Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sosio Demografi 2.1.1. Defenisi

Demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat atau penduduk. Demografi merupakan ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial (FE UI. 2007).

Demografi merupakan ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaaan perubahan-perubahan penduduk atau dengan kata lain segala hal ihwal yang berhubungan dengan komponen-komponen perubahan tersebut seperti : kelahiran, kematian, migrasi, sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin tertentu (Kalangie, 1994).

2.1.2.Unsur-unsur Demografi 1. Umur

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Harlock, 2004).


(2)

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Cahyono, 2009).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dipendidikan formal akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek


(3)

negative, kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obtek yang diketahui akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

Beberapa negara maju yang wanitanya berpendidikan lebih tinggi cenderung menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan. Karena umumnya mereka menyadari perlunya mengatur jarak kehamilan. Peningkatan partisipasi pasangan di bidang pendidikan akan berdampak pada pembatasan jumlah dan jarak anak yang dilahirkan, terutama disebabkan meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab dalam hidup berumah tangga (Bappenas, 2007).

3. Pekerjaan

Menurut Wales (2009), Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi.

Menjadi seorang ibu merupakan anugerah tersendiri bagi perempuan. Sementara menjadi ibu bekerja juga kebutuhan hidup sekaligus keasyikan tersendiri. Saat keduanya harus bersinergi realisasinya tidaklah mudah.

Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki persamaan kewajiban atau tugas – tugas pokoknya. Dalam kegiatan analisis jabatan, satu pekerjaan dapat diduduki oleh satu orang, atau beberapa orang yang tersebar diberbagai tempat.


(4)

4. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi malalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmotjo, 2007).

Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi dasar keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi, yang akan membuka jalan bagi individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang yang statusnya lebih tinggi. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan hidup manusia akan semakin berkualitas (Hurlock, 2004).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang oleh karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada sikap dan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmotjo, 2007).

5. Agama

Agama berasal dari bahasa sansekerta yang menunjukan pada system kepercayaan dalam Hinduisme dan Budhisme di India, agama terdiri dari kata “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau. Dengan demikian agama adalah sejenis


(5)

peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan , serta mengantarkan manusia menuju keteraturan dan ketertiban.

KB secara principal dapat diterima oleh Agama Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari’at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudaratan Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudarat) bagi kesehatan.

Diberbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode. Sebagai contoh penganut Katholik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin Islam pengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama Islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagian metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang sembahyang (sholat). Sebagian masyarakat Hindu dilarang mempersiapkan makanan selama haid


(6)

sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. KB bukan hanya masalah demografi dan klinis tetapi juga mempunyai dimensi sosial – budaya dan agama, khususnya perubahan system nilai dan norma masyarakat (Handayani, 2010).

Program KB juga telah memperoleh dukungan dari Departemen Agama Republik Indonesia, hal ini terlihat dengan penandatangan bersama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Memorandum of Understanding (MoU) Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor 36/HK.101/FI/2007 tentang advokasi, komunikasi, informasi dan Edukasi Program KB Nasional melalui peran lembaga keamanan, pada 9 Februari 2007. Dalam islam tetap ada orang atau kelompok yang mendukung KB. Alasannya yang dikemukakan antara lain AL-Quran tidak membolehkan pemakaian alat kontrasepsi yang dianggap sebagai membunuh bayi atau agama islam menginginkan agar islam mempunyai umat yang besar dan kuat. Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat adalah usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Jadi jelas bahwa islam membolehkan KB karena penting untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, menunjang program pembangunan kependudukan lainnya dan menjadi bagian dari hak asasi manusia. Sementara itu, agama–agama lain di Indonesia umumnya mendukung KB. Agama Hindu memandang bahwa setiap kelahiran harus membawa manfaat. Untuk itu kelahiran harus diatur jaraknya dengan ber KB. Agama Budha yang memandang setiap manusia pada dasarnya baik, tidak melarang umatnya ber KB demi kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan


(7)

dalam pemahaman holistik sesuai dengan kehendak Allah. Untuk mengatur kelahiran anak, suami-istri harus tetap menghormati dan menaati moral Katolik. Gereja Katolik hanya menerima abstinensia dan pantang berkala (hubungan seksual hanya dilakukan pada masa tidak subur dalam siklus bulanan seorang wanita) sebagai metode keluarga berencana yang sesuai dengan pandangan gereja dan menolak secara tegas metode KB lainnya (Proverawati 2009).

