Formula Alternatif Dalam Meningkatkan Efektivitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Pelayanan Dasar

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS
KELOMPOK PELAYANAN DASAR

INA MARLINA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formula Alternatif
dalam meningkatkan Efektivitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok
Pelayanan Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Ina Marlina
NIM H14110017

ABSTRAK
INA MARLINA. Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektivitas Penyaluran
Dana Alokasi Khusus Kelompok Pelayanan Dasar. Dibimbing oleh BAMBANG
JUANDA.
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen transfer ke
daerah yang dialokasikan untuk membantu mendorong akselerasi pertumbuhan
dan pemerataan pembangunan. Pada pelaksanaannya, penyaluran DAK di
Indonesia belum efektif karena formula saat ini terdapat beberapa masalah salah
satunya tidak menyentuh daerah prioritas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian
ini adalah menganalisis efektivitas alokasi DAK kedua formula (existing dan
alternatif) serta membandingkan korelasinya dengan PDRB per kapita, Indeks
pembangunan Manusia (IPM), dan kemiskinan. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa pengalokasian DAK dengan formula alternatif lebih efektif karena lebih
menyentuh daerah prioritas baik secara teknis maupun kondisi daerah. Hasil

analisis korelasi menunjukkan bahwa formula alternatif memiliki korelasi yang
lebih baik terhadap PDRB per kapita dibandingkan existing sedangkan formula
existing memiliki korelasi yang lebih baik terhadap IPM dan kemiskinan
dibandingkan dengan alternatif.
Kata kunci: Dana Alokasi Khusus, Formula Existing dan Alternatif, Korelasi,
Pelayanan Dasar.

ABSTRACT
INA MARLINA. Alternative Formula for Improving Effectivity of Specific Grant
Distribution in Basic Service Field. Supervised by BAMBANG JUANDA.
Specific Grant (DAK) is one of instrument transfer to region that allocated
to help economic growth acceleration and equalization development. In practice,
the distribution of DAK in Indonesia has not been effective due to the formula
currently formula, there are several issues and one of them does not reachthe
priority areas. Therefore, the purpose of this study is to analyze the allocation
effectiveness of DAK with two formulas (existing and alternative) and comparing
its its correlation with GDP per capita, Human Development Index (HDI), and
poverty. The calculation result shows that the allocation of DAK with altenative
formula is more effective because it is able to reach the priority areas both
technical and local fiscal condition than the existing formula. The result of

correlation analysis shows that alternative formula has a better correlation to GDP
per capita than the existing formula while the existing formula has a better
correlation to HDI and poverty than the alternative formula .
Keywords: Specific Grant, Existing and Alternative Formula, Correlation, Basic
Service.

FORMULA ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA ALOKASI KHUSUS
KELOMPOK PELAYANAN DASAR

INA MARLINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJAMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
karena atas segala nikmat dan karunia-Nya skripsi yang merupakan syarat untuk
memperoleh gelar sarjana ekonomi ini berhasil diselesaikan shalawat serta salam
tak lupa penulis haturkan juga kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Judul dari skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini yaitu
Formula Alternatif dalam Meningkatkan Efektivitas Penyaluran Dana Alokasi
Khusus Kelompok Pelayanan Dasar. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
menghitung dan menganalisis suatu formula alternatif dalam meningkatkan
efektivitas penyaluran Dana Alokasi Khusus di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.Ir Bambang Juanda,
M.S. selaku pembimbing, Bapak Prof. Dr.Ir. Sri Hartoyo, M.S. selaku dosen
penguji utama, serta Ibu Heni Hasanah, SE., M.Si. selaku dosen penguji komisi
pendidikan. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang
tua penulis, Bapak Najmudin dan Ibu Ipah, adik-adik tercinta, Iis Sumianti, Andi

Rivandi dan Rahma Nasipah, teman-teman satu bimbingan, Sauqi, Ratih, dan Nia,
teman-teman Ilmu Ekonomi 48 Rahmi, Aulia, Anis Fauziah, Anis Fikriah,
Roziana, Herlin, Hasna, serta saudara-saudara dari PM Al-iffah atas doa dan
motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Ina Marlina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

DAFTAR SINGKATAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian


4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Otonomi Daerah

5

Desentralisasi Fiskal


5

Dana Alokasi Khusus (DAK)

5

Penelitian Terdahulu

6

METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

8
8
11
13


Efektivitas Alokasi DAK Menggunakan Formula Alternatif

13

Hasil Analisis Korelasi DAK Existing dan Alternatif terhadap PDRB per
Kapita, IPM, dan Kemiskinan

36

Implikasi Kebijakan dari Hasil Penelitian

41

SIMPULAN DAN SARAN

42

Simpulan

42


Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Alokasi DAK sub bidang SD beberapa daerah
Jenis dan sumber data penelitian
Penentuan bobot DAK formula alternatif
Perbandingan jumlah penerima DAK kelompok pelayanan dasar
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD alternatif
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SD
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP alternatif
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
SMP
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA alternatif
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
SMA
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMK existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMK alternatif
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
SMK
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan dasar
existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan dasar
alternatif
beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang pelayanan dasar
Sepuluh terbesar daerah penerima DAKsub bidang pelayanan
rujukan existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan
rujukan alternatif
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAKsub
bidang pelayanan rujukan
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan rujukan
existing menurut perhitungan
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan rujukan
existing menurut kementerian keuangan
Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan rujukan
alternatif
Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi
DAKsub bidang pelayanan rujukan
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian existing
Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian alternatif
Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang pelayanan kefarmasian

3
8
13
14
15
15
16
16
17
17
17
18
18
19
19
19
20
20
21
21
22
22
22
23
23
23
24
24
25

30 Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian existing
31 Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang pelayanan
kefarmasian alternatif
32 Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
sub bidang pelayanan kefarmasian
33 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
existing
34 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
alternatif
35 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
bidang infrastruktur irigasi
36 Lima terbesar provinsi penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
existing
37 Lima terbesar provinsi penerima DAK bidang infrastruktur irigasi
alternatif
38 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang air minum
existing
39 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang air minum
alternatif
40 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang air minum
41 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang sanitasi existing
42 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang sanitasi
alternatif
43 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang sanitasi
44 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang jalan existing
45 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang jalan alternatif
46 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang jalan
47 Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang jalan existing
48 Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang jalan alternatif
49 Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
sub bidang jalan
50 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang transportasi
perdesaan existing
51 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang transportasi
perdesaan alternatif
52 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang KTD existing
53 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang KTD alternatif
54 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK sub
bidang KTD
55 Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang KTD existing
56 Lima terbesar provinsi penerima DAK sub bidang KTD alternatif
57 Beberapa provinsi yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK
sub bidang KTD

