Potensi Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Perubahan Fungsi Kawasan Hutan di Kabupaten Mandailing Natal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah

di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor.
Pembangunan sektor ekonomi tidak akan bisa jalan dengan baik tanpa melibatkan
sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait
dengan pembangunan berkelanjutan di daerah adalah kehutanan. Seiring dengan
berjalannya waktu, sektor kehutanan terus mendapatkan dampak negatif dan
akibatnya luas kawasan hutan semakin berkurang. DWPPAPKH (2009)
mengemukakan hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat
yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat
ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu
hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara
berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi
sekarang maupun yang akan datang.
Kawasan hutan dan perairan di Provinsi Sumatera telah ditunjuk

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 44/Menhut-II/2005 seluas ±
3.741.931,83 Ha. Sebelum keluarnya keputusan tersebut, terdapat Tata Guna
Hutan Kesepakatan yang di dalamnya terdapat kawasan hutan untuk Areal
Penggunaan Lain (APL). Kawasan APL tersebut dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya oleh daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan APL tersebut

1
Universitas Sumatera Utara

menyebabkan terjadinya alih fungsi kawasan, dari kawasan hutan menjadi fungsi
lahan lainnya seperti perkebunan dan pertambangan. Peraturan Pemerintah Nomor
10 tahun 2010 Pasal 2 menyatakan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan
hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta
aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi,
manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan
kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. Dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 Pasal 1 ayat (10)
dijelaskan Areal Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL yang telah
dibebani izin peruntukan adalah areal hutan yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan
Propinsi, atau berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) menjadi bukan

kawasan hutan.
Kabupaten Mandailing Natal adalah salah satu kabupaten yang telah
banyak mengalihfungsikan kawasan pada APL menjadi lahan perkebunan,
khususnya perkebunan kelapa sawit. Ijin Hak Guna Usaha Perkebunan
dikeluarkan oleh kabupaten sehingga areal yang dulunya kawasan hutan telah
berubah menjadi perkebunan. Perubahan fungsi kawasan hutan ini menyebabkan
cadangan karbon dari kawasan yang ada menjadi hilang. Terbitnya ijin
pemanfaatan kayu (IPK) pada kawasan APL menyebabkan pohon-pohon
penghasil kayu yang ada di kawasan tersebut habis ditebang. Hilangnya pohon
berarti hilangnya juga sumberdaya penyerap karbon dari udara. Rahayu et al.
(2007) menjelaskan kegiatan konversi hutan menjadi lahan perkebunan
melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti.

Universitas Sumatera Utara

Jumlah tersebut memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO2 yang
mampu diserap oleh hutan dan daratan secara keseluruhan.
Kegiatan alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan atau fungsi
lainnya tidak hanya mengurangi penyerapan CO2, tetapi juga menyebabkan
kerusakan pada vegetasi serta degradasi tanah dan air. Dampak ekternalitas

terhadap lingkungan akan menjadi negatif. Herman et al. (2009) menyatakan bila
lahan hutan primer dikonversi dan dijadikan perkebunan kelapa sawit,
diperkirakan akan terjadi emisi CO2 (selama konversi dan selama 25 tahun siklus
produksi kelapa sawit) rata-rata 41 t CO2/ha/tahun, sementara di lahan gambut 64
t CO2/ha/tahun.
Pembangunan perkebunan, terutama kelapa sawit, lebih dirangsang oleh
tingginya permintaan pasar ekspor. Kebijakan pemerintah yang menyangkut
konversi hutan dan peruntukan lahan serta berbagai paket kemudahan investasi
mendorong pertumbuhan pembangunan sektor ini. Padu serasi antara TGHK dan
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Perairan (RTRWP) yang dilakukan secara topdown belum dapat menyelesaikan masalah, bahkan menghadirkan dampak negatif
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pembangunan perkebunan dapat
berkembang mengingat berdasarkan TGHK dan RTRWP lahan masih tersedia.
Pemerintah mengatur penggunaan lahan untuk pembangunan perkebunan,
pemerintah mengalokasikan lahan di luar kawasan hutan berdasarkan klasifikasi
TGHK atau dalam lahan budidaya non kehutanan berdasarkan klasifikasi RTRWP
(Kartodihardjo dan Supriono, 2000).
Dengan adanya konversi lahan hutan, perlu dikaji potensi kehilangan
cadangan karbon dari kawasan tersebut. Kabupaten Mandailing Natal yang telah

Universitas Sumatera Utara


mengalihfungsikan kawasan hutan menjadi lahan perkebunan tentunya telah
mengeluarkan emisi karbon dari aktivitas pengalihfungsian kawasan tersebut. Jika
tidak dihentikan, semakin lama kawasan hutan akan berubah semuanya menjadi
fungsi lainnya dan potensi cadangan karbon pun akan semakin sedikit. Apalagi
saat ini daerah-daerah sedang menyusun perubahan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 44/Menhut-II/2005 dengan mengusulkan perubahan kawasan
hutan seluas-luasnya menjadi kawasan APL. Dengan kajian ini, pemerintah
daerah seharusnya tidak hanya mengejar pembangunan di sektor ekonomi, tetapi
juga pembangunan yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian Potensi Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Perubahan Fungsi
Kawasan Hutan di Kabupaten Mandailing Natal ini dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa luas kawasan hutan yang telah mengalami perubahan fungsi kawasan
di Kabupaten Mandailing Natal sejak Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
sampai dengan penelitian ini dilakukan.
2. Berapa cadangan karbon yang dihasilkan pohon pada kawasan hutan dan
kelapa sawit pada areal perkebunan.

3. Berapa nilai cadangan karbon yang hilang akibat perubahan fungsi kawasan di
Kabupaten Mandailing Natal.

Universitas Sumatera Utara

1.3.

Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk :

1. Menghitung luas perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Mandailing
Natal.
2. Menghitung cadangan karbon pohon dan kelapa sawit.
3. Menghitung potensi kehilangan cadangan karbon akibat perubahan fungsi
kawasan hutan di Kabupaten Mandailing Natal.

1.4. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengambilan
kebijakan penatagunaan dan pemanfaatan kawasan hutan di Kabupaten
Mandailing Natal terutama terkait dengan pembangunan berkelanjutan.


Universitas Sumatera Utara