Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

15

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Penyuluhan

2.1.1 Pengertian Penyuluhan
Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya
merupakan

upaya

edukatif.

Secara

umum


penyuluhan

lebih

menekankan

“bagaimana”, sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada “apa”. Penyuluhan
memiliki arti lebih luas dan menyeluruh. Penyuluhan merupakan upaya perubahan
perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif
diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, dan
terarah dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk
memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial-ekonomibudaya setempat. Dalam hal penyuluhan di masyarakat sebagai pendekatan edukatif
untuk menghasilkan perilaku, maka terjadi proses komunikasi antar penyuluh dan
masyarakat. Dari proses komunikasi ini ingin diciptakan masyarakat yang
mempunyai sikap mental dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya (Suharjo, 2003).
2.1.2 Proses Adapsi dalam Penyuluhan
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa
sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yaitu awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari


15

16

dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, interest (tertarik), yakni
orang tersebut mulai tertarik kepada stimulus, evaluasi, yakni orang tersebut mulai
menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi, mencoba yakni orang tersebut telah mulai mencoba
perilaku baru, adopsi yakni orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2

Metode dan Media Penyuluhan

2.2.1 Metode Penyuluhan
Menurut Van Deb Ban dan Hawkins yang dikuti oleh Lucie (2005), pilihan
seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat
tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran

yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada tiga, yaitu:
1.

Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak
langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena
sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan
khusus dari penyuluh.

2.

Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara
kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan
untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama.

17

Dalam pendekatan kelompok ini dapat terjadi pertukaran informasi dan
pertukaran pendapat serta pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam

kelompok yang bersangkutan. Selain itu, memungkinkan adanya umpan balik
dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun
pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya.
Dalam

memilih

metode

penyuluhan

kelompok

harus

mengingat

besarnyakelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk
kelompokyang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil.
Efektifitas suatumetode akan tergantung pula padabesarnya sasaran penyuluhan.

Metode inimencakup :
a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang.
Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang.
Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok, curah
pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi.
3.

Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah banyak. Dipandang dari
segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat
menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses
perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Adapun

18

yang termasuk dalam metode ini antara lain rapat umum, siaran radio, kampanye,
pemutaran film, surat kabar, dan sebagainya.
2.2.2 Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan
paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran, minat sasaran, serta
pembicara lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan
materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan
tanggapannya (Mardikanto, 1993).
Nurlaili (2009) mengatakan bahwa metode ceramah adalah suatu cara
penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan), metode
ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan. Peranan ceramah adalah
mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan
oleh orang yang memberikan ceramah tersebut.
Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok sasaran
yang besar yaitu lebih dari 15 orang.Metode ini baik untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2003). Pengaruh besarnya
jumlah sasaran dalam metode ini seringkali dengan menggunakan alat bantu yang
berupa materi tertulis dan gambar terproyeksi untuk menarik perhatian dan
memperjelas materi yang disampaikan. Waktu penyelenggaraan ceramah juga harus
dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto,1993).
Menurut Lunandi (1993), beberapa keuntungan menggunakan metode
ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi


19

yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat
dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi
kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat
menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.Selain keuntungan ada juga
kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci
mudah dilupakan setelah beberapa lama.
Metode ceramah juga mempunyai keunggulan-keunggulan antara lain: cepat
untuk menyampaikan informasi, informasi yang disampaikan bisa masuk pada
sasaran yang cukup besar, sangat cocok digunakan oleh pengajar yang bukan berasal
dari kalangan kelompok sasaran. Disamping keunggulan-keunggulan tersebut,
metode ceramah juga memiliki kelemahan, dimana merupakan komunikasi satu arah
sehingga sasaran menjadi pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, pada
metode ceramah tidak dapat diidentifikasi kebutuhan per individu, sasaran tidak
diberi kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif, sasaran mudah
menjadibosan jika waktu terlalu lama (LP3I Unair, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2010) tentang efektivitas metode
ceramah dan leaflet terhadap prilaku seks bebas di SMA Ngrayun ditemukan bahwa
metode ceramah lebih efektif dari pada metode leatflet terhadap peningkatan

pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA Negeri Ngrayun. Penelitian ini
dilakukan kepada 126 siswa yang dibagi menjadi dua kelompok.
Menurut Notoatmodjo (2007), ceramah akan berhasil apabila penceramah itu
sendiri mempunyai persiapan dengan menguasai materi yang akan diceramahkan.

