Seksualitas Pengungsi Korban Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Gambaran Umum Kabupaten Karo
Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang,
Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami
(dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut
Bahasa Karo. Sebagian besar masyarakat suku Karo tidak mau disebut sebagai orang Batak
karena mereka merasa berbeda. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu
Kalak Teba.
Dari beberapa literatur yang penulis dapatkan tentang karo asal kata Karo berasal dari
kata Haru. Kata Haru ini berasal dari nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai
abad 15 di daerah Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi
Karo. Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo. Pada jaman keemasannya kekuasaan
Kerajaan Haru/Karo mulai dari Aceh Besar sampai sungai Siak di Riau. Keberadaan Haru/Karo
di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya
Kuta Raja atau Banda Aceh sekarang, Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam,
Kuta Lubok, Kuta Laksamana Mahmud, Kuta Cane, dan lainnya. Dan terdapat suku karo di Aceh
Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee.
Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya

"Aceh Sepanjang Abad" (1981). Beliau menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah

Universitas Sumatera Utara

keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli
tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarikh Aceh dan Nusantara" (1961)
dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar selain kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Brahma Putra,
dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh
Besar adalah Manang Ginting Suka.
Gambaran Umum Kabupaten Karo Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak
antara 02 050’ s/d 03 019’ LU dan 97 055’ s/d 98 038’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di
daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km² atau 212.725 ha.
Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:
1. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara;
2. Kabupaten Simalungun dibagian Timur;
3. Kabupaten Dairi dibagian Selatan; dan
4. Propinsi Nangro Aceh Darusalam dibagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan
kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

2.1.1. Ditinjau Dari Topografinya
Ditinjau dari kondisi topografinya (hamparan wilayahnya), wilayah kabupaten karo
terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah + 140 m diatas permukaan laut
(Paya lah-lah Mardingding) dan yang tertinggi ialah + 2.451 meter diatas permukaan laut
(Gunung Sinabung). Daerah kabupaten karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan

Universitas Sumatera Utara

dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka diwilayah ini ditemui banyak
lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal.
Sebagaian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m
s/d 1400 m di atas permukaan air laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah
aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai
Wampu bermuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia.
2.1.2. Ditinjau Dari Iklimnya
Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan
basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah
hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan
berkisar antara 1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah
yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.

2.1.3. Ditinjau Dari Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2009 ialah sebanyak 342.555 jiwa.
Jumlah penduduk Kabupaten Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo
yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2009 adalah
161,03 jiwa/km²,. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo pada periode tahun 2003-2009
adalah sebesar 3,19 % per tahun. Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut
memperlihatkan bahwa penganut agama nasrani merupakan yang terbanyak baru disusul oleh
pemeluk agama Islam dan agama lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Ditinjau Dari Etnis
Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo,
sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba/Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya
hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%).
2.1.5. Ditinjau Dari Administrasi Pemerintahan
Kabupaten Karo adalah merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Utara dalam wadah
negara kesatuan Republik Indonesia yang secara administratif dibagi atas tujuh belas kecamatan
yaitu :
1) Kecamatan Kabanjahe dengan ibukota Kabanjahe terdiri dari 13 desa;

2) Kecamatan Berastagi dengan ibukota Berastagi terdiri dari 9 desa;
3) Kecamatan Simpang Empat dengan ibukota Simpang Empat terdiri dari 17 desa;
4) Kecamatan Tigapanah dengan ibukota Tigapanah terdiri dari 22 desa;
5) Kecamatan Payung dengan ibukota Tiganderket terdiri dari 8 desa;
6) Kecamatan Munte dengan ibukota Munte terdiri dari 22 desa;
7) Kecamatan Tigabinanga dengan ibukota Tigabinanga terdiri dari 19 desa;
8) Kecamatan Merek dengan ibukota Merek terdiri dari 19 desa;
9) Kecamatan Kutabuluh dengan ibukota Kutabuluh terdiri dari 16 desa;
10) Kecamatan Juhar dengan ibukota Juhar terdiri dari 24 desa;
11) Kecamatan Lau Baleng dengan ibukota Lau Baleng terdiri dari 13 desa;
12) Kecamatan Mardingding dengan ibukota Mardingding terdiri dari 10 desa;
13) Kecamatan Barusjahe dengan ibukota Barusjahe terdiri dari 19 desa;
14) Kecamatan Naman Teran dengan ibukota Naman Teran terdiri dari 14
Desa;

Universitas Sumatera Utara

15) Kecamatan Tiganderket dengan ibukota Tiganderket terdiri dari 17 desa;
16) Kecamatan Dolat Rayat dengan ibukota Dolat Rayat terdiri dari 7 desa; dan
17) Kecamatan Merdeka dengan ibukota Merdeka terdiri dari 9 desa.

