HARMONI SOSIAL KEAGAMAAN TNI DI YONKAV 8 KOSTRAD BEJI KABUPATEN PASURUAN.

(1)

DiajukanKepada,

Universitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya

UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanDalamMenyelesaikan ProgramSarjana Strata Satu (S-1) Perbandingan Agama

Dimas Nur Kholbi NIM: E02212002

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Dimas Nur Kholbi, NIM: E02212002, Prodi: Perbandingan Agama, Jurusan: Studi Agama-Agama, Fakultas: Ushuluddin dan Filsafat, Tahun 2016, Harmoni Sosial Keagamaan TNI di Yonkav 8 Kostrad Beji Kabupaten Pasuruan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga persoalan, yaitu: Pertama, pemahahan harmoni keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan. Kedua, bentuk-bentuk harmoni sosial keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan, dan, Ketiga, cara harmoni sosial keagamaan yang dibangun oleh anggota TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan pendekatan sosiologi dengan menggunakan teori structural fungsional Talcot Parson. Untuk tehnik pengumpulan data digunakan tehnik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data diperoleh melalui informan, yaitu anggota prajurit TNI yang beragama Islam, Kristen, dan Hindu. Tehnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, pemaparan data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian dan analisis menunjukan bahwa: pertama pemahaman harmoni keagamaan TNI sesuai dengan Sapta Marga TNI yaitu kami prajurit kesatrya Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Sedangkan bentuk-bentuk harmonisosial keagamaan TNI yaitu gotong royong membangun tempat peribadatan masjid dan gereja, saling membantu melaksanakan tugas jaga antar penganut agama yang berbeda, saling menghormati ibadah agama lain seperti mengecilkan suara saat peribadatan dan perayaan. Adapun cara harmonisosial keagamaan yang dibangun adalah berdasarkan pemahaman keagamaan dari prajurit TNI tersebut lalu terwujud melalui bentuk-bentuk tindakan harmonisosial keagamaan sehinggah terciptalah suatu integrasi/harmonisosial keagamaan di Yonkav 8 Kostrad. Setelah hasil penelitian di analisis menggunakan teori structural fungsioanal Talcot Parsons maka dapat diambil kesimpulan bahwa menggunakan teori AGIL yang terdiridari Adaptasi (adaptation), Pencapaian tujuan (goal attaintment), Integrasi

(intergration), Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

DAFTAR TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Definisi Konseptual ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6


(8)

F. Kerangka Teori ... 7

G. Tinjauan Pustaka ... 9

H. Metode Penelitian... 11

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II: LANDASAN TEORI A. Harmoni Sosial Keagamaan ... 18

1. Makna Agama ... 18

a. Pengertian Agama ... 18

b. Fungsi Agama ... 24

c. Dimensi Keagamaan ... 27

2. Harmoni Keagamaan Perspektif Agama ... 32

a. Harmoni Agama Perspektif Islam ... 32

b. Harmoni Agama Perapektif Kristen ... 34

c. Harmoni Agama Perspektif Hindu ... 35

B. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons ... 37

BAB III: PAPARAN OBJEK PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN A. DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN... 47

1. Kondisi Geografis ... 47

2. Kondisi Sosial Budaya ... 47

3. Kondisi Agama ... 49


(9)

5. Profil Yonkav 8 Kostrad ... 50 B. Deskripsi Temuan Penelitian ... 58

BAB IV: ANALISIS PENELITIAN

A. Pemahaman TNI Tentang Harmoni Keagaman ... 66 B. Bentuk-bentuk Harmoni Sosial Keagamaan TNI ... 68 C. Cara Harmoni Sosial Keagamaan yang dibangun TNI ... 72

BAB V: PENUTUP

A. Simpulan ... 76 B. Saran-Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Subyek Penelitian………. 13

Tabel 3.1 Komposisi Personel YONKAV 8 KOSTRAD………. 48


(11)

DAFTAR BAGAN


(12)

DAFTAR GAMBAR


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Untuk menghadapi tugas militer yang begitu berat dan kompleks, dan untuk mewujudkan keberhasilan tugasnya, prajurit militer dibekali dengan Iman dan taqwa dengan nilai-nilai moral yang baik dan akhlak yang mulia. Agama mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang tugas militer. Ia merupakan alat yang signifikan untuk menciptakan pembinaan mental di kalangan militer.

Dalam pandangan Islam, keberagaman adalah fithrah, yaitu sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya. Seperti yang tercantum dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 30, bahwa setiap manusia dianjurkan untuk menghadapkan wajahnya yang lurus kepada agama Allah sesuai dengan fitrahnya. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah karena agama Islam merupakan agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Ini berarti prajurit tidak dapat melepaskan diri dari agama. Allah menciptakan demikian karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.

Sepanjang sejarah manusia, senantiasa diiringi oleh agama. Agama bagi manusia adalah fitrah insaniyah, sebagai naluri yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan hidup manusia, sekaligus kebutuhan primer bagi kehidupan bermasyarakat.


(14)

Dalam kehidupan manusia terdapat tiga hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang berlaku secara universal dan mendapatkan jaminan institusi pemerintah atau negara. Hak dasar tersebut adalah hak untuk hidup

(life) tanpa rasa takut dan ancaman dari siapa pun. Hak untuk hidup bebas

(liberty) untuk berbicara dan berekspresi, untuk beragama dan bercita-cita, dan hak untuk memiliki sesuatu (property) baik materi maupun non materi1.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati (supranatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai perorangan dalam hubunganya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari2. Nilai-nilai yang terdapat pada agama pada dasarnya merupakan satu ajaran yang membawa manusia pada pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat.

Agama yang dianggap suatu jalan hidup bagi manusia (way of life)

menuntun manusia agar hidupnya tidak kacau. Agama berfungsi untuk memelihara integritas manusia dalam membina hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia serta dengan lingkungan yang mengitarinya. Dengan kata lain agama pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengatur bagi

1

A. Ubaidillah, Dkk, Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta : IAIN Jakarta Press, 2000), 96.

2

Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1997) cet, Ke-2, 255-256.


(15)

terwujudnya integritas hidup manusia dalam hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan lingkungan yang mengitarinya.3

Menurut Glock dan Stark,4 keberagamaan atau religiusitas adalah suatutindakan yang mengacu pada sistem keyakinan, peribadatan, dan aturan-aturan moral agama. Dalam kontek ini keberagamaan dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu keimanan, pengetahuan, peribadatan, upacara, dan pengalaman keagamaan dan konsekuensi terhadap ajaran agama. Agama sebagai pegangan dan pandangan hidup bagi manusia dan berperan hampir di seluruh bidang kehidupan dan yang paling penting berperan dalam bidang bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Peranan sosial agama mesti dilihat sebagai sesuatu yang mempersatukan di mana dalam pengertian harfiahnya agama menciptakan sesuatu ikatan bersama, yaitu dengan adanya kewajiban-kewajiban sosial keagamaan yang membantu mempersatuka mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok keagamaan, maka agama akan menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat dan cenderung melestarikan nilai-nilai sosial.

Agama selalu mengajarkan dan menginginkan kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap manusia, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat.Hal tersebut dapat dilihat pada kehidupan keagamaan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang selalu memperjuangkan dan mempertahankan

3

Rusmin Tumanggor , Sosiologi Dalam Perspektif Islam , (Jakarta: UIN Jakarta Press 2004), 18.

4

Eliabeth K, Nothingham., Agama Dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 42.


(16)

kedamaian demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pandangan keagamaan dan pengetahuan agama anggota TNI dapat dilihat dari sejauh mana para prajurut TNI dalam memahami agama. Apakah menurut TNI yang ada di lingkungan YONKAV Beji Kabupaten Pasuruan itu penting atau sebagai teks saja.

Agama dalam hal ini mengajarkan manusia agar menjadikan Tuhan sebagai pangkal dan tujuan hidupnya. Dengan dasar dan sikap seperti itu kehidupan prajuritmempunyai makna dan nilai luhur sebagai pengabdian kepada Tuhan YME di samping pengabdian dirinya kepada Negara dan Bangsa. Agama pada hakekatnya ditunjukan untuk meningkatkan iman akhlak manusia dan budi pekerti yang luhur bagi para pemeluk agama serta masyarakat Indonesia pada umumya, agar terwujud dalamamal perbuatan dan pengabdian terhadap Tuhan YME dapat berpartisipasi secara positif dalam pembangunan nasional, salah satunya dalam bidang pertahanan negara dan bangsa. Maka dari itu, agama tidak hanya arti individual melainkan arti sosial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama tidak hanya mempengarui tingkah laku individual tetapi juga tingkah laku sosial. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka penulis tertarik melihat dan mengkaji pemahaman dan perilaku keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD, bentuk-bentuk harmoni sosial keagamaan dan pola harmoni sosial keaagamaan yang dibangun oleh anggota TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Kabupaten Pasuruan.