20

Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan
sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema,
mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran (makalah singkat, slide, transparan, sound
sistem dan sebagainya).
Hal-halyang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah
(1) Tahap persiapan yaitu ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri
menguasai materiapa yang akan diceramahkan, untuk itu penceramah harus
mempersiapkan diri. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik
lagikalau disusun dalam diagram atau skema dan mempersiapkan alat-alatbantu
pengajaran. (2) Tahap pelaksanaan yaitu kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah
adalah apabila penceramah dapatmenguasai sasaran Untuk dapat menguasai sasaran
penceramahdapatmenunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan. Tidak
bolehbersikap ragu-ragu dan gelisah. Suara hendaknya cukup keras dan

jelas.Pandangan

harus

tertuju

ke

seluruh

peserta.

Berdiri

di

depan

/dipertengahan,seyogianya tidak duduk dan menggunakan alat bantu lihat
semaksimalmungkin.

2.2.3 Diskusi Kelompok Terarah
Diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang
berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran
yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi (information sharing),
pemeliharaan diri (self maintenance) atau pemecahan masalah (problem solving).

21

Prinsip dasar diskusi yaitu aturan atau prinsip-prinsip dasar di dalamnya,
meliputi :
1.

Menghindari terjadinya debat kusir. Debat kusir adalah perselisihan pendapat
yang terjadi, tetapi tanpa dilandasi alasan yang jelas.

2.

Menyanggah atau menolak pendapat orang lain harus didasari oleh argumentasiargumentasi yang kuat dan meyakinkan.

3.


Dalam diskusi setiap peserta dituntut untuk aktif menyampaikan pendapatpendapatnya.

Bahkan,

seringkali

terjadi

saat

seseorang menyampaikan

pendapatnya, teman yang lain menyelanya.
4.

Tidak ada pemenang dalam diskusi, yang dicari atau didapat dari diskusi adalah
mufakat atau kesepakatan bersama yang didapat dari berbagai pendapat yang ada
(Irwanto, 2006).
Diskusi kelompok terarah (DKT) pada dasarnya adalah wawancara yang

dilaksanakan dalam kelompok untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sudut
pandang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan FGD, yaitu
(1) para peserta sebaiknya memiliki karakteristik yang hampir sama atau homogen,
(2) dinamika kelompok perlu dikembangkan (Herdiansyah, 2010).
Istilah diskusi kelompok terarah (DKT) dikenal sebagai Focus Group
Discussion (FGD) saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai metode
pengumpulan data dalam penelitian sosial. Diskusi kelompok terarah dapat dikatakan
sebagai wawancara kelompok (Morgan, 1988). Menurut Krueger (1988) diskusi

22

kelompok terarah adalah suatu tipe kelompok tertentu dalam arti tujuan, besarnya,
komposisinys dan prosedurnya.
Pengambilan data kualitatif melalui diskusi kelompok terarah memiliki
kelebihan dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin
keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang
dimiliki informan. Diskusi kelompok terarah memungkinkan peneliti dan informan
berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam membahas isu-isu yang sangat spesifik, juga
memungkinkan peneliti mengumpulkan informasi secara cepat dan konstruktif dari
peserta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping itu, dinamika
kelompok yang terjadi selama berlangsungnya proses diskusi seringkali memberikan
informasi yang penting, menarik, bahkan kadang tidak terduga.
Hasil diskusi kelompok terarah tidak bisa dipakai untuk melakukan
generalisasi

karena

diskusi

ini

memang

tidak

bertujuan

menggambarkan

(representasi) suara masyarakat. Meski demikian, arti penting diskusi kelompok
terarah bukan terletak pada hasil representasi populasi, tetapi pada kedalaman
informasinya. Diskusi kelompok terarah merupakan salah satu metode penelitian
kualitatif yang secara teori mudah dijalankan, tetapi praktiknya membutuhkan
keterampilan teknis yang tinggi. Melalui tipe diskusi ini, peneliti bisa mengetahui
alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat seseorang atau kelompok.
Irwanto (2006) mendefinisikan diskusi kelompok terarah adalah suatu proses
pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan
tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Pengertian diskusi kelompok

23

terarah mengandung tiga kata kunci: diskusi (bukan wawancara atau obrolan),
kelompok (bukan individual), terfokus/terarah (bukan bebas). Artinya, walaupun
hakikatnya adalah sebuah diskusi, diskusi kelompok terarah tidak sama dengan
wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. Diskusi kelompok
terarah bukan pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan
suatu hal. Banyak orang berpendapat bahwa diskusi kelompok terarah dilakukan
untuk mencari solusi atau menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan
ditujukan untuk mencapai kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang
dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas tersebut bukanlah termasuk diskusi
kelompok terarah, melainkan rapat biasa. Diskusi kelompok terarah berbeda dengan
arena yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.
Sebagai alat penelitian, diskusi kelompok terarah dapat digunakan sebagai
metode primer maupun sekunder. Dikatakan berfungsi sebagai metode primer jika
digunakan sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain metode
lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. Dan dikatakan sebagai metode
penelitian sekunder adalah karena umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang
bersifat kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini,
baik berkedudukan sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari
diskusi kelompok terarah adalah data kualitatif.
Di luar fungsinya sebagai metode penelitian ilmiah, Krueger & Casey (2000)
menyebutkan, diskusi kelompok terarah pada dasarnya juga dapat digunakan dalam
berbagai ranah dan tujuan, misalnya (1) pengambilan keputusan, (2) need assesment,

