Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Keterampilan Perawat Terhadap Keselamatan Pasien Di RSU H.Sahudin Kutacane

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN

DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE

TESIS

Oleh

LASTRIANA FITRI 077013016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN

DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

LASTRIANA FITRI 077013016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE

Nama Mahasiswa : Lastriana Fitri Nomor Induk Mahasiswa : 077013016

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD, KP-KAI, Sp.MK)

         

Ketua

 

(Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes)

     

Anggota

 

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 2 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD, KP-KAI, Sp.MK Anggota : 1. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes

2. Masnely Lubis, S.Kep, M.A.R.S 3. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S


(5)

PERNYATAAN

 

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN

DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010


(6)

ABSTRAK

Berdasarkan data dan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap perawat di ruang interna RSU.H.Sahudin pada bulan April tahun 2009 diketahui bahwa terdapat masih banyak kasus keselamatan pasien di RSU.H.Sahudin yang diperkirakan mencapai 10% dari seluruh pasien pada bulan Januari hingga Desember 2009 yang berjumlah 1386 pasien. Adapun kasus yang pernah terjadi di antaranya adalah salah pemberian obat dan infeksi nosokomial. Hal ini diduga terkait dengan kurangnya pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien.

Jenis penelitian ini menggunakan survei explanatory, yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU H. Sahudin kutacane. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap yang berjumlah 50 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap perawat terhadap keselamatan pasien. Tidak ada pengaruh pengetahuan dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien. Faktor yang paling dominan yang memengaruhi keselamatan pasien adalah sikap perawat.

Disarankan kepada Kepala RSU.H.Sahudin untuk meningkatkan Program pelatihan mengenai penatalaksanaan keselamatan pasien bagi perawat sesuai dengan standar pelatihan, manajemen kompensasi melalui pemberian reward kepada perawat terhadap upaya melaksanakan keselamatan pasien, serta memfasilitasi sarana dan prasarana terselenggaranya praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien.


(7)

ABSTRACT

Based on the data and early survey conducted by the researcher towards nurses in the internal unit of the public hospital H. Sahudin in April 2009, it was found that there were many cases involving patient safety at the public hospital which was estimated to reach the amount of 10% of the total patients (1,386 people) from January to December 2009. Some of the cases included wrong medicine administration and nosocomial infection. This could have happened presumably due to the nurses’ lack of knowledge, attitude and skill about patient safety.

This research used an explanatory survey which was intended to analyze the

influence of knowledge, attitude and skill of the nurses on patient safety at the H. Sahudin Kutacane hospital. The population of this research involved 50 nurses

serving in the inpatient ward. All of them were selected to be sample of the research. The data were obtained by interview with questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression test.

The research showed that the nurses’ attitude had an influence on the patient safety. The nurses’ knowledge and skill did not have influence on the patient safety. The dominant factor influenced the patient safety was the attitude of the nurses.

It is recommended that the chief of public hospital of H. Sahudin to improve the training programs about patient safety management for the nurses based on the training standards, compensation management through a provision of rewards to the nurses in their attempts to implement patient safety procedures as well as providing the facilities and infrastructures.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Perawat terhadap Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane” ini.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam Penyelesaian tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Dr. Drs. Surya Utama, M.S yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk ikut menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. H. Azhar Tanjung, Sp.PD, KP-KAI, Sp.MK dan Ir. Zuraidah


(9)

Nasution, M.Kes sebagai pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

Selanjutnya terima kasih juga saya ucapkan kepada :

- Masnely Lubis, S.Kep, M.A.R.S dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

- Bupati Kabupaten Aceh Tenggara yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

- Kepala Rumah Sakit Umum H. Sahudin Kutacane, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

- Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada keluarga besar ayahanda H. Syeh Saman dan ibunda Hj. Siti Asmah, keluarga besar ayah mertua H. Suhatrir


(10)

dan ibu mertua Hj. Seridjah yang telah memberikan dukungan moril serta doa selama penulis menjalani pendidikan.

Teristimewa buat suami saya yang tercinta dan tersayang dr. Kas Mulyadi serta ananda Zaidan Ataya, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi rumah sakit dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2010 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Lastriana Fitri, lahir pada tanggal 14 Juni 1983 di Kotacane Kabupaten Aceh Tenggara, beragama Islam, bertempat tinggal di Blang Kejeren Kabupaten Gayo Luwes. Menikah dengan dr. Kas Mulyadi pada tanggal 6 Januari 2008 dan dikarunia satu orang putra, yang bernama Zaidan Ataya.

Pendidikan, SDN Pulo Latong (1995), MTsN Kutacane (1998), SPK Kesdam I / BB Medan (2001), PSIK Mutiara Indonesia Medan (2006).

Pegawai Negeri Sipil pada Rumah Sakit Umum H. Sahudin Kutacane (2004-sekarang).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Keselamatan Pasien ... 7

2.2. Perilaku... 38

2.3. Pengetahuan (Knowledge)... 39

2.4. Sikap (Attitude)... 41

2.5. Keterampilan ... 43

2.6. Rumah Sakit ... 43

2.7. Landasan Teoritis ... 53

2.8. Kerangka Konsep ... 55

BAB 3 METODE PENELITIAN... 56

3.1. Jenis Penelitian ... 56

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 56

3.3. Populasi dan Sampel... 56

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 60

3.6. Metode Pengukuran ... 62

3.7. Metode Analisis Data ... 65

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 68

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 68

4.2. Hasil Penelitian... 69

4.3. Analisis Bivariat ... 82


(13)

BAB 5 PEMBAHASAN... 87

5.1. Pengaruh Karakteristik Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 87

5.2. Pengaruh Pengetahuan Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 88

5.3. Pengaruh Keterampilan Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 89

5.4. Pengaruh Sikap Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 91

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 93

6.1. Kesimpulan... . 93

6.2. Saran ... . 93

DAFTAR

 

PUSTAKA

... .