Pandangan iman Kristen Protestan tentang Keluarga berencana, etika sosial keputusan ber KB yang diambil pasangan suami istri adalah tepat, karena mengingat kegiatan sang istri yang sangat padat dan rencana keselamatan sang buah hati yang belum ada. Mungkin jika sang istri memaksakan diri untuk hamil, selain aktivitasnya akan terganggu, keselamatan calon anakpun akan terancam. Namun etika Kristen berbicara tentang kehendak tuhan. Ukuran untuk menilai tindakan atau tingkah laku manusia menurut etika Kristen harus dilihat dan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehendak tuhan. Hal ini penting sebab tindakan yang dinilai benar adalah tindakan yang sesuai dengan kehendak tuhan. Sedangkan mencari kehendak tuhan berarti juga mencari tuhan itu sendiri. Berangkat dari pemahaman ini, keputusan yang diambil pasangan suami istri telah bertentangan dengan kehendak tuhan, sebab dalam (kej 1:28) telah dijelaskan bahwa salah satu tugas manusia adalah untuk berketurunan walaupun alasan yang diajukan masuk akal dan manusiawi. Menunda kehadiran anak dalam keluarga sama juga menolak anugerah tuhan dalam hidup manusia. Sesuai dengan firman tuhan dalam Matius 18:5 “barang siapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku”.


(8)

Penyelenggaraan program KB diIndonesia khususnya, sangatlah bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Dalam KB terdapat aspek yang ingin dicapai dalam bidang pembangunan seperti pembangunan sosial, kesehatan, pendidikan dan pengetahuan umum, modernisasi kehidupan, pembangunan melalui ekonomi dan sosial serta kesejahteraan rakyat (Rahmaniar, 2013)

6. Penghasilan

Menurut Undang-undang No 17 tahun 2004 penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa penghasilan adalah tambahan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup ekonomisnya dalam suatu periode tertentu, sepanjang tambahan kemampuan ini berupa uang atau dapat dinilai dengan uang.

7. Jumlah Anak

Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat didesa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rezeki. Dari penelitian Mohamad Koesnoe tahun 2001 di daerah Tengger, petani yang mempunyai tanah yang luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja. Studi lain


(9)

yang dilakukan oleh proyek VOC (Value of children) menemukan bahwa keluarga-keluarga yang tinggal dipedesaan Taiwan, Philipina, Thailand, mempunyai anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman bagi keluarganya (Radita, 2009).

Preferensi jenis kelamin anak mayoritas budaya masyarakat didunia ini memang menunjukan kecendrungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Preferensi jenis kelamin laki-laki terutama terjadi dikalangan budaya orang-orang Islam, Cina, India, dan di Indonesia, budaya ini ditemukan dimasyarakat Batak dan masyarakat Bali. Preferensi anak laki-laki, nampaknya menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita dua anak harus dianggap ideal dan juga untuk mengurangi tingkat fertilitas di China modern. Kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai anak banyak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki ataupun perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan isterinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan. Disinilah norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan (Radita, 2009).


(10)

2.2. Konsep Sosial Budaya 2.2.1.Pengertian Sosial Budaya

Menurut Poerwadarminta (2008), sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). Sosial berasal dari kata “socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama. Menurut Enda (2010), Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan.

Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Soemardjan (2004) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya (masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya), rasa (jiwa manusia), dan cipta (kemampuan mental dan kemampuan berpikir) masyarakat. Dalam pandangan sosiologi, kebudayaan mempunyai arti yang lebih luas. Kebudayaan meliputi semua hasil cipta, karsa, seni, dan karya manusia baik yang material maupun non material (baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat kerohanian) (Ahmadi, 2003). 2.2.2.Pembagian Kebudayaan

Dalam pandangan sosiologi, budaya dibagi menjadi dua yaitu: 1. Kebudayaan Material


(11)

atau alat-alat pengolahan alam, seperti : gedung, pabrik-pabrik, jalan-jalan, rumah, alat-alat komunikasi, alat-alat hiburan, mesin dan sebagainya.

2. Kebudayaan Nonmaterial

Merupakan cipta, karsa yang berwujud kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat, kesusilaan, ilmu pengetahuan, keyakinan, keagamaan, dan sebagainya.

2.2.3.Unsur-unsur dalam Sosial Budaya

Menurut Kalangie (1994) Unsur-unsur yang terkait dalam sosial budaya meliputi :

1. Kepercayaan

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan di beberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun. Petugas kesehatan pemerintah dianggap sabagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya. Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai.

2. Nilai

Nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani. Nilai adalah suatu perangkat preperensi yang diakui syahnya menurut aturan yang ada. Nilai yang dianut seseorang ditentukan oleh semua perilakunya karena nilai tersebut


(12)

menghasilkan norma–norma dan mengajarkan bahwa norma – norma tersebut adalah benar (Meriam, 2010).

Nilai adalah merupakan suatu hal yang nyata yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar atau salah. Kimball Young mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak di sadari tentang apa yang di anggap penting dalam masyarakat. Sedangkan norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu (Sarwono, 2007).

Nilai juga berarti Segala sesuatu yang dianggap berharga oleh masyarakat, anggapan masyarakat tentang sesuatu yang diharapkan, indah, dan benar - keberadaan nilai bersifat abstrak dan ideal, Bentuk-bentuk nilai, Pemikiran, Perilaku, Benda.

Nilai mempengaruhi individu berperilaku atau mengambil keputusan sesuai dengan nilai tersebut. Nilai berfungsi sebagai rujukan dalam memilih dan mengevaluasi tingkah laku dan kejadian – kejadian. Nilai berfungsi sebagai pengaruh tingkah laku dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam penelitian ini, nilai yang terkait dengan pemilihan kontrasepsi Tubektomi secara umum dengan pemahaman tentang sejauh mana makna kontrasepsi tubektomi serta memahami bahwa Tubektomi suatu kontrasepsi yang efektif.

3. Adat Istiadat

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan disuatu daerah.


(13)

Adat istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan untuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu, maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya.

Kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat tercipatanya pola hidup sehat di masyarakat. Kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. Contohnya : ada beberapa daerah

4. Kebiasaan Masyarakat

yang menganggap mengonsumsi akohol berfungsi untuk menghangatkan tubuh. Namun dalam kesehatan apabila kita mengonsumsi alkohol secara berlebihan, maka akan membahayakan kerja tubuh (Mubarak, 2012).

Tradisi atau kebiasaan dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi kegenerasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.


(14)

2.3. Kontrasepsi 2.3.1. Definisi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi sehingga kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan keduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan usaha-usaha-usaha-usaha itu bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen (Winkjosastro. 2010).

Program keluarga berencana yaitu usaha langsung untuk mengurangi angka kematian mengatur jarak kelahiran yang bertujuan untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/ angka kematian bayi, ibu dan anak serta penangulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Arum, 2009).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan


(15)

dengan cara, alat atau obat. Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”.Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan kontrasepsi modern (metode efektif). Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala, sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet) (Pinem, 2009).

Ada beberapa faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi yaitu faktor pasangan, Faktor kesehatan, dan metode kontrasepsi. Dalam faktor pasangan, harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggama, dan jumlah anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan, mempertimbangkan status kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam faktor alat kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektifitas, dapat dipakai untuk jangka yang panjang, komplikasi atau tidak menambah kelainan yang ada dan biaya (Pinem, 2009).

