Aspek Hukum Internasional Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia

BAB II
PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS
A. Pengertian dan Sejarah Pencemaran Udara Lintas Batas
Dahulu masalah pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan
masalah

lokal,

sekarang

menjadi

masalah

nasional

bahkan

internasional. 15 Pencemaran udara bisa terjadi di ruang terbuka maupun
didalam ruangan.Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan – bahan
atau zat – zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan

(komposisi) udara dari keadaan normalnya. 16Menurut Undang-undang No. 32
tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang ditetapkan.
Menurut

rekomendasi

OECD

tentang

Principle

Concerning

Transfrontier Pollution 1974 merumuskan pencemaran sebagai berikut : “the
introduction by man, directly or indirectly, of substanceor energy into the
environment resulting in deleterious effects of living resources and

ecosystems, and impair or interfere with amenities and other legitimate uses
of the environment”. Menurut rekomendasi dari ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara
adalah sebagai berikut : “smoke resulting from land and/or forest fire which
15

Jur.Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan.cet 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal 13.
Arya Wardhana, Wisnu “Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi)/Wisnu Arya
Wardhana; - Ed.III. – Yogyakarta: Andi, 09.

16

24

Universitas Sumatera Utara

25

causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health,
harm living resources and ecosystems and material property and impair or

interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”.
Pencemaran lintas batas dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang
menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu negara akan
tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atmosfer atau
biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain.
Menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Polution yang
dimaksud dengan pencemaran lintas batas adalah : “Transboundary haze
polution whose physical orgin in situated wholly or in port within the area
under the national jurisdiction of one member state and which is transported
into area under the jurisdiction of another member state”. 17
Pencemaran udara terjadi pertama kali akibat asap pabrik pada masa
revolusi industri. Seiring berjalannya waktu, pencemaran udara tersebut
berpotensi pada pencemaran udara yang melewati batas negara yang
memberikan dampak negatif juga bagi wilayah negara lain. Berikut
merupakan beberapa kasus yang menjadi awal sejarah dari pencemaran udara
lintas batas.
1. Trail Smelter Case 1941
Kasus ini merupakan kasus pencemaran udara lintas batas yang
terjadi antara Kanada dan Amerika Serikat. Sebuah pabrik pupuk yang
dimiliki oleh sebuah perusahaan yang bernama Consolidated Mining

17

ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution.http://www.aseansec.org/agr_haze.pdf.
diakses 23 April 2016.

Universitas Sumatera Utara

26

&Smelting Co. Dari Canada Ltd. Seiring berjalan waktu pabrik ini terus
berkembang dan menambah jumlahnya yang dimana akan menambah
jumlah pembakaran yang dilakukan setiap hari. Pada tahun 1925 dan
tahun 1927, dua cerobong asap setinggi 400 kaki dibangun yang kemudian
menimbulkan naiknya jumlah sulfur yang dibuang ke udara. Jumlah sulfur
yang terbuang ke udara terus bertambah jumlahnya seiring berjalannya
waktu. Hal tersebut disebabkan oleh adanya usaha peleburan besi dan
logam. Dengan terus meningkatnya jumlah sulfur yang dibuang ke udara
maka dari itu akhirnya pabrik Trail yang melakukan peleburan besi dan
logam mendapat perhatian dari negara bagian Washington, Amerika
Serikat.

Kemudian pada tahun 1928 sampai 1935 pemerintah Amerika
memberikan keluhan kepada pemerintah Kanada karena asap sulfur
dioksida yang disebabkan oleh pabrik pelebufran Trail ini telah merusak
Columbia River Valley. Masalah ini kemudian dibawa kepada tingkat
internasional yaitu International Joint Commision oleh pihak Amerika dan
Kanada ( IJC – UC ) pada tanggal 7 Agustus 1928. Pada tanggal 28
Februari 1931 IJC – UC menyatakan bahwa pabrik peleburan Trail
tersebut harus mengurangi jumlah sulfur yang dikeluarkan dan untuk
pemerintah Kanada harus membayar ganti rugi atas kerusakan yang terjadi
diwilayah Amerika sebesar US$ 350,00. Dengan adanya putusan dari IJC
– UC ini diharapkan oleh kedua belah pihak agar terjadi perubahan yang
tidak lagi menimbulkan kerusakan dan kerugian.

