Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan

(1)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KELANGSUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM

(AKDR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN MARELAN

TESIS

Oleh :

DEWI MELIASARI 097032145/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF PERSONAL , SOCIAL AND SITUATIONAL FACTORS ON THE CONTINUING USE OF IUD IN THE

WORKING AREA OF MEDAN MARELAN HEALTH CENTRE

THESIS

BY

DEWI MELIASARI

0970032145/IKM

MAGISTER OF COMMUNITY HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KELANGSUNGAN PENGGUNAAN ALAT

KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

MEDAN MARELAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI MELIASARI 097032145/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP

KELANGSUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

MEDAN MARELAN Nama Mahasiswa : Dewi Meliasari Nomor Induk Mahasiswa : 097032145

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Arlina Nurbaity Lubis, S.E, M.B.A Ketua

) (

Anggota

dr. Christoffel L. Tobing, Sp.OG(K))

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 19 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Arlina Nurbaity Lubis, S.E, M.B.A Anggota : 1. dr. Christoffel L. Tobing, Sp.OG(K))

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si 3. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K)


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KELANGSUNGAN PENGGUNAAN ALAT

KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

MEDAN MARELAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012


(7)

ABSTRAK

AKDR merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi non hormonal, termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal untuk menjarangkan kehamilan. Data BKKBN Kota Medan, menunjukkan jumlah peserta KB aktif tahun 2010 mencapai 206.259 akseptor dari 366.855 pasangan usia subur. Peserta KB AKDR hanya 13,70% jauh di bawah cakupan akseptor KB hormonal (suntik 35,95% dan pil 33,08%).

Jenis penelitian adalah studi explanatory survey, bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap kelangsungan penggunaan AKDR. Populasi penelitian semua akseptor AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan yang dipasang pada tahun 2010, berjumlah 52 orang. Penelitian dilakukan bulan Juli s/d Desember 2011. Data diperoleh menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil uji statistik menunjukkan faktor sosial yang berpengaruh adalah peranan keluarga dan kelompok referensi, sedangkan faktor situasional yang berpengaruh adalah konseling. Variabel yang dominan pengaruhnya adalah konseling.

Disarankan kepada Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Kota Medan dan instansi terkait agar mengaktifkan kembali monitoring dan evaluasi kepada petugas yang sudah melakukan pelatihan konseling, khususnya tentang AKDR.


(8)

ABSTRACT

IUD is one of the non-hormonal contraception devices included in the long-term contraception devices which is ideal to space out pregnancy. The data obtained from the National Family Planning Coordinating Board in Medan, family planning active user in 2010 reached 206.259 acceptors from 366.855 healthy couple. User of IUD only 13,70% very low then hormonal contraception (injection 35,95% and pill 33,08%).

The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of personal, social ,and situational factors on the continuing use of IUD. The population of this study were all of the 52 acceptors of IUD-Family Planning program in the working area of Medan Marelan Health Center whose IUD was installed in 2010. The research was conducted on July until December 2011. The data obtained were analyzed through logistic regression test at α = 95%.

Statistically the variables of social factor influence the continuing use of IUD were role of family and reference group, while of the situational factor was the variable of counseling. The variable with dominant influence was counseling.

The management of National Family Planning Coordinating Board Medan City and related agencies are suggested to reuse monitoring and evaluating to staff who done counseling training especially about IUD.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH S.W.T. atas berkat rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan“.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepasa penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(10)

Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembanding dalam ujian tesis ini. 5. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, S.E, M.B.A selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

dr. Christoffel Lumban Tobing, Sp.OG(K) sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan saran demi menyelesaikan tesis ini.

6. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K) sebagai Anggota Komisi Pembanding, yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

7. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan yang telah memberikan tugas belajar kepada penulis untuk mengikuti pendidikan ini.

8. dr. Immanuel S. Sembiring selaku Kepala Puskesmas Terjun Medan Marelan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya.

9. Kedua orang tua, suami tercinta dan anak-anak tersayang, yang turut memberikan doa restu serta kesabaran, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa pendidikan ini


(11)

10. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik moril ataupun materil selama mengikuti pendidikan, dan penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan diucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dewi Meliasari, dilahirkan di Majalengka Jawa Barat pada tanggal 1 Mei 1971, beragama Islam, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan (alm) Bapak Rosyadi dan Ibu Ating Rosmayanti.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri III Talaga selesai tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama Negeri Talaga Majalengka selesai tahun 1987, Sekolah Perawat Kesehatan Depkes Bandung selesai tahun 1990, Program Pendidikan Bidan (PPB A) di Sekolah Perawat Kesehatan Depkes Rangkasbitung selesai tahun 1991, Akademi Kebidanan Depkes Bandung selesai tahun 2000, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU selesai tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai bidan desa dengan penempatan di Desa Bojong Leles Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak mulai tahun 1991 sampai 1994, menjadi staff pengajar di SPK Depkes Karawang dari tahun 1994 sampai tahun 2000, menjadi staff pengajar di AKBID Depkes Medan dari tahun 2000 sampai sekarang setelah bergabung dibawah naungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.

Penulis telah menikah dengan Benny Subadiman, anak dari (alm) Bapak Udin Naziruddin dan Ibu Iin Mardinah dan dikaruniai tiga orang putra , yaitu Muhammad Gema Ramadhan, kuliah semester tiga di FKUI, Malik Abdul Azis, SMA kelas tiga dan Rizieq Alghiffary, SD kelas empat.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………

ABSTRACT ………..

KATA PENGANTAR ……….. RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ………

i ii iii vi viii x xiii xiv BAB 1. PENDAHULUAN ………

1.1. Latar Belakang ……… 1.2. Permasalahan ……….. 1.3. Tujuan Penelitian ……… 1.4. Hipotesis ………... 1.5. Manfaat Penelitian ………..

1 1 10 11 11 11 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………...

2.1. Keluarga Berencana (KB)……… 2.2. Kontrasepsi ………. 2.3. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) ……….. 2.4. Faktor-faktor dalam Memilih AKDR ……… 2.5. Teori Perilaku ……….. 2.6. Teori Difusi Inovasi….. ……….. 2.7 .Paradigma Proses Keputusan Inovasi ………. 2.8. Faktor-faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi ………….. 2.9. Landasan Teori ……… 2.10. Kerangka Konsep ………..