24

(3) pengembangan produk atau program, (4) mengetahui kepuasan pelanggan dan
sebagainya.
Diskusi kelompok terarah harus dipertimbangkan untuk digunakan sebagai
metode penelitian sosial jika:
a.

Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang tingkatan persepsi, sikap
dan pengalaman yang dimiliki informan

b.

Peneliti ingin memahami lebih lanjut keragaman perspektif di antara kelompok
atau kategori masyarakat.

c.

Peneliti membutuhkan informasi tambahan berupa data kualitatif dari riset
kuantitatif yang melibatkan persoalan masyarakat yang kompleks dan
berimplikasi luas.

d.

Peneliti ingin memperoleh kepuasan dan nilai akurasi yang tinggi karena
mendengar pendapat langsung dari subjek risetnya.
Diskusi kelompok terarah sebaiknya dilakukan bila:

1.

Pemahaman dari berbagai sudut pandang perlu dikumpulkan

2.

Kesenjangan atau hambatan komunikasi antar kelompok perlu dijembatani

3.

Fakta yang lebih detail dan kaya perlu diungkap

4.

Data hasil temuan perlu diverifikasi
Namun, diskusi kelompok terarah sebaiknya dihindari bila:

1.

Topik yang dibahas mengandung beban emosional

2.

Aspek yang diungkap terlalu kritis/rentan

3.

Kurang ekonomis atau terlalu mahal

25

4.

Materi yang dibahas mengandung informasi rahasia (Herdiansyah, 2010)
Penyelenggaraan diskusi kelompok terarah hanya berlangsung 1-3 jam,

namun memerlukan persiapan, kemampuan, dan keahlian khusus. Ada prosedur dan
standar tertentu yang harus diikuti agar hasilnya benar dan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Irwanto (2006) mengemukakan tiga alasan perlunya melakukan diskusi
kelompok terarah, yaitu alasan filosofis, metodologis, dan praktis.
Menurut Koentjoro (2005), kegunaan diskusi kelompok terarah di samping
berfungsi sebagai alat pengumpul data, juga berfungsi sebagai alat untuk meyakinkan
pengumpul

data

(peneliti)

sekaligus

alat

re

check

terhadap

berbagai

keterangan/informasi yang didapat melalui berbagai metode penelitian yang
digunakan atau keterangan yang diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang sejenis
maupun yang bertentangan.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan dalam kaitannya dengan
penelitian, diskusi kelompok terarah berguna untuk:
a.

Memperoleh informasi yang banyak secara tepat

b.

Mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap dan
perilaku kelompok tertentu

c.

Menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih mendalam

d.

Cross check data dari sumber lain atau dengan metode lain

e.

Persiapan dan desain rancangan diskusi kelompok terarah
Sebagai sebuah metode penelitian, pelaksanaannya sangat ditentukan oleh

kecakapan moderator sebagai “sang sutradara”. Peran moderator dalam diskusi

26

kelompok terarah dapat dilihat dari aktivitas utamanya, baik yang bersifat pokok
(secara prosedural pasti dilakukan) maupun yang tentatif (hanya diperlukan jika
memang situasi menghendaki demikian).
Peran-peran tersebut adalah (a) membuka diskusi, (b) meminta klarifikasi, (c)
melakukan refleksi, (d) memotivasi, (e) probing (penggalian lebih dalam), (f)
melakukan blocking dan distribusi (mencegah ada peserta yang dominan dan
memberi kesempatan yang lain untuk bersuara), (g) reframing, (h) refokus, (i) melerai
perdebatan, (j) memanfaatkan jeda, (k) menegosiasi waktu, dan (l) menutup diskusi.
Dalam pelaksanaannya, kunci utama agar proses diskusi kelompok terarah
berjalan baik adalah permulaan. Untuk membuat suasana akrab, cair, namun tetap
terarah, tugas awal moderator terkait dengan permulaan diskusi yaitu (1)
mengucapkan selamat datang, (2) memaparkan singkat topik yang akan dibahas
(overview), (3) membacakan aturan umum diskusi untuk disepakati bersama (atau
hal-hal lain yang akan membuat diskusi berjalan mulus), (4) mengajukan pertanyaan
pertama sebagai panduan awal diskusi. Untuk itu usahakan, baik pertanyaan maupun
respon dari jawaban pertama tidak terlalu bertele-tele karena akan menjadi acuan bagi
efisiensi proses diskusi tersebut (Irwanto, 2006).
Peran-peran yang terdapat dalam suatu diskusi kelompok terarah antara lain
adalah fasilitator, peserta, pengamat, dan pencatat. Fasilitator bertugas menfasilitasi
diskusi para peserta, yaitu orang-orang yang diundang untuk mengemukakan sudut
pandangnya tentang topik bahasan. Pengamat (observer) bertugas melakukan