Universitas Sumatera Utara

27

Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Pabrik
peleburan Trail tersebut tidaklah mengalami perubahan dalam melakukan
pembuangan sulfur dioksida ke udara. Hal ini tetaplah menimbulkan

kerusakan di negara bagian Washington, Amerika Serikat. Hal ini
kemudian mengakibatkan pemerintah Amerika kembali mengambil
tindakan dengan mengajukan kembali keluhan kepada pemerintah Kanada
pada bulan Februari 1933. Dengan adanya keluhan yang terjadi berulang
kali maka lahirlah konvensi tentang asap buangan yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 April 1935. Konvensi ini
menyatakan perlu dibentuknya suatu Tribunal atau suatu Mahkamah
Arbitrase yang bertugas menjawab empat pertanyaan ini : 18
1) Apakah pabrik Trail telah menimbulkan kerugian bagi negara bagian
Washington mulai tanggal 1 Januari 1932?
2) Apabila pabrik Trail terbukti telah menimbulkan kerugian tersebut,
apakah dimasa mendatang pabrik ini akan dilarang untuk melakukan
hal tersebut lagi ?
3) Apakah pabrik Trail harus beroperasi dibawah syarat – syarat tertentu ?
4) Apakah harus dibayarkan suatu bentuk kompensasi sehubungan dengan
pertanyaan nomor 2 dan 3 ?
Kemudian, kedua belah pihak mengajukan bukti – bukti dihadapan
Tribunal pada bulan Januari 1938 yang dimana Tribunal memberitahu
kedua belah pihak bahwa pihak Tribunal telah dapat menjawab pertanyaan


18

www.american.edu/TED/TRAIL/htm tentang Trail Smelter Case

Universitas Sumatera Utara

28

pertama, namun masih memerlukan waktu untuk menjawab pertanyaan
yang lainnya. Tribunal juga menghimbau kepada pabrik Trail untuk
membatasi peleburan agar dapat mempelajari akibat yang timbul dari gas
sulfur yang dikeluarkan.
Untuk keputusan Tribunal pada pertanyaan yang pertama adalah
bahwa pemerintah Kanada harus membayar ganti rugi atas kerusakan yang
terjadi di negara bagian Washington sejak 1932 hingga 1 Oktober 1937
yang ditimbulkan oleh pabrik Trail dengan jumlah US$ 78,000. Biaya ini
dipakai untuk mengganti rugi atas kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh
asap sulfur dioksida di sepanjang Columbia River Valley. Kemudian, pada
tanggal 11 Maret 1941 Tribunal memberikan jawabannya terhadap tiga
pertanyaan lainnya. Tribunal memberikan keputusan kepada pabrik Trail

untuk tidak lagi menimbulkan kerusakan dengan asap sulfur dioksida yang
dibuangnya.
Untuk memastikan keputusan yang telah dikeluarkan Tribunal
kepada pabrik Trail.Maka dari itu, Tribunal menmgeluarkan mandat
bahwa pabrik Trail harus memakai peralatan untuk mengukur arah dan
kecepatan angin, turbulansi, tekanan atmosfer, tekanan barometer, dan
konsentran sulfur dioksida di pabrik. Hasil ukur dari alat – alat ini akan
digunakan oleh pabrik untuk menjaga agar asap sulfur dioksida yang
dikeluarkannya sesuai atau dibawah jumlah yang akan ditentukan oleh
Tribunal. Setelah itu salinan hasil ukur tersebut diberikan kepada kedua
belah pihak pemerintahan pada setiap bulannya untuk memeriksa apakah

Universitas Sumatera Utara

29

pabrik Trail sudah bekerja dengan sesuai yang ditentukan atau tidak.
Apabila terbukti pabrik Trail tidak dapat menjaga pembuangan sulfur
dioksidanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan, maka pemerintah
Amerika Serikat akan mendapatkan kompensasi sesuai dengan jumlah

yang ditentukan oleh Tribunal dan pemerintah Kanada. Tribunal sebelum
memberi putusan dalam perkara ini berpegang pada pendapat Profesor
Eagleton, yaitu “A state owes at all time of duty to protect other state
agaism’t injurious acts by individuals from within its jurisdiction” 19
2. Kasus Lake Lanoux Tahun 1957
Kasus ini bermula dari sebuah rencana Perancis memanfaatkan
potensi

danau

Lanoux

untuk

keperluan

dalam

mendirikan


hydroelectric.Dalam hal ini, Spanyol keberatan dengan adanya rencana
dari Perancis tersebut karena Spanyol khawatir hal tersebut dapat merusak
sungai – sungai yang ada di wilayah Spanyol yang mana sungai – sungai
tersebut bersumber pada danau itu.Kegiatan yang dilakukan Perancis
tersebut mengakibatkan pencemaran yaitu akibat limbah kimia dan
perubahan suhu yang dihasilkan oleh teknologi yang digunakan, yang
mana membahayakan keanekaragaman hayati sungai itu.
Maka dari itu, Spanyol kemudian mengajukan keberatan terhadap
rencana Perancis.Dengan demikian terjadilah sengketa kepentingan antara
kedua

negara

menyelesaikan

yang

bersangkutan.Arbitrase

sengketa


tersebut

ialah

yang

dibentuk

menggunakan

asas

untuk
good

19

Eagleton, Responsibility of state in international law, (New York, University Press,1928), hal
80.