Dari 17 (tujuh belas) kecamatan tersebut diatas terdiri dari 248 (dua ratus empat puluh
delapan) desa dan 10 (sepuluh) kelurahan.

2.2. Profil Kecamatan Kabanjahe
Kecamatan Kabanjahe sebagai salah satu Kecamatan di Kabupaten Karo Provinsi
Sumatera Utara, terletak 500 meter dari kantor Bupati, diapit oleh tiga kecamatan yaitu
Berastagi, Tigapanah, dan Simpang Empat. Secara geografis Kecamatan Kabanjahe berbatasan
dengan Kecamatan Tigapanah di sebelah timur, di sebelah barat dengan Kecamatan Simpang
Empat, di sebelah utara dengan Kecamatan Berastagi dan di sebelah selatan dengan Kecamatan
Tigapanah juga. Luas wilayah Kecamatan Kabanjahe adalah 44,65 Km2 atau 7,54 persen dari
total luas Kabupaten Karo. Seluruh wilayahnya Kecamatan Kabanjahe berada pada ketinggian
antara 1100-1300 meter diatas permukaan laut, tergolong ke dalam daerah beriklim tropis.
Tabel 1 : Statistik Geografi Kecmatan Kabanjahe
Uraian

Satuan

2014

Luas


Km²

44,65

Letak di atas permukaan laut

M

1.100 – 1.300

Sumber : Kabanjahe Dalam Angka 2015

Dari 13 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Kabanjahe, Desa Sumber Mufakat
merupakan desa terluas dengan luas 5,50 km2 atau 12,31 persen dari luas kecamatan, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

Desa Lau Simomo, Kelurahan Lau Cimba, Kelurahan Gung Leto dan Kelurahan Kampung
Dalam adalah desa/Kelurahan dengan luas wilayah terkecil . Ditinjau dari jarak kantor desa ke

ibukota kecamatan, maka Desa Lau Simomo merupakan yang terjauh yaitu 15 km, sedangkan
yang terdekat adalah Kelurahan Gung Leto dan Kelurahan Kampung Dalam yaitu sekitar 0,5 km
Pemerintahan Kecamatan Kabanjahe dalam melayani masyarakat dipimpin oleh seorang
camat dibantu seorang Sekretaris Kecamatan (Sekcam) dan pejabat eselon IV yang bertugas
sebagai Kepala Seksi ataupun Kepala Sub Bagian Keuangan yang dibantu staf masing- masing
dan juga dibantu oleh 2 orang tenaga honor

yang keseluruhannya berjumlah 22 orang.

Pemerintahan Desa yang ada di Kecamatan Kabanjahe masing-masing dikepalai oleh seorang
Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa (Sekdes) dan beberapa orang Kepala Urusan
(Kaur).

Tabel 2. Statistik Pemerintahan Kecamatan Kabanjahe Tahun 2014
Wilayah Administrasi
Desa
Kelurahan
Camat
Sekcam
Kepala Desa

Sekretaris Desa
Lurah
Sumber : Kabanjahe Dalam Angka 2015

Tahun 2013
8
5
1
1
8
8
5

Tahun 2014
8
5
1
1
8
8

5

Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan Kabanjahe tahun 2014 sebanyak
2.662 orang. Berdasarkan golongan, jumlah PNS golongan III lebih banyak dari total jumlah

Universitas Sumatera Utara

PNS golongan I, II dan IV. Menurut golongan, sebanyak 5 persen golongan IV, 85 persen
golongan III, 8 persen golongan II dan 2 persen golongan I.
Gambar 1. Persentase PNS Kecamatan Kabanjahe Tahun 2014

Persentase PNS Kabanjahe
5%

2%

8%
Golongan III
Golongan II
Golongan IV


85 %

Golongan I

Sumber : Kabanjahe Dalam Angka Tahun 2015
Pada tahun 2014, jumlah penduduk Kecamatan Kabanjahe sebanyak 70.890 jiwa yang
mendiami wilayah seluas 44,65 km². Sehingga kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 1.588
jiwa/ Km²

Tahun 2014, di Kecamatan Kabanjahe penduduk laki-laki lebih sedikit dari

perempuan. Laki-laki berjumlah

34.627 jiwa dan perempuan berjumlah 36.263 jiwa.

Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Kabanjahe Tahun 2014
Uraian
Jumlah Penduduk
Laki-laki

Perempuan
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²)
Sex Rasio (L/P) (%)
Sumber : Kabanjahe Dalam Angka 2015

Tahun 2014
70.890 Jiwa
34.627 Jiwa
36.263 Jiwa
1.588
95,5

Universitas Sumatera Utara

Sex rasionya sebesar 95,5. Artinya, di setiap 100 penduduk perempuan, terdapat 95
penduduk laki-laki. Jika dilihat menurut desa/kelurahan, sex ratio terbesar terdapat di Kelurahan
Kampung Dalam yakni sebesar 104 yang berarti jumlah penduduk laki-laki 4 persen lebih
banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, sedangkan sex ratio terendah terdapat di
Desa Lau Simomo yakni sebesar 87,8 yang berarti jumlah penduduk perempuan 12 persen lebih
banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Jika dilihat jumlah penduduk, maka Kelurahan
Gung Negeri memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah 12.342 jiwa (17,41%).
Sedangkan jumlah penduduk terkecil ada di Desa Lau Simomo sebanyak 693 jiwa (0,97 %).
Rata–rata anggota rumah tangga di Kecamatan Kabanjahe sekitar 4 jiwa dan umumnya
merata pada seluruh desa. Komposisi penduduk Kecamatan

Kabanjahe didominasi oleh

penduduk muda/dewasa. Hal ini ditandai dengan penduduk usia 0-4 tahun yang jumlahnya
hanya berbeda sedikit dengan kelompok penduduk usia yang lebih tua yaitu 5-9 dan 10- 14
tahun. Hal ini, seharusnya dapat menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil langkahlangkah kebijakan bidang kependudukan ke depan.
Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014
Uraian

Tahun 2014

Jumlah Rumah Tangga

17.182

Rata-rata ART (Jiwa/RT)

4,13

Penduduk Kelompok Umur
0 – 14 Tahun

22.673

15 – 64 Tahun

44.646

65 + Tahun

3.571

Sumber : Kabanjahe dalam Angka Tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia di suatu
daerah. Keberhasilan pembangunan sektor pendidikan selain dilihat dari indikator output
pendidikan, juga dapat dilihat dari perkembangan jumlah sarana pendidikan yang ada. Di
Kecamatan Kabanjahe jumlah sekolah setingkat SD sudah melebihi jumlah desa yang ada yaitu
berjumlah 37 sekolah dimana ada 23 SD Negeri dan 14 SD Swasta, dan penyebarannya sudah
merata bahkan ada Kelurahan/ desa yang memiliki lebih dari 1 (satu) Sekolah Dasar, sedangkan
jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada sebanyak 4 SMP Negeri dan 10 SMP Swasta, dan
Jumlah sarana pendidikan SMA/SMK terdiri yaitu 4 SMA/SMK Negeri dan 9 SMA/SMK
Swasta
Capaian di bidang pendidikan terkait erat dengan ketersediaan fasilitas pendidikan. Pada
jenjang pendidikan SD di Kecamatan Kabanjahe untuk tahun ajaran 2013/2014 seorang guru
rata-rata mengajar 21 murid SD. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka beban seorang guru
semakin sedikit. Untuk jenjang pendidikan SLTP dan SMA/SMK rata-rata seorang guru hanya
mengajar 13 murid .
Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat
memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Dengan adanya upaya
tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik. Bangsa yang
memiliki tingkat derajat kesehatan yang tinggi akan lebih berhasil dalam melaksanakan
pembangunan.
Secara umum fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Kabanjahe sudah memadai dan
sudah menyebar pada setiap desa/kelurahan yang ada. Akan tetapi Kecamatan Kabanjahe hanya
tersedia satu puskesmas yang hanya terdapat di ibukota kecamatan yaitu Desa Gung Negeri

