Institusi-Januari 2008

VOLUME VI JANUARI 2008

INSTITUSI

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

D a ft a r I si
Putusan MA Pengaruhi Pilkada 2008-----------------------------------------------------------------

1


Besok, Kampanye Pertama Pilkada Kabupaten Tangerang -----------------------------------

3

Pemerintah Ambil Alih Kewenangan Guru ----------------------------------------------------------

5

Menanti UU Pengadilan Tipikor ------------------------------------------------------------------------

7

Kampanye Damai di Tangerang -----------------------------------------------------------------------

9

PK Segera Diajukan --------------------------------------------------------------------------------------- 10
Ditemukan Kartu Pemilih Ganda di Kota Cirebon ------------------------------------------------- 12
Perpres Pasar Masih Diragukan ----------------------------------------------------------------------- 14
RUU Yogya Selesai Sebelum Pilkada ---------------------------------------------------------------- 15

Publik Masih Meragukan UU Partai Politik ---------------------------------------------------------- 16
RUU Pemilu agar Selesai Januari Ini ----------------------------------------------------------------- 19
MA Keliru Maknai UU 32/2004 ------------------------------------------------------------------------- 20
Menguat, Tuntutan Perda Pendidikan Gratis ------------------------------------------------------- 22
Paket RUU Bidang Politik Dijanjikan Segera Rampung ----------------------------------------- 23
Perpres 111 Perlu Diuji ----------------------------------------------------------------------------------- 24
Ironi 'Pabrik UU' --------------------------------------------------------------------------------------------- 25
Bagian Pertama dari Dua Tulisan---------------------------------------------------------------------- 26
RUU Keistimewaan DI Yogyakarta Harus Jamin Pluralitas ------------------------------------ 28
Demokrasi Tanpa Integritas Moral--------------------------------------------------------------------- 29
Hanya 5 Persen Perda yang Perhatikan Rakyat Miskin ----------------------------------------- 31
Syaikhu-Kamaludin Janjikan untuk Atasi Pengangguran di Bekasi -------------------------- 32
Tekan Potensi Konflik Pilkada -------------------------------------------------------------------------- 34
Hari Ini, Pilkada Gianyar---------------------------------------------------------------------------------- 36
Pilkada di Lubuk Linggau Ditunda --------------------------------------------------------------------- 38
(Jangan) Ada Rasisme dalam Pilkada --------------------------------------------------------------- 40
Cukup Pemerintah yang Usulkan Pemekaran ----------------------------------------------------- 42
Ismaya Tidak Boikot Pilkada ---------------------------------------------------------------------------- 43
Implementasi PP No 78/2007 --------------------------------------------------------------------------- 44
Penetapan Pemilih Pilkada Sumut Ditunda --------------------------------------------------------- 47

Laporan Pelanggaran Pilkada Gugur di Panwas -------------------------------------------------- 48
Panitia Pilkada Bagikan Undangan ------------------------------------------------------------------- 49
Presiden: Segera Sahkan UU SBSN ----------------------------------------------------------------- 50

RUU Perbankan Syariah sampai DPR Pekan Ini ------------------------------------------------- 52
Politik dan Kemiskinan ------------------------------------------------------------------------------------ 53
Sebagian Besar Perda Tata Ruang Harus Direvisi ----------------------------------------------- 56
Hanya Tiga Pasangan yang Bertarung--------------------------------------------------------------- 57
Satu Pemilih, Tiga Kartu---------------------------------------------------------------------------------- 58
Pilkada Harus Diatur Lewat UU Tersendiri ---------------------------------------------------------- 60
Enam Materi RUU Pemilu Masih Alot ---------------------------------------------------------------- 61
Kaji Lagi R UU Sampah ---------------------------------------------------------------------------------- 63
Depdagri-DPR Bahas Jadwal Pilkada ---------------------------------------------------------------- 64
Pelanggaran, Arak-arakan Kampanye --------------------------------------------------------------- 66
Pemerintah Tidak Serius Tangani Masalah Kemiskinan ---------------------------------------- 67
Kemiskinan Menjadi Jargon Para Kandidat --------------------------------------------------------- 68
Wapres Jusuf Kalla: Ongkos Sosial Pilkada Sangat Tinggi ------------------------------------ 70
Dikritik Keras, Gagasan Pilkada oleh DPRD ------------------------------------------------------- 72
Pilkada Sumsel Diusulkan Sebelum Ramadan ---------------------------------------------------- 73
Rekapitulasi Pilkada Tangerang Ricuh --------------------------------------------------------------- 74

Dimajukan, Pilkada Empat Kabupaten di NTT ----------------------------------------------------- 75
Perlu Evaluasi Proses Pilkada -------------------------------------------------------------------------- 76
Politik dan properti 2008---------------------------------------------------------------------------------- 77
Otsus Papua, Bernapas dalam Lumpur -------------------------------------------------------------- 79
Bos Datang, Puluhan Calon TKW Terbebas dari Sidang ---------------------------------------138
500 Buruh di Depok Demo, Tuntut UMK Naik------------------------------------------------------140

Jurnal Nasional

Rabu, 02 Januari 2008

Yu dik a t if

Pu t u sa n M A Pe n ga r u h i Pilk a da 2 0 0 8
Jakarta | Rabu, 02 Jan 2008
Politisi senior Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, di Jakarta, Selasa (1/1),
memperkirakan, putusan Mahkamah Agung terkait pilkada di Sulawesi Selatan, bakal
memengaruhi jalannya kegiatan yang sama selama 2008 di berbagai tempat.
"Tetapi, yang pasti, sesuai dengan kewenangan oleh Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, maka putusan Mahkamah Agung (MA) ini sebetulnya telah

bersifat final dan mengikat," kata anggota Komisi II DPR RI tersebut sebagaimana dikutip
Antara.
Ferry Mursyidan Baldan yang juga Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang
Undang (RUU) Pemilu ini menambahkan, putusan MA mengenai keharusan melakukan
pilkada ulang di empat kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel), patut dijalankan.
"Ini demi jalannya demokrasi yang taat aturan. Karena itu, lepas dari puas dan tidak puas,
kita harus hormati putusan MA tersebut," katanya.
Namun, lanjut Ferry Mursyidan Baldan, untuk menghindari potensi konfik, diharapkan semua
pihak menunggu tuntasnya upaya PK yang sedang ditempuh.
Artinya, katanya, jangan ada yang mau menang sendiri, dan seolah-olah memiliki kekebalan
hukum sehingga dengan seenaknya bertindak semaunya.
"Dengan demikian, maka koridor hukum dalam penyelesaian sengketa pilkada dapat
terlaksana, dan hal ini bisa lebih memberi kepastian hukum," kata Ferry Mursyidan Baldan.
Sementara itu, di tempat berbeda, pakar politik yang juga salah satu Ketua DPP Partai
Demokrat, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Selasa (1/1), mengajak semua komponen bangsa
agar bersama-sama memasuki dan menjalani Tahun 2008 bahkan seterusnya dengan cara
yang semakin taat hukum demi efektivitas jalannya demokrasi.
Ia mengatakan itu untuk merespons putusan Mahkamah Agung (MA) tentang keharusan
melaksanaan pilkada ulang di empat kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Putusan ini menjadi salah polemik teratas di akhir tahun 2007, mengingat pihak Komisi

Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulsel melalui plenonya per 16 November 2007, telah
menetapkan pemenang pilkada di sana.
"Tentang putusan (MA) itu dan upaya agar semua kita semakin taat hukum, maka ada
beberapa hal yang perlu saya sampaikan. Pertama, sebaiknya persoalan hukum dilihat dan
dinilai dari perspektif hukum, sehingga fokus, objektif dan tidak bias politik dan kepentingan,"
kata mantan Ketua Umum PB HMI itu.
Kedua, lanjutnya, sebagai konsekuensi logis dari ketaatan atas hukum itu, putusan
Mahkamah Agung (MA) sebagai produk hukum, juga tidak selayaknya dinilai dari perspektif
politik.
"Ketiga, jika perspektif hukum patokannya, maka para pihak yang terkait dengan perselisihan
hasil pilkada Sulawesi Selatan (Sulsel) perlu mematuhi putusan MA tersebut," ujarnya.

Berkhas

1

Volume VI Januari 2008

Jurnal Nasional


Rabu, 02 Januari 2008

Kemudian keempat, demikian Anas Urbaningrum, semua pihak harus menjunjung tinggi
semangat taat asas, karena hanya itu jalan yang terbaik. "Terakhir, kelima, kompetisi politik
(memang harus) dilanjutkan dalam pemungutan suara ulang di empat kabupaten,
sebagaimana putusan MA tersebut," kata pria yang juga mantan anggota KPU Pusat itu.
Iwan Samariansyah

Berkhas

2

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 02 Januari 2008

Be sok , Ka m pa n y e Pe r t a m a Pilk a da Ka bu pa t e n
Ta n ge r a n g


[TANGERANG] Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Kabupaten Tangerang, Kamis (3/1) besok
memasuki masa kampanye. KPU selaku penyelenggara sudah menetapkan jadwal
kampanye dengan membagi wilayah menjadi tiga zona dengan enam lokasi kampanye.
Masa kampanye akan dimulai dengan penyampaian visi-misi masing-masing calon di
hadapan anggota DPRD Kabupaten Tangerang di Gedung DPRD Tigaraksa. Besoknya,
Jumat (4/1), kampanye damai dengan menggelar pawai di lokasi kampanye yang sudah
ditetapkan.
Tiga pasang calon bupati dan wakil bupati yang akan bertarung, sesuai dengan nomor urut
adalah pasangan incumbent Ismet Iskandar -Rano Karno, Usamah Hisyam-Habib Ali, dan
Jazuli-Airin. Ketiga pasang calon ini juga memperbaiki nama juru kampanyenya, seperti yang
dilakukan pasangan Ismet dan Rano, karena dua jurkamnya meninggal dunia.
Taufik Wijaya, Ketua DPD PDI-P Kabupaten Tangerang, yang meninggal karena sakit akan
digantikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri. Nama lain pelawak Basuki
bakal digantikan oleh pelawak Mandra.
Sederet nama tokoh dan artis akan menjadi jurkam calon bupati. Seperti group band Ungu,
Keluarga si Doel, Keluarga Entong, serta sederet artis Ibukota lainnya akan memeriahkan
suasana kampanye pasangan calon yang berlaga.
Lokasi kampanye, untuk zona barat ditempatkan di Lapangan PWS Tigaraksa dan Lapangan
Balaraja. Zona utara terletak di Lapangan Munas Jaya, Kecamatan Teluknaga dan lapangan

kantor Kecamatan Sepatan. Sementara zona selatan di Lapangan Cilenggang, Kecamatan
Serpong dan Lapangan Jombang, Kecamatan Ciputat.
Untuk lokasi kampanye tertutup, diserahkan kepada tim sukses masing-masing. Pihak KPU
berharap, penetapan lokasi kampanye ini dipilih agar terhindar dari tindakan anarkis. "Tidak
saling menjatuhkan saat kampanye, menjadi pokok dalam menciptakan iklim kondusif
Pilkada," tukas Suhaelimi Ismedi, Ketua Pokja Kampanye KPU Kabupaten Tangerang.
Menurut Suhaelimi, KPUD telah mengeluarkan tata tertib kampanye yang harus dituruti oleh
peserta kampanye. Tata tertib itu, kata dia, sengaja dibuat agar dalam pelaksanaan
kampanye nanti bisa berjalan sesuai aturan, tertib, dan aman.
Suhaelimi, yang juga Ketua Tim Sosialisasi KPU Kabupaten Tangerang ini menginformasikan
dalam tata tertib kampanye itu diatur bahwa kampanye dimulai dari jam 08.00 hingga 17.00
WIB dan dilarang keras untuk melibatkan anak-anak di bawah umur. "Untuk pemasangan
atribut dimulai pukul 00.00 WIB terhitung tanggal 3 Januari 2008 dan diturunkan juga pada
pukul 00.00 WIB tanggal 17 Januari 2008 karena sudah masuk waktu tenang," ujarnya.
Selain itu, dia juga berharap seluruh pasangan calon menjunjung tinggi nilai-nilai kesatuan
serta menciptakan situasi yang kondusif, damai, tertib, aman dan terkendali. "Kami berharap,
semua pasangan calon mengikuti tata tertib ini sehingga pelaksanaan
kampanye bisa berjalan lancar dan tanpa masalah apa pun. Kan kalau Pilkada kita lancar,
semuanya juga enak," ujarnya.


Berkhas

3

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 02 Januari 2008

Golput
Sementara itu, sejumlah kecamatan kekurangan kartu pemilih untuk pemilihan calon Bupati
dan Wakil Bupati Tangerang, yang akan dilaksanakan 20 Januari 2008. Padahal KPU sudah
mendistribusikan ke seluruh panitia pemilihan.
Selain itu, banyak warga perumahan, terutama perumahan menengah ke atas, yang memilih
gol- put atau tidak ikut memilih dengan tidak mengembalikan formulir pendaftaran.
Mengenai kekurangan kartu pemilih, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tangerang
diminta secepatnya mengatasinya. "Cukup banyak warga namanya tak tercantum pada kartu
pemilih," ujar Ketua Panitia Pemilih Kecamatan Gunung Kaler, Kecamatan Kronjo, Ridwan, di
penghujung tahun Sabtu (30/12).

