Efektivitas media pembelajaran menggunakan pasir dalam meningkatkan kemampuan menulis permulaan.

(1)

EFEKTIVITAS MEDIA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PASIR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Lia Tri Rahmantati B07213018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

xiv INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa media pembelajaran menggunakan pasir dapat meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen post test only control group design dengan lembar observasi rating scale sebagai alat pengumpulan data. Subjek penelitian berjumlah 30 siswa Kelompok B di TK Yamina Mojokerto yang dibagi menjadi dua kelompok secara acak (random assignment). Kelompok tersebut adalah kelompok eksperimen dengan jumlah 15 siswa dan kelompok kontrol dengan jumlah 15 siswa. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis independent sample t-test dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan nilai p = 0,000 < 0,05. Nilai rata-rata pada kelompok eksperimen sebesar 92,400 dan pada kelompok kontrol sebesar 67,133. Dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran menggunakan pasir dapat meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini.

Kata Kunci : Media Pembelajaran, Kemampuan Menulis Permulaan, Anak Usia Dini


(7)

ABSTRACT

The purpose of the study is to determine that instructional media by using the sand can increase the early writing abilityof preschooler. This study uses experimental research by using post test only control group design with rating scale observation sheet as a data submission. The research uses 30 students in class B at Yamina Kindergarten in Mojokerto which randomly divided into two groups (random assignment). They are experiment and control group which consisting of 15 students of each. Data analysis technique uses Independent sample T-Test significant grade 0,05. The result of the study shows P = 0,000 < 0,05. The average value on the experiment group has 92,400 and 67,133 on the control group. We can summary that the instructional media by using sand can improve the early writing ability of preschooler significantly.


(8)

ix

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Intisari ... xiv

Abstrack ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kemampuan Menulis Permulaan ... 16

1. Pengertian Kemampuan Menulis Permulaan ... 16

2. Tahapan Kemampuan Menulis Permulaan ... 19

3. Prinsip-Prinsip Perkembangan Menulis ... 22

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Menulis ... 24

5. Tingkat Pencapaian Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini ... 27

B. Media Pembelajaran Menggunakan Pasir ... 32

1. Pengertian Media Pembelajaran ... 32

2. Klasifikasi Media Pembelajaran ... 36

3. Fungsi Media Pembelajaran ... 39

4. Manfaat Media Pembelajaran ... 41

5. Kriteria Pemilihan Media ... 44

6. Tahapan Media Pembelajaran Menggunakan Pasir ... 51


(9)

C. Hubungan Antara Kemampuan Menulis Permulaan Dengan

Media Pembelajaran Menggunakan Pasir ... 55

D. Landasan Teoritis ... 58

E. Hipotesis ... 65

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 66

1. Variabel Penelitian ... 66

2. Definisi Operasional... 66

B. Subjek Penelitian ... 67

C. Desain Eksperimen... 70

D. Prosedur Eksperimen ... 72

1. Sebelum Pelaksanaan Eksperimen ... 72

2. Pelaksanaan Eksperimen ... 73

E. Instrumen Penelitian... 78

1. Alat Ukur Variabel Kemampuan Menulis Permulaan ... 78

2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 81

F. Validitas Eksperimen ... 89

G. Analisis Data ... 91

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 92

1. Deskripsi Subjek ... 92

2. Pengujian Hipotesis ... 96

B. Pembahasan ... 97

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 103

Daftar Pustaka ... 105


(10)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Alokasi Waktu Pelakasanaan Penelitian ... 76

Tabel 2 Capaian Kemampuan Menulis Permulaan ... 79

Tabel 3 Interval Rating Scale ... 80

Tabel 4 Hasil Uji Validitas Aitem Kemampuan Menulis Permulaan ... 83

Tabel 5 Hasil Uji Validitas Media Pembelajaran Menggunakan Pasir ... 84

Tabel 6 Hasil Observasi Oleh Rater... 87

Tabel 7 Nilai Koefisien Alpha ... 88

Tabel 8 Hasil Reliabilitas Menggunakan ICC ... 88

Tabel 9 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 92

Tabel 10 Rekapitulasi Nilai Kemampuan Menulis Permulaan ... 95


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hubungan Antara Media Pembelajaran Menggunakan


(12)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penilaian Alat Ukur

Kemampuan Menulis Permulaan ... 111

Lampiran 2 Lembar Penilaian Media Pembelajaran Menggunakan Pasir .. 115

Lampiran 3 Lembar Observasi Penilaian Kemampuan Menulis Permulaan ... 119

Lampiran 4 Tabulasi Validitas Alat Ukur Kemampuan Menulis Permulaan ... 122

Lampiran 5 Tabulasi Validitas Media Pembelajaran Menggunakan Pasir ... 123

Lampiran 6 Tabulasi ICC Aitem Kemampuan Menulis Permulaan Oleh Rater 1 ... 124

Lampiran 7 Tabulasi ICC Aitem Kemampuan Menulis Permulaan Oleh Rater 2 ... 125

Lampiran 8 Tabulasi ICC Aitem Kemampuan Menulis Permulaan Oleh Rater 3 ... 126

Lampiran 9 Hasil Uji Statistik Reliabilitas Menggunakan ICC ... 127

Lampiran 10 Tabulasi Nilai Kemampuan Menulis Permulaan Pada Kelompok Eksperimen ... 128

Lampiran 11 Tabulasi Nilai Kemampuan Menulis Permulaan Pada Kelompok Kontrol ... 129

Lampiran 12 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Liliefors ... 130

Lampiran 13 Hasil Uji Statistik Independent Sample T-Test ... 131

Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian Pada Kelompok Eksperimen ... 132


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dunia pendidikan dianggap begitu penting untuk kelangsungan hidup manusia. Manusia membutuhkan bimbingan dan dorongan dari luar dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri. Hal itu didapat dari segala bentuk kegiatan dalam dunia pendidikan baik secara formal maupun informal.

Pendidikan anak usia dini menjadi pondasi dalam dunia pendidikan. Permendikbud No 58 (2009) menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak yang baru lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sejalan dengan itu, pendidikan anak usia dini dianggap sebagai dasar untuk pembentukan kepribadian dengan memegang peranan penting dan akan menentukan perkembangan anak pada masa yang akan datang.

Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini menitikberatkan pada arah pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Mulai dari kecerdasan yang meliputi kecerdasan spiritual, kondisi sosio emosional, bahasa dan


(14)

2

komunikasi, serta daya pikir yang mencakup pengembangan kegiatan literasi anak.

Kuder dan Hasit (2002) mengartikan literasi sebagai perkembangan meliputi proses membaca, menulis, berbicara, mendengar, membayangkan, melihat. Namun dari beberapa proses tersebut, proses menulis dianggap paling penting dalam mengembangkan kemampuan literasi anak.

Telah ditemukan bahwa keyakinan munculnya kemampuan menulis berawal dari orang-orang Cina, Mesir dan Yunani. Orang-orang tersebut mengatakan bahwa anak-anak mengandalkan gambar dan simbol-simbol untuk menceritakan suatu hal sebelum mengenal konsep menulis. Namun sebelum itu, anak-anak memerlukan pengalaman yang berulang untuk menyalin dan memahami huruf untuk mewakili suara yang mereka buat saat berbicara. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian Ferreiro (1978) menemukan bahwa kemampuan membaca bermula dari kata-kata yang ditulis, dan hal tersebut menunjukkan bahwa sebuah tulisan dapat mewakili suatu hal. Kemampuan menulis muncul perlahan berkembang menjadi ejaan yang diciptakan. Anak dapat menerapkan aturan ejaan mereka sendiri dengan cara menghubungkan apa yang diucap dengan apa yang ditulis (Ruddell, 2002; dalam Wood, 2004).

Praktik di lapangan menunjukkan bahwa segala bentuk tugas sekolah beserta penilaiannya dilakukan dengan komputer, sehingga kemampuan menulis menggunakan tangan akhir-akhir ini terlewatkan. Sejalan dengan hal tersebut, para terapis melaporkan bahwa keterbacaan tulisan tangan di antara


(15)

3

siswa sekolah telah anjlok 20% selama dekade terakhir, karena dalam era digital ini, anak-anak lebih sering menggesek atau mengetik daripada menulis menggunakan pensil (McDougall, 2017)

Peranan gadget dalam era digital saat ini membuat anak kurang memiliki kesempatan dalam mengasah kemampuan menulis menggunakan jemari tangannya. Tulisan tangan masih merupakan bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat. Di saat belajar menulis, secara tidak langsung anak juga akan belajar untuk mengenal dan mengeja huruf. Hal itu akan mengembangkan kemampuan membaca permulaan pada anak usia dini. Oleh karena itu, menulis harus diperkenalkan pada anak sejak usia dini untuk mempersiapkan anak dalam memasuki pendidikan sekolah dasar.

Sebagian besar sekolah dasar favorit menerapkan tes kemampuan baca tulis dan menghitung dalam proses penerimaan peserta didik baru. Hal itu bertentangan dengan PP 17 tahun 2010 Pasal 69 yang menjelaskan bahwa proses penerimaan peserta didik SD/MI tidak didasarkan pada tes kemampuan membaca menulis menghitung atau dalam bentuk tes lainnya, tetapi lebih ditekankan pada seleksi usia.