2.3.2.Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal

Tidak satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap


(16)

klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut :

a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan.

b. Berdaya guna dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keefektifan dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah kefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (Theoretical effectiveness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus menerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (Use effectiveness ) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan dilapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.

c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya dimasyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (Initial acceptability) dan penerimaan lanjut (Continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB, penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada keluarga berencana (KB) dan faktor daerah (desa/kota).


(17)

d. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010).

2.3.3. Pengertian Tubektomi

Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2010).

Tubektomi adalah suatu kontasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat dan atau memotong pada kedua saluran tuba (Suratun, 2008).

Tubektomi adalah setiap tindakan (Pemotongan dan pengikatan) pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapatkan keturunan lagi (Mansjoer A, 2001).

Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian sel telur wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi adalah pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui maka pilihan untuk memilih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu persalinan atau pada masa interval (Saifuddin, 2010).

Tubektomi adalah prosedur bedah suka rela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan. Sterilisasi pada wanita dilakukan melalui suatu


(18)

insisi melintang rendah yang memisahkan otot dan setiap tuba fallopi dikeluarkan melalui luka dipotong. Pasien harus masuk rumah sakit dan oprasi dilakukan didalam ruang oprasi dengan kondisi steril penuh (Manuaba, 2010).

2.3.4.Syarat-syarat untuk Menjadi Akseptor Kontrasepsi Tubektomi

Menurut Saifuddin (2010) syarat untuk menjadi akseptor kontrasepsi tubektomi adalah :

a. Sukarela b. Bahagia c. Sehat

2.3.5. Indikasi yang Boleh Menjalani Tubektomi

Menurut Meilani 2010 Indikasi yang boleh menjalani tubektomi adalah : a. Umur termuda 25 tahun dengan anak 4 hidup.

b. Umur 30 tahun dengan 3 anak hidup. c. Umur 35 tahun dengan 2 anak hidup.

d. Indikasi medis umum, yaitu adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini hamil lagi.

e. Indikasi medis yaitu toksemia gravidarum yang berulang, secsio saesarea yang berulang, histerektomi yang obstetrik, dan sebagainya.

f. Indikasi medis ginekologi yaitu pada waktu melakukan operasi ginekologi dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan sterilisasi.

g. Indikasi social ekonomi yaitu indikasi yang berdasarkan beban sosial ekonomi yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.


(19)

2.3.6. Kontra Indikasi (Tidak Boleh Menjalani Tubektomi)

Menurut Meilani (2010) yang tidak boleh menjalani tubektomi adalah : a. Hamil

b. Perdarahan vagina yang belum terjelaskan c. Infeksi sistemik atau pelviks yang akut

d. Memiliki penyakit jantung dan paru-paru, hernia diafragmatika, hernia umbilicalis dan peritonitis akut.

e. Tidak boleh menjalani proses pembedahan f. Kurang pasti mengenai fertilitas dimasa depan 2.3.7. Waktu Pelaksanaan Tubektomi

Menurut Meilani (2010) Tubektomi dilakukan pada saat :

a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tidak hamil.

b. Hari ke -6 hingga ke -13 dari siklus menstruasi (Fase proliferasi)

c. Pasca persalinan, yaitu sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam maka tubektomi akan dipersulit oleh oedema tuba uterine, infeksi dan kegagalan. Oedema tuba uterine akan berkurang setelah hari VII – X pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan.

d. Pasca keguguran yaitu triwulan pertama dengan minilap atau laparaskopi atau triwulan kedua dengan minilap saja.


(20)

2.3.8. Kelebihan Tubektomi

Menurut Meilani (2010) kelebihan tubektomi adalah :

a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)

b. Tidak mempengaruhi proses menyusui c. Tidak bergantung pada faktor senggama

d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius e. Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal

f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang

g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (Tidak ada efek pada produksi hormone ovarium)

2.3.9.Keterbatasan Tubektomi

Menurut Pinem (2009) keterbatasan tubektomi adalah :

a. Karena bersifat permanen (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan rekanalisasi, maka sebelum tindakan perlu pertimbangan matang dari pasangan. b. Klien (akseptor) dapat menyesal dikemudian hari

c. Ada rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah tindakan.

