Fungsi Dan Makna Wacana “Mangulosi“ Pada Upacara Perkawinan Batak Toba: Kajian Pragmatik

(1)

FUNGSI DAN MAKNA WACANA “ MANGULOSI “ PADA UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : ASPINER PANJAITAN NIM : 060703002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN


(2)

FUNGSI DAN MAKNA WACANA “ MANGULOSI “ PADA UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : ASPINER PANJAITAN NIM : 060703002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN


(3)

FUNGSI DAN MAKNA WACANA “ MANGULOSI “ PADA UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK

Dikerjakan O

L E H

NAMA : ASPINER PANJAITAN NIM : 060703002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S Drs. Jamorlan Siahaan, M. Hum Nip 19640212 198703 1004 Nip 19590717 198702 1004

Disetujui oleh :

Departeman Bahasa dan Sastra daerah Ketua,

Drs. Baharuddin Purba, M. Hum NIP 19600101 198803 1007


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A Nip 19511013 1976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Prof. Dr. Robert Sibarani, M. S (...) 2. Drs. Jamorlan Siahaan, M. Hum (...) 3. Drs. Baharuddin Purba, M. Hum (...) 4. Drs. Warisman Sinaga, M. Hum (...) 5. Dra. Herlina Ginting, M. Hum (...)


(5)

Disetujui Oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

MEDAN

Medan, 2010 Departemen Sastra Daerah Ketua,

Drs. Baharuddin Purba,M.Hum Nip 196001011988031007


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perlindunga-Nya dan kasih Tuhan Yesus Kristus menyertai umat yang mengasihinya dan yang mengasihi semua manusia. Terima Kasih atas sumbangan pemikiran dari teman satu kos yang sangat berguna serta pengetahuan tentang penulisan skripsi ini.

Skripsi ini dibuat untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dalam bidang ilmu bahasa daerah Batak pada Departemen Sastra daerah.

Judul skipsi ini adalah Fungsi dan Makna Wacana Mangulosi Pada Upacara Perkawinan Batak Toba, adapun yang menjadi alasan penulis memilih judul akripsi ini karena judul tersebut belum ada yang mengkaji secara pragmatik. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan mengetahui tentang kajian yang terkiandung didalamnya. Untuk memudahkan pemahaman tentang apa saja yang akan dibahas dalam skripsi ini dimulai dari bab pertama pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, tujuan penelitian dan anggapan dasar. Bab kedua kajian pustaka yang terdiri atas kepustakaan yang relevan dan landasan teori. Bab ketiga metode penelitian yang terdiri atas metode dasar, lokasi sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.


(7)

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skipsi ini.

Medan, 2010

Penulis,

Aspiner Panjaitan 060703002


(8)

Ucapan Terima Kasih

Penulis tiada hentinya mengucapkan puji dan syukur serta terima kasih kepada tuhan yang maha kuasa dan kepada dosen, teman penulis atas selesainya skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan arahan, motivasi, bimbingan dan semangat maupun saran yang penulis terima dari semua pihak, sehingga setiap kesulitan yang di hadapi dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Selakau dekan fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara. Pudek I, Pudek II, Pudek III, dan seluruh pegawai di jajaran Dekan fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, selaku pembingbing I yang sudah

memberikan arahan dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Jamorlan Siahaan M.Hum, selaku pembingbing II yang

sudah memberikan arahan, motifasi, dan masukan kepada penulis.

4. Ibu Dra. Asriaty R. Purba M.Hum, sebagai dosen wali dan selalu


(9)

5. Dosen-dosen penulis yang dengan kasih sayang memberikan ilmu dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik buat penulis yang tidak dapat disebut satu persatu.

6. Teristimewa kepada orang tua penulis yang sangat saya hormati dan

yang saya sayangi yang telah bersusah payah membingbing penulis sejak kecil hingga dewasa, yang telah berkorban baik secara moril maupun material sehingga skripsi ini dapat selesai.

7. Teristimewa kepada Adikku Timson Panjaitan Am.k dan Adikku Rizza

Pazzi Panjaitan penulis yang telah ada di kampung terima kasih telah membantu penulis baik dalam bantuan moril maupun material serta dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Buat sobat-sobatku dikos berdikari 78 Nanto Frido Am.d, Frengki

Sitorus, Lamhot Silitonga, Jeki Sibarani , Rommel Sinaga, Kalep Silitonga. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini terima kasih atas semuanya.

9. Buat senioran Stambuk’ 03 yang memberikan pemikiran dan

motifasinya saya berterima kasih, Kepada senior Lijen Pasaribu SS, dan juga kepada senior Martiwan Sitanggang SS. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Buat Stambuk’ 06 yang seangkatan dengan penulis saya ucapkan terima

kasih segala masukan dan saran teman-teman sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi saya ini dengan baik.


(10)

11.Buat Stambuk’ 07 selaku junior saya ucapka terima kasih atas dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan sikripsi dengan baik.

12.Buat Stambuk’ 08 selaku junior saya ucapkan terima kasih atas

dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

13.Buat Stambuk’ 09 selaku junior saya ucapkan terima kasih atas

dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan kripsi ini dengan baik.

14.Kepada teman-teman semuanya yang telah mendukung penulis yang

tidak dapat saya tuliskan, saya ucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

AKSARA BATAK ...ii

UCAPAN TERIMA KASIH...iii

DAFTAR ISI...vi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Rumusan Masalah...4

1.3Tujuan Penelitian………...5

1.4Manfaat Penelitian...6

1.5Anggapan Dasar...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Kepustakaan Yang Relevan...7

2.2 Teori Yang Digunakan...11

BAB III METODE PENELITIAN...23

3.1 Metode Dasar………...23

3.2 Metode Pengumpulan Data………..…...23

3.3 Sumber Penelitian Data ………...24

3.4 Metode Analisis Data………...25

BAB IV PEMBAHASAN………...27

4.1Hasil...………...…...27

4.1.2 Wacana Ulos Pansamot...27


(12)

4.1.4 Wacana ulos Bere ...44

4.2 Pembahasan...51

4.2.1 Dasar Filsafat Dalihan Natolu...51

4.2.2 Pembagian Fungsi Tindak Tutur...53

4.2.2.1 Fungsi Ekspresif...53

4.2.2.2 Fungsi Direktif...77

4.2.2.3 Fungsi Komisif...99

4.2.2.4 Fungsi Representatif...122

4.2.2.5 Fungsi Deklaratif...145

4.3 Makna Ulos...168

4.3.3.1 Tindak Lokusi...169

4.3.3.2 Tindak Ilokusi...191

4.3.3.3 Tindak Perlokusi...215

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...239

5.1 Kesimpulan ...239

5.1.2 Fungsi...241

5.1.3 Makna...242

5.2 Saran ...243


(13)

Lampiran :

1. Surat Ijin Penelitian

2. Surat Keterangan Penelitian 3. Daftar Imforman

4. Gambar Upacara mangulosi Pada Pesta Upacara Perkawinan Batak Toba 5. Peta Kabupaten Samosir


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok masyarakat.

Bahasa adalah alat komunikasi yang memiliiki peran penting dalam bersosialisasi dengan sesama manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain dalam menyampaikan maksud dan tujuan masing-masing melalui bahasa. Tanpa bahasa di masyarakat tidak dapat interaksi atau hubungan timbal balik antara sesama manusia. Hampir semua bahasa sepaham dengan depenisi bahasa yang mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi ( Sibarani, 2004:35). Atau Badudu mengatakan bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu-individu sebagai manusia yang berpikir, merasa dan berkeinginan. Pikiran dan perasaan dan keinginan baru berwujud bila dinyatakan itu adalah bahasa. Kridalaksana mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri ( Sibarani 2004:35).

Bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem yaitu sub sistem fonologi, subsistem morpologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik. Dewasa ini penyelidikan tentang bahasa dengan berbagai aspeknya dilakukan orang dengan sangat intensif, sihingga linguistik berkembang dengan sangat


(15)

pesat, sangat luas dan mendalam. Namun bagi pemula kiranya cukup memadai untuk membatasi diri pada struktur yang intren bahasa itu saja. Atau pada kajian yang khusus disebut dengan mikrolinguistik.

Bahasa adalah bahasa resmi yang dipakai oleh seluruh masyarakat Indonesia disegala tempat umum, seperti di sekolah, di kampus ataupun sebagai bahasa sehari-hari di samping bahasa daerah yang ada ditempatnya masing-masing. Sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia sangatlah mudah dipelajari. Seluruh masyarakat Indonesia harus biasa berbahasa Indonesia yang baik dan benar supaya semua masyarakat Indonesia biasa berkomunikasi dengan masyarakat yang berbeda bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

Verhaar (1988:14), “pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal”ekstralingual” yang dibicarakan.”

Pembinaan bahasa daerah yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia yang tertera dalam UUD 1945, pada Bab XV pasal 36 ayat 2, yang menyatakan bahwa disamping bahasa resmi Negara, bahasa daerah adalah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi dan dilestarikan oleh Negara. Setiap daerah yang ada diseluruh pelosok tanah air yang kita cintai ini memiliki banyak bahasa daerah yang berbeda-beda bentuk dan dialek bahasa yang beraneka ragam dan seluruh ada di negara kita ini.

Dari berbagai jenis bahasa daerah yang tumbuh subur di Indonesia kurang lebih ratusan jenis bahasa daerah yang ada diseluruh pelosok nusantara. Salah satu jenis bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara adalah Bahasa Batak Toba, Bahasa Simalungun, Bahasa Karo, Bahasa Angkola Mandailing, Bahasa Pakpak Dairi. Kelima bahasa etnis merupakan bahasa sehari-hari masyarakat dan dipakai pada upacara adat. Suku batak merupakan suku yang


(16)

terkenal dengan sebutan marga sebagai garis keturunan patrinial yang secara generasi ke generasi mempunyai garis keturunan marga yang berbeda-beda berdasarkan garis keturunanya. Bahasa Batak ini memiliki banyak persamaan dengan bahasa subetnis lainnya.

