Wanprestasi pada bagi hasil pengolahan tanah dalam perspektif hukum Islam: studi kasus di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan.

WANPRESTASI PADA BAGI HASIL PENGOLAHAN TANAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan)

SKRIPSI
Oleh
Nikmatul Maghfiroh
NIM. C02213055

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Wanprestasi pada Bagi Hasil Pengolahan Tanah
dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Dusun darah Desa Sadengrejo
Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan) dengan rumusan masalah (a) bagaimana
praktik perjanjian bagi hasil pengolahan tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo

Kec. Rejoso Kab. Pasuruan? (b) bagaimana analisis hukum Islam terhadap
wanprestasi perjanjian bagi hasil pengolahan tanah di Dusun Darah desa
Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan?
Dalam penyelesaian masalah tersebut menggunakan kerangka teori
kerjasama muza>ra’ah dalam Islam. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian
lapangan (field research) dan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitik.
Adapun pengumpulan data menggunakan metode observasi dan metode
interview (wawancara), sedangkan teknik analisisnya berupa deskriptif, artinya
penulis berusaha menggambarkan pengolahan tanah, sistem bagi hasil dalam
pengolahan, yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya kemudian
menilainya dalam perspektif Hukum Islam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian tersebut dilaksanakan
sebagaimana mestinya dan telah disetujui serta dijalankan oleh kedua belah pihak
dan tidak menjadi ketentuan hukum Adat. Dari pembagian hasil yang
dilaksanakan menurut tinjauan hukum Islam tidak diperbolehkan, karena dari
pihak pengelola minta bagian lebih dari yang dihasilkan sebab merasa berhak
dengan alasan pengelola yang mengeluarkan biaya-biaya.
Perjanjian tersebut termasuk dalam jenis perjanjian muza>ra’ah yang
sistemnya memang pihak pemilik tanah hanya menyediakan tanah/lahan,
sedangkan alat, benih dan pengolahan tanah berasal dari pihak pengelola.

Idealnya muza>ra’ah menguntungkan bagi kedua belah pihak, namun yang terjadi
sebaliknya yaitu merugikan salah satu pihak dalam hal ini adalah pihak pemilik
tanah karena terjadi wanprestasi (ingkar janji) pemberian bagi hasil dari pihak
pengelola.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, pelaksanakan bagi hasil yang
dilakukan secara lisan hendaknya dirubah dengan perjanjian tertulis yang bisa
dijadikan bukti dan mendapatkan kepastian hukum.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. iii
PENGESAHAN ......................................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x
DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .......................................................... 6
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
D. Kajian Pustaka ........................................................................................ 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ................................................................... 10
G. Definisi Operasional ............................................................................. 11
H. Metode Penelitian ................................................................................. 12
I. Sistematika Pembahasan ...................................................................... 17
BAB II MUZA>RA’AH .............................................................................................. 19
A. Pengertian Muza>ra’ah ........................................................................... 19
B. Dasar Hukum Muza>ra’ah ...................................................................... 22
C. Rukun Muza>ra’ah dan Sifat Akadnya ................................................... 23
D. Syarat-Syarat Muza>ra’ah ...................................................................... 25
E. Macam- Macam Muza>ra’ah ................................................................... 29
F. Hukum-Hukum Muza>ra’ah yang S}ahih dan Fa>sid................................. 31

G. Berahirnya Akad Muza>ra’ah .................................................................. 35

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB

III

DESKRIPSI

PELAKSANAAN

PENGOLAHAN

TANAH

di


PERJANJIAN
DUSUN

BAGI

HASIL

DARAH

DESA

SADENGREJO KEC. REJOSO KAB. PASURUAN ......................... 38
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 38
1. Letak Geografis Desa Sadengrejo Kec. Rejoso .................... 38
2. Kecamatan Rejoso .................................................................. 40
B. Praktek Perjanjian Bagi Hasil Pengelolaan Tanah di Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan
....................................................................................................... 41
1. Latar Belang dan Faktor Terjadinya Perjanjian Bagi Hasil
Pengolahan Tanah ................................................................. 41

2. Pembagian Keuntungan Bagi Hasil ...................................... 46
BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN BAGI
HASIL PENGELOLAAN TANAH DI DUSUN DARAH DESA
SADENGREJO KEC. REJOSO KAB. PASURUAN ......................... 50
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Perjanjian Bagi Hasil
Pengolahan Tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo ................... 50
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Perjanjian Bagi Hasil
Pengolahan Tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo ................... 57