Oleh karena itu, Ridwan mendesak KPUD agar nama-nama di kecamatannya yang masuk
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) secepatnya mendapatkan kartu pemilih. "Kami berharap
KPU segera menambah kartu pemilih," kata Ridwan.
Kekurangan kartu pemilih juga terjadi di Kecamatan Mauk. Ketua PPK Mauk, Rumyani,
meminta agar warganya segera dibuatkan kartu pemilih. "Jangan sampai ada warga yang
terdaftar di DPT tetapi tak dapat mencoblos karena tak punya kartu pemilih," kata Rumyani.
Sementara itu, Sekretaris KPU Kabupaten Tangerang, Ahmad Surya Wijaya mengaku
setelah mendapat pengaduan masyarakat pihaknya telah memberikan instruksi kepada
PPK dan PPS untuk menginventarisasi semua pemilih yang belum mendapatkan kartu
pemilih.
Dia juga mengakui, ditemukakannya sejumlah kartu pemilih yang kosong atau tanpa
identitas. Surya menjelaskan, hal itu terjadi karena proses pembuatan kartu pemilih yang
tidak sempurna.
"Kami sudah minta penjelasan ke pihak ketiga, PT Jakarta Komputer Suplies selaku
pemenang tender percetakan pemilih," katanya.
Dari penjelasan pihak perusahaan diperoleh keterangan pembuatan kartu pemilih, dilakukan
secara kumulatif oleh mesin yang sekali cetak 100 buah. "Kalau ada PPS yang jumlah
pemilihnya 660, mesin cetaknya tidak bisa mencetak hanya 60, harus 100 lembar sehingga
ada kelebihan kartu pemilih yang kosong," ungkapnya.
Lebih lanjut Ahmad Surya menambahkan, kartu pemilih kosong itu tidak berlaku atau tidak
bisa dijadikan identitas untuk seseorang dalam pilkada.
"KPU akan meminta PPK untuk mengembalikan kartu pemilih kosong itu ke KPU. Kartu
pemilih kosong tidak ada identitasnya sehingga tidak bisa dijadikan kartu identitas pemilih,"
kata dia. [132]

Berkhas

4

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 02 Januari 2008

Pe m e r in t a h Am bil Alih Ke w e n a n ga n Gu r u
Segera Revisi PP SNP
[JAKARTA] Pemerintah harus terus didesak untuk mengkaji dan merevisi PP No 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sebab, PP yang merupakan landasan
pelaksanaan ujian nasional (UN) tersebut mengandung pertentangan antarpasal serta tidak
sejiwa dengan Undang-Undang (UU) 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas).
"Evaluasi dalam UU Sisdiknas tidak menyangkut penentuan kelulusan siswa, tetapi lebih
pada pengendalian mutu pendidikan dan perbaikan hasil belajar," ujar anggota Komisi X
DPR, Anissa Mahfud, dalam percakapan dengan SP, di Jakarta, Selasa (1/1).
Dia mencontohkan, Pasal 63 Ayat (1) PP SNP itu, memberikan kewenangan kepada
pemerintah untuk menilai hasil belajar peserta didik, seperti hak yang melekat pada pendidik
(guru) dan satuan pendidikan. Pasal ini dinilai mengintervensi otonomi guru. Padahal, Pasal
58 Ayat (1) UU Sisdiknas memberikan kewenangan penuh kepada pendidik untuk menilai
seluruh proses pembelajaran siswanya mulai dari awal hingga akhir penentuan kelulusannya.
Terkait dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk sebagai
pelaksanaan PP SNP, anggota Partai Kebangkitan Bangsa ini menuturkan, dalam tugasnya
ternyata BSNP tidak sepenuhnya terlepas dari pemerintah dan dikhawatirkan melakukan
penyalahgunaan kekuasaan di bidang pendidikan. "BSNP menurut PP 19/2005 merupakan
lembaga independen. Ini artinya lembaga tersebut terlepas dari campur tangan pemerintah.
Tetapi kenyataannya, BSNP merupakan anak kandung dari birokrasi pemerintah, karena itu,
pemerintah harus segera merevisi PP SNP,'' tegasnya.
Pandangan serupa disampaikan pakar pendidikan Winarno Surakhmad. Dia menegaskan,
pemerintah harus segera merevisi PP 19/2005 karena dianggap cacat hukum. Dia
mencontohkan, penyelenggaraan UN yang akhirnya menimbulkan perdebatan tiada henti.
Hal itu terjadi karena BSNP melakukan penyeragaman UN di seluruh Indonesia, mulai dari
kota hingga pelosok. Kalau diteliti, terangnya, aturan teknis UN sebetulnya sudah jauh-jauh
hari disiapkan sebelum terbitnya PP SNP.
Selain itu, proses pembentukan BSNP sudah dimulai sebelum terbitnya PP SNP. "Jadi,
sebetulnya prosesnya telah mendahului dasar hukum yang disyaratkan. Lebih baik PP SNP
direvisi saja," ujarnya.
Menurut Winarno, penerbitan PP SNP yang disusul pengukuhan anggota BSNP hanya
sebagian kecil dari begitu banyak hal yang bertentangan dengan semangat UU Sisdiknas.
Winarno mengemukakan, keikutsertaan pemerintah dan lembaga mandiri dalam melakukan
evaluasi, seperti diatur pada Pasal 58 Ayat (2) dan Pasal 59 Ayat (1) UU Sisdiknas, adalah
dalam konteks evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Desakan serupa juga disampaikan Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII),
Suparman. Dia mengatakan, pemerintah harus tetap merevisi PP tentang SNP. "Sebaiknya
pemerintah harus sudah menyatakan keinginannya untuk merevisinya," katanya Rabu (2/1).
Suparman menerangkan, Pasal 58 Ayat (1) UU No 20/2003 tentang Sisdiknas menyebutkan,
evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan.
Karena itu, lanjut Suparman, penilaian UN harus terkait dengan ujian lainnya, misalnya ujian
akhir sekolah (UAS), dan mata pelajaran lain di luar mata pelajaran yang diujikan dalam UN.

Berkhas

5

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 02 Januari 2008

Delapan Standar
Winarno menerangkan, ada delapan SNP yang digarap BSNP, yakni standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. "Tugas dan tanggung jawab begitu krusial. Badan inilah yang menyelenggarakan
UN dalam menentukan evaluasi proses pembelajaran peserta didik," katanya.
Namun, kata Winarno, yang dihadapi BSNP bukan peserta didik sebagai subjek tetapi
peserta didik sebagai objek yang perlu dinilai berdasarkan standar-standar yang ditentukan
lembaga itu. [W-12]