(17)

B. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan agar terdapat kesamaan penafsiran dan terhindar dari kekaburan. Istilah-istilah yang didefinisikan adalah istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep pokok yang terdapat pada konsep penelitian. Adapun konsep yang dimaksud adalah meneliti deskripsi harmoni sosial keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan. Adapun istilah-istilah dari judul diatas kami uraikan sebagai berikut:

1. Harmoni. Dalam kamus besar bahasa indonesia merupakan penyamaan rasa, aksi gagasan, dan minat; keselarasan; dan keserasian. Jadi harmoni merupakan sebuah penyamaan rasa, aksi gagasan dan minat untuk menimbulkan sebuah keselarasan agar menciptakan sebuah keindahan dalam mencapai tujuan yang dibentuk secara bersama-sama.5

2. Sosial merupakan suatu mengenai masyarakat atau kemasyarakat6

3. Keagamaan yaitu kepercayaan terhadap Tuhan (Dewa dan sebagainya) serta ajaran kebaktian dankewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan itu atau sifat-sifatnya yang terdapat dalam agama.7

Tiap-tiap konsep tersebut di atas diharapkan akan dapat memperjelas lagi mengenai gambaran judul yang akan diteliti, peneliti akan menyimpulkan judul penelitian ini dengan cara mengamati dan mengetahui bagaimana

5

http: //m.kompasiana.com/tomapatriottama/harmoni-bersama-untuk-bergerak (selasa, 15maret 2016, 20.30)

6

Dekdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).

7

WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 18.


(18)

harmoni sosial keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasurusan.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan tentang harmoni sosial keagamaan?

2. Bagaimana bentuk-bentuk harmoni sosial keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan?

3. Bagaimana cara harmoni sosial keagamaan yang dibangun oleh para TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan?

D. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pemahaman anggota TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan tentang harmoni sosial keagamaan. 2. Untuk mendiskripsikan bentuk-bentuk formal harmoni sosial keagamaan

anggota TNI di YONKAV 8 KOSTRADBeji Kabupaten Pasuruan.

3. Untuk menganalisis cara harmoni sosial keagamaan yang dibangun oleh para TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan


(19)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga-lembaga agama dalam memandang masalah harmoni sosial keagamaan sehingga tercipta harmoni sosial yang baik antarumat beragama.

2. Masyarakat luar khususnya bagi peneliti dan aparat terkait tentang bagaimana upayah pengembangan kehidupan beragama di lingkungan TNI.

3. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan keilmuan dan memperluas cakrawala berpikir secara ilmiah tentang harmoni sosial keagamaan anggota TNI, sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya.

F. Kerangka Teori

Dalam meneliti sebuah harmoni sosial keagamaan di Yonkav 8 Kostrad Beji Kabupaten Pasuruan, peneliti mengunakan teori fungsionalisme struktural. Fungsionalisme struktural istilah dari struktural dan fungsional tidak boleh digunakan secara bersamaan, meskipun pada dasarnya keduanya adalah satu kesatuan. Dalam mempelajari struktur-struktur masyarakat tanpa membaas fungsinya (atau konsekuensi-konsekuensinya) bagi struktural lain. Dan dapat menelaah fungsi dari berbagai proses sosial yang mungkin tidak berbentuk struktural. Jadi, terhadap kedua elemen ini menjadi ciri dari fungsionalisme strukturak. Meskipun fungsionalisme struktural memiliki beragam bentuk,


(20)

fungsionalisme masyrakat adalah pendekatan dominan diantara para fungsional struktural sosiologi.8

Dalam hal ini, peneliti menggunakan teori perubaan sosial dari seorang tokoh sosiolog dari Amerika yaitu Talcott Parsons. Beliau mengemukakan tentang teori struktural fungsional, teori tersebut mengkaji tentang kemasyarakatan terutama struktur dan fungsinya.

Teori struktural fungsional mengansumsikan bawa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sebuah sistem yang ada dalam masyarakat dan juga dalam melihat fenomena sosial keagamaan yang terjadi di masyarakat beragama.

Talcott Parsons dalam menganalisis sistem masyarakat, memperkenalkan danya subsitem dari sistem umum tindakan manusia, yaitu organisme, personalitas, sistem sosial, dan sistem kultural. Keempat sistem tindakan manusia itu dilihat sebagai susunan mekanis yang saling berkaitan dan menunjukkan tata urutan yang bersifat sibernetik, yang masing-masing memiliki fungsi. Organisme memiliki fungsi adaptasi, personalitas berfungsi untuk pencapaian tujuan, sistem sosial memiliki fungsi intergasi, dan sistem kultural mempunyai fungsi latensi untuk mempertahankan norma dan pola kehidupan.9 Talcott Parsons memulai teorinya dengan empat fungsi tersebut yang disebut dengan teori AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency). Fungsi tersebut

8

George Riter, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2013, 253.

9

Jazim Hamidi dan Mustofa Lutfi, Civic Education: Antara Realitas Politik dan Inplementasi Hukumnya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 81-82.


(21)

merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan pemenuhan kebutuhan tertentu dan kebutuhan sistem.

Parsons juga mengenalkan teori AGIL untuk menjelaskan energi dan integrasi, melalui sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem organisasi, subsitem dalam kesatuan holistik (bersifat menyeluruh). Keempat persyaratan itu disebut AGIL. AGIL adalah singkatan dari Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency.

G. Tinjauan Pustaka

Pembahasan tentang kerukunan antarumat beragama bukanlah merupakan suatu hal yang baru, melainkan telah ada beberapa peneliti yang membahas tentang hal ini atau yang berhubungan dengan hubungan antaragama. Hanya saja tempat dan agama yang diteliti yang berbeda, diantaranya adalah:

1. Penelitian yang dibahas oleh Acmad Fauzi, Insitut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (IAIN) tahun 2006dengan judul, ‘’Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Gresik’’. Di dalam pembahasan ini, dibahas tentang konsep kerukunan antarumat beragama dari agama Islam, Kristen, dan Khonghucu. Landasan mereka dalam hidup rukun yaitu sama-sama mengajarkan cinta, kasih sayang dan penuh kedamaian dengan sesama manusia. Bentuk-bentuk kerukunan antarumat beragama di Gresik adalah dialog antarumat beragama, musyawarah bersama, gotong royong dalam hidup kemanusiaan serta kegiatan yang lainya. Faktor yang


(22)

mendukung kerukunan antarumat beragama di Gresik adalah toleransi dari semua pihak yang bersangkutan

2. Penelitian yang dibahas oleh Asroful zainudin asari Universitas Islam Negeri Surabya (UIN) tahun 2014 dengan judul, ‘’Pluralisme dan Kerukunan Umat Beragama di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan’’. Di dalam pembahasan ini, dibahas dimana masyarakat Balun

melestarikan kerukunan di tengah keberagamaan dengan cara saling mengargai antaragama dan saling toleransi ketika agama lain melakukan ritual ibadanya dan tidak pernah menyinggung agama lain ketika berkumpul. Selain itu, mayarakat mewujudkan kerukunan dengan menghadiri undangan antar agama ketika diundang, memperkuat kekeluargaan dan meningkatkan pengetauan masyarakat serta pendidik bagi para generasi muda yakni para siswa siswi dengan pendidikan berbasis multikultural yang didalamnya terdapat peran tokoh agama, perangkat desa, dan guru Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan.

3. Penelitian yang dibahas oleh Siti Nur Jannah tahun 2013 dengan judul, ‘’Kerukunan Antar Pemeluk Islam Dan Kristen di Desa Kemuning Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo’’. Di dalam pembahas ini, dibahas bentuk-bentuk kerukunan antar pemeluk agama Islam dan Kristen yang dapat dilihat dari interaksi dalam kegiatan-kegiatan sosial.

4. Penelitian yang dibahas oleh M. Fathur Rozi, ‘’Study Tentang Kerukunan


(23)

Di dalam pembahasan ini, dibahas tentang bentuk-bentuk kerukunan hidup antarumat Islam dan Hindu di Kecamatan Sukapura dalam hal: aktifitas sosial yang saling menghormati dansaling menghargai. Selain itu juga menjelaskan tentang hambatan-hambatan dalam mewujudkan kerukunan hidup antarumat islam dan Hindu di Kecamatan Sukapura.

Jadi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah, penelitian ini membahas tentang harmoni sosial keagamaan di lingkungan TNI sebagai aparatur negara, bukan masyarakat sipil yang sudah dibahas oleh peneliti sebelumya.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian. Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif. Pada dasarnya penelitian ini merupakan kegiatan diskriptif analisis, sebagai upaya memberikan penjelasan dan gambaran secara komperhensif tentang kehidupan sosial keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan. 2. Pendekatan Penelitian. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini

adalah pendekatan sosiologi, yang dalam hal ini sosiologi agama karena objek penelitian ini adalah proses harmoni sosial keagamaan. Penelitian pada dasar nya ingin mengamati dan menelitih lebih mendalam mengenai harmoni sosial keagamaan yang dibangun oleh anggota TNI.

3. Sumber Data. Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:


(24)

a. Sumber primer

Hasil data wawancara, wawancara dilakukan secara formal dan direncanakan sebelumnya. Bisa juga bersifat informal. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi dengan menyelidiki pengalaman masa lalu dan masa kini para partisipan, guna menemukan perasaan, pemikiran dan persepsi mereka. Dalam pengumpulan data kualitatif, tanggapan orang-orang yang diwawancarai terhadap pertanyaan anda menentukan bagaimana wawancara berkembang, serta menindak lanjuti jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.10

Data observasi (pengamatan), mengamati suatu kegiatan atau perilaku dari subjek yang diteliti. Seperti kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh anggota TNI. Dalam mendapatkan informasi yang diperlukan tentunya didapat melalui pengamatan, yaitu penggabungan antara kegiatan melihat, mendengar dan bertanya yang terarah dan sitematis, sehingga jawaban tidak melebar dari pembahasan.

b. Sumber sekunder

Dokumen, informasi dokumenter sangat relevan untuk setiap topik dalam penelitianini. Proses pengumpulan dokumen (bahan-bahan tertulis) Sebagai dasar penelitian, dapat dilakukan dengan pengumpulan data.

