Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah
mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik melalui
peningkatkan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan, jembatan, pasar, serta
sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi masyarakat melalui
peningkatan pendidikan maupun kesehatan. Namun demikian kendala utama yang
dihadapi hampir semuanya sama, yang umumnya bersumber pada permasalahan
kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan,
rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak reproduksi, serta masih cukup
tingginya laju pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2010).
Keprihatinan akan permasalahan kependudukan melahirkan sebuah konsep
pembangunan

berwawasan

kependudukan

atau


konsep

pembangunan

yang

bekelanjutan. Dari sini pula lahirlah kesadaran dunia untuk mengurangi masalah
kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan kependudukan. Langkah
pertama dan merupakan strategi yang monumental adalah kesadaran lebih dari 120
pemerintah/negara

yang

berjanji

melalui

konferensi


internasional

tentang

pembangunan dan kependudukan (ICPD) di Cairo pada tahun 1994 untuk bersamasama menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua orang tanpa
diskriminasi “Secepat mungkin paling lambat tahun 2015” (BKKBN – FE UI, 2004).

1
Universitas Sumatera Utara

Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah,
kualitas maupun persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi
bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi
kependudukan yang ada pada saat ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan
perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama
dengan seluruh lapisan masyarakat adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan
peningkatan kualitasnya melalui Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2001).
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI, Badan Kependudukan dan KB
Nasional


Nomor

82/PER/B5/2011.

Adapun

bentuk

perkembangan

bentuk

lembaga/organisasi BKKBN adalah sebagai berikut:
1. LKBN tugas cakupannya dua hal, 1) melembagakan KB, 2) mengelola segala
jenis bantuan untuk KB. Bentuk organsasi terdiri atas badan pertimbangan KB
nasional (BPKBN) sedang badan pelaksana KB yang untuk pusat terdiri dari
Ketua umum I, II, III dan sekretaris umum.
2. BKKBN berdasarkan Keppres RI No 8 Tahun 1970, membentuk lembaga
BKKBN menggantikan LKBN, program yang ditingkatkan dengan segala sumber

yang ada dengan mengikut sertakan partisipasi aktif masyarakat. BKKBN
langsung di bawah Presiden yang sehari hari di dampingi Musyawarah
pertimbangan KB nasional.
3. BKKBN berdasarkan keppres RI No 33 Tahun 1972, BKKBN menjadi lembaga
pemerintah Non departemen yang langsung di bawah Presiden. Dengan fungsi

Universitas Sumatera Utara

membantu presiden dalam menetapkan kebijakan pemerintah di bidang program
KB nasional dan meng koordinasikan pelaksanaan program KB nasional. Dalam
tugas sehari harinya di dampingi oleh TIM Pertimbangan Pelaksanaan Program
(TP3) yang anggota terdiri dari para sekretaris jenderal dari beberapa departemen.
4. BKKBN berdasarkan Keppres RI No 38 tahun 1978, seperti termaktub pada
GBHN 1978. Tetap menjadi lemabaga nondeparteman, dibawah dan bertanggung
jawab kepada presiden dengan tugas pokok mempersiapkan kebijakan umum dan
menkoordinasikan

pelaksanaan

program


KB

nasional

dan

program

kependudukan.
5. BKKBN berdasar Keppres RI No 64 tahun 1983 , seperti yang tercantum pada
GBHN 1983. Dirumuskan program KB untuk meningkatkan kesejahteraan ibu
dan anak,mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dengan cara
mengendalikan

kelahiran

untuk

mengendalikan


pertumbuhan

penduduk

Indonesia. Semuanya tercantum dalam rumusan GBHN . Program KB nasional
menjadi bagian integral pembangunan nasional. Dengan segala pemanfaatan
sumber daya yang tersedia demi mempercepat penurunan angka kelahiran.
6. BKKBN berdasarkan Keppres RI No 109 tahun 1993. Berdasarkan Keppres ini
diharapkan adanya percepatan terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera,di pandang perlu lebih meningkatkan peran serta semua pihak secara
terkoordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan gerakan KB nasional
dam pembangunan keluarga sejahtera.Tugas pokok BKKBN melanjutkan dan