Universitas Sumatera Utara

tetapi Puskesmas Pembantu (Pustu) yang merupakan kepanjangan tangan dari Puskesmas sudah
tersebar merata di setiap Desa/Kelurahan begitu juga dengan kegiatan Posyandu sudah dapat
menjangkau seluruh desa di kecamatan.
Jika dilihat perkembangan jumlah fasilitas kesehatan yang ada, terjadi peningkatan dari
tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya upaya pemerintah daerah di dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat. Secara keseluruhan akses masyarakat untuk mendapatkan
fasilitas kesehatan sudah memadai di setiap Desa/Kelurahan.
Kecamatan Kabanjahe merupakan salah satu penghasil Komuditi tanaman hortikultura
yang beraneka ragam,daintaranya adalah tanaman kol dan cabe merah .Tanaman ini banyak
ditanam masyarakat karena harga jualnya yang cukup menjanjikan bagi sebagian masyarakat
Kabanjahe

Pada tahun 2014 dari luas panen tanaman cabe merah sekitar 389 ha diperoleh

produksi tanaman jagung sebesar

1.583 ton . Tanaman kol dengan luas tanam Sekitar 347 ha

diperoleh produksi yang lebih besar yaitu sebesar 12.970 ton. Pertanian tanaman buah-buahan
masih didominasi oleh tanaman Markisa, Alpukat disusul oleh tanaman Jeruk Di sektor
perkebunan, Kopi merupakan Tanaman primadona bagi perkebunan di Kabanjahe.Hal ini terlihat
dari besarnya produktivitas kopi dibanding tanaman lainnya.Besar harapan masyarakat
Kabanjahe agar produksi kopi menigkat dari tahun ke tahun, yang tentunya didukung oleh
pemerintah melalui Dinas Pertanian.
Jalan sebagai sarana penunjung transportasi memiliki peranan penting khususnya untuk
transportasi darat. Untuk mendukung transportasi darat, pemerintah daerah telah membangun
jalan kabupaten di Kecamatan Kabanjahe sepanjang 103,65 km. Dari total panjang jalan yang

Universitas Sumatera Utara

ada, hanya 66 persen diantaranya yang sudah di aspal, sementara sisanya masih belum diaspal
berupa jalan tanah dan berbatu.
Jika dilihat dari kondisi jalan yang ada, maka pada tahun 2014 jalan dengan kondisi baik
sebanyak 68,16 km atau sebesar 66 persen, kondisi sedang tercatat 10,86 km atau sekitar 11
persen, kondisi rusak

sepanjang 18,02 km atau sebesar 17 persen dan kondisi rusak berat

sepanjang 6,61 km atau sebesar 6 persen dari panjang jalan kabupaten di Kecamatan
Kabanjahe.itu artinya kondisi Jalan di Kecamatan Kabanjahe dalam keadaan baik.
Pada tahun 2014 banyaknya surat masuk dan surat keluar melalaui Kantor Pos Kabanjahe
masing- masing sebanyak 226.449 dan 74.399, jika dibandingkan dengan tahun lalu banyaknya
surat masuk meningkat 6,99 persen dan hal ini menunjukkan masih tingginya minat masyarakat
dalam berkomunikasi melalui surat-menyurat.
2.3. Profil Letusan Gunung Sinabung
Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara kembali meletus pada Ahad (15
September 2013) pukul 02.00 dan diikuti letusan-letusan berikutnya. Letusan terakhir terjadi
Rabu, 18 September 2013 pukul 01.03, di mana abu vulkanik menyembur hingga 1.500 meter
diikuti lontaran material pijar. Gunung Sinabung berketinggian 2.460 meter dari permukaan laut
dan mempunyai 4 kawah (Kawah I, II, III, dan IV).
Gunung bertipe strato tersebut mempunyai catatan letusan seperti diperlihatkan pada
Tabel. Letusan Gunung Sinabung kali ini menyebabkan 15.281 jiwa menjadi pengungsi, lebih
banyak dari pengungsi pada letusan tahun 2010 yang hanya 12.000 jiwa. Jumlah pengungsi
sempat melonjak hingga 15.691 jiwa yang tersebar di 24 titik pengungsian, yang akhirnya
difokuskan di 16 titik.