10

Christine Daymon, Immy Holloway, Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations & Marketing Communications, (Yogyakarta: Penerbit Bentang Anggota IKAPI, 2008), 262.


(25)

4. Teknik Pengumpulan Data. Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan/penggalian data yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Wawancara (interview). Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan tanya jawab secara lisan. Subjek penelitian ini terdiri dari anggota TNI yang tinggal di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan. Metode ini digunakan untuk menggali data tentang bagaimana keharmonian keberagamaan antara TNI yang beragama satu dengan yang lainya. Adanya subyek penelitiantertera pada table di bawah ini.

Tabel 1.1.

Daftar Subyek Penelitian

No Nama Jabatan Pangkat Agama

1 Ketut Wiayana Bati Bintal Pelda Hindu 2 Kadek Ermawan Taban OPS Kopda Hindu 3 Jamaludin Bendahara Masjid Serka Islam 4 Abu Amar Seksi perlengkapan Serka Islam 5 Calisto de Araujo Batih Siter Serka Kristen 6 Rico Nurdianto Tayonrat Tonkomkima Pratu Kristen

b. Observasi. Tujuan dari metode ini yaitu untuk mengumpulkan data tentang deskripsi daerah yang diteliti. Selain itu dapat mengetahui sikap keagamaan TNI AD yang ada di YONKA 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan. Metode ini digunakan untuk menggali tentang bentuk-bentuk atau pola-pola yang dibangun oleh anggota TNI guna mendeskripsikan harmoni sosial keagamaan tersebut.


(26)

c. Dokumentasi. Dalam proses penggunaannya sebagai metode pengumpulan data yang di peroleh dari dokumen-dokumen, yakni data yang berupa catatan, gambar, buku, koran, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan penelitan. adapun buku-buku yang digunakan ialah segala yang berhubungan dengan harmoni sosial keagamaan.

5. Keabsahan Data. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid maka dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan cara menyesuaikan antara teori untuk menganalisis melalui data yang diperoleh dari lapangan.Data tersebut diperoleh dengan cara terjun langsung kelapangan dengan mengacu pada teknik pengumpulan data. Proses ini berupa wawancara, observasi (atau pengamatan), dan dokumentasi.\

6. Teknik Analisa Data. Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan, mengorganisasikan data, yakni memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, disintesiskan, dicari dan ditemukan pola. Di samping itu peneliti berupaya menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.11

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagi sumber, yaitu, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaa, selanjutnya adalah mereduksi data untuk menentukan data inti. Kegiatan mereduksi data tersebut dilakukan dengan cara mengabstraksi data. Abstraksi merupakan

11


(27)

usaha membuat rangkuman inti, melalui proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.12

Metode berfikir yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif, yaitu menggambarkan keadaan atau fenomena yang berkembang di masyarakat dengan mengkaji lebih dalam tentang objek yang dikaji.13

Dalam penulisan ini peneliti menganalisa harmoni sosial keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan, dengan menggunakan pendekatan Sosiologi kemudian dibandingkan dengan sumber data lainnya, yang telah diperoleh untuk dapat ditemukan hasil. Tahapan yang dilakuakn pada pendekatan sosiologi ini adalah dengan cara mengetahui dan memahami potret harmoni sosial keagamaan TNI yang terkandung dalam teks, kemudian disesuaikan dengan sumber data lainnya yang masih terkait dengan judul yang dikaji.14

12

Ibid, 247.

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1998), 245.

14

Moleong J. Lexy. Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 35


(28)

I. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan ini, penulis membagi pembahasannya menjadi empat bagian. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman dalam penjelasannya yaitu:

‘Bab I (satu) yaitu pendahuluan yang mana pada bab ini mengawali seluruh rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yakni latar belakang masalah, definisi konseptual, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II (dua) yaitu landasan teori, yang mana didalamnya menguraikan secara teoritis tentang harmoni sosial keagamaan (pengertian harmoni, pengertian sosial, pengertian agama, fungsi-fungsi agama, dan dimensi agama.), harmoni sosial keagamaan menurut agama (perspektif Islam, Kristen, Hindu), dan teori fungsional struktural Robert King Merton.

Bab III (tiga) memuat tentang paparan objek penelitian dan penemuan penelitian. Bab ini membahas tentang paparan objek penelitian, terdiri dari kondisi situasi geografis dan demografis wilayah tersebut, sejarah YONKAV 8 KOSTRAD, tugas pokok dan struktur organisasi, dan makna lambang satuan narasinga, dan penemuan penelitian.

Bab IV (empat) yaitu penyajian dan analisis data. Dalam bab ini, penulis menjelaskan bagaimana pemahaman TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji, bagaimana bentuk-bentuk keagamaan TNI di YONKAV 8 KOSTRAD dan bentuk-bentuk formal harmoni sosial keagamaan TNI di YONKAV 8


(29)

KOSTRAD dan menjelaskan bagaimana cara yang dibangun oleh anggota TNI untuk menjaga keharmonian tersebut.

Bab V (lima) yaitu penutup, yang mana bab ini menjadi bagian akhir dari seluruh rangkaian penyusunan skripsi ini, yang mana didalamnya berisikan beberapa kesimpulanyang didapat dari penelitian dan saran-saran dari penelitian serta diakhiri dengan penutup.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Harmoni Sosial Keagamaan

1. Makna Agama

a. Pengertian Agama

Mendefinisikan agama selalu tidak akan ada habisnya. Sampai sekarang perdebadan tentang definisi agama masih belum selesai, sebagaimana pendapat yang dikemukakan Zakiyah Darajat dalam buku Ilmu Jiwa Agama, bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada membuat definisi agama, karena pengalaman agama adalah subjektif, intern dan individual dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari orang lain.1

Pengertian agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: Kepercayaan kepada Tuhan (dewa) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Pengertian

agama dalam bahasa sansekerta yaitu „‟tidak kacau‟‟. Agama diambil dari

dua akar suku kata, yaitu a yang berati „‟tidak‟‟dan gama yang berarti

„‟kacau‟‟. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu

peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Menurut inti maknanya yang khusus,kata agama dapat disamakan dengan kata

religion dalam bahasa Inggris, religie dalam bahasa Belanda-keduanya

1


(31)

berasal dari baasa Latin, religio, dari akar kata religare yang berarti mengikat.2

Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri mengandung berbagai arti. Ia dapat diartikan al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-‘izz (kebajikan), al-adat

(kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-tadzallul wa al-khudhu’ (tunduk dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid (penyerahan dan mengesakanTuhan).Sedangkan pengertian al-din yang berarti agama adalah namayang bersifat umum. Artinya, tidak ditunjukan kepada salah satu agama; ia adalah namauntuk setiap kepercayaanyang adadi dunia ini.3

Berdasarkan terminologi, agama bermakna jalan untuk menuju

keselamatan dan kenahagiaan‟‟. Keselamatan (as-salaamah) itu diperoleh jika para penganutnya secara konsisten dan komitmen melakukan aturan-aturan main yang sudah ditentukan oleh agama itu. Karena itu, agama juga bersifat pengabdian, ketundukan, ibadah. Semua bentuk pengabdian atau ketundukan itu bertujuan untuk mewujudkan keselamatanidupnya sebagai penganut agama yang taat.

Agama dalam berbagai perspektif dan penafsiran kontemporer lebih tercermin dari agama dimaknai secara subtansial-esensial. Artinya, agama ditafsirkan berdasarkan esensi-esensi atau muatan-muatan nilai yang berada di dalam intisari agama tersebut. Selain menafsirkan agama

2

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-, 13.

3

Lihat Al-qur‟an surat Al-kafirun ayat 7: ‟‟Bagimu al-din kamu dan bagiku al-dinaku‟‟. Jadi, kata al-din bisa berarti agama Islam, bisa juga selain agama Islam.


(32)

berdasarkan subtansial-esensial, ada sekelompok orang yang menafsirkan makna agama sebagai fenomena kontroversial dari eksistensi agama tersebut. Feuerbach mengatakan bahwa agama merupakan alat psikologi yang digunakan untuk menggantungkan harapan, kebaikan, dan ideal-ideal yang kita rancang sendiri. Lalu, semua harapan dan idealisme kita tersebut diserahkan kepada kekuatan supranatural yang oleh mereka disebut Tuhan. Apa yang dikemukakan oleh Feuerbach tentang eksistensi dan makna sebuah agama, langsung dan tidak langsung, mengecilkan eksistensi manusia.4

Pengertian agama yang semacam inilah yang banyak mempengaruhi pemikiran Sigmund Frued seperti yang sudah diuraikan pada halaman sebelumnya. Bahkan, oleh Karl Mark, agama dianggap

sebagai sistem „‟nomor-dua‟‟ atau „‟warga kelas-dua‟‟ dibandingkan sistem-sistem lainya. Menurut Marx, jika keberadaan agama ditempatkan setelah sistem ekonomi, ekonomilah yang akan sangat menentukan tindakan dan realita sosial individu atau sebuah masyarakat. Logikanya, setiap orang akan beragama atau tertarik kepada agama apabila situasi kondisinya sudah terpengaruhi. Dengan kata lain, tingkat keberagamaan atau religiusitas seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan dan kemampuan ekonomi yang dimilikinya.