Universitas Sumatera Utara

memantapkan kegiatan kegiatan program nasional, merumuskan kebijakan umum
pengelolaan program dan mengkoordinasikan dengan institusi terkait.
7. BKKBN berdasarkan Keppres RI No 20 tahun 2000. Mempercepat terwujudnya
keluarga berkualitas , maju, mandiri dan sejahtera. Dipandang perlu untuk

meningkatkan

peran

semua

pihak

agar

berkoordinasi,terintegrasi

dan

tersinkronisasi dalam program KB nasional dan pembangunan Keluarga sejahtera.
Pemberdayaan perempuan BKKBN yang mempunyai tugas merumuskan
kebijakan pengelolaan dan koordinasi pelaksana program KB nasional dan
program Keluarga sejahtera.
8. BKKBN berdasarkan Keppres RI No 166 tahun 2000. Dalam keppres ini sesuai
ketentuan UU yang berlaku. BKKBN sebagai lembaga Nondepartemen berada di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan dipimpin oleh
seorang kepala yang dijabat dan dikoordinasikan kepada Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan. Keppres ini dikuti oleh keputusan menteri negara
pemberdayaan perempuan/Kepala badan koordinasi keluarga berencana nasional
tentang organisasi dan tata kerja BKKBN pusat Nomor 10/HK-0101/B5/2001
sesuai dengan persetujuan menteri negara pendayagunaan aparatur negara Nomor
04/M.PAN/1/2001 tanggal 8 januari 2008.
9. BKKBN berdasarkan Keppres RI No 103 Tahun 2001 dan diikuti Keppres RI No
110 tahun 2001. Menegaskan kembali posisi BKKBN sesuai UU yang berlaku
sebagai lembaga Nondepartemen dan berada si bawah dan bertanggung jawab
kepada presiden , Kepala BKKBN berkoordinasi dengan menteri kesehatan RI.

Universitas Sumatera Utara

10. BKKBN berdasarkan Peraturan Presiden RI No 62 tahun 2010. BKKBN adalah
lembaga nondepartemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. BKKBN
mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan KB.
11. BKKBN


berdasarkan

peraturan

kepala

BKKBN

No

82/PER/B5/2011.

Menjelaskan tentang organisasi dan tata kerja perwakilan BKKBN provinsi.
Perwakilan BKKPN Provinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
kepala BKKBN pusat. Perwakilan BKKBN provinsi di pimpin oleh seorang
kepala.
Pada dasa warsa awal program Keluarga Berencana (KB) berjalan (19701980) Indonesia telah dapat menekan laju pertumbuhan penduduk menjadi 2,34 %
dari 2.8 % lebih pada dasa warsa sebelumnya, kemudian pada 10 tahun berikutnya
(1980-1990) laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan lagi menjadi 1,98 % dan pada

dekade berikutnya (2000-2010) tingkat pertumbuhannya menjadi 1,49 %. Kendati
pertumbuhan penduduk kecenderungannya semakin turun, hal yang perlu diketahui
adalah bahwa berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2010, penduduk
Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa sehingga dapat diperkirakan angka
pertumbuhan penduduk secara absolut kurang lebih 3 juta jiwa per tahun dan
menempatkan Indonesia di posisi keempat setelah RRC, India dan AS (BPS, 2011).
Hal yang menarik dari perjalanan panjang Program Keluarga Berencana di
Indonesia yang sudah menginjak tahun ke-35 dan kini menjadi persoalan baru ketika

Universitas Sumatera Utara

telah diratifikasinya ICPD yang antara lain berisi tuntutan keadilan dan kesetaraan
gender, ternyata tingkat kesertaan ber-KB secara umum didominasi oleh perempuan,
sedangkan pada pria tingkat kepesertaannya masih sangat rendah (kurang dari 6%)
dari jumlah total Peserta KB Aktif (PA) yang ada atau kalau dibandingkan secara
proporsional persentase kepesertaan pria dan wanita sangat tidak proporsional.
Sumbangan terbesar yang mempunyai dampak sangat signifikan terhadap laju
pertumbuhan penduduk (LPP) adalah pengguna alat kontrasepsi jangka panjang,
salah satunya adalah Metode Operasi Pria (MOP) atau Vasektomi (BKKBN, 2006).
Berdasarkan Rakernas Program KB tahun 2011, yang mengamanatkan