Berkhas

6

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Kamis, 03 Januari 2008

M e n a n t i U U Pe n ga dila n Tipik or
Menjelang akhir tahun 2007 muncul kembali desakan agar pemerintah lebih serius
memberantas korupsi. Desakan itu tentu saja tetap relevan karena korupsi masih menjadi
momok di negeri ini. Apalagi, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla juga
memiliki agenda pemberantasan korupsi.
Sayangnya, upaya-upaya yang telah dilakukan aparat penegak hukum belum menunjukkan
kesungguhan memberantas korupsi. Istilah "tebang-pilih" masih tetap berkumandang karena
vonis hanya dijatuhkan pada para koruptor kelas teri. Kalaupun ada mantan pejabat yang
dihukum, muncul dugaan didorong oleh kepentingan politis.
Kinerja aparat penegak hukum yang belum maksimal itu diperparah oleh belum lengkapnya
peraturan perundangan untuk menjerat koruptor. Salah satunya adalah ketersediaan
Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan Tipikor).
Meskipun Pengadilan Tipikor tetap dianggap sebagai lembaga yang sah untuk menjatuhkan
hukuman kepada para koruptor, tetapi hal itu dikhawatirkan tidak akan berlangsung lama.
Keberadaan Pengadilan Tipikor sedang berada di ujung tanduk.
Mengapa? Mahkamah Konstitusi pada 19 Desember 2006 telah memutuskan Pasal 53 UU
30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang melahirkan
Pengadilan Tipikor bertentangan dengan UUD 1945, serta memberi waktu tiga tahun kepada
pemerintah dan DPR untuk membentuk Pengadilan Tipikor dengan dasar UU Pengadilan
Khusus Tipikor dan bukan dimasukkan dalam UU tentang KPK seperti yang ada saat ini.
Kalau dalam jangka waktu tiga tahun belum juga selesai, maka Pengadilan Tipikor harus
dihapus dan semua perkara korupsi yang berasal dari KPK disidangkan di pengadilan umum.
Sejak adanya putusan MK itu, muncul dorongan dari sejumlah lembaga kemasyarakatan
agar pemerintah dan DPR segera membuat draf RUU tersebut. Mereka pun membuat draf
tandingan. Setelah hampir satu tahun berlalu, baru draf dari pemerintah selesai dibuat dan
diserahkan ke DPR pada 12 November 2007.
Kita mendesak pemerintah dan DPR segera membahas draf itu dengan cepat, setelah
pembukaan masa sidang DPR pada 7 Januari 2008. Kedua lembaga itu harus
memprioritaskan RUU itu agar pemberantasan korupsi bisa menjadi lebih efektif.
Mengutip pernyataan pakar ilmu hukum pidana dari Universitas Padjadjaran Bandung, Prof
Dr Romli Atmasasmita SH, berdasarkan Konvensi Kejahatan Transnasional Terorganisasi
pada tahun 2000, korupsi merupakan kejahatan yang terorganisasi dan bersifat lintas batas
teritorial (transnasional). Berdasarkan itu, korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Kita
sepakat bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi harus diberantas hingga
tuntas!
Memasuki tahun 2008 atau 1 tahun 10 bulan sebelum masa pemerintahan Presiden
Yudhoyono berakhir, kinerja pemberantasan korupsi masih belum memuaskan. Kenyataan
itu membuat kita harus kembali bertanya: sejauh mana komitmen dan keseriusan Presiden
memberantas korupsi? Salah satu tolok ukurnya jelas, yakni lahirnya UU Pengadilan Tipikor.
Untuk itu, Presiden harus terus mendorong Menteri Hukum dan HAM secepatnya membahas
draf itu bersama DPR. Bahkan, dengan tangan-tangan politik di DPR, melalui Fraksi Partai
Demokrat serta Fraksi Partai Golkar yang berada di bawah kendali Wapres Jusuf Kalla, bisa
dilakukan percepatan pembahasan.

Berkhas

7

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Kamis, 03 Januari 2008

Kita berharap UU tersebut sudah lahir pertengahan 2008 atau paling lambat akhir tahun ini.
Bila tidak, rakyat akan mencatat duet Yudhoyono-Kalla hanya pandai berjanji memberantas
korupsi, tetapi minim realisasi dan tentu hal itu bukan reklame yang baik menuju Pilpres
2009.

Berkhas

8

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Jumat, 04 Januari 2008

Ka m pa n y e D a m a i di Ta n ge r a n g

[TANGERANG] Hari kedua masa kampanye pilkada Kabupaten Tangerang, Jumat (4/1) sore,
yang dimulai pukul 14.00 WIB dari lapangan PWS Tigaraksa, akan diisi dengan kampanye
damai. KPUD sudah menetapkan konvoi kendaraan pasangan calon tidak lebih dari 10 mobil.
Meskipun demikian, sejumlah pihak meragukan ketegasan aturan itu. Pasalnya, saat
kampanye penyampaian visi misi, Kamis (3/1), ternyata diikuti juga oleh ratusan pendukung
masing-masing calon, yang seusai kegiatan langsung melakukan konvoi keliling.
Sementara itu, untuk memantau kegiatan kampanye zona dan blok, yang mulai dilaksanakan
Sabtu (5/1), Polres Tangerang menyiagakan satu unit helikopter. Helikopter tersebut
disiagakan di lingkungan Dinas PU Pemkab Tangerang. Kampanye Sabtu sudah akan diisi
oleh jurkam yang terdiri dari tokoh politik hingga para artis.
Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Tangerang, Kompol Fachrudin Roji mengatakan,
helikopter tersebut akan membantu tugas pengamanan kampanye. Selain itu, juga akan
digunakan pemantauan dari udara. Sekitar 2.000 anggota yang ditempatkan di lokasi
kampanye dan sejumlah titik.
Sementara itu dalam kampanye visi misi dihadapan sidang paripurna istimewa, Kamis (3/1)
ketiga pasang calon yang maju dalam Pilkada semuanya menjanjikan akan memajukan
Tangerang. Pasangan Jazuli Juwaini-Airin Rachmi Diany, dalam paparannya programnya
berjanji akan memperjuangkan sekolah gratis, mulai dari tingkat SD hingga SMP, dan
peningkatan insentif guru serta menyelesaikan masalah kesehatan.
Pasangan ini pun bertekad akan memberikan perhatian istimewa pada pendidikan nonformal,
termasuk pendidikan keagamaan. Pasangan ini juga memberikan apresiasi terhadap Ismet
Iskandar yang telah melaksanakan berbagai program pembangunan.
Namun, sejumlah camat dan kepala desa bereaksi keras terhadap pernyataan Airin Rachmy
Diani- Jazuli Juweni, yang menyebutkan masih banyak warga di daerah makan nasi aking.
Saat Jazuli membacakan visi-misi mereka, sejumlah pengunjung langsung bereaksi. "Bohong
tidak benar itu," ujar sejumlah camat berbarengan. Airin yang berada di podium tampak kaget
mendengar bantahan undangan yang hadir saat itu. Dia sempat melemparkan pandangan ke
asal suara yang menyahut pernyataannya itu.
Seusai persidangan, sejumlah camat yang merasa kesal masih mempersoalkan masalah
nasi aking itu. "Tunjukkan di mana dan mana warga yang makan nasi aking. Jangan
memanfatkan momen pilkada untuk memfitnah," ujar Camat Pasar Kemis, Chaerul Saleh.
Hal yang sama juga dikemukakan camat Mauk Aziz Gunawan. Menurut Aziz, pernyataan
yang dilontarkan di banyak media tentang nasi aking adalah bohong belaka untuk menarik
simpati massa. "Jangan cari-cari kalau memang tidak ada faktanya," ujar Aziz. Lain lagi
dengan camat Rajeg, R Ahmad. Menurut dia nasi aking banyak yang makan setelah dibuat
rengginang. "Saya doyan rengginang kan enak dan gurih," ujarnya.
Reaksi keras juga muncul dari Ketua Forum Kepala Desa se-Kabupaten Tangerang
Jayusman Mochtar. "Apa yang dikatakan soal nasi aking itu tidak benar dan itu hanya gosip
yang dicari-cari," kata Jayusman, yang juga Kepala Desa Salembaran Jaya dengan lantang.
Nasi aking adalah nasi sisa yang tidak habis, yang dijemur, kemudian diolah lagi. Tentu
sekali nilai gizinya sudah sangat rendah. [132]