Universitas Sumatera Utara

30

faith.Arbitrase dalam keputusannya menyatakan antara lain : “according to
the rule of good faith, the state is under the obligation to take into
consideration the various interest involved. To seek to give them every
satisfaction compatible with the pursuit of its own interest..”. Bahwa
negara hulu mempunyai kewajiban untuk mempertimbangkan seluruh
kepentingan yang terkait dengan setiap kegiatan yang ia lakukan di dalam
wilayahnya. Pertimbangan itu dimaksudkan untuk menjamin tercapainya
tujuan – tujuan kegiatan tersebut secara baik. Dalam persfektif prinsip
good faith , setiap negara hendaknya hanya melakukan kegiatan – kegiatan
yang bermanfaat dan juga baik bagi dirinya. Apa yang bermanfaat dan
baik bagi dirinya, hendaknya juga dirasakan sama oleh negara lain, dan
apa yang dirasakan merugikan oleh negara lain hendaknya juga dirasakan
merugikan oleh negara pelaku kegiatan.
3. Corfu Channel Case Tahun 1949
Kasus selat Corfu timbul dari insiden yang terjadi pada tanggal 22
Oktober 1946 di selat Corfu, dimana dua kapal perusak Inggris membentur
ranjau di perairan Albania dan menderita kerusakan, termasuk adanya
korban jiwa. Inggris mengacu pada Resolusi 9 April 1947 dari Dewan
Keamanan yang merekomendasikan kedua pemerintah untuk menyerahkan
kasus mereka ke Mahkamah.
Inggris

kemudian

menyerahkan

perkara

dimana

Albania

berkeberatan atas yurisdiksi Mahkamah, namun keberatan ini ditolak lewat

Universitas Sumatera Utara

31

keputusan 25 Maret 1948, Mahkamah menyatakan bahwa dirinya memiliki
yurisdiksi. Fakta – fakta kejadian sebagai berikut :
1) Pada 22 Oktober 1946, dua kapal penjelajah (cruiser) Mauritius dan
Leander serta dua kapal perusak (destroyer) Saumarezdan Volage
Inggris memasuki selat Corfu dari arah selatan. Selat Corfu merupakan
bagian dari wilayah perairan Albania.
2) Pada tahun 1944 dan 1945 pernah dilakukan penyapuan ranjau di
sekitar wilayah selat Corfu, hingga tahun 1946 ketika insiden ini terjadi
selat Corfu dinyatakan aman.
3) Salah satu kapal perusak Inggris menabrak ranjau hingga mengalami
kerusakan yang parah. Kapal perusak lainnya dikirim untuk
memberikan bantuan,

ketika menderek Saumarez, Volage juga

membentur ranjau dan mengalami kerusakan yang lebih parah. Empat
puluh lima perwira dan pelaut Inggris gugur dan empat puluh lainnya
terluka.
4) Sebuah insiden pernah terjadi di perairan ini, pada bulan Mei tahun
1946, pos jaga Albania menembak 2 kapal penjelajah Inggris (Orion
dan Superb). Pemerintah Inggris memprotes, menyatakan bahwa hak
lintas damai melalui selat adalah hak yang dikenal dalam hukum
internasional. Pemerintah Albania menyatakan bahwa kapal perang
asing dan kapal dagang dilarang masuk laut teritorial Albania tanpa izin
sebelumnya dan pada Agustus 1946, pemerintah Inggris telah
menyatakan bahwa, apabila di masa mendatang tembakan dilepaskan

Universitas Sumatera Utara

32

kepada kapal perang Inggris yang melintasi selat, maka kapal Inggris
akan membalasnya.
5) Setelah ledakan tanggal 22 Oktober pemerintah Inggris mengirimkan
nota ke Tirana perihal niatannya untuk melakukan operasi penyapuan
ranjau disekitar selat Corfu.
6) Albania tidak memberikan izin kecuali operasi penyapuan ranjaunya
berada diluar laut teritorial Albania dan menegaskan bahwa penyapuan
yang dilakukan diperairan Albania merupakan pelanggaran kedaulatan
Albania.
7) Penyapuan ranjau dilakukan oleh angkatan laut Inggris pada tanggal 12
dan 13 November 1946, di laut teritorial Albania dan berada di wilayah
selatyang sebelumnya disapu. Hasilnya 22 ranjau dapat dijinakkan,
ranjau – ranjau tersebut adalah tipe GY buatan Jerman.
8) Ketika insiden ini terjadi, Albania dan Yunani sedang menghadapi
sengketa perbatasan.
Sengketa

ini

timbul

dan

diajukan

kepada

mahkamah

internasional.Keputusan mahkamah internasional menyatakan bahwa
Albania bertanggung jawab atas kerusakan kapal Inggris dan Inggris
sendiri telah melanggar kedaulatan Albania karena tindakannya menyapu
ranjau tanpa izin dari negara Albania.Penyelesaian sengketa ini didasarkan
oleh prinsip 26 Deklarasi Rio 1992.