perlunya ditingkatkan peran pria dalam KB, ditindak lanjuti melalui Keputusan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN Nomor 10/HK010/B5/2001 tanggal 17 Januari 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN,
dengan membentuk Direktorat Partisipasi Pria di Bawah Deputi Bidang Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas merumuskan kebijakan
operasional Peningkatan Partisipasi pria, diputuskan perlunya intervensi khusus
melalui program peningkatan partisipasi pria yang tujuan akhirnya ”Terwujudnya
keluarga berkualitas melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan, promosi KB dan
kesehatan reproduksi yang berwawasan gender pada tahun 2015”. Salah satu sasaran
programnya adalah meningkatkan pria/suami sebagai peserta KB, motivator dan
kader, serta mendukung istri dalam KB dan kesehatan reproduksi, yang tolok ukurnya
(1) Meningkatnya peserta KB Kondom dan vasektomi 10 %, dan (2) Meningkatnya
motivator/kader pria 10 % (Rakernas BKKBN,2014).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data kependudukan di Indonesia, Aceh merupakan salah satu
provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang sedikit yaitu hanya 4.494.410 orang
dari 237.641.326 orang total jumlah penduduk di Indonesia (BPS, 2014). Laju
pertumbuhan penduduk Aceh tidak diimbangi dengan keikutsertaan dalam hal berKB. Hal ini dapat dilihat dari data Pasangan Usia Subur (PUS) dan peserta KB aktif
bahwa jumlah peserta KB aktif di Indonesia sebanyak 35.276.105 orang (75,88% dari
jumlah PUS) dan Bengkulu menempati urutan teratas dengan jumlah peserta KB aktif
87,70% dari jumlah PUS, yang disusul oleh Bali (85,11%) dan Gorontalo (83,19%)
sedangkan provinsi Aceh berada di urutan 32 dari 33 provinsi dengan jumlah peserta
KB aktif 69,21% dari 1.454.090 PUS (BPS, 2014). Dari jumlah pasangan usia subur
di Aceh yang berhasil dibina menjadi peserta KB dengan menggunakan
MOP/vasektomi masih sangat rendah yaitu 1,05% sebagai alat kontrasepsi.
Berdasarkan hasil pencapaian peserta KB baru dan aktif di Aceh diketahui bahwa
sampai bulan Desember 2014 dari 18 kabupaten/kota 5 kabupaten/kota yang tingkat
pencapaian peserta KB metode MOP melebihi pencapaian provinsi (1,05%)
sementara 14 kabupaten/kota lainnya tingkat pencapaiannya di bawah pencapaian
provinsi (BKKBN, 2014).
Kota Lhokseumawe merupakan salah satu Kota di Aceh yang memiliki luas
181,06 km2 dengan jumlah penduduk 181.976 jiwa dengan LPP 1,21% (keadaan
tahun 2014) dan tersebar di 4 kecamatan (BPS, 2014) dengan jumlah akseptor KB
metode MOP sampai Desember 2014 sebanyak 11 akseptor (0,1% dari jumlah PUS).
Kecamatan Banda Sakti merupakan ibu kota Lhokseumawe dengan kepadatan

Universitas Sumatera Utara

penduduk 945 jiwa/km2. Kecamatan Banda Sakti mempunyai sarana prasarana yang
memadai sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai hal termasuk
pelayanan KB dengan metode MOP. Jumlah akseptor MOP di Kota Lhokseumawe
pada tahun 2014 sebanyak 11 akseptor dan 7 akseptor diantaranya berdomisili di
Kecamatan Banda Sakti (BKKBN Kota Lhokseumawe,2014). Namun jumlah tersebut
masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah PUS yaitu 26.709 pasangan yang ada di
Kecamatan Banda Sakti dan Kota Lhokseumawe.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh BKKBN Provinsi Aceh bekerja sama
dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB)
Kota Lhokseumawe untuk meningkatkan partisipasi pria dalam MOP. Upaya yang
telah dilakukan antara lain penyuluhan dan sosialisasi MOP melalui pembagian
leaflet serta pemberian informasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB), namun hal tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan.
Penyebab rendahnya partisipasi pria dalam KB metode MOP dapat
dikelompokkan dalam beberapa faktor. Dari faktor personal yang meliputi umur,
jumlah anak, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Umur merupakan faktor penentu
seseorang dalam menggunakan kontrasepsi, semakin tua umur seseorang maka
semakin rendah tujuan untuk memiliki anak, sehingga seseorang cenderung untuk
menggunakan kontrasepsi yang sifatnya permanen, dalam hal ini MOP. Demikian
juga dengan jumlah anak menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi
akseptor MOP. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan
seseorang untuk menjadi akseptor MOP (BKKBN, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Selain faktor umur dan jumlah anak, faktor personal lain yang juga
berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi MOP adalah pendidikan. Hasil penelitian
yang dilakukaan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) di wilayah
Puskesmas Tembilan Kota Pekanbaru tahun 2008 diketahui bahwa pendidikan
berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, semakin tinggi tingkat pendidikan
suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu
pengetahuan dan pria yang baik tentang MOP akan membentuk tindakan yang positif
terhadap keikutsertaan KB (BKKBN, 2010).
Faktor sosial atau lingkungan di sekitar akseptor yang meliputi peranan
keluarga dan budaya juga mempengaruhi pria dalam MOP. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi (Puslitbang KB dan KR) pada tahun 2009 di Yogyakarta dan
Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan
kontrasepsi juga disebabkan oleh keluarga, dimana sebagian besar ibu/istri tidak
mendukung dan merasa khawatir bila suaminya menjadi akseptor MOP. Demikian
juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada
tahun 2000 diketahui bahwa penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar
disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%). Selain
dukungan keluarga, budaya juga memengaruhi pria untuk menjadi akseptor KB.
Adanya anggapan bahwa KB hanya diperuntukkan untuk wanita karena pria tidak
pernah hamil dan tersebut merupakan hal yang tidak penting untuk dilakukan
(BKKBN, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Rumor dan fakta lain tentang vasektomi sama dengan kebiri, dapat membuat
pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, tindakan
operasi yang menyeramkan, pria/suami dapat dengan mudah untuk selingkuh, dan
beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan MOP. Hal tersebut memengaruhi
rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan MOP (Everett, 2008).
Faktor personal dan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap keikutsertaan
pria/suami dalam ber-KB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Kabupaten Bantul bahwa partisipasi pria dalam ber-KB dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap, persepsi tentang