13 13 15 16 22 23 26 30 33 36 39 BAB 3. METODE PENELITIAN ………

3.1. Jenis Penelitian ……… 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 3.3. Populasi dan Sampel ………... 3.4. Metode Pengumpulan Data ………. 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ……….. 3.6. Metode Pengukuran ………

40 40 40 41 41 45 47


(14)

3.7. Metode Analisis Data ………. 51 BAB 4. HASIL PENELITIAN ………

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 4.2. Analisis Univariat ……….. 4.2.1. Karakteristik Responden ……….. 4.2.2. Faktor Personal ……… 4.2.3. Faktor Sosial ……….... 4.2.4. Faktor Situasional ……… 4.2.5. Kelangsungan Penggunaan AKDR ………... 4.3. Analisis Bivariat ………. 4.3.1. Pengaruh Faktor Personal terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 4.3.2. Pengaruh Faktor Sosial terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ………. 4.3.3. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……….. 4.4. Analisis Multivariat ………

52 52 54 54 55 59 63 64 66 66 68 69 70 BAB 5. PEMBAHASAN PENELITIAN ………

5.1. Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.2. Pengaruh Faktor Personal terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.2.1. Pengaruh Umur terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.2.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.2.3. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.3. Pengaruh Faktor Sosial terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.3.1. Pengaruh Peranan Keluarga terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR ……… 5.3.2. Pengaruh Kelompok Referensi terhadap kelangsungan Penggunaan AKDR ………. 5.3.3. Pengaruh Budaya terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR . ……… 5.4. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Kelangsungan

Penggunaan AKDR ……… 5.4.1. Pengaruh Konseling terhadap Kelangsungan

Penggunaan AKDR ………. 75 75 76 76 78 79 81 81 85 86 88 88


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 6.1. Kesimpulan ………. 6.2. Saran ………..

92 92 92 DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ………..

94 98


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1.

3.1.

Distribusi Pencapaian Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Berdasarkan Jenis Alat Kontrasepsi dari 21 Wilayah Kerja BKKBN Kota Medan ……… Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ………

5

43 3.2. Definisi Operasional ……… 45 4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan

Marelan ……….. 53

4.2. Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……… 54 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ………. 55 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……….. 56 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ………... 58 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……… 59 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Peranan Keluarga di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……… 60 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Peranan Keluarga

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 …… 60 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Referensi di


(17)

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kelompok Referensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun

2011 ……... 61 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Budaya di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……... 62 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Budaya di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……... 63 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Konseling di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ………. 63 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pemberian

Konseling di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun

2011 ……... 64 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan AKDR di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……... 65 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penggunaan AKDR

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 …… 65 4.17. Pengaruh Faktor Personal terhadap Kelangsungan Penggunaan

AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun

2011 ……… 67

4.18. Pengaruh Faktor Sosial terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun

2011 ………. 69

4.19. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan

Marelan Tahun 2011 ……….. 70 4.20.

4.21.

Hasil Seleksi Bivariat Antara Variabel Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Peranan Keluarga, Kelompok Referensi. Budaya dan Pemberian Konseling ……….. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Tahap Pertama Antara Variabel Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Peranan Keluarga, Kelompok Referensi. Budaya dan Pemberian Konseling terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……….


(18)

4.22.

4.23.

Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Tahap Kedua Antara Variabel Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Peranan Keluarga, Kelompok Referensi. Budaya dan Pemberian Konseling terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011 ……… Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Tahap Akhir Antara Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan ……….

72

72


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Rogers

(1983)………... 38 2.2. Kerangka Konsep ………. 39


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lembar Persetujuan Responden ………... 98 2. Kuesioner Penelitian ………. 99 3. Surat Izin Survey Penelitian ………. 105 4. Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Medan Marelan …. 106 5. Surat Izin Penelitian ………. 107 6. Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Medan Marelan …. 108 7. Print Out Pengolahan Data ……….. 109 8. Master Tabel ………. 134


(21)

ABSTRAK

AKDR merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi non hormonal, termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal untuk menjarangkan kehamilan. Data BKKBN Kota Medan, menunjukkan jumlah peserta KB aktif tahun 2010 mencapai 206.259 akseptor dari 366.855 pasangan usia subur. Peserta KB AKDR hanya 13,70% jauh di bawah cakupan akseptor KB hormonal (suntik 35,95% dan pil 33,08%).

Jenis penelitian adalah studi explanatory survey, bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap kelangsungan penggunaan AKDR. Populasi penelitian semua akseptor AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan yang dipasang pada tahun 2010, berjumlah 52 orang. Penelitian dilakukan bulan Juli s/d Desember 2011. Data diperoleh menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil uji statistik menunjukkan faktor sosial yang berpengaruh adalah peranan keluarga dan kelompok referensi, sedangkan faktor situasional yang berpengaruh adalah konseling. Variabel yang dominan pengaruhnya adalah konseling.

Disarankan kepada Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Kota Medan dan instansi terkait agar mengaktifkan kembali monitoring dan evaluasi kepada petugas yang sudah melakukan pelatihan konseling, khususnya tentang AKDR.


(22)

ABSTRACT

IUD is one of the non-hormonal contraception devices included in the long-term contraception devices which is ideal to space out pregnancy. The data obtained from the National Family Planning Coordinating Board in Medan, family planning active user in 2010 reached 206.259 acceptors from 366.855 healthy couple. User of IUD only 13,70% very low then hormonal contraception (injection 35,95% and pill 33,08%).

The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of personal, social ,and situational factors on the continuing use of IUD. The population of this study were all of the 52 acceptors of IUD-Family Planning program in the working area of Medan Marelan Health Center whose IUD was installed in 2010. The research was conducted on July until December 2011. The data obtained were analyzed through logistic regression test at α = 95%.

Statistically the variables of social factor influence the continuing use of IUD were role of family and reference group, while of the situational factor was the variable of counseling. The variable with dominant influence was counseling.

The management of National Family Planning Coordinating Board Medan City and related agencies are suggested to reuse monitoring and evaluating to staff who done counseling training especially about IUD.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah berhasil diturunkan dari angka 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002/2003 menjadi 270 pada tahun 2004, 262 pada tahun 2005, dan 248 pada tahun 2007. Akan tetapi bila dilihat dari angka target Millennium Development Goals (MDG’s) yakni 118 per 100.000 kelahiran hidup , maka AKI saat ini masih belum memenuhi target atau perlu diturunkan lagi.

Oleh karena itu upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mencapai sasaran tersebut adalah Program Keluarga Berencana, sehingga dikatakan bahwa Program Keluarga Berencana merupakan kunci pencapaian sasaran Pembangunan Milenium MDGs (BKKBN, 2009).

Keluarga Berencana juga merupakan salah satu pilar dalam 4 Pilar Upaya Safe Motherhood yang melandasi dalam intervensi determinan antara dan determinan jauh kematian ibu, selain dari Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman dan Pelayanan Obstetri Esensial. Dalam peristiwa kematian ibu, terdapat 3 komponen yang paling dekat dengan kematian dan kesakitan, yaitu kehamilan, persalinan, atau


(24)

komplikasinya. Ketiga komponen tersebut dapat dipengaruhi oleh 5 determinan antara, yaitu status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan dan faktor lain yang tidak diketahui. Determinan antara ini dipengaruhi oleh determinan jauh yang digolongkan sebagai komponen sosial ekonomi dan budaya.