Masyarakat Batak pada umunya memiliki bahasa dan adat istiadat yang berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak menjadikan perpecahan diantara masyarakat Batak. Masyarakat Batak Toba juga memiliki berbagai budaya dan adat istiadat. Salah satunya adalah upacara adat perkawinan. Upacara adat perkawinan bagi masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari pemberian ulos. Pemberian ulos tersebut sudah disediakan dan ditetapkan ulos tersebut berapa jenis dan siapa pemberi untuk pengantin. Menurut sejarahnya, ulos adalah sebuah tanda yang bisa mengayomi dan memberikan kehangatan bagi pemakainya. Tetapi dalam hal ini, ulos diartikan sebagai sebuah sarana pelindung yang mampu memberikan perlindungan, kasih sayang oleh sipemberi kepada sipenerima ulos. Dan pada saat pemberian ulos tersebut maksud dan tujuan sipemberi memberikan ulos tersebut terucapkan. Pemberian ulos pada upacara perkawinan masyarakat Batak Toba banyak sekali, seperti

ulos pansamot, ulos holong, mandar hela, ulos bere, ulos kepada ale-ale dan

lain sebagainya. Melihat dari banyaknya ulos yang diberikan sesuai dengan kondisinya secara umum mengandung arti yang hampir sama, tetapi yang menjadi perbedaan adalah ungkapan dari sipemberi kepada sipenerima. Misalnya, pemberian ulos hela tidaklah sama penyampaian dan pemberianya


(17)

dengan ulos pansamot. Tetapi melihat dari konteks upacara dan kedudukan sipemberi dan sipenerima.

Untuk mengetahui lebih banyak lagi maka penulis mencoba untuk membahas kajian ini, sehingga akan mendapatkan hasil yang dapat memuaskan.

Adapun teori yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah teori tindak tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan pokok permasalahan sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup yang akan diteliti pada uraian skripsi ini. Adapun rumusan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Wacana “mangulosi” pada Upacara Perkawinan Batak Toba


(18)

1.3 Tujuan Penelitian

Pengetahuan yang baik pada kebudayaan daerah akan menunjang pembinaan sikap serta pengertian yang wajar dan tepat terhadap masyarakat Batak toba sehingga benar-benar bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang memiliki sikap sosial yang baik pada kehidupan masyarakat.

Penelitian merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan data atau fakta serta pelaksanaan konsep untuk mencari dan memperoleh atau mendapatkan kebenaran yang sanggup mengamati lebih dalam kebenaran yang sudah ada. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguraikan fungsi wacana “Mangulosi” pada Upacara Perkawinan Batak Toba.

2. Untuk menguraikan makna wacana “Mangulosi” Pada Upacara Perkawinan Batak Toba.

3. Untuk menguraikan bentuk-bentuk prinsif kerjasama dalam tindak tutur pada tuturan Upacara Wacana “ mangulosi” Perkawinan Batak Toba.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah khasanah wacana kata dan sastra daerah sebagai

kebudayaan Indonesia.

2. Menambah wawasan informasi tentang wacana dalam bentuk


(19)

3. Menambah wawasan tentang kajian pragmatik fungsi wacana dan makna kata mangulosi pada upacara perkawinan Batak Toba.

4. Agar dapat dijadikan sebagai sumber penelitian bagi ilmu yang

lainya.

5. Mensukseskan program pelestarian sastra daerah sebagai bagian

dari kebudayaan nasional.

1.5. Anggapan Dasar

Menurut Surakhmad (1999:37) anggapan dasar adalah asumsi atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan, dan kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat ini yang menjadi titik pangkal, titik mana yang tidak lagi menjadi keragu-raguan penyelidik.

Berdasarkan judul, masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, penulis mengemukakan anggapan dasar yakni kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Batak Toba mempunyai bahasa dan perumpamaan serta nilai-nilai sosial tersendiri atau khusus dalam melaksanakan acara perkawinan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan. Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah dapat dengan mudah dipertanggung jawabkan dan harus disertai data-data yang kuat serta ada hubunganya dengan yang diteliti.

Chaer (1987 : 3 ) mengemukakan makna adalah hubungan atau lambang yang berupa ujaran dengan hal atau barang atau benda yang dimaksudkan. Adapun sebuah budaya yang selalu diwakili kode atau lambang yang secara konvensional disepakati memiliki makna. Makna yang terkandung tersebut selalu merujuk kepada kosmologi masyarakat pemilik budaya tersebut.

Tampubolon ( 1986 : 9 ) ulos merupakan pakaian sehari-hari. Bila dipakai oleh laki-laki bagian atasnya disebut hande-hande, bagian bawah disebut sengkot, sebagai penutup kepala disebut tali-tali,

bulang-bulang atau detar. Bila dipakai oleh perempuan (wanita) bagian bawah

disebut haen, dipakai hingga batas dada. Untuk menutup punggung disebut heba-heba dan dipakai berupa selendang disebut ampe-ampe, untuk kepala disebut saong. Apabila seorang wanita menggendong anak

ulos yang digunakan disebut parompa dan penutup punggung disebut hop-hop. Pendapat Tampubolon ini berdasarkan pengamatanya sebelum


(21)

dikenal di masyarakat Batak Toba tekstil buatan luar seperti sekarang ini.

Ulos sebagai pakaian sehari-hari biasanya dipakai oleh para penatua dan dukun-dukun Batak Toba. Ulos tersebut merupakan sebuah pelengkap dalam pelaksanaan ritual, tetapi menurut masyarakat Batak Toba seorang dukun atau penatua memakai pakaian ulos adalah penanda bahwa dia seorang yang dituakan dan dianggap pintar. Hande-hande adalah ulos yang dipakai seorang laki-laki di atas bahu menjulur kebawah, atau diikat sejajar dengan pinggang. Biasanya hande-hande ini dipakai seorang dukun atau yang dituakan dilingkungan masyarakat Batak Toba. Tetapi bisa juga dipakai pada saat acara adat baik perkawinan, meninggal dan upacara ritual. Sengkot ( lopes ) adalah ulos yang dililitkan di pinggang sebagai pengganti celana oleh sorang dukun atau yang dituakan. Tetapi pada acara adat Batak sengkot dipakai bukan hanya sekedar pengganti celana laki-laki, tetapi sebagai pelengkap pakaian adat Batak Toba dalam acara adat. Bulang-Bulang ( tali-tali ) yaitu sebagai pengikat kepala atau sebagai penutup kepala. Biasanya dapat dilihat pada acara ritual, perkawinan, dan acara meninggal. Seorang dukun biasanya memakai

bulang-bulang yang disebut sebagai Bonang Manalu ( benang tiga warna ). Haen

adalah sebuah ulos yang dilingkarkan pada pinggang perempuan sebagai pengganti baju . Biasanya ini dipakai oleh isteri dari yang dituakan ataupun isteri seorang dukun. Tetapi sekarang ini sudah dapat dipakai oleh seorang wanita pada acara-acara adat, maupun sebagai kostum pada saat menari.

Heba-heba adalah ulos yang dipakai seorang wanita untuk menutup bagian punggung


(22)

bahu menjulur kebawah. Dalam menggendong anak atau bayi, orang Batak Toba menyebutkan dengan parompa ( gendongan ) sebagai tanda kasih sayang dengan bentuk menggendong. Biasanya ulos parompa yang diberikan adalah ulos mangiring. Hop-hop yaitu ulos yang dipakai untuk menutup punggung sebagai pengganti pakaian.

Dari pendapat di atas dapat menggambarkan sebuah kepribadian orang Batak Toba bahwa ulos adalah sumber dari segala kesuksesan dan kedamain dalam kehidupanya. Tetapi akibat dari pergeseran budaya segala bentuk dan pemakain ulos sudah banyak tidak dipergunakan lagi akibat dari pakaian jadi yang sudah ada.

Ulos bagi masyarakat Batak Toba juga merupakan sebuah benda yang mengandung banyak arti. Dari jenisnya yang beraneka ragam demikian juga dengan arti yang dikandungnya. Berbeda jenis ulos berbeda pula arti dan maknanya. Ada beberapa jenis ulos bagi masyarakat Batak Toba seperti

Ragidup, Sibolang, Suri-suri, Mangiring, Ragihotang, Pinunsaan, Bintang Marotur, Sadum dan lain sebagainya. Ulos ini tidaklah sama bentuk dan

maknanya. Pada acara adat Batak baik acara suka maupun duka, ulos selalu dibawa dan dipakai oleh orang-orang yang hadir pada acara tersebut. Dari jenis ulos yang dipakai, masyarakat luas diluar dari tuan rumah dan undangan pesta dapat mengetahui acara tersebut adalah acara duka dan acara adat. Misalnya, pada acara orang meninggal, masyarakat Batak Toba memakai ulos yang bercorak dan berwarna kehitam-hitaman, dan pihak tuan rumah memakai ulos Sibolang yang menandakan keluarga yang berduka. Pada acara adat


(23)

perkawinan misalnya, orang Batak Toba sering menggunakan ulos yang beraneka corak dan berwarna cerah baik dari tuan rumah maupun undangan seperti Ragihotang, sadum.

Dari penjelasan ini dapat diartikan bahwa ulos bagi masyarakat Batak Toba adalah sebuah gambaran kehidupan yang mampu memberikan perlindungan serta adat mencurahkan rasa kepedulian, kasih sayang baik dari sipenerima maupun sipemberi.

Jenny (1995) dalam Wijana (1996), “ Pragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri. Selain itu Leech (1983:5-6) “Menyatakan pragmatik mempelajari maksud ujaran (Yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana bila mana, bagaimana”.

Richrads (Dalam Suyono, 1990) Menyatakan tindak tutur adalah “the thing we actually do when we speak” atau “the minimal unit of speaking which can be said to have a function”. Tindak tutur adalah sesuatu yang benar-benar kita lakukan pada saat kita berbicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tuturan berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak tutur jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.


(24)

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku yang secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun bagi kerja penulis.

Teori merupakan landasan fundamental ilmiah sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberikan jawaban rasional terhadap masalah yang digarap (Atmadilaga dalam Gurning, 2004:9). Oleh karena itu ada beberapa pengertian pragmatik yang mendukung dari tulisan ini di antaranya adalah Nababan (11987:2), “pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.”

Searle(1969:13-14) dalam Wijana (1996), mengemukakan secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat di wujudkan oleh seorang penutur yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi”. Selain itu Leech (1983) dalam Wijana (1996:19), “Pragmatik sebagai ilmu cabang bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari Fonologi, Sintaksis, dan semantik”. Kemudian Jenny (1996)dalam Wijana (1996:19), Pragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri.”

Istilah tindak tutur (speech acts) sebenarnya lebih sering dipakai dalam filsafat bahasa dan pragmatik. Tindak tutur awalnya di kemukakan oleh J.L. Austin (1962) dalam karyanya yang terkenal “ How to Do Things with Words” untuk menjelaskan satu tesis bahwa melakukann sesuatu bisa.