d. Harus dilakukan oleh dokter yang terlatih (Dokter spesialis ginekologi atau spesialis bedah)

e. Tidak melindungi terhadap IMS, termasuk HBV dan HIV / AIDS. 2.3.10.Persiapan Klien Tubektomi


(21)

a. Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak sempat minta klien untuk membersihkan bagian abdomen atau perut bawah, pubis, dan vagina dengan menggunakan sabun dan air.

b. Bila menutupi daerah operasi rambut pubis cukup digunting, pencukuran hanya dilakukan apabila rambut tersebut sangat menutupi daerah operasi dan waktu pencukuran adalah saat sebelum operasi dilaksanakan.

c. Bila menggunakan elevator Rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan antiseptik pada serviks dan vagina.

d. Setelah pengolesan betadine/povidon iodin pada kulit, tunggu 1-2 menit agar yodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik. 2.3.11.Mekanisme Tubektomi

Menurut Meilani (2010), mekanisme tubektomi adalah : a. Saat Operasi

Pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Pasca persalinan dianjurkan 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.

b. Cara mencapai tuba

Laparatomi, laparatomi mini, laparaskopi. 1. Laparatomi biasa

Tindakan ini paling banyak dilakukan pada tubektomi diIndonesia sebelum tahun 70 an. Tubektomi dengan tindakan laparatomi biasa dilakukan terutama pasca persalinan. Selain itu dapat dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea.


(22)

2. Laparatomi mini

Tindakan ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pasca persalinan. Saat itu uterus masih besar tuba uterina masih panjang dan dinding perut masih longgar sehingga mudah dalam mencapai tuba uterina dengan sayatan kecil 1-2 cm dibawah pusat.

Pasien dibaringkan, lipatan kulit dibawah pusat yang berbentuk bulan sabit ditegangkan antara dua buah doek klem hingga menjadi lurus. Pada tempat lipatan itu dilakukan sayatan kecil 1-2 cm sampai hampir menembus rongga peritoneum.

c. Cara penutupan tuba 1. Promeroy

Tuba dijepit pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no 0 /no 1.Lipatan tuba kemudian dipotong diatas ikatan cutgut tadi.

2. Kroener

Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan cat gut yang tidak mudah di reasorbsi. Bagian tuba distal dari jepitan dipotong (Fimbriektomi).

3. Irving

Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kronik no 0 atau 00. Ujung potongan proksimal


(23)

ditanamkan didalam myometrium dinding depan uterus ujung potongan distal ditanamkan didalam ligamentum.

4. Pemasangan cincin falope

Dengan aplikator, bagian isthmus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik. Cincin falope dapat dipasang pada laparatomi mini, laparaskopi, atau laprokator.

5. Pemasangan Klip

Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan minimal agar dapat dilakukan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Klip Filshine mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang edema. Klip Huka – Clemens digunakan dengan cara menjepit tuba, oleh karena tidak memperpendek panjang tuba maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.

6. Elektro Koagulasi dan Pemutusan Tuba

Cara ini dahulu banyak dikerjakan pada tubektomi laparaskopi. Dengan memasukkan Grasping Forcepsmelalui laparaskop, tuba dijepit kurang lebih 2 cm dari koruna kemudian diangkat menjauhi uterus dan alat-alat panggul lainnya. Setelah itu dilakukan kauterisasi, Tuba terbakar kurang lebih 1 cm keproksimal dan distal serta mesosalping terbakar sejauh 2 cm. pada waktu kauterisasi tuba tampak menjadi putih, menggembung, lalu putus. Cara ini banyak ditinggalkan.


(24)

2.3.12.Perawatan Pasca Bedah

Menurut Saifuddin (2010) perawatan pasca bedah dan pengamatan lanjut pada tubektomi yaitu setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Bila telah diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberikan cairan yang mengandung gula untuk membantu meningkatkan kadar glukosa darah. Lakukan Romberg Sign (klien disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila klien tampak stabil, dianjurkan mengenakan pakaian dan pemulihan kesadaran, apabila semua berjalan baik klien dapat dipulangkan.

