Analisis Faktor Risiko Stroke pada Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Kardiovaskular
Menurut

WHO

(2013)

penyakit

kardiovaskular

(cardiovascular

disesases/CVDs) adalah kelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah,
antara lain:
-

Penyakit jantung koroner: penyakit pembuluh darah yang menyuplai otot jantung.


-

Penyakit serebrovaskular: penyakit pembuluh darah yang menyuplai otak.

-

Penyakit arteri perifer: penyakit pembuluh darah yang menyuplai tangan dan kaki.

-

Penyakit jantung rematik: kerusakan pada otot jantung dan katup jantung dari
demam rematik yang disebabkan oleh bakteri streptokokus.

-

Penyakit jantung bawaan: kelainan struktur jantung yang sudah ada sejak lahir.

-


Trombosis vena dan emboli paru: pembekuan darah di pembuluh darah kaki yang
dapat bergerak ke jantung dan paru-paru.

2.2. Stroke
2.2.1. Pengertian Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Mackay J. dan Mensah G., 2008).

Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena
pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh plak yang menghentikan
pasokan oksigen dan nutrisi, sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
Gejala paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa pada
wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Gejala lain termasuk
kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan, kesulitan melihat
dengan satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan
atau koordinasi, sakit kepala dengan tidak diketahui penyebabnya, pingsan atau tidak
sadarkan diri. Efek dari stroke tergantung pada bagian mana dari otak yang terluka
dan seberapa parah itu terpengaruh. Stroke yang sangat parah dapat menimbulkan

kematian mendadak (WHO, 2013).
2.2.2. Patofisiologi Stroke
Otak manusia adalah struktur yang dikenal paling kompleks, yaitu terdiri
dari 100 miliar sel saraf yang disebut neuron, setiap neuron terhubung ke ribuan selsel otak lainnya. Triliunan hubungan ini diperlukan untuk kekuatan integratif otak.
Mereka juga mengontrol gerakan tubuh, menafsirkan semua sensasi (pendengaran,
penglihatan, sentuhan, keseimbangan, rasa sakit, indra perasa dan bau) dan
memediasi pemikiran dan bahasa. Meskipun otak hanya mewakili 2 persen berat
tubuh, tetapi menggunakan sekitar 25 persen dari suplai oksigen tubuh dan 70 persen
glukosa. Tidak seperti otot, otak tidak bisa menyimpan nutrisi, dengan demikian otak
membutuhkan pasokan glukosa dan oksigen secara konstan. Jika suplai darah
terganggu sedikitnya 30 detik, yang berakibat tidak sadarkan diri, maka dapat

dipastikan terjadi kerusakan otak permanen dalam waktu paling sedikit 4 menit.
Kecepatan metabolisme otak yang tinggi, sensitivitas perubahan dalam aliran darah
dan ketergantungan pada aliran darah secara terus menerus adalah yang membuat
stroke begitu berbahaya.
Ada ribuan kemungkinan gejala yang dihasilkan dari stroke, tergantung
dimana pembuluh darah dan bagian otak yang terlibat. Penting untuk disadari bahwa
kecuali selama periode singkat setelah kelahiran, sel-sel otak tidak dapat membagi
dan membentuk sel-sel baru. Ketika sel-sel otak mati, maka tidak dapat digantikan.

Inilah alasan mengapa otak memiliki keterbatasan kemampuan untuk memperbaiki
setelah mengalami cedera dan mengapa dari banyak kasus stroke hanya sebagian saja
yang bisa kembali pulih (Brass, 1992).
2.2.3. Jenis Stroke
Berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik
atau stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena
tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak (materi yang terdiri atas protein,
kalsium dan lemak) yang menyebabkan aliran oksigen yang melalui liang arteri
terhambat. Adapun stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahan
otak akibat pecahnya pembuluh darah otak.

2.2.3.1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan karena kurangnya aliran darah ke otak dan terjadi
sekitar 70 persen dari jumlah semua stroke (Brass, 1992). Stroke iskemik umumnya
menyerang pada pagi hingga siang hari (pukul 6.00-12.00) di mana tekanan darah
secara alami mengalami peningkatan perdarahan pada plak pembuluh darah
(infarkplak hemoragik). Kondisi seperti ini menyebabkan penyempitan (stenosis)
pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis, peningkatan kekentalan (viskositas)
darah, peningkatan agregasi platelet dan penurunan aktivitas tPA (endogen tissue
plasminogen activator) (Lingga, 2013).