Universitas Sumatera Utara

33

B. Menurut Hukum Nasional
Di Indonesia terdapat beberapa perangkat peraturan perundang –
undangan yang mengatur tentang lingkungan hidup dan pencemaran udara.
1. Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 20
Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak
asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Pada
dasarnya UUD 1945 merupakan perangkat hukum yang tertinggi di
Indonesia. Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) telah dijelaskan bahwa pentingnya
lingkungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan adanya
ketentuan

itu,

maka

perlu

adanya

perhatian

pemerintah

dalam

pengelolaannya.Siapapun itu di Indonesia berhak mendapatkan udara
bersih dan sehat.Karena pentingnya lingkungan yang baik dan sehat bagi
masyarakat, maka dari itu ketentuan tersebut semakin diperkuat dengan
dimasukkan kedalam perubahan kedua UUD 1945 Pasal 28 H di Tahun
2000. Perlu adanya pengendalian dari asap transportasi yang menjadi
sumber utama dalam pencemaran udara agar terciptanya udara yang sehat
dan bersih selalu.
2. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup 21
Pengertian lingkungan hidup menurut Undang – undang ini adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup
20

Undang – undang Republik Indonesia 1945.
Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

21

Universitas Sumatera Utara

34

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup

lainnya.

Perlindungan

dan

pengelolaan

lingkungan

hidup

didefinisikan pada Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasa 1
sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Di
dalam undang – undang ini terdapat asas tanggung jawab negara yang
berisi tentang:
• Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan
manfaat yang sebesar – besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup
rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.
• Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
• Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 22
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 ini yang
dimaksud dengan pencemaran udara ialah masuknya atau dimasukkannya
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan

22

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Universitas Sumatera Utara

35

manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. 23
Peraturan Pemerintah yang sudah ditetapkan berinduk pada
Undang – undang Nomor 27 Tahun 1997 ini terdiri atas sembilan bab yang
berisikan ketentuan – ketentuan sebagai berikut : 24
a) Ketentuan umum, yang memuat berbagai definisi dan tujuan
pengendalian pencemaran udara di Indonesia. Pada Pasal 2 ditegaskan
bahwa pengendalian pencemaran udara di Indonesia yang dilakukan
dengan upaya pengendalian sumber emisi, bertujuan untuk mencegah
turunnya mutu udara ambien.
b) Dasar perlindungan mutu udara ambien, yang terdiri dari baku mkutu
udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang
batas emisi gas buang dan Indeks Standar Pencemar Udara, Baku Mutu
udara ambien terdapat dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1999
c) Pengendalian

pencemaran

udara,

meliputi

pencegahan

dan

penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara maupun
penanggulangan keadaan darurat
d) Pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
Kewenangan ini dimiliki oleh MENLH dan di era otonomi daerah

23

Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara, LN. Tahun
1999 Nomor 86
24
https://wikisopo.files.wordpress.com/2011/05/tinjauan-hukum-pencemaran-udara.pdf Diakses
pada tanggal 13 Mei 2016.

Universitas Sumatera Utara

36

diserahkan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota. Gubernur, Bupati
dan Walikota dapat menetapkan pejabat pengawas.
e) Pembiayaan, pihak penghasil diwajibkan menanggung segala biaya
yang timbul sebagai akibat dari upaya pengendalian emisi pencemar
udara yang dihasilkannya.
f) Ganti rugi wajib dibayar pihak penghasil emisi yang merugikan pihak
lain akibat pencemar udara yang ditimbulkannya kepada pihak yang
dirugikan.
g) Sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada pihak penghasil emisi yang
melanggar ambang batas emisi. Sanksi untuk kendaraan bermotor
mengacu pada Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang kini sudah digantikan oleh Undang –
undang Nomor 22 Tahun 2009.
h) Ketentuan peralihan, selambat – lambatnya 2 ( dua ) tahun sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, setiap
usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan
menurut persyaratan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
i) Ketentuan Penutup
4. Undang – undang Nomor 26 Tahun 2014 Tentang Pengesahan Asean
Agreement On Transboundary Haze Polllution ( Persetujuan Asean
Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas )
Undang – undang ini lahir karena Indonesia telah meratifikasi
Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution. Undang – undang ini