25
25
26
26
27
27
27
28
28
29
29
30
30
30
31
31
32
32
32
33
33
34
34
35
35
35
36
36

58 Hasil analisis korelasi DAK kabupaten/kota dengan PDRB per
kapita, IPM, dan kemiskinan
59 Hasil analisis korelasi DAK provinsi dengan PDRB per kapita, IPM,
dan kemiskinan

37
38

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia
Perkembangan indeks gini Indonesia
Perkembangan alokasi dana perimbangan dalam APBN
Kerangka pemikiran penelitian
Alur penentuan daerah penerima DAK formula alternatif
Perbandingan total alokasi kelompok pelayanan dasar kab/kota
Perbandingan total alokasi kelompok pelayanan dasar provinsi
Perbandingan total alokasi seluruh bidang DAK kab/kota
Perbandingan total alokasi seluruh bidang DAK provinsi

1
1
2
7
12
39
39
40
40

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan alternatif DAK kab/kota kelompok pelayanan
dasar (Rp juta)
2 Hasil perhitungan alternatif DAK provinsi kelompok pelayanan
dasar (Rp juta)

45
58

DAFTAR SINGKATAN
AM
: Alokasi Minimal
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BPS
: Badan Pusat Statistik
DAK
: Dana Alokasi Khusus
DAU
: Dana Alokasi Umum
DBH
: Dana Bagi Hasil
DBH-DR : Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi
DI
: Daerah Istimewa
IFN
: Indeks Fiskal Neto
IFWT
: Indeks Fiskal Wilayah Teknis
IKK
: Indeks Kemahalan Konstruksi
IKW
: Indeks Kewilayahan
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
IT
: Indeks Teknis
K/L
: Kementerian / Lembaga
KAB
: Kabupaten
Kemenkeu : Kementerian Keuangan
KK
: Kriteria Khusus
KKD
: Kemampuan Keuangan Daerah
KT
: Kriteria Teknis
KTD
: Keselamatan Transportasi Darat
KU
: Kriteria Umum
NK RAPBN: Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PNSD
: Pegawai Negeri Sipil Daerah
PP
: Peraturan Pemerintah
PU
: Pekerjaan Umum
SPM
: Standar Pelayanan Minimum
TA
: Tahun Anggaran
UU
: Undang-undang

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Todaro dan Stephen (2006), tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah baik pusat
maupun daerah selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang setinggi mungkin,
juga harus mampu menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan
pendapatan, serta tingkat pengangguran. Ketimpangan pendapatan merupakan
salah satu tolok ukur keberhasilan suatu pembangunan karena bisa menjadi salah
satu indikator pemerataan pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi Indonesia jika dilihat dari ke dua indikator tersebut tidak
menunjukkan nilai yang lebih baik, sebaliknya cenderung semakin menurun. Laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia dilihat pada Gambar 1 cenderung semakin
menurun dari tahun ke tahun, dan bahkan sampai tahun 2013 berada di bawah 6%.

Sumber : World Bank (2014)

Gambar 1 Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia
Selain pertumbuhan ekonominya, nilai indeks gini Indonesia pada Gambar 2
juga menunjukkan nilai yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal
tersebut mengindikasikan semakin tingginya ketimpangan pendapatan di
Indonesia dan belum tercapainya pemerataan pembangunan di Indonesia.

Sumber : BPS (2014)

Gambar 2 Perkembangan indeks gini Indonesia

2

Ketimpangan pendapatan merupakan masalah yang harus segera diatasi
karena akan menjadi kendala dalam akselerasi pembangunan di Indonesia. Oleh
karena itu perlu solusi yang tepat agar peningkatan pertumbuhan di Indonesia
tidak diiringi dengan peningkatan ketimpangan pendapatan. Salah satu upaya
yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi masalah ketimpangan tersebut
adalah dengan mengelurakan kebijakan transfer ke daerah. Kebijakan tersebut
pada tahun 2015 diarahkan diantaranya untuk meningkatkan kapasitas fiskal
daerah, mengurangi ketimpangan sumber pendanaan vertikal dan horizontal,
mengurangi kesenjangan layanan publik antardaerah, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur (NK RAPBN 2015).
Kebijakan transfer ke daerah tahun anggaran 2015 adalah Dana Perimbangan
(DAU, DBH, dan DAK), Dana Otonomi Khusus, Dan Keistimewaan DI
Yogyakarta, dan Dana Transfer Lainnya. Dari beberapa jenis instrumen tersebut
dana perimbangan merupakan instrumen yang memiliki porsi terbesar yaitu
sekitar 80.8 % dari total keseluruhan.
Pada pelaksanaannya, kebijakan dari pemerintah pusat kurang efektif
dilaksanakan oleh daerah khususnya di era otonomi daerah seperti saat ini dimana
daerah bebas dalam menentukan alokasi APBDnya sesuai dengan desentralisasi
fiskal. Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak berhak mendikte atau mengatur
pola belanja daerah karena sudah jelas kewenangannya berdasarkan PP No. 38
Tahun 2007 tentang pembagian urusan pusat dan daerah. Satu-satunya instrumen
dimana pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengatur daerah yaitu
DAK karena sifatnya yang spesific yaitu penggunaan dana tersebut sudah jelas
karena sudah ditentukan dan diarahkan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu.
DAK merupakan satu-satunya instrumen yang dapat digunakan untuk membantu
mewujudkan akselerasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di Indonesia.
DAK memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai instrumen untuk
mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan di
Indonesia. Akselerasi pertumbuhan ekonomi dicapai melalui investasi yaitu
pembangunan yang sifatnya spesifik untuk bidang tertentu yang sesuai dengan
prioritas nasional. Sementara pengurangan ketimpangan dicapai karena DAK
diprioritaskan untuk daerah-daerah miskin yang memiliki kebutuhan yang sangat
tinggi terhadap pembangunan sehingga diharapkan DAK tersebut akan
menghasilkan pemerataan.