Brass (1992) mengkategorikan stroke iskemik menjadi 4, yaitu:
1. Cerebral atherothrombosis
Cerebral atherothrombosis disebabkan akrena adanya gumpalan (thrombus) yang
menghambat aliran darah di arteri. Jika yang dihasilkan adalah kekurangan
oksigen yang menyebabkan kematian jaringan otak dan kerusakan yang
permanen, maka disebut term cerebral infarction. Gumpalan biasanya tidak
terjadi pada arteri yang sehat, tetapi cenderung terbentuk pada atau berdekatan
dengan daerah pembuluh darah yang rusak oleh aterosklerosis. Pada proses
aterosklerosis, plak yang merupakan campuran lemak, kolesterol, limbah sel,
kalsium dan material bekuan darah yang disebut fibrin, terbentuk secara tebal dan
tersimpan di arteri. Dalam beberapa kasus, timbunan plak dapat membesar
sehingga menutupi permukaan pembuluh darah dan menghalangi aliran darah.
Tindakan operasi sering dianjurkan untuk membuka jalan arteri. Stroke

atherothrombotic sering didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) dan
cenderung terjadi pada saat-saat dimana tekanan darah cenderung rendah, seperti
selama tidur di malam hari atau di awal pagi sebelum memulai aktivitas.
2. Embolism atau embolic stroke
Stroke tipe ini disebabkan karena adanya gumpalan yang berjalan (embolus) yang
terbentuk di salah satu bagian tubuh, terpecah dan hilang (semua atau sebagian)

dan berjalan mengikuti aliran darah sampai arteri di otak atau didalam pembuluh
darah menuju otak. Emboli dapat terbentuk dari kalsium, kolesterol, air, protein
darah, trombosit atau produk dari infeksi lapisan dalam jantung (endokarditis).
3. Lacunar infarction atau lacunar stroke
Stroke ini adalah hasil dari penggumpalan dari arteriol, ujung yang paling kecil
dari arteri yang menembus jauh ke dalam otak. Ukuran pembuluh darah yang
kecil terkadang membuat stroke lacunar sulit untuk didiagnosa, beberapa tidak
menunjukkan gejala.
4. Infarction of unknown cause
Walaupun hasil pemeriksaan yang paling agresif sudah ada, namun banyak dari
kasus infark yang tidak diketahui penyebab muculnya. Perbaikan dalam teknologi
pencitraan

dan

evaluasi

yang

lebih


cepat

mengkategorikan stroke ini di masa mendatang.

mungkin

bisa

membantu

Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke iskemik dikelompokkan menjadi 4,
yaitu:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): serangan stroke sementara yang berlangsung
kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala neurologis yang akan
menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.
3. Progressing stroke atau Stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologis yang
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat.
4. Complete Stroke: kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang

lagi (Junaidi, 2004).
2.2.3.2. Stroke Hemoragik
Sekitar 20 sampai 25 persen dari semua kasus stroke adalah stroke
hemoragik. Pada stroke ini, darah merembes dari lubang di dinding pembuluh darah
ke dalam otak, yang disebut sebagai stroke hemoragik intraserebral (intracerebral
hemorrhage) atau di ruang sekitar otak, yang disebut stroke hemoragik subaraknoid
(subarachnoid hemorrhage)(Brass, 1992).
1. Stroke Hemoragik Intraserebral
Tipe stroke ini, darah mengalami kebocoran dari pembuluh darah kecil di dasar
otak. Hipertensi yang berlangsung lama menyebabkan dinding pembuluh darah.
Sekitar dua sampai tiga pasien dengan hemoragik intraserebral mempunyai
riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan aterosklerosis.

2. Stroke Hemoragik Subaraknoid
Stroke Hemoragik Subaraknoid biasanya disebabkan aneurisme atau malformasi
vaskular. Selain kerusakan disebabkan oleh semburan darah keluar arteri,
kerusakan diperparah oleh massa darah yang mendorong area sekitar otak dan
pembuluh darah. Stroke Hemoragik Subaraknoid adalah masuknya darah ke
ruang subaraknoid, baik dari tempat lain (subaraknoid sekunder) maupun dari
ruang subaraknoid sendiri (subaraknoid primer) (Junaidi, 2004).

2.2.4. Faktor Risiko Stroke
Menurut Lingga (2013), secara garis besar faktor risiko stroke dibagi
menjadi dua, yaitu faktor tidak terkendali atau faktor yang bersifat menetap dan
faktor yang dapat dikendalikan atau faktor tidak tetap. Sementara itu, menurut
Kemenkes RI (2013) faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.
2.2.4.1. Faktor tidak terkendali
Faktor tidak terkendali adalah faktor yang tidak dapat diubah, terdiri atas
faktor genetik (ras), usia, gender, serta riwayat penyakit yang dialami oleh orang tua
atau saudara sekandung.
a. Faktor Genetik
Gen tertentu memiliki kecenderungan yang tinggi terhadap stroke. Sifat
genetik yang terbawa oleh bangsa berkulit hitam berisiko tinggi terhadap stroke.
Risiko yang hampir sama juga dimiliki oleh gen keturunan Afrika-Amerika (Afro
Amerika). Penyakit-penyakit yang terkait dengan gen resesif yang rawan mereka

alami menjadi faktor kuat yang menyebabkan mereka rentan terhadap stroke.
Penyakit yang dimaksud antara lain anemia bulan sabit, hipertensi, kadar asam urat
tinggi (hiperurisemia), diabetes tipe-1, dan sejumlah penyakit lainnya yang secara
tidak langsung berpotensi memicu stroke, darah kental, laju aterosklerosis yang