2.3.13.Pesan Kepada Klien Sebelum Pulang

Menurut Saifuddin (2010) sebelum pulang klien akan mendapatkan pesan atau anjuran sebagai berikut :

a. Istirahat dan jaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari, lakukan pekerjaan secara bertahan (sesuai dengan perkembangan pemulihan), umumnya klien akan merasa baik setelah 7 hari.

b. Dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual selama 1 minggu dan apabila setelah itu masih merasa kurang nyaman, tunda kegiatan tersebut.

c. Jangan mengangkat benda yang berat atau menekan daerah operasi sekurang-kurangnya selama 1 minggu.

d. Bila terdapat gejala-gejala tersebut dibawah ini, segera memeriksakan keklinik atau rumah sakit :

1. Panas atau demam diatas 38o 2. Pusing dan merasa berputar-putar


(25)

3. Nyeri perut menetap atau meningkat

4. Keluar cairan atau darah melalui luka sayatan

5. Untuk mengurangi nyeri, pergunakan analgetik setiap 2-6 jam, jangan pergunakan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan.

6. Segera kunjungi rumah sakit atau klinik bila klien merasakan ada tanda-tanda kehamilan. Hamil setelah tubektomi sangat jarang, tetapi bila terjadi hal ini merupakan hal serius karena kemungkinan besar kehamilan tersebut terjadi pada tuba.

7. Lebih baik dibuatkan catatan untuk klien dan pasangannya tentang hal-hal apa yang harus diperhatikan setelah tubektomi.

2.3.14.Kontrol Ulang

Menurut Saifuddin (2010) kontrol ulang dilakukan setelah 1 minggu pasca tubektomi dan kontrol lanjutan dilakukan 1 minggu kemudian. Pemeriksaan meliputi daerah operasi, apakah ada tanda-tanda komplikasi, atau hal-hal lain yang dikeluhkan oleh klien. Bila digunakan benang sutera pada saat kontrol pertama benang itu dicabut.

2.3.15.Kegagalan

Menurut Saifuddin (2010) tubektomi sangat efektif, tetapi kemungkinan terjadinya kehamilan tetap ada, baik dalam Rahim maupun diluar Rahim (ektopik) sehingga petugas klinik terdekat harus mengetahui gejala-gejala kehamilan tersebut, baik yang didalam maupun yang diluar Rahim. Selanjutnya membawa klien tersebut


(26)

ke Klinik atau dokter untuk membuat diagnosis pasti. Bila ternyata terjadi kehamilan ektopik, harus dilakukan tindakan segera untuk mengatasinya.

2.4. Landasan Teori

Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah 19 – 49 tahun, oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan keluarga berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran, dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran, disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan kontrasepsi yang tersedia, pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk prilaku kesehatan.

Pemikiran penggunaan kontrasepsi yang digunakan mengadopsi kerangka teori berdasarkan Bertrand (1980) yang telah dimodifikasi, perilaku kesehatan berperan dalam menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana, tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi / KB yaitu faktor faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi pelayanan.

Teori Bertrand (1980) mengemukakan tiga kategori utama dalam pemberian pelayanan kesehatan yaitu :


(27)

a. Faktor sosio demografi yaitu pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, dan sebagainya. Dari segi umur kelompok umur 20-30 tahun dengan jumlah anak tiga anak atau lebih merupakan kelompok wanita terbesar menggunakan alat kontrasepsi, faktor agama juga berhubungan dengan penerimaan kontrasepsi. b. Faktor psikologis yaitu kepercayaan, kepuasan, dukungan dalam pelayanan

keluarga berencana /KB, hal ini dapat diumpamakan jika terjadi issue / desas – desus dari efek samping kontrasepsi maka kepercayaan masyarakat untuk mengikuti KB akan berkurang dan jika tidak ada dukungan dari keluarga maupun pasangan maka memungkinkan untuk tidak menjadi akseptor KB dan dapat menjadi penghambat dalam program KB.

c. Faktor pemberi pelayanan yaitu jika faktor pemberi pelayanan tidak berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya akan berhubungan terhadap penerimaan pemakaian KB yang termasuk dalam pemberi pelayanan adalah sumber pelayanan, kemampuan petugas dan lainnya.


