Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

(1)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN

SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

TESIS

Oleh

EDISA PUTRA GINTING 127032042/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF PERSONAL, SOCIAL AND SITUATIONAL FACTORS ON THE PARTICIPATION IN VASECTOMY

IN SIDIKALANG SUBDISTRICT DAIRI DISTRICT

THESIS

By

EDISA PUTRA GINTING 127032042/IKM

MAGISTER OF COMMUNITY HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN

SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EDISA PUTRA GINTING 127032042/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP

KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI

KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

Nama Mahasiswa : Edisa Putra Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 127032042

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D)

Anggota

(Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Mei 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Drs. Eddy Syahrial, M.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN

SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2014

Edisa Putra Ginting 127032042/IKM


(7)

ABSTRAK

Vasektomi merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil pada saluran sperma agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Berdasarkan data akseptor keluarga berencana di Kabupaten Dairi diketahui bahwa jumlah akseptor terbanyak berada di Kecamatan Sidikalang dengan jumlah akseptor sebanyak 28 orang. Namun jumlah tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di Kecamatan Sidikalang dan target nasional pada tahun 2015 yaitu 10% dari jumlah pria pasangan usia subur menjadi akseptor keluarga berencana.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan case control yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabuapaten Dairi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria pasangan usia subur yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dengan populasi kasus adalah suami yang telah melakukan vasektomi sebanyak 28 orang dan populasi kontrol adalah suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan belum melakukan vasektomi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah pengetahuan (p = 0,001), sikap (p = 0,001), peranan keluarga (p = 0,001), budaya (p = 0,001) dan sumber informasi (p = 0,001). Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah peranan keluarga dengan Odd Ratio 58,433.

Disarankan bagi keluarga pria pasangan usia subur agar memotivasi pria pasangan usia subur untuk berpatispasi aktif dalam vasektomi. Bagi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Pihak Puskesmas, Kantor Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Kabupaten Dairi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara agar lebih memahami kebudayaan masyarakat sehingga mampu menciptakan kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi pria pasangan usia subur dalam vasektomi.


(8)

ABSTRACT

Vasectomy is one of the contraceptives done by performing minor surgery on the sperm channel sperm that the semen released during ejaculation does not contain sperm. Based on the data of the acceptors of Family Planning in Dairi District, it was found out that most of the acceptors (28 persons) were in Sidikalang Subdistrict. Yet, the number is still less compared to the number of the couples in productive age in Sidikalang Subdistrict and the national target (10% of the number of men in productive age who became the acceptors of Family Planning) in 2015.

The purpose of this analytical quantitative study with case-control design conducted from December 2013 to May 2014 was to find out the influence of personal, social and situational factors on the participation in vasectomy in Sidikalang Subdistrict, Dairi District. The population of this study was all of the men in productive age living in Sidikalang Subdistrict, Dairi District comprising 28 husbands who have had a vasectomy for the case group and the husbands who have not had a vasectomy were included in the control group. The data for this study were obtained through interviews with the respondents. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of conmfidence 95%.

The study found that the variables related to the participation in vasectomy in

Sidikalang Subdistrict, Dairi District were knowledge (p = 0,001), attitude (p = 0,001), role of family (p = 0,001), culture (p = 0,001) and source of information

(p = 0,001). The most influencing variable was role of family with the Odd Ratio (OR) of 58.433.

The family of the husband in productive age should motivate the husbands to actively participate in vasectomy. The Field Workers of Family Planning, the Management of Community Health Center, the Management of Dairi District Child and Women Empowerment and Family Planning Office, Sumatera Utara Provincial National Family Planning Coordinating Board are suggested to more understand the culture of local community the workers and staff of the institutions are able to create the acitivities that can improve the participation of the husbands in productive age in vasectomy.


(9)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan


(10)

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Eddy Syahrial, M.S sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Kepala kantor PPAKB Kabupaten Dairi dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi di jenjang S2.

8. Camat Sidikalang Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 9. Camat Sitinjo Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan uji kuesioner penelitian di wilayah Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi.

10. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Ayahanda Sarimin Ginting dan Ibunda Pilem Br Sembiring yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.


(11)

12. Teristimewa buat istri tercinta Deysi Ria Br Barus, A.Md dan anak tersayang Tristan Anugerah Pahaganta Ginting yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

13. Buat pengurus kelas, Adik kami Arif Kristian Lawolo, Kak Free Agustina Sinaga, Eka Saudur Sihombing dan rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku tahun 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU. Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Mei 2014 Penulis

Edisa Putra Ginting 127032042/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Edisa Putra Ginting lahir pada tanggal 25 Maret 1980 di Medan, anak ke 4 dari pasangan ayahanda Sarimin Ginting dan ibunda Pilem Br Barus.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 0405 selesai tahun 1992, Sekolah Menengah Pertama RK Xaverius selesai tahun 1995, Sekolah Menengah Analisis Kesehatan Depkes RI Medan selesai tahun 1998, DIII Analis Kesehatan Yayasan RSU Dr. Rusdi Medan selesai tahun 2003, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan selesai tahun 2005.

Penulis bekerja sebagai pimpinan laboratorium klinik Anugerah Group dari tahun 2007 sampai sekarang, sebagai Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Siidakalang Kabupaten Dairi dari tahun 2010 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 dan menyelesaikan studi tahun 2014.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Teori Difusi Inovasi ... 11

2.1.1. Definisi Inovasi ... 11

2.1.2. Difusi dan Perubahan Sosial ... 11

2.1.3. Proses Keputusan Inovasi ... 14

2.1.4. Paradigma Proses Keputusan Inovasi ... 15

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi ... 18

2.2.1. Faktor Personal yang Memengaruhi Adopsi Inovasi .... 18

2.2.2. Faktor Sosial yang Memengaruhi Adopsi Inovasi ... 19

2.2.3. Faktor Situasional yang Memengaruhi Adopsi Inovasi. 20 2.3. Keluarga Berencana ... 21

2.4. Kontrasepsi ... 24

2.4.1. Definisi Kontrasepsi ... 24

2.4.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal ... 25

2.4.3. Manfaat Alat kontrasepsi ... 26

2.5. Vasektomi ... 28

2.5.1. Definisi Vasektomi ... 28

2.5.2. Syarat untuk Menjadi Akseptor Vasektomi ... 29

2.5.3. Metode Vasektomi ... 30

2.5.4. Kelebihan dan Keterbatasan Vasektomi ... 34

2.5.5. Indikasi dan Kontra Indikasi Vasektomi ... 35


(14)

2.5.7. Perawatan Pasca Bedah Vasektomi ... 36

2.5.8. Reanastomosis dan Rekanalisasi ... 37

2.5.9. Efek Psikologis dari Vasektomi ... 38

2.6. Landasan Teori ... 39

2.6. Kerangka Konsep ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1. Populasi ... 43

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Data Primer ... 44

3.4.2. Data Sekunder ... 44

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel ... 49

3.5.2. Definisi Operasional ... 49

3.6. Metode Pengukuran ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.2. Analisis Univariat ... 54

4.2.1. Karakteristik Responden ... 54

4.2.2. Pengetahuan Responden ... 55

4.2.3. Sikap Responden ... 57

4.2.4. Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga ... 62

4.2.5. Persepsi Responden Tentang Budaya ... 64

4.2.6. Sumber Informasi yang Diterima Responden ... 66

4.3. Analisis Bivariat ... 67

4.3.1. Hubungan Pendidikan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi . 67 4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi . 68 4.3.3. Hubungan Sikap dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 69

