bab 4,

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Profil Provinsi Aceh

Aceh terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera dengan Ibukota Banda Aceh yang memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional dan Internasional yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat. Secara geografis Aceh terletak pada 01058’37,2”- 06004’33,6” Lintang Utara dan 94057’57,6”- 98017’13,2” Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Aceh adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut Andaman

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Sumatera Utara dan Samudera Hindia - Sebelah Timur berbatasan dengan Sumatera Utara

- Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

Provinsi Aceh memiliki luas wilayah darat 5.677,081 km2, wilayah lautan sejauh 12 mil seluas 7.478,802 km2 dan garis pantai sepanjang 2.698,89 km atau 1.677,01 mil. Secara administratif pada tahun 2011, Provinsi Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 284 kecamatan, 755 mukim dan 6.451 gampong/desa.

Luas daratan Aceh mencapai 56.770,81 km2 yang didominasi oleh daratan dan sebagian kecil berupa pulau sebanyak 119 pulau dengan keseluruhan


(2)

garis pantai sepanjang 1.660 km dan luas perairan laut hingga 15.264,06 km2. Mayoritas daratan Aceh dengan rata-rata ketinggian mencapai 125 m di atas permukaan laut merupakan kawasan hutan seluas 40,36%dari wilayah Aceh. Didalamnya mengalir 199 sungai penting dan terdapat 35 gunung termasuk kawasan pegunungan dan Taman Nasional Gunung Leuser. Sedangkan wilayah terkecil ialah kawasan industri yang hanya seluas 0,07%dari wilayah Aceh. Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.

Lokasi suaka alam/objek wisata alam di Prov. Aceh ada di delapan lokasi, yaitu Taman Buru Lingge Isak, Cagar Alam Serbajadi, Taman Wisata dan Taman Laut Pulau Weh Sabang, Cagar Alam Jantho, Hutan untuk Latihan Gajah (PLG), Taman Wisata Laut Kepulauan Banyak, dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil.

4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan hasil produksi barang dan jasa dalam suatu wilayah tertentu biasanya 1 tahun. Data Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh yang diperoleh dari BPS Provinsi Aceh dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.2:


(3)

Tabel 4.1

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%)

2008 1,88

2009 3,97

2010 5,32

2011 5,89

2012 5,14

2013 4,18

2014 4,68

2015 4,34

Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2016

1 2 3 4 5 6

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Y

Gambar 4.1

Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh Tahun 2008-2014

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Aceh mengalami peningkatan dan penurunan (fluktuatif) dimana pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Aceh adalah sebesar 1,88%, dan pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Aceh adalah sebesar 4.34%. pertumbuhan ekonomi terbaik sepanjang tahun 2008-2015 adalah pada tahun 2009 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 2.09%, dan pertumbuhan


(4)

ekonomi terburuk sepanjang tahun 2008-2015 adalah pada tahun 2015 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar -0.34%.

4.1.3 Dana Otonomi Khusus Di Provinsi Aceh

Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada daerah tertentu untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat didaerah tersebut. Kewenangan ini diberikan agar daerah tertentu dapat menata daerah dan bagian dari daerah tersebut agar lebih baik lagi dibidang tertentu sesuai dengan aspirasi daerahnya.

Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berikut adalah jumlah Dana Otonomi Khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh dari tahun 2008-2015 dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.3.

Tabel 4.2

Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh Tahun 2008-2015

Tahun Dana Otonomi Khusus (Rp)

2008 1.472.132.897.000

2009 1.610.272.000.000

2010 1.612.837.640.000

2011 2.200.772.392.499

2012 2.769.894.866.100

2013 2.937.012.524.600

2014 3.850.037.274.702

2015 4.046.415.753.916


(5)

1.0E+12 1.5E+12 2.0E+12 2.5E+12 3.0E+12 3.5E+12 4.0E+12 4.5E+12

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

X

Gambar 4.2

Grafik Jumlah Dana Otonomi Khusus Proovinsi Aceh Tahun 2008-2015

Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 menjelaskan tentang pertambahan jumlah dana otonomi khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh selalu bertambah setiap tahun. Pada tahun 2008 jumlah Dana Otonomi Khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh sebesar Rp. 1.47 triliun, jumlah ini selalu meningkat setiap tahunnya, hingga pada tahun 2015 jumlah dana otonomi khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh sebesar Rp. 4.04 triliun. Pertambahan jumlah dana ini diakibatkan oleh besaran dana yang tersedia dalam APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara).