  

95

 


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Distribusi Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)... 4 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Perawat RSUD

H. Sahudin Kutacane... 71 4.2. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pengetahuan Perawat dalam

Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi

pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane ... 73 4.3. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Pengetahuan Perawat

dalam Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin

Kutacane... 74 4.4. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Keterampilan Perawat dalam

Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi

pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane ... 75 4.5. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Keterampilan Perawat

dalam Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin

Kutacane... 76 4.6. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Sikap Perawat Terhadap Upaya

Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada

Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane... 77 4.7. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Sikap Perawat

Terhadap Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin

Kutacane... 77 4.8. Gambaran Responden Berdasarkan Upaya Pengembangan Praktik

Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU


(15)

4.9. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien

di RSU H. Sahudin Kutacane... 81 4.10. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Upaya Pengembangan

Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien

di RSU H. Sahudin Kutacane... 82 4.11. Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Pengembangan Praktik

Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU

H. Sahudin Kutacane... 83 4.12. Hubungan Keterampilan dengan Upaya Pengembangan Praktik

Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU

H. Sahudin Kutacane... 83 4.13. Hubungan Sikap Terhadap Upaya Pengembangan Praktik

Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU

H. Sahudin Kutacane... 84 4.14. Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 85


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Diagram Proses Komunikasi ... 16 2.2. Kerangka Konsep ... 55


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Persetujuan Responden... 99

2. Kuesioner………... 100

3. Hasil Statistik...………. 111


(18)

ABSTRAK

Berdasarkan data dan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap perawat di ruang interna RSU.H.Sahudin pada bulan April tahun 2009 diketahui bahwa terdapat masih banyak kasus keselamatan pasien di RSU.H.Sahudin yang diperkirakan mencapai 10% dari seluruh pasien pada bulan Januari hingga Desember 2009 yang berjumlah 1386 pasien. Adapun kasus yang pernah terjadi di antaranya adalah salah pemberian obat dan infeksi nosokomial. Hal ini diduga terkait dengan kurangnya pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien.

Jenis penelitian ini menggunakan survei explanatory, yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU H. Sahudin kutacane. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap yang berjumlah 50 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap perawat terhadap keselamatan pasien. Tidak ada pengaruh pengetahuan dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien. Faktor yang paling dominan yang memengaruhi keselamatan pasien adalah sikap perawat.

Disarankan kepada Kepala RSU.H.Sahudin untuk meningkatkan Program pelatihan mengenai penatalaksanaan keselamatan pasien bagi perawat sesuai dengan standar pelatihan, manajemen kompensasi melalui pemberian reward kepada perawat terhadap upaya melaksanakan keselamatan pasien, serta memfasilitasi sarana dan prasarana terselenggaranya praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien.


(19)

ABSTRACT

Based on the data and early survey conducted by the researcher towards nurses in the internal unit of the public hospital H. Sahudin in April 2009, it was found that there were many cases involving patient safety at the public hospital which was estimated to reach the amount of 10% of the total patients (1,386 people) from January to December 2009. Some of the cases included wrong medicine administration and nosocomial infection. This could have happened presumably due to the nurses’ lack of knowledge, attitude and skill about patient safety.

This research used an explanatory survey which was intended to analyze the

influence of knowledge, attitude and skill of the nurses on patient safety at the H. Sahudin Kutacane hospital. The population of this research involved 50 nurses

serving in the inpatient ward. All of them were selected to be sample of the research. The data were obtained by interview with questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression test.

The research showed that the nurses’ attitude had an influence on the patient safety. The nurses’ knowledge and skill did not have influence on the patient safety. The dominant factor influenced the patient safety was the attitude of the nurses.

It is recommended that the chief of public hospital of H. Sahudin to improve the training programs about patient safety management for the nurses based on the training standards, compensation management through a provision of rewards to the nurses in their attempts to implement patient safety procedures as well as providing the facilities and infrastructures.


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Visi Indonesia sehat merupakan pandangan dalam mencapai derajat kesehatan bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering terjadi perubahan tetapi pada visi 2010-2014 diharapkan terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Dalam melaksanakan visi yang ada, keperawatan sebagai profesi dalam bidang kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang profesional dan berorientasi pada paradigma keperawatan yang dimiliki (Depkes, 2000).

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bagian kelima menjelaskan tentang Keselamatan Pasien yaitu

Pasal 43 ayat (1) rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien, (2) standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

melalui pelaporan insiden, menganalisa dan menerapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan (Cyber

Kebumen.http://blogger.kebumen).

Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan upaya keselamatan pasien di rumah sakit merupakan sebuah gerakan yang universal. Berbagai negara maju bahkan telah menggeser paradigma ”kualitas” kearah paradigma baru ”kualitas-keselamatan”. Ini berarti bukan hanya mutu pelayanan yang harus ditingkatkan tetapi yang lebih


(21)

penting lagi adalah menjaga keselamatan pasien secara konsisten dan terus menerus (Budihartono, 2006).

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan pasien dan proses penyembuhan yang berlangsung sesuai dengan standar praktik keperawatan. Dimana salah satu petunjuk pengukuran kualitas layanan kesehatan adalah pencatatan keselamatan pasien (Nurachmah, 2007).

Keperawatan memberikan pelayanan di rumah sakit selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu, serta mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk peningkatan pelayanan rumah sakit juga diikuti upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan (Gillies, 1996).

Pelayanan keperawatan di rumah sakit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, yang diberikan dalam bentuk asuhan keperawatan, dilakukan melalui proses pengkajian terhadap penyebab utama tidak terpenuhi kebutuhan dasar manusia, penentuan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan pengevaluasian. Seluruh proses diatas disebut proses keperawatan (Ali, 2002).

Di Amerika Serikat menurut Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa sistem keselamatan pasien sudah mulai berkembang sejak tahun 2000, diantaranya


(22)

adalah sistem pelaporan insiden, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset. Di Australia berdasarkan penelitian mengenai kualitas pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa; dari total sampel 31.000 data tahun 1984, 3,7% dampak kejadian (14% fatal) dan 1:4 dampak kejadian dari kelalaian medis.

Survei Internasional dari 5 negara (survei pasien dewasa yang sakit dirawat) menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah dibuat, 11% percaya terjadi kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa masalah kesehatan yang serius diderita disebabkan oleh kesalahan dalam pelayanan/perawatan (Communio Lectures, Ramsay Health Care Clinical Governance Unit, 2002).

Berdasarkan hasil survei di bidang keperawatan rumah sakit Sanglah Bali, dari total sampel 236 tenaga keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%) melakukan kesalahan pemberian obat (Ramsay Health Care Unit, 2005).