Senada dengan persoalan di atas, berdasarkan hasil wawancara pada salah seorang wali murid TK yang berada di Mojokerto menyampaikan bahwa seleksi masuk SD tidak lagi menggunakan tes baca tulis dan menghitung. Namun kebanyakan Ibu mengkhawatirkan anaknya agar dapat membaca, menulis dan berhitung sehingga anak dapat menguasai pelajaran dan mampu


(16)

4

mengerjakan tugas sekolah seperti menyalin, mencatat, dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh guru di sekolah dasar (Hasil Wawancara, 3 Mei 2017). Sehubungan dengan kondisi yang terjadi, sebagian besar lembaga pendidikan anak usia dini menerapkan program kegiatan menulis permulaan pada kelompok TK A maunpun TK B. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut dilakukan dengan cara memberikan tugas menulis huruf dengan media kertas dan pensil. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang wali murid TK di Mojokerto mengatakan bahwa tugas-tugas yang diberikan pada anak usia dini berupa tugas menulis huruf menggunakan kertas dan pensil. Setiap hari guru memberikan siswa tugas untuk mengenal satu huruf dan ditulis berulang kali pada satu halaman di buku tugas yang diberikan. Wali murid mengatakan bahwa tugas tersebut dirasa kurang menarik minat anak untuk belajar menulis. Kurang menariknya tugas menulis membuat anak cenderung mengulur waktu dalam penyelesaiannya (Hasil wawancara, 3 Mei 2017).

Menurut Hurlock (1980) awal masa kanak-kanak dapat dianggap sebagai “saat belajar” untuk belajar keterampilan. Apabila anak-anak tidak diberi kesempatan mempelajarai keterampilan tertentu, perkembangannya sudah memungkinkan dan ingin melakukannya karena berkembangnya keinginan untuk mandiri, maka mereka tidak saja akan kurang memiliki dasar keterampilan yang telah dipelajari oleh teman-teman sebayanya tetapi juga akan kurang memiliki motivasi untuk mempelajari berbagai keterampilan pada saat diberi kesempatan.


(17)

5

Anak perlu diberi kesempatan untuk belajar menulis sejak dini. Walaupun kemampuan menulis bukanlah aspek yang ditekankan di usia prasekolah, bukan berarti anak-anak usia dini tidak boleh diajarkan untuk menulis. Hal terpenting adalah porsinya tidak melebihi kemampuan pra akademiknya. Anak juga harus merasa senang dan tidak terpaksa ketika diajarkan untuk menulis.

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Perlu adanya latihan dan praktik dan berulang ulang.

Secara khusus, Whitehurst dan Lonigan (1998) menyatakan bahwa kemampuan menulis permulaan adalah bagian dari serangkaian keterampilan keaksaraan dasar yang menjadi tolok ukur dalam kegiatan membaca, termasuk mengembangkan pemahaman tentang konsep menyalin (menahami dan menyalin huruf alfabet) dan suara (kesadaran fonologis).

Kegiatan menulis merupakan salah satu indikator dari motorik halus pada anak yang melibatkan koordinasi jari. Kegiatan menulis permulaan sudah dapat dimulai saat anak menunjukkan perilaku seperti mencoret-coret buku atau dinding, kondisi tersebut menunjukkan berfungsinya sel-sel otak yang perlu dirangsang supaya berkembang secara optimal.

Supriyatno (1997) menyebutkan dua hal penting yang harus diperhatikan sebelum anak diajarkan menulis, yaitu kematangan dan kesiapan fungsi motorik (apabila kemampuan memegang benda di antara ibu jari dan jari-jari


(18)

6

tangan lain sudah meningkat, maka anak dapat diajarkan menulis huruf A-B-C) dan pemahaman atau penguasaan anak terhadap konsep bahasa atau simbol-simbol (anak siap dilatih untuk menulis apabila sudah bisa membedakan misalnya manakah huruf B dan P) (Supriyanto, 1997)

Hurlock (1980) menyatakan bahwa perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan pengendalian gerak tubuh dan otak sebagai pusat gerak. Gerak ini secara jelas dibedakan menjadi gerak kasar dan halus. Sejalan dengan hal tersebut (Departemen Pendidikan Nasional, 2007; dalam Mustaji, 2014) mengartikan perkembangan motorik sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Ada tiga unsur yang menentukan dalam perkembangan motorik yaitu otak, saraf dan otot.

Aspek motorik berkaitan dengan melatih koordinasi gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh. Motorik tersebut dibedakan menjadi dua yaitu motorik kasar dan motorik halus. Untuk motorik kasar menekankan pada koordinasi tubuh yang menekankan pada gerakan otot-otot besar sedangkan motorik halus menekankan pada koordinasi otot tangan atau kelenturan tangan yang bersifat keterampilan, seperti menulis, mewarnai, dan gerakan-gerakan tangan yang lainnya.

Abdurrahman (2012) menjelaskan bahwa sebagian besar anak lebih menyukai membaca daripada menulis karena menulis menurut mereka merupakan kegiatan yang lebih lambat dan lebih sulit. Selain itu menulis juga memerlukan rentang waktu yang panjang. Meskipun demikian, kemampuan


(19)

7

menulis sangatlah diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat, baik itu untuk menyalin, mencatat atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah (Abdurrahman,2012).

Mengingat kebutuhan tersebut maka seorang guru harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan anak untuk merangsang dan mengembangkan kemampuan menulis permulaan. Stimulasi atau rangsangan yang diberikan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan kebutuhahan setiap anak.

Corak pendidikan yang diberikan pada anak usia dini menekankan pada esensi bermain bagi anak-anak, dengan memberikan metode yang sebagian besar menggunakan sistem bermain sambil belajar. Materi yang diberikan pun bervariasi, termasuk menjadikan anak siap belajar (ready to learn), yaitu siap belajar berhitung, membaca, dan menulis. (Suyanto, 2005).

Pentingnya pengenalan kegiatan menulis pada anak mengharuskan guru menyediakan media agar anak dapat belajar menulis dengan senang hati. Kemampuan menulis permulaan pada pendidikan anak usia dini kiranya perlu mendapat perhatian lebih untuk diterapkan tanpa membuat anak merasa lelah, bosan, hingga mengikis minat anak untuk kedepannya. Penerapan tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan alat permainan edukatif sederhana, metode-metode baru maupun melalui media pembelajaran yang mampu menstimulasi perkembangan kognitif dan motorik anak.


(20)

8

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi anak untuk merasa senang dalam kegiatan belajar adalah dengan menggunakan media pembelajaran. Susilana dan Riyana (2007) berpendapat bahwa media pembelajaran merupakan wadah dari pesan, materi yang disampaikan adalah pesan pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai ialah proses pembelajaran. selanjutnya penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan penampilan dan melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan pembelajaran.

Dalam pengenalan kegiatan menulis pada ank usia dini, penyediaan media untuk menulis tidaklah harus menggunakan kertas dan alat tulis, melainkan dengan aktivitas bermain yang dapat melatih kelenturan koordinasi jari untuk persiapan menulis dasar, seperti menggunting, merobek, menjumput, dan meremas. Kegiatan melatih kelenturan jemari tangan dapat dimulai ketika anak berpura-pura menulis di atas kertas, pasir atau bentuk media lainnya. Hasil penelitian Lestari (2013) menunjukkan bahwa penggunaan media wayang abjad kontekstual pada kelompok TK B dapat meningkatkan kemampuan baca-tulis permulaan anak. Dengan media wayang abjad kontekstual, anak dapat menguasai semua aspek literasi yang mengarah pada akuisisi keaksaraan awal.

Asmah dan Mustaji (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pemanfaatan lingkungan alam pasir berpengaruh terhadap kemampuan sains dan motorik halus anak. Selajan dengan hal tersebut, Nurhayati dan Widayati


(21)

9

(2016) meneliti pasir sebagai media yang dapat meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak. Penelitian tersebut menghasilkan adanya peningkatan nilai prosentase kemampuan menulis permulaan hingga mencapai 86 %. (Asmah dan Mustaji, 2014).

Penerapan media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis permulaan kiranya mampu membantu anak untuk terlibat dalam proses belajar yang menyenangkan. Pasir umumnya menjadi bahan bermain pada anak-anak prasekolah. Baik itu di pusat pengembangan anak, dan taman bermain. Pasir adalah material dengan ukuran partikel tertentu, secara teknis antara dua milimeter (1/12 inci) dan 0,06 milimeter (1/400 inci). Berbahan granular, bisa dibentuk, dituang, dan diukur saat kering. Saat basah, ketegangan permukaan air menyebabkan butir-butirnya tetap bersatu (Welland 2009).

Menurut Montessori (1967) berpendapat bahwa hanya ada satu zat yang bisa ditangani anak masa kini dengan cukup bebas, dan itu adalah pasir. Membiarkan anak bermain dengan pasir sekarang telah menjadi universal. Dengan pengertian tersebut, media pembelajaran menggunakan pasir merupakan salah satu media yang dirasa mampu mengasah kemampuan motorik anak.