Universitas Sumatera Utara

Upaya mobilisasi pengungsi harus dilakukan, mengingat bahaya langsung akibat letusan
gunung api berupa leleran lava, aliran piroklastik (awan panas), dan jatuhan piroklastik. Selain
itu, letusan gunung api juga mengandung bahaya sekunder berupa lahar hujan, banjir bandang,
dan longsoran vulkanik, yang membahayakan penduduk serta dapat mengubah topografi sungai
dan merusak infrastruktur.
Tabel 5. Sejarah Letusan Gunung Sinabung
Tahun
Sebelum 1.600

Letusan
Berupa muntahan batuan piroklastik serta aliran lahar yang
mengalir ke arah selatan.
1912
Aktivitas Solfatara terlihat di puncak dan lereng atas.
2010
22 Agustus–7 September terjadi beberapa kali letusan yang
di antaranya merupakan freatik. Status Gunung Sinabung
berubah dari tipe B menjadi tipe A.
2013
Terjadi letusan pada Minggu dini hari, 15 September 2013.
Letusan masih terjadi lagi hingga beberapa kali kemudian.
Saat ini status gunung pada level III atau siaga. Jumlah
pengungsi di Posko Bencana Kabupaten Karo mencapai
lebih dari 11.000 jiwa.
Sumber : BNPB Kabupaten Karo
2.4. Data Persebaran Pengungsi Gunung Sinabung
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2015 ini
ada pengungsi erupsi Gunung Sinabung telah menembus angka 10.000 jiwa. Berikut sebaran
pengungsi di 10 pos penampungan Gunung Sinabung:
1) Jambur Lau Buah Batu 315 KK/ 882 jiwa
2) Paroki Gereja Katolik Kabanjahe 297 KK/ 974 jiwa
3) Gedung Serbaguna KNPI Kabanjahe 76 KK/ 275 jiwa dan 105 KK/ 481 jiwa
4) Gedung Serbaguna GBKP Kabanjahe 135 KK/ 454 jiwa

Universitas Sumatera Utara

5) Jambur Sempajaya 412 KK/ 1.462 jiwa
6) Gudang Jeruk Surbakti 182 KK/ 660 jiwa
7) Jambur Tongkoh dan Tahura 666 KK/ 2.728 jiwa
8) Jambur Korpri 296 KK/ 1.200 jiwa
9) Jambur Tanjung Mbelang 265 KK/ 948 jiwa
10) GPDI Ndokum Siroga 133 KK/ 650 jiwa

2.4.1. Asal Pengungsi dan Persebaran Pos Pengungsian
Pengungsi Gunung Sinabung yang saat ini tersebar diberbagai tempat pengungsian di
berbagai Kecamatan di Tanah Karo berasal dari berbagai desa yang ada di dekat kaki Gunung
Sinabung. Berikut merupakan nama-nama desa yang penduduknya mengungsi karena erupsi
Gunung Sinabung.
1. Guru Kinayan
2. Tiga Pancur
3. Pintu Besi
4. Sukanalu
5. Beras Tepu
6. Sigarang-Garang
7. Jeraya
8. Kuta Raya
9. Kuta Gugung Dan Dusun Lau Kawar
10. Mardinding
11. Kuta Tengah

Universitas Sumatera Utara

Pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung yang berasal dari 11 desa di kaki Gunung
Sinabung, menempati tempat-tempat pengungsian yang tersebar di beberapa tempat di
Kabupaten Tanah Karo. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Jambur Lau Buah Batu Karang
2. Paroki G. Khatolik K. Jahe
3. Gedung Serba Guna KNPI
4. Gedung Serba Guna GBKP Kabanjahe
5. Jambur Sempajaya
6. Gudang Jeruk Surbakti
7. BPPT, Jambur Tongkoh dan Tahura
8. Jambur Korpri
9. Jambur Tanjung Mbelang
10. GPDI Ndokum Siroga