4.3.4. Hubungan Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 70


(15)

4.3.5. Hubungan Persepsi Responden Tentang Budaya dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi ... 72

4.3.6. Hubungan Sumber Informasi dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 73 4.4. Analisis Multivariat ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 79

5.1. Pengaruh Faktor Personal dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 80

5.1.1. Pengaruh Pendidikan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 80

5.1.2. Pengaruh Pengetahuan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi . 82 5.1.3. Pengaruh Sikap dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 85

5.2. Pengaruh Faktor Sosial dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 88

5.2.1. Pengaruh Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 89

5.2.2. Pengaruh Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 90

5.3. Pengaruh Faktor Situasional dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

6.1. Kesimpulan ... 96

6.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Metode Vasektomi dengan Menggunakan Pisau ... 32 2.2. Metode Vasektomi Tanpa Pisau ... 34


(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Pengetahuan ... 46 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliablitas pada Variabel Sikap ... 46 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Peranan Keluarga .. 47 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Budaya ... 48 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Sumber Informasi .. 48 3.6. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 50 4.1. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan Desa/Kelurahan ... 54 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, jumlah anak dan

Pendidikan ... 55 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 56 4.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 58 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 59 4.6. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 63 4.7. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga

terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 63 4.8. Distribusi Kategori Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga

terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 65


(18)

4.9. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden tentang Budaya terhadap

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 65 4.10. Distribusi Kategori Persepsi Responden Persepsi Responden tentang

Budaya terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang

Kabupaten Dairi ... 66 4.11. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden terhadap

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 67 4.12. Distribusi Kategori Sumber Informasi yang Diterima Responden

tentang Budaya terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi ... 68 4.13. Tabulasi Silang Pendidikan Responden dengan Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 69 4.14. Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dengan Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 69 4.15. Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Keikutsertaan Vasektomi di

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 70 4.16. Tabulasi Silang Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga dengan

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 71 4.17. Tabulasi Silang Persepsi Responden tentang Budaya dengan

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 73 4.18. Tabulasi Silang Sumber Informasi dengan Keikutsertaan Vasektomi di

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 74 4.19. Hasil Seleksi Bivariat antara Variabel Pendidikan, Pengetahuan,

Sikap, Peranan Keluarga, Budaya, dan Sumber Informasi Terhadap

Keikutsertaan Vasektomi ... 76 4.20. Hasil Analisis Multivariat Tahap Pertama antara Variabel

Pengetahuan, Sikap, Peranan Keluarga, Budaya, dan Sumber


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 101

2. Kuesioner Penelitian ... 102

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

4. Output Data Penelitian ... 111

5. Dokumentasi Penelitian ... 161 6. Surat-surat Penelitian


(20)

ABSTRAK

Vasektomi merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil pada saluran sperma agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Berdasarkan data akseptor keluarga berencana di Kabupaten Dairi diketahui bahwa jumlah akseptor terbanyak berada di Kecamatan Sidikalang dengan jumlah akseptor sebanyak 28 orang. Namun jumlah tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di Kecamatan Sidikalang dan target nasional pada tahun 2015 yaitu 10% dari jumlah pria pasangan usia subur menjadi akseptor keluarga berencana.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan case control yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabuapaten Dairi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria pasangan usia subur yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dengan populasi kasus adalah suami yang telah melakukan vasektomi sebanyak 28 orang dan populasi kontrol adalah suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan belum melakukan vasektomi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah pengetahuan (p = 0,001), sikap (p = 0,001), peranan keluarga (p = 0,001), budaya (p = 0,001) dan sumber informasi (p = 0,001). Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah peranan keluarga dengan Odd Ratio 58,433.

Disarankan bagi keluarga pria pasangan usia subur agar memotivasi pria pasangan usia subur untuk berpatispasi aktif dalam vasektomi. Bagi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Pihak Puskesmas, Kantor Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Kabupaten Dairi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara agar lebih memahami kebudayaan masyarakat sehingga mampu menciptakan kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi pria pasangan usia subur dalam vasektomi.


(21)

ABSTRACT

Vasectomy is one of the contraceptives done by performing minor surgery on the sperm channel sperm that the semen released during ejaculation does not contain sperm. Based on the data of the acceptors of Family Planning in Dairi District, it was found out that most of the acceptors (28 persons) were in Sidikalang Subdistrict. Yet, the number is still less compared to the number of the couples in productive age in Sidikalang Subdistrict and the national target (10% of the number of men in productive age who became the acceptors of Family Planning) in 2015.

The purpose of this analytical quantitative study with case-control design conducted from December 2013 to May 2014 was to find out the influence of personal, social and situational factors on the participation in vasectomy in Sidikalang Subdistrict, Dairi District. The population of this study was all of the men in productive age living in Sidikalang Subdistrict, Dairi District comprising 28 husbands who have had a vasectomy for the case group and the husbands who have not had a vasectomy were included in the control group. The data for this study were obtained through interviews with the respondents. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of conmfidence 95%.

The study found that the variables related to the participation in vasectomy in

Sidikalang Subdistrict, Dairi District were knowledge (p = 0,001), attitude (p = 0,001), role of family (p = 0,001), culture (p = 0,001) and source of information

(p = 0,001). The most influencing variable was role of family with the Odd Ratio (OR) of 58.433.

The family of the husband in productive age should motivate the husbands to actively participate in vasectomy. The Field Workers of Family Planning, the Management of Community Health Center, the Management of Dairi District Child and Women Empowerment and Family Planning Office, Sumatera Utara Provincial National Family Planning Coordinating Board are suggested to more understand the culture of local community the workers and staff of the institutions are able to create the acitivities that can improve the participation of the husbands in productive age in vasectomy.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik melalui peningkatkan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan, jembatan, pasar, serta sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi masyarakat melalui peningkatan pendidikan maupun kesehatan. Namun demikian kendala utama yang dihadapi hampir semuanya sama, yang umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak reproduksi, serta masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2010).

Keprihatinan akan permasalahan kependudukan melahirkan sebuah konsep pembangunan berwawasan kependudukan atau konsep pembangunan yang bekelanjutan. Dari sini pula lahirlah kesadaran dunia untuk mengurangi masalah kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan kependudukan. Langkah pertama dan merupakan strategi yang monumental adalah kesadaran lebih dari 120 pemerintah/negara yang berjanji melalui konferensi internasional tentang pembangunan dan kependudukan (ICPD) di Cairo pada tahun 1994 untuk bersama-sama menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua orang tanpa diskriminasi “Secepat mungkin paling lambat tahun 2015” (BKKBN – FE UI, 2004).


(23)

Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas maupun persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi kependudukan yang ada pada saat ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitasnya melalui Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2001).