Sesuai dengan rekomendasi dari Froebel, Montessori, dan Piaget (Jarret, 2011) bahwa pasir yang berbentuk butiran sangat mudah untuk digunddukkan, dituang, dan diukur saat kering. Selain itu pasir juga dapat dicetak, dibentuk dan ditulis. Kualitas tekstur pasir yang butirannya tidak


(22)

10

mudah terurai sangat cocok dengan penekanan sensori motor pada anak usia dini. Pasir merupakan benda yang mudah dipegang dan digenggam. Syaraf taktil pada jemari anak akan aktif ketika anak bersentuhan dengan pasir, sehingga hal itu dapat mengembangkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini (Jarret, 2011).

Pada dasarnya anak akan senang ketika berada dalam aktivitas bermain. Dengan penerapan media pembelajaran menggunakan pasir dalam meningkatkan kemampuan menulis permulaan dapat memberikan kesibukan yang sangat mengasyikkan untuk anak usia dini. Motivasi kesenangan, rasa puas serta keberhasilan akan dirasakan anak dalam kegiatan ini. Pengalaman menyentuh pasir melalui jari-jarinya akan membuat anak menganggap bahwa berlatih menulis bukanlah sesuatu yang membebani, melainkan aktivitas yang sangat menyenangkan. Selain itu, penerapan media pembelajaran menggunakan pasir dalam proses pembelajaran menulis dapat membangkitkan motivasi anak pada kegiatan menulis sehingga anak akan berkonsentrasi untuk belajar dan dapat memahami apa yang sedang diajarkan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah media pembelajaran menggunakan pasir dapat meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini?


(23)

11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas media pembelajaran menggunakan pasir dalam meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini agar dapat memberikan inovasi terhadap keilmuan psikologi pendidikan khususnya dalam hal pengembangan media pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan menulis permulaan sesuai dengan tugas perkembangan anak usia dini. 2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini agar dapat meningkatkan keterampilan dan kompetensi guru, membantu guru atau praktisi memilih dan menentukan media pembelajaran yang kreatif, menarik, dan sesuai dengan usia peserta didik.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan pentingnya kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini.


(24)

12

Dalam penelitian Longcamp, Poudou, dan Velay (2005) tentang “The Influence of Writing Practice on Letter Recognition in Preschool Children: A Comparaison Between Handwriting and Typing” diketahui bahwa dalam praktik kemampuan menulis pada anak, pelatihan menulis menggunakan tangan dapat meningkatkan pembentukan huruf yang lebih baik daripada pelatihan mengetik (Longcamp, Poudou dan Velay, 2005)

Daly, Kelley, dan Krauss (2003) melakukan penelitian dengan judul “Relationship Between Visual Motor and Handwriting Skills of Children in Kindergarten: A Modified Replication Study”. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap hasil integrasi visual-motor dan kemampuan menyalin huruf yang mudah dibaca. Tidak ada perbedaan gender dalam pemberian tugas di saat eksperimen dilakukan. Sejalan dengan penelitian tersebut, Kaiser, Albaret, dan Doudin (2009) meneliti tentang “Relationship Between Visual-Motor Integration, Eye-Hand Coordination, and Quality of Writing”. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara asosiasi visual-motor dan kordinasi gerakan mata dan tangan terhadap kualitas menulis pada anak usia dini. Penelitian ini membuktikan bahwa integrasi visual-motorik berperan penting dalam kemampuan menulis permulaan.

Graham, Haris, dan Fink (2000) dengan penelitiannya yang berjudul “Is Handwriting Causally Related to Learning to Write? Treatment of Handwriting Problems in Beginning Writer” menyatakan bahwa kemampuan menulis berhubungan dengan ketegasan menulis dan instruksi tambahan


(25)

13

sebagai elemen penting dalam pencegahan ketidakmampuan menulis pada anak. Sedangkan penelitian Dinehard (2014) dengan judul “Handwriting in Early Childhood Education: Current Research and Future Implication” membuktikan bahwa tingkat kesiapan menulis dipengaruhi oleh instruksi menulis formal di saat anak memasuki usia sekolah (Dinehard, 2014).

Istiyani (2013) melakukan penelitian dengan judul “Model Pembelajaran Membaca Menulis Menghitung pada Anak Usia Dini di Kabupaten Pekalongan”. Penelitian ini membuktikan bahwa pembelajaran membaca menulis dan menghitung pada anak usia dini lebih mudah diserap dan direspon apabila diterapkan dengan menggunakan prinsip pembelajaran anak usia dini yakni dengan cara bermain sambil belajar. Didukung oleh Asmah dan Mustaji (2014) meneliti tentang “Pengaruh Pemanfaatan Lingkungan Alam Pasir Sebagai Sumber Belajar Terhadap Kemampuan Sains dan Motorik Halus Anak Usia Dini”. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa pemanfaatan lingkungan alam pasir secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemampuan sains dan motorik halus anak usia dini. Terdapat perbedaan perkembangan kemampuan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pinatih, Kristiantari, dan Ardana (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Dalam Menulis dengan Metode Pemberian Tugas Berbantuan Media Gambar Pada Anak Kelompok B2 Semester II” mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan motorik halus dalam menulis dengan menerapkan metode pemberian tugas


(26)

14

berbantuan media gambar pada siklus I dan terjadi peningkatan pada siklus II. Sedangkan penelitian Nurhayati dan Widayati (2016) dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan Melalui Media Pasir Pada Anak Kelompok A TK Kyai Hasyim” menunjukkan adanya peningkatan nilai prosentase kemampuan menulis permulaan hingga sebesar 86% dengan menggunakan media pasir (Nurhayati dan Widayati, 2016)

Levin dan Aram (2005) “Writing starts with own name writing: From scribbling to conventional spelling in Israeli and Dutch children” menunjukkan bahwa menulis nama dapat mempercepat kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini. Sejalan dengan penelitian tersebut, Tse, Siu dan Li-Tsang (2016) melakukan penelitian dengan judul “Development of Chinese Handwriting Skill Among Kindergarten Children: Copying of The

Composition in Chinese Characters and Name Writing” menunjukkan bahwa kegiatan menyalin huruf memberikan landasan untuk mengorganisasikan komponen-komponen menulis dalam tugas menulis nama. Tugas menulis nama dijadikan sebagai pintu masuk untuk memahami keterampilan menyalin dalam tulisan tangan orang Cina.

Penelitian terdahulu sangat penting diungkapkan karena dapat digunakan sebagai sumber dan acuan dalam penelitian ini. Dari beberapa penelitian tersebut ditemukan persamaan dalam variabel dependent, yakni kemampuan menulis permulaan. Perbedaanya terletak pada desain penelitian dan variabel independent yang digunakan. Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif. Namun dalam penelitian ini


(27)

15

menggunakan desain penelitian eksperimen. Adanya variabel independent yang bervariasi, penelitian terdahulu menekankan bahwa media pembelajaran menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini, sehingga penelitian ini berfokus pada media pembelajaran menggunakan pasir.


(28)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Menulis Permulaan

1. Pengertian Kemampuan Menulis Permulaan

Menulis adalah sebuah kata yang mengandung banyak arti. Menurut Zainuddin (1991) menulis dalam arti yang sederhana adalah merangkai-rangkai huruf menjadi kata atau kalimat. Menulis merupakan tugas kompleks yang membutuhkan integrasi berbagai sensorimotor, persepsi visual, perseptual-motor, dan keterampilan kognitif.

Menulis permulaan adalah tujuan sementara yang kemudian diharapkan siswa akan berkembang dan menggunakan kemampuan menulisnya untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan pribadinya lebih lanjut. Rofi’uddin dan Zuhdi (1998) mengemukakan bahwa menulis permulaan difokuskan pada penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan kalimat sederhana, dan tanda baca (huruf kapital, titik, koma, dan tanda tanya).

Kemampuan menulis permulaan difokuskan pada formasi mengenal huruf. Guru berperan sebagai pendukung dengan menawarkan berbagai media untuk menulis huruf (misalnya stensil,


(29)

17

kartu kata untuk ditulis) serta membahas bentuk-bentuk huruf yang akan ditulis (Gerde, Bingham, dan Pendergast, 2015)

Menurut Kaderavek, Cabell, dan Justice (2009) kemampuan menulis permulaan dianggap mengandung tiga dimensi berikut: komposisi, tulisan tangan, dan ejaan. Komposisi yang dimaksud adalah bagaimana anak terlibat dalam proses penulisan dan menghasilkan gagasan mereka untuk menulis. Tulisan tangan difokuskan pada formasi huruf, seperti membahas bentuk huruf dan menulis huruf. Ejaan difokuskan pada ortografi, yaitu mengenali bahwa huruf mewakili suara dan mampu untuk mengidentifikasi dan menulis apa yang diucapkannya menjadi sebuah kata.

Senada dengan pendapat di atas, kemampuan menulis permulaan muncul perlahan berkembang menjadi ejaan yang diciptakan. Anak dapat menerapkan aturan ejaan mereka sendiri dengan cara menghubungkan apa yang diucap dengan apa yang ditulis (Ruddell, 2002 dalam Wood, 2004).