4.2 Deskripsi Penelitian

Deskripsi penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum dari keadaan wilayah yang dianalisis yaitu Provinsi Aceh, berikut adalah hasil olah data yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 di bawah ini:


(6)

Tabel 4.3 Deskripsi Penelitian

Date: 09/28/16 Time: 01:18 Sample: 2008 2015

X Y

Mean 2.56E+12 4.425000 Median 2.49E+12 4.510000 Maximum 4.05E+12 5.890000 Minimum 1.47E+12 1.880000 Std. Dev. 1.01E+12 1.211540 Skewness 0.353704 -1.060626 Kurtosis 1.662168 3.600355 Jarque-Bera 0.763407 1.620047 Probability 0.682698 0.444848 Sum 2.05E+13 35.40000 Sum Sq. Dev. 7.17E+24 10.27480

Observations 8 8

Sumber: Output Eviews 8.1 (Data Diolah),2016

Tabel 4.3 menjelaskan bahwa nilai rata-rata dari variabel pertumbuhan ekonomi (Y) adalah sebesar 4.42% dan nilai rata-rata dari variabel Dana Otonomi Khusus (X) adalah sebesar Rp.2.56 triliun. Adapun nilai maksimum dari variabel pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5.89% sedangkan nilai minimum dari variabel pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 1.88%. Adapun nilai maksimum dari Dana Otonomi Khusus adalah sebesar Rp.4.05 triliun yaitu pada tahun 2015, sedangkan nilai minimum dari variabel Dana Otonomi Khusus adalah sebesar Rp.1.47 triliun yaitu pada tahun 2008.


(7)

4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistik paramerik. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005:110).

Setiap variabel model regresi harus merupakan distribusi normal. Dalam penelitian ini untuk menguji normalitas variabel menggunakan Jaeque-Bera test. Jarque-Bera Test adalah uji statistik untuk mngetahui data terdistribusi normal. Caranya yaitu dengan membandingkan nilai J-B hitung dengan nilai C2 (chi-square) tabel. Apabila nilai J-B hitung > nilai C2 tabel, maka nilai residual terdistribusi dengan tidak normal dan apabila nilai J-B hiung < nilai C2 tabel, maka nilai residual terdistribusi dengan normal.

Berikut adalah hasil uji normalitas yang diperoleh dari program Eviews 8.1 dapat dilihat pada gambar 4.3:


(8)

0 1 2 3 4

-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Series: Residuals Sample 2008 2015 Observations 8

Mean -2.66e-15

Median -0.138952

Maximum 1.544070

Minimum -2.081465

Std. Dev. 1.149528

Skewness -0.340959

Kurtosis 2.555812

Jarque-Bera 0.220772

Probability 0.895488

Sumber: Output Eviews 8.1 ( Data Diolah), 2016

Gambar 4.3 Uji Normalitas

Untuk mengetahui normal atau tidaknya model regresi variabel pengganggu atau residual dengan cara membandingkan nilai J-B hitung dengan nilai C2 (Chi-Square) tabel dari gambar 4.3 di peroleh nilai Jarque-Bera sebesar 0.220772. Nilai C2 Tabel dengan df=8–2 = 6 sebesar 12.59, jika dibandingkan dengan nila J-B pada gambar diatas sebesar 0.220772, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal karena nilai J–B < nilai C2 tabel atau 0.220772< 12.59.

4.3.2 Uji Autokorelasi

Autokorelasi yaitu adanya hubungan antara kesalahan pengganggu yang muncul pada data runtun waktu(time series). Dalam penaksiran model regresi linier mengasumsikan bahwa tidak terdapat autokorelasi antara kesalahan pengganggu. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menghitung menggunakan metode Brusch-Godfrey atau LM ( Lagrange Multiplier Test). Menurut Iqbal,


(9)

(2008) jika prob. F hitung > alpha 0.05 (5%) maka Ho diterima yang artinya tidak terjadi autokorelasi. Sebaliknya, apabila prob. F hitung < alpha 0.05 (5%) maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi. Berikut tabel 4.4 yang merupakan hasil olah data untuk mendeteksi ada atau tidak terjadinya Autokorelasi.