BAB V

PENUTUP ............................................................................................ 65
A. Kesimpulan ..................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna dan mulia,
yang diberi banyak kelebihan termasuk akal fikiran, jiwa dan jasmani.
Manusia diciptakan tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga
sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak terlepas
dari manusia yang lainnya. Dalam memenuhi kebutuhan yang beraneka
ragam, manusia tidak akan pernah bisa memenuhinya sendiri. Adanya orang
lain sangat dibutuhkan dalam pemenuhan dan kelangsungan hidupnya.
Kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani saja
melainkan manusia juga membutuhkan keperluan jasmani seperti makan,
minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Untuk memenuhi
kebutuhan jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesamanya dan alam
sekitarnya. Dan hal tersebut tidak terlepas dari aturan-aturan, baik aturan
yang ada di agama hingga aturan yang dibuat oleh pemerintah. Adanya aturan

tersebut tidak lain adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan mereka sehingga
tercipta kehidupan yang harmonis.
Dalam Islam aturan-aturan yang terkait dengan hubungan manusia
lebih dikenal dengan istilah fiqh mu’a>malah. Yang mana dalam arti luas
kehidupan manusia dalam urusan yang berkaitan dengan urusa duniawi dan

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

sosial kemasyarakatan.1 Pengertian lain dari fiqh mu’a>malah yakni hukumhukum syara’ yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalil yang
terperinci yang mengatur keperdataan seseorang dengan orang lain dalam hal
ekonomi, diantaranya dagang, pinjam meminjam, sewa menyewa, kerjasama
dagang, simpanan barang atau uang, penemuan, pengupahan rampasan
perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, barang titipan,
dan pesanan.2
Jenis-jenis transaksi dalam praktek mu’a>malah pada dasarnya adalah
boleh sampai ditemukan dalil-dalil yang melarangnya.3 Sebagai seorang

muslim

kegiatan

mu’a>malah yang dilakukan harus dalam rangka

mendekatkan diri kepada Allah SWT serta tidak keluar dari nilai-nilai
kemanusiaan. Oleh karenanya, dalam melakukan interaksi diperlukan adanya
pengetahuan mengenai aturan-aturan yang telah ditetapkan sehingga salah
satu pihak tidak merasa dirugikan dan kedua belah pihak saling ri>da.
Dengan demikian mu’a>malah bagi muslim dapat diartikan sebagai
pergaulan hidup dan interaksi manusia yang mengupayakan terciptanya
kehidupan yang sejahtera dan damai. Dalam kehidupan keseharian,
disamping dituntut untuk selalu melakukan habl-min-Alla>h (ibadah) sebagai
aspek kehidupan spiritual, seorang muslim juga dituntut untuk selalu
melakukan habl-min-al-na>s (hubungan sosial kemasyarakatan dengan

1

Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,

2012), 11.
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Cet. 3 (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), 2.
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Griya Media Pustaka, 2000), 9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

lingkungannya) sebagai aspek kehidupan materiil. Dan keduanya tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan seorang muslim.4
Di dalam Islam tidak ada suatu pembatasan untuk memiliki harta dan
tidak ada larangan untuk mencari karunia Allah sebanyak-banyaknya, asal
jelas penyaluran dan pemanfaatannya sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Al-Jumu’ah ayat 10:
             
 

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka

bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung”.5
Dari ayat diatas kita diperintahkan untuk tetap menunaikan ibadah

baik secara z}ahir/jasmani maupun bat}in/rohani di muka bumi ini, dengan
memanfaatkan bumi sebagai tempat untuk mencari rizki yang halal. Cara
pemanfaatan bumi bisa dibuat dengan dijadikannya tanah pertanian.
Apabila seorang muslim memiliki tanah pertanian, maka dia harus
memanfaatkan tanah tersebut dengan bercocok tanam. Dalam Agama Islam
tidak diperkenankan membiarkan tanah pertanian itu dalam keadaan kosong
jika masih memberikan manfaat, sebab hal tersebut berarti menghilangkan
nikmat dan membuang-buang harta, sedang Rasulullah Saw melarang keras
untuk

menyia-nyiakan

harta

miliknya.