Peraturan Pemerintah No 58 (2009) mengartikan pendidikan anak usia dini sebagai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Peraturan Pemerintah No 58, 2009)


(30)

18

Pendidikan anak usia dini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun dan kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun (Peraturan Pemerintah No 58, 2009)

Kemampuan menulis pada anak usia dini merupakan komponen penting dalam pengembangan keaksaraan anak serta dapat digunakan sebagai prediksi dari keterlambatan membaca (Gerde, Bingham, dan Pendergast, 2015). Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan menulis bagi anak usia dini menurut Karli (2015) diartikan sebagai suatu kegiatan membuat pola atau menuliskan kata, huruf-huruf atau pun simbol-simbol pada suatu permukaan.

Senada dengan pendapat di atas, Santrock (2007) mengatakan bahwa keahlian motorik halus anak usia dini lazimnya berkembang sedemikian rupa sehingga mereka mulai sanggup menulis huruf-huruf pada masa awal kanak-kanak mereka. Anak usai empat sampai dengan enam tahun dapat menuliskan kembali huruf-huruf yang anak lihat, menulis beberapa kata yang pendek, dan dapat menuliskan nama depan.

Didukung oleh pendapat Hurlock (1991) merangkum tugas perkembangan anak usia empat sampai dengan enam tahun untuk mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum dan mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. Anak usia empat sampai dengan enam tahun mempunyai kemampuan mengancingkan baju,


(31)

19

membangun menara setinggi 11 kotak, menggambar sesuatu yang berarti bagi anak tersebut dan dapat dikenali oleh orang lain, mempergunakan gerakan-gerakan jemari selama permainan jari, menjiplak gambar kotak, dan menulis beberapa huruf, menulis nama depan, mewarnai dengan garis-garis, memegang pensil dengan benar antara ibu jari dan dua jari, menggambar orang beserta rambut hidung, menjiplak persegi panjang dan segitiga, memotong bentuk-bentuk sederhana (Hurlock, 1991).

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan menulis permulaan bagi anak usia dini adalah kemampuan dalam menulis simbol huruf yang telah diketahuinya, menulis sebuah kata, dan mengeja apa yang telah ditulis.

2. Tahapan Kemampuan Menulis Permulaan

Temple, Clay, Ferreiro dan Teberosky (Brewer, 2007) membagi empat tahapan dalam menulis permulaan pada anak usia dini yaitu sebagai berikut:

a. Scribbling stage

Tahap di mana anak dengan ciri menulis dimulai dengan mencoret, coretan hanya memberi tanda acak pada kertas. Anak mulain membentuk beberapa garis (dari atas ke bawah) seperti menulis dan berisi bagian utama coretan di dalam kotak. Coretan ini mengidentifikasikan kemampuan anak dalam mengontrol alat tulis dan peningkatan pengetahuannya terhadap bentuk kertas.


(32)

20

Menurut Brewer (2007) Stimulasi yang dapat dilakukan pada tahap ini yaitu menyediakan berbagai jenis bahan seperti cat, buku, kertas dan krayon. Pendidik harus memberi lebel pada coretan anak sebagai tulisan, menjadi model untuk menulis dalam berbagai kesempatan di hadapan anak.

b. Linear repetitive stage

Tahap ini ditandai dengan anak mulai menulis biasanya dalam bentuk garis horizontal dan huruf-huruf yang terpisah-pisah dalam buku bergaris. Anak dapat melihat hubungan kongkret antara kata-kata dan bentuknya. Orang dewasa dapat memberi contoh menulis pada anak dan memberi kesempatan anak untuk mengamati tentang tulisan yang digunakan dengan berbagai jalan, memberi dukungan pada coretan anak, dan mulai memperlihatkan bentuk permulaan huruf pada anak.

c. Random letter stage

Tahap ketiga ini anak belajar bahwa bentuk-bentuk dapat dikatakan sebagai huruf. Anak dapat menggunakannya secara acak untuk menyampaikan kata atau kalimat pada orang lain. Kadang kala anak memproduksi garis huruf yang tidak sesuai dengan suara dari kata yang ditulisnya karena ingatan akan bentuk huruf pada anak sangat terbatas. Pada tahap ini, anak membuat huruf yang ia kenal (biasanya huruf-huruf dalam namanya) secara acak untuk menyampaikan maksud pada orang lain.


(33)

21

d. Letter name or phoenetic wriitng

Pada tahap ini anak mulai membuat hubungan antara huruf dan suara. Permulaan tahap ini tahap ini disebut sebagai letter name writing karena anak menulis huruf dengan nama dan bunyinya sama. Misalnya, anak menulis “untuk” dengan “u”. Anak mencoba untuk menampilkan kata dengan bentuk huruf yang tepat seperti yang didengar. Dan di akhir tahap, anak lebih ahli menulis dengan berbagai bentuk, seperti mahir dalam memberi jarak dalam kata. Namun ejaan yang tertulis masih berbentuk sesuai dnegan bunyinya, misalnya “ember” ditulis “mbr”. Anak membutuhan waktu untuk berlatih menulis dan membaca kembali tulisannya, maka tulisannya akan lengkap sesuai dnegan ejaannya (Brewer, 2007).

Menurut Cole (2001) terdapat lima tahapan kemampuan menulis permulaan yaitu:

a. Tahap mencoret (usia 2,5 sampai dengan 3 tahun)

Anak mulai belajar tentang bahasa tulisan dan bagaimana mengajarkan tulisan ini

b. Tahap pengulangan secara linier (usia 4 tahun)

Anak berpikir bahwa suatu kata merujuk pada sesuatu yang besar dan mempunyai tali yang panjang


(34)

22

c. Tahap menulis secara acak (usia 4 sampai dengan 5 tahun)

Anak sudah dapat mengubah tulisan menjadi kata yang mengandung pesan

d. Tahap menulis tulisan nama (usia 5,5 tahun)

Pada fase ini berbagai kata yang mengandung akhiran yang sama mulia dihadirkan dengan kata dan tulisan

e. Tahap menulis kalimat pendek (usia di atas 5 tahun)

Menulis kalimat yang ditulis oleh anak dapat mengembangkan kemampuan menulis apabila kegiatan menulis dilakukan anak atas keinginan sendiri (Cole, 2001)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan menulis permulaan pada anak usia dini adalah menulis dan menghubungkan huruf-huruf dari namanya sendiri. Di saat menulis, anak dapat mengeja huruf-huruf yang sedang ditulisnya.

3. Prinsip-Prinsip Perkembangan Menulis

Combs 1996 (Rofiuddin dan Zuchdi, 1998) memaparkan bahwa perkembangan menulis mengikuti prinsip-prinsip berikut:

a. Prinsip keterulangan

Siswa menyadari bahwa suatu kata bentuk yang sama terjadi berulang-ulang. Siswa memperagakannya dengan cara menggunakan suatu bentuk secara berulang-ulang.


(35)

23

b. Prinsip generatif

Anak menyadari bentuk-bentuk tulisan secara lebih rinci, mengkombinasikan huruf dengan pola konsonan-vokal-konsonan-vokal. Mereka mulai memperhatikan adanya keteraturan huruf dalam suatu kata.

c. Konsep tanda

Anak memahami kearbriteran tanda-tanda dalam bahasa tulis. Untuk mempermudah kegiatan komunikasi, orang dewasa perlu menghubungkan benda tertentu dengan kata yang mewakilinya. d. Fleksibilitas

Anak menyadari bahwa suatu tanda secara fleksibel dapat berupa tanda yang lain, dengan menambahkan tanda-tanda tertentu.

e. Arah tanda

Anak menyadari bahwa tulisan bersifat linier, bergerak dari satu huruf ke huruf yang lain sampai membentuk suatu kata, dari arah kiri menuju ke arah kanan, bergerak dari baris yang satu menuju baris yang lain (Rofiuddin dan Zuchdi, 1998).

Sejalan dengan pendapat di atas, Hajani (2014) prinsip yang dapat diajarkan dalam kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini adalah sebagai berikut:


(36)

24

a. Prinsip penggunaan tanda atau simbol, di mana guru memberi kesempatan yang banyak pada anak untuk melatih kelenturan motorik halus anak

b. Prinsip pengulangan, yakni memberikan latihan pengulangan c. Prinsip keluwesan, di mana guru memperkenalkan tulisan

pertama kali pada anak berupa simbol atau tanda yang dekat dan dikenal anak

d. Prinsip pengungkapan, yakni memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan berbagai pengalamannya berkaitan dengan tulisan yang telah dibuatnya

e. Prinsip mencontoh, di mana guru sering mengulang berbagai contoh tulisan atau kata dengan konteks yang sama

f. Prinsip penguatan, yakni di saat guru memberikan penguatan berupa penghargaan atau pujian terhadap hasil tulisan anak (Hajani, 2014).

Dapat diambil kesimpulan bahwasannya prinsip menulis permulaan pada anak usia dini adalah peran orang dewasa sangat dibutuhkan dalam pembelajaran menulis. Di antaranya adalah dalam hal mengenal huruf dan menyadari keteraturan huruf.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menulis

Menurut Tseng (dalam Cornhill, 1996) berpendapat bahwa hal-hal yang mempengaruhi kegiatan menulis dengan tangan antara lain:


(37)

25

a. Kinestetik

Kesadaran kinestetik yang dimaksud adalah adanya arah dan gerakan sendi dari anggota badan. Hal ini dianggap penting dalam kinerja menulis. Dengan kesadaran kinestetik anak dapat mengkordinasikan gerak dalam kegiatan menulis

b. Stimulasi motorik

Menulis huruf–huruf dan tulisan lengkap membutuhkan stimulasi motorik yang berkelanjutan. Cunningham Amundson (1992) menjelaskan bahwa stimulasi motorik mempengaruhi kemampuan anak dalam merencanakan, membentuk sebuah huruf dan menyusunnya menjadi kata-kata. Secara logis hal ini menjadi penting ketika seorang anak pertama kali belajar menulis.