Tindak tutur merupakan suatu analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech


(25)

(1983:5-6) Menyatakan pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan): menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur: dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bila mana, bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti peranggapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.

Tindak tutur adalah tindak komunikasi dengan tujuan khusus, cara khusus, aturan khusus sesuai kebutuhan, sehingga memenuhi derajat kesopanan, baik dilakukan dengan tulus maupun basa basi. Richards (Dalam Suyono, 1990) menyatakan tindak tutur adalah “the things which can be said to have a function”. Tindak tuturan adalah sesuatu yang benar-benar kita lakukan saat kita bebicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tuturan yang berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak tutur jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.

Tindak tutur dalam komunikasi mencakup tindak (1) konstatif, (2) direktif, (3) komisif, dan (4) persembahan ( Acknowledgment) ( Austin dalam ibrahim, 1993). Sedangkan Searle (dalam Wijana, 1996) mengemukakan bahwa tindak tutur secara pragmatik ada tiga jenis, yaitu (1) tindak lokusi, (2) tinda ilokusi, da (3) tindak perlokusi. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.


(26)

Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan: (1) tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.(2) tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan,dsb. (3) tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujaranya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang digunakan untuk membina dan membimbing dan memberi arahan dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.

Lavinson (1983) mendefenisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Batasan levinson itu, selengkapnya, dapat dilihat pada kutipan berikut.

Pragmatics is the study of those relations between language and context the are grammaticalizedd, or encoded in the structure of a language ( Lavinson, 1983:9) :

Pragmatik adalah studi bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan. Dengan mendasarkan pada gagasan Leech ( 1983: 13-14), Wijana (1996) Me-Nyatakan konteks yang semacam itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur ( speech situatinal


(27)

contexts). Konteks situasi tutur, menurutnya, mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

a. Penutur dan Lawan Tutur b. Konteks Tuturan

c.Tujuan Tuturan :

a.Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

b.Tuturan sebagai produk tindak verbal (Wijana, 1996: 10-11)

1. Penutur dan lawan tutur di dalam beberapa litetatur, khususnya

dalam Searle (1983), lazim dilambangkan dengan S ( Speaker) yang berarti “pembicara dan penutur” dan H (Hearer) yang dapat diartikan “pendengar atau mitra tutur”. Untuk membatasi cakupan pragmatik semata-mata pada bahasa ragam lisan saja, juga mencakup ragam bahasa tulis.

2. Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para linguis. Konteks dapat mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan baik secara fisik maupun nonfisik. Konteks dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur.

3. Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang.

Dikatakan demikian, karena dasarnya tuturan itu berwujud karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan tertentu sifatnya. Secara pragmatik, satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yangn berbeda-beda. Di sinilah dapat dilihat perbedaan mendasar antara pragmatik yang berorientasi fungsional dengan tatabahasa yang berorientasi formal atau struktural.

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan bidang

yang ditangani pragmatik. Karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang terdapat dalam situasi tutur tertentu, dapat dikatakan bahwa yang dibicarakan di dalam pragmatik itu bersifat konkret karena jelas keberadaan siapa peserta tuturnya, di mana tempat tuturnya, dan seperti apa konteks tuturnya secara keseluruhan.

5. Tuturan dapat dipandang sebagai sebuah produk tindak verbal. Dapat di katakan demikian, karena pada dasarnya tuturan yang ada didalam


(28)

sebuah pertuturan itu adalah hasil tindak verbal para peserta tutur dengan segala pertimbangan konteks yang melingkupi dan mewadahinya.

Adapun teori yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah teori tindak tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur. Pembagian fungsi menurut para ahli yaitu:

G. Revesz, 1956. The Origins of Prehistoric of Langguage

Fungsi bahasa ada 3, yaitu: a. Fungsi indikatif (menunjuk) b. Fungsi imperative (menyuruh) c. Fungsi interogatif (menanyakan)

Searle dalam Lavinson (1983) membagi fungsi bahasa menjadi 5, yaitu:

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi direktif 3. Fungsi komisif 4. Fungsi representatif 5. Fungsi deklaratif


(29)

Dell Hymes (1962)

Fungsi bahasa dibagi 6, yaitu:

1. Fungsi ekspresif atau emotif

2. Fungsi direktif, konatif, atau persuasive 3. Fungsi puitik

4. Fungsi kontak (Fisik atau psikologi) 5. Fungsi metalinguistik

6. Fungsi kontekstual atau situasional

M.A.K. Halliday (1973)

Fungsi bahasa dibagi 7, yaitu:

1. Fungsi instrumental (direktif,orientasi pada mitra tutur) Mis. Masuklah kedalam mobil itu lalu hidupkan

2. Fungsi tepresentasional (deklaratif,orientasi pada topik).

Mis. Badanmu bisa keseleo, kalau kamu tidak terbiasa dengan gerakan itu.

3. Fungsi interaksional (ekspresif,orientasi pada hubungan penutur dan mitra tutur).

Mis. Apa kabar? Dari mana?

4. Fungsi personal (komisif, orientasi penutur).


(30)

5. Fungsi heuristik (interpretasi). Mis. Ini apa?

6. Fungsi regulatoris (pengendalian perilaku orang lain). Mis. Kamu sebaiknya tidak bersikap gegabah seperti itu.

7. Fungsi imajinatif (pengungkapan sistem khayalan dan gagasan). Mis. Ketika aku terbang keangkasa, kulihat bintag-bintang mendekat dan bersinar terang.

Prinsip Kerja Sama (PK) merupakan suatu prinsif pragmatik yang menjelaskan hubungan antara makna dan daya untuk mencari kebenaran, dalam arti cara pengungkapan atau penyampaian sesuatu yang tidak langsung. Sedangkan Prinsip Sopan Santun (PS) adalah suatu prinsif pragmatik yang berfungsi sebagai penyelamat dari Prinsip Kerja Sama (PK). Menurut Finegan (12004: 3004), Kesopanan terbagi dalam dua aspek yaitu menghargai orang yang diajak bicara dan melibatkan orang lain dalam suatu situasi.

Dari pendapat tersebut dapat dilihat juga yang ada dalam data tersebut ataupun bisa dibuktikan apakah itu benar itu atau salah. Bila dicermati lagi maka benar yang dikatakan oleh Finegen tersebut, karna di dalam teks tersebut adanya komunikasi yang baik antara penutur dan petutur. Karena dibarengi dengan jawaban yang benar-benar sangat sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Jawaban tersebut berupa maaf.

Dalam tindak tutur tersebut, aspek menghargai orang lain sangat ditekankan yaitu pada saat penutur melakukan suatu kesalahan sengaja maupun tidak. Maka secara langsung penutur akan mengatakan maaf atau sorry kepada


(31)

orang diajak bicara. Hal ini akan memberikan rasa penghargaan kepada oranng lai dalam suatu percakapan. Dalam data ataupun teks tidak ada dikatakan maaf ataupun sorry, tetapi bila dilihat dari jawaban yang dikemukakan itu sama halnya dengan ungkapan maaf yang diutarakan kepada lawan bicaranya saat peristiwa tutur terjadi.

Hal ini juga didukung oleh pendapat dari beberapa ahli diantaranya yaitu Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi didalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu sebuah prinsip kerja sama (Cooperative Principle), (Yule 1996: 36-37 dan Thomas 1995: 61) berpendapat kerja sama yang terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat bidal (maxim), yaitu (1) bidal kuantitas ( quantity maxsim), memberi imformasi yang sesuai yang diminta; (2) bidal kualitas (quality maxsim), menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenaranya; (3), bidal relasi (relation maxsim), memberi sumbangan imformasi yang relevan; dan (4) bidal cara (manner maxsim), menghindari ketidak jelasan ungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkapkan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan.

Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis prinsip kesantunan yaitu Grice. Karena pada prinsip kesantunan Grice dianggap paling mendukung dalam penyelesaian penelitian ini. Grice merumuskan prinsip kesantunan menjadi empat maksim antara lain (1) maksim kuantitas, di mana seorang penutur dapat memberikan imformasi yang cukup, relatif memadai, dan seimformatif mungkin.(2) maksim kualitas, dimana seorang penutur diharapkan dapat menyelesaikan sesuatu yang bersifat nyata sesuai fakta yang


(32)

sebenarnya dalam bertutur. (3) maksim relevansi, yang dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan petutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang sifatnya relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan tersebut. (4) maksim pelaksanaan, yang mengharuskan peserta tutur secara langsung, jelas serta tidak kabur.

Adapun teori penulis gunakan adalah teori John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak-tutur itu berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut:

(1)Tindak lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa dan kalimat itu. Contoh: Tuturan tanganku gatal misalnya, semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberi tahu si mitra tutur bahwa pada saat di munculkanya tuturan itu tangan penutur sedang dalam keadaan gatal.(2)Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the acat of doing something. Tuturan tanganku gatal yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberi tahu simitra tutur bahwa pada saat dituturkanya tuturan itu rasa gatal sedang berserang pada tangan penutur, namun lebih dari pada itu bahwa penutur mengiginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa sakit gatal pada tanganya itu.(3) Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut dengan the act of affecting someone. Tuturan tanganku gatal, misalnya, dapat digunakan


(33)

untuk menumbuhkan pengaruh (effect) rasa takut kepada mitra tutur. Rasa takut ini muncul misalnya, karena yang menuturkan tuturan itu berprofesi sebagai tukang pukul yang nada seharianya sangat erat dengan kegiatan memukul dan melukai orang lain.

Teori fungsi yang dipergunakan ialah teori dari searle dalam Levinson, (1983) mengklasifikasikan tindak tutur itu menjadi lima fungsi yaitu:

(1) Fungsi ekspresif yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan tingkah laku penutur dalam menyikapi suatu persoalan seperti berterima kasih, ucapan selamat, simpati dan permintaan maaf.

(2) Fungsi direktif yaitu untuk mengekspresikan sesuatu yang sifatnya berorientasi pada penutur selain itu memberi tahukan kepada penutur melakukan sesuatu yang berorientasi pada petutur (lawan bicara).

(3) Fungsi komisif yang mengacu pada beberapa tindakan akan datang yang sifatnya menjanjikan,ancaman, atau tawaran.

(4) Fungsi representatif yang lebih berorientasi pada pesan.

(5) Fungsi deklaratif yaitu suatu hal yang menghasilkan suatu hubungan antara muatan propesioanal keputusan dan kenyataan.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sudaryanto dalam Swito ( 2004:11) mengatakan istilah dalam deskriptif itu mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara emfiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan berupa gambaran yang bersifat seperti potert, paparan seperti adanya.