Berbeda dengan sosiolog sebelumnya, Emile Durkheim seseorang sosiolog yang cukup dikenal dengan kajian sosiologi agama justru lebih

4

Silfia Hanani, Menggali Interelasi Sosiologi dan Agama (Bandung: Humaniora, 2011), Cet-1, 36.


(33)

tertarik kepada kajian agama dengan pandangan yang lebih objektif. Ia berupaya untuk membangun definisi agama berdasarkan fungsional sebuah agama. Dalam perspektif Durkheim, agama mempunyai fungsi yang sangat strategis bagi manusia. Agama tidak lagi sebagai „‟pemuas‟‟ batin kehidupan manusia. Agama juga dapat mempengarui dinamika sosial. Karena itu, agama tidak dapat diartikan secara sederhana sebatas makna ritual atau sakral. Mengapa? Karena agama tidak saja berhubungan dengan kepercayaan kepada sesuatu yang suci. Agama juga bisa membangun hukum, aturan-aturan dan norma-norma hidup bagi kehidupan individual dan kelompok.5

Pendapat yang dikemukakan ole Durkeim ini, tampak sekali, mewakili pengertian agama yang pernah dikemukakan oleh E.B. Taylor, Max Muller, Hebert Spencer, dan ilmuwan sosial lainya. Misalnya, E.B Taylor adalah seorang ilmuwan sosial pertama yang mengkaji agama masyarakat tentang kepercayaan dan roh. Lalu, asil kajian dan penelitian itu ia tuangkan ke dalam sebuah buku bertitel Primitive Culture. Di dalam bukunya ini, ia menyatakan bahwa agama merupakan keyakinan terhadap spiritual atau roh-roh. Pendapat ini dibangun disosialisasikan oleh Taylor berkaitan dengan hasil penelitianya tentang agama-agama yang berkembang pesat dalam kehidupan masyarakat primitif. Kondisi sekitar empat ratus yang lalu itu, itulah berada agama yang dimaksud.

5


(34)

Jika E.B Taylor melakukan kajian intensif terhadap agama masyarakat primitif, Max Muller justru banyak meneliti, mendalami, dan memahami muatan-muatan ajaran dari kitab suci Weda Hindu. Berdasarkan kajianya itu, ia menyatakan sebuah tesis bahwa agama sebagai media perubahan telah membawa para penganutnya pada sebuah kesempurnaan mutlak yang tak terbatas. Dalam hal ini, agama memperkenalkan manusia kepada Tuhan simbol kekuatan supranatural dan mettarasional. Tuhanlah yang menjadi tujuan dan tumpuan akhir bagi manusia. Demikianlah teori dan arahan pengertian agama yang pernah dikemukakan Max Muller.

Hebert Spencer walau nama yang agak asing bagi sebagian orang dalam kajian sosiologi agama, juga berperan sangat penting dalam upaya membangun pengertian dan makna agama. Dalam buku Principle of sosiology, Spencer menyebutkan bahwa agama merupakan ajakan (baca: dakwah) kepada pengakuan terhadap kekuadaan yang berada di luar diri manusia. Itulah kekuasan atau kekuatan puncak. Pengakuan terhadap kekuatan puncak berarti pengakuan terhadap eksistensi Tuhan penguasa darisegala keterbatasan manusia. Dalam bahas Islam, Allah adalag Rabbin Naas, Pencipta manusia; Malikin Naas, Rajanya manusia; Ilahin Naas,

Sesembahan manusia.6

Pengertian agama yang sangat menarik juga pernah dikemukakan ole Max Weber. Pengertian yang dikemukakanya ini pun perlu disimak

6


(35)

dan ditelaah. Dalam hal ini, Weber membangun pengertian agama yang sangat „‟sosial‟‟. Bagi Weber, agama tidak saa mempunyai rana keimanan kepada segala yang ebat diluar akal-logika; akar ketuhanan, dan hukum. Agama juga membangun ranah eksoterik dan esetorik, rana batin dan rana raga sesuatu yang di luar batin. Muatan nilai agama sangat berpengaruh terhadap dunia budaya, prestasi, kerja, dan berbagai wilayah profan lainya. Kontruksi agama yang dibangun Weber ini, tampak sekali terlihat dalamhasil kajianya yang kemudian dibukukan menjadi The Protestan Ethi. Hasinya, menurut Weber, agama Protestan telah berhasil membawa

peradaban dunia menjadi kapitalis yang sampai saat ini „‟ masih bertahan‟‟

Dari beberapa pengertian agama yang dipaparkan ole tokoh-tokoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa agama adalah kepercayaan/keyakinan terhadap roh atau spiritual terhadap kekuasaan yang berada di luar diri manusia untuk membawa para penganutnya pada sebuah kesempurnaan mutlak yang tak terbatas. Agama juga dapat mempengaruhi dinamika sosial yang tidak hanya diartikan sebagai sebatas makna ritual atau sakral. Karena dalam agama tidak saja berhubungan dengan kepada kepercayaan kepada sesuatu yang suci. Agamajuga bisa membangun huku, aturan-aturan dan norma-norma hidup bagi kehidupan penganutnya.


(36)

Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya Fungsi agama dalam masyarakat antara lain7:

1) Fungsi Edukatif. Para penganut agama berpendapat bahwaajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyeluruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

2) Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diberikan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu: dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui: pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan.

Pelaksanaan pengenalan kepada unsur (zat supranatural) itubertujuan agar dapat berkomunikasi baik secara langsung maupun dengan perantara langkah menuju ke arah itu sendiri secara praktisnyadilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan ajaran

7


(37)

agama itu sendiri, antaranya: Mempersatukan diri dengan Tuhan (Pantheisme), pembebasan dan penyucian diri (penebusan dosa) dan kelahiran kembali (reinkarnasi). Untuk itu dipergunakan berbagai lambang keagamaan. Kehadiran Tuhan dapat dihayati secara batin maupun benda-benda lambang. Kehadiran dalam bentuk penghayatan batin yaitu melalui meditasi sedangkan kehadiran dalam menggunakan benda-benda lambang melalui 8 : (a) Theophania spontanea, yaitu kepercayaan bahwa Tuhan dapat dihadirkan dalam benda-benda tertentu: tempat angker, gunung, arca, dan lainnya.(b)

Theophania innocativa, yaitu kepercayaan bahwa Tuhan hadir dalam lambang karena dimohon, baik melalui invocativa magis (mantera, dukun) maupun invocaiva religius (permohonan, doa, kebaktian dan sebagainya).

3) Fungsi Sebagai Pendamaian. Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaianbatin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui: tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.

4) Fungsi Sebagai Social Control. Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini

8


(38)

agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena: (a) Agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya; (b) Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (wahyu,kenabian). 5) Fungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas. Para penganut agama yang

sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan mebina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraanyang kokoh. Pada beberapa agama rasa persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.

6) Fungsi Transformatif. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutny. Kehidupan baru yang diterimanyaberdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadangkala mampu mengbah kesetiaanya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu9.

7) Fungsi Kreatif, Ajaran Agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama

9


(39)

bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru. 8) Fungsi Sublimatif, Ajaran agamamengkuduskan segala usaha

manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.

c. Dimensi Agama

Religiusitas menurut Glock dan Stark (Robertson,1988), ada lima macam dimensi keberagaman, yaitu: dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengamalan(konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual)10.

1) Ideologis atau keyakinan (Religious Belief). Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama, terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dengan Indikatornya antara lain: yakin dengan adanya Tuhan, mengakui kebesaran Tuhan, pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan ikhlas, selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan atas ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama Tuhan. Keimanan terhadap Tuhan akan

10

Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 77.


(40)

mempengaruhi terhadap keseluruhan hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan perbuatannya. Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan emosional, sentimen dan akal, serta selalu memelihara hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat berpikir logis dan positif dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya.

2) Ritualistik atau peribadatan (religious practice). Dimensi ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang diperintahkan oleh agamanya. Kepatuhan ini ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara konsisten. Apabila jarang dilakukan maka dengan sendirinya keimanan seseorang akan luntur11. Praktek-praktek keagamaan yang dilakukan individu meliputi dua hal, yaitu:

a) Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diperintahkan oleh agama yang diyakininya dengan 20 melaksanakannya sesuai ajaran yang telah ditetapkan. Dengan Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah agama, melakukan dakwah agama,

11


(41)

melakukan kegiatan amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan.

b) Ketaatan yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan dalam ajaran agama dengan cara meningkatkan frekuensi dan intensitas dalam beribadah. Dengan Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang tenang, aman dan merasa memperoleh bimbingan serta perlindungan-Nya. Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkanmasalah yang membuat dirinya tertekan.

3) Eksperiensial atau pengalaman (religious feeling). Dimensi pengalaman menunjukkan seberapa jauh tingkat kepekaan seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaanperasaan atau pengalaman-pengalaman religiusnya. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dan dirasakan individu selama menjalankan ajaran agama yang diyakini. Pengalaman spiritual akan memperkaya batin


(42)

seseorang sehingga mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam cobaan dalam kehidupan. Hal tersebut menyebabkan individu akan lebih berhati-hati dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang membuat dirinya merasa tertekan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang. Dengan Indikatornya antara lain: sabar dalam menghadapi cobaan, menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan.