Berkhas

9

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Jumat, 04 Januari 2008

PK Se ge r a D ia j u k a n
Para Rektor Bahas Pilkada Sulsel
[MAKASSAR] Kondisi keamanan di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) kian memanas,
ratusan warga dan mahasiswa kembali turun ke jalan. Untuk mengantisipasi meluasnya
gejolak sosial di daerah tersebut, para rektor dan pimpinan perguruan tinggi negeri dan
swasta se-Makassar melakukan pertemuan di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Rektor Unhas Prof Dr Idrus Andi Paturusi kepada SP, di Makassar, Jumat (4/1), mengatakan
pertemuan terbuka itu lahir dari inisiatif para rektor, semata-mata untuk membahas situasi
Sulsel akhir-akhir ini, setelah keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan
pemilihan kepala daerah (pilkada) ulang di empat kabupaten di Sulsel yakni Bone, Bantaeng,
Gowa dan Tana Toraja.
"Pertemuan tersebut didasari perkembangan situasi akhir-akhir ini dan tidak ada
hubungannya dengan keberpihakan kepada salah satu pasangan kandidat gubernur dan
wakil gubernur," ujarnya.
Dikatakan, situasi yang berlarut-larut hanya merugikan masyarakat Sulsel, untuk itu
pertemuan tersebut akan melahirkan kesepakatan bersama memelihara situasi keamanan
dengan membangun ksadaran para akademisi, politisi, masyarakat dan pihak yang
berkepentingan langsung dengan hasil pilkada, agar bisa menahan diri.
Idrus juga membantah pertemuan tersebut terkait dengan gerakan para akademisi beberapa
hari lalu yang membuat memorandum ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang isinya
mengkritisi putusan MA. Langkah serupa juga dilakukan oleh enam tokoh masyarakat Sulsel
di Jakarta dengan konsolidasi kebudayaan untuk mencegah konflik horisontal yang lebih
luas.
Menurut anggota Badan Pertimbangan Kerukunan Keluarga Sulsel, Zainal Bintang, konflik
yang terjadi karena pertikaian antarelite dan jangan melebarkannya ke masyarakat. "Ini
hanya konflik jangka pendek antarelite saja," kata Bintang yang juga aktif di Dewan Pimpinan
Pusat Partai Golkar (DPP PG) ini. Adapun konsolidasi gerakan tersebut diantaranya dengan
membuat dialog tokoh masyarakat dan kegiatan kesenian.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulsel dalam waktu dekat akan
mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut. Langkah PK tersebut juga
didukung oleh KPU Pusat yang tengah mengkaji ulang sengketa pilkada Sulsel. "Rapat pleno
akan memutuskan kasus tersebut," kata anggota KPU Andi Nurpati.
Andi menjelaskan, KPU akan memeriksa laporan KPU Sulsel mengenai sengketa tersebut
sebelum pengajuan PK paling lambat tanggal 14 Januari mendatang. Melihat panjangnya
penyelesaian kasus Sulsel, Andi berharap Mendagri dapat melantik penjabat sementara
(Pjs).
Tidak Beriktikad Baik
Secara terpisah, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar Sulsel yang juga
Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Moh Roem, menilai KPU Sulsel tidak beriktikad baik
melaksanakan amar putusan MA yang memerintahkan pilkada ulang. "KPU tidak beriktikad
baik melaksanakan putusan MA, seharusnya sudah dipersiapkan pilkada ulang dengan
usulan anggaran," jelasnya.

Berkhas

10

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Jumat, 04 Januari 2008

Menurut Roem, KPU harus segera mengajukan usulan anggaran pilkada ke DPRD. Kalau
pilkada ulang tidak jadi, maka dana sekitar Rp 30 miliar sampai Rp 40 miliar bisa dialihkan ke
pos lain. "Kalau PK itu ditolak berarti sudah siap dana untuk melaksanakan pilkada ulang,"
kata Roem.
Ketua KPU Sulsel Mappinawang membantah hal tersebut dan mengatakan bukti KPU Sulsel
serius adalah mengirimkan hasil penetapan pemenang ke DPRD Sulsel dan mempersiapkan
PK untuk menghadapi putusan MA. "KPU saat ini masih menyiapkan bahan PK dan
secepatnya akan diajukan. Apakah itu bukan iktikad baik," ujar Mappinawang, Jumat (4/1).
[MAR/148]