Sumber : Kementerian Keuangan (2014)

Gambar 3 Perkembangan alokasi dana perimbangan dalam APBN

3

Gambar 3 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun alokasi dana
perimbangan baik DBH, DAU, maupun DAK cenderung meningkat. Pada gambar
tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan alokasi tertinggi dimiliki oleh DAU,
kemudian DBH, dan terakhir DAK. Jumlah alokasi DAK terhadap total
keseluruhan dana perimbangan relatif kecil sehingga untuk dapat mengatasi
masalah pembangunan Indonesia cenderung kurang efektif. Oleh karena
jumlahnya yang relatif kecil maka pengalokasiannya harus efektif.
Perumusan Masalah
Kebijakan alokasi DAK sudah diterapkan di Indonesia lebih dari satu
dekade namun pemerintah merasa bahwa dalam pelaksanaannya kebijakan
tersebut belum efektif dalam melaksanakan fungsinya yang sesuai dengan UU No.
33 Tahun 2004. Pengalokasian DAK saat ini belum mampu mengatasi masalah
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di Indonesia karena formula yang
digunakan dalam mekanisme pengalokasian DAK saat ini kurang mendukung
terhadap pencapaian prioritas nasional karena tidak menyentuh daerah prioritas
dan tidak mengalokasikan DAK sesuai kebutuhan daerah.
Beberapa daerah yang menjadi daerah prioritas nasional (memiliki indeks
teknis atau kebutuhan yang tinggi) tidak mendapat alokasi DAK karena terhambat
oleh kriteria yang digunakan (kapasitas fiskal tinggi). Misalnya adalah daerahdaerah prioritas dalam pembangunan irigasi tahun 2015-2019 dalam rangka
membangun swasembada pangan tahun 2017 terdiri dari 11 Provinsi berdasarkan
arahan Kementerian PU dan Kementerian Pertanian. Namun, karena kriteria yang
digunakan saat ini dua provinsi yang menjadi daerah prioritas tersebut tidak
mendapat alokasi DAK di bidang irigasi karena secara fiskal tidak layak yaitu
Jawa Barat dan Kalimantan Timur.
Tabel 1 Alokasi DAK sub bidang SD beberapa daerah
No

Daerah

Alokasi DAK
(Rupiah)

IFN

IKW

IT

2.53

0.06

10,711,090,000

1

Kab. Tolikara

Rendah Sekali

2

Kab. Sumedang

Rendah

2.24

10,698,220,000

3

Kab. Jayawijaya

Rendah

1.33

0.51

10,601,440,000

4

Kab. Maluku Tenggara Barat

Rendah Sekali

2.74

0.94

10,426,000,000

5

Kab. Konawe Kepulauan

Rendah Sekali

0.67

0.36

10,359,370,000

Sumber: Kementerian Keuangan (2014)

Alokasi DAK formula existing yang diberikan kepada daerah-daerah
kurang efektif karena tidak mencerminkan kebutuhan teknisnya. Beberapa daerah
mendapat alokasi DAK suatu bidang yang sangat tinggi namun dilihat dari
kebutuhan teknisnya termasuk rendah. Sebagian besar daerah-daerah tersebut
merupakan daerah yang berasal dari timur. Sebaliknya, beberapa daerah dengan
KKD yang rendah sekali dan IT yang relatif tinggi mendapat alokasi DAK yang
lebih rendah karena tidak memiliki IKW. Misalnya, alokasi DAK sub bidang
pendidikan SD pada Tabel 1 menunjukkan bahwa Kab. Sumedang dan Kab.
Tolikara memiliki jumlah yang hampir sama yaitu ± 10 M akan tetapi berdasarkan

4

kebutuhannya sangatlah berbeda (IT Kab. Tolikara jauh lebih kecil dibandingkan
dengan Kab. Sumedang).
Oleh karena itu, perlu dilakukan reformulasi terhadap mekanisme
pengalokasian DAK saat ini agar lebih efektif dalam mendorong akselerasi
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Indonesia serta lebih menyentuh
daerah prioritas. Selain faktor-faktor di atas, reformulasi DAK juga merupakan
salah satu arahan Kementerian Keuangan dalam jangka pendek yaitu untuk
menyederhanakan formula alokasi DAK dengan tetap menggunakan kriteria saat
ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah pada penelitian ini
yaitu :
1. Bagaimana efektivitas pengalokasian DAK menggunakan formula alternatif
serta menghitung korelasinya terhadap PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan
dibandingkan dengan existing?
2. Bagaimana implikasi kebijakan dari hasil penelitian?

Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu :
1. Menganalisis efektivitas pengalokasian DAK menggunakan formula alternatif
serta menghitung korelasinya terhadap PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan
dibandingkan dengan existing.
2. Mengkaji implikasi kebijakan dari hasil penelitian.

Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, menambah wawasan dan untuk mengaplikasikan ilmu yang
selama ini telah didapatkan.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait
efektivitas dari formula DAK terhadap pencapaian tujuannya dalam rangka
mendukung prioritas nasional serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya terkait reformulasi DAK.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah
membuat keputusan yang tepat terkait pengalokasian DAK agar lebih efektif
dan efisien.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan mencoba menghitung dan menganalisis pengalokasian
DAK ke daerah menggunakan formula alternatif serta menganalisis hubungannya
dengan PDRB per Kapita, IPM, dan kemiskinan. Dalam arahannya, pemerintah
khususnya Kementerian Keuangan membuat sebuah Roadmap Reformulasi DAK
(formula alokasi DAK alternatif) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu reformulasi
RAPBN-P 2015, RAPBN 2016, dan RAPBN 2017. Pada penelitian kali ini,
formula alternatif yang akan digunakan yaitu formula RAPBN 2016. Formula
alternatif yang dimaksud adalah dengan mengubah urutan ke-tiga kriteria dalam

5

penentuan daerah penerima DAK karena urutan tersebut lebih sesuai dalam
mendukung pencapaian prioritas nasional karena merupakan formula output based
(indikator teknis menjadi indikator utama) yang merupakan prioritas K/L. Selain
itu, bidang cakupannya juga dipersempit yaitu yang sesuai dengan rencana kerja
program pemerintah.
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan dalam Nota Keuangan
APBN 2015 bahwa tahun 2015 ini terdapat 14 bidang yang didanai oleh DAK
yang dibagi menjadi dua yaitu kelompok pelayanan dasar dan non-pelayanan
dasar. Pada penelitian ini akan membahas reformulasi DAK bidang pelayanan
dasar sementara bidang lainnya yaitu non-pelayanan dasar dilakukan oleh Muis
(2015).

TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah
Menurut Soesastro et al. (2005) pengertian otonomi yang riil dan seluasluasnya adalah swasembada yang sebesar-besarnya dan keuangan daerah yang
sebanyak-banyaknya dan merupakan hak daerah yang perlu dituntut dari pusat.
Pengertian otonomi daerah yang dominan baik dalam perundang-undangan yang
berlaku maupun dalam tuntutan-tuntutan daerah adalah pengertian swasembada
untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Maksud dari swasembada tersebut
adalah kebebasan dari setiap daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan yang
berkaitan dengan pemerintahan dan masyarakat setempatnya.
Desentralisasi Fiskal
Salah satu konsekuensi dari adanya otonomi daerah dan desentralisasi
tersebut adalah desentralisasi fiskal. Menurut Adisasmita (2011), desentralisasi
fiskal mengandung pengertian bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi
daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, kepala daerah diberikan
kewenangan untuk mendayakan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, untuk
melengkapi dan menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah maka di bentuklah
UU tentang perimbangan keuangan.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK atau spesific grant merupakan salah satu bentuk tansfer ke daerah
untuk kegiatan khusus. Spesific grant atau Specific-Purpose Transfers (SPT)
menurut Shah (2006) terdiri dari dua jenis yaitu Conditional Transfer dan
unconditional transfer. Perbedaan antara ke duanya yaitu Transfer bersyarat
(Conditional Transfer) harus menyediakan dana pendamping sementara Transfer
tak bersyarat (unconditional transfer) tidak. DAK di Indonesia termasuk ke dalam
closed-ended grant dan Conditional Transfer karena berdasarkan Pasal 41 UU No.

6

33 Tahun 2004 setiap daerah yang menerima DAK wajib menganggarkan dana
pendamping sekurang-kurangnya 10%.
Penelitian Terdahulu
Salah satu penelitian tentang DAK dilakukan oleh Singh dan Thomas
(1998). Mereka mencoba membandingkan efektivitas matcing grants dan block
grants dalam penyediaan barang-barang publik dengan menggunakan pemodelan
dan analisis kuantitatif. Matching grants (DAK yang mensyaratkan dana
pendamping) merupakan input dalam memproduksi barang-barang publik atau
dapat juga dikatakan sebagai subsidi input. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan matching grants lebih baik dari pada block
grants karena mampu mengkoreksi distorsi output secara langsung. Selain itu,
matching grants juga lebih dipilih karena jumlahnya yang relatif lebih sedikit.
Matching grants jumlahnya juga bisa lebih besar jika pemerintah pusat memiliki
preferensi yang kuat agar barang tersebut tersedia sehingga harus dibantu.
Qibthiyyah et al. (2013) dalam penelitiannya terkait kondisi dan strategi
pengelolaan DAK ke depan menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kuesioner,
deskripsi data sekunder, serta studi literatur mengenai penerapan kebijakan DAK,
beberapa masalah dalam pengalokasian DAK baik menurut persepsi pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat relatif sama. Permasalahan tersebut yaitu belum
jelasnya tujuan alokasi DAK dalam mendukung prioritas nasional. Selain itu, dari
aspek efisiensi terdapat pola yang berbeda antar bidang dan antar wilayah,
termasuk tingkat kepentingan alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah
daerah di bidang terkait sehingga penyerapan DAK relatif masih rendah.
Juanda dalam Kemenkeu (2014) dalam tulisannya tentang reformulasi
DAK agar dapat mendorong akselerasi pertumbuhan di Indonesia dan juga
mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah Indonesia, terdapat beberapa
rekomendasi dalam jangka panjang dan jangka pendek. Beberapa alternatif
rekomendasi jangka panjang yaitu alokasi DAK hanya untuk membiayai prioritas
nasional yang difokuskan pada tiga prioritas utama pelayanan dasar yaitu
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dengan menggunakan standar pelayanan
minimum (SPM) sebagai indikator utama dalam penentuan alokasi DAK, DAK
prioritas nasional dan DAK kebijakan tertentu. Dalam jangka pendek misalnya
untuk satu sampai dua tahun ke depan, agar dapat menyentuh daerah prioritas
maka kriteria pertama yang dilakukan dalam penentuan daerah penerima adalah
kriteria teknis.

7

DAK SPM, DAK
Prioritas Nasioanal,
DAK Kebijakan Tertentu

Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian

8

METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
34 Provinsi dan 505 Kota dan Kabupaten di Indonesia. Hampir semua jenis data
yang digunakan merupakan data pada tahun 2013 kecuali data IKK (2014) pagu
dan alokasi minimal DAK tahun 2015. Adapun jenis dan sumber data yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian
Jenis Data
Sumber Data
Pendapatan Asli Daerah
Kementerian Keuangan
Dana Alokasi Umum
Kementerian Keuangan
Dana Bagi Hasil SDA
Kementerian Keuangan
DBH Pajak
Kementerian Keuangan
Belanja PNS Daerah
Kementerian Keuangan
Indeks Daerah Tertinggal
Kementerian Keuangan
Indeks Daerah Perbatasan
Kementerian Keuangan
Indeks Pesisir Kepulauan
Kementerian Keuangan
Indeks Teknis Per Bidang
Kementerian Keuangan
Indeks Kemahalan Konstruksi
Kementerian Keuangan
Pagu dan Alokasi Minimal DAK
Kementerian Keuangan
PDRB Per Kapita
BPS
Indeks Pembangunan Manusia
BPS
Kemiskinan
BPS
Definisi Operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1) Kriteria umum atau kriteria fiskal merupakan kemampuan keuangan daerah
(KKD) yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja
Pegawai Negeri Sipil Daerah.
KKD = Penerimaan Umum APBD – Belanja PNSD
Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + (DBH - DBHDR)
2) Indeks Fiskal Netto (IFN), adalah indeks dari kemampuan keuangan daerah
KKD, yaitu KKD suatu Daerah dibandingkan dengan rata-rata KKD Nasional.
3) Kriteria Khusus, adalah kriteria kewilayahan yang dirumuskan berdasarkan
Peraturan perundang-undangan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, serta
karakteristik daerah yang memperhitungkan Daerah Tertinggal, Daerah
Perbatasan, dan Daerah Pesisir atau kepulauan.
4) Indeks Daerah Tertinggal (IDT), adalah indeks ketertinggalan suatu daerah
dalam kelompok daerah tertinggal, yang dihitung dengan cara membandingkan
nilai ketertinggalan suatu daerah dengan rata-rata nilai ketertinggalan
kelompok daerah tertentu.
5) Indeks Daerah Perbatasan (IDP), adalalah indeks perbatasan suatu daerah
dalam kelompok daerah perbatasan, yang dihitung dengan cara
membandingkan nilai perbatasan suatu daerah dengan rata-rata nilai perbatasan
kelompok daerah perbatasan.