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, maka intervensi dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan seorang perempuan menjadi hamil dengan keluarga berencana. Mengurangi kemungkinan perempuan hamil mengalami komplikasi dengan melakukan asuhan antenatal dan persalinan bersih dan aman. Dan mengurangi kemungkinan komplikasi persalinan yang berakhir dengan kematian melalui pelayanan obstetrik dan neonatal esensial dasar dan komprehensif (Saefuddin, A.B, 2005).

Salah satu faktor penyebab kematian ibu selain karena perdarahan,

preeklamsia / eklamsia adalah tingginya paritas pada seorang ibu, yang diikuti dengan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Tingginya paritas seorang ibu, selain mempunyai dampak terhadap angka kesakitan dan kematian ibu, juga meningkatkan jumlah penduduk yang tidak terkendali.

Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 245 juta jiwa, menjadikan negeri ini negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, dan menjadikan Pulau Jawa sebagai salah satu daerah terpadat di dunia. Apabila kebijakan tentang pembatasan kelahiran tidak diteruskan, dikuatirkan jumlah penduduk di Indonesia


(25)

menjadi tidak terkendali. Padahal setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak (Sukarma, 2010).

Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas maupun persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi kependudukan yang ada pada saat ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah, bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat, adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitasnya melalui Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2009).

Menurut berita yang dilansir BKKBN dalam situsnya bkkbn.go id (25 Februari 2010), pada tahun 1970 sampai 2000, Indonesia pernah mampu mengendalikan angka kelahiran penduduk. Total fertility rate (TFR) yaitu angka kesuburan menurun sejak tahun 1970, yaitu dari 6,61 menjadi hanya 2,27 pada tahun 2000. Demikian pula angka pertumbuhan penduduk menurun dari 2,30 pada tahun 1970 menjadi 1,30 pada tahun 2000. Tapi saat ini program KB seolah terabaikan. Jumlah penduduk Indonesia, yang pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 230,6 juta jiwa, sekarang sudah terlampaui menjadi 245 juta jiwa. Tanpa program KB, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 261 juta jiwa (Sukarma, 2010).


(26)

Sesuai dengan tuntutan perkembangan program, maka program KB telah berkembang menjadi gerakan Keluarga Berencana Nasional yang mencakup gerakan masyarakat. Gerakan Keluarga Berencana Nasional disiapkan untuk membangun keluarga sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang optimal, dengan ciri semakin meningkatnya peran serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB.

Strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014, salah satunya adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), implant (susuk) dan sterilisasi. AKDR merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi non hormonal dan termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan. Keuntungan pemakaian AKDR yakni hanya memerlukan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang relatif murah, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh, tidak mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah AKDR dilepas.

Berdasarkan data SDKI 2007 di Sumatera Utara menunjukkan bahwa angka fertilitas total (TFR) mencapai 3,5 ini berarti seorang wanita di Sumatera Utara secara rata-rata melahirkan 3 sampai 4 anak selama masa reproduksinya. Kondisi TFR ini jauh dari angka Nasional (2,3). Masih berdasarkan SDKI 2007, jumlah penduduk Sumatera Utara tercatat sebesar 12,8 juta jiwa atau sekitar 14 % dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Sumatera Utara sebagai provinsi keempat di


(27)

Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Jumlah peserta KB aktif pada tahun 2009 mencapai 1.404.182 akseptor dari 2.075.286 pasangan usia subur, dan akseptor KB AKDR hanya 2,47% jauh di bawah cakupan akseptor dengan kontrasepsi hormonal (BKKBN, 2009). Pencapaian akseptor KB Baru dari 33.633 akseptor, akseptor KB AKDR hanya 2.586 akseptor (7,69%), sedangkan akseptor pil sebanyak 12.857 (38,23%) dan akseptor suntik sebanyak 14.697 (43,7%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih menyukai alat kontrasepsi yang mengandung hormonal dibanding AKDR.

Strategi peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti AKDR, terlihat kurang berhasil, yang terbukti dengan jumlah peserta KB AKDR yang mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai 2009 tetapi kemudian menurun kembali pada tahun 2010 . Berdasarkan data BKKBN Kota Medan, jumlah peserta KB AKDR tahun 2008 yakni 27.723 (8,82%) menjadi 28.184 (13,68%) pada tahun 2009, dan 28.922 (12,63%) pada tahun 2010.

Berdasarkan data laporan BKKBN Kota Medan Tahun 2010 , Medan Marelan merupakan wilayah yang pencapaian KB dengan metode MKJP adalah cukup tinggi, bahkan untuk metode MOP tertinggi, tetapi pencapaian KB AKDR yang terendah (6,78%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :


(28)

Tabel 1.1. Distribusi Pencapaian Akseptor KB di Wilayah Puskesmas Medan Marelan Berdasarkan Jenis Alat Kontrasepsi dari 21 Wilayah Kerja BKKBN Kota Medan Tahun 2010

No Jenis alat Kontrasepsi Jumlah % Keterangan

1. AKDR/Spiral 965 6,78 Urutan ke-21

2. MOW 494 3,47 Urutan ke-20

3. MOP 542 3,81 Urutan ke-1

4. Implant 612 4,30 Urutan ke-18

5. Suntik 5.571 39,14 Urutan ke-7

6. Pil 5.451 38,30 Urutan ke-8

7. Kondom 597 4,19 Urutan ke-13

Sumber : Laporan Pencapaian Peserta KB Aktif Th 2010 BKKBN Kota Medan

Keadaan seperti itu merupakan hasil pencapaian yang belum maksimal, karena dari data tersebut terlihat bahwa alat kontrasepsi hormonal masih menjadi pilihan terbesar masyarakat Medan Marelan. AKDR masih belum menjadi pilihan yang utama, bahkan dari keseluruhan alat kontrasepsi, pencapaian AKDR merupakan pencapaian yang paling rendah.

Dalam pemilihan suatu metode kontrasepsi, selain mempertimbangkan efektifitas, efek samping, keuntungan dan keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada suatu metode kontrasepsi, juga ada faktor-faktor individual calon akseptor maupun faktor eksternal yang pada akhirnya mempengaruhi pengambilan keputusan calon akseptor tersebut (Speroff, 2003).

Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan kajian mengapa AKDR tidak terlalu disukai calon akseptor sebagai pilihan. Dari faktor personal atau keadaan pasangan


(29)

usia subur sendiri, AKDR diperuntukkan bagi pasangan usia subur yang istrinya berusia diatas 35 tahun dan telah mempunyai 2 anak atau lebih (Manuaba, 2001). Selain itu ditujukan bagi wanita yang tidak boleh dan tidak cocok dengan alat kontrasepsi hormonal. Sebab lain yang juga sangat penting adalah karena kurangnya pengetahuan akseptor sendiri tentang AKDR, sehingga sangat mudah terpengaruh oleh isu atau mitos yang tidak benar tentang AKDR.