Berkhas

11

Volume VI Januari 2008

Kompas

Sabtu, 05 Januari 2008

D it e m u k a n Ka r t u Pe m ilih Ga n da di Kot a Cir e bon
Pa r pol di Su k a bu m i Be lu m M e m a su k k a n N a m a Ca lon
Cirebon, Kompas - Panitia Pemungutan Suara Kelurahan Kejaksan, Kota Cirebon,
menemukan 12 kartu pemilih ganda dalam pemilihan wali kota dan wakil wali kota Cirebon.
Sementara dari verifikasi di Kecamatan Harjamukti dan Pekalipun, diperkirakan ada 500 kartu
pemilih ganda.
Menurut Soni Trisyantono, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Cirebon,
akan ditemukan lebih banyak kartu pemilih ganda. Sebab, ada kemungkinan pemilih tercatat
dua kali.
"Kemungkinan terjadi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) dahulu menggunakan data dari
daftar pemilih sementara, yang setiap nama dalam daftar itu sudah diberi nomor sistem
informasi administrasi kependudukan (SIAK), ditambah dengan data hasil verifikasi atau
pemilih susulan," katanya di Cirebon, Jumat (4/1).
Pemilih susulan tersebut, menurut Soni, menggunakan nomor identitas lokal karena belum
mendapatkan nomor SIAK.
Namun, hal itu dibantah Irsyad Sidik, anggota KPU Kota Cirebon. Ia mengatakan, nama
pemilih ganda tidak akan terjadi karena KPU mempunyai sistem yang bisa mendeteksi dan
mencocokkan data pemilih yang bernomor SIAK dengan nomor identitas lokal mereka.
Irsyad berpendapat, adanya kartu pemilih ganda disebabkan kemungkinan tercetak dua kali
meski pada dasarnya hanya satu orang dengan satu identitas.
Moh Sapari, Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Kejaksan, menyatakan, kartu
pemilih ganda tersebut datang satu paket dengan formulir C6 (undangan). Saat dikoreksi,
ternyata ada satu nama dengan alamat yang sama tetapi memiliki dua kartu pemilih.
"Sepekan lalu kartu pemilih sudah didistribusikan. Nah, yang ganda ini dikembalikan petugas
PPS. PPS juga menemukan 10 kartu pemilih yang nyasar ke kelurahan lain," kata Sapari.
Mengenai pengamanan saat pencoblosan hingga pelantikan, Kepala Kepolisian Daerah Jawa
Barat Inspektur Jenderal Sunarko Danu Ardanto mengatakan, pelaksanaan pemilihan wali
kota dan wakil wali kota di Cirebon merupakan ujian pertama bagi Polda Jabar.
Tingkat keberhasilan pemilihan kepala daerah Kota Cirebon, menurut Sunarko, menjadi
cermin bagi 16 pemilihan kepala daerah lainnya, termasuk pemilihan gubernur dan wakil
gubernur Jabar. Tinggal tiga hari
Sementara itu, di Kota Sukabumi, meski batas waktu pendaftaran calon wali kota dan wakil
wali kota tinggal tiga hari, tiga kubu partai politik belum menetapkan pasangan calon wali kota
dan wakil wali kota yang didukungnya.
Tiga kubu yang sudah terbentuk hingga Jumat adalah kubu Partai Golkar, Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Partai Golkar dipastikan mengajukan calon wali kota Muslikh Abdussyukur.
Di sisi lain, ada tiga nama yang pencalonannya menunggu diputuskan oleh partai-partai lain,
yaitu mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Sukabumi Mulyono, Wakil Wali Kota Sukabumi
Iwan Kustiawan, dan Sekretaris Daerah Kota Sukabumi Muraz.

Berkhas

12

Volume VI Januari 2008

Kompas

Sabtu, 05 Januari 2008

Mulyono mendapatkan dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) Cabang Kota
Sukabumi. Adapun pasangan dari PKS dan PPP akan diputuskan Sabtu ini.
PPP memiliki hak untuk mengajukan sendiri calonnya, yaitu Yati Indri, karena memenuhi
syarat kuota anggota DPRD Kota Sukabumi dan perolehan suara pada Pemilu 2004.
Sementara PKS harus berkoalisi dengan partai lain jika ingin mengajukan calon.
(NIT/AHA/CHE)

Berkhas

13

Volume VI Januari 2008

Kompas

Sabtu, 05 Januari 2008

Pe r pr e s Pa sa r M a sih D ir a gu k a n
Bu t u h Ke t e ga sa n Pe m da
Jakarta, Kompas - Peraturan presiden yang dinantikan untuk menyelesaikan konflik
kepentingan pasar modern dan pasar tradisional akhirnya diterbitkan. Akan tetapi, efektivitas
Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern ini diragukan.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam jumpa pers "Kinerja Departemen
Perdagangan Tahun 2007" di Jakarta, Jumat (4/1), mengatakan, di pengujung tahun 2007,
Perpres No 112/2007 merupakan pencapaian penting yang dilakukan pemerintah.
Perpres itu diperkuat dengan Perpres No 111/2007 tentang Perubahan Atas Perpres No
77/2007 mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di
bidang penanaman modal.
Mari mengatakan, lokasi pusat perbelanjaan, baik modern dan toko modern maupun pasar
tradisional, haruslah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten dan kota.
Perpres ini bertujuan menciptakan ketertiban persaingan dan menyeimbangkan kepentingan
produsen, pemasok, dan konsumen dalam penyelenggaraan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan, dan toko modern.
Menyangkut pola kemitraan, Menperdag menegaskan, "Kemitraan antara pemasok usaha
kecil maupun menengah dan pasar modern dilakukan atas dasar perjanjian tertulis yang
berbahasa Indonesia dan memegang asas berkeadilan."
Selain itu, perpres tersebut mengharuskan adanya aturan menyangkut aneka masalah yang
selama ini mencerminkan ketidakadilan bagi pemasok, di antaranya potongan harga reguler,
harga tetap, harga khusus, harga promosi, biaya promosi, serta distribusi dan administrasi.
Sanksi
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Hasan Basri
meragukan sanksi yang bakal dikenakan menyangkut masalah zonasi keberadaan pasar
atau toko modern yang menghambat pertumbuhan pasar tradisional.
"Kita akan lihat implementasi. Apabila zonasi diberlakukan secara abu-abu oleh pemerintah
daerah, APPSI akan menggugat pemda maupun pemerintah pusat," tegas Hasan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa menilai
perpres tersebut diduga bakal menuai keragu-raguan dalam implementasinya. Oleh karena
itulah, dalam perjalanan waktu, pengusaha besar maupun kecil seharusnya memiliki
kesamaan visi untuk bisa tumbuh bersama tanpa harus saling mematikan.
Kepala Subdirektorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Metropolitan Departemen
Pekerjaan Umum Firman Hutapea menegaskan, "Persoalan zonasi sangat bergantung pada
ketegasan pemda. Prinsipnya, hipermarket tidak boleh berada di lingkungan permukiman
penduduk." (OSA/HAR)

Berkhas

14

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 05 Januari 2008

RU U Yogy a Se le sa i Se be lu m Pilk a da

[JAKARTA] Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
tetap akan memperhatikan tiga hal yaitu Yogyakarta sebagai bagian integral dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), aspek kesejarahan Yogyakarta sebagai kesultanan,
dan demokrasi ala Yogyakarta. Ketiga hal itu adalah substansi RUU DIY yang diharapkan
selesai dalam waktu cepat, yakni April 2008 ini atau sebelum pemilihan kepala daerah
(pilkada) DIY. Demikian dijelaskan Mendagri Mardiyanto di Jakarta, Jumat (4/1).
Menurut Mardiyanto, Yogyakarta adalah bagian penting dari NKRI. Sebagai sebuah
kesultanan, Yogyakarta langsung menyatakan dukungannya kepada Pemerintah RI pada
waktu revolusi berlangsung. "Kesejarahan Yogya juga merupakan satu wilayah yang
memberikan satu istilah pendidikan bangsa cukup tinggi. Dari waktu lalu, semua masyarakat
dari berbagai suku banyak yang menempuh pendidikan di Yogya. Jadi orang kembali ke
daerah masing-masing, kultur Yogya ikut ke sana," ujar Mardiyanto yang rumah pribadinya
ada di Yogyakarta itu.
RUU itu juga, kata Mardiyanto, tetap akan melestarikan warisan budaya Yogyakarta yang
berpusat pada sultan dan pakualam serta masyarakat yang masih menghormati raja. Selain
itu, tradisi seperti weton dan kultur pembangunan rumah yang mengarah ke selatan tidak
boleh dihilangkan. "Nanti akan berbunyi pada tata guna lahan, tata ruang, dan pengaturan
tanah. Ini yang harus diperhatikan," imbuhnya.
Selain itu, demokrasi juga harus tetap dihidupkan di Yogyakarta, meskipun demokrasi ala
Yogyakarta. Sehubungan dengan itu, dia sudah berbicara dengan sejumlah pihak di
Yogyakarta baik pemerintah setempat maupun keluarga raja Yogyakarta.
Dia berharap, draf RUU itu bisa secepatnya selesai, bahkan sebelum masa jabatan Gubernur
DIY selesai 8 Oktober 2008. Apalagi pilkada di wilayah itu disiapkan enam-sampai delapan
bulan sebelum masa jabatan kepala daerahnya berakhir. Bahkan dia berharap RUU itu
selesai dibahas April mendatang. "Saya minta doa restunya semua bisa menyelesaikan cepat
karena substansinya sudah ketemu sehingga sama-sama kita pahami," imbuhnya. [A-21]