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.731691 Prob. F(2,4) 0.5360 Obs*R-squared 2.142822 Prob. Chi-Square(2) 0.3425 Sumber: Output Eviews 8.1 (Data Diolah), 2016

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan bahwa nilai Prob. F(2,4) sebesar 0.5360 dapat juga disebut sebagai nilai probabilitas F hitung. Nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0.05 (5%) atau 0.5360 > 0.05, sehingga berdasarkan uji hipotesis Ho diterima yang artinya tidak terjadi autokorelasi.

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari suatu residual pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi jika varian disturbance term (µi) kondisi nilai variabel eksplanatorinya tidak konstan. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan estimasi koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas menggunakan White’s General Heteroscedasticity test dan Park Test (Gujarati, 2003; 388). Dikatakan tidak ada heteroskedastisitas adalah jika nilai obs. R. Squared White’s General Heteroscedasticity test probabilitasnya > 5% (0,05). Berikut tabel 4.5 yang


(10)

merupakan hasil olah data untuk mendeteksi ada atau tidak terjadinya Heteroskedastisitas.

Tabel 4.5 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.668055 Prob. F(2,5) 0.2786 Obs*R-squared 3.201598 Prob. Chi-Square(2) 0.2017 Scaled explained SS 1.400930 Prob. Chi-Square(2) 0.4964 Sumber : Output Eviews 8.1 (Data Diolah), 2016

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa data atau model penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Prob R-square > 0.05 atau 0.2017 > 0.05.

4.4 Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui hasil penelitian ini dapat dilihat dari output regresi linier sederhana yang memakai program EVIEWS 8.1 sebagai alat analisis pada tabel 4.6 berikut ini:


(11)

Tabel 4.6

Hasil regresi dari Dana Otonomi Khusus yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 09/28/16 Time: 01:06 Sample: 2008 2015

Included observations: 8

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -22.82774 33.42726 -0.682908 0.5201 LOG(X) 0.956152 1.172681 0.815355 0.4460 R-squared 0.099749 Mean dependent var 4.425000 Adjusted R-squared -0.050293 S.D. dependent var 1.211540 S.E. of regression 1.241632 Akaike info criterion 3.483049 Sum squared resid 9.249904 Schwarz criterion 3.502909 Log likelihood -11.93219 Hannan-Quinn criter. 3.349098 F-statistic 0.664804 Durbin-Watson stat 0.874734 Prob(F-statistic) 0.446020

Sumber: Output Eviews 8.1 (data diolah), 2016

Berdasarkan data dari tabel diatas dapat dibuat persamaan Analisis Regresi Linier Sederhana sebagai berikut:

Y= -22.82774 + 0.956152X

Dari formulasi model diatas menunjukkan bahwa jika tidak ada Dana Otonomi Khusus maka pertumbuhan ekonomi adalah sebesar -22.82774 % dan jika jumlah Dana Otonomi Khusus meningkat Rp.1000, maka menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 0.956152%.

Untuk mengetahui pengaruh dana otonomi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi aceh tahun 2008-2015 dapat dilihat dari nilai R2. Dari Hasil pengujian diperoleh nilai R2 sebesar 0.099749. ini menunjukkan bahwa variabel


(12)

dana otonomi khusus menjelaskan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi aceh adalah sebesar 9.9749% dan sisanya 90.0251% dijelaskan oleh variabel lain selain variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel lain yang dimaksud yaitu seperti pendapatan per kapita.

4.5 Pembuktian Hipotesis. 4.5.1 Uji Parsial ( Uji-t ).

Pengujian hipotesis menggunakan uji t, menggunakan tingkat keyakinan (level of signifikan) atau α = 0.05 atau α = 5%. Dengan ketentuan, dimana pengujian yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan jika thitung >ttabel pada

α = 5%, maka hipotesis H0 ditolak dan menerima hipotesis Ha sedangkan jika

thitung < ttabel pada α = 5%, maka hipotesis Ha ditolak dan menerima hipotesis H0.