Sesuai dengan rekomendasi dari Froebel, Montessori, dan Piaget (Jarret, 2011) bahwa partikel pasir yang berupa butiran sangat mudah untuk digundukkan, dituang, dan diukur saat kering. Selain itu pasir juga dapat dicetak, dibentuk, dan diukir (ditulis). Tekstur pasir yang butirannya tidak mudah terurai dibandinkan dengan bahan lain, sehingga kualitas tekstur pasir cocok dengan penekanan sensorimotor pada anak usia dini.

Herrington dan Lesmeister (2006) menyebutkan bahwa rancangan di lingkungan pasir bagi anak usia dini memenuhi beberapa dari yang dibutuhkan oleh anak, yaitu bermain pasir memberi anak-anak kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai


(38)

26

variasi perubahan (mencampur pasir dengan air dan dibentuk, memindahkan pasir dari satu tempat ke tempat lain), memberikan kesempatan (fleksibel), dan memberikan tantangan yaitu kesempatan bagi anak untuk berlatih ketrampilan motorik halus dan bermain peran.

c. Integrasi visuomotor

Integrasi visuomotor tampaknya menjadi variabel penting untuk keterampilan tulisan tangan anak, terutama ketika menyalin atau transposing dari pencetakan materi ke penulisan naskah. Dalam menyalin, anak harus memvisualisasikan bentuk huruf, menetapkan arti bentuk, dan kemudian memanipulasi alat tulis untuk mereproduksi huruf yang sama. Hal ini senada dengan penelitian Daly, Kelley, dan Krauss (2003) mengatakan bahwa integrasi visuomotor dapat mempengaruhi anak dalam menulis huruf dengan jelas.

d. Manipulasi Tangan

Menulis membutuhkan manipulasi tepat dan cepat dari alat tulis. Menulis tampaknya dicapai oleh aksi otot intrinsik dan stabilitas proksimal simultan yang memungkinkan untuk terjadinya fiksasi otot berurutan dari pelepasan siku dan pergelangan tangan. Kedua presisi dan kecepatan sangat dibutuhkan dalam pencapaian fungsi tulisan tangan hingga dapat dibaca (Tseng dalam Cornhill, 1996)


(39)

27

Berdasarkan keempat faktor yang ada, faktor stimulasi motorik dapat mempengaruhi kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini. Pemberian stimulasi motorik pada anak dapat melalui berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan media pembelajaran berupa pasir. Sehubungan dengan hal tersebut, Nurhayati dan Widayati (2016) membuktikan dalam penelitiannya bahwa terjadi peningkatan nilai prosentase kemampuan menulis permulaan hingga sebesar 86% dengan menggunakan media pasir. Didukung oleh penelitian Asmah dan Mustaji (2014) yang meemukan bahwa pemanfaatan lingkungan alam pasir secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemampuan sains dan motorik halus anak usia dini. pada penelitian tersebut ditemukan perbedaan kemampuan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pasir merupakan benda yang mudah dipegang dan digenggam. Syaraf taktil pada jemari anak akan aktif ketika anak bersentuhan dengan pasir. Hal itu dapat menstimulasi motorik halusnya sehingga kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini dapat berkembang.

5. Tingkat Pencapaian Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini

Permendikbud No 58 (2009) menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak yang baru lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu


(40)

28

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Untuk mencapai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah No. 17 (2010) merangkum lingkup perkembangan pada tingkat pencapaian perkembangan pendidikan anak usia dini yang harus dicapai sesuai dengan usia anak. Tingkat pencapaian tersebut di antaranya adalah pada lingkup perkembangan motorik halus, konsep bilangan, lambang bilangan huruf, serta keaksaraan. Berikut merupakan tingkat pencapaian perkembangan anak usia 4 - ≤ 5 tahun menurut Peraturan Pemerintah No. 17 (2010): a. Lingkup perkembangan fisik (motorik halus)

1) Membuat garis vertikal, horizontal, dan lingkaran 2) Menjiplak bentuk

3) Mengkordinasikan mata dan tangan untuk melakukan gerakan yang rumit

4) Melakukan gerakan manipulatif untuk menghasilkan suatu benda dengan menggunakan berbagai media

5) Mengekspresikan diri dengan berkarya seni menggunakan berbagai media

b. Lingkup perkembangan Kognitif (Konsep bilangan, lambang bilangan huruf)

1) Mengetahui konsep banyak dan sedikit


(41)

29

3) Mengenal konsep bilangan 4) Mengenal lambang bilangan 5) Mengenal lambang huruf

c. Lingkup perkembangan bahasa (keaksaraan) 1) Mengenal simbol-simbol

2) Mengenal suara-suara benda/hewan yang ada di sekitarnya 3) Membuat coretan yang bermakna

4) Meniru huruf (Peraturan Pemerintah No. 17, 2010).

Sedangkan tingkat pencapaian perkembangan pada usia 5 - ≤ 6 tahun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Lingkup perkembangan fisik (motorik halus) 1) Menggambar sesuai dnegan gagasannya 2) Meniru bentuk

3) Melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan 4) Menggunakan alat tulis dengan benar

5) Menggunting sesuai dengan pola 6) Menempel gambar dengan tepat

7) Mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail

b. Lingkup perkembangan Kognitif (Konsep bilangan, lambang bilangan huruf)

1) Menyebutkan lamang bilangan 1-10 2) Mencocokkan bilangan


(42)

30

3) Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan

c. Lingkup perkembangan bahasa (keaksaraan)

1) Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal

2) Mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya

3) Menyebutkan kelompok gambara yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama

4) Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf 5) Membaca nama sendiri

6) Menulis nama sendiri (Peraturan Pemerintah No. 17, 2010) Tidak jauh berbeda dengan peraturan pemerintah, Santrock (2014) mengatakan bahwa dalam tahapan anak usia dini, anak-anak menjadi lebih mandiri mengembangkan keterampilan kesiapan sekolah (seperti beajar mengikuti instruksi dan mengidentifikasi huruf), dan menghabiskan berjam-jam dengan teman sebaya.

Senada dengan hal di atas dalam lingkup perkembangan literasi anak, Beaty (2013) membuat beberapa daftar centang kemunculan kemampuan menulis pada anak usia dini yaitu berpura-pura menulis dengan gambar dan coretan, membuat garis horizontal saat menuliskan coretan, menyertakan bentuk seperti huruf dalam menulis, dan membuat beberapa huruf, mencetak nama atau inisial.


(43)

31

Santrock (2007) berpendapat bahwa anak-anak mulai mencoret-coret (scribbling) pada usia sekitar dua atau tiga tahun. Keahlian motorik mereka lazimnya berkembang sedemikian rupa sehingga mereka mulai sanggup menulis huruf-huruf pada masa awal kanak-kanak mereka. Anak usai empat sampai dengan enam tahun dapat menuliskan kembali huruf-huruf yang anak lihat, menulis beberapa kata yang pendek, dan dapat menuliskan nama depan (Santrock, 2007).

Senada dengan hal di atas, Hurlock (1991) merangkum tugas perkembangan anak usia empat sampai dengan enam tahun untuk mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum dan mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. Anak usia empat sampai dengan enam tahun mempunyai kemampuan mengancingkan baju, membangun menara setinggi 11 kotak, menggambar sesuatu yang berarti bagi anak tersebut dan dapat dikenali oleh orang lain, mempergunakan gerakan-gerakan jemari selama permainan jari, menjiplak gambar kotak, dan menulis beberapa huruf, menulis nama depan, mewarnai dengan garis-garis, memegang pensil dengan benar antara ibu jari dan dua jari, menggambar orang beserta rambut hidung, menjiplak persegi panjang dan segitiga, memotong bentuk-bentuk sederhana.


(44)

32

Dari beberapa penjelasan di atas, tingkat pencapaian yang sesuai dengan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini berhubungan dengan membuat garis, menulis huruf, menulis nama dan atau menulis beberapa kata yang pendek.

B. Media Pembelajaran Menggunakan Pasir

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar (Arsyad, 2009). Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Miarso (Susilana, 2007) mengartikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.

Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Jika media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek


(45)

33

ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode pembelajaran tertentu akan mempengaruhi media pembelajaran yang digunakan. Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Djamarah dan Zain (2002) menjelaskan pengertian media pembelajaran sebagai alat bantu yang berguna dalam kegiatan belajar mengajar. Alat bantu dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat disampaikan guru melalui kata-kata atau kalimat. Keefektifan daya serap siswa terhadap bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat terjadi dengan bantuan alat bantu. Kesulitan siswa memahami konsep dan prinsip tertentu dapat diatasi dengan bantuan alat bantu. Bahkan alat batu diakui dapat melahirkan umpan balik yang baik dari anak didik. Dengan memanfaatkan taktik alat bantu yang mudah diterima (acceptable), guru dapat menggairahkan minat belajar siswa.