9

6) Indeks Daerah Pesisir Kepulauan (IDPK), adalah indeks pesisir kepualauan
suatu daerah dalam kelompok Daerah Pesisir Kepulauan, yang dihitung dengan
cara membandingkan nilai pesisir kepulauan suatu daerah dengan rata-rata nilai
pesisir kepulauan kelompok Daerah Pesisir Kepulauan.
7) Indeks Kewilayahan (IKW), adalah gabungan secara komposit dari IDT, IDP,
dan IDPK suatu daerah, yang dihitung dengan cara membandingkan indeks
wilayah gabungan suatu daerah dengan rata-rata indeks wilayah gabungan dari
kelompok Daerah Tertinggal. Daerah Perbatasan, dan Daerah Pesisir
Kepulauan.
8) Kriteria Teknis, adalah kriteria kondisi sarana dan prasarana masing-masing
bidang DAK yang disusun dari indikator teknis yang ditetapkan oleh masingmasing K/L penanggungjawab bidang atau sub bidang DAK.
9) Indikator Teknis, adalah data, nilai, kondisi dan/atau keadaan tertenu yang
menggambarkan kondisi sarana dan prasarana layanan publik di daerah, yang
ditetapkan oleh masing-masing K/L, untuk diperhitungkan dengan bobot/porsi
tertentu guna membentuk Indeks Teknis.
10) Indeks Teknis (IT), adalah indeks kondisi sarana dan prasarana bidang DAK
tertentu suatu daerah yag menggambarkan tingkat kebutuhan pembangunan
dan/atau perbaikan sarana prasarana secara relatif dibandingkan dengan
daerah-daerah yang lainnya. Indeks Teknis suatu daerah dihitung dengan cara
membandingkan indikator teknis gabungan suatu daerah dengan rata-rata
indikator teknis gabungan seluruh daerah.
11) Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), merupakan variabel yang
mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat
kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah.
12) Bobot DAK per Daerah per Bidang (BD), dihitung berdasarkan maksimum IT
dikalikan dengan IKK sesuai dengan kondisi kelayakan dan KKD masingmasing daerah.
13) Alokasi DAK per Daerah per Bidang (ADB), adalah hasil perhitungan porsi
BD suatu daerah dengan pagu bidang DAK. Porsi BD suatu daerah adalah
perbandingan antara BD suatu daerah dengan jumlah total BD.
ADBi = AM + (
x ( Pagu bidang – (N x AM))]...........................................(i)
N = Jumlah daerah yang mendapat alokasi DAK bidang tertentu
14) Pagu Bidang DAK, adalah nilai pagu suatu bidang atau sub bidang DAK.
15) Alokasi Minimal (AM), adalah jumlah aloaksi minimal yang akan
dialokasikan kepada daerah penerima DAK bidang tertentu. AM dimaksud
diambil dari pagu bidang atau sub bidang yang bersangkutan.
16) Alokasi DAK per Daerah (AD), adalah jumlah alokasi DAK suatu daerah
untuk seluruh bidang.
Penelitian ini akan membahas alokasi DAK bidang pelayanan dasar yang
terdiri dari enam bidang yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur irigasi,
infrastruktur sanitasi dan air minum, transportasi, dan energi perdesaan. Berikut
merupakan arahan kebijakan dan capaian prioritas nasional dari bidang-bidang
DAK tersebut sesuai dengan Nota Keuangan RAPBN 2015, yaitu:
a) Bidang Pendidikan
DAK bidang pendidikan diarahkan untuk memfasilitasi pemerintah daerah
dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka pemenuhan

10

SPM. DAK bidang pendidikan memiliki empat ruang lingkup yaitu SD, SMP,
SMA, dan SMK. Secara umum, alokasi penggunaan DAK bidang ini yaitu untuk
perbaikan sarana dan prasaran fisik seperti rehabilitasi ruang belajar, penyediaan
peralatan pendidikan, dan lain-lain.
b) Bidang Kesehatan
DAK bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, dan pelayanan
kefarmasian melalui peningkatan sarana dan prasarana, peralatan, serta
jaringannya. DAK bidang kesehatan terdiri dari tiga ruang lingkup yaitu
pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, dan kefarmasian.
c) Bidang Infrastruktur Irigasi
DAK bidang Infrastruktur Irigasi diarahkkan untuk mendukung prioritas
nasional yang terkait dengan ketahanan pangan melalui peningkatan keandalan
pelayanan irigasi. Fokus DAK bidang Irigasi tahun 2015 yaitu: (1)
peningkatan/pembangunan jaringan irigasi dan/atau irigasi rawa kewenangan
Pemerintah Daerah; dan (2) rehabilitasi jaringan irigasi dan/atau irigasi rawa
kewenangan Pemerintah Daerah. Sementara itu untuk biaya operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi/rawa disediakan oleh masing-masing daerah
penerima DAK melalui APBD.
d) Bidang Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi
1. Sub Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK sub bidang ini diarahkan untuk meningkatkan cakupan air minum
layak dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan dan memenuhi layanan
dasar masyarakat.
2. Sub Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK sub bidang sanitasi diarahkan untuk meningkatkan cakupan layanan
sanitasi terutama untuk sarana pengelolaan air limbah yang berupa sarana
komunal berbasis masyarakat atau penambahan sambungan rumah terhadap
sistem terpusat untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki sistem terpusat skala
kota maupun skala kawasan.
e) DAK Bidang Transportasi
DAK bidang transportasi dialokasikan untuk mendukung pembangunan
daerah dalam rangka mendanai kegiatan transportasi yang mendukung
aksesibilitas dan pengembangan angkutan wilayah, meningkatkan kualitas
pelayanan transportasi, mendukung peningkatan aksesibilitas, membuka
keterisolasian, dan menyediakan jaringan distribusi barang dan jasa yang
menghubungkan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan dengan pusat-pusat
pertumbuhan, serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana
transportasi. DAK bidang transportasi terdiri dari tiga ruang lingkup yaitu
pembangunan jalan, keselamatan transportasi darat, dan transportasi perdesaan.
f) DAK Bidang Energi Perdesaan
Arah kebijakan utama DAK bidang energi perdesaan yaitu konservasi
energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dari segi pasokan dan
segi penggunaan serta diversifikasi energi untuk meningkatkan pangsa energi baru
dan terbarukan.