Menurut penelitian yang dilakukan Zuidah di rumah sakit umum Haji Medan (2006) yang berjudul hubungan pengetahuaan, sikap dan tindakan pemasangan kateter untuk mencegah nosokomial ISK, ditemui ada hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan pemasangan kateter untuk mencegah nosokomial ISK, dari 30% responden dengan pengetahuan baik, 75% diantaranya melakukan tindakan dengan baik dan 25% buruk.


(23)

Data laporan tahunan dari sub bagian keperawatan rumah sakit umum H.Sahudin terhadap pelayanan keperawatan di ruang rawat inap pada tahun 2008 terdapat beberapa keluhan pasien anatara lain:

a. Pemberian obat kepada pasien tidak tepat waktu b. Perawat kurang ramah

c. Perawat kurang tanggap terhadap keluhan pasien d. Perawat kurang terampil dalam melayani pasien, dan e. Perawat lambat dalam melayani pasien.

Data beberapa keluhan diatas diasumsikan salah satu penyebab pasien PAPS (Pulang Atas Permintaan Sendiri) dengan data sebagai berikut (Tabel 1.1):

Tabel. 1.1. Distribusi Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

No Ruang Rawat Inap 2008 2009

1 VIP 7 5

2 Penyakit Dalam 26 19

3 Bedah 16 12

4 Anak 5 3

Sumber: Subbag Keperawatan RSU.H.Sahudin Kutacane

Ketidaknyamanan pasien merupakan salah satu hal yang mendorong pasien untuk pulang sebelum sembuh, dari data-data keluhan pasien diatas sangat berhubungan dengan keselamatan pasien, dimana pasien yang merasa aman serta nyaman merupakan wujud pelayanan dan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar dan jauh dari resiko cedera.


(24)

Kasus keselamatan pasien di RSU.H. Sahudin diperkirakan mencapai 10% dari seluruh pasien yang dirawat inap dari bulan Januari sampai Desember 2009 yang berjumlah 1386 pasien. Adapun kasus yang pernah terjadi adalah kejadian yang tidak diinginkan seperti: salah pemberian obat yang mencapai 2%, infeksi nosokomial sekitar 5% dan kasus lainnya sekitar 3% (Rekam Medik RSU H. Sahudin, 2009).

Berdasarkan data RSU H.Sahudin diperkirakan masalah mutu pelayanan rumah sakit terkait berbagai aspek manajerial RS, namun yang relatif dominan adalah bidang keselamatan pasien dan kurangnya sarana dan prasarana kesehatan penunjang keselamatan pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat ruang internal RSU.H.Sahudin (April, 2009), diperkirakan masalah keselamatan pasien rumah sakit terkait dengan: (1) Kurangnya pengetahuan perawat, (2) Kurangnya keterampilan, (3) Kurangnya sikap terhadap keselamatan pasien.

Berdasarkan paparan di atas, maka dalam penelitian ini pengembangan praktik keperawatan diukur dari aspek karakteristik, pengetahuan, ketrampilan dan sikap perawat terhadap keselamatan pasien.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang banyaknya kejadian yang tidak diinginkan (KTD), dan keluhan pasien rawat inap terhadap pelayanan keperawatan yang masih


(25)

belum sesuai standar, dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut: ada pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU. H Sahudin.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU. H.Sahudin.

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU.H. Sahudin Kutacane.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi manajemen rumah sakit, sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pihak rumah sakit untuk mengembangkan program peningkatan keselamatan pasien dan sebagai masukan untuk perawat dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit

b. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen administrasi rumah sakit.

c. Bagi penelitian selanjutnya, secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan Pasien 2.1.1. Pengertian

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.

Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006).

Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan (KTD), serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).

2.1.2. Tujuan Keselamatan Pasien

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya adalah : a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit


(27)

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh RS-RS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit

baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien tersebut adalah:

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit.


(28)

2. Pastikan Identfikasi Pasien.

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada sat serah terima.

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah


(29)

sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai


(30)

“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).

Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai

Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.


(31)

9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial

diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

2.1.3. Tehnik Pemberian Obat

Perawat profesional mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pemberian obat. Untuk dapat memberikan obat secara benar dan efektif, perawat harus mengetahui tentang indikasi, dosis, dan cara pemberian obat dan efek samping yang mungkin terjadi dari setiap obat yang diberikan (Priharjo, 1995).

Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai ia benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi, maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru tentang obat-obatan.


(32)

Sebelum memberikan suatu obat, maka perawat harus yakin bahwa obat tersebut benar-benar diorderkan oleh dokter. Dalam hal ini perawat berpegang pada prinsip lima benar yang meliputi: benar ordernya, benar obatnya, benar pasiennya, benar cara pemberiannya dan benar waktu pemberiannya.

Perawat mempunyai peranan dalam melakukan pengkajian secara berkelanjutan, perawat harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang farmakologi obat yang diberikan kepada pasien sehingga dapat mengobservasi keefektivitasan obat dan mendeteksi adanya kemungkinan toksisitas (Priharjo, 1995). Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk diminum atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan (http;//nersdora.multiply.com).

2.1.4. Identifikasi Pasien

Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain (www.ranocenter.net).

Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan: 1. Mengenali secara fisik:


(33)

a. Melihat wajah/fisik seseorang secara umum b. Membandingkan seseorang dengan gambar/foto 2. Memperoleh keterangan pribadi antara lain

a. Nama b. Alamat c. Agama

d. Tempat/Tanggal lahir e. Tanda tangan

f. Nama orang tua/Suami/Istri dsb.

3. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan pribadi, dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat dipercaya berupa KTP, Pasport, SIM dsb.

Masalah-masalah yang timbul akibat dari kesalahan identifikasi akan menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan waktu, tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat/tindakan dsb.

Sebaiknya identifikasi pasien dilakukan sebelum pasien diperiksa/dirawat, oleh karena itu sedapat mungkin keterangan-keterangan dapat diminta langsung kepada pasien sendiri, tetapi bila tidak mungkin dapat dimintakan keterangan kepada famili atau teman terdekat yang ada. Pengumpulan data identifikasi dirumah sakit sebaiknya dilakukan dengan cara wawancara dan pengisian formulir dan akan lebih


(34)

baik bila didukung dengan keterangan-keterangan lain yang bersifat legal, misalnya KTP, Pasport, SIM dsb (www.ranocenter.com).

2.1.5. Komunikasi Keperawatan

Komunikasi merupakan proses yang sangant khusus dan berarti dalam berhubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (M. Jenny, 2003).

Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model yang digunakan dalam menjelaskan bagaimana cara organisasi dan orang berkomunikasi. Dasar model umum proses komunikasi terlihat pada gambar dibawah ini, yang menunjukkan bahwa setiap komunikasi pasti ada pengirim pesan dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis maupun non verbal.

Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal, dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal meliputi: nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stres pengirim pesan, sedangkan faktor eksternal meliputi: keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor internal dan faktor eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada.


(35)

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Tertulis

Verbal

Komunikator

Pesan

Non verbal

Faktor Internal

Komunikan Faktor eksternal

Gambar 2.1. Diagram Proses Komunikasi (Marquis & Huston, 1998) 2.1.5.1. Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan

Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi (1) komun ikasi saat timbang terima; (2) interview/anamnesis; (3) komunikasi melalui komputer; (4) komunikasi rahasia pasien; (5) komunikasi melalui sentuhan; (6) komunikasi dalam pendokumentasian; (7) komunikasi antara perawat dengan tim kesehatan lainnya; (8) komunikasi antara perawat dan pasien.


(36)

1. Komunikasi Saat Timbang Terima

Pada saat timbang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dilakukan intervensi dan yang belum, serta respons pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan bersama dengan perawat lainnya, dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien. Cara ini lebih efektif dari pada harus menghabiskan waktu orang lain untuk membaca, dan membantu perawat dalam menerima timbang terima secara nyata.

2. Anamnesis

Anamnesis atau wawancara kepada pasien merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh perawat kepada pasien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan (proses keperawatan). perawat melakukan anamnesis kepada pasien, keluarga, dokter dan tim kerja lainnya.

3. Komunikasi Melalui Komputer

Komputer merupakan suatu alat komun ikasi cepat dan akurat pada manajemen keperawatan saat ini. Penulisan data-data klien dalam komputer akan mempermudah perawat lain dalam mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan intervensi yang akurat. Melalui komputer, informasi-informasi terbaru dapat cepat diperoleh dengan menggunakan internet, bila perawat mengalami kesul;itan dalam menangani masalah klien.


(37)

4. Komunikasi Tentang Kerahasiaan.

Pasien yang masuk dalam sistem pelayanan kesehatan menyerahkan rahasia dan rasa percaya kepada institusi. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema dalam menyimpan rahasia pasien, di satu sisi dia membutuhkan informasi dengan menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, di lain pihak dia harus memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapapun. 5. Komunikasi Melalui Sentuhan

Komunikasi melalui sentuhan kepada pasien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara pasien dengan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat juga dapat berguna sebagai terapi bagi pasien, khususnya pasien dengan depresi, kecemasan, dan kebingungan dalam mengambil suatu keputusan. Tetapi yang perlu dicatat dalam sentuhan tersebut adalah perbedaan jenis kelamin antara perawat dan pasien, dalam situasi ini perlu adanya persetujuan.

6. Dokementasi Sebagai Alat Komunikasi.

Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi keperawatan dalam memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan lainnya, dan merupakan dokumen paten dalam penberian asuhan keperawatan.

Menurut Nursalam (2002) kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan, maka perawat dapat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran. Dalam kenyataannya, dengan semakin kompleksnya pelayanan keperawatan dan


(38)

peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya, dan menjelaskan apa yang sudah, sedang dan akan dikerjakan perawat.

7. Komunikasi Perawat Dan Tim Kesehatan Lainnya.

Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar perawat dan tim kesehatan lainnya: dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan lain-lain. Pengembangan model praktik keperawatan profesional merupakan sarana peningkatan komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya.

2.1.6. Keperawatan Perioperatif

Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktifitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang menggangu pasien.

Pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi (http://athearobiansyah.bogspot.com).


(39)

Dalam pencapaian hasil terbaik bagi pasien diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerjasama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi: 1). Ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, 2). Ahli bedah dan asisten yang melakukan scub dan pembedahan, 3). Perawat intra operatif.

Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktifitas selama pembedahan (http://athearobiansyah.bogspot.com).

Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assistant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara Amerika utara dan Eropa. Namun demikian praktikny di Indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan didaerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostasis.

Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dabn perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokternya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahann, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit,


(40)

syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.

2.1.7. Cairan Elektrolit Pekat (Consentrated)

Farmakope Indonesia (1995) menyebutkan, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu; (1) obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, (2) sediaan padat kering atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama dan bentuknya, (3) sediaan mengandung satu atau lebih zat padat, pengencer atau bahan tambahan lain, (4) sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal, (5) sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

Cara kerja menyiapkan obat dari ampul dan vial: 1. Siapkan peralatan meliputi:

a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril b. Kapas alkohol

c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan d. Air steril atau normal salin bila diperlukan e. Kassa pengusap


(41)

g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan

2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah akurat.

3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan kemudian buka dengan cara sebagai berikut:

a. Untuk ampul; pegang ampul dan bila cairan obat banyak terletak dibagian kepala, jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga obat turun ke bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil kassa steril letakkan diantara ampul dan ibu jari dengan jari-jari anda kemudian patahkan leher ampul ke arah berlawanan dengan anda.

b. Untuk vial; bila perlu campur larutan dengn memutar-mutar vial dalam genggaman anda (bukan dengan mengocok). Buka logam penyegel kemudian disinfeksi karet vial dengan kaapas alkohol 70%.

4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut:

a. Untuk obat dalam ampul; sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka penutup jarum kemudian secara hati-hati masukkan jarum yang terpasang pada spuit ke dalam ampul dan hisap cairan sesuai yang dibutuhkan. Bila spuit akaan digunakan untuk injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa.

b. Untuk obat dalam vial; pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup jarum dan tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit. Secara hati-hati tusukkan jarum ditengah karet penutup vial lalu maasukkaan udara. Pertahankan jarum tidak menyentuh cairan obat sehingga udara tidak


(42)

membuat gelembung. Pegang vial sejajar dengan mata lalu tarik obat secukupnya secara hati-hati. Tarik spuit dari vial kemudian tutup jarum dengan kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan jarum biasa.

c. Bila obat berbentuk (powder), bacalah cara penggunaannya. Obat injeksi bentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil. Untuk membuat larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap udara dalam vial yang berisi obat tersebut dengan spuit (kecuali untuk obat yang tidak diperbolehkan). Masukkan air steril atau cairan lain sesuai yang dibutuhkan ke dalamnya, kemudian putar-putar vial sampai obat menjadi larutan. Bila obat merupakan multidosis, beri label pada vial tersebut tentang tanggal dicampur, banyaknya obat dalam vial dan tanda tangan anda. Bila perlu disimpan, baca cara penyimpanan nya sesuai yang dianjurkan oleh pabrik farmasi.

d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka perawat harus berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial tersebut. Cara mencampur obat dari dua vial adalah: masukkan udara secukupnya pada vial A dan jaga jarum tidak menyentuh cairan. Lalu cabut jarum kemudian hisap udara secukupnya lalu masukkan pada vial B, hisap cairan obat dari B sesuai yang diperlukan kemudian cabut spuit tersebut. Ganti jarum kemudian tusuk kan pada vial A dan hisap cairan obat dari vial A sesuai yang diperlukan berikutnya cabut spuit dari vial A.