Dengan metode tersebut, data, dan imformasi dicatat dan dikumpulkan untuk dianalisis sehingga diperoleh gambaran mengenai objek kajian penelitian ini.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut:

1. Metode Kepustakaan yaitu penulis mencari buku-buku yang

berhubungan dengan penulisan proposal ini.

2. Metode observasi yaitu penulis langsung turun kelokasi penelitian

melakukan pengamatan tempat, jumlah, dan pemakai (Penutur), bahasa serta perilaku selama pelaksanaan penggunaan bahasa berlangsung.

3. Metode wawancara yaitu melakukan wawancara kepada informan yang


(35)

mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik rekam dan catatan.

4. Metode kuesioner yaitu melakukan penelitian dengan memberikan

daftar pertanyaan yang diisi oleh masyarakat setempat dan hasil jawaban tersebut dikembalikan kepada penulis untuk dianalisis.

Adapun syarat-syarat sebagai informan menurut (Mahsun, 1995 : 106) adalah: 1. Berjenis kelamin pria atau wanita

2. Berusia antara 25-26 tahun (tidak pikun )

3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa itu.

4. Berstatus sosial menengah. 5. Pekerjaannya bertani dan buruh. 6. Dapat berbahasa Indonesia. 7. Sehat jasmani dan rohani.

8. Berpendidikan.

3.3 Lokasi Sumber Data dan Instrumen Penelitian

Lokasi penelitian proposal ini adalah di Desa Panampangan, Kecamatan Pangururan, Kabupataen Samosir untuk Upacara Perkawinan Batak Toba. Adapun alasan penulis ini adalah karena di masyarakat Batak Toba menpunyai upacara perkawinan, yang memiliki ungkapan pada saat perkawinan. Di


(36)

daerah ini penulis mengadakan penelitian guna mendapatkan hasil dari objek kajian masalah ini.

Sumber data yang penulis peroleh dalam penulisan ini nantinya dari pesta adat Perkawinan Batak Toba di Desa Panampangan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten maupun di kota.

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan atau megumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, penulis nantinya menggunakan alat rekam (Tape recorder), daftar pertanyaan (Kuesioner), pulpen (Alat tulis), kamera dalam arti lebih lengkap supaya lebih mudah mengolah data.

3.4 Metode Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah menganalisis. Penulis menggunakan metode deskriptif.

Najir dalam Yusiana (1999;38) bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data adalah:

1. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan

pokok permasalahan .

2. Membuat generalisasi terhadap data-data yang terkumpul sesuai

dengan bentuk dan jenisnya.

3. Mencatat seluruh data yang telah diregeneralisasikan kedalam


(37)

4. Membuat bentuk penulisan yang sistematis sehingga semua data-data yang terkumpul saling mendukung dan tidak tumpang tindih.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Secara umum pemberian ulos pada acara perkawinan masyarakat Batak Toba terdiri dari beberapa ulos antara lain ulos pansamot, ulos hela, ulos tulang tu bere. Tetapi dari rumusan masalah telah ditentukan ulos yang dibahas pada


(38)

skripsi ini ada 3 jenis yang disertai dengan fungsi dan maknanya antara lain ulos pansamot, ulos hela serta ulos tulang tu bere.

4.1.2 Wacana Ulos Pansamot

Acara adat perkawinan masyarakat Batak Toba pemberian Ulos

Pansamot adalah salah satu adat yang dilakukan pada acara tersebut. Acara ini

dilakukan untuk mangulosi pihak orang tua laki-laki dari pihak mertua. Tujuanya ialah pihak orang tua laki-laki mampu memperhatikan serta mengajari menantu dalam membina keluarganya. Hal ini perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa pengantin perempuan telah diserahkan kepada pihak laki-laki. Ulos yang diberikan dapat diartikan agar memperoleh umur yang panjang untuk membina keluarga yang baru tersebut. Ulos Pansamot dapat memaknai dari bentuk rasa kedekatan dan bukti kasih sayang yang dilakukan pada acara adat. Biasanya ulos pansamot disampaikan sebelum pemberian ulos hela. Jenis ulos pada acara biasanya diberikan Ulos yang berwarna putih ( Sibontar ). Melihat dari kelayakan pemberi sudah diusahakan memberikan ulos pansamot dengan motif yang beraneka ragam rasi dan warna yang mewah. Rasi ialah gambar atau garis yang ada pada ulos. Sedangkan warna yang dimaksudkan seluruh warna yang ada pada ulos. Ulos pansamot seperti yang dijelaskan diatas banyak mengandung makna tersendiri walaupun tidak dapat disimpulkan secara singkat, namun mencakup arti yang cukup luas. Dengan kata lain ulos pansamot adalah ulos yang diberikan sebagai tanda kemampuan orang tua sipenerima perempuan agar mampu membuktikan


(39)

bahwa pengantin dapat di pertanggungjawabkan sesuai dengan adat. Pelaksanaanya dapat dilihat dalam wacana sebagai berikut :

Hatana ( penyampaian ) :

Di tingki na laho pasahatton ulos pansamoti, sai tarjumolo do di andehon hata sian parboru ( orangtua pengantin perempuan) tu nalaho manjalo ulos i ( orangtua pengantin laki-laki).

Tujuan ni hata i ima, asa dijanghon parumaennai apa adanya, na marlapatan: asa di ajar-ajari, di podia mungkin boi mai tarsongonon hatana, hurang lobi harap maklum.

Diho lae silassapon nang diho ito pinaribot (hata/ ho) dipakke disi patuduhon na solhot tangkas,sangkan di ari nauli di bulan na denggan on. Naung manjalo pasu-pasu parbagason, anakmu nagabe helangku (sinuan tunas na binalos hata batak jala borungku nagabe parumaenmu). Jala (sinuan boru na binalos sian amanta Debata marhite-hite na posona di bagas joro nabadia i.

Anggiat ma antong pasu-pasu na sian amanta debata di pasahaphon mai di tong-tonga ni rumah tangga na sida, asa anggiat sada na sida di rahut ni holong na sian debata. Pina domu dame na sian tondi parbadiai lae/ito ia parumaenmui na bayar jala na hurang dope ibana diangka ruhut-ruhut ni marnatua-tua. Di panghataion pangalangka, mula ulaon tarlumobi ma na marsimatua suanng songon i marhaha maranggi nang mareda.

Jadi lae dohot hamu ito di ombas on tangkas ma hami mangelek di hamu ito/lae, hupasahat ma tu ho borungki na gabe parumaenmu, tung


(40)

sahat/gok di ho mai. Asa ajar-ajari, podai, togu-togu, rap mangido ma hita tu debata asa sai anggiat siboan dame dohot las ni roha ma parumaen mi di tonga-tonga ni keluarga muna, di hita nahumaliang tarlumobi mai di adopan ni Tuhanta.

Ido lae dohot ho ito, nungga dijalo hami adat nagok sian hamu. Di ari na uli di bulan na denggan on dinaung manjalo pasu-pasu parbogason ima boru nami na gabe parumaenmu , anakmu na gabe hela nami, sai saur matua maho dohot iboto namion pature-turehon anak dohot parumaen mon. Jala sabar maho mangalehon akka poda nauli, dohot mangulahon angka na di halomohon ni roha ni Tuhanta. Jadi on ma ulos mu amang lae dohot ho ito. Anggiat ma antong pasu-pasu na sian Amanta Debata dipasahaphon mai ditonga-tongani parsaripeonmuna asa anggiat sada hamu dirahut ni holong nasian Debata. Asa dapot songon hata ni natua-tua na mondok :

Asa anggiat ma nian lae/ito martua ma hamu, marparumaen hon parumaen mon, jala naeng ma hatua on las ni roha.

Lae silassapon nang di ho ito pinaribot Di anakkon na marrumatangga naung sahat Nungga hu jalo hami adat nagok dohot si namot Tona nang poda angka na tua-tua na tangkas di ingot Pasahaton ma tu hamu ulos na ginoaran ulos pansamot

Anggiat ma antong samot ma angka parsaulian Angkup ni panggabean nang dohot parhorasan Uli do ruma gorga pa adop-adop sopo


(41)

Pinungka ni natua-tua ni inganan ni naposo

Gabe hamu saur matua ihut ma pinomparmu na umposo Pangidoan tu Debata sahat ma tu namarnini marnono

Tung songonon ulos tarpasahat hami tu hamu, las ma roham lae/ito, naung ulos na ganjang ma on jala ulos sitorop rambu. Na umpintahon tu Debata pardenggan basa i asa anggiat ma nian ganjang ma barita gabe, barita horas tumpahon ni amanta debata jala tu torop na ma pinompar di hamu songon torop ni rambu ulos on. Songon na di dok umpasa ma ninna dohonon.

Asa sahat ma solu

Sahat ma tu bontean ni tigaras

Pi nasahat ulos pansamot on

Sai sahat ma tupanggabean

Dung sidung di pasahat ulos pansamot i, sai somali di jomput parbue si pir nitondi tu si manjujung ulu/ni lae nai huhut di hatahon :

Pir ma pakki bahul-bahul pansamotan

Pir ma tondi mu lae/ito luju-luju ma pangomoan

Terjemahan Pemberian Ulos Pansamot:

Pada saat pemberian ulos pansamot, biasanya terlebih dahulu disampaikan daun kata dari pihak perempuan, pada saat menerima ulos tersebut.


(42)

Tujuan dari daun kata ini, supaya pengantin perempuan menerima apa adanya, yang tujuanya : supaya di ajari, nasehati dengan kata lain harap maklum.

Kepadamu lae, dan ito ( menandakan kedekatan hubungan keluarga) waktu. Setelah menerima berkat dari gereja, anakmu jadi hela dan boru kami jadi menantumu. Semoga berkat dari tuhan diberikan pada rumah tangga mereka, supaya mereka tetap bersatu telah dalam cinta kasih. Disatukan oleh roh kudus lah lae/ito. Menantu kalian itu masih kurang pada tutur kata dan tutur sikap, baik yang berhula-hula dan berkerabat dekat.

Jadi lae dan ito pada saat ini, pada saat ini, kami mengharap dan menyampaikan anak kami ini menjadi menantumu. Ajar-ajari nasehati, topang dan bersama-sama meminta kepada tuhan supaya membawa damai, suka cita menantumu ini dikeluarga, terlebih di hadapan tuhan.