11

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua
tahapan yaitu penghitungan alokasi DAK TA. 2015 dengan formula existing dan
alternatif dan menghitung nilai koefisien korelasi pearson untuk melihat
perbedaan pengaruh ke dua formula terhadap PDRB per kapita, IPM, dan
kemiskinan.
Alokasi DAK dengan Formula Alternatif
Perbedaan diantara formula existing dan alternatif terdapat pada urutan
kriteria dalam penentuan alokasi DAK. Pada formula existing menggunakan
urutan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, sedangkan pada formula
alternatif menggunakan urutan kriteria teknis, khusus, dan yang terakhir kriteria
umum. Penghitungan alokasi DAK tersebut menggunakan Microsfot Excel 2010.
Selanjutnya, hasil perhitungan DAK formula alternatif tersebut dianalisis dan
dibandingkan dengan hasil DAK existing.
Dalam struktur APBN, DAK dibagi menjadi dua bagian yaitu DAK
reguler dan DAK tambahan yang masing-masing memiliki pagu tersendiri dan
prioritas yang berbeda. DAK reguler dialokasikan kepada semua daerah yang
memiliki indeks atau kebutuhan teknis sementara DAK tambahan diberikan
khusus kepada daerah tertinggal dan perbatasan. Oleh karena itu, formula
alternatif yang dimaksud dalam penelitian ini hanya digunakan untuk menghitung
alokasi DAK reguler. Adapun alokasi DAK tambahan formula alokasinya sama
dengan existing yaitu diprioritaskan khusus untuk daerah-daerah tertinggal dan
perbatasan.
o Penentuan Daerah Penerima
Berikut merupakan kriteria kondisi daerah yang layak menerima DAK
berdasarkan formula alternatif, yaitu:
 Daerah yang memiliki IT sedang atau tinggi layak menerima DAK apapun
kondisi wilayahnya kecuali daerah yang memiliki IFN yang tinggi. Daerah
dengan IFN yang tinggi dipastikan tidak akan mendapat alokasi DAK karena
sudah termasuk ke dalam kelompok daerah yang kaya.
1) IT Rendah
IT ≤ α
2) IT Sedang
α < IT ≤ β
3) IT Tinggi
IT > β
Keterangan:
α = Nilai kuartil 1dari IT seluruh daerah
β = Nilai kuartil 3 dari IT seluruh daerah
 Daerah yang secara teknis tidak layak menjadi layak jika indeks
kewilayahannya tinggi yaitu IKW>1, kecuali daerah yang memiliki IFN tinggi.
 Daerah dengan IT rendah dan kondisi wilayah rendah layak menerima DAK
jika memiliki IFN rendah sekali.
1) IFN Rendah Sekali IFN ≤ 1
2) IFN Rendah 1 < IFN ≤ α1
3) IFN Sedang α1 < IFN ≤ α2
4) IFN Tinggi IFN > α2

12

Keterangan:
α2 = Median dari dua data, yaitu 1 dan IFN tertinggi
α1 = Median dari dua data, yaitu1 dan α2
Beberapa kondisi daerah yang tidak layak menerima DAK berdasarkan
formula alternatif yaitu:
 Daerah dengan IT < 0
 Daerah dengan IT sedang atau tinggi dan kondisi IFN tinggi.
 Daerah dengan IT rendah, IKW layak, dan IFN tinggi.
 Daerah dengan IT rendah, IKW tidak layak, dan IFN tinggi.
Gambar 5 menjelaskan tahapan pengalokasian DAK dalam formula
alternatif. Gambar tersebut merangkum penentuan daerah penerima DAK untuk
formula alternatif dalam jangka pendek.

Sumber : Kemenkeu (2014)

Gambar 5 Alur penentuan daerah penerima DAK formula alternatif
o

Penentuan Besaran Alokasi

Penghitungan besaran alokasi DAK formula alternatif sama dengan
existing hanya berbeda pada penghitungan bobot DAK nya. Bobot DAK yang

13

telah dihitung berdasarkan rumus pada Tabel 3 selanjutnya dikalikan dengan pagu
masing-masing bidang untuk menghasilkan jumlah alokasi DAK bagi suatu
daerah. Jumlah total alokasi DAK bagi suatu daerah merupakan penjumlahan dari
DAK per bidang yang diperoleh daerah tersebut.
Tabel 3 Penentuan bobot DAK formula alternatif
Kriteria Kelayakan/KKD
Rendah Sekali
Fiskal & Otsus
=100%ITxIKK
Kewilayahan
=100%ITxIKK
Teknis
=100%ITxIKK
Sumber : Kementerian Keuangan (2014)

Rendah
=80%ITxIKK
=60%ITxIKK
=40%ITxIKK

Sedang
=60%ITxIKK
=40%ITxIKK
=20%ITxIKK

Analisis Korelasi Pearson
Analisis hubungan alokasi DAK dengan PDRB per kapita, IPM< dan
kemiskinan dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi pearson
menggunakan SPSS 20. Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi tersebut,
disusun suatu hipotesis sebagai berikut :
H0 :
= 0 (tidak ada korelasi antara DAK dengan PDRB Per
Kapita/IPM/Kemiskinan)
H1 :
≠ 0 (terdapat korelasi antara DAK dengan PDRB Per
Kapita/IPM/Kemiskinan)
Menurut Juanda (2009), dalam menentukan signifikasi koefisien
korelasi tersebut secara statistik dilakukan dengan membandingkan statistik
normal bakunya (Z) dengan Ztabel.
Statistik Normal Baku (Z) =



, dengan kriteria :

Terima H0 Jika | | <
, artinya secara statistik belum dapat dibuktikan bahwa
ada korelasi antara DAK dan PDRB Per kapita/IPM/Kemiskinan.
Tolak H0 Jika | | >
, artinya secara statistik telah dibuktikan bahwa ada
korelasi antara DAK dengan PDRB Per kapita/IPM/Kemiskinan.
Selain dengan statistik normal baku, signifikansi korelasi juga dapat
dilihat dengan membandingkan probabilitasnya dengan nilai taraf nyata. Tolak H0
Jika probabilitas < taraf naytaa, artinya secara statistik telah dibuktikan bahwa ada
korelasi antara DAK dengan PDRB per kapita/IPM/kemiskinan) dan sebaliknya
Terima H0 jika probabilitas > taraf nayta, artinya secara statistik belum dapat
dibuktikan bahwa ada korelasi antara DAK dan PDRB per
kapita/IPM/kemiskinan).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Efektivitas Alokasi DAK Menggunakan Formula Alternatif
Formula existing yang saat ini digunakan dalam menentukan alokasi DAK
ke daerah-daerah tidak mengatasi pertumbuhan dan pemerataan yang ada saat ini
karena formula tersebut tidak bisa mengalokasikan DAK sesuai kebutuhan daerah
dan tidak menyentuh daerah prioritas (secara teknis dan kondisi KKD). Formula

14

alternatif yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengubah urutan
penentuan daerah penerima dimana kriteria teknis merupakan indikator utama dan
penentuan besaran alokasi DAK tidak berdasarkan indeks komposit IFWT tapi
maksimum IT dikalikan IKK dan Pagu.
Tabel 4 Perbandingan jumlah penerima DAK kelompok pelayanan dasar
N
o

Bidang/ Sub
Bidang

1 Pendidikan
SD
SMP
SMA
SMK
2 Kesehatan
Pel. Dasar
Pel. Rujukan
Kefarmasian
3 Irigasi
4 Air Minum
Sanitasi
5 Transportasi
Jalan
Transportasi
Perdesaan
KTD
6 Energi
Perdesaan
Total Daerah*

Jumlah Daerah
Kab/Kota

Prov.