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) didirikan pada tahun 1970 melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 8 tahun 1970 sebagai sebuah lembaga non departemen yang mempunyai tanggung jawab pada bidang pengendalian penduduk di Indonesia. Atas dasar itulah proyek besar di bidang pengendalian laju pertumbuhan penduduk berskala nasional yang sampai saat ini masih berjalan, yang disebut Program Keluarga Berencana Nasional. Lembaga resmi pelaksana teknis programnya bernama BKKBN yang pelaksana kegiatannya terstruktur secara hirarki mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan dan desa. Program dan kelembagaannya selanjutnya disempurnakan melalui Kepres Nomor 33 tahun 1972, Kepres Nomor 38 tahun 1978, serta Kepres Nomor 109 tahun 1993 tentang Pembentukan Kementerian Kependudukan dan BKKBN (BKKBN, 2001).

Pada dasa warsa awal program Keluarga Berencana (KB) berjalan (1970-1980) Indonesia telah dapat menekan laju pertumbuhan penduduk menjadi 2,34 % dari 2.8 % lebih pada dasa warsa sebelumnya, kemudian pada 10 tahun berikutnya


(24)

(1980-1990) laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan lagi menjadi 1,98 % dan pada dekade berikutnya (2000-2010) tingkat pertumbuhannya menjadi 1,49 %. Kendati pertumbuhan penduduk kecenderungannya semakin turun, hal yang perlu diketahui adalah bahwa berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa sehingga dapat diperkirakan angka pertumbuhan penduduk secara absolut kurang lebih 3 juta jiwa per tahun dan menempatkan Indonesia di posisi keempat setelah RRC, India dan AS (BPS, 2011).

Hal yang menarik dari perjalanan panjang Program Keluarga Berencana di Indonesia yang sudah menginjak tahun ke-35 dan kini menjadi persoalan baru ketika telah diratifikasinya ICPD yang antara lain berisi tuntutan keadilan dan kesetaraan gender, ternyata tingkat kesertaan ber-KB secara umum didominasi oleh perempuan, sedangkan pada pria tingkat kepesertaannya masih sangat rendah (kurang dari 6%) dari jumlah total Peserta KB Aktif (PA) yang ada atau kalau dibandingkan secara proporsional persentase kepesertaan pria dan wanita sangat tidak proporsional. Sumbangan terbesar yang mempunyai dampak sangat signifikan terhadap laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah pengguna alat kontrasepsi jangka panjang, salah satunya adalah vasektomi (BKKBN, 2006).

Berdasarkan Rakernas Program KB tahun 2000, yang mengamanatkan perlunya ditingkatkan peran pria dalam KB, ditindak lanjuti melalui Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN Nomor 10/HK-010/B5/2001 tanggal 17 Januari 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN, dengan membentuk Direktorat Partisipasi Pria di Bawah Deputi Bidang Keluarga


(25)

Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas merumuskan kebijakan operasional Peningkatan Partisipasi pria, diputuskan perlunya intervensi khusus melalui program peningkatan partisipasi pria yang tujuan akhirnya ”Terwujudnya keluarga berkualitas melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan, promosi KB dan kesehatan reproduksi yang berwawasan gender pada tahun 2015”. Salah satu sasaran programnya adalah meningkatkan pria/suami sebagai peserta KB, motivator dan kader, serta mendukung istri dalam KB dan kesehatan reproduksi, yang tolok ukurnya (1) Meningkatnya peserta KB Kondom dan vasektomi 10 %, dan (2) Meningkatnya motivator/kader pria 10 % (BKKBN, 2006).

Berdasarkan data kependudukan di Indonesia, Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 12.982.204 orang dari 237.641.326 orang total jumlah penduduk di Indonesia (BPS, 2011). Besarnya jumlah penduduk Sumatera Utara tidak diimbangi dengan keikutsertaan dalam hal ber-KB. Hal ini dapat dilihat dari data Pasangan Usia Subur (PUS) dan peserta KB aktif bahwa jumlah peserta KB aktif di Indonesia sebanyak 35.276.105 orang (75,88% dari jumlah PUS) dan Bengkulu menempati urutan teratas dengan jumlah peserta KB aktif 87,70% dari jumlah PUS, yang disusul oleh Bali (85,11%) dan Gorontalo (83,19%) sedangkan provinsi Sumatera Utara berada di urutan 32 dari 33 provinsi dengan jumlah peserta KB aktif 69,21% dari 1.454.090 PUS. Dari jumlah pasangan usia subur di Sumatera Utara yang berhasil dibina menjadi peserta KB dengan menggunakan kondom dan vasektomi masih sangat


(26)

rendah yaitu kondom 13,51% dan vasektomi 1,05% sebagai alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil pencapaian peserta KB baru dan aktif di Sumatera Utara diketahui bahwa sampai bulan Desember 2013 dari 33 kabupaten/kota 9 kabupaten/kota yang tingkat pencapaian peserta KB metode vasektomi melebihi pencapaian provinsi (1,05%) sementara 24 kabupaten/kota lainnya tingkat pencapaiannya di bawah pencapaian provinsi (BKKBN, 2013).

Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki luas 1.927,80 km2 dengan jumlah penduduk 273.394 jiwa dengan LPP 0,9 (keadaan tahun 2012) dan tersebar di 15 kecamatan (BPS, 2013) dengan jumlah akseptor KB metode vasektomi sampai Desember 2013 sebanyak 52 akseptor (0,82% dari jumlah PUS). Kecamatan Sidikalang merupakan ibu kota Kabupaten Dairi dengan kepadatan penduduk 569 jiwa/km2

Berbagai upaya telah dilakukan oleh BKKBN Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Kabupaten Dairi untuk meningkatkan partisipasi pria dalam vasektomi. Upaya yang telah dilakukan antara lain penyuluhan dan sosialisasi vasektomi melalui

. Kecamatan Sidikalang mempunyai sarana prasarana yang memadai sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai hal termasuk pelayanan KB dengan metode vasektomi. Jumlah akseptor vasektomi di Kabuapaten Dairi pada tahun 2013 sebanyak 52 akseptor dan 28 akseptor diantaranya berdomisili di Kecamatan Sidikalang (BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2013). Namun jumlah tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah PUS yang ada di Kecamatan Sidikalang dan Kabupaten Dairi.


(27)

pembagian leaflet serta pemberian informasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), namun hal tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Penyebab rendahnya partisipasi pria dalam KB metode vasektomi dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor. Dari faktor personal yang meliputi umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Umur merupakan faktor penentu seseorang dalam menggunakan kontrasepsi, semakin tua umur seseorang maka semakin rendah tujuan untuk memiliki anak, sehingga seseorang cenderung untuk menggunakan kontrasepsi yang sifatnya permanen, dalam hal ini vasektomi. Demikian juga dengan jumlah anak menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi (BKKBN, 2006).

Selain faktor umur dan jumlah anak, faktor personal lain yang juga berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi adalah pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukaan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) di wilayah Puskesmas Tembilan Kota Pekanbaru tahun 2008 diketahui bahwa pendidikan berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu pengetahuan dan pria yang baik tentang vasektomi akan membentuk tindakan yang positif terhadap keikutsertaan KB (BKKBN, 2010).