Ito dan lae, kami sudah menerima adat dari kalian. Pada saat ini anak

kami dan anakmu telah menerima ikatan perkawinan dari gereja, semoga engkau tetap panjang umur agar dapat selalu memberikan petunjuk, nasihat kepada mereka. Semoga berkat dari tuhan telah berada pada tugas keluarga. Biar seperti umpama mengatakan : biar lah kalian tetep bersuka cita memiliki menantu seperti anak kami.

Lae, dan ito bagi anak yang berumah tangga, sudah terimah adat dari

mereka penuh. Nasihat orang batak, oleh karena itu semua, kami berikan ulos

pansamot. Semogalah tetap ada kedamaian, sukacita sebagai imbalan dari


(43)

Cantik rumah gorga Berhadapkan rumah sopo Keluarga yang laris Memiliki cicit dan cucu

Walaupun hanya sekedar ini ulos yang dapat kami berikan semoga ini dapat memberi berkat melalui permintaan kepada tuhan, semoga anak dan cucu.

Sampai perahu Sampai ke tujuan

Kami sampaiakn ulos pansamot ini Sampailah keselamatan

Biasanya setelah pemberian ulos pansamot di ucapkan : Keras poki bakul pansamotan

Semoga jiwa lae dan ito Semoga dapat rejeki

4.1.3 Wacana Ulos Hela ( ulos yang diberikan pihak perempuan kepada

pengantin laki-laki).

Pada acara adat perkawinan masyarakat Batak Toba pemberian ulos

hela adalah salah satu acara adat yang sangat perlu dilakukan. Pemberian ulos

ini dilakukan setelah ulos pansamot diberikan. Fungsi ulos hela pada penjelasan ini adalah supaya pengantin laki-laki dapat menjalankan


(44)

tanggungjawabnya dalam berkarya, adat dan lain sebagainya. Pada saat pemberian ulos hela segala nasihat dan tugas dari seorang kepala rumah tangga disampaikan baik dari pihak perempuan maupun dari pihak laki-laki.

Ulos hela adalah ulos yang diberikan pihak perempuam kepada

pengantin laki-laki. Biasanya pemberian ulos tersebut sudah dapat disimbolkan dengan sarung ( mandar hela ). Pada saat pemberian Ulos ( mandar hela ), pihak perempaun menyampaikan agar pengantin laki-laki selalu turut serta pada acara kebaktian, acara adat dan segala kegiatan yang berhubungan dengan kekeluargaan.

Hal ini dapat dilihat pada wacana pemberian ulos hela sebagai berikut :

Hatana ( penyampaian ):

Di tingki na laho pasahat ulos helai sai tar jumolo do di hatahon hata nauli hata na denggan, na boi tarangkai songon naditoruon.

1. Hata poda/sipasingot

2. Hata pasu-pasu di hagabeon

3. Hata pasu-pasu di hagabeon hamoraon

4. Hata panggonggoman, mangulahon angka pasu-pasu 5. Hata pangujungi

Dison panurat-manurathon hata di tingki na laho pasahat ulos hela: Diho amang hela saonari laho pasahat ulos ma hami simatuam ima ulos hela, jadi jumolo ma hata dohonon tu hamu nadua : nungnga di jalo hamu pasu-pasu parbagason sian Tuhan i marhite na posona di bagas joro ni debata, na mangadathon asa marsihaholongan hamu na dua, sada hata sada pandohan.


(45)

Sada langka sada tujuan Satahi saoloan

Marpege ma hamu sangharimpang Jala marhunik sada holbung Rap mangangkat hamu tu ginjang Ia tu toru hamu rap manainbung

Marsiamin-aminan ma hamu Songon lampak ni gaol Marsitungkol-tungkolan Songon suhat di robean Sada ma hamu sisalong bane-bane Sada ma si suan gadong anturha Sada ma hamu siboan dame Sada ma nang di baen las ni roha

Di ho lae anju ma borunghon, sada ma hamu rap ni gaol, marsitungkol-tungkolan songon suhat ni robean. Di ho pe boru hasian, ingkon unduk ma ho marsinonduk suang songon i nang marsi matua. Asa dapot ma antong songon. Ni buat bane-bane

Bahen ruhut-ruhut ni soban Sada ma hamu mardame-dame Asa di pasu-pasu tuhan

Mangula ma pangula Mangulahon di gadu-gadu


(46)

Hormat ma ho marsimatua Unduk mardongan sajabu

Diho ito boru hasian ingkon pantun jala hormat ho marsimatua, asa las ni roha simatuam jala ganjang umurna.

Mangula ma pangula

Mangulahon ma di gadu-gadu Hormat jala pantun ho marsimatua Jala ingkon unduk mardongan sajabu

Luat ni purba tua

Panopaan ni pinggan pasu Nasan sangap na tua-tua Ido na dapotan pasu-pasu

Asai tung denggan ma mar siadopan (marsuami) suang songoni nang marsimatua, tagamon mu ma pasu-pasu sian amanta Debata, jala hatop ma ho di liliti andormu (hamil).

Tubuan lak-lak ma ho tubuan singkoru Di dolok ni purba tua

Tubuan anak ma ho tubuan boru Dongan mu mai saur matua

Habang ma si ruba-ruba Songgop tu ranggas na dua Tubu anak buha baju muna Jala boru ma si paidua


(47)

Bintang narumiris ombun na sumorop Toho mai di rondang bulan

Maranak hamu riris marboru torop Sude nai angka si oloi tuhan

Dangka ni antajau Pajangkit-jangkiton Tubu dohot anak boru mu Sai tongka ma panahit-nahiton

Dung dipasu-pasu Debata hamu di hagabeon pinta dohot tangiang ta tu tuhan i, di lehon ma di hamu nang panamotan asa adong jalo on mu laho pature-ture angka ianakhon mu di haringkotan na.

Asa lomak ma si linjuang Lomak mai so binaboan Tudia hamu mangalangka Disima dapotan pansamotan

Andor has ma tu andor his Uram-uram ni pora-pora Horas ma hamu jala torhis Ihut ma dohot na mamora

Jadi di hamu amang hela nang diho boru hasian nuaeng pasahathon ma ulos tu hamu, ulos na ganjang jala sitorop rambu. Parhitean ni tangiang do on tu amanta debata asa anggiat ma antong:


(48)

Ganjang ma barita gabe barita horas tu joloan on

Songon torop ni rambu ni ulos on ma torop ni pinomparanmu Ulos si torop rambu ulos ragi hotang

Mangulosi anak dohot boru di ramoti debata marumaenna ganjang Ima hela dohot ho boru. Di pasahat hami ma ulos hela on, sihapal sisi dohot si torop rambu. Sai marsiaminan-aminan ma hamu songon lampak ni gaol, marsitukol-tukolan songon surat di robean. Satahi saoloan ma ho, udur tu dolok tu toruan, songon torop ni ulos on ma torop ni pinomparanmu.

Tung na hurang pe ulos na hupasahat hami on tu hamu amanta debata ma na manggohi mardongan pasu-pasu didia pe hamu maringanan mu didesa na walu, na uli nadengan nang dohot ragam ni hata pasu-pasu tangkas mai gonggom hamu di tonga ni jabu.

Asa tingko ma inggir-inggir Bulung nai rata-rata

Angka hata pasu-pasu

Pasauthon ma amanta debata

Nuaeng pe pasahaton ma ulos on tu hamu sahat ma nauli na denggan di pasu-pasu amanta debata.

Asa sahat ma solu tu bontenan Bortean ni tiragas

Asa hu pasahat hami ma ulos on (sambil di ulos hon) Tu hamu sahat ma tu panggabean jala horas-horas.


(49)

Dung di pasahat ulos hela i, di pasahat ma muse mandar hela, jala di adat hon (ditekankan) asa di pangkei molo laho tu adat (pesta). Jala sude ulaon adat na ikon hadangon na (di abarai di hadang) asa tanda naung marruma tangga jala asa adong sakehononna ( dililithon di gonting tu toru) molo di parhobasan asa tarida, songon (terkesan) sopan.

Di dok ma tu helana asa ingkon pahe onnai di tingki ulaon, asa tanda hamu naung marhasohotan. Unang boan on tu parlungkoan alai boanonmu ma on tu ulaon ( sulu-suda). Dung i di ampehon ma mandar i di ibara na ( siamun).

Terjemahan pemberian Ulos Hela :

Pada saat pemberian ulos hela, pertama dilakukan dengan berbagai bentuk :

1. Sambutan dan nasihat 2. Sambutan ucapan selamat

3. Sambutan ucapan selamat dan kejayaan 4. Sambutan menyemangati

5. Sambutan penutup

Pada bagian ini penulis menuliskan semua ucapan pada pemberian ulos

hela.

Kepada hela, sekarang kami menyampaika ulos hela, dari kami mertuamu. Pertama kali kami sampaikan kepada kalian berdua: sudah kalian terima berkat dari pada tuhan, melalui pendeta. Yang menyebutkan bahwa saling menyanyangilah kalian berdua, setia sekata satu langkah dan satu tujuan.


(50)

Seperti jahe yang berkeping dua Seperti kunyit satu kepal

Semua naik ke atas, dan

Kebawah sama-sama melangkah

Saling berpegangan seperti batang pisang Saling menopang seperti talas

Saling bekerja sama, dan saling mencari kedamaian Sebagai tanda kebahagiaan

Bagimu lae terimah lah anak perempuanku ini, satuh lah kalian berdua seperti batang pisang, seperti talas di tepi jurang. Dan bagimu boru yang kusayang, hendaklah kamu menuruti suamimu dan kepada mertua.

Diambil bane-bane Dijadikan pengikat kayu Bersatulah dalam damai Biar di berkati tuhan

Bekerjalah pekerja

Bekerja di pematang jawa Hormatilah kepada mertua Tunduk kepada suamimu

Semogalah engkau berdua, tetap hormat kepada mertua, biar suka cita selalu dan panjang umur.

Kampung purba tua


(51)

Yang hormat kepada orang tua Itulah yang mendapat berkat

Biar lebih baik lagi kepada suami dan juga kepada mertua, berpeganglah kepada berkat dari tuhan. Dan ucapkanlah engkau memiliki anak.

Bertumbuhlah lak-lak Di desa purba tua Bertumbuhlah sikkoru teman hidup sampai tua

Terbanglah si ruba-ruba Hinggap pada rantung tua

Lahirlah anak laki-laki dan anak perempuan Bintang yang bertaburan

Embun yang mulai turun Memiliki anak banyak Boru pun banyak

Setelah tuhan memberikan berkat kepada kalian, di berikan juga pada kalian keselamatan dan umur panjang untuk mendidik anak-anak kalian, untuk mendapatkan cita-citanya.