27

observasi selama diskusi berlangsung, sedangkan pencatat bertugas mencatat dan
merekam setiap pembicaraan yang terjadi.
Diskusi kelompok terarah kerap diperlukan dalam berbagai proyek yang kita
lakukan. Peran yang kita ambil biasanya adalah sebagai fasilitator. Berikut beberapa
keterampilan yang diperlukan oleh fasilitator (Herdiansyah, 2010):
1.

Keterampilan mengungkap permasalahan

2.

Keterampilan memotivasi dan menstimulasi

3.

Kepekaan dalam menyimpulkan dan menarik benang merah

2.2.4 Media Penyuluhan
Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat
bervariasi, antara lain:
1.

Leaflet
Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang
dilipat. Adapun keuntungan menggunakan leaflet antara lain sasaran dapat
menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan
mencatat. Sasaran dapat melihat isinya di saat santai dan sangat ekonomis.
Berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran
sehingga bisa didiskusikan dan dapat memberikan informasi yang detail yang
mana tidak dapat diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak, dan
diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.

28

2.

Flip chart (lembar balik)
Lembar balik merupakan media penyampaian pesan atau informasi kesehatan
dalam bentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran
baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar.

3.

Film dan video
Keuntungan penyuluhan dengan media ini adalah dapat memberikan realita yang
mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memacu
diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif
kecil dan sedang, dapat dipakai untuk belajar mandiri dan penyesuian oleh
sasaran, dapat dihentikan ataupun dihidupkan kembali, serta setiap episode yang
dianggap penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan tidak
memerlukan ruangan yang gelap.

4.

Slide
Keuntungan media ini antara lain dapat memberikan berbagai realita walaupun
terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan pembuatannya
relatif murah, serta peralatannya mudah digunakan.

5.

Transparansi OHP
Transparansi OHP sebagai media penyuluhan adalah dapat dipakai untuk
mencatat hal-hal penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan efisien karena
alatnya mudah didapat dan dibuat, serta tidak memerlukan ruangan yang gelap,
dapat digunakan untuk sasaran yang kecil maupun besar, peralatannya mudah
digunakan dan dipelihara.

29

6.

Papan tulis
Keunggulan menggunakan papan tulis, murah dan efisien, baik untuk
menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu
ruangan yang gelap.

2.3

Konsep Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2006) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis
makhluk hidup mulai dari binatang sampai manusia, mempunyai aktivitas masingmasing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai kegiatan yang sangat
luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu berjalan, berbicara, bekerja,
menulis, membaca, berpikir dan seterusnya.
Aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni:
a. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan,
bernyanyi, tertawa dan sebagainya.
b. Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berpikir,
berfantasi, bersikap dan sebagainya.
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai
suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya.

30

Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktoorfaktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku.
Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:
1.

Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang
bersifat givenatau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin dan sebagainya.

2.

Determinan faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan
faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Skiner dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan perilaku sebagai suatu

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan
demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus  Organisme 
Respons, sehingga akhirnya teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (stimulusorganisme-respons).
Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu:
a.

Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebutn eleciting stimuli,
karena menimbulkan respon-respon relatif tetap. Misalnya: makanan lezat akan

31

menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata
tertutup dan sebagainya.
b.

Operan respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain.
Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
berfungsi untuk memperkuat respons.
Berdasarkan

teori

“S-O-R”

tersebut

maka

perilaku

manusia

dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a.

Perilaku tertutup (Covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang, respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,
perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
Bentuk “unubservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur
adalah pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b.