(43)

2.1.8. Akurasi Pemberian Obat Pada pengalihan Pelayanan

Pada pemindahan pasien/penglihan pelayanan dari suatu ruangan ke ruangan yang lain juga memerlukan tindakan pelaksanaan benar pasien yang terdiri dari memeriksa kembali identitas pasien, mencocokkan nama pasien dengan nama didalam rekam medis dan mencocokkan nama pasien yang tertera dalam etiket/lebel obat dengan identitas pasien (http://www.inapatientsafety.persi.or.id).

2.1.9. Pemasangan Kateter dan NGT (Naso Gastric Tube) 2.1.9.1. Pemasangan Kateter

Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan personil dalam memberikan asuhan kepada pasien.

Cara drainage urine yang lain seperti: kateter kondom, kateter suprapubik, kateterisasi selang seling (intermiten) dapat digunakan sebagai kateterisasi menetap bila memungkinkan.

2.1.9.2 Tehnik Pemasangan Kateter

1. Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter.

2. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril

3. Gunakan peralatan seperti sarung tangan, kain penutup duk, kain kasa dan anti septik untuk desinfeksi hanya untuk satu kali pemasangan.


(44)

4. Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah tarikan pada uretra.

2.1.9.3. Tindakan Pemasangan Kateter

Prosedur pemasangan (insersi), pencabutan, dan/atau penggantian kateter urine. Sebelum pemasangan kateter, periksa untuk memastikan kateter akan dipasang dengan alasan tepat.

2.1.9.4. Prosedur Pemasangan Kateter

a. Pastikan seluruh alat tersedia, kateter Indwelling steril dengan sistem drainase kontiniu tertutup atau didesinfeksi tingkat tinggi atau kateter lurus steril dan tempat pengumpulan urine yang bersih, semprit yang telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengisibalon pada kateter indwelling, sepasang sarung tangan steril atau didesinfeksi tingkat tinggi, larutan anti septik (khloriksidin glukonat 2% atau povidon iodine 10%), cunam dengan potongan kain kasa (2x2 cm) atau kuas kapas besar, paket minyak pelumas sekali pakai, sumber penerangan (lampu/senter) bila diperlukan, mangkuk untuk air hangat bersih, sabun, dan tempat sampah tertutup untuk pembuangan benda-benda terkontaminasi.

b. Sebelum memulai prosedur anjurkan pasien perempuan membuka labianya dan bersihkan dengan hati-hati bagian uretra dan bagian dalam labianya, anjurkan pasien laki-laki menarik kulupnya dan bersihkan dengan hati-hati kepala penis dan kulup (bila pasien sadarr dan keadaan umumnya baik).


(45)

c. Bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan dengan handuk kering yang bersih atau dengan udara. Sebaagai alternatif agar tangan tidak kelihatan kotor gunakan sekitar 1 sendok the, 5 ml larutan anti septik berbahan dasar lkohol tanpa air pada kedua tangan dan gosok dengan kuat diantara jari-jemari sampai kering.

d. Kenakan sarung tanagan steril atatu yang telah didesinfeksi tingkat tinggi pada kedua tangan.

e. Gunakan kateter kecil sesuai dengan sistem drainase yang baik.

f. Untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan (tangan yang dominan), berdiri disebelah kanan pasien (dan disebelah kiri bila dominan bertangan kiri)

g. Untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan menggunakan kuas kapas ataupun cunam dengan potongan kain kasa.

h. Untuk pasien laki-laki, tarik ke belakang kulup dan pegang kepala penis dengan tangan yang tidak dominan, kemudian bersihkan kepala penis dan saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa.

i. Apabila pemasangan kateter lurus, genggam kateter sekitar 5 cm (2 inci) dari ujung kateter dengan tangan yang dominan dan taruh ujung lainnya pada tempat pengumpulan lainnya.


(46)

j. Untuk perempuan, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 5-8 cm atau sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan 3 cm (1,5 inci).

k. Untuk laki-laki, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 18-22 cm (7-9 inci) atau sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan sekitar 5-8 cm. l. Apabila memasang kateter indwelling, tekan lagi sekitar 5 cm (2 inci) setelah

urine keluar dan hubungkan kateter ke tabung pengumpulan urine jika tidak memakai sistem tertutup.

m. Pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati-hati agar penolakan terasa dan lepaskan kateter indwelling dengan tepat pada paha (untuk perempuan) atau bagian bawah abdomen pada laki-laki.

n. Untuk kateter lurus (masuk dan keluar) biarkan urine keluar dengan perlahan ke dalam kantung pengumpulan dan kemudian cabut kateter.

o. Taruh benda-benda kotor, termasuk kateter lurus. Apabila akan dibuang masukkan kedalam kantong plastik atau kedalam kantong tahan bocor dan tutup kantung sampah.

p. Sebagai alternatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali, taruh pada larutan klorin 0,5 % dan rendam selama 10 menit untuk dekontaminasi.

q. Lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkan dan taruh keduanya dalam plastik atau tempat sampah.

r. Cuci tangan dengan sabun dan air (atau gunakan larutan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air).


(47)

2.1.9.5. Nasogastric Tube

Tindakan pemasangan selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah selang plastik (selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung, melewati tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung (http://en.wikipedia.org). 2.1.9.6. Defenisi NGT:

Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberi nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot (http://dying.about.com/glossary/g/NG_tube.htm). 2.1.9.7. Tujuan dan Manfaat Tindakan

Nasogastic Tube digunakan untuk:

1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung (cairan, udara, darah, racun)

2. Untuk memasukkan cairan (memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)

3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa sunstansi isi lambung

4. Persiapan sebelum operasi dengan general anasthesia

5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anasthesia).