Universitas Sumatera Utara

37

menjelaskan bagaimanakebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumaterea
dan Kalimantan dapat mengakibatkan pencemaran udara lintas batas.
Dijelaskan juga dalam undang – undang ini bahwa tugas Asean adalah
mencegah dan menanggulangi asap lintas batas yang diakibatkan oleh
kebakaran hutan dan lahan. Dalam undang – undang menegaskan bahwa
apabila ada pihak atau negara yang terkena dampak asap lintas batas
tersebut dan ingin menggugatnya, maka hal ini diselesaikan secara damai
melalui perundingan dan negosiasi.
Setiap perangkat aturan mengenai lingkungan hidup yang ada di
Indonesia, erat hubungannya dengan setiap aturan yang berlaku dalam hukum
lingkungan internasional.Setiap konvensi atau deklarasi yang pernah
dilakukan

untuk

membahas

tentang

lingkungan

hidup,

telah

di

implementasikan di Indonesia.Walaupun demikian, tidak semua isi dalam
konvensi atau deklarasi tersebut yang diikuti dan dilaksanakan dengan baik
oleh pemerintah Indonesia. Dengan masalah yang sering terjadi setiap
tahunnya yaitu kebakaran hutan yang kemudian menimbulkan kabut asap
sebagai pencemaran udara lintas batas, telah menjadikan Indonesia selalu
bertentangan dengan prinsip atau isi yang ada didalam setiap konvensi yang
ada.
C. Menurut Hukum Internasional
Lingkungan hidup sangat penting bagi manusia di dunia.Permasalahan
mengenai lingkungan hidup sudah semakin besar dan luas.Dampak – dampak
yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya terkait pada satu segi atau dua

Universitas Sumatera Utara

38

segi saja, tetapi kait mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki
multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila
satu aspek dari lingkungan bermasalah, maka berbagai aspek lainnya akan
mengalami dampak atau akibat pula. 25Dalam hukum internasional lingkungan
hidup diatur dalam hukum lingkungan internasional.Beberapa perangkat
aturan lingkungan hidup dalam hukum lingkungan internasional dijelaskan
dalam kerangka konvensi internasional. Adapun berbagai konvensi
internasional ( Convention International Law ) sebagai berikut.
1. Konferensi Stockholm 1972
Konferensi

Stockholm

merupakan

konferensi

yang

sangat

bersejarah, karena merupakan konferensi pertama yang diadakan oleh
Perserikatan Bangsa – bangsa mengenai lingkungan hidup.Konferensi ini
diadakan karena adanya revolusi industri sebagai salah satu pembangunan
dunia yang kemudian hal tersebut berdampak yang buruk pada lingkungan
hidup. Konferensi ini disepakati pada tanggal 5 Juni 1972 yang diadakan
oleh Perserikatan Bangsa – bangsa dan diikuti oleh 110 negara di
Stockholm,

Swedia.

Konferensi

ini

merupakan

legitimasi

dasar

penanganan hukum bagi negara – negara yang menghadiri konferensi
tersebut.Dalam konferensi ini melahirkan sebuah gagasan bahwa kebijakan
lingkungan

hidup

harus

terkait

dengan

pembangunan

berkelanjutan.Konferensi ini menghasilkan 26 prinsip yang dapat

25

www.artikellingkunganhidup.com/masalah-lingkungan-hidup-bagi-manusia.html Hommy Horas
Thombang Siahaan, Masalah Lingkungan Hidup Bagi Manusia, Diakses pada tanggal 13 Mei
2016.

Universitas Sumatera Utara

39

dikategorikan menjadi beberapa topik utama.Adapun topik utama dari
Konferensi Stockholm ialah sebagai berikut.
a. Pengelolaan sumber daya manusia
b. Hubungan antara pembangunan dan lingkungan
c. Kebijakan pembangunan dan demografi
d. Ilmu pengetahuan dan teknologi
e. Tanggung jawab negara
f. Kepatuhan terhadap standar lingkungan nasional dan semangat
kerjasama antar negara
g. Ancaman senjata nuklir terhadap lingkungan
Dalam Konferensi Stockholm ini terdapat prinsip yang
menunjukan bahwa secara global setiap manusia di dunia memiliki hak
yang sama dalam mendapatkan kehidupan yang sehat dan lingkungan
yang sehat juga, dan manusia juga mempunyai tanggung jawab untuk
menjaga lingkungan hidup pada masa sekarang ini sampai pada masa
yang akan datang. Pada prinsip 21 Konferensi Stockholm ini dijelaskan
bahwa

benar

setiap

negara

berhak

untuk

melakukan

atau

mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di wilayah negaranya,
namun hal tersebut juga menerangkan bahwa negara yang melakukan
kegiatan eksploitasi sumber daya alamnya harus memastikan bahwa
tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungannya bahkan di negara
lain.