Perilaku terbuka (Overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa
tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable
behavior” (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2 Ilmu-ilmu Dasar Perilaku
Uraian-uraian sebelumnya disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam
diri seseorang dari dua faktor utama yakni: stimulus merupakan faktor dari luar diri

32

seseorang tersebut (factor eksternal), dan respons merupakan faktor dari dalam diri
orang yang bersangkutan (factor internal) (Notoatmodjo, 2007). Faktor eksternal atau
stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non fisik dalam
bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar
perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya
dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan
seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah : perhatian, pengamatan, persepsi,
motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain,
struktur sosial, pranata-pranata sosial dan permasalahan-permasalahan sosial yang
lain. Ilmu yang mempelajari mengenai masalah ini adalah sosiologi. Faktor budaya
sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain: nilainilai, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi dan sebagainya. Ilmu
yang membahas tentang hal tersebut adalah antropologi. Sedangkan faktor-faktor
internal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seperti perhatian, motivasim
persepsi, intelegensi, fantasi dan sebagainya dicakup oleh psikologi. Dapat
disimpulkan bahwa ilmu perilaku dibentuk atau dikembangkan dari 3 cabang ilmu,
yaitu psikologi, sosiologi dan antropologi sehingga dalam ilmu perilaku terdapat
konotasi

atau

pengertian

sciences”(Notoatmodjo, 2007).

jamak

“ilmu-ilmu

perilaku”

atau

“behavioral

33

2.3.3 Domain Perilaku
Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan seseorang yang merupakan hasil
bersama antara faktor internal dan eksternal. Perilaku seseorang sangat kompleks dan
mempunyai bentangan yang sangat luas (Notoatmodjo, 2007).
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan
adanya 3 area wilayah, ranah atau domain perilaku ini yakni kognitif (cognitive),
afekti (affective), dan psikomotor (psychomotor).
Kemudian oleh ahli pendidikan Indonesia, ketiga domain diterjemahkan ke
dalam cipta (kognitif), rasa (efektif) dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa,
dan peri tindak (Notoatmodjo, 2007). Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai domain perilaku yang hanya dibatasi pada pengetahuan dan sikap saja.
2.3.4 Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan (knowledge) berarti apa yang telah diketahui, dalam kamus
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu ialah mengerti sesudah
melihat atau tahu sesudah menyaksikan, mengalami atau diajar. Pengetahuan adalah
hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang objek melalui indera yang
dimilikinya seperti mata, telinga, hidung dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek

34

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara garis besarnya dibagi dalam
6 tingkatan pengetahuan yaitu:
a.

Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (meningkat kembali) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang mengetahui tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
lainnya.

b.

Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tertentu, tidak dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara
pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan sekedar menyebutkan 3 M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa
harus menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan air
tersebut.

c.

Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.

35

d.

Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui.

e.

Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki.

f.

Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.

2.3.5 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Desmita (2006) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok:
a.

Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek

b.

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c.

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

36

emosi memegang peranan penting. Menurut Purwanto (2002) sikap adalah pandangan
atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek.
Ciri-ciri sikap adalah
a.

Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan
istirahat.

b.

Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

c.

Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan
dengan jelas.

d.

Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi jua merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.

e.

Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang. Sikap dapat bersifat dan dapat pula bersifat negatif. Dalam
sikap

positif,

kecenderungan

tindakan

adalah

mendekati,

menyenangi,

mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat

37

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek
tertentu.
Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan:
a.

Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi
yang diberikan (objek).

b.

Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.

c.

Manghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d.

Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
merupakan sikap yang tinggi.

2.3.6 Teori Mengenai Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan perilaku, antara lain:
1.

Teori WHO
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah karena adanya 6 alasan pokok, yaitu:
a. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain

38

b. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek dan nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
d. Orang penting sebagai referensi. Perilaku lebih banyak dipengaruhi oleh
orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya,
maka paa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
e. Sumber-sumber daya (resources), maksudnya adalah fasilitas-fasilitas uang,
waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku
seseorang atau kelompok masyarakat yang dapat bersifat posistif ataupun
negatif.
f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber di
dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada
umumnya disebut kebudayaan (Notoatmodjo, 2007).
2.

Caplan dalam (Friedman, 1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi
dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dan dukungan emosional. Perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan
resons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dan orang
yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus
yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan atau faktor internal yakni

39

karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya
tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Determinan
atau faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor
dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
3.

Menurut Bandura (1977), teori pembelajaran sosial didefinisikan sebagai satu
pembelajaran yang berlaku dengan memperhatikan orang lain melakukan sesuatu
atau menjadikan seseorang sebagai model tingkah laku. Ini berarti persekitaran
dan juga orang-orang yang signifikan akan mempengaruhi tingkah laku. Bandura
juga menyatakan seorang individu akan memperhatikan suatu tingkah laku
daripada orang lain yang signifikan dengannya dan menyimpan maklumat yang
diperhatikan secara kognitig dan seterusnya mempersembahkan tingkah laku
tersebut. Justru itu, tingkah laku agresif dipelajari daripada persekitaran sosial
deperti interaksi dengan keluarga, rekan sebaya, media massa dan konsep
mandiri individu (Mahmod, 2001).