(48)

2.1.9.8. Perencanaan Keperawatan Untuk Menghindari Beberapa Komplikasi 1. Komplikasi Mekanis

a) Agar sonde tidak tersumbat

Perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkaan air atau the sedikitnya tiap 24 jam, bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus harus dibersihkan setiaap 30 menit dengan menyemprotkan air atau teh.

b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi

Sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plaster yang baik tanpa menimbulkan posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+300).

2. Komplikasi Pulmonal aspirasi

a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi

b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna untuk mengontrol letak sonde tepat lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde.

3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde

a) Sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap pasien) panjaangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung sampai keujung distal sternum.


(49)

c) Sonde harus diletakkan dengan sempurna di sayap hidung dengaan plaster yang baik tanpa menimbulkan rasa sakit.

d) Perawat dan pasien harus ssetia kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah masih tetap tidak berubah (tergeser).

2.1.9.9. Pemasangan NGT

Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasoffaring klien kedalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

Pelaksanaan harus seorang profesional kesehatan yang berkompeten dalam prosedur dan praktek dalam pekerjaannya. Pengetahuan dan keterampilan dibutuhkan untuk melakukan prosedur dengan aman adalah :

1. Anatomi dan fisiologi saluran gastri-intestinal bagian atas dan sistem pernafasan.

2. Kehati-hatian dalam prosedur pemasangan dan kebijaksanaan penatalaksanaan NGT. Pengetahuan yang mendalam pada pasien (misalnya: perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat membuat sulitnya pemasangan NGT tersebut

2.1.9.10. Peralatan

1. Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien) 2. Pelumas/jelly


(50)

4. Stetoskop

5. Lampu senter/pen light 6. Klem

7. Handuk kecil 8. Tissue 9. Spatel lidah

10. Sarung tangan dispossible 11. Plaster

12. Kidney tray 13. Bak instrumen

2.1.9.11. Langkah Pemasangan a. Cuci tangan dan atur peralatan

b. Jika memungkinkan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga c. Identifikasi kebutuhan ukuran ngt klien

d. Bantu klien untuk posisi semifowler

e. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan (atau sisi kiri bila bertangan dominan kiri)

f. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal, minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yaang lain, bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas.


(51)

g. Tempatkan handuk mandi di atas dada klien, pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien.

h. Gunakan sarung tangan

i. Tentukan panjang selangyang akan dimasukkan dan ditandai dengan plaster.

j. Ukur jarak dari lubang hidung ketelinga, dengaan menempatkaan ujung melingkar slang pada daun telinga, lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum, tandai lokasi tonjolan sternum disepanjang slaang dengan plaster kecil.

k. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung paling bersih, pada saat memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut.

l. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan.

m. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa sat klien menelan, jika klien batuk atau slang menggulung ditenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya, diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam.

n. Ketika tanda plaster pada slang mencaapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi slang dan peeriksa penempaatannya, minta klien membuka mulut untuk melihat slang. Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan slang dan dorong udara


(52)

sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.

o. Untuk mengamankan slang, gunting bagian tengah plaster sepanjang 2 inci, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inci plaster pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plaster lilitan mengitari slang. p. Plasterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat

digunakan untuk memfiksasi slang.

q. Kurangi manipulasi atatu merubah posisi klien sewaktu memasukkan ngt, termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkancervical injuri karena manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melakukan prosedur. r. Stabilisasikan posisi kepala.

2.1.10. Alat Injeksi Sekali Pakai 2.1.10.1. Jarum Suntik

Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada tahun 1852, khususnya pada saat dikenalnya ampul gelas.

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak dapat diberikan secara subcutan, karena akan timbul rasa sakit dan iritasi.


(53)

2.1.10.2. Persyaratan dalam Larutan Injeksi

Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :

a. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan kimia dan sebagainya.

b. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi dan antarbahan obat dan material dinding wadah.

2.1.10.3. Intravena

Merupakan larutan yang mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. larutan ini biasanya isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan dan partikel padat, karena dapat menyumbat kaapiler dan menyebabkan kematian (www.blog-pharmacy.co.cc)

HIV/AIDS merupakan dua kata yang memiliki arti berbeda. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) adalah penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus tersebut diduga kuat berasal dari virus kera di Afrika yang telah mengalami mutasi. Jika seseorang terjangkit virus ini, maka tubuh manusia tidak mempunyai daya tahan, sehingga mudah diserang oleh


(54)

berbagai macam penyakit. Dianggap mematikan karena penderita AIDS pada umumnya terkena lebih dari satu penytakit (www.scribd.com)

Walaupun AIDS sangat mematikan, penularannya tidak semudah penularan virus lain. Virus HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa seperti jabat tangan, pelukan, batuk, bersin, peralatan makan dan mandi. Virus HIV dapat masuk melalui luka di kulit atau selaput lendir. Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual, tranfusi darah, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril, serta ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui. (www.scribd.com).

2.1.11. Kebersihan Tangan

Praktik kesehatan dan kebersihan tangan (cuci tangan dan cuci tangan bedah) dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan kotoran dan debu serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Hal ini tidak hanya terdiri dari sebagian besar organisme yang ditularkan melalui kontak dengan pasien dan lingkungan, tetapi juga sebagian besar organisme tetap yang hidup pada lapisan-lapisan kulit yang lebih dalam (Panduan Pencegahan Infeksi, 2004).

Larson (1995) dalam Panduan Pencegahan Infeksi (2004) menyebutkan kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien). Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi pedoman untuk praktik terbaik dalam hal ini terus berkembang. Misalnya, pilihan


(55)

sabun biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol bergantung pada besarnya resiko konta dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin versus pembedahan) atau tersedianya bahan.

2.1.11.1. Mencuci Tangan

Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu flora residen dan flora transien. Flora adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanisme, yang telah beradaptasi pada kehidupan ttangan manusia. Flora transier yang juga disebut flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari jenis tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanisme dan pencucian sabun dan detergen. Oleh karena itu cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting.

Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidakdapat digantikan dengan memakai sarung tangan.

Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu: 1). Cuci tangan higynik atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan

dengan menggunakan sabun atau detergen. 2). Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan aseptik pafa pasien dengan menggunakan antiseptik. 3). Cuci tangan bedah (surgical


(56)

hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.