Pemilik

tanah

ini

dapat

4

Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), 291.
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah. (Bandung: Penerbit Diponegoro, 2011), 554.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

memanfaatkannya dengan berbagai cara. Baik ditanami sendiri atau pun
bekerjasama dengan pihak lain.
Di dalam mu’a>malah terdapat berbagai akad bagi hasil dalam bidang
pertanian, salah satu diantaranya adalah muza>ra’ah, didalam muza>ra’ah
terdapat 2 pihak yaitu pemilik tanah dan pengelola. Hasil panen yang
diperoleh dibagi sesuai kesepakatan sebelumnya, misalnya: ½, ⅓ atau kurang
atau lebih menurut persetujuan bersama. Boleh juga si pemilik tanah itu
membantu kepada yang hendak menanaminya berupa bibit, alat atau hewan.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan Muttafaq

’Alaih diterangkan, bahwa Rasulullah Saw menyewakan tanah kepada
penduduk Khaibar dengan perjanjian separuh hasilnya untuk pemilik tanah.
Hadist ini diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat, diantaranya: Ibnu
Umar, Nafi’ dan Ubaidillah.

ِ ِ
ِ
‫َخبَ َرِِ نَافِ ٌع َع ْن ابْ ِن ع َمَر أَ َن‬
ْ ‫ َع ْن عبَ ْيد اللَه أ‬،‫َخبَ ْرنَا ََْ ََ بْن َسعْيد‬
ْ ‫أ‬، ‫َحدَثَنَا إِ ْس َحق بْن َمْنص ْور‬
ِ َ ‫رس‬
.‫صلَى اللَه َعلَْي ِه َو َسلَ َم َع َام َل أَ ْ َل َخْيبَ َر بِ َشطْ ِر َما ََْرج ِمْن َها ِم ْن ََر أ َْو َزْرع‬
َ ‫ول اللَه‬
َ
“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur menceritakan
kepada kami, Yahya bin Sa’id dari 'Ubaidillah telah mengabarkan
kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah
sebagian dari hasil buah-buahan atau tanam-tanaman yang mereka
tanam.”6 (HR. Ibnu Majjah, Muttafaq ’Alaih)

Jadi muza>ra’ah adalah diperbolehkan dengan dalil-dalil yang ada dan
diamalkan oleh salafush shalih. Mengenai benih tanaman bisa dari pemilik
tanah, dan boleh benih berasal dari pengelola.

6

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Terjemah Shahih Sunan At-Tirmidzi 2 (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), 141.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Praktek muza>ra’ah yang terjadi di lingkungan Dusun Darah Desa
Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan hampir sama seperti yang dilakukan
ketika masa Nabi Muhammad dan para sahabat, yaitu antara pemilik tanah
dengan luas 7000 m2 (tepatnya 7.012 m2) yang telah melakukan perjanjian
pengolahan tanah penanaman pohon sengon dengan bibit dari seorang petani
(pengelola) dengan kesepakatan bagi hasil 100%:2 dalam jangka waktu 5
tahun. Akan tetapi pihak pengelola tidak menanam pohon sengon melainkan
menanam pohon jati, sehingga dalam hal ini telah terjadi ketidaksamaan
dengan perjanjian yang telah dilakukan.
Setelah terjadinya kesepakatan mulailah pengelola melakukan
tugasnya yaitu menanami tanah dan merawatnya hingga tiba masa
berahirnya kesepakatan. Adapun pemilik tanah hanya mensurvei atau
melihat keadaan lahan dan perkembangan tanamannya. Hingga tiba batas
waktu yang telah disepakati pohon jati belum juga ditebang, dikarenakan
usianya masih terlalu muda dan tidak laku. Dengan berjalannya waktu
pemilik tanah merasa dirugikan akibat keterlambatan penebangan selama 2
tahun. 7
Perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh pemilik lahan

dan

pengelola tersebut hanya secara lisan saja dengan menghadirkan seorang
saksi.8 Sehingga dapat memicu terjadinya perselisihan, terutama pada waktu
melakukan bagi hasil. Dari pembagian hasil yang diberikan, pihak pengelola
tidak memenuhi kesepakatan awal yang seharusnya pembagian hasil dengan
7
8