Faktor sosial atau lingkungan di sekitar akseptor yang meliputi peranan keluarga dan budaya juga mempengaruhi pria dalam vasektomi. Hasil penelitian yang


(28)

dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (Puslitbang KB dan KR) pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi juga disebabkan oleh keluarga, dimana sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya menjadi akseptor vasektomi. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 diketahui bahwa penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%). Selain dukungan keluarga, budaya juga memengaruhi pria untuk menjadi akseptor KB. Adanya anggapan bahwa KB hanya diperuntukkan untuk wanita karena pria tidak pernah hamil dan tersebut merupakan hal yang tidak penting untuk dilakukan (BKKBN, 2006).

Rumor dan fakta lain tentang vasektomi sama dengan kebiri, dapat membuat pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, tindakan operasi yang menyeramkan, pria/suami dapat dengan mudah untuk selingkuh, dan beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan vasektomi. Hal tersebut memengaruhi rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan vasektomi (Everett, 2008).

Faktor personal dan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap keikutsertaan pria/suami dalam ber-KB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bantul bahwa partisipasi pria dalam ber-KB dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, persepsi tentang partisipasi pria dalam KB dan sikap istri


(29)

(Budisantoso, 2008). Anggraeni (2007) juga menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi keikutsertaan pria dalam ber-KB adalah akses pengetahuan yang masih rendah tentang keluarga berencana, sosial ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan metode KB bagi pria yang masih terbatas, dan faktor pemahaman terhadap masalah kesetaraan gender dalam pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga. Hal ini didukung dengan penelitian Wahyuni (2013) bahwa pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga memengaruhi partisipasi pria.

Selain faktor personal dan faktor sosial, faktor situasional yang meliputi sumber informasi merupakan faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam ber-KB. Hasil studi identifikasi partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dilakukan oleh Direktorat Partisipasi Pria (DITPRI) dengan Puslitbang KB dan KR Tahun 2001 diketahui rendahnya partisipasi pria dalam vasektomi disebabkan karena kurangnya informasi kepada pria (BKKBN, 2001). Hal ini didukung dengan penelitian Ekarini (2008) yang menyimpulkan bahwa kualitas layanan KB dan akses layanan KB berpengaruh dengan partisipasi pria dalam vasektomi.

Berdasarkan data bahwa jumlah akseptor KB metode vasektomi di Kecamatan Sidikalang sebanyak 28 orang dan merupakan jumlah tertinggi di Kabupaten Dairi membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”


(30)

1.2. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah jumlah akseptor vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tertinggi di Kabupaten Dairi. Namun jika dibandingkan dengan jumlah PUS, jumlah akseptor tersebut masih rendah sehingga peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara, Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Dairi dan Puskesmas di wilayah Kecamatan Sidikalang dalam rangka pengambilan kebijakan untuk program peningkatan keikutsertaan suami dalam vasektomi.


(31)

2. Sebagai masukan kepada Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam merencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria dalam vasektomi.

3. Sebagai masukan kepada keluarga khususnya istri untuk mendukung suami yang belum melakukan vasektomi agar mau berpatisipasi dalam vasektomi.

4. Penelitian ini dapat menambah khasana keilmuan di bidang promosi kesehatan dan kesehatan reproduksi khususnya dalam upaya peningkatan keikutsertaan suami dalam vasektomi.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Difusi Inovasi 2.1.1. Definisi Inovasi

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Salah satu bekal yang berguna bagi usaha-usaha untuk memasyarakatkan ide-ide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide-ide-ide tersebut tersebar kedalam sistem sosial dan memengaruhinya. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial, yang merupakan inti dari perubahan masyarakat. Upaya memperkenalkan ide baru KB pria metode vasektomi kepada masyarakat akan menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan.

2.1.2. Difusi dan Perubahan Sosial

Menurut Hanafi (2000) difusi adalah tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan proses bagaimana inovasi tersebar kepada anggota sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru,


(33)

sedangkan pengkajian komunikasi adalah telaah tentang semua bentuk pesan. Dalam kasus difusi karena pesan yang akan disampaikan “baru” maka ada resiko bagi penerima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkah laku dalam penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan biasa.

Dalam difusi biasanya memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku (overt behavior) yaitu menerima atau menolak ide-ide baru, tidak hanya sekedar perubahan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap sebagai langkah perantara dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang yang akhirnya membawa perubahan pada tingkah laku.

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

1. Inovasi

Yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi

Yaitu seperangkat alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan: (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi


(34)

kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

3. Jangka waktu

Yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam: (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang yang relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial

Yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota sistem sosial bisa berupa perorangan (individu), kelompok informal, organisasi modern atau subsistem. Diantara anggota sistem sosial, ada yang memegang peran penting dalam proses difusi, yakni mereka yang disebut pemuka pendapat atau agen perubahan. Pemuka pendapat adalah seseorang yang relatif sering mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu secara informal. Para pemuka pendapat mempunyai pengaruh dalam proses penyebaran inovasi, mereka bisa mempercepat diterimanya inovasi oleh anggota masyarakat tetapi dapat juga menghambat tersebarnya suatu inovasi


(35)

kedalam sistem. Agen perubahan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi kedalam suatu sistem sosial. mereka adalah tenaga professional (petugas) yang mewakili lembaga instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan cara menyebar ide baru. Seorang agen perubahan adalah yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial dalam rangka melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga mereka bekerja.

2.1.3. Proses Keputusan Inovasi

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, dia mulai menggunakan ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahuinya adanya inovasi, sampai mengambil keputusan menerima atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Dalam proses keputusan inovasi seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap untuk mengurangi ketidak yakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut (Notoatmodjo, 2007)

Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan tahapan efek dasar. Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi


(36)

suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya (Notoatmodjo, 2010).

2.1.4. Paradigma Proses Keputusan Inovasi

Proses keputusan inovasi terdiri atas 5 tahap, yaitu: 1. Knowledge (Pengetahuan)

Pada tahapan ini individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa? Merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Pada tahap ini individu akan manatapkan “Apa inovasi itu? Bagaimana dan mengapa ia bekerja? Dari pertanyaan tersebut akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu :

a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi.

b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers


(37)

memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini. c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang

prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah tentang cara kerja dari KB pria metode vasektomi, bagaimana fungsi dari penggunaan KB pria metode vasektomi dalam mencegah proses kehamilan.

2. Persuation (Bujukan)

Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sifat positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Seorang individu akan membantuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi. Tahap pengetahuan lebih bersifat kognitif, sedangkan tahap persuasi bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena individu pada tahap ini akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.


(38)

3. Decision (Keputusan)

Pada tahap ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, maka inovasi akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi, yaitu active rejection dan

passive rejection. Active rejection terjadi ketika individu mencoba inovasi dan berpikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun akhirnya dia menolak. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berpikir untuk mengadopsi inovasi. 4. Implementation (Penerapan)

Pada tahap ini, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidak pastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidak pastian dari hasil-hasil inovasi masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Klein dalam hal ini masyarakat, akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidak pastian dari akibatnya. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi adalah suatu organisasi, karena dalam hal ini jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbada-beda.