505
505
505
502
490
438
496
428
505
505
505

34
34
34

34

100
505

34

134
505

34

Jumlah Total Daerah Penerima
Kab/Kota
Provinsi
Existing
Alternatif
Existing
Alternatif
428
436
440
438

480
482
494
491

400
349
424
376
445
412

451
399
476
411
495
487

427

488

92

92

422

469

120

127

496

500

25
23
29

29
26
30

28

32

28

32

33

33

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*Total daerah penerima DAK 14 bidang

Tabel 4 menunjukkan perbandingan jumlah daerah penerima DAK
formula alternatif dan formula existing. Berdasarkan tabel tersebut, jumlah daerah
penerima DAK alternatif dibandingkan existing mengalami peningkatan yang
sangat signifikan. Hal tersebut karena daerah yang pada formula existing tidak
mendapat DAK menjadi layak karena IT-nya memenuhi meskipun secara fiskal
dan kewilayahan seharusnya tidak layak. Formula alternatif mengalokasikan DAK
dengan jumlah daerah yang yang lebih banyak karena IT merupakan indikator
utama penentuan alokasi DAK ke daerah. Meskipun secara jumlah daerah lebih
banyak, formula alternatif akan menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif
karena disesuaikan dengan kebutuhan teknis dan KKD masing-masing Daerah.
Secara total keseluruhan daerah, dari 505 Kab/Kota sebanyak 500 daerah
dinyatakan layak mendapatkan alokasi DAK dan 5 daerah yang tidak
mendapatkan DAK merupakan 25% daerah yang memiliki KKD tertinggi yaitu
Kota Medan, Kab. Bengkalis, Kab. Musi Banyuasin, Kota Surabaya, dan Kab.
Kutai Kartanegara. Jumlah penerima DAK untuk provinsi baik existing maupun
alternatif memiliki jumlah daerah yang sama yaitu 33 provinsi, satu daerah yang
tidak mendapatkan alokasi adalah Provinsi Jakarta karena KKD nya yang tinggi.

15

1. Pendidikan
a) SD
Jumlah daerah penerima DAK sub bidang pendidikan SD dengan formula
alternatif meningkat dari 428 menjadi 480 daerah. Hasil perhitungan alokasi DAK
sub bidang pendidikan SD dengan formula existing pada Tabel 5 menunjukkan
bahwa berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat sepuluh daerah yang mendapat
alokasi terbesar memiliki indeks teknis (IT) yang tinggi namun secara keuangan,
sebagian besar daerah-daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah
(KKD) yang rendah dan satu daerah dengan KKD sedang yaitu Kab. Tangerang.
Tabel 5 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD existing
No

Daerah

Status KKD

IKW

IT

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Bandung
Kab. Ciamis
Kab. Garut
Kab. Wonogiri
Kab. Sukabumi
Kab. Malang
Kab. Tangerang
Kab. Mamasa
Kab. Bandung Barat
Kab. Cianjur

Rendah
Rendah Sekali
Rendah
Rendah Sekali
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah Sekali
Rendah
Rendah

*
0.55
0.84
0.18
1.09
0.91
0.61
0.39
*
0.36

6.87
6.81
6.49
6.51
5.77
4.74
4.94
3.85
4.97
5.84

Alokasi DAK (Rp Juta)
32,078.43
28,854.75
24,673.05
24,114.77
23,430.56
21,227.07
20,853.18
20,632.29
20,224.65
19,979.08

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW

Hasil perhitungan alokasi DAK sub bidang pendidikan SD dengan formula
alternatif pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sepuluh daerah yang mendapat
alokasi terbesar merupakan daerah-daerah prioritas baik secara teknis maupun
kondisi daerahnya. Meskipun secara IT tidak setinggi existing akan tetapi jika
dilihat dari keuangannya merupakan daerah dengan KKD yang rendah sekali.
Oleh karena itu, formula alternatif lebih baik karena lebih menyentuh daerah
prioritas.
Tabel 6 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SD alternatif
No

Daerah

Status KKD

IKW

IT

Alokasi DAK (Rp Juta)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Ciamis
Kab. Wonogiri
Kab. Mamasa
Kab. Blora
Kab. Tanggamus
Kab. Batang
Kab. Konawe
Kab. Banggai
Kab. Wonosobo
Kab. Padang Pariaman

Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali

0.54
0.18
0.38
*
1.03
0.36
0.94
1.40
*
0.78

6.80
6.51
3.85
4.66
3.96
4.31
3.23
3.38
3.61
3.11

38,828.25
32,582.99
26,778.14
25,453.91
23,860.59
21,353.38
20,657.42
20,227.94
20,177.85
19,936.79

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW

16

Tabel 7 menunjukkan beberapa daerah yang pada existing tidak mendapat
alokasi karena terkendala kondisi fiskal maupun tidak memiliki karakteristik
wilayah akan tetapi pada alternatif layak karena secara teknis termasuk yang
berkebutuhan tinggi.
Tabel 7 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SD
No
1
2
3

Daerah
Kab. Bekasi
Kota Bekasi
Kota Bandung

Status KKD
Sedang
Sedang
Sedang

IKW

IT

0.30
*
*

1.55
1.26
1.16

Alokasi DAK (Rp Juta)
4,785.47
4,394.09
4,157.13

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW

b) SMP
Alokasi DAK sub bidang SMP dengan formula alternatif juga menghasilkan
alokasi DAK yang efektif. Pada existing, ke-sepuluh daerah yang mendapatkan
alokasi DAK terbesar pada Tabel 8 memiliki IT relatif lebih tingi dibandingkan
dengan alternatif, akan tetapi memiliki KKD yang termasuk rendah dan sedang.
Tabel 8 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP existing
No

Daerah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Bogor
Kab. Bekasi
Kab. Bandung
Kab. Tangerang
Kab. Malang
Kab. Garut
Kota Makassar
Kab. Tasikmalaya
Kota Bekasi
Kota Bandung