4) Intelektual atau pengetahuan (religious knowledge). Dimensi ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama yang termuat dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya12. Bagi individu yang mengerti, menghayati dan mengamalkan kitab sucinya akan memperoleh manfaat serta kesejahteraaan lahir dan batin. Untuk menambah pemahaman tentang agama yang diyakini, maka seseorang perlu menambah pengetahuan dengan mengikuti ceramah keagamaan atau membaca buku agama sehingga wawasan tentang agama yang diyakini akan semakin luas dan mendalam. Dengan mantapnya pemahaman seseorang tentang ajaran agama yang diyakininya, maka individu cenderung menghadapi tekanan dengan berusaha menyelesaikan masalahnya langsung pada

12


(43)

penyebab permasalahan dengan membuat suatu rencana dan membuat keputusan. Indikatornya antara lain: mendalami agama dengan membaca kitab suci, membaca bukubuku agama, perasaan yang tergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci, dan memperhatikan halal dan haramnyamakanan.

5) Konsekuensial atau penerapan (religious effect). Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh kebermaknaan spiritual seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan seseorang dalamkehidupan sehari-hari, sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya antaralain: perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling mengasihi, selalu optimis dalam menghadapi persoalan, tidak mudah putus asa, fleksibel dalam mengahadapi berbagai masalah, bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan menjaga kebersihan lingkungan. Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan diatas maka peneliti mengacu pada teori Glock dan Stark sebagai dasar dalam pembuatan skala karena teori tersebut mencakup lima dimensi yang


(44)

mendasari individu dalam religiusitas. Dimensi tersebut meliputi: ideologis atau keyakinan (religious belief), ritualistik atau peribadatan

(religious practice), eksperiensial atau pengalaman (religious feeling), intelektual atau pengetahuan (religious knowledge), dan konsekuensial atau penerapan (religious effect).

B. Harmoni Keagamaan Perspektif Agama

1. Harmoni Agama Perspektif Islam

Umat islam di Indonesia mempercayai bahwa ayat-ayat Al Qur‟an dan Sunnah Rasul merupakan pegangan yang dijadikan dasar dalam menyikapi masalah kerukunan umat beragama. Adapun salah satu ayat yang berkenaan dengan masalah kerukunan umat beragama adalah Q. S. Yunus: 99.









Artinya: Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yangdi muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.13

Ayat Al-Qur‟an di atas telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menyanpaikan dakwah. Beliau adalah seorang yang terkenal kelembutanya dan tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk Islam, karena tugas beliau hanya sebatas menyampaikan risalah Allah saja. Untuk

13


(45)

itu beliau menganjurkan kepada kita agar selalu bertoleransi. Oleh karenaya tidak lama setelah Rasul menetap di kota Madinah, beliau mempermaklumkan suatu piagam yang mengatur kehidupan dan hubungan antara komunitas-komunitas yang merupakan komponen masyarakat majemuk di Madinah. Adapun kesimpulan dari butiran-butiran Piagam Madinah antara lain:

a. Semua orang Islam, meskipun berasal dari suku yang berbeda tetapi mereka merupakan satu kelompok.

b. Hubungan antara sesama kelompok Islam dengan kelompok lain didasarkan pada: hubungan tetangga yang baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasehati, dan menghormati kebebasan beragama.14

Kerukunan akan mudah diwujudkan apabila persamaan dan kesamaan latar belakang sejarah, penderitaan, cita-cita dan keserasian dalam banyak hal. Sehubungan itu sebagai agama yang menjadi rahmat

untuk alam semesta, kerukunan umat beragama menurut Islam, merupakan rekonstruksi dialogis dan empiris tentang kerukunan umat beragama yang telah dan sedang dikembangkan. Posisi dan peranan umat islam alam menciptakan kerukunan umat beragam di Indonesia sangat besar karena Islam sangat mementingkan kerukunan umat beragama.

14


(46)

2. Harmoni Agama Perspektif Kristen

Adapun ajaran-ajara Kristen yang mengajarkan cinta kasih sesama umatmanusia, karena dengan dasar ajaran tersebut maka hidup rukun diantara sesama umat manusia, dan antar seluruh makhluk dapat tewujud. Penerimaan pluralisme ininyata sekali dalam teks-teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Menurut Bambang Ruseno Utomo dalam

makalahnya, “Allah yang menyatakan diri kepada umat pilihanya, dalam

PL ban PB adalah satu-satunya Allah dan merupakan Bangsa-bangsa (Ul. 6:4, Yes. 43:10-11). Karena itu perjanjian Allah dengan Musa, “Aku akan

menjadi Allahmu dan engkau menjadi umat Ku”(Im. 26:12, yang didahului oleh perjanjian-Nya dengan Abraham (Kej.15:17-21;17:1-14), penyembuhan anak perempuan Samaria (Yoh. 4:1-6)”.

Perumpamaan orang Samaria yang baik hati sebagai penjelasan perintah untuk mengasihi sesama. Sesama adalah bukan orang atau kelompok yang dipilih sendiri, melainkan siapa saja yang dihadirkan Allah dihadapan kehidupan kita tanpa mengenal batas keluarga, etnis, agama, aliran keagamaan, status sosial dan kekayaan yang memerlukan perhatian, kasih dan pertolongan kita.15

Dengan demikian sejarah keselamatan tidak dibatasi hanya pada satu umat pilihan saja, melainkan seluruh umat manusia. Pilihan Allah tidak memutuskan Israel dari bangsa-bangsa, melainkan justru menempatkan mereka dalam relasi dengan bangsa-bangsa. Dengan

15

Bambang Ruseno Utomo, Dikutip dari Makalah Pluralitas dan Pluralisme, (Malang: Kuliah di IP. Th. Balewiyata, Tgl. 02-11-2010), 5.


(47)

demikian perbedaan di antara manusia adalah kehendak Tuhan sendiri. Dalam menghadapi perbeadan tersebut bukan dengan kebencian, kesombongan, permusuhan, saling menghancurkan dan menyingkirkan, melainkan memandang sebagai sesama manusia atau saudara yang sama-sama membutuhkan cinta kasih dan perhatian, melalui hak asasinya.

3. Harmoni Agama Perspektif Agama Hindu

Dalam sejarah kebudayaan Hindu, Bhineka Tunggal Ika, yang sekarang menjadi motto atau landasan filsafat persatuan dan kesatuan

bangsa, aslinya berbunyi “Bhineka Ika Tunggal Ika, Tan hana dharma mengrwa”. Oleh Mpu Tantular, yang artinya Bhineka Tunggal Ika, dilahirkan sebagai konsep atau pandangan tentang ketuhanan. Apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berbunyi Berbeda-beda Dia, tetapi Satu adanya, tak ada ajaranyan yang menduakanya. Pada hakikatnya yang dimaksud oleh mpu Tantuar, jalan menuju Tuhan bisa berbeda, tapi yang dituju satu adanya, dan tidak ada ajaran (agama) yang menduakan atau membedakanya. Pandangan tentang Ketuhanan tersebut, dimaksudkan agar umat tidak saling bertentangan ataupun saling bersaing pada cara pencarian, karena tujuan akhirnya sama dan satu adanya.

Dalam ajaran Hindu, puncak Berketuhanan Yang Maha Esa jauh melampaui pemahaman, kepercayaan, ataupun penghayatan, melainkan penyatuan jiwa kepada sumber yang Maha Sumber. Setelah jivanmukti tercapai, yang ada hanya kasih sayang tanpa pamrih. Pengertian „Tat Twan


(48)

Asi‟ (aku adalah Engkau) berlandaskan pemahaman dan pengalaman

bahwa Aku melihat Tuhan alam dirimu, maka Aku menghormti dan mengasihimu tanpa pamrih. Dalam suasana batin tersebut umat hindu melihat kerukunan yang universal dan langeng tercapai.16

Kerukunan menurut konsep Hindu adalah akibat adanya saling menghormati dalam menempuh cara atau agama masing-masing pihak sepanjang tujuan akhirnaya adalah menuju pencapaian Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsep tersebut dilansasi oleh sebuah Sloka dalam Bhagavad Gita yang berbunyi:

“Ye yatha mam Prapadyante tanis tathai va bhajamy aham mama vartma nuvartante manusyah partha, sarvasah”

Terjemahanya adalah dengan jalan bagaimanapun Orang-orang memujaku, dengan jalan yang sama itu juga Aku memenuhi keinginan mereka. Melalui banyak jalan manusia mengikuti jalanku, Oh Partha.17

Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa ajaran Hindu memberikan landasan untuk struktur sosial yang menampung perbedaan agama atas dasar rasa saling menghargai dan menghormati. Atas dasar tersebut juga dapat disusun kebersamaan hidup bernegara dalam suasana rukun.

16

H. Mustoha, dkk, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama, 131.

17


(49)

C. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

Talcott Parsons menyusun teori yang mampu menjelaskan hubungan antar kebudayaan, kepribadian, dan struktur sosial sekaligus memperkenalkan fungsionalisme sebagai paradigma berfikir. Bisa dikatakan bahwa ditengah kekeringan analisis sosial-budaya di paro pertama abad ke-20. Person menawarkan sebuah renungan yaitu model tindakan sosial manusia yang bersifat sukarela.18

Talcott Parsons, dalam melakukan analisis sistem masyarakat, memperkenalkan adanya subsistem dari sistem umum tindakan manusia, yaitu organisme, personalitas, sistem sosial, dan sistem kultural. Keempat sistem tindakan manusia itu dilihat sebagai susunan mekanis yang saling berkaitandan menunjukan tata urutan yang bersifat sibernetik, yang masing-masing memiliki fungsi. Organisme memiliki fungsi adaptasi, personalitas berfungsi untuk pencapaian tujuan, sistem sosial memiliki fungsi integrasi, dan sistem kultural berperan sebagai fungsi latensi untuk mempertahankan norma da pola kehidupan.19 Talcott Parsons memulai teorinya dengan empat fungsi tersebut yang disebut teori AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency). Fungsi tersebut merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu dan kebutuhan sistem.