5. Confirmation (Penegasan/Pengesahan)

Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka individu akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007) keputusan ini


(39)

dapat menjadi terbalik apabila si pengguna menyatakan ketidak setujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang akan menguatkan keputusannya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan keputusan jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.

2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, seperti: (1) faktor personal, (2) faktor sosial, dan (3) faktor situasional.

2.2.1 Faktor Personal yang Memengaruhi Adopsi Inovasi 1. Umur

Adopsi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia relatif tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan suatu tambahan pemahaman tentang hal-hal baru. Disamping itu pendidikan juga merupakan sesuatu yang dapat menciptakan dorongan kepada seseorang untuk menerima suatu inovasi.


(40)

3. Karakteristik Psikologi

Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen yang nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, karena hal tersebut akan mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.

2.2.2. Faktor Sosial yang Memengaruhi Adopsi Inovasi terdiri dari: 1. Keluarga

Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga.

2. Tetangga dan Lingkungan Sosial

Tetangga adalah orang-orang yang tinggal pada suatu geografis tertentu yang telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung berasosiasi dengan sesamanya daripada dengan pihak luar. Pada umumnya belajar dengan tetangga biasanya lebih berhasil dari pada belajar dengan pihak lain yang tinggal berjauhan sehingga tetangga banyak berperan dalam proses adopsi inovasi.


(41)

3. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu.

4. Budaya

Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses adopsi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai yang ada.

2.2.3 Faktor Situasional yang Memengaruhi Adopsi Inovasi adalah: 1. Status Sosial

Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan proses adopsi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi.

2. Sumber Informasi

Orang-orang yang memanfaatkan berbagai sumber informasi yang didapatkannya berkorelasi positif dengan proses adopsi inovasi. Sebaliknya, orang-orang yang enggan untuk mencari dan mendapatkan informasi dan hanya bergantung dengan


(42)

informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses adopsi inovasi.

2.3. Keluarga Berencana (KB)

Di Indonesia KB modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publisitas, dengan obat yang ada tentang KB. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan KB dan sampai sekarang masih aktif membantu program KB nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (BKKBN, 2004).

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas, pelaksanaan dan evaluasi. Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan


(43)

meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).

Sejak Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dan nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam program aksi tentang hak reproduksi dan kesehatan reproduksi paragraf 7.2. yang menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).

Secara khusus ICDP paragraf 7.8. menyatakan bahwa perlu dikembangkan program yang inovatif untuk informasi, konseling dan pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh remaja dan pria dewasa. Program-program tersebut seharusnya dapat mendidik dan menyadarkan para laki-laki untuk lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas keluarga berencana, tugas-tugas rumah tangga, pengasuhan anak


(44)

dan juga lebih bertanggung jawab dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam BKKBN (2010) dikatakan bahwa amanat internasional ini telah diimplementasikan dalam bentuk Rencana Jangka Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahan periode 2010-2014 yang dibebankan kepada BKKBN, yaitu: 1. Laju pertumbuhan penduduk 1,0% pertahun

2. Total Fertility Rate (TFR) 2,1 3. Peserta aktif KB pria 4, 5% 4. Unmed Need 5%

5. Usia kawin pertama perempuan 21 tahun

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa :

1. Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagai tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagai beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi.

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksinya akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.

3. Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan yang penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya atau digunakan


(45)

istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya seperti saat melahirkan.

2.4. Kontrasepsi

2.4.1. Definisi Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan cara, alat atau obat – obatan (Proverawati, 2010). Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu


(46)

cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif) (Pinem, 2009).

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2.4.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal

Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individu bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan

2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keefektifan dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terusmenerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (use effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan


(47)

setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010).

2.4.3. Manfaat Alat Kontrasepsi

Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara 1978 mengamanatkan bahwa tujuan program keluarga berencana adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga berencana diusahakan diperluas keseluruh wilayah dan lapisan masyarakat termasuk daerah pemukiman baru. Penggunaan alat kontrasepsi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu dapat mengatur jarak kelahiran, menunda kelahiran serta mencegah kehamilan.


(48)

Adapun tujuan dari gerakan KB Nasional menurut Meilani (2010) adalah : a. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikut sertakan seluruh lapisan

masyarakat dan potensi yang ada.

b. Meningkatkan jumlah peserta KB dan tercapainya pemerataan serta kualitas peserta KB yang menggunakan alat. Kontrasepsi efektif dan mantap dengan pelayanan bermutu.

c. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak-anak dibawah usia lima tahun serta memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan.

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penerimaan, penghayatan dan pengamalan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.

e. Meningkatkan peranan dan tanggung jawab wanita, pria dan generasi muda dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan masalah kependudukan.

f. Mencapai kemantapan, kesadaran, tanggung jawab dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam pelaksanaan gerakan KB sehingga lebih mampu meningkatkan kemandiriannya di wilayah masing-masing.

g. Mengembangkan usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dalam mempercepat pelembagaan nilai-nilai.


(49)

h. Memeratakan penggarapan gerakan KB ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat perkotaan, pedesaan, kumuh, miskin dan daerah pantai.

i. Meningkatkan jumlah dan mutu tenaga dan atau pengelola gerakan KB yang mampu memberikan pelayanan KB yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air dengan kualitas yang tinggi dan kenyamanan yang memenuhi harapan.

2.5. Vasektomi

2.5.1. Definisi Vasektomi

Menurut BKKBN (2008), Vasektomi (Medis Operasi Pria/MOP) adalah pemotongan/pembuangan saluran sperma kiri dan kanan saja, agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma atau vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil yang memerlukan waktu operasi yang singkat yaitu 10 sampai 15 menit dan tidak memerlukan anastesi (bius) umum, cukup dengan bius lokal, sehingga relatif lebih aman. Pada vasektomi buah zakar testis tidak dibuang, jadi tidak memproduksi

hormone testosterone. Vasektomi tidak akan menyebabkan laki-laki menjadi impoten, sebab saraf-saraf dan pembuluh darah yang berperan dalam proses terjadinya ereksi berada di batang penis. Sedangkan tindakan vasektomi hanya dilakukan disekitar buah zakar (testis), jauh dari persarafan untuk ereksi.

Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vas deferens sehingga alur transportasi sperma


(50)

terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan ovum dengan sperma) tidak terjadi (Pinem, 2009). Vasektomi adalah pemotongan atau penyumbatan kedua saluran tersebut untuk mencegah jalannya sperma. Vas deferens dipotong tepat di atas testis. Vasektomi tidak mengganggu produksi cairan seminalis sehingga tidak akan bisa membedakan perbedaan jumlah cairan yang diproduksi saat ejakulasi cairan itu sendiri tidak mengandung sperma. Operasi dilakukan di bawah anestesi lokal dan dilakukan selama kurang dari setengah jam. Sayatan kecil dibuat pada kulit ditengah-tengah atau pada masing-masing sisi skrotum dan vas deferens yang berada tepat di bawah kulit kemudian dipotong atau disumbat. Kulit dapat ditutup dengan jahitan atau dibiarkan menutup sendiri (Glasier, 2006).