Situasi lingkungan di sekitar akseptor, baik itu lingkungan keluarga terdekat, lingkungan tetangga atau teman, bahkan lingkungan yang lebih luas, mepunyai peran atau kontribusi dalam hal penentuan pilihan alat kontrasepsi. Budaya masyarakat Indonesia masih cenderung menjadikan acuan perilaku dirinya dengan melihat atau meniru dari orang-orang di sekitarnya. Demikian juga dengan pemilihan alat kontrasepsi, karena lebih banyak masyarakat lain menggunakan alat kontrasepsi hormonal, baik itu pil atau suntik, maka cenderung akan mengikuti pilihan tersebut.

Faktor situasional yang terjadi pada saat pelayanan AKDR diantaranya adalah pemberian informasi atau konseling. Konseling yang diberikan oleh petugas KB sangat menentukan dalam memutuskan pilihan alat kontrasepsi. Konseling adalah proses pemberian bantuan kepada akseptor untuk mengenali dan mengatasi persoalan secara psikologis baik sebelum, selama atau setelah menggunakan alat kontrasepsi (Murad, 2000). Dengan konseling yang tepat diharapkan dapat meningkatkan penerimaan lanjut (continued acceptability) pada akseptor KB AKDR.

Ada dua macam penerimaan terhadap jenis kontrasepsi (AKDR) yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued


(30)

acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lebih lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, daerah (desa atau kota), pendidikan dan pekerjaan, agama, motivasi, adat istiadat, dan tidak kalah pentingnya sifat yang ada pada cara KB tersebut (Siswosudarmo, 2001).

Efektivitas suatu alat kontrasepsi dapat memengaruhi kelangsungan seorang akseptor dalam penggunaannya. Begitupun dengan AKDR, walaupun masih dijumpai penyulit AKDR, kelangsungan pemakaiannya cukup tinggi, sehingga tetap menjadi andalan gerakan keluarga berencana nasional (Manuaba, 2005). Selain dari itu karena hanya sekali pasang untuk masa penggunaan jangka panjang (2-10) tahun , maka AKDR menjadi pilihan bagi masyarakat sebagai alat kontrasepsi yang sangat ekonomis.

Dalam mengubah perilaku pada masyarakat terdapat suatu kegiatan yang dikenal dengan difusi inovasi, yaitu suatu proses penyebarluasan ide-ide baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat (Rogers, 1983). Dalam proses difusi inovasi tersebut terdapat empat elemen pokok, yaitu : inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial.

Rogers (1983) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan. AKDR sebagai sebuah inovasi dapat diadopsi oleh akseptor melalui proses berurutan, yaitu : knowledge

(merubah pemahaman individu), persuation (pembentukkan sikap bisa menerima atau menolak), decision (menimbang-nimbang terhadap pilihan yang akan diambil),


(31)

implementation (penerapan), confirmation (pemantapan/ berperilaku baru). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses tersebut, yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat long lasting.

Dalam proses keputusan adopsi inovasi dari Rogers (1983) terdapat tahap implementasi (penerapan). Pada tahap implementasi ini, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru yang memerlukan adaptasi dari individu. Ketidak pastian dari hasil inovasi akan menjadi masalah pada tahapan ini, sehingga individu memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidak pastian tersebut.

Pada tahap awal seorang akseptor menggunakan AKDR pasti memerlukan proses adaptasi dalam tubuhnya. Apabila mengalami beberapa keluhan dan efek samping dari alat tersebut, dapat menimbulkan ketidakyakinan dengan keputusan tersebut. Pada saat inilah peran dari petugas kesehatan, baik bidan ataupun PLKB diperlukan untuk memberikan dukungan kepada individu agar terhindar dari drop-out, sehinga kelangsungan penggunaan AKDR dapat dipertahankan.

Dalam proses penerimaan suatu inovasi oleh seseorang/individu banyak hal yang dapat memengaruhinya, hal ini ditegaskan oleh Rogers (1983) bahwa proses adopsi inovasi dapat dipengaruhi oleh faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari inidividu itu sendiri, faktor sosial yaitu faktor lingkungan terdekat dari individu dan faktor situasional, yaitu faktor keadaan yang bisa menjadi pendorong sehingga seseorang dapat mengadopsi suatu inovasi.


(32)

Hasil penelitian Bulu (2008), dikemukakan tentang faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pertanian antara lain, variabel internal (personal), variabel eksternal (situasional) dan variabel kelembagaan (pendukung), lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor dominan yang memengaruhi tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian adalah faktor sosial (modal sosial).

Hasil survey awal yang dilakukan di Puskesmas Medan Marelan, diketahui bahwa jumlah akseptor KB yang terdata untuk tahun 2010, yang menggunakan AKDR hanya 52 orang (7,47%),). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih enggan untuk memilih AKDR, masyarakat lebih menyukai kontrasepsi hormonal (suntik, pil dan implant).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti faktor personal, sosial dan situasional yang memengaruhi individu dalam kelangsungan penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap kelangsungan penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap kelangsungan penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan


(33)

1.4. Hipotesis

Faktor personal , sosial dan situasional berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan.

1.5. Manfaat Penelitian 1. Puskesmas Medan Marelan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Medan Marelan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya dalam pencapaian target akseptor AKDR.

2. Petugas Puskesmas (Bidan dan PLKB)

Memberikan masukan kepada petugas puskesmas (bidan) dan petugas lapangan KB untuk terus memotivasi akseptor dalam penggunaan alat kontrasepsi yang efektif dan jangka panjang, khususnya AKDR.

3. Ilmu pengetahuan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR sehingga dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.


(34)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga Berencana ( KB )

2.1.1. Definisi Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera (Juliantoro, 2000).

Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.

Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR,


(35)

diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Pelayanan kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan pelayanan AKDR, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten.

2.1.2. Tujuan KB

Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan dalam bidang KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan


(36)

2.1.3. Visi dan Misi KB

Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu misinya kedalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2011).

2.2. Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah suatu alat, obat atau cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pertemuan antara sel telur dan sperma di dalam kandungan/rahim. Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu menunda/mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi pada umumnya yaitu :

a. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.

b. Melumpuhkan sperma.


(37)

2.3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 2.3.1. Pengertian AKDR

AKDR adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur, yang dimasukkan kedalam rongga rahim oleh petugas kesehatan yang terlatih (Manuaba, 2001). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom. Efektifitas metode AKDR antara lain ditunjukkan dengan angka kelangsungan pemakaian yang tertinggi bila dibandingkan dengan metode tersebut diatas.

Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastik elastik, dililit tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas

dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10 tahun, dengan metode kerja mencegah masuknya spermatozoa/sel mani kedalam saluran tuba. Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi ini harus dilakukan oleh tenaga medis (dokter atau bidan terlatih), dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi namun tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar infeksi menular seksual.

2.3.2. Jenis AKDR

Jenis AKDR yang dipakai di Indonesia antara lain adalah :

a. Copper-T

AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.


(38)

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada AKDR Copper- T.

c. Multi load

AKDR ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini.

d. Lippes loop

AKDR ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya.

Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih).

2.3.3. Efektivitas AKDR

Sebagai kontrasepsi, AKDR tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesteron


(39)

antara 0,5 – 1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun pertama penggunaan (Meilani, 2010).

2.3.4. Mekanisme Kerja AKDR

Cara kerja dari AKDR adalah sebagai berikut:

1. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii

2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

3. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi

4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

2.3.5. Keuntungan AKDR

Keuntungan dari AKDR adalah sebagai berikut: 1. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

3. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti)

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI

8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)


(40)

9. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih setelah haid terakhir) 10.Tidak ada interaksi dengan obat-obat

11.Membantu mencegah kehamilan ektopik. 2.3.6. Efek Samping atau Kerugian AKDR

Adapun kerugian dari kontrasepsi AKDR adalah sebagai berikut: 1. Efek samping yang umum terjadi:

a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)

b. Haid lebih lama dan banyak

c. Perdarahan (spotting) antar menstruasi d. Saat haid lebih sakit

2. Komplikasi lain:

a. Merasakan sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan

b. Perdarahan pada waktu haid lebih banyak dan memungkinkan penyebab terjadinya anemia

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar) 3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS

4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan

5. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR. Penyakit radang panggul memicu infertilitas


(41)

6. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan plevik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan

7. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari

8. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri

9. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera setelah melahirkan)

10. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal

11. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini.

2.3.7. Indikasi Pemakaian AKDR

Menurut Meilani (2010), indikasi pemakaian kontrasepsi AKDR adalah: 1. Wanita yang telah mempunyai anak hidup satu atau lebih

2. Ingin menjarangkan kehamilan

3. Sudah cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi, namun takut atau menolak cara permanen (kontrasepsi mantap). Biasanya dipasang AKDR yang efeknya lama

4. Tidak boleh atau tidak cocok memakai alat kontrasepsi hormonal (mengidap penyakit jantung, hipertensi, hati)


(42)

5. Berusia diatas 35 tahun, dimana kontrasepsi hormonal dapat kurang menguntungkan.

2.3.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR

Menurut Meilani (2010) kontraindikasi pemakaian AKDR adalah: 1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)

2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septic

5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri

6. Kanker alat genital

7. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm 2.3.9. Cara Pemasangan AKDR

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu

serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartarto, 2004).


(43)

2.4. Faktor-faktor dalam Memilih dan Menggunakan Alat Kontrasepsi

Seperti kita ketahui sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna. Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk cafeteria atau

supermarket, yang artinya calon klien memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya. Menurut Hartarto (2004), faktor-faktor yang memengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi adalah :

1. Faktor pasangan, yang dapat mempengaruhi motivasi dalam memilih metode kontrasepsi, yaitu meliputi : umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah anak yang diinginkan, pengalaman dengan alat kontrasepsi yang lalu, sikap dari individu sendiri dan sikap dari pasangan (suami).

2. Faktor kesehatan, yang dapat mempengaruhi keadaan kontraindikasi absolute

atau relative, yaitu meliputi : status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan panggul.

3. Faktor metode kontrasepsi, yang berhubungan dengan tingkat penerimaan dan pemakaian yang berkesinambungan, yaitu meliputi: efektivitas, efek samping , kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial dan besarnya biaya.

Keikutsertaan seorang akseptor dalam keluarga berencana juga tidak terlepas dari perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yaitu respon dan stimulus atau rangsangan. Respon atau reaksi manusia baik


(44)

bersifat positif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktek), sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari empat unsur pokok, yakni sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan , makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

2.5. Teori Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan, apabila dilihat dari segi biologis. Secara lebih jelas perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Skinner, seorang ahli psikologi mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”, atau

stimulus Organisme Respons.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaiatan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.


(45)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu :

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Maksudnya adalah bahwa kesehatan ini sangat dinamis dan relative, sehinga orang yang sehat juga perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memeliharan serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman.

2.5.2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem/Fasilitas Pelayanan atau Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

Perilaku ini adalah mengenai upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

2.5.3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi


(46)

kesehatannya. Dengan kata lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak menganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana pengelolaan pembuangan limbah, pengelolaan sampah dan sebagainya.

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis dan sosial. akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebaginya (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Teori Difusi Inovasi 2.6.1. Pengertian Inovasi

Menurut Rogers (1983) inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Salah satu bekal yang berguna bagi usaha-usaha untuk memasyarakatkan ide-ide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide-ide-ide tersebut


(47)

tersebar kedalam sistem sosial dan mempengaruhinya. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial, yang merupakan inti dari perubahan masyarakat. Upaya memperkenalkan ide baru KB AKDR kepada masyarakat akan menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan.

2.6.2. Difusi dan Perubahan Sosial

Menurut Hanafi (2000) difusi adalah tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan proses bagaimana inovasi tersebar kepada anggota sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi adalah telaah tentang semua bentuk pesan. Dalam kasus difusi karena pesan yang akan disampaikan “baru” maka ada resiko bagi penerima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkah laku dalam penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan biasa.

Dalam difusi biasanya memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku (overt behavior) yaitu menerima atau menolak ide-ide baru, tidak hanya sekedar perubahan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap sebagai langkah perantara dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang yang akhirnya membawa perubahan pada tingkah laku.

Menurut Rogers (1983), dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:


(48)

1. Inovasi

Yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. 2. Saluran komunikasi

Yaitu seperangkat alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan: (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

3. Jangka waktu

Yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam: (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang yang relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.


(49)

4. Sistem sosial

Yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota sistem sosial bisa berupa perorangan (individu), kelompok informal, organisasi modern atau subsistem.

Diantara anggota sistem sosial, ada yang memegang peran penting dalam proses difusi, yakni mereka yang disebut pemuka pendapat atau agen perubahan. Pemuka pendapat adalah seseorang yang relatif sering mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu secara informal. Para pemuka pendapat mempunyai pengaruh dalam proses penyebaran inovasi, mereka bisa mempercepat diterimanya inovasi oleh anggota masyarakat tetapi dapat juga menghambat tersebarnya suatu inovasi kedalam sistem.