Biar rimbun silinjuang Rimbun tida di rumputi

Kemana pun kalian melangkah Disitu mendapatkan


(52)

Ramuan ikan pora-pora Panjang umur selalu Dan jadilah kaya

Dan kepada kalian hela, dan kepadamu boru, aku menyampaiakn ulos kepada kalian, ulos yang panjang dan mempunyai corak, inilah yang menjadi penghubung dari doa kepada tuhan supaya: berkepanjangan berita damai dan panjang umur kehari-hari yang akan datang, seperti corak ulos ini.

Ulos yang banyak corak Ulos ragi hotang

Memberi ulos anak dan boru,

Dijagai tuhan lah selalu kalian berdua

Kami berikan lah ulos ini yang tebal dan banyak makna, bersatu selalu, saling menolong sepertu umpana yang di sampaiakan sebelumya. Seia sekatalah selalu bersama-sama ke hilir, bersama kehulu, dan seperti banyaknya corak ulos ini jugalah banyak corak anak dan cucumu.

Jika ulos ini masih kurang, semnoga tuhan dan memenuhi segala permintaan kalian dimana pun berada. Dibagian seluruh penjuru semuanya baik melalui ucapan selamat dan berkat dari tuhan di tengah keluarga dan rumah kalian.

Bulat seperti inggir-inggir Daunnya berwarna hijau Semua ucapan selamat


(53)

Pada kesempatan ini juga ulos ini kepada kalian biar sampai segala yang baik diberkati tuhan.

Sampai perahu Sampai pada tujuan

Akan kami sampaikan ulos ini Sampailah kepada kejayaan

Setelah ulos hela diberikan, diberikan juga mandar hela, dan ditekankan agar mandar hela tidak dipakai pada kegiatan pesta. Dari segala kegiatan pesta harus diikuti dan dijalankan, dan itu menandakan bahwa sudah berumah tangga.

Diucapkanlah mandar hela tersebut : jangan bawa ini kepada kegiatan yang tidak acara adat, tetapi engkau harus membawa ini pada upacara adat. Setelah itu diletakkan ada bahu pada sebelah kanan laki-laki.

4.1.4. Wacana Ulos Tulang tu Bere ( Tulang Lak-laki )

Acara pemberian Ulos Tulang kapada Bere adalah acara yang dilakukan pada acara perkawinan masyarakat Batak Toba. Acara ini dilakukan adalah menunjukkan bahwa pihak tulang laki-laki ikut merestui dan memberikan berkat melalui pemberian ulos. Penyampaian ulos tulang kepada

bere juga diartikan sebagai adat yang mutlak dan sangat sah sebagai ungkapan

perasaan kegembiraan dari pihak tulang kepada berenya. Pada pernyatan ini, pihak tulang laki-laki menganggap pengantin perempuan adalah anaknya sendiri. Jadi posisi tulang pada acara perkawinan ini adalah sisada boru.


(54)

Jika dilihat dari pernyataan diatas bahwa si sada boru dapat memberikan makna yang cukup luas, sehingga tugas dan tanggung jawab dapat disama ratakan mulai dari pihak hula-hula ( tulang ) laki-laki dengan hula-hula ( pihak mertua ) laki-laki. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ulos ulos tulang kepada bere merupakan salah satu adat yang memiliki arti dan makna yang cukup universal pada masyarakat Batak Toba. Ulos tulang kepada Bere ini dapat dijadikan sebagi garis penghubung antara pihak tulang dari pihak laki-laki adalah sama dengan pihak mertua laki-laki melalui pemberian ulos tulang kepada bere tersebut ( orang tua dari isteri ).

Acara pemberian Ulos Tulang kepada Bere ini dapat dilihat pada wacana sebagai berikut :

(Hatana ( penyampaian ):

Ditingki na pasahat ulos tulang tu berena, sai tong do jumolo dilehon hata poda tu berenai huhut di patorang partuturon na tu boruna (pengantin wanita).

Di na mandok hata i tar jot-jot do songon na di panginjang (diangkat) di tingki na manghatahon i jala laos di patorang pardalan ni partuturon, sian ibana tu natua-tua ni borunai (pengantin wanita).

Tarsongonon ma hatana tar jot-jot tarbege di angka ulaon:

Diho boru hasian boru (didok marga ni ibana) di naung sahat ho tu berengku si (didok goar ni berenai) nungnga di jalo bapa (orang tuam) sinamot mu jala sian sinamot na jinalo nai nungnga di pasahat be godang tu hami, jadi ina patuduhon sian mulai dipasahat sinamot. Manang na digoar tintin marangkup


(55)

mulai sian ombas i, jadi sisada boru ma au/hami bapa (didok margana) dohot marga (didok marga ni boru-boru i/pengantin) jadi ito molo di jolo nami ho, molo di jabungku ho boru nami ma ho boru (didok margana) jadi mangihuthon poda nang tona ni ompunta angka na parjolo i:

Sisada lulu ma hami sisada luat Sisada boru ma hami sisada anak

Nangpe pulik/ asing marga, bapam ma sipangintubu hami ma marga/masipunulelun.

Ndang tarida lubang Molo di hungkupi rere

Tong-tong doi boru ni tulang Manang boru dia pe di alap bere

Di ho ito ! molo jumpang ho dohot marga nami dok maho na boruna (borum do ahu) alani aha? Ala ibotomu/boru muna do simatuangku ima dok inang da!. Napaduahon! Molo adong angka na hurang lobi di tonga-tonga ni ruma tanggam, jumolo ma paboa tu hami ipe asa tupa molo angka parsaulian doi jumolo pe tu bapam! Na uli mai alai molo adong na hurang, sai jumolo ma alu-aluhon (paboa) tuhami. Asa boa? Asa boi hu pature hami angka na humurang jala naeng ma angka na uli sahat tu bapam, asa sai las rohana jala ganjang umurna. Ido ito? Didok muse ma hatana tu beberenai, di ho anu!( didok goarna) di naung marbagas ho di ari na uli di bulan na denggan on. Nungga las roha nami jala balga alana boi doho dibaen lae/ito marulaon na


(56)

jagar (pesta unjuk). Sudenai ndang alani ni gogonta, alai i sude holan ala asi dohot holong nang basa-basa na sian tuhan i do.

Nian ianggo roha nami angka tulangmu, ingkon hela nami doho manang borungku do alapon mu, jala tarpaima-ima do hami di harorom ja ndang manjua hami nang angka paribanmu, dipaima do ho alai hot pe jabu i tong-tong doi marbulang-bulang.

Siari dia pe ho mangoli, tong doi boru ni tulang jadi naboru (didok marga ni boru i), tong do boru nami do on pe nuaeng bere.

Sapala ni luhuk unang ma disi hagalanggan

Sapala naung ni hongkop unang ma di paralangan.

Namarlapatan : molo naung marsihaholongan, ni haholongan ma torus. Haholongi ma boru nami on sian asi roham dohot sian asi gogom. Molo humurang ho, dohot do hami na maila/pinailam jadi pos roha nami na oloan mu do poda dohot tona nauli, asa dapotan pasu-pasu hamu jala gabe hatuaon las ni roha hamu di tonga-tonga nami jala naeng ma manghorhon sangap nang di tuhan i.

Ido bere dohot ho boru, hami ro tulangmu, tung pe soboru tinubuhon nami ho, naung boru pasu-pasu ni tuhanta ma ho, ho pe boru molo adong na hurang diho, paboa tu hami, hami na ma anggaponmu sipangintubu di ho, jala unang songon na paboaon na hurang di ho tu hami akka na toras mon. Asa dapot songon hata ni natua-tua :

Hot pe jabui hot marbulang-bulang


(57)

Nuaeng pe pasahaton nami tulang mu ma ulos tuho, songon simbol pinta jala tangiang doi tu amanta pardenggan basa i. Asa di lehon di hamu parhorason di pamatang jala pir manang tondi muna.

Asa pir ma pokki bahul-bahul pansamotan Pir ma tondi muna luju-luju nang pangomoan

Nisuan hau toras bahen panisioan di balian Burju hamu marnatoras asa dapot persaulian Ulos mangiring si torop rambu

Denggan doi bahen parompa

Mangiring anak ma hamu dohot boru Dongan munai sahat saurmatua

Sahat-sahat ni solu Sai sahat ma tu bontean Lelengma hamu/hita mangolu

Sahat horas jala gabean(di ulos hon ulos i)

Terjemahan pemberian UlosTulang kepada Bere :

Pada saat pemberian ulos tulang kepada bere, biasanya diawali dengan sambutan sebagai tanda garis hubungan kekerabatan kepaa pengantin wanita. Pada saat penyampaian sambutann tersebut biasanya diperpanjang pengucapannya. Dan diterangkan tentang silsilah dari orangtua dari si perempuan.


(58)

Bagai engkau boru yang kusayangi, setelah engkau menikah kepada

boruku sudah diterima orangtuamu ulahan. Dan dari mahar tersebut sudah

banyak diberikan kepada kami. Itulah yang dinamai dengan Titin marakkup mulai dari sekarang, kami sudah satu keluarga, kami (marga penutur) dengan marga (petutur). Jadi jika di depan kami, jika dirumahkan engkau boru (marga tulang) seperti petunjuk dari nenek moyang kita :

Satu undangan satu kelompok Satu anak dan satu boru

Walaupun bebeda marga, orangtuamulah yang melahirkan, kamilah sebagai wakilnya.

Tidak akan nampak lubang Jika ditutupi tikar

Tetap itu anak dari tulang

Boru apapun yang dipinang bere

Bagimu boru, jika engkau berjumpa dengan marga kami, katakanlah engkau anaknya sebab, saudara kalianlah yamg menjadi mertuaku yang kedua, jika ada di tengah-tengah keluargamu, terlebih dahulu engkau memberitakannya kepada kami, itulah yang menjadi sumber kebaikan, baru kepada orangtuamu. Tetapi jika masih ada yang kurang, terlebih ahulu sampaikan kepada kami. Alasannya, supaya kami dapat meneruskannya, sebab haruslah kedamaian itu sampai kepada orangtuamu. Biar mereka yang tetap berbahagia dan panjang umur. Dan kepada berenya juga disampaikan, dan kepadamu (nama laki-laki) setelah engkau menerima anak kami menjadi


(59)

isterimu pada saat ini. Kami yang merasa bahagia dan berbangga hati karena kami dapat mengadakan adat ini. Semua itu bukan karena kekuatan kita, tetapi itu semua karena berkat dari Tuhan.