2.5. Penanganan Pengungsi
Ada sejumlah permasalahan dalam penangan pengungsi, di antaranya banyak warga di
zona aman yang ikut mengungsi, sehingga menambah beban para petugas. Selain itu, juga terjadi
ketegangan di mana para korban menyesalkan PVMBG yang tidak memberi tahu warga akan
terjadinya letusan pada Ahad (Media Indonesia, 15 September 2013). Di sisi lain, dalam
kepanikan, ada masyarakat yang tidak mau mengungsi, padahal mereka tinggal di zona bahaya
(radius 3 km), di antaranya warga Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat. Mereka bertahan
dengan alasan ingin menjaga rumah, ternak, dan tanaman kebun yang siap panen. Padahal

Universitas Sumatera Utara

mereka termasuk yang direkomendasikan untuk mengungsi. Warga Berastepu tercatat sebanyak
930 orang dan 20 persen-nya berada di zona bahaya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara bersama Pemerintah
Kabupaten Karo, dan Badan Geologi, terpaksa mengumumkan agar warga di zona aman yang
sempat mengungsi untuk pulang. Lokasi yang dikosongkan hanya radius 3 km dari Gunung
Sinabung. Tercatat sekitar 2.452 pengungsi dari sembilan lokasi pengungsian yang dilaporkan
akan pulang. Proses pemulangan dibantu 15 truk dari TNI, BPBD, Brimob, Polres, Satpol PP,
dan Dinas PU. Upaya penanganan pengungsi seharusnya memang tidak terlepas dari sistem
nasional penanggulangan bencana yang berlaku di Indonesia. Sistem tersebut mencakup:
1) Legislasi. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana beserta Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, PeraturanKepala
Kepala Badan, serta peraturan daerah;
2) Kelembagaan. Secara formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Focal point penanggulangan
bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD). Sedangkan dari sisi nonformal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk
untuk memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia;
3) Pendanaaan. Pendanaan penanggulangan bencana terdiri dari:
a) Dana DIPA (APBN/ APBD);
b) Dana Kontijensi;
c) Dana On-call;
d) Dana Bantual Sosial Berpola Hibah;

Universitas Sumatera Utara

e) Dana yang bersumber dari masyarakat; dan
f) Dana dukungan komunitas internasional.

Sistem nasional penanggulangan bencana tersebut harus dijabarkan di lapangan. Salah
satu upaya Pemerintah adalah membentuk pos- pos pengungsian dan mengidentifikasi para
pengungsi. Menko Kesra, Agung Laksono, telah meninjau lokasi dan menyerahkan bantuan
senilai Rp300 juta. Selain itu, Kemensos juga mengerahkan 95 personel Taruna Siaga Bencana
(Tagana) dengan 10.000 paket bantuan senilai Rp637 miliar.
Untuk mengatasi dampak abu vulkanik, BNPB menjadwalkan hujan buatan pada 23–25
September 2013, untuk melarutkan abu vulkanik guna mengurangi risiko-risiko penyakit infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) dan mencegah kerusakan tanaman. Penanganan bencana
seharusnya difokuskan untuk menolong para korban, namun dalam kenyataan masih ada
penyimpangan. Menurut Kompas (20 September 2013), para pengungsi lebih mengandalkan
bantuan warga lain dibanding bantuan pemerintah. Bahkan Pos Pengungsi di Kecamatan Payung
terpaksa menolak bantuan ikan teri dari pemerintah karena jumlahnya tidak sesuai, penerima
harus menandatangani sebanyak 24 kg, padahal yang diserahkan hanya 15 kg.
Selain itu, pengungsi juga enggan makan beras bantuan pemerintah sebab berasnya tidak
layak. BNPB Sumatera Utara dan TNI sangat menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten Karo
yang

lamban.

Banyak

bantuan

terkendala

tanda

tangan

Bupati.

Bantuan

yang

terhambatdistribusinya antara lain berasal dari PNPB, Basarnas, Bulog, dan beberapa
kementerian. Selain itu, hingga sekarang Pemerintah Kabupaten Karo belum memiliki sistem
peringatan dini (early warning system). Semua itu mengakibatkan kelambanan dalam upaya
evakuasi dan penanganan pengungsi.