Agen perubahan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi kedalam suatu sistem sosial. mereka adalah tenaga professional (petugas) yang mewakili lembaga instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan cara menyebar ide baru. Seorang agen perubahan adalah yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial dalam rangka melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga mereka bekerja.

2.6.3. Proses Keputusan Inovasi

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, dia mulai menggunakan ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang


(50)

digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahuinya adanya inovasi, sampai mengambil keputusan menerima atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Dalam proses keputusan inovasi seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap untuk mengurangi ketidak yakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut.

Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan tahapan efek dasar.

Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya.

2.7. Paradigma Proses Keputusan Inovasi

Proses keputusan inovasi terdiri atas 5 tahap, yaitu: 1. Knowledge (Pengetahuan)

Pada tahapan ini individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa? Merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Pada tahap ini individu akan


(51)

manatapkan “Apa inovasi itu? Bagaimana dan mengapa ia bekerja? Dari pertanyaan tersebut akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu :

a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi.

b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini. c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang

prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah tentang cara kerja dari AKDR, bagaimana fungsi dari penggunaan AKDR dalam mencegah proses kehamilan.


(52)

2. Persuation (Bujukan)

Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sifat positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Seorang individu akan membantuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi. Tahap pengetahuan lebih bersifat kognitif, sedangkan tahap persuasi bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena individu pada tahap ini akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan social akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

3. Decision (Keputusan)

Pada tahap ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, maka inovasi akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi, yaitu active rejection dan

passive rejection. Active rejection terjadi ketika individu mencoba inovasi dan berpikir adakn mengadopsi inovasi tersebut namun akhirnya dia menolak. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berpikir untuk mengadopsi inovasi.


(53)

4. Implementation (Penerapan)

Pada tahap ini, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidak pastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidak pastian dari hasil-hasil inovasi masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Klein dalam hal ini masyarakat, akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidak pastian dari akibatnya. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi adalah suatu organisasi, karena dalam hal ini jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbada-beda.

5. Confirmation (Penegasan/Pengesahan)

Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka individu akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers (1983) keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna menyatakan ketidak setujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang akan menguatkan keputusannya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan keputusan jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.


(54)

2.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi

Menurut Rogers (1983), ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, seperti: (1) faktor personal, (2) faktor sosial, dan (3) faktor situasional.

2.8.1 Faktor Personal yang Memengaruhi Adopsi Inovasi : 1. Umur

Adopsi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia relatif tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan suatu tambahan pemahaman tentang hal-hal baru. Disamping itu pendidikan juga merupakan sesuatu yang dapat menciptakan dorongan kepada seseorang untuk menerima suatu inovasi. 3. Karakteristik Psikologi

Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen yang nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, karena hal tersebut akan mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.


(55)

2.8.2. Faktor Sosial yang Memengaruhi Adopsi Inovasi terdiri dari: 1. Keluarga

Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga.

2. Tetangga dan Lingkungan Sosial

Tetangga adalah orang-orang yang tinggal pada suatu geografis tertentu yang telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung berasosiasi dengan sesamanya daripada dengan pihak luar. Pada umumnya belajar dengan tetangga biasanya lebih berhasil dari pada belajar dengan pihak lain yang tinggal berjauhan sehingga tetangga banyak berperan dalam proses adopsi inovasi. 3. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu.

4. Budaya

Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses adopsi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai yang ada.


(56)

2.8.3 Faktor Situasional yang Memengaruhi Adopsi Inovasi adalah: 1. Status Sosial

Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan proses adopsi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi.

2. Sumber Informasi

Orang-orang yang memanfaatkan berbagai sumber informasi yang didapatkannya berkorelasi positif dengan proses adopsi inovasi. Sebaliknya, orang-orang yang enggan untuk mencari dan mendapatkan informasi dan hanya bergantung dengan informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses adopsi inovasi.

2.9. Landasan Teori

Keputusan akseptor untuk memilih dan menggunakan AKDR tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Teori yang menjelaskan tentang keputusan akseptor memilih alat kontrasepsi dapat dijelaskan dengan teori keputusan dari Rogers (1983) yang menerangkan bahwa upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu :


(57)

1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.

2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.

3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Dalam proses pengambilan keputusan inovasi dalam suatu system sosial, terdapat tiga hal, yaitu :

1. Keputusan hak memilih inovasi (optional innovation-decision), yang menunjukkan kebebasan perorangan untuk memutuskan adopsi atau menolak terhadap inovaasi, tanpa harus tergantung pada keputusan inovasi anggota sistem sosial yang lain.


(58)

2. Keputusan inovasi kolektif, yang merujuk pada keputusan adopsi maupun penolakan inovasi berdasarkan konsensus antar anggota sistem sosial

3. Keputusan inovasi otoriter (authority innovation-decision), keputusan inovasi hanya oleh beberapa orang individu didalam sistem sosial yang memiliki kekuasaan, status maupun kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut.

Berdasarkan sifat inovasi yang akan didifusikan, dapat dipilih pendekatan pengambilan keputusan yang sesuai. Tidak tertutup kemungkinan diperlukan dua atau lebih pendekatan keputusan secara berurutan sesuai dengan perkembangan keadaan.

Rogers (1983), menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, yaitu :

1. Faktor personal, yaitu : umur, pendidikan, dan karakteristik psikologis.

2. Faktor sosial terdiri dari keluarga, tetangga/lingkungan sosial, kelompok referensi dan budaya.


(59)

Saluran Komunikasi

Kondisi Awal: 1. Situasi awal, 2. Kebutuhan & problem 3. Inovasi 4. Sistem sosial

1. Adopsi Continued Adopsi Later Adopsi 2. Rejection Discontinuance

Continued Karakteristik dari unit Karakteristik dari Inovasi

Pengambil Keputusan 1. Relative Advantage 1. Sosia ekonomi 2. Compatibility 2. Variabel individu 3. Complexity 3. Perilaku komunikasi 4. Triability

5. Observability

Gambar 2.1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Rogers (1983)


(60)

2.10. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Personal :

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengetahuan

Kelangsungan Penggunaan AKDR Faktor Sosial :

1. Peranan keluarga 2. Kelompok

referensi 3. Budaya

Faktor Situasional : Konseling


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi explanatory survey dengan pendekatan cross sectional. Desain penelitian ini dipilih karena pengumpulan data, baik untuk variabel bebas (independent variable) maupun variabel terikat (dependent variable) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan dengan pertimbangan cakupan AKDR di puskesmas ini adalah yang terendah berdasarkan data laporan tahun 2010 dari BKKBN Kota Medan.

3.2.2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai bulan Juli sampai dengan Bulan Desember 2011. Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka, penentuan judul dan pembimbing, penyusunan proposal, kolokium (seminar proposal), penelitian ke lapangan, pengumpulan, pengolahan dan analisis data, penyusunan hasil penelitian, dan seminar hasil penelitian.