4.

Menurut Maarof (2003), bahwa manusia belajar dengan cara memperhatikan
tingkah laku orang lain. Pembelajaran pemerhatian yang dinamakan juga sebagai
pemodelan, berhasil apabila manusia atau anak-anak memperhatikan tingkah
laku orang lain atau mereka yang signifikan dan mencatatkan konsekuen tingkah
laku tersebut. Kebanyakan pola percakapan, gaya pakaian, tingkah laku negatif
dan agresif dan pelbagai tingkah laku dipelajari melalui pemodelan. Anak-anak
remaja biasanya menjadikan ibu bapak, pelakon film, guru dan seumpamanya

40

model yang menjadi ikutan. Ini menjelaskan kepada kita mengapa tingkah laku
berbeda-beda mengikut masyarakat dan budaya.
5.

Teori S – O – R (Skiner, 1938)
Pada penelitian ini model yang digunakan adalah model S – O – R (Stimulus,
Organisme, Reson) atau selanjutnya akan disingkat menjadi SOR, yaitu manusia
yang menjadi objek materialnya memiliki jiwa yang mencakup komponenkomponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Menurut model ini,
organism akan menghasilkan perilaku tertentu bila ada kondisi stimulus tertentu
pula, dan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus,
sehingga dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antar pesan dan
reaksi komunikan.
Asumsi dasar dari model ini adalah media massa menimbulkan efek yang
terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus response theory atau
S – R theory. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksireaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,
simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon
dengan cara tertentu. Pola SOR ini dapat berlangsung secara positif atau negatif,
misalnya jika seseorang tersenyum, maka akan dibalas dengan senyum. Bila
respon negetif maka akan dibalas dengan memalingkan muka. Model ini yang
kemudian akan mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic
needle atau jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan
model SOR yaitu media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat

41

terhadap komunikan. Jadi unsur dalam model ini pesan (stimulus, S), komunikan
(Organism, O), efek (Respons, R).

2.4

Perilaku Seksualitas Berisiko Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak dengan masa

dewasa yakni kematangan mental dan sosial relatif belum tercapai, sehingga mereka
masih harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang bertentangan. Masa
remaja disebut juga masa kritis, karena peristiwa kehidupan yang akan mereka hadapi
bukan hanya menentukan kehidupan masa dewasa, tetapi juga sangat berpengaruh
pada kualitas hidup generasi (Pramono, 2009).
Menurut Sarwono (2008), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja putra lebih mendominasi dalam
melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja putri. Hal ini
dikarenakan banyaknya faktor yang membuat remaja putra untuk menyalurkan hasrat
seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara maju
menunjukkan bahwa remaja putra lebih banyak melakukan hubungan seksual pada
usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja putri.
Remaja putri merupakan sosok yang paling rentan terhadap akibat yang
terjadi dari hubungan seksual tersebut yang berkaitan dengan masalah kesehatan
sistem reproduksinya. Hal tersebut disebabkan secara anatomis, remaja putri lebih
mudah terkena infeksi dari luar karena bentuk dan letak organ reproduksinya yang

42

dekat dengan anus. Segi fisiologis, remaja putri akan mengalami menstruasi,
sedangkan masalah-masalah lain yang mungkin akan terjadi adalah kehamilan di luar
nikah, aborsi dan perilaku seks di luar nikah yang berisiko terhadap kesehatan
reproduksinya. Dari segi sosial, remaja putri sering mendapatkan perlakuan kekerasan
seksual. Risiko dari perilaku seksual yang berakibat pada kesehatan reproduksi
remaja ini dapat ditekan dengan pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi
remaja (KRR).
Minimnya

pengetahuan

remaja

tentang

KRR,

perilau

seksual

dan

penyimpangannya, meyebabkan banyak terjadi hal-hal negatif seperti hamil di luar
nikah. Pengetahuan remaja tentang KRR ini dapat ditingkatkan dengan pendidikan
kesehatan reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi
di usia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi
juga bahaya dari perilaku seksual akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular
seksual dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi
(BKKBN, 2005).
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang terjadi
pada remaja antara lain:
1.

Faktor internal
a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Perbedaan pengetahuan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang
berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13
tahun.

43

b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami risiko serta alternatif cara yang
dapat dipergunakan untuk menyalurkan dorongan seksual.
c. Motivasi
Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk
memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan
untuk

memperoleh

kesenangan,

mendapatkan

perasaan

aman

dan

perlindungan atau untuk memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual
(PSK).
2.