Universitas Sumatera Utara

40

Dalam hal ini, Indonesia sangat bertentangan pada prinsip yang ada
di Konferensi Stockholm ini.Terbukti bahwa akibat dari kebakaran hutan
yang terjadi di wilayah Indonesia sangat bertentangan dengan prinsip
dalam Konferensi Stockholm. Seperti halnya tentang hak dalam penjelasan
pada prinsip 1 Konferensi Stockholm, bahwa akibat dampak dari
kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia telah merugikan hak rakyat
negara lain untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan berkualitas.
Dalam kegiatan mengeksploitasi sumber daya alamnya juga Indonesia
sangat bertentangan dengan prinsip 21 ini. Pengelolaan hutan yang tidak
berjalan dengan baik, dan pembukaan lahan dengan cara yang murah yaitu
dengan cara membakar hutan telah menciptakan dampak yang buruk bagi
negara lain yaitu pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan.
Konferensi Stockholm ini telah menginspirasi bagi negara – negara
yang mengahdirinya dengan menerapkan peraturan tentang lingkungan
hidup di negara masing – masing. Salah satunya di Indonesia, Konferensi
Stockholm ini telah mempengaruhi lahirnya Undang – undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam Undang – undang ini, pada dasarnya memuat
berbagai konsep yang ada pada Konferensi Stockholm 1972 seperti halnya
dalam kewenangan negara, hak dan kewajiban masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan berbagai konsep lainnya. Tanggal
berlangsungnya Konferensi Stockholm ini diperingati sebagai hari
lingkungan hidup sedunia.

Universitas Sumatera Utara

41

2. Konferensi Nairobi, Kenya 1982
Perserikatan

Bangsa



bangsa

kembali

menyelenggarakan

konferensi yang membahas tentang lingkungan hidup pada tahun 1982 di
Nairobi, Kenya. Konferensi ini mengusulkan untuk membentuk sebuah
komisi yang membahas tentang pembangunan dunia yang kemudian
menghasilkan World Commision on Environment and Development (
WCED ). Komisi ini bertugas untuk mengkaji kaitan antara lingkungan
dengan pembangunan.Komisi ini juga telah berhasil membuat laporan
yang dikenal sebagai Laporan Brundtland yang membawa konsep tentang
pembangunan

berkelanjutan.Konsep

pembangunan

berkelanjutan

merupakan suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi
kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi

kebutuhannya.Konsep

pembangunan

berkelanjutan

ini

memfokuskan pada pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi yang
tidak merusak atau tidak mengorbankan standar lingkungan.Dengan
adanya konsep ini mengharuskan setiap negara untuk tetap menjaga dan
memelihara lingkungan di sekitarnya meskipun sedang berlangsungnya
kegiatan ekonomi negara.
3. Konferensi Rio De Janeiro, Brazil 1992
Setelah
lingkungan

adanya

hidup

menandatangani

Konferensi

menjadi
tidak

Stockholm,

semakin

menjalankan

masalah

parah.Banyak
kesepakatan

mengenai

negara

yang

tersebut.Dalam

pandangan prinsip Konferensi Stockholm 1972, dijelaskan bahwa masalah

Universitas Sumatera Utara

42

mengenai

lingkungan

di

negara

berkembang

diakibatkan

oleh

kemiskinan.Sedangkan pada negara – negara maju hal tersebut disebabkan
oleh kemajuan industri dan teknologi.Topik yang dibahas dalam
konferensi ini adalah mengenai perubahan iklim, penipisan lapisan ozon,
polusi udara, pengelolaan dan pemakaian sumber daya air dan lautan,
limbah – limbah berbahaya, pengundulan hutan, dan berkurangnya
keanekaragaman hayati.Tujuan utama dari Konferensi ini adalah untuk
menghasilkan sebuah agenda lanjutan dalam masalah pembangunan dan
lingkungan hidup.Maka dari itu, lahirnya sebuah konsep dari konferensi
ini yang dinamakan konsep pembangunan berkelanjutan yang merupakan
tujuan setiap manusia di dunia.
Konferensi Rio de Janeiro menghasilkan lima dokumen, yaitu
sebagai berikut.
a. The Rio de Janeiro Declaration on Environment and Development
dikenal juga sebagai “Earth Chapter” yang terdiri atas 27 prinsip yang
memprakarsai

pada

kerjasama

pembangunan

yang

dilanjutkan

internasional,
dengan

dan

prinsip

perlunya

perlindungan

lingkungan. Dalam prinsip ini juga mengajak masyarakat untuk aktif
berperan dalam proses pelaksanaan pembangunan tersebut.
b. Konvensi Perubahan Iklim ( The Framework Convention on Climate
Change ) yang berisikan tentang negara – negara maju yang bersedia
dalam membatasi gas emisi rumah kaca. Disini negara – negara maju
sepakat dalam membantu negara berkembang dalam mengelola sumber