Achmad Wachidin (pemilik tanah), Wawancara, Pasuruan, 06 Oktober 2016.
Budi Sudarsono (pengelola), Wawancara, Pasuruan, 09 Oktober 2016.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

persentase 50:50 menjadi 44:56. Perbedaan pembagian hasil tersebut terjadi
karena pihak pengelola mengingkari perjanjian yang telah disepakati. Jika
sudah terjadi perselisihan seperti itu, maka pihak yang dirugikan tidak dapat
menunjukkan bukti-bukti perjanjian yang telah ditentukan dan disepakati
bersama karena perjanjian tersebut hanya dilakukan secara lisan.
Dari pemaparan diatas penulis tertarik dan berkeinginan untuk
menulis dan meneliti bagaimana praktek pengolahan tanah, yang lebih
khususnya terkait wanprestasi perjanjian bagi hasil pengolahan tanah untuk
dituangkan sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul
“Wanprestasi Pada Bagi Hasil Pengolahan Tanah Dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Kasus di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab.
Pasuruan)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah diatas, penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari perjanjian bagi hasil
pengolahan tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab.
Pasuruan yakni sebagai berikut:
1. Praktek perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dengan pengelola.
2. Mekanisme bagi hasil antara pemilik tanah dengan pengelola.
3. Wanprestasi pada bagi hasil pengolahan tanah.
4. Bagi hasil pengolahan tanah menurut hukum Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Dari beberapa identifikasi masalah diatas, untuk menghasilkan
penelitian yang lebih fokus pada judul, penulis membatasi penelitian yakni
sebagai berikut:
1. Praktek penjanjian bagi hasil pengolahan tanah di Dusun Darah Desa
Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan.
2. Analisis hukum Islam terhadap wanprestasi perjanjian bagi hasil
pengolahan tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab.
Pasuruan.

C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul dan latar belakang di atas, agar lebih
memberikan kejelasan terhadap masalah yang diangkat maka permasalahanya
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek penjanjian bagi hasil pengolahan tanah di Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap wanprestasi perjanjian bagi
hasil pengolahan tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso
Kab. Pasuruan?

D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada. Berdasarkan
deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan.9
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah penulis telusuri,
penulis menemukan beberapa kajian seputar perjanjian bagi hasil pengelolaan
tanah, di antaranya adalah:
1. Skripsi yang terbit pada tahun 2012, yakni berjudul “Studi Komparasi
Terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara Desa
Ngepung Kecamatan Lengkong dan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu
Kabupaten Nganjuk Menurut Perspektif Hukum Islam” yang di tulis oleh
Fahrizal Bahari. Skripsi ini menjelaskan bagaima pengelolaan ladang
pesanggem boleh menurut Islam, akad yang dilakukan di Desa
Sugihwaras boleh dilihat dari analisis akad, syarat dan rukun yang ada,
akan tetapi di Desa Ngepung Kecamatan Lengkong ada sebuah syarat
yang tidak dipenuhi, yaitu syarat tentang tanah yang subur dan
menghasilkan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw tentang tidak
diperbolehkan memberikan tanah yang tidak subur sebagai objek akad,
dikarenakan menjadikan akad ini merugikan, sehingga akad yang terjadi
di Desa Ngepung Kecamatan Lengkong menjadi tidak boleh.10
2. Skripsi yang ditulis oleh Epy Yuliana pada tahun 2008 dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet
9

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya,
2016), 8.
10
Fahrizal Bahari, “Studi komparasi Terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem
Antara Desa Ngepung Kecamatan Lengkong dan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu
Kabupaten Nganjuk Menurut Perspektif Hukum Islam” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Di Desa Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan”.
Penulis menyimpulkan bahwa praktek bagi hasil yang terjadi di Desa
Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Kerjasama tersebut termasuk dalam
bidang musaqah, karena syarat dan rukunnya sudah terpenuhi, begitu juga
dengan bagi hasilnya sudah memenuhi hukum Islam.11
3. Skripsi yang ditulis oleh Anisatur Rohmatin pada tahun 2008 dengan
judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Bagi Hasil
Pengelolaan Lahan Tambak (Studi di Desa Tluwuk Kec. Wedarijaksa
Kab. Pati)” disini penulis menyimpulkan bahwa perjanjian bagi hasil
pengelolaan lahan tambak yang dilakukan di Desa Tluwuk Kec.
Wedarijaksa Kab. Pati ini menunjukkan bahwa pelaksanaan bagi hasilnya
sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan yang sudah berlangsung lama
dan turun temurun, sehingga bagi hasil yang telah dipraktekkan oleh para
petani di desa tersebut sudah dikategorikan menjadi hukum adat dan tidak
bertentangan dengan syariat Islam.12
Dari ketiga kajian pustaka diatas, bahwa jelas terdapat perbedaan
dengan penelitian yang akan penulis teliti yakni dengan judul “Wanprestasi
Pada Perjanjian Bagi Hasil Pengolahan Tanah Dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Kasus di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab.
11