Dari hasil pengujian diatas yang dapat dilihat pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel Dana Otonomi Khusus memiliki thitung 0.815355 dan nilai ttabel

dengan df = n-k (8-2 =6) pada α = 0.05 diperoleh nilai sebesar 2.477, dapat disimpulkan bahwa thitung<ttabel yaitu 0.815355 < 2.477 dengan nilai signifikan >

0.05 maka keputusannya yaitu menolak hipotesis Ha dan menerima hipotesis H0

yang berarti secara parsial variabel Dana Otonomi Khusus secara signifikan tidak mempengaruhi variabel Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015.

Secara teori, alokasi dana besar bagi pembangunan suatu daerah akan meningkatkan kesejahteraan penduduk di daerah tersebut atau diistilahkan dengan hipotesis trickle down effect. Namun hasil penelitian yang didapat oleh penulis


(13)

adalah variabel Dana Otonomi Khusus secara signifikan tidak mempengaruhi variabel Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana otonomi khusus kurang tepat sasaran, seperti masih tingginya tingkat korupsi.

4.6 Pembahasan

Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa dana otonomi khusus secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana otonomi khusus kurang tepat sasaran, seperti masih tingginya tingkat korupsi Dan pemanfaatan dana otonomi khusus belum sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat seperti meningkatkan pendidikan, kesehatan dan perekonomian, tetapi lebih dimanfaatkan untuk pembangunan kantor pemerintahan yang megah. Salah satunya kurangnya kepedulian Pemerintahan Aceh, misalnya di bidang pendidikan. Hasil Ujian Nasional tahun 2013 dan 2014 memperlihatkan jumlah kelulusan SMA/MA/SMK di Aceh terendah di tingkat nasional.

Hasil penelitian penulis sama dengan hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Duwith Richard (2010) yang berjudul “Pengaruh Dana Otonomi Khusus Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Papua Tahun 2002-2009” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa dana otonomi khusus tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua. Dari hasil penelitian penulis (2016) yang


(14)

berjudul “Pengaruh Dana Otonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Aceh Tahun 2008-2015” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa dana otonomi khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap petumbuhan ekonomi di provinsi aceh tahun 2008-2015.


(1)

(2008) jika prob. F hitung > alpha 0.05 (5%) maka Ho diterima yang artinya tidak terjadi autokorelasi. Sebaliknya, apabila prob. F hitung < alpha 0.05 (5%) maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi. Berikut tabel 4.4 yang merupakan hasil olah data untuk mendeteksi ada atau tidak terjadinya Autokorelasi.

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.731691 Prob. F(2,4) 0.5360 Obs*R-squared 2.142822 Prob. Chi-Square(2) 0.3425 Sumber: Output Eviews 8.1 (Data Diolah), 2016

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan bahwa nilai Prob. F(2,4) sebesar 0.5360 dapat juga disebut sebagai nilai probabilitas F hitung. Nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0.05 (5%) atau 0.5360 > 0.05, sehingga berdasarkan uji hipotesis Ho diterima yang artinya tidak terjadi autokorelasi.

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari suatu residual pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi jika varian disturbance term

(µi) kondisi nilai variabel eksplanatorinya tidak konstan. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan estimasi koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas menggunakan White’s

General Heteroscedasticity test dan Park Test (Gujarati, 2003; 388). Dikatakan tidak ada heteroskedastisitas adalah jika nilai obs. R. Squared White’s General Heteroscedasticity test probabilitasnya > 5% (0,05). Berikut tabel 4.5 yang


(2)

merupakan hasil olah data untuk mendeteksi ada atau tidak terjadinya Heteroskedastisitas.

Tabel 4.5 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.668055 Prob. F(2,5) 0.2786 Obs*R-squared 3.201598 Prob. Chi-Square(2) 0.2017 Scaled explained SS 1.400930 Prob. Chi-Square(2) 0.4964 Sumber : Output Eviews 8.1 (Data Diolah), 2016

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa data atau model penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Prob R-square > 0.05 atau 0.2017 > 0.05.