Universitas Sumatera Utara

43

daya dan penggunaan teknologi untuk memenuhi kewajiban yang
tertera dalam konvensi tersebut. Tujuan utama dari konvensi ini adalah
Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosferpada tingkat yang
telah mencegah terjadinya intervensi yang membahayakan oleh
manusia terhadap sistem iklim, yang mengharuskan pengurangan
sumber emisi gas CO2, emisi pabrik, transportasi, dan penggunaan
energy fosil.
c. Konvensi Keanekaragaman Hayati ( The Convention on Biological
Diversity ) yang bertujuan untuk melestarikan secara berkelanjutan
segala keanekaragaman hayati. Negara memiliki kedaulatan untuk
mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan
pembangunan dan lingkungannya, serta mempunyai tanggung jawab
dalam menjamin bahwa kegiatan dalam mengeksploitasi sumber daya
alamnya tidak merusak lingkungan wilayah negaranya maupun wilayah
negara yang lain.
d. Pernyataan Prinsip – prinsip Kehutanan, yang mengatur tentang
kebijakan internasional dan nasional dalam bidang kehutanan. Prinsip –
prinsip ini bertujuan untuk agar setiap negara melakukan pemanfaatan
dan pengelolaan sumber daya hutan dengan cara berkelanjutan yang
bermakna dalam ekonomi dan keselamatan jenis biotanya. Prinsip ini
menjelaskan bahwa setiap negara harus mengelola sumber daya
hutannya dengan baik dan memperhatikan lingkungan hidupnya dalam
hal pembangunan yang menyangkut dalam bidang kehutanan.

Universitas Sumatera Utara

44

e. Agenda 21, yang biasa disebut sebagai Komisi Pembangunan
Berkelanjutan. Komisi ini bertujuan untuk memastikan keefektifan
tindak lanjut KTT Bumi. Agenda 21 merupakan rancangan tentang cara
mengupayakan pembangunan berkelanjutan dalam bidang sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup. Tujuan utama dari Agenda 21 yaitu
untuk memelihara sumber daya alam dan menciptakan keselamatan
dalam kehidupan bermartabat. Pokok – pokok dari agenda 21 yaitu :
• Social and Economic Dimension

• Conservation and Manajement of Resources for Development

• Strengthening the Role of Major Group

• Means of Implementation

Dalam prinsip 14 Konferensi Rio menyatakan bahwa, States should
effectively cooperate to discourage or prevent the relocation and transfer
to other states of any activities and substance that cause severe
environmental degradation or are found to be harmful to human health (
Pencegahan peralihan bahn perusak lingkungan dari satu negara ke negara
lainnya oleh setiap pemerintah ). 26
Dalam prinsip tersebut dijelaskan bahwa pencegahan dalam hal
pencemaran lingkungan yang bersifat lintas batas adalah menjadi tanggung
jawab pemerintah untuk melaksanakannya.Pemerintah Indonesia dalam
hal ini haruslah bertanggung jawab penuh atas pencemaran udara lintas

26

Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, PT.
Refika Aditama, Bandung, 2002. Hal. 42

Universitas Sumatera Utara

45

batas akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah yurisdiksi
Indonesia.
4. Konferensi Johannesburg, Afrika Selatan 2002
Konferensi ini diadakan pada tanggal 26 Agustus – 4 September
tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan.Konferensi ini dikenal sebagai
World Summit on Sustainable Development, yang bertemakan tentang
ekonomi dan sosial.Konferensi ini membahas tentang pembangunan
berkelanjutan dan dalam konferensi ini terdapat empat resolusi, yaitu
sebagai berikut.
a. Resolusi 1 : Deklarasi Politik
b. Resolusi 2 : Rencana Implementasi dari the World Summit on
Sustainable Development
c. Resolusi 3 : Ungkapan terima kasih kepada rakyat dan pemerintah
Afrika Selatan
d. Resolusi 4 : Kredensial para perwakilan dalam the World Summit on
Sustainable Development
5. Konferensi Bali, Indonesia 2007
Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 13 – 15 Desember
2007 di Nusa Dua, Bali, Indonesia.Konferensi ini disebut sebagai KTT
Pemanasan Global

yang bertujuan untuk

membangun kesadaran

masyarakat bumi untuk berbuat hal sekecil apapun untuk menyelamatkan
bumi.