tinggi, hipertensi serta tingginya tingkat peradangan di tingkat sel di dalam tubuh
mereka.
b. Cacat Bawaan
Seseorang yang memiliki cacat pada pembuluh darahnya (cadasil) berisiko
tinggi terhadap stroke. Jika seseorang mengalami kondisi seperti ini, maka mereka
umumnya akan mengalami stroke pada usia yang terbilang masih muda. Stroke di
usia muda banyak penyebabnya, namun cacat bawaan membuat seseorang lebih
berisiko terhadap stroke dibanding individu lain yang normal.
c. Usia
Penambahan usia meningkatkan risiko terhadap stroke. Hal ini disebabkan
melemahnya fungsi tubuh secara menyeluruh terutama terkait dengan fleksibilitas
pembuluh darah. Sekitar dua per tiga penderita stroke adalah mereka yang berusia di
atas 65 tahun. Proses penuaan sel sejalan dengan pertambahan usia dan penyakit yang
dialami oleh orang tua memperbesar risiko stroke di masa tua. Memasuki usia 50
tahun, risiko stroke menjadi berlipat ganda setiap usia bertambah 10 tahun. Pada
wanita, ketika memasuki masa menopause risiko stroke meningkat karena estrogen
yang semula berperan sebagai pelindung mengalami penurunan. WHO menyebutkan

bahwa memasuki usia 55 tahun, risiko penyakit stroke meningkat dua kali lipat
(Mackay J. dan Mensah G., 2008).

Hasil penelitian Dinata (2013) menyebutkan bahwa proporsi stroke
terbanyak adalah yang berusia di atas 50 tahun (81,25%). Sementara itu, berdasarkan
penelitian Shabnam, dkk (2011) menunjukkan hubungan umur dengan risiko stroke,
dengan OR = 1,045 (p=0,000).
d. Gender
Pria lebih berisiko terhadap stroke dibanding wanita. Sejumlah faktor turut
memengaruhi mengapa hal tersebut dapat terjadi. Kebiasaan merokok yang lebih
banyak dilakukan oleh kaum pria menjadi salah satu pemicu stroke pada sebagian
besar kaum pria. Risiko hipertensi, hiperurisemia dan hipertrigliseridemia yang tinggi
pada kaum pria juga turut mendongkrak tingginya risiko stroke pada kaum adam.
Pola hidup tidak teratur yang umumnya dilakukan oleh kaum pria tampaknya
merupakan sebuah alasan mengapa kaum pria lebih berisiko terhadap stroke
dibanding kaum wanita.
e. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Risiko terhadap stroke terkait dengan garis keturunan. Para ahli menyatakan
adanya gen resesif yang memengaruhinya. Gen tersebut terkait dengan penyakitpenyakit yang merupakan faktor risiko pemicu stroke. Penyakit terkait dengan gen
tersebut antara lain diabetes, hipertensi, hiperurisemia, hiperlipidemia, penyakit
jantung koroner dan kelainan pada pembuluh darah yang bersifat menurun.
Wahjoepramono (2005) dalam Nastiti (2012) mengatakan riwayat pada keluarga yang

pernah mengalami serangan stroke atau penyakit yang berhubungan dengan kejadian
stroke dapat menjadi faktor risiko untuk terserang stroke juga. Hal ini disebabkan
oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya hidup
dalam keluarga, interaksi antara genetik dan pengaruh lingkungan.
2.2.4.2. Faktor yang Dapat Dikendalikan
Sebagian insiden stroke terjadi karena faktor yang sesungguhnya dapat
dikendalikan. Dengan kata lain, jika faktor-faktor tersebut dieliminasi maka risiko
stroke menjadi rendah atau bahkan dapat ditiadakan. Faktor-faktor yang bisa
dikendalikan ini terdiri atas gaya hidup tidak sehat yang memicu terjadinya penyakitpenyakit tertentu yang mendorong serangan otak.
a. Kegemukan (obesitas)
Tubuh gemuk rawan terhadap berbagai macam penyakit termasuk stroke.
Fakta membuktikan bahwa stroke banyak dialami oleh mereka yang mengalami
kelebihan berat badan dan bahkan sebagian kasus umumnya dialami oleh penderita
obesitas. Dampak obesitas terhadap stroke

dapat berpengaruh secara langsung

ataupun tidak langsung.
Secara langsung, obesitas menurunkan kemampuan tubuh dalam melakukan
sirkulasi darah ke otak. Obesitas mendorong melemahnya kemampuan tubuh dalam
melakukan sejumlah proses biologis sejalan dengan bertambahnya timbunan lemak di
dalam tubuh. Ginjal, paru-paru, jantung, hati harus bekerja lebih keras ketika lemak
mulai menumpuk di jaringan adiposa. Kondisi buruk seperti ini menyebabkan organ