Faktor eksternal
a. Keluarga
Kurangnya komunikasi secaraa terbuka antara orang tua dengan remaja dapat
memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja.
b. Pergaulan
Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh
lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai
pemicu terbedar dibandingkan orang tuanya atau anggota keluarga lainnya.
c. Media massa
Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling dicari oleh
remaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat dengan mudah mengakses

44

informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu. Informasi yang
diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya.
Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan
seksual atau kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ
seksual melalui berbagai perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004),
beberapa perilaku seksual secara rinci dapat berupa:
1.

Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas
seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.

2.

Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan
seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba
perilaku lain.

3.

Cium kening berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir

4.

Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir

5.

Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitif rangsang seksual seperti
leher, dada, paha, alat kelamin dan lainnya.

6.

Berpelukan, perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman
disertai rangsangan seksual (apabila mengenai daerah sensitif)

7.

Masturbasi (wanita) atau onani (laki-laki) merupakan perilaku merangsang organ
kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri.

8.

Necking merupakan sentuhan menggunakan mulut pada leher pasangan yang
dapat meninggalkan bekas kemerahan atau tidak.

45

9.

Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke
dalam mulut lawan jenis. Jika dilakukan oleh laki-laki disebut dengan
cunnilungus, sedangkan jika dilakukan oleh perempuan dikenal dengan istilan
fellatio.

10. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya sebatas pada
menggesekkan alat kelamin). Menurut Soetjiningsih (2008) petting adalah
bersatunya tubuh individu dengan pasangan tanpa hubungan alat genital.
11. Hubungan seksual (sexual intercouse/senggama) merupakan aktivitas seksual
dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
Bentuk perilaku sekual dapat berupa kontak secara langsung maupun tidak
dengan kontak. Perilaku seksual dengan kontak yaitu mencium atau memeluk,
menyentuh dan meraba sekitar alat kelamin, seks oral, seks anal atau vaginal, dan
penetrasi vaginal atau anal dengan alat atau jari, sedangkan perilaku seksual tidak
kontak meliputi ucapan atau panggilan mesum, seks maya (penawaran seks melalui
internet), foto atau paparan seks, voyeurism (kepuasan seksual didapatkan dengan
melihat atau mengkhayalkan), dan pertanyaan atau komentar berbau seks yang
intrusif (United Nations International Children’s Emergency Fund, 2008).
Perilaku seksual berisiko merupakan perilaku seksual yang menyebabkan
berbagai dampak negatif bagi para pelakunya. Dampak negatif perilaku seksual
remaja antara lain adalah Kehamilan Tidak Diingikan (KTD), Penyakit Menular
Seksual (PMS), aborsi, putus sekolah, dan meningkatnya kriminalitas. Perilaku

46

seksual berisiko juga dipandang oleh masyarakat awam sebagai perilaku seksual
dengan banyak pasangan seks (Paul et al, 2000).
Perilaku seksual berdasarkan nilai resiko terhadap dampak negatifnya terbagi
menjadi dua bagian (McKinley 1995 dalam Miron & Charles, 2006) yaitu:
a.

Tidak berisiko
Perilaku seksual tidak berisiko meliputi berbicara mengenai seks, berbagi fantasi,
ciuman bibir pada pipi, sentuhan dan oral sex dengan penghalang lateks.

b.

Berisiko
Perilaku seksual berisiko terdiri dari tiga bagian, yaitu agak berisiko, berisiko
tinggi dan berbahaya. Perilaku seksual agak berisiko mencakup ciuman bibir,
petting, anal sex maupun berhubungan seks dengan menggunakan lateks
(kondom). Perilaku seksual berisiko tinggi meliputi petting dan oral sex tanpa
penghalang lateks serta masturbasi pada kulit lecet atau luka. Perilaku seksual
berbahaya yaitu melakukan anal sex maupun hubungan seksual tanpa
menggunakan penghalang lateks.

2.4.1 Hubungan Seksual Pranikah
Hubungan seksual ialah masuknya penis kedalam vagina. Bila terjadi
ejakulasi (pengeluaran cairan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada
dalam vagina memudahkan pertemuan sel telur yang menyebabkan terjadinya
pembuahan dan kehamilan, sedangkan hubugan seksual pra nikah merupakan
tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan ynag resmi menurut

47

hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Anonim,
2005).
Berbagai perilaku seksual remaja yang belum saatnya untuk melakukan
hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai berikut:
1.

Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruj berupa manipulasi terhadap
alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual pemenuhan kenikmatan
yang sering kali menimbulkan guncangan pribadi dan emosi

2.

Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan,
pegangan tangan sampai ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya
adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

3.

Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual yang pada
dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau
kegagalan dalam mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang masih
dapat dikerjakan. Contohnya menonton atau membaca hal-hal yang berbau
pornogrofi dan berfantasi

4.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada
remaja, oleh karena itu bila ada penyaluran yang tidak sesuai (pra nikah) maka
harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal
tersebut (Gunarsa, 2000).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan

seks untuk pertama kali:

48

1. Waktu mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa
yang dialaminya
2. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar
3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk
melakukan , pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga
hubungan akan makin mendalam
4. Kondisi keluarga. Mereka yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan
mudah mendapatkan akses ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya
kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang ekonomi
lemah

tetapi

banyak

kebutuhan/tuntutan,

mereka

mencari

kesempatan

memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.
5. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin
menunjukkan kematangannya, misalnya: mereka (pria) ingin menunjukkan bahwa
mereka mampu membujuk pasangannya untuk melakukan hubungan seks
6. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya
7. Penerimaan aktivitas seksual dari pacarnya
8. Terjadinya peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon
seksual.
2.4.2 Dampak dari Melakukan Hubungan Seksual Pranikah
1.

Aspek Medis
Dari aspek medis, melakukan hubungan seksual pra nikah memiliki banyak
konsekuensi yaitu:

49

a. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada usia muda
Mudanya usia ditambah lagi minimnya informasi tentang “bagaimana
seseorang perempuan hamil”, mempertinggi kemungkinan terjadinya kasus
kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut data PKBI (Perhimpunan
Keluarga Berencana Indonesia) 37.700 perempuan mengalami kehamilan
yang tidak diiginkan. Dari jumlahitu 30% adalah masih remaja; 27% belum
menikah; 12,5% masih berstatus pelajar dan sisanya adalah ibu rumah tangga
(Adiningsih, 2007).
b. Aborsi
Dengan status mereka yang belum menikah, maka besar kemungkinan
kehamilan tersebut tidak dikehendaki dan aborsi merupakan salah satu
alternatif yang kerap diambil oleh remaja. Setiap tahun terdapat sekitar 2,6
juta kasus aborsi di Indonesia, yang berarti setiap jam terjadi sekitar 300
tindakan pengguguran janin dengan risiko kematian ibu. Menurut Deputi
Bidang Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siswanto Agus Wilopo,
sedikitnya 700 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja (perempuan) berusia
di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,13% dari semua kasus aborsi dilakukan
karena kehamilan yang tidak diinginkan (Adiningsih, 2007)
c. Terjangkitnya penyakit menular seksual (PMS)
PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dan seseorang kepada orang lain
melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. Bila tida diobati dengan benar, penyakit ini dapat

50

berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti terjadinya kemandulan,
kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian. Ada banyak macam
penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS. Di Indonesia yang banyak
ditemukan saat ini adalah gonore (GO), sifilis (raja singa), herpes kelamin,
kiamida, tikomoniasis vagina, kutil kelamin hingga HIV/AIDS (Djuanda,
2005).
2.

Aspek Sosial Psikologis
Dari aspek psikologis, melakukan hubungan seksual pra nikah akan
menyebabkan remaja menjadi memiliki perasaan dan kecemasan tertentu,
sehingga bisa mempengaruhi kondisi kualitas sumber daya manusia (remaja) di
masa mendatang. Kualitas SDM remaja ini adalah:
a. Kualitas mentalis
Kualitas mentalis remaja laki-laki dan perempuan yang terlibat perilaku
seksual pra niikah akan rendah bahkan cenderung memburuk. Mereka tidak
memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi, karena dibayangi masa lalunya.
Cepat menyerah pada nasib, tidak sanggup menghadapi

Dokumen yang terkait

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

0 0 18

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

0 0 2

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

1 2 14

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

0 0 5

Efektivitas Metode Ceramah Dan Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang Perilaku Seksual Berisiko Di Sma Negeri 1 Langsa Tahun 2015

0 0 23

Pengaruh Metode Ceramah dan Metode Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Siswi Tentang Dismenorea di SMA Swasta Raksana Medan Tahun 2016

0 0 19

Pengaruh Metode Ceramah dan Metode Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Siswi Tentang Dismenorea di SMA Swasta Raksana Medan Tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Metode Ceramah dan Metode Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Siswi Tentang Dismenorea di SMA Swasta Raksana Medan Tahun 2016

0 0 9

Pengaruh Metode Ceramah dan Metode Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Siswi Tentang Dismenorea di SMA Swasta Raksana Medan Tahun 2016

0 2 39

EFEKTIFITAS METODE DISKUSI KELOMPOK DAN METODE CERAMAH TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKS PRANIKAH

0 0 16