Berkhas

15

Volume VI Januari 2008

Kompas

Senin, 07 Januari 2008

Ja j a k Pe n da pa t " Kom pa s"

Pu blik M a sih M e r a gu k a n UU Pa r t a i Polit ik
SUWARDIMAN
Publik masih gamang merespons implikasi terbitnya Undang-Undang tentang Partai Politik
atau UU Parpol yang disahkan DPR awal Desember lalu. Publik meragukan revisi UU Nomor
31 Tahun 2002 ini akan mampu memacu kinerja parpol di masa mendatang.
Upaya perbaikan aturan soal partai politik (parpol) melalui perundang-undangan yang baru
belum memenuhi harapan sebagian masyarakat. Hal ini tercermin dari keraguan publik
bahwa perundangan yang baru akan memberi perubahan yang signifikan dalam sistem
kepartaian di negeri ini.
Kesimpulan tersebut tercermin dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang melibatkan
810 pemilik telepon di 10 kota besar di Indonesia pada 3-4 Januari 2008.
Lebih dari separuh responden (51,9 persen) pesimistis UU Parpol yang baru ini akan
membuat parpol lebih memperjuangkan aspirasi rakyat.
Sikap pesimistis publik kali ini merupakan akumulasi kekecewaan publik atas kinerja parpol
selama ini.
Parpol sering kali dianggap terlalu elitis. Kiprah partai terlalu banyak bergerak pada hal-hal
yang jauh dari realitas yang dihadapi masyarakat sehari-hari. Dalam banyak kasus, rakyat
lebih banyak dikecewakaan ketika komitmen elite-elite parpol yang berhasil meraih kursi
DPR. Mereka tidak berkutik di tengah pertarungan kepentingan politik dan mengabaikan
suara rakyat. Pertarungan politik, nyatanya, lebih banyak terjadi untuk memperkuat
kepentingan institusi dan elite partai.
Bahkan, keraguan publik pun mengkristal pada ketidakyakinan mereka atas kinerja parpol
yang selama ini dianggap belum mampu menjadi lembaga politik yang menopang demokrasi
di negeri ini.
Padahal, delapan dari sepuluh responden masih menganggap pentingnya peran parpol
dalam proses pembangunan negara.
Dalam perkembangan politik kontemporer, memang lahir sejumlah perdebatan soal
eksistensi parpol dan sistem kepartaian.
Lebih jauh lagi, bila dikaitkan dengan proses perkembangan demokrasi, timbul juga
kontroversi soal peran nyata partai dalam proses demokrasi.
Apatisme publik
Secara teoretis, partai idealnya merepresentasikan kepentingan umum dan
mengesampingkan kepentingan elite individu/kelompok. Namun, realitas politik sering kali
menunjukkan gambaran yang sebaliknya.
Dalam perkembangan politik di Indonesia, timbulnya ketidakpuasan atas parpol dan elite-elite
(politisi) pun tampak mengerucut pada apatisme publik. Kooptasi kepentingan politik dan
kapital sering kali membentengi kepentingan dan suara pemilih yang menaruh kepercayaan
kepada parpol.

Berkhas

16

Volume VI Januari 2008

Kompas

Senin, 05 Januari 2008

Apalagi jika publik disuguhkan pada realitas soal akuntabilitas, daya respons, serta legitimasi
parpol yang jauh dari tuntunan teks-teks yang tercatat dalam berbagai legislasi.
Peran parpol memang menjadi jantung dari sistem pemerintahan representatif. Melalui
parpol, proses rekrutmen pejabat publik hingga pimpinan negara berlangsung. Dengan
demikian, peran dan fungsi parpol lebih jauh adalah penggerak proses pembangunan di
sebuah negara demokratis.
Bagaimana tidak, setiap proses pengambilan keputusan/kebijakan negara berada di tangan
elite-elite yang juga merupakan representasi parpol.
Yang jadi soal adalah ketika hilangnya kepercayaan masyarakat yang seharusnya diwakili
oleh elite-elite tersebut. Gelagat lepasnya keberpihakan elite-elite parpol pada masyarakat
pemilihnya dapat terbaca dari kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.
Publik mulai meragukan hilangnya kapabilitas parpol sebagai agen keterwakilan mereka. Hal
ini boleh jadi bermuara dari kekecewaan yang sering kali terpaksa diterima.
Sesungguhnya publik menaruh harapan besar UU Parpol yang baru ini dapat menjadi pijakan
baru bagi parpol untuk bisa menjalankan fungsi dan perannya secara lebih baik.
Mayoritas publik (56,7 persen), misalnya, merasa yakin bahwa parpol akan lebih mampu
menjalankan kewajiban mereka melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi
politik anggotanya. Sebanyak 52,7 persen responden juga yakin parpol akan lebih
berpartisipasi dalam pembangunan nasional.
Substansi
Pengesahan UU Parpol pada 6 Desember 2007 disambut keberatan dari lima fraksi. Kelima
fraksi tersebut mayoritas berbasis Islam, yaitu Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi
Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi,
dan Fraksi Partai Bintang Reformasi.
Keberatan mereka bertolak pada rumusan Pasal 9 soal asas partai yang dianggap bisa
menimbulkan salah tafsir perihal asas Islam yang mereka usung.
Beberapa substansi baru dimasukkan dalam UU Parpol yang baru ini, di antaranya terkait
penyelesaian perselisihan parpol yang secara khusus dibahas pada Bab XIV (Pasal 32-33).
Pada Pasal 33 dijelaskan bahwa perkara penyelesaian perselisihan parpol diajukan melalui
pengadilan negeri. Putusan ini disebutkan sebagai putusan yang pertama dan terakhir serta
hanya bisa diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Pengesahan UU Parpol yang pembahasannya melalui proses yang cukup alot ini mengurai
sejumlah kontroversi dan pertanyaan-pertanyaan terkait substansi di dalamnya. Hal yang
cukup menjadi kecurigaan adalah penjabaran sejumlah klausul dianggap sebagai upaya dari
sejumlah parpol pemegang mayoritas kursi untuk menguatkan kelembagaan partai mereka.
Lebih jauh, hal ini dikhawatirkan bisa dimanfaatkan untuk menghambat lahir dan tumbuhnya
partai-partai kecil sebagai saluran alternatif aspirasi rakyat.
Sejumlah kekecewaan lainnya adalah klausul soal syarat pendirian parpol dan aturan soal
sanksi bagi parpol yang melanggar ketetapan dalam UU ini. Dalam jajak pendapat ini,
sebagian publik menilai sejumlah aturan yang ditetapkan dalam UU Parpol 2007 dianggap
terlalu ringan.