Status KKD

IKW

IT

Alokasi DAK (Rp Juta)

Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang

*
0.30
*
0.61
0.91
0.84
0.55
0.43
*
*

8.30
5.15
4.70
4.78
4.44
5.05
4.29
4.28
3.86
3.92

23,972.40
16,201.61
15,605.32
13,857.90
13,720.40
13,669.27
12,786.04
12,631.70
12,323.83
11,526.65

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW

Hasil alokasi alternatif sub bidang SMP pada Tabel 9 menunjukkan bahwa
secara teknis, daerah-daerah yang mendapat alokasi DAK terbesar memili IT yang
termsuk juga tinggi meskipun tidak setinggi apda existing serta KKD yang rendah
sekali dibandingkan dengan hasil existing. Pada existing, daerah terbesarnya Kab.
Bogor memiliki IT 8.30 dan KKD yang sedang sedangkan pada alternatif adalah
Kab. Bangkalan memiliki IT 3.48 dan KKD yang rendah sekali. Terdapat satu
daerah pada alternatif yang memiliki KKD yang rendah yaitu Kab. Bandung yang
juga merupakan daerah penerima ke-tiga terbesar pada existing. Kabupaten
Bandung secara teknis relatif tinggi akan tetapimemiliki KKD yang rendah
sehingga agar DAK ini efektif dalam mencapai pemerataan maka lebih
diprioritaskan daerah-daerah yang secara teknis tinggi akan tetapi memiliki KKD
yang rendah sekali.

17

Tabel 9 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMP alternatif
No

Daerah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Bangkalan
Kab. Sampang
Kab. Lombok Timur
Kab. Pamekasan
Kab. Nias Selatan
Kab. Gowa
Kab. Maluku Tengah
Kab. Bandung
Kab. Melawi
Kab. Pandeglang

Status KKD

IKW

IT

Alokasi DAK (Rp Juta)

Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah
Rendah Sekali
Rendah Sekali

1.20
1.42
1.71
0.92
1.88
*
1.82
*
0.57
1.54

3.48
3.08
3.11
2.84
2.46
2.56
2.10
4.70
1.19
2.25

14,490.16
13,133.69
12,941.78
12,926.28
12,032.09
11,264.05
10,796.40
10,076.86
9,665.82
9,623.83

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW

Tabel 10 menunjukkan beberapa daerah yang pada existing tidak mendapat
alokasi karena terkendala kondisi fiskal akan tetapi secara teknis termasuk
prioritas (IT sedang atau tinggi).
Tabel 10 Beberapa daerah yang sebelumnya tidak mendapat alokasi DAK SMP
No

Daerah

Status KKD

1 Kab. Kampar
Rendah
2 Kab. Lahat
Rendah
3 Kota Tangerang Selatan Rendah
4 Kab. Mojokerto
Rendah
Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
* tidak memiliki IKW

IKW
*
0.26
*
*

IT

Alokasi DAK (Rp Juta)

1.47
1.36
1.75
1.36

4,622.08
4,434.98
5,057.49
4,295.77

c) SMA
Hasil alokasi DAK sub bidang SMA formula existing pada Tabel 11
menghasilkan alokasi yang kurang efektif karena meskipun secara teknis tinggi
daerah-daerah yang mendapat alokasi terbesar tersebut termasuk daerah dengan
KKD yang sedang seperti Kab. Bogor dan Kab. Tangerang.
Tabel 11 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA existing
No

Daerah

Status KKD

IKW

IT

Alokasi DAK ( Rp Juta)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Bogor
Kab. Banyuasin
Kab. Bandung
Kab. Kubu Raya
Kab. Sampang
Kab. Tangerang
Kab. Tolikara
Kota Tangerang Selatan
Kab. Deli Serdang
Kab. Puncak

Sedang
Rendah
Rendah
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Sedang
Rendah Sekali
Rendah
Rendah
Rendah

*
1.21
*
0.91
1.42
0.61
2.53
*
0.54
1.70

4.49
3.87
3.85
2.74
3.69
3.87
0.52
3.53
3.38
0.44

10,396.89
9,796.39
9,681.21
8,877.09
8,648.49
8,465.62
8,455.44
8,258.50
8,250.72
7,941.46

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW

18

Ke-sepuluh daerah yang mendapat alokasi DAK SMA terbesar formula
alternatif secara teknis memiliki IT yang relatif cukup tinggi yaitu antara 2.483.69 dan KKD yang rendah sekali sedangkan dapat dilihat bahwa pada existing
memiliki IT antara 0.44-4.49. Meskipun pada existing lebih tinggi, Kab. Tolikara
dan Kab. Puncak memiliki IT dengan perbedaannya cukup tinggi dibandingkan
delapan daerah lainnya. Hasil alokasi DAK alternatif sub bidang SMK dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sepuluh terbesar daerah penerima DAK sub bidang SMA alternatif
No

Daerah

Status KKD

IKW

IT

Alokasi DAK (Rp Juta)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kab. Kubu Raya
Kab. Sampang
Kab. Lampung Selatan
Kab. Bangkalan
Kab. Asahan
Kab. Simalungun
Kab. Kupang
Kab. Serdang Bedagai
Kab. Lombok Timur
Kab. Lampung Utara

Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali
Rendah Sekali

0.91
1.42
1.03
1.20
0.54
*
2.58
1.26
1.70
0.42

2.74
3.69
3.15
2.98
2.58
2.81
2.81
2.48
2.49
2.52

11,766.57
11,471.67
9,852.93
9,427.12
8,700.73
8,634.23
8,377.99
8,326.28
7,846.78
7,791.47

Sumber : Kemenkeu 2014 (diolah)
*tidak memiliki IKW

Beberapa daerah yang secara teknis layak namun pada existing tidak
mendapat alokasi karena terkendala fiskal atau juga

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksananaan Pendidikan Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa Negeri Kota Medan

22 175 191

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain – Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Desentralisasi Fiskal Sebagai Variabel Moderating di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara.

3 59 139

Analisis Dampak Program Alokasi Dana Kampung Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kampung di Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh

7 61 130

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Studi Empiris Di Kabupaten/ Kota Provinsi Aceh

1 53 124

The influence of original local government revenues, general allocation funds and special allocation funds to local government expenditures

0 12 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

Formula Alternatif Dalam Meningkatkan Efektifitas Penyaluran Dana Alokasi Khusus Kelompok Non Pelayanan Dasar

0 8 88

Kajian Efektivitas Pengalihan Dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus Terhadap Pembangunan Pertanian

0 7 89

Desentralisasi fiskal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di propinsi Yogyakarta

1 12 14

Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; dan

0 0 41