18

Mudji Sutrisno dan Hendrar Putranto, Teori-Teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 11

19

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Civic Edukation: Antara Realitas Politik Dan Implementasi Hukumnya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 81-82.


(50)

Sistem tindakan diperkenalkan Parsons dengan skema AGIL-nya yang terkenal.20 Parsons meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni adaptation, Goal ataintmen, Integration,Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memenuhi empat kriteria ini. Sistem mengendalikan adanya kesatuan antara bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain. Kesatuan antara bagian itu pada umumnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan kata lain, bagian-bagian itu membentuk satu kesatuan (sistem) demi tercapainya tujuan atau maksud tertentu.

Sistem organisme biologis (aspek biologis manusia sebagai satu sistem), dalam sistem tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri dengan lingkungan sesuai dengan kebutuhan.

a. Sistem kepribadian, melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan menggerakkan seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

b. Sistem sosial berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen-komponen pembentuk masyarakat itu.

c. Sitem kebudayaan berhubungan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur-struktur yang ada dengan menyiapkan norma-norma dan nilai-nilai yang memotivasi mereka dalam berbuat sesuatu.

Sedangkan definisi sistem-sistem di atas menurut Talcott Parsons adalah sebagai berikut:

20

Wardi Bachtiar, Sosiologi klasik (Dari Comte Hinggah Parsons), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006), 22


(51)

1) Sistem organisme atau aspek biologis dari manusia. Kesatuan yang paling dasar dalam arti biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Hal lain yang termasuk ke dalam aspek fisik ini ialah lingkungan fisik dimana manusia itu hidup.

2) Sistem kepribadian. Kesatuan yang paling dasar dari unit ini ialah individu yang merupakan aktor atau pelaku. Pusat perhatianya dalam analisa ini ialah kebutuhan-kebutuhan, motif-motif, dan sikap-sikap, seperti motifasi untuk mendapat kepuasan atau keuntungan.\

3) Sistem sosial. Sistem sosial adalah interaksi antara dua atau lebih individu di dalam suatu lingkungan tertentu. Tetapi interaksi itu tidak terbatas antara individu-individu melainkan juga terdapat antara kelompok-kelompok, institusi-institusi, masyarakat-masyarakat, dan organisasi-organisasi internasional. Sistem sosial selalu terarah kepada equilibrium (keseimbangan).

4) Sistem budaya. Dalam sistem ini, unit analisis yang paling dasar adalah kepercayaan religius, bahasa, dan nilai-nilai.

Kemudian dijabarkan menjadi empat komponen skema tindakan berupa:

a) Pelaku atau aktor. Aktor atau pelaku ini dapat terdiri dari seorang individu atau suatu koletifitas. Parsons melihat aktor ini sebagai termotivisir untuk mencapai tujuan.

b) Tujuan (goal). Tujuan yang ingin dicapai biasanya selaras dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.


(52)

c) Situasi. Tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi dalam situasi. Hal-hal yang termasuk dalam situasi ialah prasarana dan kondisi.

d) Standar-standar normatif.Hal ini adalah skema tindakan yang paling penting menurut Parsons guna mencapai tujuan, aktor harus memenuhi sejumlah standar atau aturan yang berlaku.

Struktural fungsional istilah dati struktural dan fungsional tidak boleh digunakan secara bersamaan, meskipun pada dasarnya keduanya adalah satu kesatuan. Dalam mempelajari struktur-struktur masyarakat tanpa membahas fungsinya(atau konsekuensi-konsekuensi) bagi struktural lain. Dan dapat menelaah fungsi dari berbagai proses sosial yang mungkin tidak berbentuk struktural. Jadi, terhadap kedua elemen ini menjadi ciri dari fungsionalisme struktural. Meskipun fungsionalisme struktural memiliki beragam bentuk, fungsionalisme masyarakat adalah pendekatan dominan diantara fungsionalis struktural sosiologi.21

Asumsi dasarnya, setiap struktur dalam sistem sosial fungsi terhadap yang lain.Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan . Perubahan yang terjadi pada bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. Sebaliknya, kalau tidak fungsional struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Secara ekstim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.22

21

Goerge Ritzer, Douglas J, Goodman, Teori Sosiologi, (Yogyakarta: Kreasi wacana. 2013), 253.

22

Wirawan, Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma(Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial) (Jakarta: Kencana, 2012), 42.


(53)

Menurut Lawer, teori ini mendasarkan pada tujuh asumsi, yaitu: (1) masyarakat harus dianalisis sebagai suatu kesatuan yang utuh yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berinteraksi; (2) hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik; (3) sistem sosial yang ada bersifat dinamis; penyesuaian yang ada tidak perlu banyak mengubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh; (4) integrasi yang sempurna dimasyrakat tidak perna ada, sehingga dimasyarakat senantiasa timbul ketegangan dan penyimpangan, tetapi ketegangan dan penyimpangan ini akan dinetralisasi lewat proses pembangunan; (5) perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian; (6) perubahan merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya deferensasi dan inovasi; dan (7) sistem diintegrasi lewat pemikiran nilai-nilai yang sama.23 Teori fungsionalisme struktural beranggapansebagai suatu sistem memiliki struktural yang terdiri atas banyak lembaga. Masing-masing lembaga memiliki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat moden maupun masyarakat primitif.24

Pandangan Talcott Parsons tentang struktura fungsionall, awalnya parsons mengeritik paham utilitarianisme yang berpendapat bahwa indvidu sebagai aktor yang atomisik, cenderung berlaku rasional, dan memunculkan ide-ide kontruksionisme dalam integrasi sosial. Parsons lebih banyak mengkaji perilaku individu dalam organisasi sistem sosial , hinggah melahirkan teori

23

Wirawan, Teori-teori Sosial, 43.

24


(54)

tindakan sosial. Parsons juga mengembangkan cara berfikir individu yang non logis dan irasional dengan mencentuskanteori aksi sukarela. Teori ini lebih menempatkan individu sebagai agency daripada sebagai bagian struktur. Teori aksi sukarela ini antara lain: (1) aktor atau individu; (2) tujuan; (3) seperangkat alternative; (4) dipengaruhi nilai, norma dan idiologi; (5) keputusan subjektif; (6) peran individu sebagai aktor terhadap integrasi dalam suatu sistem dan idiologi, dan (7) perlu adanya institusionalisasi struktur yang mengatur pola relasi antar aktor.25

Parsons juga mengenalkan teori AGIL untuk menjelaskan energi dan integrasi, melalui sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian dan sistem organisasi, subsistem dalam kesatuan holistik (bersifat menyeluruh). Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL. AGIL adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attaintment, Intergration, dan Latency. Demi keberlangsungan hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni;

1) Adaptasi (adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan, dia harus mampu beradaptasi atau menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya. Contoh: Antar TNI yang beragama Islam, Hindu, dan Kristen yang saling membantu, tolong-menolong dalam kegiatan-kegiatan kegamaan entah memasang terop, menyiapkan kursi, dan lainya bisa menambah eratnya ketoleransian para anggota TNI di YONKAV 8 KOSTRAD. Sehingga hubngan sosial antar anggota TNI yang berbeda agama berjalan dengan baik.

25


(55)

2) Pencapaian tujuan (goal attaintment): Fungsi yang dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan dan mencapai tujuanya. Contoh: Meski kegiatan sosial atau keagamaan bermacam-macam, antar TNI yang berbeda agama juga saling membantu pelaksanaan kegiatan tersebut. Karena tujuan mereka agar bisa membentuk harmoni sosial yang baik antar TNI yang berbeda agama di YONKAV 8 KOSTRAD.

3) Integrasi (intergration): masyarakat harus mengatur hubungan diantara komponen-komponenya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal ini juga berperan dalam mengelola hubungan ketiga fungsi lainya dalam skema AGIL. Contoh: Para anggota TNI dalam menjaga keharmonian sosial antara TNI yang berbeda agama (Islam, Hindu, dan Kristen) yang sangat kuat. Sehinggah YONKAV 8 KOSTRAD bisa menjaga keseimbangan antar TNI yang berbeda agama (Islam, Hindu, dan Kristen).

4) Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus memperlengkapi, memelihara, memperbaiki pertahanan, dan membaharui baik fungsi yang dimiliki suatu sistem, padatingkat individu maupun pola-pola kultural. Contoh: Para anggota TNI dalam menjaga dan memelihara secara humanisme dalampelaksanaan upacara keagamaan bahkan kegiatan sosial antar TNI yang berbeda agama Islam, Hindu, dan Kristen.