4.4 Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui hasil penelitian ini dapat dilihat dari output regresi linier sederhana yang memakai program EVIEWS 8.1 sebagai alat analisis pada tabel 4.6 berikut ini:


(3)

Tabel 4.6

Hasil regresi dari Dana Otonomi Khusus yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 09/28/16 Time: 01:06 Sample: 2008 2015

Included observations: 8

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -22.82774 33.42726 -0.682908 0.5201 LOG(X) 0.956152 1.172681 0.815355 0.4460 R-squared 0.099749 Mean dependent var 4.425000 Adjusted R-squared -0.050293 S.D. dependent var 1.211540 S.E. of regression 1.241632 Akaike info criterion 3.483049 Sum squared resid 9.249904 Schwarz criterion 3.502909 Log likelihood -11.93219 Hannan-Quinn criter. 3.349098 F-statistic 0.664804 Durbin-Watson stat 0.874734 Prob(F-statistic) 0.446020

Sumber: Output Eviews 8.1 (data diolah), 2016

Berdasarkan data dari tabel diatas dapat dibuat persamaan Analisis Regresi Linier Sederhana sebagai berikut:

Y= -22.82774 + 0.956152X

Dari formulasi model diatas menunjukkan bahwa jika tidak ada Dana Otonomi Khusus maka pertumbuhan ekonomi adalah sebesar -22.82774 % dan jika jumlah Dana Otonomi Khusus meningkat Rp.1000, maka menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 0.956152%.

Untuk mengetahui pengaruh dana otonomi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi aceh tahun 2008-2015 dapat dilihat dari nilai R2. Dari Hasil pengujian diperoleh nilai R2 sebesar 0.099749. ini menunjukkan bahwa variabel


(4)

dana otonomi khusus menjelaskan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi aceh adalah sebesar 9.9749% dan sisanya 90.0251% dijelaskan oleh variabel lain selain variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel lain yang dimaksud yaitu seperti pendapatan per kapita.

4.5 Pembuktian Hipotesis. 4.5.1 Uji Parsial ( Uji-t ).

Pengujian hipotesis menggunakan uji t, menggunakan tingkat keyakinan (level of signifikan) atau α = 0.05 atau α = 5%. Dengan ketentuan, dimana

pengujian yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan jika thitung >ttabel pada

α = 5%, maka hipotesis H0 ditolak dan menerima hipotesis Ha sedangkan jika

thitung < ttabel pada α = 5%, maka hipotesis Ha ditolak dan menerima hipotesis H0.

Dari hasil pengujian diatas yang dapat dilihat pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel Dana Otonomi Khusus memiliki thitung 0.815355 dan nilai ttabel

dengan df = n-k (8-2 =6) pada α = 0.05 diperoleh nilai sebesar 2.477, dapat disimpulkan bahwa thitung<ttabel yaitu 0.815355 < 2.477 dengan nilai signifikan >

0.05 maka keputusannya yaitu menolak hipotesis Ha dan menerima hipotesis H0

yang berarti secara parsial variabel Dana Otonomi Khusus secara signifikan tidak mempengaruhi variabel Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015.

Secara teori, alokasi dana besar bagi pembangunan suatu daerah akan meningkatkan kesejahteraan penduduk di daerah tersebut atau diistilahkan dengan hipotesis trickle down effect. Namun hasil penelitian yang didapat oleh penulis


(5)

adalah variabel Dana Otonomi Khusus secara signifikan tidak mempengaruhi variabel Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2008-2015. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana otonomi khusus kurang tepat sasaran, seperti masih tingginya tingkat korupsi.

4.6 Pembahasan

Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa dana otonomi khusus secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana otonomi khusus kurang tepat sasaran, seperti masih tingginya tingkat korupsi Dan pemanfaatan dana otonomi khusus belum sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat seperti meningkatkan pendidikan, kesehatan dan perekonomian, tetapi lebih dimanfaatkan untuk pembangunan kantor pemerintahan yang megah. Salah satunya kurangnya kepedulian Pemerintahan Aceh, misalnya di bidang pendidikan. Hasil Ujian Nasional tahun 2013 dan 2014 memperlihatkan jumlah kelulusan SMA/MA/SMK di Aceh terendah di tingkat nasional.

Hasil penelitian penulis sama dengan hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Duwith Richard (2010) yang berjudul “Pengaruh Dana Otonomi Khusus Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Papua Tahun 2002-2009” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa dana otonomi khusus tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua. Dari hasil penelitian penulis (2016) yang


(6)

berjudul “Pengaruh Dana Otonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Aceh Tahun 2008-2015” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa dana otonomi khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap petumbuhan ekonomi di provinsi aceh tahun 2008-2015.