Universitas Sumatera Utara

Letusan Gunung Sinabung selain meninggalkan trauma dan kepanikan, juga
meninggalkan beberapa permasalahan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Ratusan
warga dirawat telah di RSUD Kabanjahe, karena menderita penyakit ISPA akibat letusan. Sejak
terjadinya letusan hingga Kamis (20 September 2013) jumlah warga yang dirawat sebanyak 148
orang. Akibat letusan Gunung Sinabung, sebanyak 22 sekolah diliburkan, terdiri dari 15 Sekolah
Dasar dengan siswa sebanyak 2.374 orang, 6 Sekolah Menengah Pertama dan 1 Sekolah
Menengah Atas dengan siswa sebanyak 2.312 orang.
Sekolah yang paling banyak diliburkan berada di Kecamatan Naman Teran antara lain
SD Negeri 040478 dan SDN 043950 di Desa Sigarang-garang, 2 SD di Desa Guru Kinayan dan
masing-masing 1 SD di Desa Sukanalu dan Desa Simacem. Sementara 6 SMP yang diliburkan
antara lain SMP Negeri 1 Simpang Empat, SMPN 1 Naman Teran dan SMP Satu Atap di
Kecamatan Payung. Sedangkan SMA yang diliburkan yakni SMA Negeri 1 Simpang Empat.
Letusan Gunung Sinabung juga merusak tanaman pertanian dan perkebunan. Dari seluas
3.863 HA tanaman di enam kawasan, seluas 3.589 HA telah rusak akibat letusan. Hal ini
kemudian berdampak pada kelangkaan bahan makanan. Pasokan sayur dan buah menurun hingga
40 persen karena banyak petani tak berani memanen, karena takut bahaya letusan. Terjadi
kenaikan harga yang signifikan, misalnya sawi yang biasanya seharga Rp17.000/kg naik menjadi
Rp20.000/kg.
2.6. Antisipasi Lebih Lanjut

Universitas Sumatera Utara

Penanggulangan bencana gunung api berdasarkan sistem yang telah ada mencakup tahapan dari
sebelum hingga setelah letusan. Sebelum letusan, hal-hal yang dapat dilakukan adalah 4:
a) Melakukan pemantauan dan pengamatan aktivitas semua gunungapi aktif;
b) Membuat dan menyediakan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Risiko
Bahaya Gunung api, yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api;
c) Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api;
d) Melakukan bimbingan dan pemberian informasi kegunungapian;
e) Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika, dan geokimia di gunung
api; serta
f) Melakukan peningkatan sumber daya manusia dan pendukungnya (sarana dan
prasarana).

Saat letusan, yang harus dilakukan adalah menjauhkan masyarakat dari lokasi bencana.
Dan setelah terjadi letusan, hal-hal yang dapat dilakukan adalah 5:
a) Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan;
b) Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya lanjutan;
c) Memberikan saran penanggulangan bahaya;
d) Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang;
e) Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak;
f) Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun; serta
g) Melanjutkan pemantauan rutin.

4

BPNB. Info Bencana Juli 2015. Edisi 5. Medan. BNPB
Tanjung, H. W. & Kamtini (2005). Mengenal dan Menghindari Bencana Alam. Medan: Ikatan Pembaca Buku
Indonesia.

5

Universitas Sumatera Utara

Diperlukan kesadaran masyarakat untuk terus belajar dan memahami kondisi Gunung
Sinabung, agar dapat dilakukan minimalisasi kerusakan dan korban jika kembali terjadi letusan.
Hingga kini masyarakat terus berusaha memahami kondisi Gunung Sinabung, mengingat sudah
100 tahun terakhir gunung tersebut tidak meletus. Ada beberapa hal yang telah dilakukan,
misalnya dalam kondisi gunung berstatus siaga, masyarakat tidak lagi tidur di dalam kamar,
namun di ruang depan sehingga jika bencana terjadi mereka akan cepat bergerak.
Masyarakat juga menyiapkan koper/tas berisi pakaian jika harus mengungsi sewaktuwaktu. Masyarakat juga merasa perlu memiliki kendaraan untuk meninggalkan lokasi bencana
dengan cepat. Pemerintah pun perlu terus belajar dari setiap bencana, agar kualitas penanganan
bencana menjadi lebih baik. Indonesia perlu menjaga citra dan mempertahankan status sebagai
negara terbaik dalam penanganan bencana di wilayah Asia Pasifik.
Sebagaimana diketahui, pada Agustus 2011, Indonesiadinobatkan sebagai negara terbaik
dan rujukan untuk belajar dalam hal penanggulangan bencana di kawasan Asia Pasifik. Saat ini,
11 negara di kawasan Asia Pasifik seperti Jepang, Fiji, Vanuatu, Papua Nugini, dan sebagainya
memutuskan untuk mengikuti pelatihan penanggulangan bencana dan mengadopsi undangundang kebencanaan di Indonesia. Terkait penanganan bencana, pada Mei 2011, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mendapatkan penghargaan Global Champion for Disaster Risk Reduction
Award dari PBB. Bahkan, PBB menilai web BNPB terbaik se-Asia. Kerenanya, negara-negara
ASEAN, Jerman, Spanyol, dan negara-negara Pasifik ingin belajar dari Indonesia untuk
mengembangkan web yang sama. Prestasi yang telah diraih dalam penanganan bencana tersebut
perlu dipertahankan dan dipupuk terus-menerus, agar penanganan bencana di masa depan
semakin baik.