Penelitian ini menggunakan teori struktural fungsional, sebuah konsep teoritik dari Talcott Parsons. Asumsi-asumsi dasar dan teori fungsionalisme struktural menjadi dasar dari pemikiran Talcott Parsons, yaitu berasal dari


(56)

pemikiran Emil Durkheim, dimana masyarakat dilihat sebagai suatu sistem yang didalamnya terdapat sub-sub sistem yang masing-masing mempunyai fungsi untuk mencapai keseimbangan dalam masyarakat.26

Selain itu, perlu dicatat disini pandangan Parsons tentang media kekuasaan. Menurutnya, kekuasaan bukanlah hak milik (property) individu, juga tidak dikaitkan dengan nominasi. Kekuasaan adalah hak milik sistem dan merupakan hal yang baik, sebab kekuasaan memampukan masyarakat untuk menyelesaikanberaneka macam tugasnya. Pandangan ini berlawanan dengan pandangan teori kritis tentang kekuasaan dan lebih mirip dengan pandangan Foucault yang melihat kekuasaanbersifat tersebar (diffused) dalam masyarakat.

Model AGIL merupakan kombinasi antar unsur-unsur atau kebutuhan-kebutuhan material dan budaya, jadi bisa dipikirkan sebagai sebuah model yang bersifat multidimensi. Namun, lagi-lagi tekanan utama Parsons terletak pada budaya yang menetapkan tujuan-tujuan akhir yang harus dicapai masyarakat sekaligus menjamin kestabilan sistem. Oleh Parsons, model AGIL ini diberi nama model sistem pengaturan yang sibernetis (cybernetic model of system regulation) istilah yang dipinjam dari ranah biologi. Ide yang mau disampaikan di sini adalah bahwa budaya beroperasi merupakan sistem control. Analoginya seperti otak manusia yang menerima sedikit rangsang namun mampu menggerakan seluruh anggota tubuh.27

Parsons berpendapat bahwa dinamika masyarakat dan sehubungan dengan itu, terjadi karena adanya beberapa unsur yang berintegrasi satu

26

George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2010), 121-123.

27


(57)

samalain. Unsur-unsur itu ialah; Pertama, orientasi manusia terhadap situasi yang melibatkan orang lain. Kedua, pelaku yang mengadakan kegiatan dalam masyarakat. Ketiga, kegiatan sebagai hasil orientasi dan pengolahan pemikiran pelaku tentang suatu kegiatan merupakan realisasi dari motivasi dan karenanya selalu bersifat fungsional, karena bertujuan mewujudkan suatu kebutuhan, dan yang ke empat, lambang dan sistem perlambangan yang mewujudkan komunikasi tentang bagaimana manusia ingin mencapai tujuanya.

Sehubungan dengan ini, maka suatu sistem sosial merupakan interaksi unsur tersebut oleh sejumlah individu hal mana terjadi dalam lingkungan fisik dan sosial atau ruang. Masing-masing individu dimotivasi oleh keinginan untuk mewujudkan tujuanya sebaik mungkin dalam situasi yang bersangkutan. Tujuan dan hasrat ini disampaikan antara lain melalui kegiatan komunikasi yang terjadi dalam suatu struktur kebudayaan dan perlambangan. Motivasi ini dapat bersifat pribadi, dapat didasarkan pada dorongan kelompok, dan bersifat rasional dapat bersiat emosional. Disamping nilai pribadi, dikenal juga nilai sosial yang istilah ilmianya lebi dikenal sebagai social-reference karena dihayati bersama oleh anggota suatu kelompok sosial tertentu.28

Dalam hubungan ini kegiatan oleh pelaku individu dapat lebih dititik beratkan pada nilai pribadi atau referensi sosialnya, hal mana lebih dikenal dengan orientasi individu yang cenderung mementingkan kepentingan dan ikatan oleh lingkungan (penilaian positif terhadap dirinya). Seberapa jauh suatu kegiatan atau motiasi dan karenanya nilai sosial merupakan hasil interaksi antar

28


(58)

individu dengan masing-masing sistem nilai pribadinya. Karena itu Parsons juga mengenal pembagian nilai yang lebih bersiat universalistic dan partikularistik. Nilai yang bersifat partikularistik lebih menitik beratkan kebutuhan individuatau kelompok kecil sedangkan nilai universalistik lebih menitik beratkan pada kepentingan masyarakat banyak yang memperhatikan apa yang diharapkanmasyarakat dari pada anggota masyarakatnya. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa seberapa kuat sikap universalistik dan partikularistik pada orientasi individu, ditentukan olehketerikatan individu dengan lingkunganya. Hal ini ditentukan lagi oleh seberapa jauh lingkungan itu sendiri memenuhi harapan dan kepentingan individu dan seberapa jau individu berperan atau diakui oleh lingkunganya.29

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dapat dilihat dalam konsep Parsons mengenai Fungsionalisme teori sistemnya ini terlihat pada mencari keseimbangan dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat meskipun berubah ataupun berkonflik tapi tetap menuju kearah yang positif dan memiliki fungsi dalam setiap perubahan dan konfliknya itu. Inilah yang menyebabkan Parsons dianggap sebagai orang yang konservatif dan statis, karena dalam salah satu pemikiranya terbesarnya mengenai masyarakat. Dan hubungan lainya adalah pokok bahasanya yang mengonsentrasikan pembahasan terhadap struktur dan institusi sosial menyebabkan ia menjadi seorang fungsionalis.

29


(59)

BAB III

PAPARAN OBJEK PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Letak Geografis

YONKAV 8 KOSTRAD terletak di Desa Beji, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan. Adapun batas wilayah yang menjadi pembatas dari YONKAV 8 KOSTRAD sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Sebelah Timur : Kecamatan Bangil

Sebelah Selatan: Kecamatan Pandaan Sebelah Barat : Kecamatan Gempol

Untuk menuju lokasi YONKAV 8 KOSTRAD tidak begitu sulit, karena YONKAV 8 KOSTRAD berada tepat di samping jalan raya bakalan, dan jalan raya bakalan adalah jalan raya besar yang banyak dilewati kendaraan besar seperti bus antar kota, truk-truk besar maupun kendaraan yang lainya yang lalu lalang melewati YONKAV 8 KOSTRAD.

2. Kondisi Sosial Budaya

Catatan keanggotaan prajurit TNI YONKAV 8 KOSTRAD menyebutkan bahwa jumlah anggota prajurit TNI sebanyak 526 orang. Kehidupan yang ada di dalam asrama Yonkav penuh kekeluargaan dan


(60)

gotong royong yang melekat erat dalam tiap diri prajurit TNI, ini sudah wajar bagi prajurit TNI yang mempunyai sifat nasionalisme. Apalagi para prajurit TNI yang ada di Yonkav berasal dari seluruh wilayah di Indonesia, berbagai macam suku, budaya, adat istiadat, dan agama yang berbeda melebur menjadi satu dalam satu kesatuan. Dalam berbagai perbedaan yang ada di dalam asrama Yonkav tersebut terciptalah keharmonisan dalam suatu hubungan sosial, budaya, maupun agama.1

Gambaran lebih rinci mengenai keadaan personel YONKAV 8 KOSTRAD dapat dilihat dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 3.1

Komposisi Personel YONKAV 8 KOSTRAD

No Satuan Jumlah Personel

1 Mayor 2

2 Kapten 7

3 Letnan satu 3

4 Letnan dua 5

5 Pembantu Letnan Satu 4 6 Pembantu letnan dua 6

7 Sersan Mayor 7

8 Sersan Kepala 10

9 Sersan Satu 20

10 Sersan Dua 29

11 Kopral Kepala 34

12 Kopral Satu 43

13 Kopral dua 48

14 Prajurit Kepala 58

15 Prajurit Satu 74

16 Prajurit Dua 105

17 Jumlah 526

1


(61)

3. Kondisi Agama

Berbagai fenomena sosial banyak ditimbulkan akibat agama, Diantaranya, fungsi sosial, struktur sosial, pranata sosial, dan dinamika masyarakat yang sangat majemuk.Agama yang dianut prajurit TNI sangatlah variasi dan berbeda antara satu dengan yang lainya, hal ini tentunya mengansumsikan bahwa agama-agama yang ada, memiliki perbedaan pula dalam kepanutanya dan bahkan pelaksanaanya.

Jika dilihat dari keberagamaan prajurit TNI YOKKAV 8 KOSTRAD, sebagian besar menganut agama islam yaitu sebanyak 375 orang, penganut agama kristen protestan sebanyak 15 orang, katholik sebanyak 13 orang, dan hindu 14 orang. Sarana peribadatan yang ada di YONKAV 8 KOSTRAD terdapat 1 masjid, 1 gereja, dan 1 pura yang diperuntukan untuk para prajurit TNI yang memeluk agamanya masing-masing.Gambaran tentang keberagamaanprajurit TNI YONKAN 8 KOSTRAD dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2.

Komposisi Prajurit YONKAV 8 KOSTRAD Berdasarkan Agama No Pemeluk Agama Jumlah Prosentase

1 Islam 375 94,3%

2 Kristen Protestan 15 2,0%

3 Katholik 13 1,8%

4 Hindu 14 1,9%

Jumlah 526 100%

Prajurit YONKAV 8 KOSTRADumumnya beragama islam, tetapi ada juga yang beragama kristen katholik, protestan, dan hindu. Walupun anggota prajurit mayoritas beragama islam, mereka selalu tetap menjaga


(62)

dan menjunjung tinggi kerukunan antaragama, karena bagi prajurit keutuhan kesatuan adalah sangat penting dalam menjaga keutuhan NKRI. Karena dalam Sapta Marga TNI pada Marga ke-2 dinyatakan TNI adalah pembela ideologi Negara, yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.2

4. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi para prajurit TNI di Yonkav 8 Kostrad adalah semuanya pegawai negeri, dimana gaji mereka diukur dari apa jabatan mereka. Dengan kondisi yang demikian tingkatan kehidupan perekonomian prajurit TNI di Yonkav 8 Kostrad dapat dikategorikan sebagai prajurit TNI yang cenderung mampu.3

5. Profil YONKAV 8 KOSTRAD

a. Sejarah YONKAV 8 KOSTRAD

Sejarah lahirnya Korps Kavaleri TNI AD mulai timbul selama perang kemerdekaan dimana pada pertempuran melawan Sekutu di Surabaya bulan Nopember 1945 para pejuang telah menggunakan beberapa Ranpur Panser hasil rampasan dari Jepang, Belanda dan Inggris, yang kemudian digunakan di beberapa daerah untuk tugas-tugas pengamanan dalam negeri. Selanjutnya pada tanggal 9 Pebruari 1950 dikeluarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor: 5 /

2

Nurhaidi, Staf III Yonkav 8 Kostrad, Wawancara, Yonkav 8 Kostrad 04 April 2016.