Walaupun bagi kami semua tulangmu, englau harus menjadi menantu dan anak kami menjadi isterimu. Dan kami telah menunggu kedatanganmu, kami tidak keberatan, demikian juga dengan paribanmu, engkau ditunggu walaupun tidak memiliki.

Dari mana pun engkau mengawini boru tetap juga itu dari boru tulang, tetap juga inilah anak kami.

Jika sudah dipilih jangan diabaikan Jika sudah cinta jangan diabaikan

Yang artinya : jika sudah saling mengasihi, selamanya dikasihi. Kasihilah anak kami ini dari hati yang tulus sekuat kemampuanmu, jika engkau kurang, kami juga merasa malu, jadi kami sangat yakin engkau dapat melakukan itu dengan baik, biar kalian mendapat berkat dari Tuhan.

Jadi kepadamu bere, dan boru, kami datang tulangmu walaupun engkau bukan anak kandungku, tetapi engkau adalah anak yang telah diberkati Tuhan, jika engkau kurang, katakan kepada kami yang kau anggap menjadi orangtuamu. Dan jangan seperti menandakan kekurangan engkau kepada kami orangtuamu.

Rumah itu kuat

Kuat dengan parasnya


(60)

Tetap juga itu boru tulang

Dan pada saat ini juga kami tulangmu akan memberikan ulos kepadamu, sebagai simbol penyampaian doa kepada Tuhan. Agar dibearikan kepaamu keselamatan pada tubuh dan kepada batin.

Keras ponki, keras juga tempatnya

Semoga kalian panjang umur dan tetap lancar rezeki. Ulos mangiring, banyak coraknya

Baik dijadikan sebagai gendongan Menjaga anaklah dan boru

Teman hidup sampai tua Sampai perahu Sampai pada tujuan

Semoga kita pamjang umur selalu Dan sehat selalu

4.2 Pembahasan

4.2.1 Dasar Filsafat Dalihan Natolu

Dalihan Natolu merupakan ikatan sistem kekerabatan adat istiadat masyarakat Batak Toba. Pada suku Batak Toba dalam sistem kekerabatan dapat disebut dengan Dalihan Natolu, Dalihan Natolu terdiri dari tiga komposisi:

1. Dongan Tubu ( kerabat semarga) 2. Hula-hula (orang tua dari istri/mertua)


(61)

3. Boru (pihak saudara perempuan)

Dalihan Natolu merupakan sebuah kelompok kecil yang memiliki fungsi dan kedudukan bagi masyarakat Batak Toba yang ada dimana satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sebab apa bila hilang satu, maka hilanglah sistem kekerabatan yang dimilikinya. Pada masyarakat Batak Toba juga mengenal dengan istilah ale-ale ( orang kerabat dekat yang tidak semarga dengan kita ). Fungsinya adalah apabila salah satu diantara kelompok Dalihan Natolu mengalami permasalahan maka pihak ale-alelah yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Istilah lain pada ale-ale adalah sihal-sihal ( batu kecil yang disisipkan pada ujung tungku untuk meratakan tungku yang satu dengan tungku yang lain. Dalihan atau tungku bagi masyarakat Batak Toba merupakan sebuah tempat (ojahan) dari periuk untuk tempat memasak. Kedudukan dari Dalihan Natolu pada acara adat masyarakat Batak Toba sangat berperan penting, apabila mengadakan sebuah upacara adat terlebih dahulu kelompok Dalihan Natolu yang pertama dikumpulkan untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pesta tersebut, termasuk didalamnya tentang jambar, mangulosi, dan lain sebagainya.

Demikin pula dengan pemberian Ulos Hela, Ulos Pansamot serta Ulos

Tulang tu Bere sudah dibicarakan sebelumnya sesuai dengan tradisi adat di

daerahnya.

Pada umumya segala bentuk adat istiadat bagi masyarakat Batak Toba dilakukakan, sekaligus dapat menunjukkan sikap sosialisasi dan bentuknya berupa nasihat. Orang Batak Toba memberikan nasihat kepada orang lain sudah


(62)

merupakan kebiasaan baik dari segi tutur, keluarga maupun pada adat istiadat. Pemberian nasihat itu dilakukan dengan berbagai cara, bentuk serta tidak hanya memandang situasi lingkunganya. Memberi nasihat seperti yang dimaksudkan bukan hanya kepada generasi muda dari orang tua, teman sejawat dan kepada yang lebih muda. Dalam hal ini sesuai dengan pembahasan disebutkan bahwa nasihat yang terlihat hanya mengacu pada fungsi dan makna ulos. Pada pembahasan ini difokuskan dengan memperhatikan dari fungsi representatif yang lebih berorientasi pada pesan.

4.2.2 Pembagian Fungsi Tindak Tutur

Dari penjelasan tentang fungsi pada bab IV sudah dijelaskan bahwa fungsi dapat diartikan sebagai ungkapan perasaan. Fungsi juga dapat diartikan sebagai suatu hal atau manfaat dari pekerjaan yang dilakukan. Dan berikut ini ada beberapa fungsi tindak tutur yaitu sebagai berikut :

4.2.2.1 Fungsi Ekspresif

Fungsi ekspresif merupakan ungkapan perasaan tingkah laku penutur dalam menyikapi suatu persoalan seperti berterima kasih, ucapan selamat, simpati dan permintaan maaf. Dalam acara pemberian Ulos pansamot fungsi ekspresif tidaklah mengandung unsur ungkapan ucapan terimakasih, selamat dan lain sebagainya. Tetapi pada ulos pansamot lebih mendekat kepada unsur pemberitahuan.


(63)

Dalam hal ini dimaksudkan adanya ungkapan yang tidak membohongi satu sama lai antara penutur dan juga petutur, dimana ungkapan tersebut merupakan luapan dari isi hati yang sesungguhnya yang didukung dengan suatu sikap untuk lebih memperkuat pemberitahuan mengenai apa yang hendak ia inginkan.

Hal ini dapat dilihat pada wacana pemberian ulos pansamot sebagai berikut :

Di tingki na laho pasahatton ulos pansamoti, sai terjumolo do di andehon hata sian parboru ( orangtua pengantin perempuan) tu nalaho manjalo ulos i ( orangtua pengantin laki-laki).

Tujuan ni hata i ima, asa dijanghon parumaennai apa adanya, na marlapatan: asa di ajar-ajari, di podia mungkin boi mai tarsongonon hatana, hurang lobi harap maklum.

Diho lae silassapon nang diho ito pinaribot (hata/ ho) dipakke disi patuduhon na solhot tangkas,sangkan di ari nauli di bulan na denggan on. Naung manjalo pasu-pasu parbagason, anakmu nagabe helangku (sinuan tunas na binalos hata batak jala borungku nagabe parumaenmu. Jala ( sinuan boru na binalos sian amanta debata marhite-hite na posona di bagas joro nabadia i.

Anggiat ma antong pasu-pasu na sian amanta debata di pasahaphon mai di tong-tonga ni rumah tangga na sida, asa anggiat sada na sida di rahut ni holong na sian debata. Pina domu dame na sian tondi parbadiai lae/ito ia parumaenmui na bayar jala na hurang dope ibana diangka ruhut-ruhut ni


(64)

marnatua-tua. Di panghataion pangalangka, mula ulaon tarlumobi ma na marsimatua suanng songon i marhaha maranggi nang mareda.

Jadi lae dohot hamu ito di ombas on tangkas ma hami mangelek di hamu ito/lae, hupasahat ma tu ho borungki na gabe parumaenmu, tung sahat/gok di ho mai. Asa ajar-ajari, podia, togu-togu, rap mangido ma hita tu debata asa sai anggiat siboan dame dohot las ni roha ma parumaen mi di tonga-tonga ni keluarga muna, di hita nahumaliang tarlumobi mai di adopan ni tuhanta.

Ido lae dohot ho ito, nungga dijalo hami adat nagok sian hamu. Di ari na uli di bulan na denggan on dinaung manjalo pasu-pasu parbogason ima boru nami na gabe parumaenmu , anakmu na gabe hela nami, sai saur matua maho dohot iboto namion pature-turehon anak dohot parumaen mon. Jala sabar maho mangalehon akka poda nauli, dohot mangulahon angka na di halomohon ni roha ni Tuhanta. Jadi on ma ulos mu amang lae dohot ho ito. Anggiat ma antong pasu-pasu na sian Amanta Debata dipasahaphon mai ditonga-tongani parsaripeonmuna asa anggiat sada hamu dirahut ni holong nasian Debata. Asa dapot songon hata ni natua-tua na mondok :

Asa anggiat ma nian lae/ito martua ma hamu, marparumaen hon parumaen mon, jala naeng ma hatua on las ni roha.

Lae silassapon nang di ho ito pinaribot Di anakkon na marrumatangga naung sahat Nungga hu jalo hami adat nagok dohot si namot Tona nang poda angka na tua-tua na tangkas di ingot


(65)

Pasahaton ma tu hamu ulos na ginoaran ulos pansamot Anggiat ma antong samot ma angka parsaulian Angkup ni panggabean nang dohot parhorasan Uli do ruma gorga pa adop-adop sopo

Pinungka ni natua-tua ni inganan ni naposo

Gabe hamu saur matua ihut ma pinomparmu na umposo Pangodoan tu debata sahat ma tu namarnini marnono

Tung songonon ulos tarpasahat hami tu hamu, las ma roham lae/ito, naung olos na ganjang ma on jala ulos sitorop rambu. Na umpintahon tu debata pardenggan basa i asa anggiat ma nian ganjang ma barita gabe, barita horas tumpahon ni amanta debata jala tu torop na ma pinompar di hamum songon torop ni rambu ulos on. Songon na di dok umpasa ma ninna dohonon.

Asa sahat ma solu

Sahat ma tu bontean ni tigaras

Pi nasahat olos passamot on

Sai sahat ma tupanggabean

Dung sidung di pasahat ulos passamot i, sai somali di jomput parbue si pir nitondi ti si manjujung lulu/ni lae nai huhut di hatahon :

Pir ma pakki bahul-bahul pansamotan

Pir ma tondi mu lae/ito luju-luju ma pangomoan


(66)

Pada saat pemberian ulos pansamot, biasanya terlebih dahulu disampaikan daun kata dari pihak perempuan, pada saat menerima ulos tersebut.

Tujuan dari daun kata ini, supaya pengantin perempuan menerima apa adanya, yang tujuanya : supaya di ajari, nasehati dengan kata lain harap maklum.