tubuh mengalami kelelahan sehingga pasokan darah ke otak yang membawa oksigen
dan nutrisi pun akhirnya terhambat.
Tanpa disadari obesitas juga mendorong penderitanya mengalami stres.
Ketika lemak tubuh bertambah banyak, sistem kendali hormon yang bekerja di dalam
tubuh menjadi kacau. Hormon stres meningkat, detak jantung terpacu cepat dan
tekanan darah pun akhirnya meningkat ketika lemak tubuh mulai menjadi sumber
persoalan bagi seseorang. Prosesnya memang cukup panjang dan rumit, namun tidak
diragukan lagi jika pada akhirnya kejadian-kejadian buruk tersebut mendongkrak
tingginya risiko stroke pada diri seseorang yang mengalami kelebihan berat badan.
Menurut Nastiti (2012) prevalensi obesitas meningkat seiring dengan
peningkatan usia. Penurunan berat badan menjadi berat badan yang normal
merupakan cerminan dari aktivitas fisik dan pola makan yang baik. Oleh karena itu,
berat badan memiliki korelasi yang baik dalam pengukuran aktivitas fisik dan pola
makan seseorang.
Berdasarkan studi kohort prospektif pada pria di Amerika Serikat
menunjukkan hubungan antara obesitas dengan terjadinya stroke iskemik (RR=2,0),
dimana pria yang memiliki BMI
≥ 30 kg/m

2

memiliki risiko lebih besar terkena

stroke dibandingkan pria dengan BMI ≤ 30 kg/m2 (Hankey, 2006).

b. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit stroke, yaitu 50 sampai
70 persen dari kasus stroke, tergantung pada tipe stroke. Efek jangka panjang dari
peningkatan tekanan darah adalah kerusakan dinding arteri, membuat dinding arteri
lebih rentan terhadap penebalan atau penyempitan (atherosklerosis) (Brass, 1992).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat permanen. Untuk
menentukannya, diperlukan beberapa kali pengukuran tekanan darah, dikuatkan
dengan sejumlah parameter terkait hipertensi, serta didukung oleh pemeriksaan medis
pendukung lainnya untuk memastikan apakah Anda benar-benar menderita hipertensi
atau hanya mengalami tekanan darah tinggi untuk sementara waktu saja. Klasifikasi
tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Individu Dewasa (Lebih dari 18 Tahun)
Kategori

Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah
(mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
120 - 129
80 -84
Di atas Normal
130 - 139
85 - 89
Hipertensi Stadium I
140 - 159
90 - 99
Hipertensi Stadium II
160 - 179
100 - 109
Hipertensi Stadium III
≥ 180
≥ 110
Sumber: European Society of Hypertension (ESH) dan European Society of
Cardiology (ESC), 2013
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Baik sistolik maupun
diastolik terbukti berpengaruh pada stroke, tetapi data Framingham tidak terdapat
level yang menentukan (cut-off level) yang jelas. Dikemukakan bahwa penderita
dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk terjadinya infark otak dibandingkan dengan tekanan diastolik kurang dari 80
mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali
terserang stroke iskemik dibandingkan dengan mereka yang bertekanan darah kurang
dari 140 mmHg, akan tetapi pada penderita usia lebih dari 65 tahun risiko stroke
hanya 1,5 kali daripada normotensi (Bustan, 2007).
c. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar
lemak dalam darah, baik berupa kadar kolesterol ataupun trigliserida. Jika kadar
kolesterol yang tinggi disebut hiperkolesterolemia, sedangkan jika trigliserida yang
tinggi disebut hipertrigliseridemia. Keduanya sama-sama mengundang bahaya bagi
kesehatan kardiovaskuler.
Hiperlipidemia disebabkan oleh dua sebab, yang pertama karena disfungsi
hati dalam melakukan metabolisme lemak sehingga produksi lemak endogen
meningkat dan yang kedua terjadi karena pasokan lemak eksogen yang berasal dari
makanan. Kadar lemak darah yang tinggi menimbulkan kerawanan terhadap stroke.
Lemak darah yang tinggi berisiko sebagai pemicu aterosklerosis (meskipun
keyataannya penderita aterosklerosis tidak selalu memiliki kadar lemak darah yang
tinggi). Aterosklerosis merupakan suatu kondisi yang erat sekali hubungannya
dengan stroke. Karena itulah upaya memelihara kestabilan kadar lemak darah
merupakan langkah tepat untuk menjauhkan diri dari aterosklerosis. Tabel 2.2.
menunjukkan kadar klasifikasi kolesterol dan trigliserida darah.

Tabel 2.2. Kadar Klasifikasi Kolesterol dan Trigliserida
Komponen Lemak Darah
Kolesterol total:
< 200 mg/dL
200-239 mg/dL
> 240 mg/dL
LDL:
< 100 mg/dL
< 100-129 mg/dL
130-159 mg/dL
160-190 mg/dL
> 190 mg/dL
HDL:
Pria
Wanita
Trigliserida (TG):
< 150 mg/dL
150-199 mg/dL
≥ 200 mg/dL
≥ 500 mg/dL
Sumber: Ross, et al (2014)

Klasifikasi
Batas atas yang seharusnya
Batas atas yang perlu mendapat perhatian
Tinggi
Optimal
Mendekati optimal
Batas normal yang perlu mendapat perhatian
Tinggi
Sangat tinggi
Normal: 35-55; baik jika > 40
Normal: 45-65; baik jika > 50
Baik
Batas tinggi
Tinggi
Sangat tinggi

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dapat menjadi masalah sebagai
pemicu terjadinya stroke. Hal ini terjadi karena kolesterol merupakan zat di dalam
aliran darah dan semakin tinggi kolesterol, maka semakin besar kemungkinan dari
kolesterol tersebut tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan
pembuluh darah menjadi lebih sempit, sehingga menganggu suplai darah ke otak
yang disebut dengan stroke iskemik (Junaidi, 2004).

d. Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar
asam urat dalam darah. Orang awam sering menyebutnya dengan istilah penyakit
asam urat, pirai atau gout. Asam urat adalah produk alami yang dihasilkan oleh tubuh
dan sebagian kecil sisanya berasal dari makanan. Senyawa organik yang merupakan
prosuk metabolit tubuh kita ini memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang, yaitu
berguna untuk melawan infeksi serta sebagai pemicu infeksi. Dalam kadar wajar,
tubuh membutuhkan asam urat untuk melawan infeksi, namun jika jumlah yang
beredar di dalam tubuh melebihi ambang normal maka akan menjadi radikal bebas.
Dampak buruk radikal bebas antara lain sebagai penyebab peradangan. Peradangan
dapat terjadi di seluruh tubuh, yang paling rawan adalah peradangan pada arteri yang
menuju otak dan jantung.
Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar AU serum lebih dari 7 mg/dl pada
laki-laki dan lebih dari 6 mg/dl pada wanita. Hiperurisemia yang lama dapat merusak
sendi, jaringan lunak dan ginjal. Hiperurisemia bisa juga tidak menampakkan gejala
klinis/ asimptomatis. Dua per tiga dari hiperurisemia tidak menampakkan gejala
klinis (Sofitri, 2012).
Studi mutakhir menunjukkan bahwa hipErurisemia dapat dijadikan sbegai
penanda baru penyakit mikrovaskular. Hiperurisemia dapat menjadi faktor tunggal
ataupun hanya sebagai salah satu faktor sekunder yang turut menjadi penyebab
terjadinya serangan stroke. Ketika kadar asam urat tinggi, asam urat beraksi
sebagaimana radikal bebas yang lainnya, memapar darah dan pembuluh darah
sehingga menyebabkan kerusakan arteri. Kerusakan arteri inilah yang menjadi

penyebab terhambatnya pasokan darah ke otak yang selanjutnya mendorong
terjadinya insiden stroke pada penderita hiperurisemia yang tidak tertangani dengan
baik. Selain itu, melalui mekanisme yang berbeda hiperurisemia memicu timbulnya
gangguan jantung dan organ tubuh lain yang pada saatnya mendorong terjadinya
stroke (Lingga, 2013).
Hasil

penelitian

Burhanuddin

(2012)

Riwayat

hiperkolesterolemia

merupakan faktor risiko kejadian stroke pada dewasa awal (18-40 tahun) dengan nilai
OR = 3,92. Hal ini berarti pasien yang memiliki riwayat hiperkolesterolemia
memiliki risiko 3,92 kali lebih besar terserang stroke pada dewasa awal dibandingkan
dengan pasien yang tidak memiliki riwayat hiperkolesterolemia.
e. Penyakit Jantung
Pasokan darah ke otak berhubungan erat dengan kinerja jantung. Aktivitas
jantung lancar karena pasokan darah terpenuhi, sebaliknya jika pasokan darah
terhambat, maka kinerja jantung pun melemah. Jika fungsi jantung tidak normal
karena sakit jantung, akibatnya risiko terhadap stroke semakin meningkat. Stroke
tidak selalu dialami oleh penerita penyakit jantung, demikian pula penderita penyakit
jantung yang parah sekalipun pada akhirnya tidak selalu mengalami stroke, namun
antara sakit jantung dan stroke terdapat sebuah hubungan yang sangat jelas. Penderita
gangguan jantung lebih berisiko terhadap stroke dibanding orang lain yang memiliki
jantung sehat. Dalam hal ini, penyakit jantung menjadi faktor risiko tidak tetap yang
memicu tingginya risiko terkena stroke.

Stroke banyak dialami oleh penderita atrial fibrilation, yaitu penyakit
jantung yang ditandai dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri jantung.
Kondisi ini menyebabkan denyut jantung yang berlangsung di bilik kiri mencapai
empat kali lebih cepat dibanding denyut jantung yang terjadi di bagian jantung
lainnya. Pasien yang menderita atrial fibrilation mengalami penggumpalan darah
dan di antaranya penggumpalan darah pada arteri yang menuju otak. Atrial fibrilation
merupakan penyebab utama sebagian besar insiden stroke pada kaum lanjut usia.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan orang-orang yang mengalami
atrial fibrilation yang meminum aspirin atau warfarin (coumadin) mengalami
pengurangan risiko stroke sampai 80 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa
diperkirakan 20.000 sampai 50.000 kasus stroke mungkin bisa dicegah setiap
tahunnya jika orang-orang yang mengalami atrial fibrilation melakukan terapi obat
profilaksis (Brass, 1992).
f. Diabetes Mellitus
Diabetes menimbulkan dampak yang sangat luas bagi penderitanya, antara
lain sebagai salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Laju penuaan sel
(glycation) yang berlangsung sangat cepat akibat kadar glukosa yang tinggi disertai
kerapuhan pembuluh darah yang ditimbulkannya menyebabkan diabetes berisiko
tinggi terhadap hipertensi dan penyakit jantung. Kita semua tahu bahwa hipertensi
dan penyakit jantung sangat erat kaitannya dengan insiden stroke. Risiko tersebut
meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Penderita diabetes yang berusia 50-60
tahun memiliki risiko stroke 3-4 kali lebih tinggi dibanding bukan penderita diabetes.