Universitas Sumatera Utara

46

Dalam pertemuan ini disepakati Bali Road Map, sebuah peta yang
akan menjadi jalan untuk mencapai consensus baru pada 2009 sebagai
pengganti protokol Kyoto fase pertama yang akan berakhir pada tahun
2012. Ini dari Bali Road Map adalah : 27
• Respons atas temuan keempat panel antar pemerintah ( IPCC ) bahwa
keterlambatan pengurangan emisi akan menghambat peluang mencapai
tingkat stabilitas emisi yang rendah, serta meningkatkan resiko lebih
sering terjadinya dampak buruk perubahan iklim.
• Pengakuan bahwa pengurangan emisi yang lebih besar secara global
diharuskan untuk mencapai tujuan utama.
• Keputusan

yang meluncurkan

proses

yang

menyeluruh,

yang

memungkinkan dilaksanakannya keputusan UNFCCC secara efektif
dan berkelanjutan.
• Penegasan kewajiban negara – negara maju melaksanakan komitmen
dalam hal mitigasi secara terukur, dilaporkan dan dapat diverifikasi,
termasuk pengurangan emsi yang terkuantifikasi.
• Penegasan kesediaan sukarela negara berkembang mengurangi emisi
secara terukur, dilaporkan dan dapat diverifikasi, dalam konteks
pembangunan yang berkelanjutan, didukung teknologi, dana, dan
peningkatan kapasitas

27

https://redrosela.wordpress.com/2014/12/10/ktt-bumi-dan-lingkungan-dari-masa-ke-masa/
Diakses pada tanggal 15 Mei 2016

Universitas Sumatera Utara

47

• Penguatan kerjasama dibidang adaptasi atas perubahan iklim,
pengembangan dan alih teknologi untuk mendukung mitigasi dan
adaptasi.
• Memperkuat sumber – sumber dana dan investasi untuk mendukung
tindakan mitigasi, adaptasi dan alih teknologi terkait perubahan iklim.
6. Konvensi Genewa 1979 ( The Convention on The Long Range
Transboundary Air Pollution )
Pada awalnya konvensi ini bisa lahir karena adanya hasil dari
tindakan negara – negara Skandinavia untuk menyadarkan masyarakat
internasional bahwa polusi udara lintas batas sangat berbahaya dan
merugikan bagi lingkungan.Konvensi ini merupakan konvensi yang
pertama kali membahas tentang pengendalian polusi udara.Konvensi ini
juga kemudian mengharuskan adanya kerjasama antara negara penyebab
sumber utama dari pencemaran udara lintas batas dengan negara yang
terkena dampak pencemaran udara lintas batas. Pasal 2 konvensi ini
menyatakan bahwa “the contracting parties, taking due account of the fact
and problems involved, are determined to protect man and his
environment againts air pollution and shall endeavour to limit and, as far
as possible, gradually reduce and prevent air pollution including long
range transboundary pollution” yang artinya bahwa para pihak, dengan
mempertimbangkan fakta – fakta dan masalah yang terlibat, bertekad
untuk melindungi manusia dan lingkungan melawan polusi udara dan akan
berusaha untuk membatasi dan sejauh mungkin, secara bertahap

Universitas Sumatera Utara

48

mengurangi dan mencegah pencemaran udara termasuk jangka panjang
polusi lintas batas. Berdasarkan pasal ini, menjelaskan bahwa Konvensi
Genewa ini bertekad untuk melindungi manusia dan lingkungan serta
mencegah dari pencemaran udara termasuk pencemaran udara lintas batas
negara.
7. AATHP ( Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution )
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sangat sering terjadi dan
menimbulkan pencemaran asap lintas batas yang kemudian merugikan
negara – negara tetangga seperti halnya Malaysia, Singapura, dan Brunei
Darussalam. Dengan demikian Indonesia beserta negara Asean lainnya
membuat kesepakatan dalam hal mencegah dan penanganan kebakaran
hutan dan dampak dari asapnya dalam sebuah persetujuan Asean yaitu
Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution yang ditandatangani
pada tanggal 10 Juni 2002.AAHTP mulai berlaku pada tanggal 25
November 2003 dengan 6 negara Asean telah meratifikasinya.Pada saat itu
Indonesia belum meratifikasi persetujuan Asean tersebut. Sampai pada
akhirnya pada tanggal 16 September 2014, Indonesia telah meratifikasi
persetujuan Asean tersebut dengan Undang – undang Nomor 26 Tahun
2014 sebagai bentuk perundang – undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam persetujuan Asean ini menjelaskan bahwa tujuannya adalah
untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas sebagai
akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang harus ditanggulangi, melalui
upaya nasional secara bersama – sama dan mengintensifkan kerjasama

Universitas Sumatera Utara

49

regional dan internasional. Secara umum persetujuan ini berusaha
mengendalikan pencemaran udara lintas batas yang sering terjadi di
wilayah Asia Tenggara. Dalam pasal 27 persetujuan Asean ini, dijelaskan
bahwa penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara damai melalui
negoisasi.

Universitas Sumatera Utara