamin D yang
menyerupai hormon. Calcitriol berperan pada regulasi skeletal meliputi imunitas
dan metabolism glukosa.13,33
1,25(OH) 2 D
meningkatkan
paparan
dari
25-hydroxyvitamin
D-24-
hydroxylase (24-OHase) untuk penguraian 1,25(OH) 2 D dan 25(OH)D menjadi
molekul larut air yang disebut calcitroic acid.31
Universitas Sumatera Utara
Sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di ginjal sangat dipengaruhi oleh hormon
paratiroid, serum kalsium, fosfor dan fibroblast growth factor 23 (FGF-23).
Penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D dapat terjadi melalui adanya umpan
balik dari penurunan sintesis dan sekresi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid.
Peningkatan
hormon
paratiroid
akibat
hipokalsemia
akan
menghantarkan sinyal yang menginduksi sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D di
ginjal.35
Gambar 2. Metabolisme dan sintesis vitamin D dan regulasi kalsium, fosfor.11
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Manfaat vitamin D
Vitamin D berperan penting untuk mempertahankan kesehatan tulang.
Defisiensi vitamin D berhubungan dengan supresi absorbsi kalsium diusus
yang berakibat terganggunya keseimbangan Kalsium, yang berdampak
rendahnya densitas tulang. Hal ini akan meningkatkan risiko patah tulang
terutama pada orang tua.8
Vitamin D juga memiliki fungsi meringankan kanker, dimana vitamin D
dapat menginduksi diferensiasi fungsi sel secara normal, dan menghambat
proliferasi, sifat invasif, angiogenesis dan potensi metastasis pada suatu
keganasan. Vitamin D juga berperan pada penyakit autoimun seperti
multipelsklerosis, dimana 25( OH )D meningkatkan serum transforming growth
factor (TGF)-β1 yang merupakan sitokin anti inflamasi penting pada multiple
sklerosis. Vitamin D juga dapat mengurangi hipertensi, dimana vitamin D
bekerja menghambat ekspresi renin pada juxtaglomerulus dan memblok
proliferasi sel - sel otot polos pembuluh darah yang dapat mempengaruhi
tekanan darah.7,8 Pada sistem imun, vitamin D berperan menghambat
proliferasi limfosit B dan memodulasi respon imun humoral sehingga sekresi
imunoglobulin berkurang.9,10
2.2.6. Defisiensi vitamin D
Defisiensi vitamin D diartikan sebagai kadar serum 25(OH)D < 20 ng/ml.
Insufisiensi vitamin D bila kadar serum 25(OH)D diantara 21 sampai 29 ng/ml.
Cukup jika serum 25(OH)D > 30 ng/ml.8,31
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Defisiensi vitamin D pada dermatitis atopik
Vitamin D berperan pada imunitas bawaan (Innate immunity) dan imunitas
didapat (adaptive immunity).13 Konversi 25(OH)D menjadi bentuk aktif vitamin
D (1,25(OH)D) mempunyai efek pada fungsi sel epithel, sel T, sel B dan sel
dentrit karena reseptor vitamin D terdapat pada hampir semua sel
tersebut.13,28 Vitamin D berperan pada sistem imun bawaan melalui stimulasi
produksi cathelicidine, yang merupakan peptide anti mikroba yang diaktifkan
melalui reseptor tool-like. Vitamin D juga berperan pada fungsi barier
epidermal, dimana pemberian vitamin D3 merangsang produksi cathelicidin
.9,16 Cathelicidin pada makrofag ini menimbulkan respon T helper 2 pada sel T,
berupa mengurangi maturasi dan migrasi sel dendrit, mengakibatkan
berkurangnya produksi Ig E pada sel B.6 Vitamin D berperan sebagai anti
inflamasi melalui kerja 1,25(OH)D menghambat maturasi sel dendrite dan
menghambat produksi sitokin interleukin (IL) 12 dan 23.13,29
Peran vitamin D pada sistem imun didapat (adaptive immunity) adalah
melalui produksi IL-12 yang dihambat oleh Vitamin D sehingga akan
mengurangi produksi sel Th1 yang berakibat meningkatnya
proliferasi sel
Th2. Vitamin D juga menstimulasi sel T CD4 yang merangsang respon sel Th2
sehingga meningkat produksi IL-4, IL-5 dan IL-10 13,28 Peranan vitamin D pada
sitem imun dapat dilihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
Makrofag
Sel dendritik
Sel B
↑produksi NO
↑Maturasi
↑ Cathelicidine
↑Migrasi
↓produksi IgE
(invitro)
↓diferensiasi sel
plasma
↑Fagositosis
↑Kemotaksis
+
_
_
Vitamin D
_
+
_
+
Sel Th 1
Sel Th2
Sel Th17
Sel T regulator
↓IL-12
↑IL-4, IL-5, IL-10
↓IL-23
↓produksi sel Th1
↓respons sel helper
terhadap Th2
↓produksi sel Th17
↑konversi sel T
CD4+ menjadi sel
T regulator
Gambar 3. Fungsi vitamin D terhadap sistem imun13
Pada DA reproduksi Cathelicidin
berkurang sehingga terjadi disfungsi
barier epidermal dan disregulasi respon imun. Vitamin D terlibat pada kedua
proses tersebut, hal inilah yang mendasari status vitamin D dapat
berhubungan dengan keparahan DA.16
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan defisiensi vitamin D pada
dermatitis atopik. Penelitian di Hongkong tahun 2013 menunjukkan Level
Universitas Sumatera Utara
vitamin D