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar gula
(glukosa) di dalam darah yang melebihi nilai normal. Menurut WHO (1985) kadar
glukosa normal darah kapiler pada waktu puasa tidak melebihi 120 mg/dl dan 2 jam
sesudah makan kurang dari 200 mg/dl, sebagaimana pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Batasan Kadar Glukosa Darah
Konsentrasi Glukosa (mg/dl)
Darah
Plasma
Vena
Kapiler
Vena
Kapiler
Diabetes Mellitus:
a. Puasa
b. 2 jam setelah makan
Toleransi Gula Terganggu:
a. Puasa
b. 2 jam stelah makan
Sumber: WHO, 1985

≥ 120
≥ 180

≥ 120
≥ 200

≥ 140
≥ 200

≥ 140
≥ 200

< 120
120 - 180

< 120
140 - 200

< 140
140 - 200

< 140
160 - 220

Wanita dengan diabetes mellitus memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan laki-laki. Walaupun pengobatan diabetes belum
terbukti menurunkan risiko, namun diketahui bahwa kontrol gula darah dapat
mengurangi keparahan kerusakan otak selama stroke (Brass, 1992).
Hasil penelitian Burhanuddin (2012) pada pasien dewasa awal (18-40 tahun)
menyatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus memiliki risiko
5,35 kali lebih besar terserang stroke dibandingkan dengan yang tidak memiliki
riwayat diabetes mellitus. Penelitian Ottenbacher, et al (2004) menunjukkan bahwa
angka kematian stroke lebih tinggi pada orang-orang dengan diabetes mellitus.

g. Kebiasaan Merokok
Rokok mengandung lebih dari 4.000 macam zat, 600 di antaranya
merupakan zat beracun (toksin) yang sangat berbahaya bagi sel tubuh kita. Nikotin
hanya salah satu zat beracun yang terdapat pada rokok, selain itu ada pula zat
berbahaya berupa tar, fenolformaldehida, monoksida, NO2, hidrogen sianida yang
berpotensi sebagai pemicu penyakit kardiovaskular. Melalui berbagai reaksi kimia
yang berlangsung di dalam darah, toksin rokok mendorong stroke. National Stroke
Institute di Amerika Serikat mengatakan bahwa risiko stroke pada perokok 2 kali
lebih tinggi dibanding bukan perokok. Jika kebiasaan merokok dilakukan oleh
penderita hipertensi, risiko terhadap stroke menjadi berlipat atau 4 kali lebih tinggi
dibanding yang bukan perokok.
Dampak buruk nikotin sebagai pemicu stroke tidak perlu diragukan lagi.
Nikotin meningkatkan pembentukan plak di arteri, penyebab arterosklerosis, melalui
stimulasi yang berlebihan pada asteilkolin dan reseptor glutamat dalam waktu lama
sehingga memicu keracunan otak (eksitotoksisitas), serta menurunkan jumlah O2 dan
meningkatkan jumlah CO2 dan CO yang diantarkan ke otak sehingga otak mengalami
defisit O2.
Penelitian kasus kontrol pada pasien di 100 rumah sakit di India menemukan
sebanyak 49% penderita stroke adalah perokok dan faktor risiko stroke berhubungan
dengan kebiasaan merokok, dengan OR= 2,42. Hasil penelitian Prasad, et al (2010)
juga menemukan bahwa merokok, obesitas, diabetes dan hipertensi memiliki
hubungan dengan penyakit stroke pada kelompok usia muda (Sorganvi, et al, 2014).

h. Kebiasaan Mengonsumsi Alkohol
Sejumlah otoritas kesehatan sepakat menyatakan alkohol sebagai zat
berbahaya bagi kesehatan. Berbagai dampak buruk terjadi ketika darah tercemar oleh
alkohol. Alkohol masuk dalam daftar zat terlarang penyebab stroke. Darah yang
mengandung alkohol dapat merusak jaringan tubuh terutama hati, menyebabkan
trombosis, memicu stres, menyebabkan arteri menjadi tidak lentur, menganggu ritme
sirkadian tubuh terutama menyebabkan gangguan tidur, menurunkan fungsi memori
dan meningkatkan kadar gula dan lemak darah. Serentetan kondisi buruk tersebut
sangat berisiko memicu stroke. Faktanya, stroke banyak dialami oleh para penikmat
alkohol.
Rantakomi (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hipertensi,
obesitas dan kebiasaan minum alkohol merupakan faktor risiko terjadinya stroke.
Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan risiko kematian stroke . Risiko kematian
stroke akan meningkat pada orang yang mengkonsumsi alkohol
≥ 2,5 kali per
minggu.
i. Olahraga
Olahraga memiliki seribu satu manfaat, antara lain menjauhkan seseorang
dari stroke. Dengan berolah raga, seluruh sistem yang bekerja di dalam tubuh menjadi
lebih aktif, tekanan darah stabil, terhindar dari stres, serta penyakit metabolik yang
memicu stroke, seperti diabetes, obesitas, dislipidemia dan hiperurisemia yang dapat
dicegah. Singkatnya, seluruh faktor-faktor risiko stroke yang bersifat tidak tetap dapat
disingkirkan dengan rutin berolahraga. Penelitian O’Donnell (2010) pada 22 negara