(62)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan yang dipasang pada tahun 2010, yang berjumlah 52 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang tersedia dijadikan sampel dengan jumlah 52 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian. Data yang dikumpulkan akan digunakan sebagai bahan analisis dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan. Oleh karena itu pengumpulan data harus dilakukan dengan sistematis, terarah dan sesuai dengan masalah penelitian.

Ada dua jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder 1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan/diukur langsung oleh peneliti yang meliputi pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap kelangsungan penggunaan AKDR dengan menggunakan instrumen penelitian (kuesioner) yang tersusun secara sistematis dengan standar yang diberikan kepada sampel penelitian yaitu akseptor KB AKDR.


(63)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari BKKBN Kota Medan, Puskesmas, data demografi dan geografi wilayah penelitian dan studi kepustakaan (literatur), majalah dan jurnal kesehatan yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.4.2. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas merupakan komponen yang penting dalam suatu rancangan pengukuran penelitian. Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Riyanto, 2009)

a. Pengujian Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur (Riyanto, 2009). Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen sebagai alat ukur penelitian yang dapat mengukur apa yang ingin diukur dan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Uji validitas dilakukan dengan korelasi antar skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuesioner tersebut dengan teknik korelasi

Pearson product moment (r), koefisien korelasi dikatakan valid jika nilai r hasil hitung > dari r tabel (0,360).

Dalam penelitian ini, ujicoba kuesioner dilakukan terhadap 30 ibu akseptor KB AKDR di Wilayah Puskesmas Medan Labuhan yang memiliki karakteristik (tingkat


(64)

sosial ekonomi) yang relatif sama dengan ibu akseptor KB AKDR di lokasi penelitian.

b. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Riyanto, 2009). Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Uji dilakukan dengan metode Cronbach Alpha, dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung > dari r tabel.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Kelangsungan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Marelan Tahun 2011

Variabel Butir

Pertanyaan r Hitung Status

Cronbach

Alpha Status Pengetahuan 1 0,699 Valid 0,9425 Reliabel

2 0,553 Valid Reliabel

3 0,460 Valid Reliabel

4 0,624 Valid Reliabel

5 0,473 Valid Reliabel

6 0,560 Valid Reliabel

7. 0,686 Valid Reliabel

8 0,399 Valid Reliabel

9. 0,624 Valid Reliabel

10 0,414 Valid Reliabel

11 0,502 Valid Reliabel

12 0,699 Valid Reliabel

13 0,482 Valid Reliabel

14 0,553 Valid Reliabel

15 0,487 Valid Reliabel

16 0,724 Valid Reliabel


(65)

Tabel 3.1 Lanjutan Variabel Butir

Pertanyaan r Hitung Status

Cronbach

Alpha Status

18 0,516 Valid Reliabel

19 0,699 Valid Reliabel

20 0,479 Valid Reliabel

21 0,487 Valid Reliabel

22 0,583 Valid Reliabel

23 0,498 Valid Reliabel

24 0,364 Valid Reliabel

25 0,770 Valid Reliabel

26 0,569 Valid Reliabel

27 0,414 Valid Reliabel

28 0,498 Valid Reliabel

29 0,596 Valid Reliabel

Peranan Keluarga

1 0,634 Valid 0,5196 Reliabel

2 0,627 Valid Reliabel

3 0,699 Valid Reliabel

4 0,555 Valid Reliabel

5 0,447 Valid Reliabel

Kelompok Referensi

1 0,595 Valid 0,7059 Reliabel

2 0,625 Valid Reliabel

3 0,805 Valid Reliabel

4 0,805 Valid Reliabel

5 0,606 Valid Reliabel

Budaya 1 0,578 Valid 0,7667 Reliabel

2 0,806 Valid Reliabel

3 0,851 Valid Reliabel

4 0,660 Valid Reliabel

5 0,675 Valid Reliabel

Konseling 1 0,455 Valid 0,5295 Reliabel

2 0,784 Valid Reliabel

3 0,697 Valid Reliabel

4 0,450 Valid Reliabel


(66)

Tabel 3.1 Lanjutan Variabel Butir

Pertanyaan r Hitung Status

Cronbach

Alpha Status Penggunaan AKDR 1 2 3 4 5 0,603 0,501 0,876 0,704 0,799 Valid Valid Valid Valid Valid

0,7463 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel dependen (terikat) penelitian ini adalah kelangsungan penggunaan AKDR dan variabel independen (bebas) adalah variabel faktor personal (umur, pendidikan, pengetahuan), faktor sosial (peranan keluarga, kelompok referensi, budaya) dan faktor situasional (pemberian konseling)

3.5.2. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Sub Variabel Definisi Indikator Skala Pengukuran Faktor

Personal

Umur Usia responden sejak lahir sampai dengan saat penelitian dilakukan.

1. Usia tidak berisiko 20 – 35 th 2. Usia berisiko < 20 dan >35 th

Ordinal

Pendidikan Jenjang pendidikan formal yang diselesaikan oleh responden.

1. Pendidikan dasar (SD, SMP)

2. Pendidikan menengah (SMA sederajat)

3. Pendidikan tinggi (Diploma, PT)


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Puskesmas Medan Marelan pada akseptor AKDR yang berjumlah 52 orang, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Analisis multivariat dengan uji regresi logistik diperoleh hasil bahwa faktor sosial (peranan keluarga, kelompok referensi) dan faktor situasional (konseling) berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR.

2. Faktor personal (umur, pendidikan, pengetahuan) tidak berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR.

3. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap kelangsungan penggunaan AKDR adalah variabel konseling.

6.2. Saran

1. Kepada Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Kota Medan dan instansi terkait lainnya, agar mengaktifkan kembali monitoring dan evaluasi kepada petugas yang sudah melakukan pelatihan konseling , khususnya konseling tentang alat kontrasepsi dalam rahim.

2. Kepada petugas konseling pelayanan keluarga berencana untuk turun langsung melakukan pendekatan kepada klien, menilai permasalahan dan membantu


(2)

didalam pengambilan keputusan serta melakukan tindak lanjut untuk menilai keberhasilan proses konseling

3. Petugas konseling harus tetap melakukan inform choice dan inform consent, kemudian mendokumentasikannya sebagai bukti fisik dalam pelayanan KB.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, karena keterbatasan dari penelitian ini baik dari variabel penelitian ataupun dari jumlah sampel yang diteliti.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.

BKKBN, 2010. Rakerda Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010, Medan : BKKBN Prov. Sumut.

---, 2011. Rakerda Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011, Medan : BKKBN Prov. Sumut.

---, 2001. Kebijakan Teknis Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi Melalui Program KB Nasional, Jakarta : BKKBN Pusat.