2.5.2. Syarat untuk Menjadi Akseptor Vasektomi

Adapun persyaratan untuk menjadi akseptor vasektomi adalah : a. Harus secara sukarela

Artinya klien memutuskan pilihan atas keinginannya sendiri dengan mengisi dan menandatangani informed concent.

b. Mendapat persetujuan istri dalam melakukan vasektomi. c. Jumlah anak yang cukup

Setiap suami dari suatu pasangan usia subur yang telah memiliki jumlah anak yang cukup minimal 2 orang dan yang paling kecil harus sudah berumur 4 tahun.


(51)

d. Mengetahui akibat-akibat vasektomi

Calon akseptor vasektomi harus mengetahui akibat setelah melakukan vasektomi yaitu setelah melakukan vasektomi maka akseptor tidak bisa lagi memiliki keturunan.

e. Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun (Suratun, 2008).

2.5.3. Metode Vasektomi a) Prosedur Kontap Pria

Prosedur kontap pria meliputi beberapa langkah tindakan : 1. Identifikasi dan isolasi vas deferens

a. Kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid-scrotum, tidak berpulsasi (berbeda dengan pembuluh darah)

b. Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan : 1. kulit scrotum tebal, 2. vas deferens yang sangat tipis spermatic cord yang tebal, 3. testis yang tidak turun, 4. otot cremaster berkontraksi dan menarik testis keatas.

c. Kedua vas deferens harus diidentifikasi sebelum meneruskan prosedur kontap.

d. Dilakukan immobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan jari telunjuk atau dengan memakai klem (doek-klem atau klem lainnya)

e. Dilakukan penyuntikan anastesi lokal.


(52)

2. Insisi skrotum

a. vas deferens yang telah diimmobilisasi di depan skrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit skrotum

b. Insisi horizontal atau vertical, dapat dilakukan secara : 1. tunggal digaris tengah (scrotal raphe), 2. dua insisi, satu insisi di atas masing-masing vas deferens

3. Memisahkan lapisan-lapisan superfisial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat di isolasi.

4. Okulasi vas deferens

a. Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididimis

b. Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat ditutup dengan :

1. Ligasi, dapat dilkukan dengan chromic catgut (ini yang paling sering dilakukan), dapat pula dengan benang yang tidak diserap (silk), tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi jaringan atau granuloma, ligasi tidak boleh dilakukan terlalu kuat sampai memotong vas deferens, karena dapat menyebabkan spermatozoa merembes ke jaringan sekitarnya dan terjadi granuloma, untuk mencegah kedua ujung vas deferens agar tidak menyambung kembali (rekanalisasi), ujung vas deferens dapat dilipat kebelakang lalu diikatkan/dijahitkan pada dirinya sendiri, atau vaskia dari vas deferens dapat ditutupkan di


(53)

atas satu ujung sehingga terdapat suatu barier dari jaringan fascia; atau vas deferens ditanamkan ke dalam jaringan fascia;

2. Electro-koagulasi/thermo-koagulasi;

3. Clips : masih dalam fase experimental, keuntungan clips : lebih cepat dibandingkan ligasi, lebih mudah memperhitungkan tekanan yang diperlukan untuk aplikasi clips dibandingkan dengan ligasi, tantalum, bahan clips, tidak diserap dan biologis iner, potensi reversibilitas besar, umumnya dipasang dua sampai tiga clips pada masing-masing vas deferens.

5. Penutupan luka insisi

a. Dilakukan dengan catgut, yang kelak akan diserap

b. Pada insisi 1cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja.


(54)

b) Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)

Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa takut calon akseptor kontap-pria akan tindakan operasi (yang umumnya dihubungkan dengan pemakaian pisau operasi), dan juga untuk lebih menggalakkan penerimaan/pelaksanaan kontap-pria, di Indonesia sekarang telah diperkenalkan dan telah dilaksanakan metode vasektomi tanpa pisau (VTP).

1. Persiapan pre-operatif

a. Cukur rambut pubis, untuk lebih menjamin sterilitas b. Tidak perlu puasa sebelumnya

2. Mencari, mengenal dan fiksasi vas deferens kemudian dijepit dengan klem khusus yang ujungnya berbentuk tang catut, lalu disuntikan anastesi local 3. Dilakukan penusukan pada garis tengah skrotum dengan alat berujung

bengkok dan tajam untuk membuat luka kecil, yang kemudian dilebarkan sekitar 0,5 cm. Akan terlihat vas deferens yang liat dan keras seperti kawat baja. Selaput pembungkus vas deferens dibuka secara hati-hati. Setelah pembungkus vas deferens disisihkan ke tepi, akan tampak jelas saluran sperma (vas deferens) yang berwarna putih mengkilap bagai mutiara.

4. Selanjutnya dilakukan oklusi vas deferens dengan ligasi + re-seksi suatu segmen vas deferens


(55)

Gambar 2.2. Metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) 2.5.4. Kelebihan dan Keterbatasan Vasektomi

Kelebihan vasektomi adalah :

1. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon,

2. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup.

3. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri 4. Lebih aman (keluhan lebih sedikit),

5. Lebih Praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), 6. Lebih Efektif (Tingkat kegagalannya sangat kecil),

7. Lebih Ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan), 8. Tidak akan menakibatkan dampak kematian (mortalitas),


(56)

9. Pasien tidak perlu dirawat di Rumah Sakit, 10.Tidak ada resiko kesehatan,

11.Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan sifatnya permanen.

Sedangkan kelemahan vasektomi adalah : 1. Harus ada tindakan pembedahan,

2. Tidak dilakukan pada suami yang masih ingin memiliki anak, 3. Kadang-kadang terasa nyeri, atau terjadi perdarahan setelah operasi,

4. Kadang-kadang timbul infeksi pada kulit skrotum, apabila operasinya tidak sesuai dengan prosedur (Meilani dkk, 2010).

2.5.5. Indikasi dan Kontra Indikasi Vasektomi

Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Arum, 2009). Sedangkan kontra-indikasi adalah :

a. Ketidakmampuan fisik yang serius; b. Masalah urologi;

c. Masalah hubungan;

d. Tidak didukung oleh pasangan (Everett, 2008).

Adapun kontraindikasi yang lain menurut Meilani (2010), adalah : a. Penderita hernia;


(57)

c. Penderita kelainan pembekuan darah;

d. Penderita penyakit kulit atau jamur di daerah kemaluan; e. Tidak tetap pendiriannya;

f. Infeksi di daerah testis;

g. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar); h. Buah zakar membesar karena tumor;

i. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar); j. Buah zakar tidak turun (kriptokismus);

k. Penyakit kelainan pembuluh darah. 2.5.6. Komplikasi Vasektomi

Komplikasi vasektomi sangat jarang terjadi. Adapun komplikasi yang mungkin timbul yaitu timbul segera memar, hematom, infeksi luka operasi (terjadi pada hampir 5% pria). Selain itu timbul granuloma sperma yaitu gumpalan kecil yang terbentuk di ujung-ujung vas deferens yang dipotong akibat respons peradangan lokal terhadap sperma yang bocor, rasa tidak nyaman dan nyeri intra skrotum kronik (sindrom pasca vasektomi). Tidak ada komplikasi jangka panjang yang bisa ditimbulkan oleh kontasepsi metode vasektomi (Hartanto, 2004).