menunjukkan bahwa kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko stroke. Ia
mengatakan bahwa mempromosikan olahraga dapat menurunkan angka kejadian
stroke.
j. Kadar Hematokrit
Kadar hematokrit (HMT) yang tinggi menjadi petunjuk bahwa persentase
kandungan zat padat lebih tinggi dibanding zat cair yang menyusun darah. Kondisi
seperti ini terjadi perembesan cairan keluar dari pembuluh darah sementara jumlah
zat padat tetap. Semakin tinggi kadar hemtokrit menyebabkan darah semakin kental.
Disertai atau tanpa disertai faktor risiko stroke memiliki kadar hematokrit yang
tinggi. Insan pacsa stroke yang memiliki kadar hematokrit tinggi berbahaya bagi
keselamatan jiwanya, setidaknya memperburuk dampak stroke yang sedang
dialaminya. Kadar hematokrit menjadi salah satu tes yang harus dilakukan oleh
mereka yang berpotensi mengalami stroke, TIA dan pasca stroke.
k. Kadar Fibrinogen
Seseorang dengan kadar fibrinogen tinggi memiliki darah yang kental
(mengalami trombosis), fibrinogen merupakan faktor penggumpal darah. Darah yang
kental hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga pasokan oksigen yang masuk ke
sel, termasuk sel otak, hanya sedikit. Itulah sebabnya mereka yang memiliki kadar
fibrinogen tinggi perlu waspada terhadap risiko stroke yang ada dalam dirinya.

l. Konsumsi Obat-obat Bebas dan Psikotropika
Konsumsi obat-obatan terlarang dapat meningkatkan denyut jantung,
mengacau irama jantung, serta meningkatkan tekanan darah. Psikotropika khususnya
mariyuana menyebabkan tekanan darah meningkat dan menurun secara cepat,
sehingga merusak keutuhan pembuluh darah otak. Selain itu, stres neurologis juga
merupakan dampak buruk lain yang disebabkan konsumsi obat-obatan terlarang.
Inilah sederetan kejadian buruk yang berisiko memicu stroke.
m. Cedera pada Leher dan Kepala
Kecelakaan yang menyebabkan cedera pada leher dan kepala merupakan
kejadian buruk yang berisiko tinggi sebagai penyebab stroke hemoragik. Pasalnya,
trauma pada leher menyebabkan pembuluh darah yang menuju otak mengalami
tekanan sehingga menimbulkan perdarahan. Pada kasus lainnya, robeknya pembuluh
karotid merupakan pemicu stroke hemoragik yang paling umum terjadi.
n. Kontrasepsi Berbasis Hormon
Perubahan keseimbangan hormon reproduksi dapat memicu penyakitpenyakit metabolik yang merupakan faktor risiko stroke yang bersifat tidak tetap.
Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi telah dinyatakan tidak aman
karena menimbulkan beragam dampak buruk bagi wanita yang mengonsumsinya,
termasuk sebagai penyebab stroke. Banyak insiden stroke iskemik dialami oleh
pengguna pil KB yang memiliki kandungan estrogen tinggi.

o. Stres
Ketika seseorang mengalami stres, maka selanjutnya tubuh meresponsnya
dengan cara mengeluarkan hormon stres dan kemudian mengalami gejolak molekul
penghantar pesan (neurotransmiter) tertama adrenalin dan noradrenalin. Stres
merangsang

otak

mengeluarkan

hormon

aldosteron,

kortisol,

vasopresin,

adenokortikotropin dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone). Sejalan dengan
peningkatan produksi hormon stres, denyut jantung semakin cepat, pembuluh darah
bervasokonstriksi, darah menggumpal, serta terjadi peningkatan kadar gula dan lemak
darah. Kondisi-kondisi buruk tersebut di atas itulah yang berisiko tinggi sebagai
penyebab stroke.
Penelitian cross-sectional Stewart (2001) di Inggris menunjukkan hubungan
antara depresi dengan kejadian stroke. Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan
bahwa orang yang mampu mengelola stres yang dideritanya mengurangi stroke
sebesar 24%. Kesimpulan tersebut dihasilkan para peneliti setelah mengikuti riwayat
kesehatan 20.000 orang selama 7 tahun (Wiwit, 2010).
p. Hiperhomosisteinemia
Kadar homosistein yang tinggi dijadikan sebagai penanda tingkat risiko
seseorang terhadap penyakit jantung koroner. Kondisi yang sama juga meningkatkan
risiko mendapat serangan stroke. Patofisiologi aterogenesis pada penderita
hiperhomosisteinemia terkait dengan efek yang ditimbulkannya terhadap endotel.
Trombosit dan faktor pembekuan darah. Secara singkat, hiperhomosisteinemia
merupakan faktor risiko aterosklerosis dan aterotrombosis.