2.1.11.2. Sarana Cuci Tangan

Air mengalir adalah sarana utama untuk cuci tangan dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut atau bak penampung yang memadai, maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanisme atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit.

Sabun dan detergen bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat atau mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk timbulnya kembali mikroorganisme.

Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas (Prawiroharjo, 2004).


(57)

2.2. Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manuasia dengan lingkungannya yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif dan aktif (tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) sesuai batasan, perilaku kesehatan dapat dirumuskan ssegala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya (Sarwono, 1997).

Menurut Bloom dalam Notoadmojo (1993) perilaku dibagi 3 (tiga) domain yang terdiri dari : domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Ketiga domain ini diukur dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoadmodjo (1993), unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari :

1. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan.

2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya.

3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.

4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya.


(58)

Gibson (1997) mengatakan variabel yang mempengaruhi perilaku kerja terdiri dari 3 variabel yaitu : variabel individu (terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis), variabel psikologis (motivasi, persepsi, sikap kepribadian, belajar), variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, struktur dan design kerja).

2.3. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Notoadmodjo (1993), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut


(59)

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan analisis atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambaarkan (membuat bagan) membedakan memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


(60)

2.4. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiaapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.4.1. Tingkatan sikap

Menurut Notoatdmojo (2003), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni : a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apakah ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.


(61)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.

2.4.2. Praktek Atau Tindakan Sikap

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan : a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkatan pertama.

b. Respon terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan adalah contoh indikator praktek tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.


(62)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya sendiri kebenaran tindakannya tersebut.

2.5. Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang karyawan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Menurut Garry Dessler, pelatihan memberikan pegawai baru atau yang ada sekarang keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan.

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja,

prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru

(Justine Sirait, 2006).

2.6. Rumah Sakit 2.6.1. Pengertian

Menurut Departemen Kesehatan RI (1972 ) yang dimaksud dengan Rumah sakit adalah suatu kompleks atau ruangan yang di pergunakan untuk menampung dan merawat orang yang sakit dan bersalin, kamar orang yang sakit berada dalam suatu


(63)

kamar yang khusus, seperti Rumah Sakit khusus, rumah bersalin, lembaga masyarakat, kapal laut, dan lain-lain.

Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, menyatakan bahwa rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat di manfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan peneliti kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.

Pengertian Rumah Sakit yang modern sering disalah tafsirkan oleh sebagian pihak sebagai gambaran sebuah Rumah Sakit yang gedung serta peralatan medis dan peralatan umum lainnya (hardware) serba mutakhir dan mahal.

Pengertian ini sebelumnya tidak tepat. Istilah Rumah Sakit modern sebetulnya ialah Rumah Sakit yang memakai pendekatan konsepsi dan pelaksanaan dengan menggunakan dasar-dasar pemikiran dan manajemen pemikiran yang didasari atas situasi dan kondisi yang ada dan dengan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dari waktu ke waktu, harus selalu menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat.

Milton Roemer dan Friedman dalam buku Doctor in hospital (1971) menyatakan bahwa Rumah Sakit setidaknya mempunyai lima fungsi :

1. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutiknya. Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah dan non bedah, harus tersedia. Pelayanan


(64)

rawat inap ini juaga meliputi pelayanan keperawatn, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi, dan berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik lainnya.

2. Rumah Sakit harus memiliki pelayanan rawat jalan

3. Rumah Sakit punya tugas melakukan pendidikan dan pelatihan

4. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan, karena keberadaan pasien di Rumah Sakit merupakan modal dasar untuk penelitian ini

5. Rumah Sakit juga punya tanggung jawab untuk program pencegahan dan penyuluhan kesehatan bagi populasi di sekitarnya.

2.6.2. Fungsi dan Jenis Rumah Sakit

Menurut SK Menkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi Rumah Sakit, fungsi Rumah Sakit adalah :

a. Menyelenggarakan pelayanan medik

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik c. Menyelenggarakan pelayanan keperawatan

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

Sesuai dengan perkembangan yang dialami, pada saat ini rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu :


(65)

Jika ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit pemerintah (Government Hospital) dan rumah sakit swasta (Private Hospital).

2. Menurut filosofi yang dianut

Jika ditinjau dari filosofi yang dianut, Rumah Sakit dapat dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital) dan rumah sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).

3. Menurut pelayanan yang diberikan

Jika ditinjau dari jenis pelayanan yang diselenggarakan, Rumah Sakit dapat dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit umum (general hospital) serta rumah sakit khusus (speciality hospital) jika hanya satu jenis yang diselenggarakan.

4. Menurut lokasi Rumah Sakit

Jika ditinjau dari lokasinya, rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa macam yang semuanya tergantung dari pembagian sistem pemerintahan yang dianut. Misalnya rumah sakit pusat jika lokasinya di ibu kota negara, rumah sakit provinsi jika lokasinya di ibu kota provinsi dan rumah sakit kabupaten jika lokasinya di ibu kota kabupaten.

2.6.3. Pelayanan Rumah Sakit

Rumah Sakit yang merupakan sub sistem dari pelayanan kesehatan juga merupakan suatu indikasi jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan


(66)

primer manusia, baik sebagai individu, masyarakat, atau bangsa secara keseluruhan untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan.

Dalam upaya menghasilkan proses dan keluaran pelayanan yang bermutu, efektif dan efisien yang berorientasi pada kepentingan pasien, Depkes RI telah menyusun kriteria- kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan Rumah sakit. Kriteria – kriteria tersebut tertuang dalam bentuk “standar pelayanan rumah sakit” sebagai suatu nilai/ modul yang dijadikan dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmi pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai yang di jiwai oleh etika profesi.

Standar pelayanan rumah sakit mencakup 20 pelayanan di rumah sakit sebagai berikut : 1. Administrasi dan managemen, 2. pelayanan medis, 3. pelayanan gawat darurat, 4. kamar operasi, 5. pelayanan intensif, 6. pelayanan perinatal resiko tinggi,

7. pelayanan keperawatan, 8. pelayanan anestesi, 9. pelayanan radiologi, 10. pelayanan farmasi, 11. pelayanan laboratorium, 12. pelayanan rehabilitasi medik,

13. pelayanan gizi, 14. rekam medik, 15. pengendalian infeksi di rumah sakit, 16. pelayanan sterilisasi sentral, 17. keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan

bencana alam, 18. pemeliharaan sarana, 19. pelayanan lain, 20. perpustakaan.