Epy Yuliana, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet Di Desa
Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan” (Skripsi--UIN Sunan Kalijaga,
2008).
12
Anisatur Rohmatin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Bagi Hasil Pengelolaan
Lahan Tambak (Studi di Desa Tluwuk Kec. Wedarijaksa Kab. Pati)” (Skripsi--UIN Sunan
Kalijaga, 2008).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Pasuruan)”. Perbedaanya terletak pada objek yang diteliti. Dalam penelitian
ini, penulis ingin memfokuskan pada wanprestasi praktek perjanjian bagi
hasil pengolahan tanah dan bagaimana analisis hukum Islamnya.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka dalam melakukan
penelitian ini penulis memiliki tujuan:
1. Mengetahui praktek perjanjian bagi hasil pengolahan tanah di Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan.
2. Memahami analisis hukum Islam terhadap wanprestasi perjanjian bagi
hasil pengolahan tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso
Kab. Pasuruan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari penelitian yang berjudul “Wanprestasi Pada Perjanjian Bagi
Hasil Pengolahan Tanah Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di
Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan)”, diharapkan
dapat memberikan manfaat serta dapat dipergunakan untuk:
1. Dari aspek teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas
wawasan serta ilmu pengetahuan terkait perjanjian pengolahan tanah dan
dapat dijadikan sumber pengetahuan baik dalam ranah formal maupun
non formal. Serta bisa dijadikan sebagai tambahan pemikiran dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

khazanah keilmuan bagi peneliti-peneliti, khususnya mahasiswa jurusan
muamalah yang ingin mendalami masalah yang terkait dengan perjanjian
pengolahan tanah.
2. Dari aspek praktis
Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat yang terlibat dalam
praktek perjanjian pengolahan tanah untuk kemudian bisa diterapkan
sesuai dengan akad yang diperbolehkan dalam fiqh mu’a>malah. Di sisi
lain, diperuntukkan bagi peneliti berikutnya sebagai perbandingan untuk
membuat karya ilmiah yang lebih sempurna.

G. Definisi Operasional
Untuk lebih memahami penelitian yang berjudul “Wanprestasi Pada
Perjanjian Bagi Hasil Pengolahan Tanah Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi Kasus di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan)”,
maka penulis perlu memberikan pemahaman terkait istilah-istilah yang ada di
dalam judul penelitian yakni sebagai berikut:
1. Hukum Islam : Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan kehidupan
berdasarkan al-Qur’an, Hadist dan pendapat ulama’.13 Yang dalam hal ini
adalah muza>ra’ah.
2. Wanprestasi : Kelalaian; kealpaan.14 Dalam skripsi ini yaitu suatu
pelanggaran dalam melaksanakan kesepakatan perjanjian bagi hasil
pengolahan tanah.

13

Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), 169.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

3. Perjanjian Bagi Hasil : Kontrak kerja sama antara dua pihak dimana
setiap pihak membagi keuntungan secara sama atau sesuai kesepakatan.
Dalam hal ini adalah perjanjian pengolahan tanah yang terjadi di Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan yang dilakukan antara
pemilik tanah dengan pengelola berdasarkan kesepakatan pembagian hasil
di antara kedua belah pihak.

H. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah field research (lapangan) dapat langsung
memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan. Dengan menggunakan
pendekatan kualitatif karena pendekatan ini dapat menghubungkan peneliti
dengan responden secara langsung.
Untuk menghasilkan gamabaran yang maksimal terkait “Wanprestasi
Pada Perjanjian Bagi Hasil Pengolahan Tanah Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi Kasus di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan)”,
dibutuhkan serangkaian langkah yang sistematis. Langka-langka tersebut
terdiri atas:
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Data tentang perjanjian bagi hasil pengolahan tanah di Dusun Darah
Desa Sadengrejo Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan.