2.5.7. Perawatan Pasca Bedah Vasektomi

Hal yang perlu diperhatikan setelah operasi adalah :

a. Usahakan bekas luka tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh karena akan mengakibatkan terjadinya infeksi,


(58)

c. Jangan lupa minum obat yang diberikan dokter sesuai dengan aturan, d. Jangan bekerja berat,

e. Menghindari kemungkinan pasangan hamil akibat sisa-sisa sperma yang terdapat dalam cairan sperma, ada baiknya tetap menggunakan alat kontrasepsi kondom sekitar 3 bulan,

f. Memeriksa ulang setelah 1-2 minggu setelah pembedahan (Saifuddin, 2006). 2.5.8. Reanastomosis atau Rekanalisasi (Pemulihan) Vasektomi

Pemulihan fertilitas pada suami yang telah dioperasi vasektomi bukanlah hal yang tidak mungkin. Tetapi permintaan pemulihan (Renastomosis/Rekanalisasi) demikian sangat jarang. Menurut catatan paling permintaan seperti itu datang dari pihak suami-istri di India. Banyak dokter yang diminta melakukan operasi renastomosis/rekanalisasi memerlukan pengecekan berbagai hal terhadap permohonan sebelum melakukannya. Berdasarkan segi teknis antara lain yang diteliti adalah seberapa jauh kerusakan vas deferens yang terjadi pada saat akseptor tersebut menjadi vasektomi, beberapa lama sudah pasien itu dalam keadaan steril, dan apakah istrinya memang masih potensi untuk hamil dan lain-lain. Apabila perbedaan reanastomatis harus dilakukan, maka hal ini merupakan proses yang lebih lama dan lebih rumit ketimbang dengan proses vasektomi sebelumnya. Harus dilakukan pembiusan umum, dan biasanya yang dipulihkan kembali cuma salah satu dari saluran sperma yang dipotong pada proses vasektomi, kecuali bila ternyata mengalami kegagalan atau infeksi, maka penyambungan saluran kembarnya akan


(1)

2 Jumlah Anak

2 Orang 5 17,9 1 3,6

3 Orang 4 14,3 6 21,4

4 Orang 4 14,3 2 7,1

5 Orang 8 28,6 7 25,0

6 Orang 1 3,6 4 14,3

7 Orang 1 3,6 3 10,7

8 Orang 3 10,7 3 10,7

9 Orang 2 7,1 2 7,1

3 Pendidikan

SD 10 35,7 9 28,1

SMP 7 25,0 9 28,1

SMA 11 39,3 10 35,7

Gambaran Pengetahuan, Sikap, Peranan Keluarga, Budaya dan Sumber Informasi yang Diterima Responden

Menjelaskan/ mendeskripsikan gambaran pengetahuan, sikap, peranan

keluarga, budaya dan sumber informasi yang diterima responden pada kasus dan kontol, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Gambaran Pengetahuan, Sikap, Peranan Keluarga, Budaya dan Sumber Informasi yang Diterima Responden

No Variabel Kasus Kontrol

n % n %

1 Pengetahuan

Baik 27 96,4 12 42,9

Kurang 1 3,6 16 57,1

2 Sikap

Positif 27 96,4 9 32,1

Negatif 1 3,6 19 67,9

3 Peranan Keluarga

Mendukung 24 85,7 2 7,1

Tidak Mendukung 4 14,3 26 92,9

4 Budaya

Tidak Bertentangan 22 78,6 4 14,3

Bertentangan 6 21,4 24 85,7

5 Sumber Informasi

Cukup 27 96,4 12 42,9


(2)

Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Peranan Keluarga, Budaya dan Sumber Informasi yang Diterima Responden Menggunakan uji chi-square dan

fisher’s exact test untuk melihat

hubungan pendidikan, pengetahuan, sikap, peranan keluarga, budaya dan sumber informasi dengan keikutsertaan vasektomi dengan melihat p value dan Odd Ratio yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3 Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Peranan Keluarga, Budaya dan Sumber Informasi yang Diterima Responden

No Variabel Kasus Kontrol p value OR

n % n %

1 Pendidikan

Dasar 17 30,4 18 32,1

0,783 1,165 Menengah 11 19,6 10 17,9

2 Pengetahuan

Baik 27 96,4 12 42,9

0,001 36,000

Kurang 1 3,6 16 57,1

3 Sikap

Positif 27 96,4 9 32,1 0,001 57,000

Negatif 1 3,6 19 67,9

4 Peranan Keluarga

Mendukung 24 85,7 2 7,1

0,001 169,000 Tidak Mendukung 4 14,3 26 92,9

5 Budaya

Tidak Bertentangan 22 78,6 4 14,3

0,001 50,000 Bertentangan 6 21,4 24 85,7

6 Sumber Informasi

Cukup 27 96,4 12 42,9

0,001 36,000

Kurang 1 3,6 16 57,1

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel yang tidak berhubungan adalah variabel pendidikan sedangkan variabel yang berhubungan adalah variabel pengetahuan, sikap, peranan keluarga, budaya dan sumber informasi

Analisis Multivariat

Untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap keikutsertaan vasektomi, maka dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda dengan menggunakan metode

backward stepwise, yaitu

mengeluarkan variabel yang tidak memenuhi untuk dimasukkan dalam


(3)

analisis multivariat satu persatu secara bertahap. Hasil akhir analisis

multivariat dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :

Tabel 4 Hasil Analisis Multivariat terhadap Keikutsertaan Vasektomi

Variabel B p value Exp B 95% CI

Peranan Keluarga 4,068 0,000 58,433 6,692 – 510,202 Budaya 2,254 0,004 9,527 1,080 – 84,063 Konstanta - 9,557

Setelah dilakukan analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah peranan keluarga dengan nilai beta (B) yang tertinggi sebesar 4,068. Besar pengaruh variabel tersebut dapat dilihat dari nilai Exp (B), yaitu 58,433, artinya variabel peranan keluarga mempunyai pengaruh 58 kali terhadap keikutsertaan vasektomi pada responden. Hal ini dapat diartikan bahwa suami yang didukung oleh keluarganya mempunyai peluang 58 kali untuk menjadi akseptor vasektomi dibandingkan dengan suami yang tidak didukung oleh keluarganya.

Pengaruh Pendidikan dengan Keikutsertaan Vasektomi

Pendidikan tidak berhubungan dengan keikutsertaan vasektomi disebabakan karena pada penelitian ini baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol mempunyai pendidikan yang hampir sama yaitu berpendidikan SD sampai SMA. Berdasarkan temuan di lapangan diketahui bahwa tingginya pendidikan seorang suami tidak serta merta memengaruhi keputusannya untuk berpartisipasi dalam vasektomi. Hal ini disebabkan karena adanya faktor lain

yang lebih dominan yang memengaruhi keputusannya untuk menjadi akseptor vasektomi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Budisantoso (2008) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan partisipasi pria dalam KB dengan nilai p=0,571.

Pengaruh Pengetahuan dengan Keikutsertaan Vasektomi

Berdasarkan hasil uji fisher’s exact test diperoleh nilai p = 0,001 < 0,05 dan Odd Ratio (OR) sebesar 36 yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keikutsertaan vasektomi di kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ratmina (2011) di Kabupaten Deli Serdang yang

menyimpulkan pengetahuan berhubungan dengan penggunaan

kontrasepsi vasektomi.