Pelayanan kesehatan tersebut disediakan rumah sakit dalam bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu dan jam tertentu, rawat inap yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu 24 jam.


(1)

peningkatan kepuasan kerja. Ivancevich (2005), kepuasan kerja merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaannya seperti upah, gaya penyelia dan rekan sekerja. Menyelenggarakan manajemen kompensasi bagi perawat sangat diperlukan demi terlaksananya upaya pengembangan praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien secara terus menerus dan berkesinambungan.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka upaya pengembangan praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Tidak ada pengaruh pengetahuan perawat terhadap upaya pengembangan praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan nilai p= 0,117 atau p>0,05 dan  = 0,517.

b. Tidak ada pengaruh keterampilan perawat terhadap upaya pengembangan praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan nilai p= 0,511 atau p>0,05 dan  = 0,103.

c. Ada pengaruh sikap perawat terhadap upaya pengembangan praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan nilai p= 0,009 atau p<0,05 dan  = 0,536.

6.2. Saran

Berdasarkan pembahasan, maka perlu rekomendasi kepada : a. Kepala RSUD H. Sahudin Kutacane membuat :

- Membuat kebijakan terhadap pelaksanaan tugas pokok praktik Keperawatan yang berorientasi Keselamatan Pasien berupa aturan


(3)

kedisiplinan terhadap pelaksanaan paraktik keperawatan sesuai protap dan memberi sanksi terhadap pelanggaran.

- Membuat program pelatihan mengenai penatalaksanaan keselamatan pasien bagi perawat sesuai dengan standar pelatihan yang diikuti dalam 1 tahun oleh petugas kesehatan.

- Memfasilitasi sarana dan prasarana terselenggaranya praktik keperawatan yang berorientasi keselamatan pasien.

- Meningkatkan jumlah pelatihan untuk perbaikan sikap perawat.

- Menyusun Standart Operasional Prosedur untuk pelaksanaan setiap tindakan keperawatan di RSU. H. Sahudin Kutacane.

b. Para Perawat diharapkan :

- Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan mengikuti kursus dan seminar keperawatan.

- Melaksanakan kegiatan praktik keperawatan untuk lebih menyesuaikan dengan standar dan prosedur kerja.

- Menanamkan sikap caring terhadap praktik keperawatan dengan orientasi keselamatan pasien.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama Tjandra Yoga, 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, UI Press, Jakarta.

Alexandra Hospital , 2006. Infektion Control, Alexandra Hospital, Singapore.

Alimul A.Azis, H, 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Azwar, Azrul, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta.

Communio Lectures, 2002. Patient Safety for Hospital, Ramsay Heath Care Clinical Governance Unit, Australia.

Depkes RI, 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Depkes RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Jakarta.

Dinas Kesehatan Lampung, Keselamatan Pasien, http://perpustakaan.depkes.go.id, 12 Desember 2008.

Dora. Teknik Pemberian Obat, http://nersdora.multiply.com. 24 Juli 2009. Gaffar, La Ode, 1999. Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.

Gibson, James, L.Jhon M, Ivancevich dan James H.Donnelly, Jr, 1996. Organisasi:

Perilaku, Struktur, Proses, Binarupa Aksara, Jilid I, Diterjemahkan oleh:

Nunuk Adiarni, Edisi Kedelapan, Jakarta.

Gillies, D.A, 1994. Nursing Manajemen; A System Approach. Thirt Edition. Philadelphia : W.B. Sauders Company.

Harjo, P, 2004. Teknik Pemberian Obat Bagi Perawat, EGC, Jakarta. Hartono, B, 2006. Pelayanan Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.


(5)

KKPRS, Sembilan Solusi Keselamatan Pasien, http://www.inapatiensafety. persi.co.id. 24 Agustus 2007.

Kozier, Barbara, et al, 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Proses, and

Practice, Edisi 5, 390 Brdge Parkway, Redwood City, California.

Kusnanto, 2004. Profesi dan Keperawatan Profesional, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

M. Jenny, Komunikasi dalam Keperawatan, http://respiratory.usu.ac.id, Juni 2009. Mutia D, 2010. Pengaruh Kompetensi Bidan Terhadap Persalinan Normal Ibu

Hamil, Tesis FKM USU, Medan.

Nasution, S, 2003. Metode Research; Penelitian Ilmiah, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. , 2003. Pendidikan & Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Cetakan Kedua,

Jakarta.

, 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.

Nurachmah, E, 2007. Meningkatkan Tatanan Praktik Keperawatan Berorientasi

Pada Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Seminar Keperawatan Nasional,

Medan.

Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan, Edisi Kedua, Salemba Medika, Jakarta. , 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik,

Salemba Medika, Jakarta.

Randhianto, Keperawatan Perioperatif, http://athearobiansyah.blogspot.com. Januari 2008.

Sarwono, 1996. Perilaku Organisasi, Jilid I, Terjemahan, Prehalindo, Jakarta. Syahbana, http/ www.athearobiansyah.blogspot.com

Pramono A, 2004. Hubungan Keterampilan Kerja Dengan Kualitas Pelayanan

Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU.H. Sahudin Kutacane, (Tesis)


(6)

Priharjo R, 1995. Praktik Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.

, 1995. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Purwanto H, 1999. Pengantar Perilaku Manusia, EGC, Jakarta.

Ramsay Health Care Unit, Seminar Keselamatan Pasien, Ramsay Hospital, Surabaya. Rano, Identifikasi Pasien. http://www.ranocenter.net. 24 Oktober 2009.

Riduawan, 2008. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Tjiptono, Diana, A, 2001. Total Quality Manajemen, Edisi Revisi, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Usman, 2008. Pengantar Statistik Bagi Kesehatan, Bumi Aksara, Yogyakarta. WHO, 2007. WHO Colaborating Center For Pasien Safety, USA.

Yani A, 2001. Pengembangan Profesi Keperawatan Dalam Persfektif Globalisasi, Seminar Keperawatan Nasional, Medan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004. Panduan Pencegahan Infeksi

Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Zuidah, 2006. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Univeral Precaution Dengan Pemasangan Kateter Dalam Mencagah Infeksi Saluran

Kemih di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2006, (Tesis) Sekolah Pascasarjana