Setiap bidang studi memerlukan metode pendekatan yang berbeda agar dapat dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, mengenal suatu bahan untuk kepentingan pemilihan pendekatan dirasa sangat perlu. Susilana dan Riyana (2007) menyampaikan bahwa media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan. Namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, melainkan pesan atau informasi belajar yang dibawakan oleh media tersebut (Susilana dan Riyana, 2007)


(46)

34

Pengertian media pembelajaran jika dikaitkan dengan pendidikan anak usia dini adalah sesgala sesuatu yang dapat dijadikan bahan (software) dan alat (hardware) untuk bermain, yang membuat anak usia dini mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menentukan sikap (Latif, Zukhairina, Zubaidah dan Afandi, 2013) Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media pembelajaran adalah alat yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.

Pasir adalah material dengan ukuran partikel tertentu, secara teknis antara 2 milimeter (1/12 inci) dan 0,06 milimeter (1/400 inci). Berbahan granular, bisa dibentuk, dituang, dan diukur saat kering. Saat basah, ketegangan permukaan air menyebabkan butir-butirnya tetap bersatu (Welland, 2009).

Piaget (Jarret, Lee, dan Bulunuz 2011) menyebut pasir sebagai “mental complexity”, yaitu sebagai bahan multiguna yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan bermain pada anak usia dini, diantaranya bermain fungsi (misal melompat pada bak pasir atau mengisi dan memindahkan pasir), mengkonstruksi (misal membangun istana pasir), bermain drama (misal bermain pura-pura membuat kue). Herrington dan Lesmeister (2006) menyebutkan bahwa rancangan di lingkungan pasir bagi anak usia dini memenuhi beberapa dari yang dibutuhkan oleh anak, yaitu bermain pasir memberi anak-anak


(47)

35

kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai variasi perubahan (mencampur pasir dengan air dan dibentuk, memindahkan pasir dari satu tempat ke tempat lain), memberikan kesempatan (fleksibel), dan memberikan tantangan yaitu kesempatan bagi anak untuk berlatih ketrampilan motorik halus dan bermain peran.

Yang dimaksud dengan media pasir adalah sebuah alat perantara yang menggunakan pasir sebagai penyalur informasi dalam proses pembelajaran menulis permulaan pada anak usia dini. Penggunaan psair sebagai alat atau sumber belajar bagi anak terlihat sederhana namun memberi manfaat yang sangat besar pada proses pembelajaran menulis. Sesuai dengan rekomendasi dari Froebel, Montessori, dan Piaget (Jarret, 2011) bahwa pasir yang berbentuk butiran sangat mudah untuk digunddukkan, dituang, dan diukur saat kering. Selain itu pasir juga dapat dicetak, dibentuk dan ditulis. Kualitas tekstur pasir yang butirannya tidak mudah terurai sangat cocok dengan penekanan sensori motor pada anak usia dini. Pasir merupakan benda yang mudah dipegang dan digenggam. Syaraf taktil pada jemari anak akan aktif ketika anak bersentuhan dengan pasir, sehingga hal itu dapat mengembangkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini. Sudono (2006) mengatakan tujuan bermain pasir yaitu mengenalkan penggunaan pasir sebagai alat yang berguna, mengembangkan kesenangan untuk bereksplorasi pada anak, menumbuhkan rasa apresiasi terhadap alat yang terdekat untuk


(48)

36

berekspresi, menanamkan rasa bersyukur dengan adanya lingkungan hidup serta memeliharanya dan mengembangkan kemampuan berbahasa, penambahan kosa kata, penyusunan kalimat. Menggunakan pasir anak belajar bermain dengan dirinya sendiri, dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, dengan orang lain, dengan seorang teman, atau bermain dalam kelompok.

2. Klasifikasi Media Pembelajaran

Sanjaya (2009) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya, yaitu: a. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:

1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya.

3) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini


(49)

37

dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.

b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam:

1) Media yang memiliki daya liput luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus

2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya (Sanjaya, 2009)

c. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:

1) Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus, seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film slide, operhead projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi.

2) Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya (Sanjaya, 2009)

Menurut Winkel (2009), media pembelajaran dapat dikategorikan sebagai berikut:


(50)

38

a. Media visual yang tidak menggunakan proyeksi, misalnya papan tulis, buku pelajaran, papan yang ditempeli gambaran dan tulisan (display board), lembaran kertas besar yang dapat diganti-ganti (flipchart), kliping dan surat kabar atau majalah, poster, dan model berskala besar atau kecil.

b. Media visual yang menggunakan proyeksi, seperti film, kaset video, proyektor untuk lembar transparan yang dibuat dari plastik, proyektor untuk dia (slide), proyektor untuk memantulkan halaman dalam buku pada sebuah layar, dan siaran televisi pendidikan.

c. Media auditif, seperti gramofon, kaset yang berisikan ceramah atau wawancara dengan seseorang, kaset ucapan bahasa asing, kaset musik, dan siaran radio.

d. Media kombinasi visual-auditif yang diciptakan sendiri seperti serangkaian dia (slide) dikombinasikan dengan kaset audio; ataudiproduksikan oleh perusahaan seperti disket video dan program komputer yang dapat berbicara (Winkel, 2009)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat macam-macam media pembelajaran. Secara umum media pembelajaran dapat diklasifikasi menjadi media auditif, media visual, dan media audio-visual. Sedangkan media pembelajaran menggunakan pasir dapat diklasifikasikan dalam media visual.


(51)

39

Menurut Djamarah dan Zain (2002) media berbasis visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media berbasis visual (imageatau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan dukungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.

Hasil penelitian tentang keterbacaan visual yang dihubungkan dengan hasil belajar, menunjukkan bahwa visualisasi pesan pada kedua kutub yang abstrak maupun yang konkret membawa pengaruh yang relatif sama terhadap hasil belajar siswa (Arsyad, 1997). Sehubungan dengan hal tersebut, media pembelajaran menggunakan pasir akan memudahkan anak usia dini memahami konsep abstrak dalam mengenal bentuk huruf hingga menulisnya menjadi sebuah kata. 3. Fungsi Media Pembelajaran

Sudjana dan Rivai (2002) menjelaskan bahwa fungsi media dalam proses pembelajaran antara lain:

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa. b. Pengajaran akan lebih jelas maknanya.

c. Metode mengajar menjadi bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal yang berasal dari kata-kata guru (Nana Sudjana dan Rivai, 2002).


(52)

40

Levie dan Lanz (dalam Arsyad, 2009) juga mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, yaitu:

a. Fungsi Atensi

Media menjadi inti pembelajaran yang menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

b. Fungsi afektif

Keberhasilan penggunaan media dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar, misalnya informasi yang menyangkut masalah social atau ras.

c. Fungsi kognitif

Media pembelajaran terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa media dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam media.

d. Fungsi kompensatoris

Di sini media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media mampu memberikan konteks untuk memahami tugas, membantu siswa yang lemah untuk membaca juga mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali dengan kata lain media pengajaran berfungsi untuk


(53)

41

mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan (Levie dan Lanz; dalam Arsyad, 2009).

Sesuai dengan penjelasan di atas, fungsi media pembelajaran dapat disimpulkan sebagai penyalur informasi sehingga anak dapat mengingat dan memahami konten pembelajaran tanpa merasa jenuh. Sedangkan fungsi media pembelajaran menggunakan pasir adalah agar sensori motorik pada anak usia dini dapat terstimulasi dengan baik sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan menulis permulaannya.

Russo, Vernam, dan Wolbert (2016) menjelaskan bahwa media pasir berfungsi untuk menstimulasi sensori motorik pada anak. Hal itu terjadi ketika anak menyentuh dan membiarkan pasir bergerak melalui jemarinya.

4. Manfaat Media Pembelajaran

(Hairudin, 2008) mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran, yaitu:

a. Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan b. Proses pembelajaran menjadi jelas/menarik.

c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.

d. Pemakaian waktu dan tenaga lebih efektif dan efisien. e. Kualitas hasil belajar siswa meningkat.


(54)

42

g. Menumbuhkan sifat positif siswa terhadap proses belajar. h. Mengubah peran guru ke arah lebih positif dan produktif.

Sedangkan menurut menurut Nurseto (2011) manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menyamakan persepsi siswa. Dengan melihat objek yang sama dan konsisten maka siswa akan memiliki persepsi yang sama. b. Mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak. Misalnya untuk

menjelaskan tentang sistem pemerintahan, perekonomian, berhembusnya angin, dan sebagainya bisa menggunakan media gambar, grafik atau bagan sederhana.

c. Menghadirkan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar. Misalnya guru menjelaskan dengan menggunakan gambar atau film tentang binatang-binatang buas, gunung meletus, lautan, kutup utara dll.

d. Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil. Misalnya guru akan menyampaikan gambaran mengenai sebuah kapal laut, pesawat udara, pasar, candi, dan sebagainya. Atau menampilkan objek-objek yang terlalu kecil seperti bakteri, virus, semut, nyamuk, atau hewan/benda kecil lainnya.

e. Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat. Dengan menggunakan teknik gerakan lambat (slow motion) dalam media film bisa memperlihatkan tentang lintasan peluru, melesatnya anak panah, atau memperlihatkan suatu ledakan. Demikian juga


(55)

43

gerakan-gerakan yang terlalu lambat seperti pertumbuhan kecambah, mekarnya bunga wijaya kusuma dan lain-lain (Nurseto, 2011).