---, 2010. Laporan Pencapaian Peserta KB Aktif Tahun 2010, Medan : BKKBN Kota Medan

---, 2002. Materi Konseling, Buku Saku Petugas Lapangan Program KB Nasional Untuk Membantu Klien memilih Jenis Kontrasepsi, Jakarta: BKKBN Pusat

Bertrand, J.T., 2002. Audience Research for Imploping Family Planning, Publisher : University of Chicago, Communication Laboratory

Depkes, 2001. Standar Pelayanan Kebidanan, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan, 2009. Profil Kesehatan Tahun 2008, Medan : Dinas Kesehatan Kota Medan

Ekasari, F, 2009., Menghapus Diskriminasi: Memberikan Perhatian pada Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan, Jakarta

Hartarto, H, 2004., Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Hanafi, 2000., Memasyarakatkan Ide-ide Baru, Surabaya: Usaha Nasional

Hartina, M., 2009. Hubungan Konseling Keluarga Berencana dengan Kelangsungan Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilayah Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Tesis Program IKM Universitas Gajah Mada


(4)

Hastono, S.P., 2006. Basic Data Analysis for Health Research, Modul Ketiga: Analisis Multivariat, Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Imbarwati, 2009., Beberapa Faktor yang Bekaitan Dengan Penggunaan KB IUD pada Peserta KB Non IUD di Kecamatan Pedurungan Semarang, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro.

Iswarati, 2009., Analisa Lanjut SDKI 2002-2003 “Pengaruh KIE dan Pemberian Informasi Lengkap tentang KB terhadap Pelayanan KB di Indonesia

Joko, U., 1999. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kelangsungan Akseptor IUD (Studi di Desa Panunggalan dan Desa Mlowo Karangtalun Kec. Pulokulon Kabupaten Grobogan), Skripsi

Juliantoro, D, 2000. 30 Tahun Cukup, Keluarga Berencana dan Hak Konsumen, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Kalangie NS, 1994. Kebudayaan dan Kesehatan (Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer melalui Pendekatan Sosial Budaya), Jakarta : PT Kesaint Blanc Indah Corp.

Manuaba, IBG., 2001. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC.

Maramis, W.F., 2006. Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan, Surabaya : Airlangga University Press.

Martaadisoebrata, D., Sarsawinata, S.R., Saifuddin, A.B., 2005. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Meilani, N., Setiyawati, N., Estiwidani, D., Suherni, 2010. Pelayanan Keluarga Berancana (dilengkapi dengan penuntun belajar), Yogyakarta : Fitramaya. Moeljodihardjo, S., 2008. Bunga Rampai Gerakan KB Nasional, Mewujudkan

Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, Jakarta : BKKBN.

Mulyana, D., 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : Remaja Rosdakarya.


(5)

Nasution, Y, 2010. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita Usia Subur dalam Penggunaan KB IUD di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan, Skripsi FKM USU.

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta. ---, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Nuraidah, 2001. Faktor-Faktor yang Behubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi

MKET dan Non-MKET pada Akseptor KB di Keluruhan Pasir Putih dan Bungo Timur Kecamatan Muara Bungo Kabupaten Bungo Jambi Periode 1999/2000, Tesis Program Pasca Sarjana IKM UI

Nuryani, S., 2009. Beberapa Faktor yang Behubungan dengan Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga Berencana Pada Kelompok Ibu di Wilayah Puskesmas I Sukoharjo, Skripsi, FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ovita, M., 2008. Hubungaan Faktor Internal dan Eksternal Akseptor KB dengan

Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kelurahan Ngesrep Kecamatan Banyumanik Tahun 2008, Skripsi FKM UNDIP

Prasetijo, R., Ihalauw, JJOI., 2004. Perilaku Konsumen, Yogyakarta :Penerbit Andi. Rakhmat, J., 2005. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Riyanto, A., 2009. Pengolahan Dan Analisis Data Kesehatan (Dilengkapi Uji Validitas dan Realibilitas serta Aplikasi Program SPSS), Yogyakarta : JazameDia.

Robert, R., Gayen, K. 2003. Communication And Contraception In Rule Bangladesh, Bangladesh

Rogers, M.E., 1983. Diffution of Innovation, Canada: Collier Macmillian

Saifuddin, A.B., 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Setiadi, N.J., 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Jakarta : Prenada Media.


(6)

Simanjuntak, R.S., 2007. Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria di Kalangan Prajurit Wilayah Medan tahun 2007, Tesis Program pasca Sarjana IKM USU

Singarimbun, M., 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES

Siswosudarma, H.R., Anwar, M.H., Emilia, O., 2007. Teknologi Kontrasepsi, Yogyakarta :UGM Press

Siti, T, Yuni, K, Sri, H., 2010. Komunikasi dan Konseling dalam Pelayanan Kebidanan, Yogyakarta: Fitramaya

Sukmawati, 2001. Faktor-Faktor yang Behubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kontrasepsi IUD Diantara Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Tahun 2001, Tesis Program Pasca Sarjana IKM UI

Sukarma, Indikator Kematian Ibu, diambil pada tanggal 26 Juli 2010;

Sukaisih, Tina, H., 2005. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Suami terhadap Pemakaian KB IUD di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tahun 2004, Tesis Pasca Sarjana UNDIP

Tamasya, R., 2000. Menuju Paradigma Baru KB, Jakarta : Warta Demografi 30/I. Tri, W., 2001. Faktor Sosial Budaya dan Pelayanan Kontrasepsi yang Berkaitan

dengan Kesertaan KB IUD di Dua Desa Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Agustus 2001, Skripsi

Yanti, N., 2010. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Wanita Pasangan Usia Subur dalam Penggunaan KB IUD di Desa Tanjung Rejo Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2010, Skripsi FKM USU

Yasril, Kasjono, H.S., 2009. Analisis Multivariat Untuk Penelitian Kesehatan, Jogjakarta : Mitra Cendekia Press

Zanzibar, 2003. Status Ekonomi dan Pengetahuan Kontrasepsi pada Akseptor KB serta Hubungannya Dengan Pemakaian AKDR di Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2003, Tesis Program Pasca Sarjana IKM UI


Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

2 81 143

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

2 67 118

Karakteristik Pola Haid Ibu Pengguna Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Medan Polonia

0 77 54

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo

0 20 145

Perbedaan kenyamanan seksual pada akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di puskesmas Sragen

1 8 53

karakteristik akseptor kb alat kontrasepsi dalam rahim di wilayah kerja puskesmas kti kebidanan

0 0 5

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

0 0 17

Pengaruh Umur, Paritas, Efek Samping dan Dukungan Suami terhadap Kelangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2013

0 0 38

1 HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASESPSI DALAM RAHIM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING II SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Suami terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi dalam Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas Gamp

0 0 11

GAMBARAN KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, DAN SIKAP IBU TERHADAP ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS MERDEKA PALEMBANG

0 0 21