Berkhas

17

Volume VI Januari 2008

Kompas

Senin, 07 Januari 2008

Perlu sebuah aturan yang secara lebih komprehensif diatur dalam UU ini, seperti aturan
tentang aliran dana ke parpol.
Mayoritas responden beranggapan bahwa sebaiknya kehadiran parpol tidak memberatkan
anggaran negara. Sebanyak 62,8 persen responden tidak setuju jika parpol menerima
bantuan dana dari anggaran APBN/ APBD.
Mayoritas responden (63,6 persen) juga sepakat jika parpol dilarang menerima dana dari
badan usaha milik negara/daerah. Bahkan, publik lewat jajak pendapat ini menyarankan agar
UU ini juga seharusnya memuat aturan yang secara tegas melarang parpol menerima dana
dari instansi pemerintahan lain, seperti departemen atau dinas. (LITBANG KOMPAS)

Berkhas

18

Volume VI Januari 2008

Kompas

Senin, 07 Januari 2008

RU U Pe m ilu a ga r Se le sa i Ja n u a r i I n i
Ke pu t u sa n Bisa M e la lu i Vot in g
Poso, Kompas - Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diharapkan selesai akhir Januari 2008. Namun, forum lobi diakui masih alot dan forum tim
perumus baru akan dimulai 11 Januari mendatang.
Namun, sejumlah anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU)
Pemilu tetap akan mengupayakan agar batas akhir Januari itu bisa terpenuhi. Bahkan,
mereka pun mempertimbangkan penggunaan mekanisme pemungutan suara (voting) jika
perbedaan pandangan terus berlarut.
Demikian rangkuman pendapat dari Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan,
Ketua Panitia Kerja RUU Pemilu Yasonna H Laoly, Ketua Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan (F-PPP) Lukman Hakim Saifuddin, serta anggota Pansus RUU Pemilu Agus
Purnomo dan Saifullah Ma’shum. Mereka dihubungi dari Poso, Sulawesi Tenggara, Sabtu
(5/1).
Menurut Ferry, optimisme muncul karena fraksi-fraksi menyadari ketentuan yang disusun
adalah aturan main dalam pemilu, bukan dalam pertimbangan ”untung-rugi”. Ia menyebutkan,
bagaimanapun alotnya pembahasan, sampai akhir Januari nanti pansus harus mengambil
keputusan. Pansus tak akan membiarkan hal-hal yang belum disepakati dan menunda
penyelesaian RUU.
Namun, Saifullah mengingatkan, harus ada perubahan desain lobi jika ingin pembahasan
lebih efektif. Lobi yang terlalu besar, resmi, dan kurang fleksibel hanya memperlarut
pembahasan. Jika forum lobi gagal menyepakati materi krusial, pelimpahan kembali ke
pansus bisa dilakukan.
”Ini untuk segera mengambil keputusan melalui pilihan mekanisme yang tersedia, termasuk
melalui voting,” ujar Saifullah.
Dari catatan Kompas, materi yang masih alot dibahas dalam forum lobi, antara lain, adalah
soal sistem pemilu yang berkaitan dengan daerah pemilihan, jumlah kursi setiap daerah
pemilihan, penentuan calon terpilih, dan sisa suara terkait ambang batas suara
(parliamentary threshold atau electoral threshold).
Yasonna Laoly menyebutkan, jumlah kursi per daerah pemilihan masih perlu semacam
negosiasi dan kompromi. Adapun Agus Purnomo malahan menunjuk soal daerah pemilihan
yang susah dikompromikan karena menyangkut eksistensi banyak parpol.
Sementara itu, Lukman Hakim pun menegaskan sikap fraksinya. Salah satunya adalah
mempertahankan jumlah kursi per daerah pemilihan, yaitu tetap 3-12 kursi seperti Pemilu
2004 lalu.
Soal penetapan calon terpilih diperkirakan tak sealot sebelumnya. Menurut Agus, intensitas
perbedaan menurun sebab tinggal dua fraksi yang mempertahankan proporsional terbuka
murni. Saifullah memprediksi sistem proporsional terbuka-terbatas bakal dipilih. (dik)

Berkhas

19

Volume VI Januari 2008

Suara Pembaruan

Senin, 07 Januari 2008

M A Ke lir u M a k n a i UU 3 2 / 2 0 0 4
PNS Sulsel Kembali Turun ke Jalan
[JAKARTA] Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pemilihan kepala
daerah (pilkada) ulang di empat kabupaten di Sulsel yakni Bone, Bantaeng, Gowa dan Tana
Toraja dinilai merupakan pelampauan wewenang MA yang keliru memaknai UU 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Demikian disampaikan Ketua DPR Agung Laksono, dalam pidatonya pada rapat Paripurna
DPR pembukaan masa persidangan III Tahun Sidang 2007-2008, Senin (7/1) pagi.
Dikatakan, keputusan MA itu dikuatirkan akan memicu konflik horizontal masyarakat
setempat. Selama tahun 2008 ini akan ada 138 provinsi, dan kabupaten/kota yang akan
melaksanakan pilkada. "Apa yang terjadi di Sulsel akan diikuti oleh pilkada Maluku Utara,
yang sekarang sedang dalam proses di MA. Hendaknya menjadi perhatian kita bersama,"
ucapnya.
Lebih lanjut, Agung menyebut bahwa proses demokratisasi belakangan digugat berbagai
kalangan, karena dinilai justru menciptakan kemiskinan daripada kesejahteraan bagi rakyat.
"Oleh karena itu dewan berpendapat bahwa demokratisasi perlu lebih diarahkan pada
substansi penciptaan keadilan sosial ekonomi, dengan menekankan pada program-program
nyata bagi penciptaan clean government dan good governance," ucapnya.
PNS Demo
Sementara itu, meskipun Gubernur Sulawesi Selatan ( Sulsel ) Amin Syam telah mengecam
pegawai negeri sipil (PNS) yang melakukan demo menolak keputusan MA tentang pilkada
ulang di empat kabupaten, namun sekitar 200 PNS, Senin (7/1) pagi, kembali berdemo di
halaman Kantor Gubernur Sulsel, Makassar. Aksi kali ini diikuti PNS dari berbagai daerah di
antaranya dari Pangkep, Takalar, Goa, Bantaeng, Jeneponto, Praja Muda serta PNS dari
berbagai instansi lainnya.
Mereka diarahkan oleh beberapa kepala dinas dan pejabat eselo