Universitas Sumatera Utara

2.7. Lokasi Pengungsian Di Bekas Universitas Quality Karo
Pengungsian di Bekas Universitas Quality Karo yang terletak di Jl. Jamin Ginting No. 41
Kabanjahe, Kabupaten Karo merupakan satu diantara sekian banyak tempat pengungsian yang
ada di Kabupaten Karo. Pengungsi yang saat ini menempati lokasi pengungsian di bekas
Universitas Quality Karo adalah yang berasal dari kuta (desa) :
-

Kuta Sukanalu

-

Kuta Simacem

-

Kuta Garang-Garang

-

Kuta Tonggal

-

Kuta Gamber

-

Kuta Bakerah
Tempat tinggal para pengungsi merupakan ruang-ruang kelas yang dulunya dipakai

sebagai ruang perkuliahan. Dalam beberapa ruang kelas, terdapat satu ruangan aula di kampus
tersebut yang terdapat setidaknya 30 kk (kepala keluarga). Pada tahun 2015 pengungsi yang
berada di bekas Kampus Universitas Quality Karo berjumlah 250 orang, dengan perincian
sebagai berikut :
Tabel 6: Data Pengungsi Yang Tinggal di Bekas Universitas Quality Karo Tahun 2015
Asal Desa
Sukanalu
Simacem
Garang-Garang
Kuta Tonggal
Gamber
Bakerah
Total

Jumlah/Jiwa
45
55
30
20
60
40
250

Universitas Sumatera Utara

Sumber : BPNB. Info Bencana Juli 2015. Edisi 5. Medan. BNPB.
Pengungsi yang paling banyak menempati tempat pengungsian di bekas Kampus
Universitas Quality Karo berasal dari desa Gamber. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang
berasal dari desa Tonggal. Namun, pada saat ini para pengungsi yang berada di Bekas Kampus
Universitas Quality Karo sudah semain berkurang, hal ini karena sebagaian pengungsi sudah
pindah ke tempat relokasi yang berada di Siosar.
Foto 1 : Gerbang Masuk Pengungsian Bekas Kampus Universitas Quality Karo

Sebagian besar lahan pertanian yang dulunya merupakan lahan pertanian mahasiswa saat
ini digunakan oleh pengungsi untuk tempat bercocok tanam dan memelihara ternak seperti
kambing, ayam, dan lembu. Hal ini dilakukan oleh para pengungsi untuk menambah penghasilan
serta membiayai keperluan sehari-hari.
Foto 2 : Lahan Pertanian Kol Milik Warga Di Dalam Kampus

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Peneliti. Tahun 2016
Sementara itu ada beberapa fasilitas olahraga seperti ruang gymnastic digunakan untuk
kantin oleh beberapa pengungsi. Beberapa ruangan kelas juga dialihfungsikan oleh pengungsi
menjadi tempat penyimpanan bahan makanan dan juga logistic lainnya.

Gambar 2 : Denah Lokasi Pengungsian Bekas Kampus Universitas Quality Karo Tahun
2016

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Hasil Olahan Data Lapangan Tahun 2016

Dilihat dari gambar di atas maka dapat dilihat bahwa hampir semua kelas dipakai untuk
tempat tinggal pengungsi. Dalam suatu ruangan paling sedikit ditempati oleh 4 kk, dan paling
banyak sampai ditempati 30 kk. Lahan pertanian berada di tengah-tengah lokasi pengungsian.

Universitas Sumatera Utara