Kepadamu lae, dan ito ( menandakan kedekatan hubungan keluarga) waktu. Setelah menerima berkat dari gereja, anakmu jadi hela dan boru kami jadi menantumu. Semoga berkat dari tuhan diberikan pada rumah tangga mereka, supaya mereka tetap bersatu telah dalam cinta kasih. Disatukan oleh roh kudus lah lae/ito. Menantu kalian itu masih kurang pada tutur kata dan tutur sikap, baik yang berhula-hula dan berkerabat dekat.

Jadi lae dan ito pada saat ini, pada saat ini, kami mengharap dan menyampaikan anak kami ini menjadi menantumu. Ajar-ajari nasehati, topang dan bersama-sama meminta kepada tuhan supaya membawa damai, suka cita menantumu ini dikeluarga, terlebih di hadapan tuhan.

Ito dan lae, kami sudah menerima adat dari kalian. Pada saat ini anak

kami dan anakmu telah menerima ikatan perkawinan dari gereja, semoga engkau tetap panjang umur agar dapat selalu memberikan petunjuk, nasihat kepada mereka. Semoga berkat dari tuhan telah berada pada tugas keluarga. Biar seperti umpama mengatakan : biar lah kalian tetep bersuka cita memiliki menantu seperti anak kami.


(67)

Lae, dan ito bagi anak yang berumah tangga, sudah terimah adat dari

mereka penuh. Nasihat orang batak, oleh karena itu semua, kami berikan ulos

pansamot. Semogalah tetap ada kedamaian, sukacita sebagai imbalan dari

keselamatan.

Cantik rumah gorga Berhadapkan rumah sopo Keluarga yang laris Memiliki cicit dan cucu

Walaupun hanya sekedar ini ulos yang dapat kami berikan semoga ini dapat memberi berkat melalui permintaan kepada tuhan, semoga anak dan cucu.

Sampai perahu Sampai ke tujuan

Kami sampaiakn ulos pansamot ini Sampailah keselamatan

Biasanya setelah pemberian ulos pansamot di ucapkan : Keras poki bakul pansamotan

Semoga jiwa lae dan ito Semoga dapat rejeki

Ulos yang diberikan dapat diartikan agar memperoleh umur yang


(68)

memaknai dari bentuk rasa kedekatan dan bukti kasih sayang yang dilakukan pada acara adat.

Ulos hela adalah ulos yang diberikan pihak perempuam kepada

pengantin laki-laki. Biasanya pemberian ulos tersebut sudah dapat disimbolkan dengan sarung ( mandar hela ). Pada saat pemberian Ulos ( mandar hela ), pihak perempaun menyampaikan agar pengantin laki-laki selalu turut serta pada acara kebaktian, acara adat dan segala kegiatan yang berhubungan dengan kekeluargaan.

Ulos Hela pada acara perkawinan masyarakat Batak Toba diberikan

karena mengandung unsur harapan agar dapat menyikapi persoalan antara pengantin laki-laki dan perempuan. Tujuanya agar kedua pengantin dapat saling memberi dan saling menerima.

Hal ini dapat dilihat pada wacana pemberian ulos hela sebagai berikut :

Hatana ( penyampaian ):

Di tingki na laho pasahat ulos helai sai tar jumolo do di hatahon hata nauli hata na denggan, na boi tarangkai songon naditoruon.

1. Hata poda/sipasingot

2. Hata pasu-pasu di hagabeon

3. Hata pasu-pasu di hagabeon hamoraon

4. Hata panggonggoman, mangulahon angka pasu-pasu 5. Hata pangujungi


(69)

Diho amang hela saonari laho pasahat ulos ma hami simatuam ima ulos hela, jadi jumolo ma hata dohonon tu hamu nadua : nungnga di jalo hamu pasu-pasu parbagason sian tuhan i marhite na posona di bagas joro ni debata, na mangadathon asa marsihaholongan hamu na dua, sada hata sada pandohan.

Sada langka sada tujuan Satahi saoloan

Marpege ma hamu sangharimpang Jala marhunik sada holbung Rap mangangkat hamu tu ginjang Ia tu toru hamu rap manainbung

Marsiamin-aminan ma hamu Songon lampak ni gaol Marsitungkol-tungkolan Songon suhat di robean Sada ma hamu sisalong bane-bane Sada ma si suan gadong anturha Sada ma hamu siboan dame Sada ma nang di baen las ni roha

Di ho lae anju ma borunghon, sada ma hamu rap ni gaol, marsitungkol-tungkolan songon suhat ni robean. Di ho pe boru hasian, ingkon unduk ma ho marsinonduk suang songon i nang marsi matua. Asa dapot ma antong songon. Ni buat bane-bane


(70)

Sada ma hamu mardame-dame Asa di pasu-pasu tuhan

Mangula ma pangula Mangulahon di gadu-gadu Hormat ma ho marsimatua Unduk mardongan sajabu

Diho ito boru hasian ingkon pantun jala hormat ho marsimatua, asa las ni roha simatuam jala ganjang umurna.

Mangula ma pangula

Mangulahon ma di gadu-gadu Hormat jala pantun ho marsimatua Jala ingkon unduk mardongan sajabu

Luat ni purba tua

Panopaan ni pinggan pasu Nasan sangap na tua-tua Ido na dapotan pasu-pasu

Asai tung denggan ma mar siadopan (marsuami) suang songoni nang marsimatua, tagamon mu ma pasu-pasu sian amanta debata, jala hatop ma ho di liliti andormu (hamil).

Tubuan lak-lak ma ho tubuan singkoru Di dolok ni purba tua

Tubuan anak ma ho tubuan boru Dongan mu mai saur matua


(71)

Habang ma si ruba-ruba Songgop tu ranggas na dua Tubu anak buha baju muna Jala boru ma si paidua

Bintang narumiris ombun na sumorop Toho mai di rondang bulan

Maranak hamu riris marboru torop Sude nai angka si oloi tuhan

Dangka ni antajau Pajangkit-jangkiton Tubu dohot anak boru mu Sai tongka ma panahit-nahiton

Dung dipasu-pasu debata hamu di hagabeon pinta dohot tangiang ta tu tuhan i, di lehon ma di hamu nang panamotan asa adong jalo on mu laho pature-ture angka ianakhon mu di haringkotan na.

Asa lomak ma si linjuang Lomak mai so binaboan Tudia hamu mangalangka Disima dapotan pansamotan

Andor has ma tu andor his Uram-uram ni pora-pora Horas ma hamu jala torhis Ihut ma dohot na mamora


(1)

5.1.3 Makna

Makna Ulos bagi masyarakat Batak Toba adalah tanda atau lambang bentuk kepedulian dan kasih sayang yang diberikan kepada seseorang baik untuk menyemangati, menghibur serta melindungi. Dengan kata lain makna ulos dapat digambarkan sebagai wujud dari berkat dan doa restu dari sipemberi kepada sipenerima. Demikianlah yang terlihat pada pemberian ulos pada pembahasan diatas. Tetapi melihat dari unsur adat istiadat Batak Toba tentang acara perkawinan sesuai dengan adat yang diciptakan oleh nenek moyangnya pemberian ulos harus dilakukan. Dari sekian banyakya ulos yang disampaikan pada acara perkawinan Batak Toba dari segi makna adalah sama.

5.2. Saran

Sebagai penutup dari uraian yang telah di paparkan sebelumya, maka pada kesempatan ini penulis ingin memberikan saran-saran sebagai berikut : a. Kiranya skripsi ini berguna bagi pembaca dan penulis itu sendiri.

b. Perlunya penelitian bahasa daerah yang ada di Indonesia kuhususnya yang ada di lingkungan Sumatera Utara.

c. Peningkatan penelitian bahasa-bahasa daerah, tidak hanya menitik beratkan pada bidang-bidang tatabahasa, namun perlu juga diadakan penelitian bahasa yang berhubungan dengan masyarakat pemakaianya maupun dengan sosial-budaya yang dimiliki oleh masyarakat atau dengan kata lain perlunya peningkatan penelitian bahasa dari segi sosiolinguistik maupun pragmatik.


(2)

d. Marilah kita sama-sama memelihara, menjaga, mengembangkan kebudayaan Batak supaya tidak punah baik bahasa dan perumpamaan-perumpamaan yang ada pada masyarakat Batak Toba.

e. Tetaplah kita melestarikan kebudayaan daerah serta mengajarkan kepada generasi penerus sesuai dengan cita-cita dari nenek moyang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Dell Hymes 91962), Pragmatik.

Chaer (1987:3), Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Gultom Raja Podang,D.I.Dalihan Natolu Nilai Suku Batak Toba C.V. Armada Medan.

Gurning Tardas.2004.Sistem Tatakrama Berbahasa Batak Toba Pada Upacara Adat Perkawinan.Medan.Universitas Sumatera Utara.

John R.Searle (1983) Pragmatik kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia Jenny (1996) Dalam Wijana (1996:19) Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Koentjaninggrat.1987. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. Lavinson (1983) Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Leech (1983:13-14), Wijana (1996). Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia

Lavinson,C.Stephan.1983. Pragmatik Commbridge University Press. Mahsun.(1995 : 106) Dialektologi Diakronis,Yogyakarta: Gaja Mada University Press.

M.A.K. Halliday (1973), Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Nababan,1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapanya, Departemen dan Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta. Najir dalam Yusiana (1999;38), Pragmatik.

Richrads (Dalam Suyono, 1990). Pragmatik.


(4)

Searle (1996) dalam Wijana (1996), Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Sibarani,Robert,2004. Antropolinguistik Medan. Pt Poda.

Sibarani,Robert.2004. Seminar nasional Kebahasaan dan Kesusastraan Indonesia Daerah. Medan, USU.

Searle (1983), Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Swito (2004:11), Metode-Metode Pnelitian Masyarakat. Jakarta. Tampubolon S.B 1986. Makna Ulos C.V. Maju, Medan.

Verhaar.1988. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gaja Mada University Press. Wijana, I Dewa Putu.1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta. Andi.


(5)

DAFTAR IMFORMAN

Nama : Ricard Sigiro

Umur : 44 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Agama : Kristen / Katolik

Nama : Op. Togap Sijabat

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kepercayaan / Parmalim

Nama : Op. Medita Sihotang

Umur : 68 Tahun

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen Katolik

Nama : Op. Periasi Sijabat

Umur : 70 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Agama : Kepercayaan / Parmalim


(6)

Nama : Ama Tiwan Sitanggang

Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Bertani