partisipasi pria dalam KB dan sikap istri

(Budisantoso, 2008). Anggraeni (2007) juga menyimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang memengaruhi keikutsertaan pria dalam ber-KB adalah akses pengetahuan
yang masih rendah tentang keluarga berencana, sosial ekonomi keluarga, stigma di
masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan metode KB bagi pria yang masih
terbatas, dan faktor pemahaman terhadap masalah kesetaraan gender dalam
pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga. Hal ini didukung dengan penelitian
Wahyuni (2013) bahwa pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga memengaruhi
partisipasi pria.
Selain faktor personal dan faktor sosial, faktor situasional yang meliputi
sumber informasi merupakan faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam berKB. Hasil studi identifikasi partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dilakukan oleh Direktorat
Partisipasi Pria (DITPRI) dengan Puslitbang KB dan KR Tahun 2001 diketahui

Universitas Sumatera Utara

rendahnya partisipasi pria dalam vasektomi disebabkan karena kurangnya informasi
kepada pria (BKKBN, 2001). Hal ini didukung dengan penelitian Ekarini (2008) yang
menyimpulkan bahwa kualitas layanan KB dan akses layanan KB berpengaruh
dengan partisipasi pria dalam vasektomi.
Berdasarkan data bahwa jumlah akseptor KB metode MOP di Kecamatan
Banda Sakti sebanyak 7 orang dan merupakan jumlah tertinggi di Kota Lhokseumawe
membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Faktor
Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Dalam Memilih Alat
Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe”

1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah jumlah akseptor vasektomi di
Kecamatan Banda Sakti tertinggi di Kota Lhokseumawe yaitu berjumlah 11 orang.
Namun jika dibandingkan dengan jumlah PUS yaitu 26.709 pasangan, jumlah
akseptor tersebut masih rendah sehingga peneliti ingin menganalisis faktor yang
mempengaruhi keikutsertaan suami dalam memilih alat kontrasepsi Metode Operasi
Pria(MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja

faktor yang

mempengaruhi keikutsertaan suami dalam memilih alat kontrasepsi Metode Operasi
Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

Universitas Sumatera Utara

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :Sebagai masukan kepada Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Provinsi Aceh, Pemberdayaan Perempuan Anak dan
Keluarga Berencana Kota Lhokseumawe dan Puskesmas di wilayah Kecamatan
Banda Sakti dalam rangka pengambilan kebijakan untuk program peningkatan
keikutsertaan suami dalam memilih alkon MOP.
1. Sebagai masukan kepada Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam
merencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria
dalam MOP.
2. Sebagai masukan kepada keluarga khususnya istri untuk mendukung suami yang
belum melakukan MOP agar mau berpatisipasi dalam MOP.
3. Penelitian ini dapat menambah khasana keilmuan di bidang promosi kesehatan
dan kesehatan reproduksi khususnya dalam upaya peningkatan keikutsertaan
suami dalam MOP.
4. Dapat dipergunakan sebagai pemahaman dan gambaran realitas bagi para PUS
khususnya suami dalam menentukan keikutsertaan dalam KB MOP ini.
5. Bagi peneliti sendiri penelitian ini sangat bermanfaat dan menambah ilmu serta
lebih peka terhadap masalah-masalah KB dimasyarakat, terutama tentang keikut
sertaan para suami dalam memilih alkon MOP.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesediaan Suami Sebagai Akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi

3 43 158

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

0 74 176

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan

2 68 119

GAMBARAN KEIKUTSERTAAN METODE OPERASI PRIA (MOP) KABUPATEN SITUBONDO BERBASIS INFORMASI GEOGRAFIS

0 5 22

PERSEPSI SUAMI TERHADAP ALAT KONTRASEPSI MOP ATAU VASEKTOMI

7 62 76

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 16

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 1 31

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 3

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 7