14

Ibid., 578.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

b. Data tentang proses pengolahan tanah yang dilakukan di Dusun Darah
Desa Sadengrejo Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan.
c. Data tentang mekanisme pembagian bagi hasil.
2. Sumber data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan sekunder:
a. Sumber Data Primer
Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
objek penelitian.15 Adapun sumber primer dalam penelitian ini yaitu
melalui wawancara dengan pemilik tanah dan pengelola di Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber

sekunder

yaitu

sumber

yang

mendukung

atau

melengkapi dari sumber primer16 yang di dapat melalui wawancara
dengan aparat/pemuka desa. Selain itu sumber bisa berupa dokumen,
buku, dan karya ilmiah yang mendukung sumber primer. Diantara
sumber buku yang penulis jadikan rujukan diantaranya yakni:
1) Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 6 (Jakarta:
Gema Insani, 2011).
2) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Fiqh Muamalah) (Jakarta:
Kencana, 2013).

15

Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
31.
16
Ibid., 32.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3) Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syafi’i

(Muamalat, Munakahat,

Jinayat) buku 2 (Bandung: Cv Setia Pustaka, 2007).
4) Abdul Rahman Ghazaly, et.al. Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana,
2010).
5) Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010).
6) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2000).
7) Abu Al-Hasan Nuruddin Muhammad bin Abdul Hadi As-Sindi,

Matan Al-Bukhari Mashkul Bih}a>thiayah As-Sindi, Juz 2
(Singapura-Jeddah-Indonesia: Al-Mah}ramayn, t.t.).
3. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa teknik antara
lain:
a. Observasi
Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan pengamatan dan
pencatatan.17 Penulis mengamati bagaimana praktek pengolahan tanah
di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

17

Masruhan, Metologi Penelitian Hukum, Cet. 2 (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 212.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.18
Teknik Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengadakan
tanya jawab langsung dengan pihak yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti, yaitu pemilik tanah dan pengelola di Dusun Darah Desa
Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupaka pengumpulan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen.19 Dalam hal ini dokumen yang terkumpul
adalah data perjanjian pengolahan tanah, gambaran umum Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kecamatan Rejoso Kabupaten Pasuruan serta
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan bahasan penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.20
Dalam hal ini data penelitian di peroleh dari buku, kitab, internet dal
lainnya. Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
mengolah data melalui metode:
a. Editing, yaitu pengecekan atau pengkoreksian data yang telah
dikumpulkan. Sanapah Faisal mengartikan “mengedit data” dengan

18

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
186.
19
Husaini Usman dan Pornom Setyadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi
Askara, 1996), 73.
20
Masruhan, Metologi Penelitian Hukum ..., 253.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

kegiatan memeriksa data yang terkumpul dari segi kesempurnaannya,
kelengkapan jawaban yang diterima, kebenaran cara pengisiannya,
kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi relevasinya bagi
penelitian, maupun keragaman data yang diterima peneliti.21 Yaitu
dengan memeriksa data-data tentang perjanjian bagi hasil di Dusun
Darah Desa Sadengrejo Kec. rejoso Kab. Pasuruan.
b. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data-data yang
diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya dan kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang
relevan dengan sistematika pertanyaan dalam rumusan masalah.
c. Analizing, yaitu tahapan analisis dan perumusan terkait hukum Islam
terhadap wanprestasi perjanjian bagi hasil pengolahan tanah.
5. Teknik Analisis Data
Dalam

menganalisis

data

yang

telah

terkumpul,

penulis

menggunakan analisis secara deskriptif analisis, yaitu bertujuan
mendeskripsikan masalah yang ada sekarang dan berlaku berdasarkan
data-data tentang perjanjian bagi hasil pengolahan tanah yang didapat
dengan mencatat, menganalisis dan menginterpretasikannya. Kemudian
dikembangkan dengan pola pikir induktif, yaitu dimulai dari fakta-fakta
yang bersifat khusus dari hasil riset dan terahir diambil kesimpulan yang
bersifat umum.