3


(63)

KSAD / Pntp / 50 tanggal 9 Pebruari 1950 tentang pembentukan satuan Berlapis Baja yang kemudian tanggal 9 Pebruari 1950 ditetapkan sebagai hari jadi Kavaleri TNI AD. \

Pada tanggal 21 April 1952 ditetapkan berdirinya Inspektorat Kavaleri yang mengalami perkembangan pada tahun 1954 dengan pembentukan 7 Eskadron Kavaleri meliputi Inspektorat Kavaleri di Bandung, Pusat pendidikan Kavaleri di Bandung, Eskadron Kavaleri 1 di Padalarang di bawah Panglima TT III/Siliwangi,Eskadron Kavaleri III di Magelang di bawah Panglima TT IV/Diponegoro,Eskadron Kavaleri IV di Palembang di bawah Panglima TT II / Sriwijaya,Eskadron Kavaleri V di Medan dibawah Pimpinan TT I/Bukit Barisan,Eskadron Kavaleri A di Malang di bawah Panglima TT V/Brawijaya, Eskadron Kavaleri B di Bandung di bawah Panglima TT III/Siliwangi,Eskadron Kavaleri Berkuda di Parongpong.

Pada tanggal 7 Juni 1956 diadakan perubahan organisasi dari Inspektorat Kavaleri menjadi Pusat Kavaleri sesuai dengan Surat Keputusan Kasad nomor: Kpts/78/6/1956 tanggal 7 Juni 1956. Periode 1958 – 1965 terjadi perubahan organisasi di lingkungan TNI AD termasuk Kesenjataan Kavaleri dimana Pusat Kavaleri dirubah menjadi Pusat Kesenjataan Kavaleri sesuai dengan Surat Keputusan Men / Pangad nomor: Kpts / 1588 / 11 / 1962 tanggal 16 Nopember 1962. Demikian pula Eskadron Kavaleri divalidasi menjadi Batalyon Kavaleriyaitu Eskadron Kavaleri 1 menjadi Batalyon Kavaleri I di Padalarang, Eskadron Kavaleri


(1)

Fungsi Integrasi (integration), dari bentuk-bentuk formal kebijakan yang ada di Yonkav 8 Kostrad mengenai harmoni sosial keagamaan menjelaskan bahwasanya fungsi integrasi disini mengatur komponen-komponenya agar dapat berfungsi secara maksimal, aturan-aturan disini adalah suatu sistem kebijakan komandan Yonkav 8 Kostrad yang mengatur tentanganggota TNI yang beragama Islam, Kristen, dan Hindu untuk mengadakan kegiatan upacara keagamaan secara bersamaan dihari dan waktu

yang sama. Yaitu hari kamis malam jum’at jam 18.00 WIB.

Fungsi pemeliharaan sistem (latency), dimana TNI mempertahankan, memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasinya. Dimana latensi disini menunjuk pada kebutuhan mempertahankan nilai-nilai dasar serta norma-norma yang dianut bersama olehpara anggota TNIdi Yonkav 8 Kostrad Beji Kabupaten Pasuruan.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

1. Dalam pemahaman harmoni keagamaan di lingkungan Yonkav 8 Kostrad terutama para anggota TNI, dimana agama menjadi bagian kehidupan mereka, anggota TNI menjalankan agamanya sebagai konsekwensi kepemelukan mereka atas agamanya. Anggota TNI menganggap harmoni keagamaan sebagai sumber untuk menjalin kerukunan antarumat beragama dan menjaga norma/etika yang mereka pegang dalam kehidupanya sehari-hari.

2. Bentuk-bentuk harmoni sosial keagamaan anggota TNI di Yonkav 8 Kostrad sangat baik, dimana anggota TNI selalu menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan. Bukti bentuk nyata harmoni sosial keagamaan yang sangat baik di Yonkav 8 Kostrad terwujud dengan saling gotong royong dan membantu dalam perenovasian masjid dan gereja, dan saling mengcover tugas apabila TNI yang beragama lain sedang melaksanakan upacara keagamaan. Adapun bentuk-bentuk formal harmoni sosial keagamaan di Yonkav 8 Kostrad terwujud dalam bentuk kebijakan dari komandan Yonkav yaitu dengan mengadakan kegiatan upacara keagamaan secara bersamaan di hari dan waktu yang sama yaitu hari kamis malam


(3)

78

3. Cara yang dibangun dalam menjaga keharmonian perbedaan agama di Yonkav 8 Kostrad yaitu sikap menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama dan sifat Nasionalisme yang ada didalam jiwa TNI,yang sesuai Sapta Marga,karena nilai-nilai Sapta Marga mengandung nilai-nilai moral yang senantiasa terpatri dan menyatu dalam sosok kepribadian TNI. Sebagaimana tersirat dalam Marga ke tiga yaitu, Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan YME, yakin akan kodratnya, taat menjalani perintahnya dan menjauhi laranganya.

B. Saran-Saran

1. Para prajurit dalam menjalankan kehidupan sehari-hari selalu berusaha memotivasi diri untuk berbuat baik kepada siapapun. Tugas yang diemban oleh prajurit dengan demikian hendaknya dijadikan sebagai upaya untuk menciptakan kerukunan dengan selalu menjaga keutuhan NKRI. Para prajurit TNI dalam menjalankan tugas hendaknya selalu konsisten untuk menjadi alat Negara dan bukan alat politik dari golongan manapun.

2. Anggota TNI di YONKAV 8 KOSTRAD Beji Kabupaten Pasuruan agar tetap mempertahankan/menjaga keharmonian dalam kehidupan beragama yang sudah berjalan. Untuk dijadikan contoh serta inspirasi bagi masyarakat yang berbeda agama dalam menjaga kesatuan hidup rukun umat beragama.

3. Untuk pelaku institusi-intitusi keagamaan antara agama Islam, agama Kristen, dan agama Hindu , agar bisa mempertahankan toleransi yang


(4)

sudah berjalan. Sebab toleransi dalam beda agama itu sangat diperlukan dalam kehidupan sosial.


(5)

79

DAFTAR PUSTAKA

Ap Budiyono, A. P. H. D. Membina Kerukunan Hidup Antarumat Beriman. Surakarta: Pusat pembinaan Katekis Visep. 1981.

Arikunto, Suharsami. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rinneka Cipta. 1998.

Bachtiar, Wardi. Sosiologi klasik (Dari Comte Hinggah Parsons). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. 2006.

Brigade Kavaleri 1 Kostrad. Sejarah Batalyon Kavaleri 8/Tank tahun 1962 s.d 1979 (cetakan pertama ).

Christine Daymon, Immy Holloway. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations & Marketing Communications.Yogyakarta: Penerbit Bentang Anggota IKAPI. 2008.

Dekdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka. 2002

Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso. Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.

Drajat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 1991.

Effendi, Muhadjir. Profesionalisme Militer Profesionalisasi TNI. Malang: UMM Pres. 2008.

George Riter, Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2013.

http://m.kompasiana.com/tomapatriottama/harmoni-bersama-untuk-bergerak (selasa, 15maret 2016)

Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002. Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta:Raja Gravindo Persada, 1998. Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1997


(6)

Jazim Hamidi dan Mustofa Lutfi. Civic Education: Antara Realitas Politik dan Inplementasi Hukumnya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010.

Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2000.

Kamrin, Muhammad Rusli. Peran ABRI dalam Politik dan pengaruhnya terhadap Pendidikan Politik di Indonesia(1965-1979). Jakarta: PT. Haji Mas Agung. 1989.

Moleong, J. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara. 1997.

Mudji Sutrisno dan Hendrar Putranto. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. 2005.

Nothingham, K, Eliabeth. Agama Dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994.

Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1976.

Salim, Agus. Tauhid, Taqdir, dan Tawakal. Jakarta: Tintamas. 1967.

Silfia Hanani, Silfia. Menggali Interelasi Sosiologi dan Agama. Bandung: Humaniora, 2011.

Subagya, Rahmat. Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan Agama.

Yogyakarta: Yayasan Kanisius. 1976.

Sukidin. Paradigma baru TNI dalam Perspektif Civil Society. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. V.2, 1 Januari 2001.

.

Tumanggor, Rusmin. Sosiologi Dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2004.

Ubaidillah, A, Dkk. Kewarganegaraan, Demokrasi,HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN Jakarta Press, 2000.

Wikipedia Indonesia, Penjelasan Undang-Undang TNI,

http://id.Wikedia.org/wiki/penjelasan ‘’Undang-Undang TNI bagian

Pertama’’ (Selasa, 29 Maret 2016 )

Wirawan. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma(Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Kencana. 2012.