Senada dengan pendapat di atas, Arsyad (2009) juga menyampaikan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan media dalam pembelajaran, yaitu:

a. Pesan/informasi pembelajaran dapat disampaikan dengan lebih jelas, menarik, konkret, dan tidak hanya dalam bentuk katakata tertulis atau lisan belaka (verbalitas)

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. Misalnya objek yang terlalu besar dapat digantikan dengan realitas, gambar, film, bingkai, atau model

c. Meningkatkan sikap aktif siswa dalam belajar

d. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siwa dengan lingkungan dan kenyataan

e. Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya

f. Memberikan perangsang, pengalaman, dan persepsi yang sama bagi siswa

Secara garis besar, manfaat media pembelajaran adalah menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran serta dapat memotivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran tanpa merasa bosan.


(56)

44

Sedangkan manfaat media pembelajaran menggunakan pasir adalah anak dapat mengkonkretkan hal yang abstrak. Dengan media pembelajaran menggunakan pasir, anak akan lebih mudah mengenal dan mengingat bentuk huruf sehingga dapat memudahkan dalam meningkatkan kemampuan menulis permulaan pada anak usia dini. 5. Kriteria Pemilihan Media

Susilana dan Riyana (2007) membagi kriteria pemilihan media menjadi dua bagian, yaitu kriteria umum dan kriteria khusus. Terdapat beberapa kriteria umum yang perlu diperhatiikan dalam pemilhan media:

a. Kesesuaian dengan tujuan (instructional goals)

Perlu dikaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Perlu dianalisis terlebih dahulu media apa yang cocok guna mencapai tujuan tersebut. Selain itu analisis dapat diarahkan pada pada taksonomi tujuan dari Bloom dkk apakah tujuan itu bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. b. Kesesuaian dengan materi pembelajaran

Hal ini berhubungan dengan bahan atau kajian apa yang akan diberikan sebagai media pembelajaran. pertimbangan lainnya, dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauh mana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian pengguna dapat mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk penyampaian materi pembelajaran (Susilana dan Riyana, 2007)


(57)

45

c. Kesesuaian dengan karakteristik pembelajar atau siswa

Dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa, yaitu megkaji sifat-sifat dan ciri media yang akan digunakan. Hal lainnya karakteristik siswa, baik secara kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas, ciri, dan kebiasaan lain) dari siswa terhadap media yang akan digunakan. Terdapat beberapa media yang cocok untuk sekelompok siswa, namun tidak cocok untuk siswa yang lain. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari respon negatif siswa, serta kesenjangan pemahaman antara pemahaman yang dimiliki peserta didik sebagai hasil belajaranya dengan isi materi yang terdapat pada media tersebut. d. Kesesuaian dengan teori

Pemilihan media harus didasarkan atas kesesuaian dnegan teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap suatu media yang dianggap paling disukai dan paling bagus, namun didasarkan atas teori yang diangkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan media bukan pula karena alasan selingan atau hiburan semata, melainkan media harus merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, yang fungsinya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran


(58)

46

e. Kesesuaian dengan gaya belajar siswa

Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa. Yaitu tipe visual, auditorial maupun kinestetik (Susilana dan Riyana, 2007).

f. Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu yang tersedia

Bagaimana bagusnya sebuah media apabila tidak didudukung oleh fasilitas dan waktu yang tersedia. Media juga terkait dengan user atau penggunanya dalam hal ini guru, jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan media tersebut dengan baik, maka akan sia-sia.

Selain kriteria umum, Susilana dan Riyana (2007) mengklasifikasikan kriteria khusus dalam pemilihan media pembelajaran yang digunakan:

a. Access

Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media yang kita perlukan tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan oleh murid. Dalam hal ini media harus merupakan baggian dalam interaksi dan aktivitas siswa, bukan hanya guru yang menggunakan media tersebut.

b. Cost

Biaya juga harus dipertimbangkan. Media yang efektif tidak selalu mahal, jika guru kreatif dan menguasai betul materi


(59)

47

pembelajaran maka akan memanfaatkan objek-objek untuk dijadikan sebagai media dengan biaya yang murah namun efektif. c. Technology

Perlu diperhatikan apakah teknologiny tersedia dan mudah dalam penggunaannya. Semisal menggunakan media audio visual di kelas, perlu dipertimbangkan apakah voltase listrik cukup dan sesuai?

d. Interactivity

Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Jadikan media tersebut sebagai alat bantu siswa dalam beraktivitas.

e. Organization

Pertimbangan penting yang lain adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan mendukung, bagaimana pengorganisasiannnya, atau apakan sekolah yang bersangkutan disebut sebagai pusat sumber belajar?

f. Novelty

Kebaruan dari media yang dipilih juga harus menjadi pertimbangan. Karena media yang lebih baru biasanya lebih baik da lebih menarik bagi siswa.

Berbeda dengan pendapat Arsyad (2009) mengungkapkan bahwa dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis


(60)

48

yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut:

a. Motivasi

Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Oleh karena itu, perlu adanya penumbuhan minat dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajaran tersebut.

b. Perbedaan individual

Siswa belajar dnegan cara dan tingkat keceparan yang berbeda-beda. Fakto-faktor seperti intelegensi, tingkat pendidikakn, kepribadian, dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Sehingga tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media pembelajaran harus berdasar pada tingkat pemahaman.

c. Tujuan pembelajaran

Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pembelajaran tersebut, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar.

d. Organisasi isi

Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur diorganisasikan ke dalam urutan-urutan yang bermakna. Di


(61)

49

samping itu, tingkatan materi yang disajikan dapat ditetapkan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan isi materi.

e. Persiapan sebelum belajar

Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan media dengan sukses.

f. Emosi

Media pembelajaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respon emosional seperti rasa takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan. Oleh karena itu, perhatian khusus harus ditujukan kepada elemen-elemen rancangan media jika hasil yang diinginkan berkaitan dnegan pengetahuan dan sikap (Arsyad, 2009).

Sehubungan dengan anak usia dini, penetapan rambu-rambu dan kriteria untuk pemilihan media pembelajaran merupakan patokan yang harus dijadikan rambu bersama. Latif, Zukhairana, Zubaidah, dan Afandi (2013) menyampaikan bahwa terdapat beberapa dasar pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran di antaranya adalah:

a. Media pembelajaran yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pemakai (anak usia dini) yang dilayani serta mendukung tujuan pembelajaran


(1)

104

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menindaklanjuti penelitian ini dengan persiapan yang lebih matang. Dari segi metode, penelitian ini membutuhkan enam observer dan dua eksperimenter yang harus di

briefing terlebih dahulu sebelum pelaksanaan penelitian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode penelitian ini memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan metode penelitian lainnya . Dan dari segi pelaksanaan, menggunakan pasir sebagai media pembelajaran kiranya perlu mengontrol kebersihan subjek setelah berakhirnya pelaksanaan eksperimen. Sehingga perlu melaksanakan kegiatan mencuci tangan dengan sabun.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2012). Anak berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Arsyad, A. (2009). Media pembelajaran. Jakarta : PT Grafindo Persada

Asmah, A dan Mustaji. (2014). Pengaruh pemanfaatan lingkungan alam pasir sebagai sumber belajar terhadap kemampuan sains dan motorik halus anak usia dini. Jurnal Kwangsan Vol. 2 No. 1

Asnawir dan Usman M. (2002). Media pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press

Azwar, S. (2015). Reliabilitas Dan Validitas: Seri Pengukuran Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, S. (2015).Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka. Belajar.

Beaty, J. (2013). Observasi perkembangan anak usia dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Berk, L. E., & Winsler, A. (1995). Scaffolding children’s learning: Vygotsky and early

childhood education. NAEYC Research and Practice Series, 7. Washington, DC: National Association for the Education of Young Children.

Bodrova, E. dan Leong, D. (1998). Scaffolding emergent writing in the zone of proximal development. An International Journal Of Early Reading And Writing. Vol. 3 No. 2 Brewer Ann Jo, (2007). Introduction to Early Children Education Preschool trough Prymary

Grades. Pearson: Allin And Bacon.

Cole, M. dan Cole, S. (2001). The development of children. New York: Worth Publishing Cooper, J. (1997). Literacy: Helping children construck meaning. Boston: Houghton Mifflin

Company

Cornhill, H. dan Smith, J. (1996). Factors that relate to good and poor handwriting. The American Journal of Occupational Therapy Vol. 50 No.9

Creswell, J. W. (2009). Research design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Crosser, S. (2008). Making the most of sand play. Article Reading Center. Available at: http://www.earlychildhoodnews.com/earlychildhood/article_view.aspx?ArticleID=6 (diakses pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 13.10 WIB)

Daly, C., Kelley G., dan Krauss, A. (2003). Relationship between visual-motor integration and handwriting skills of children in kindergarten: A modified replication study.

American Journal of Occupational Therapy Vol. 57

Dinehart, L. (2014). Handwriting in early childhood education: current research and future implication. Journal of Early Childhood Literacy.