(28)

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Pengaruh Sosio Demografi dan Sosial Budaya dalam Menggunakan Kontrasepsi Menurut Teori Bertrand (1980)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui hubungan faktor sosio demografi dan sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi. Faktor sosio demografi yang diteliti adalah umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, agama, penghasilan, jumlah anak dan faktor sosial budaya adalah kepercayaan, nilai, adat istiadat, kebiasaan masyarakat (Variabel independen) dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi (variabel dependen).

Sosio Demografi

1. Umur

2. Pendidikan

3. Pekerjaan

4. Pengetahuan

5. Agama

6. Penghasilan

7. Jumlah anak

Faktor Psikologis

1. Kepercayaan

2. Nilai

3. Adat Istiadat

4. Kebiasaan Masyarakat

Pemberi Pelayanan

1. Sumber pelayanan

2. Kemampuan petugas

Menggunakan Alat Kontrasepsi


(29)

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Sosio Demografi

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Pengetahuan 5. Agama 6. Penghasilan 7. Jumlah anak Sosial Budaya : 1. Kepercayaan 2. Nilai

3. Adat istiadat

4. Kebiasaan masyarakat

Penggunaan Kontrasepsi 1. Tubektomi


(1)

2.3.12.Perawatan Pasca Bedah

Menurut Saifuddin (2010) perawatan pasca bedah dan pengamatan lanjut pada tubektomi yaitu setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Bila telah diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberikan cairan yang mengandung gula untuk membantu meningkatkan kadar glukosa darah. Lakukan Romberg Sign (klien disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila klien tampak stabil, dianjurkan mengenakan pakaian dan pemulihan kesadaran, apabila semua berjalan baik klien dapat dipulangkan.

2.3.13.Pesan Kepada Klien Sebelum Pulang

Menurut Saifuddin (2010) sebelum pulang klien akan mendapatkan pesan atau anjuran sebagai berikut :

a. Istirahat dan jaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari, lakukan pekerjaan secara bertahan (sesuai dengan perkembangan pemulihan), umumnya klien akan merasa baik setelah 7 hari.

b. Dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual selama 1 minggu dan apabila setelah itu masih merasa kurang nyaman, tunda kegiatan tersebut.

c. Jangan mengangkat benda yang berat atau menekan daerah operasi sekurang-kurangnya selama 1 minggu.

d. Bila terdapat gejala-gejala tersebut dibawah ini, segera memeriksakan keklinik atau rumah sakit :

1. Panas atau demam diatas 38o 2. Pusing dan merasa berputar-putar


(2)

3. Nyeri perut menetap atau meningkat

4. Keluar cairan atau darah melalui luka sayatan

5. Untuk mengurangi nyeri, pergunakan analgetik setiap 2-6 jam, jangan pergunakan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan.

6. Segera kunjungi rumah sakit atau klinik bila klien merasakan ada tanda-tanda kehamilan. Hamil setelah tubektomi sangat jarang, tetapi bila terjadi hal ini merupakan hal serius karena kemungkinan besar kehamilan tersebut terjadi pada tuba.

7. Lebih baik dibuatkan catatan untuk klien dan pasangannya tentang hal-hal apa yang harus diperhatikan setelah tubektomi.

2.3.14.Kontrol Ulang

Menurut Saifuddin (2010) kontrol ulang dilakukan setelah 1 minggu pasca tubektomi dan kontrol lanjutan dilakukan 1 minggu kemudian. Pemeriksaan meliputi daerah operasi, apakah ada tanda-tanda komplikasi, atau hal-hal lain yang dikeluhkan oleh klien. Bila digunakan benang sutera pada saat kontrol pertama benang itu dicabut.

