Mitos Perkawinan Sumbang Dalam Cerita Rakyat Batak Toba: Analisis Struktur, Makna Dan Fungsi

ABSTRAK
Disertasi ini berjudul Mitos Perkawinan Sumbang dalam Cerita Rakyat Batak Toba:
Analisis Struktur, Makna dan Fungsi, Martha Pardede, Program Doktor (S3), Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.
Latar Belakang peneliti mengkaji Mitos Perkawinan Sumbang dalam Cerita
Rakyat Batak Toba adalah jumlah yang menonjol dari cerita rakyat Batak Toba yang
mempunyai motif sumbang, menipisnya penghargaan terhadap cerita rakyat kemudian
mendorong peneliti untuk mengidentifikasi strukturnya untuk menemukan makna dan
fungsi mitos sumbang Penelitian ini, juga berusaha menggambarkan hubungan mitos
sumbang dengan nalar keyakinan masyarakat Batak Toba dan kearifan lokal yang
terdapat dalam mitos sumbang.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research)
dengan metode penelitian kualitatif deskriptif, objek atau korpus penelitian adalah teks
cerita rakyat yang mempunyai motif sumbang yakni Si Boru Deak Parujar, Tunggal
Panaluan, Si Boru Pareme, Si Jomba Ilik dohot Raja Marnubung di Langit, Porang ni
Aji, dan Parboniaga Si Punjung Si Sanggar Ni Anian. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pustaka adalah teknik
yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Keenam teks cerita
rakyat diatas adalah data primer. Data sekunder bersumber dari buku-buku acuan yang
berhubungan dengan permsalahan yang menjadi objek penelitian diperoleh dari
dokumen di perpustakaan dan juga diperoleh dari penelitian lapangan yang merupakan

hasi wawancara dengan orang yang diangap memahami realitas sosial masyarakat
Batak Toba, dan dengan pelaku sumbang, untuk membantu melihat apakah mitos
sumbang masih berfungsi.
Teori yang digunakan adalah teori Strukturalisme untuk menemukan struktur
dan makna, dibantu teori Hermeneutika, teori Fungsionalisme, dan teori Sosiologi
Sastra untuk menemukan struktur, makna dan fungsi mitos.
Hasil akhir penelitian memberikan tiga bentuk mitos sumbang, satu makna dan
empat fungsi. Tiga bntuk mitos sumbang adalah: pertama, hubungan sumbang dimana
tidak ada usaha memperbaiki, akan diikuti hukuman, kedua, hubungan sumbang diikuti
usaha memperbaiki tetapi tidak berhasil akan diikuti hukuman, dan hubungan sumbang
yang dicoba untuk dihindari tapi tidak berhasil, akan diikuti hukuman. Makna yang
ditemukan adalah makna kekerabatan yakni perkawinan exogamy, kekerabatan yang
tergambar dalam dalihan na tolu dan adat istiadat masyarakat Batak Toba. Fungsi yang
ditemukan adalah proyeksi angan-angan suatu kolektif tentang pranata masyarakat,
yaitu fungsi pengesahan pranata masyarakat, fungsi pendidikan dan pengawasan agar
pranata masyarakat berjalan dengan baik dan fungsi legitimasi datu.
Hasil penelitian menunjukkan nalar manusia primitif Batak Toba akan kebutuha
tatanan masyarakat untuk menciptakan harmoni seperti dalihan na tolu yang menjadi
identitas masyarakat Batak Toba.
Penelitian juga menunjukkan pentingnya identitas. Mitos sumbang dapat

digunakan sebagai alat untuk revitalisasi untuk mempertahankan pola yang menjadi
nilai budaya yang menjadi identitas untuk memenuhi dua fungsi kearifan lokal yakni
kesejahteraan dan kedamaian.
Kata Kunci: Mitos, Struktur, Makna dan Fungsi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
The title of the dissertation is Myth of Incest in Batal Toba Folklore: An Anlysis
of Structure, Meaning, and Function. Martha Pardede, Postgraduate Program,
University of Sumatera Utara, Medan.
The research was based on significant number of Batak Toba folklores about
incent and on the lack of appreciationn and attention toward folklores about incest
which caused the researcher to identify their structure in order to find out their
meaning and function. Moreover, she also attempted to describe the correlation
between incest with the insight of belief of Batak Toba community and the local wisdom
in myths about incest.
The research used descriptive qualitative method and library research
approach. The object and corpus of the research were six texts of folklore about incest:
Si Boru Deak Parujar, Tunggal Panaluan, Si Boru Pareme, Si Homba Ilik doihot Raja

Marnubung di Langit, Porang ni Aji, and Parboniaga Si Punjung Si Sanggar Ni Anian.
The data were gathered by conducting library research, using written materials. The
six folklores above were the primary data, while the secondary data were obtained
from referential books which were related to the problems of the research. The objects
of the research were obtained from some documents in the library and from the field
study by conducting interviews with informants who were considered knowing the
reality in Batak Toba community and those who committed the incest in order to find
out whether the myth about incest still exists.
The theories used in the research was the theory of Structuralism in order to
find out the structure and the meaning, aided by the theory of Hermeneutics, the theory
of Functionalism, and the theory of Literary Sociology in order to find out the
structure, meaning, and function of the myths.
The result of the research showed that there three forms of myth of incest, one
meaning, and four functions. The three forms of myth were incest which was absent
from any attempt to correct it and followed by punishment, incest which was attempted
to be corrected but failed and followed by punishment, and incest which was attempted
to be avoided but failed and followed by punishment. There was the meaning of kinship
which comprised exogamy marriage, kinship which reflected in dalihan na tolu, and
the adat (custom) of Batak Toba. The four functions were the projection of a collection
of dreams about social structure, the justification of social structure, education and

supervision for social structure, and the legitimation of datu.
The conclusion of the research was that insight of the primitive community of
Batak Toba for the need of social structure was to create harmony like dalihan na tolu
which became the identify of Batak Toba community.
It also indicated that identity was important. The myth of incest could be used
as means of revitalizating the culture value which became the identity to maintain the
two functions of local wisdom: prosperity and peace.
Keywords: Myth, Structure, Meaning, Function

Universitas Sumatera Utara