Adanya pengetahuan yang baik akan memengaruhi kemampuan suami dalam mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam vasektomi. Berdasarkan hasil temuan di lapangan diketahui bahwa pengetahuan yang baik akan berpengaruh terhadapm


(4)

keikutsertaan vasektomi dan pengetahuan yang dimilikan responden ini sebagian besar didapatkan setelah PLKB memberikan konseling dan adanya penyuluhan dan pembagian leaflet dari kantor PPAKB Kabupaten Dairi bekerjasama dengan BKKBN Provinsi Sumatera Utara.

Pengaruh Sikap dengan Keikutsertaan Vasektomi

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji fisher’s exact test

diperoleh nilai p = 0,001 (p<0,05) dan

Odd Ratio (OR) sebesar 57 yang artinya ada hubungan antara sikap dengan keikutsertaan pria menjadi akseptor vasektomi yaitu semakin tinggi sikap maka semakin baik keikutsertaan pria menjadi akseptor vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Hasil penelitian ini sejalan dengan peneltian Iman (2008) menyimpulkan ternyata ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap partisipasi pria dalam KB dengan partisipasi pria dalam KB dengan p

value 0,009. Sikap responden dipengaruhi oleh pengetahuan. Adanya pengetahuan yang baik dari responden berpengaruh terhadap sikap terhadap keikutsertaan vasektomi. Sikap positif yang dimiliki oleh responden yang dijadikan kasus (akseptor vasektomi) dipengaruhi oleh pengetahuan yang diberikan oleh PLKB pada saat konseling.

Pengaruh Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga dengan Keikutsertaan Vasektomi

Berdasarkan hasil analisis

fisher’s exact test faktor peranan

keluarga berpengaruh terhadap keputusan dalam memilih vasktomi sebagai alat kontrasepsi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dengan signifikan 0,001 dan Odd Ratio (OR) sebesar 169 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi responden tentang peranan keluarga dengan keikutsertaan vasektomi. Hal ini sejalan dengan penelitian Budisantoso (2008) yang mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga khususnya istri dengan keikutsertaan vasektomi dengan nilai p=0,027<0,05. Menurut asumsi peneliti dan temuan di lapangan diketahui bahwa peranan keluarga menjadi faktor paling dominan yang memengaruhi keikutsertaan vasektomi. Suami yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah suku pakpak yang memiliki pandangan bahwa keputusan yang diambil dipengaruhi oleh keluarga. Adanya dukungan dari keluarga terutama istri akan memengaruhi keputusan suami untuk berpartisipasi dalam vasektomi

Pengaruh Persepsi Responden tentang Budaya dengan Keikutsertaan Vasektomi

Berdasarkan hasil analisis

fisher’s exact test, faktor budaya berpengaruh terhadap keputusan suami dalam memilih vasektomi sebagai alat kontrasepsi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dengan signifikan 0,001 dan Odd Ratio (OR) sebesar 50 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara persepsi responden tentang budaya dengan keikutsertaan


(5)

vasektomi. Hal ini sejalan dengan penelitian Ekarini (2008) bahwa ada hubungan antara budaya partisipasi pria dalam KB dengan p value 0,024.

Menurut asumsi peneliti dan temuan di lapangan diketahui bahwa budaya memegang peranan penting dalam memengaruhi suami untuk berpartisipasi dalam vasektomi. Adanya kebudayaan dan pemahaman dari masyarakat bahwa anak laki-laki memiliki nilai yang sangat penting untuk melanjutkan garis keturunan memengaruhi keputusan untuk berpastisipasi dalam vasektomi sehingga jumlah anak yang banyak tidak menjadi persoalan.

Pengaruh Sumber Informasi dengan Keikutsertaan Vasektomi

Berdasarkan hasil analisis

fisher’s exact test diketahui nilai signifikan 0,001 dan Odd Ratio (OR) sebesar 36 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara persepsi responden tentang sumber informasi dengan keikutsertaan vasektomi. Hal ini sejalan dengan penelitian Panjaitan (2013) bahwa ada hubungan antara informasi dengan keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP yaitu semakin baik informasi maka semakin baik keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam dengan nilai p = 0,004 (p<0,05).

Berdasarkan penelitian di lapangan diketahui bahwa informasi yang diterima responden merupakan informasi yang diterima melalui penyuluhan dan pembagian leaflet yang dilakukan oleh BKKBN Provinsi Sumataera Utara dan PPAKB

Kabupaten Dairi melalui PLKB Kecamatan Sidikalang. Sebelum memutuskan untuk menjadi akseptor vasektomi, calon akseptor akan diberikan konseling oleh PLKB. Informasi yang diberikan oleh PLKB menjadi faktor penting untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah pengetahuan dan sikap, peranan keluarga, budaya dan sumber informasi sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah pendidikan. Faktor yang paling dominan adalah peranan keluarga.

SARAN

1. Bagi keluarga khususnya istri yang tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi diharapkan mendukung suami yang masih belum menjadi akseptor vasektomi agar mau berpatisipasi dalam vasektomi.

2. Bagi PLKB diharapkan

meningkatkan kemampuan khususnya dalam memahami kebudayaan masyarakat setempat sehingga memudahkan dalam memberikan intervensi.

3. Penambahan tenaga petugas PLKB sehingga dapat menjangkau seluruh masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.


(6)

4. Perlu ditingkatkan kerjasama antara BKKBN, Kantor PPAKB dan Puskesmas untuk memberikan pemahaman masyarakat tentang vasektomi dengan pendekatan budaya.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2001. Kebijakan Teknis Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi Melalui Program KB Nasional, Jakarta ---, 2006. Pria Siap

Berpartisipasi dalam Keluarga Berencana. Jakarta

---, 2010. Rapat Kerja Daerah Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara. Medan

---, 2013. Data Pencapaian Program KB Nasional. www.bkkbn.go.id {Diakses 23 Januari 2014}

BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2013. Pencapaian Program KKB Kab/Kota. Medan

BPS, 2011. Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi dan Sensus Penduduk 2010. Februari 2014

Budisantoso, S. I., 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana di

Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul Tahun 2008. Semarang : Tesis Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro

Ekarini, S. M. B., 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana Di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Semarang : Tesis Magister Promosi

Kesehatan Universitas Diponegoro

Iman, S. 2008. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana Di Kecamatan Jetis Kabupaten Bnatul Tahun 2008. Semarang : Tesis Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro

Panjaitan, M. 2012. Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinik Terhadap Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB Metode Operasi Pria (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012. Medan : Tesis FKM USU

Ratmina. 2011, Faktor-Faktor yang

Berhubungan Dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi Pada Pria PUS Di Kabupaten Deli Serdang. Medan : Tesis FKM USU


Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat –Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

1 51 128

Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

30 242 142

Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Kopi di Kabupaten Dairi

37 184 86

Faktor faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan KB Vasektomi di Kecamatan Johar Baru Kodya Jakarta Pusat.

0 0 9

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 16

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 12

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 1 31

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 3

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Suami dalam Memilih Alat Kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 7