2.3.15.Kegagalan

Menurut Saifuddin (2010) tubektomi sangat efektif, tetapi kemungkinan terjadinya kehamilan tetap ada, baik dalam Rahim maupun diluar Rahim (ektopik) sehingga petugas klinik terdekat harus mengetahui gejala-gejala kehamilan tersebut, baik yang didalam maupun yang diluar Rahim. Selanjutnya membawa klien tersebut


(3)

ke Klinik atau dokter untuk membuat diagnosis pasti. Bila ternyata terjadi kehamilan ektopik, harus dilakukan tindakan segera untuk mengatasinya.

2.4. Landasan Teori

Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah 19 – 49 tahun, oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan keluarga berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran, dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran, disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan kontrasepsi yang tersedia, pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk prilaku kesehatan.

Pemikiran penggunaan kontrasepsi yang digunakan mengadopsi kerangka teori berdasarkan Bertrand (1980) yang telah dimodifikasi, perilaku kesehatan berperan dalam menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana, tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi / KB yaitu faktor faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi pelayanan.

Teori Bertrand (1980) mengemukakan tiga kategori utama dalam pemberian pelayanan kesehatan yaitu :


(4)

a. Faktor sosio demografi yaitu pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, dan sebagainya. Dari segi umur kelompok umur 20-30 tahun dengan jumlah anak tiga anak atau lebih merupakan kelompok wanita terbesar menggunakan alat kontrasepsi, faktor agama juga berhubungan dengan penerimaan kontrasepsi. b. Faktor psikologis yaitu kepercayaan, kepuasan, dukungan dalam pelayanan

keluarga berencana /KB, hal ini dapat diumpamakan jika terjadi issue / desas – desus dari efek samping kontrasepsi maka kepercayaan masyarakat untuk mengikuti KB akan berkurang dan jika tidak ada dukungan dari keluarga maupun pasangan maka memungkinkan untuk tidak menjadi akseptor KB dan dapat menjadi penghambat dalam program KB.

c. Faktor pemberi pelayanan yaitu jika faktor pemberi pelayanan tidak berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya akan berhubungan terhadap penerimaan pemakaian KB yang termasuk dalam pemberi pelayanan adalah sumber pelayanan, kemampuan petugas dan lainnya.


(5)

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Pengaruh Sosio Demografi dan Sosial Budaya dalam Menggunakan Kontrasepsi Menurut Teori Bertrand (1980)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui hubungan faktor sosio demografi dan sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi. Faktor sosio demografi yang diteliti adalah umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, agama, penghasilan, jumlah anak dan faktor sosial budaya adalah kepercayaan, nilai, adat istiadat, kebiasaan masyarakat (Variabel independen) dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi (variabel dependen).

Sosio Demografi

1. Umur

2. Pendidikan

3. Pekerjaan

4. Pengetahuan

5. Agama

6. Penghasilan

7. Jumlah anak

Faktor Psikologis

1. Kepercayaan

2. Nilai

3. Adat Istiadat

4. Kebiasaan Masyarakat

Pemberi Pelayanan

1. Sumber pelayanan

2. Kemampuan petugas

Menggunakan Alat Kontrasepsi


(6)

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Sosio Demografi

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Pengetahuan 5. Agama 6. Penghasilan 7. Jumlah anak Sosial Budaya : 1. Kepercayaan 2. Nilai

3. Adat istiadat

4. Kebiasaan masyarakat

Penggunaan Kontrasepsi 1. Tubektomi


Dokumen yang terkait

Potensi Pengembangan Usaha Ikan Asin Di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Kota Medan.

7 79 91

Hubungan Tingkat Pengetahuan KB Pada Ibu-IbuTerhadap Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Belawan I Kecamatan Belawan Tahun 2010

0 27 60

Hubungan Tingkat Pengetahuan KB Pada Ibu-Ibu Terhadap Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Belawan I Kecamatan Belawan Tahun 2010

0 30 60

Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

5 57 135

Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

0 0 17

Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

0 0 2

Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

0 0 8

Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

0 0 4

Hubungan Faktor Sosio Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014

0 0 30

Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Di Daerah Pesisir Lorong Melati Kelurahan Belawan 1 Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

0 0 11