q. Kadar Lp (a)
Mereka yang memiliki kadar Lp (a) tinggi berisiko tinggi mengalami
aterosklerosis, penyakit jantung koroner (PJK/CHD), celebrovaskular disease (CVD)
dan rawan mendapat stroke. Pasalnya, kadar Lp (a) yang tinggi memicu
trombogenesis, meningkatkan laju inflamasi karena lipoprotein ini bersifat proinflamasi terhadap fosfolipid pada dinding pembuluh darah, serta mendorong
terjadinya proliferasi otot polos. Kondisi tersebut merupakan kondisi buruk yang
berpotensi memicu stroke.
r. Kadar fosfolipase
Fosfolipase adalah enzim yang bertugas mengatalis hidrolisis ikatan ester
spesifik pada fosfolipida. Adapun fosfolipida merupakan bentuk lipid utama dalam
membran sel. Dengan kadar fosfolipase yang tinggi akan memicu kerusakan
membran sel. Inilah permulaan buruk yang merupakan salah satu faktor yang berisiko
memicu terjadinya stroke.
s. Mendengkur
Mendengkur termasuk gangguan tidur terkait dengan terganggunya jalan
saluran napas pada saat tidur. Hal tersebut disebabkan penyempitan saluran napas
karena kelainan pada hidung sampai kerongkongan sehingga aliran oksigen menuju
paru-paru terganggu. Selanjutnya darah mengalami defisit oksigen, sehingga pasokan
oksigen yang dibutuhkan jantung dan otak pun akhirnya tidak terpenuhi dan
berpeluang memicu serangan stroke. Penurunan kadar oksigen dalam darah tersebut
dinamakan hipoksemia.

2.2.5. Pencegahan Stroke
Menurut Bustan (2007), di antara sekian banyak faktor risiko stroke,
hipertensi dianggap yang paling berperan. Intervensi terhadap hipertensi dibuktikan
mampu mempengaruhi penurunan stroke dalam komuniti. Namun demikian upaya
pencegahan stroke tidak semata ditujukan kepada hipertensi stroke. Ada pendekatan
yang menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan dengan 4 faktor utama yang
mempengaruhi penyakit (gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan).
1. Pencegahan Primer:
a. Gaya hidup: reduksi stres, makan rendah garam, lemak dan kalori, olahraga,
tidak merokok, dan vitamin.
b. Lingkungan: kesadaran atas stres kerja.
c. Biologi: perhatian terhadap faktor risiko biologis (jenis kelamin, riwayat
keluarga), efek aspirin.
d. Pelayanan kesehatan: health education dan pemeriksaan tensi.
2. Pencegahan Sekunder:
a. Gaya hidup: managemen stres, makanan rendah garam, berhenti merokok,
penyesuaian gaya hidup.
b. Lingkungan: penggantian kerja jika diperlukan, konseling keluarga.
c. Biologi: pengobatan yang patuh dan cegah efek samping.
d. Pelayanan kesehatan: pendidikan pasien dan cegah efek samping.

3. Pencegahan Tersier:
a. Gaya hidup: reduksi stres, olahraga ringan, berhenti merokok.
b. Lingkungan: jaga keamanan dan keselamatan dan dukungan keluarga.
c. Biologi: kepatuhan berobat, terapi fisik dan terapi bicara.
d. Pelayanan kesehatan: emergency medical technic, asuransi.

2.3. Landasan Teori
Faktor risiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan. Faktor yang tidak

dapat

dikendalikan yaitu genetik, cacat bawaan, usia, gender dan riwayat penyakit dalam
keluarga. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan yaitu obesitas, hipertensi,
hiperlipidemia, hiperurisemia, penyakit jantung, atrial fibrilation, diabetes, merokok,
alkohol, malas berolahraga, kadar hematokrit tinggi, kadar fibrinogen tinggi,
konsumsi obat-obatan, cedera pada kepala dan leher, kontrasepsi berbasis hormon,
stres, hiperhomosisteinemia, kadar Lp (a) tinggi, kadar fosfolipase tinggi dan
mendengkur. Landasan teori secara sistematik dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut.

Faktor yang Tidak
Dapat Dikendalikan:
Genetik, cacat bawaan,
usia, gender, riwayat
penyakit dalam keluarga

Faktor yang Dapat
Dikendalikan:
Obesitas, hipertensi,
hiperlipidemia,
hiperurisemia, penyakit
jantung, atrial fibrilation,
diabetes, merokok, alkohol,
olahraga, kadar hematokrit
tinggi, kadar fibrinogen
tinggi, konsumsi obatobatan, cedera pada kepala
dan leher, kontrasepsi
berbasis hormon, stres,
hiperhomosisteinemia,
kadar Lp (a) tinggi, kadar
fosfolipase tinggi,
mendengkur
Sumber: Lingga, 2013 dan Kemenkes RI, 2013
Gambar 2.1. Landasan Teori

Penyakit
Stroke

2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori di atas, maka kerangka konsep penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Variabel Bebas

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Variabel Terikat

Hipertensi
Diabetes Mellitus
Merokok
Obesitas
Alkohol
Riwayat penyakit
dalam keluarga
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Stroke