(3)

106

Dix, S. (2016). Teaching writing: amultilayered participatory scaffolding practice. Journal of Literacy. Vol. 50 No. 1

Djamarah, S. Dan Zain, A. (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ferreiro, E. (1978). What is written in a written sentence? A developmental answer. Online Journal of Education, Vol.160 No. 4

Gerde, H., Bingham, G., dan Pendergast, M. (2015). Reliability and validity of the writing resouces and interactions teaching environtment (write) for preschool classromms.

Early Childhood Research Quartely. Vol 31

Graham, S., Harris, K., Fink, B. (2000). Is handwriting related to learning to write? Treatment of handwriting problems in beggining writers. Journal of Educational Psychology. Vol. 93 No.4

Hairudin (2008). Bahan ajar cetak pembelajaran bahasa indonesia. Jakarta: Dirjen Pendidikan tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Hajani, T. J. (2014). Kemampuan menulis anak usia dini. Skripsi Universitas Bengkulu

Hastjarjo, T. D. (2011). Validitas eksperimen. Buletin Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada. Vol. 19 No. 2

Herrington, S. dan Lesmeister, C. (2006). The design of landscapes at child-care centres:

Seven C’s. Landscape Research Vol.31

Hurlock, E. (1980). Psikologi perkembangan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga

Istiyani, D. (2013). Model pembelajaran membaca menulis menghitung (Calistung) pada anak usia dini di kabupaten Pekalongan. Jurnal Penelitian Vol 10 No.1

Jarret, O., Lee, S., Bulunuz N., dan Bulunuz M. (2011). Play in the sandpit. American Journal of Play.

Kaiser, M., Albaret, J., Douddin, P. (2009). Relationship between visual-motor integration, eye-hand coordination, and quality of writing. Journal of Occupational Therapy, School, and Early Intervention. Vol. 2

Karli, H. (2015). Kemampuan menulis permulaan pada anak usia 4-8 tahun. Jurnal Pendidikan Penabur Vol. no. 25

Kiefer, M., Schuler, S., Mayer, C., Trummp, N., Hille, K., and Sachse (2015). Handwriting or typewriting? The influence of pen- or keyboard-based writing training on reading and writing performance in preschool children. Journal of Cognitive Psychology. Vol 11 No 4

Kuder, S., Hasit, C. (2002). Enhanching literacy for all student. USA. Pearson Education Inc Latif, M., Zukhairina., Zubaidah, R., dan Afandi, M. (2013). Orientasi baru pendidikan anak

usia dini: teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Lestari, N. (2013). Peningkatan kemampuan baca tulis permulan melalui media wayang abjad kontekstual. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Vol.7 No.2


(4)

107

Levin, I., Vries, A., Aram D., dan Bus, A. (2005). Writing starts with own name writing: From scribbling to convenional spelling in Israeli and Dutch children. Journal of Applied Psycholinguistics. Vol. 26 No.3

Lilik, Suryani. (2015). mengembangkan kemampuan fisik motorik halus melalui kegiatan melukis dengan menggunakan media pasir warna pada anak kelompok a tk dharma wanita klanderan i kecamatan plosoklaten kabupaten kediri. Artikel Skripsi FKIP UNP Kediri

Longcamp, M., Poudou, M., Velay, J. (2005). The influence of writing practice on letter recognition in preschool children: A comparaison between handwriting and typing.

Journal of Acta Psychologica Vol. 119

McDougall, B. (2017). Digital-age students fall behind in handwriting skills. Avaible at: http://www.heraldsun.com.au/news/digitalage-students-fall-behind-in-handwriting-skills/news-story/ (diakses pada tanggal 6 Mei 2017 pukul 18.10 WIB)

Ministry of Education NewZealand Goverment. (2015). Play idea: Sand-Kirikiri. Available at https://education.govt.nz/early-childhood/teaching-and-learning/learning-tools-and-resources/play-ideas/sand/ (diakses pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 13.20 WIB) Montessori, M. (1967). The absorbent mind. USA: Start Publishing LLC

Montolalu. (2005). Bermain dan permainan anak. Jakarta: Universitas Terbuka

Musfiroh, T. (2003). Memperkenalkan huruf di taman kanak-kanak. Modul IGTKI Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta

Mustaji, A. (2014). Pengaruh pemanfaatan lingkungan alam pasir sebagai suber belajar terhadap kemampuan sains dan motorik halus anak usia dini. Jurnal Kwangsan Vol.2 No.1

Nabors, J. L. Dan Baker, J. E. (2017). Scaffolding independent writing ini kindergarteners.

Journal of Creative Inquiry

Nurhayati dan Widyati, A. (2016). Meningkatkan kemampuan menulis permulaan melalui media pasir pada anak kelompok A TK Kyai Hasyim. Jurnal PAUD Teratai. Vol. 5 No. 1

Nurseto. (2011). Membuat media pembelajaran yang menarik. Jurnal Ekonomi & Pendidikan. Vol. 8 No. 1

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 17. (2010). Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Permendikbud No 58 (2009). Standar pendidikan anak usia dini. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional

Pinatih, D., Kristiantari, R., Ardana, I. (2015). Meningkatkan kemampuan motorik halus dalam menulis dengan metode pemberian tugas berbantuan media gambar pada anak kelompok b2 semester II. e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol.3 No.1

Play and Playground Encyclopedia. (2017) Sand. Available at: https://pgpedia.com/s/sand (diakses pada tanggal 18 Mei 2017 pukul 13.35 WIB)


(5)

108

Rofi'uddin, A. dan Zuhdi, D. (1998). Pendidikan bahasa dan. Sastra indonesia di kelas tinggi. Jakarta: Depdikbud.

Ruhaena, L. (2015). Model multisensori: solusi stimulasi literasi anak prasekoah. Jurnal Psikologi. Vol.42 No.1

Ruknida, N. Dan Reza, M. (2017). Penerapan bermain pasir untuk mengaktifkan kemampuan motorik halus pada anak kelompok tk a yunior surabaya. Jurnal PAUD Teratai. Ruseffendi, E. dan Sanusi, A. (1994). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non

eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press

Russo, M., Vernam, J., Wolbert, A. (2016). Sandplay and storry telling: Social constructivism and cognitive developmentin child counseling. Joournal of Art Psychotherapy. Vol. 33

Sabarti, A. (1988). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Sanjaya, Wina. (2010) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prenada Media

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan anak. Edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga Santrock, J.W. (2014). Psikologi pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika

Sari, S. C. (2014). Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan beyond centers and circle time (BCCT) pada kelompok b di paud assalam kota bengkulu. Skripsi

Setyosari, P. (2008). Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran. Naskah Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Universitas Negeri Malang

Sudjana, N. Dan Riva’i, A. (2002). Media pengajaran. Bandung: Sinar Baru

Sudono, A. (2006). Sumber Belajar dan Alat Permainan Anak usiadini. Jakarta: Grasindo Sugiyanto. (2009). Manipulasi: Karakteristik eksperimen. Buletin Psikologi Fakultas

Psikologi Unniversitas Gajahmada. Vol. 17 No. 2

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta

Sujiono, Y. dan Sujiono, B. (2010). Bermain kreatif. Berbasis kecerdasan jamak. Jakarta: Indeks.

Supriyatno. (1997). Keterampilan berbahasa. Jakarta: Bumi Aksara

Susilana, R. dan Riyana, C. (2007). Media Pembelajaran. Bandung :CV Wacana Prima Suyanto, (2005). konsep dasar anak usia dini. Jakarta : Departemen. Pendidikan Nasional Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta

Thompson, J., Mclaughing, T., Derby, K. (2012). Using tracing and modelling with ‘a

handwritting without tears’ worksheet to increase handwriting legibility for two preschool student with developmental delays: A brief report”. Academic Research International Vol.2 No.2

Tse, L., Siu, A., dan Li-Tsang, C. (2016). Development of Chinese handwriting skills among kindergarten children: Copying of the composition in Chinese characters and name writing. Journal of Occupational Therapy, School, and Early Intervention.

Virgawati, V. (2015). Pengaruh penggunaan pasir berwarna sebagai media pembelajaran terhadap perkembangan kognitif (pengenalan sains) anak usia 3-4 tahun di paud permata huda kabupaten sragen. Skripsi. Universitas Negeri Semarang


(6)

109

Weil, M., Amudson, S. (1994). Relationship between visuomotor and handwriting skills of children in kindergarten. The American Journal of Occupational Therapy. Vol 8 No.11

Welland, M. (2009). Sand: The never ending story. Berkeley: University of California Press Whitehurst, G., Lonigan C.J. (1998). Child development and emergent literacy. Journal of

Child Development Vol. 69 No.3

Winkel. (2009). Psikologi Pengajaran .Yogyakarta: Media Abadi.

Wiradarma, K. (2016). Pasir ternyata bisa bikin anak alergi. Available at: www.klikdokter.com/rubrik/read/2701235/pasir-ternyata-bisa-bikin-anak-alergi. (diakses pada 5 Juli 2017 pukul 10.06 WIB)

Wood, M. (2004). The importance of writing with young children. Senior Honors Theses. Eastern Michigan University

Yusuf, N. (2009) Media pengajaran. Surabaya: Dakwah Digital Press