21

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

I. Sistematika Pembahasan
Terdapat lima bab pembahasan dalam sistematika pembahasan
penelitian ini yang disusun secara sistematis agar mudah untuk dipahami.
Berikut lima bab yang tersusun:
Bab

pertama

yaitu

pendahuluan

meliputi

latar

belakang

permasalahan, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian serta sitematika pembahasan.
Bab kedua membahas mengenai landasan teori tentang muza>ra’ah,
meliputi pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat, serta macam-macam
dalam akad muza>ra’ah.
Bab ketiga yaitu membahas tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis tentang wanprestasi perjanjian bagi hasil pengolahan
tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab. Pasuruan yang
meliputi: gambaran umum Dusun Darah Desa Sadengrejo Kec. Rejoso Kab.
Pasuruan meliputi keadaan umum masyarakat yang terdiri atas keadaan
geografis, keadaan sosial dan keagamaan, pendidikan dan keadaan ekonomi.
Mendeskripsikan tentang bagaimana terjadinya perjanjian pengolahan tanah
tersebut, wanprestasi pada perjanjian bagi hasil, alasan-alasan terjadinya

wanprestasi perjanjian bagi hasil pengolahan tanah.
Bab keempat merupakan analisis, yakni analisis praktek perjanjian
bagi hasil, dan analisis hukum Islam terhadap wanprestasi perjanjian bagi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

hasil pengolahan tanah di Dusun Darah Desa Sadengrejo kec. Rejoso Kab.
pasuruan.
Bab kelima yakni penutup terdiri dari kesimpulan dan saran-saran
mengenai uraian jawaban dalam rumusan masalah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

MUZA>RA’AH
A. Pengertian Muza>ra’ah
Secara etimologis muza>ra’ah adalah kerjasama dibidang pertanian
antara pemilik tanah dengan petani penggarap dan benihnya berasal dari
pemilik tanah.1 Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, muza>ra’ah adalah
kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap,
dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap
untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil
panen. Dalam kebiasaan di Indonesia disebut sebagai “paruhan”.2
Kata muza>ra’ah dalam arti bahasa berasal dari wazn maufa’alah dari
akar kata zara’a yang sinonimnya: anbata, seperti dalam kalimat:

“Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
menumbuhkannya dan mengembangkannya”.3

َ ‫ع اللّ ُ الَزْر‬
َ ‫َزَر‬
ُ ‫ أَنْبَتَ ُ َوََا‬: ‫ع‬
:

artinya

Allah

Sedangkan pengertian muza>ra’ah secara iatilah diartikan sebagai
berikut:

ِ ِ ِ ِِ
ِ
ِ ِ‫اك الْمال‬
ِ ِ ِ
‫ َويَ ْق َس ُم‬,‫ك َوالَزا ِرِع ِِ ْال ْستِ ْغ َا ِل‬
َ َِ ‫ طَ ِريْ َقةٌ ا ْست ْغاَل ْاْ ََراضي الِزَراعيَة با ْش‬: ُ‫اَلْ ُمَز َار َعة‬
.‫ف‬
ُ ‫الَاتِ ُج بَْي َ ُه َما بِِ ْسبَ ِة يُ َعيِ ُ َها الْ َع ْق ُد أ ِو الْعُ ْر‬
“Muza>ra’ah adalah suatu cara untuk menjadikan tanah pertanian
menjadi produktif dengan bekerja sama antara pemilik dan pengelola
dalam memproduktifkannya, dan hasilnya dibagi antara mereka

1

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 275.
Muhmmad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah (dari teori ke praktik ) (Jakarta: Gema Insani, 2001),
99.
3
Ahmad Shalaby, Kamus Lengkap 3 Bahasa (Arab-Inggris-Indonesia) (Surabaya: Giri Utama,
t.t), 322, 395.
2

19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

berdua dengan perbandingan (nisbah) yang dinyatakan dalam
perjnjian atau berdasarkan ‘urf (adat kebiasaan)”.4
Terdapat beberapa definisi muza>ra’ah yang dikemukakan oleh para
ulama fiqh sebagai berikut:
1. Ulama Hanafiyah5 memberikan definisi muza>ra’ah sebagai berikut:

ِ ‫اْارِِج بِ َشرائِ ِط ِ الْمر‬
ِ ‫بِبَ ْع‬
َْ ‫ض‬
ُ َْ
ُ َ‫ض ْو َعة ل‬
َ

ِ ‫وِِ عر‬
‫ ِعبَ َارةٌ َع ِن الْ َع ْق ِد َعلَى الْ ُمَز َار َع ِة‬: ‫ف َش ْرٍع‬
ُْ ْ َ
‫َش ْر ًعا‬

“Dalam istilah syara’ muza>ra’ah adalah suatu ibarat tentang akad
kerja sama pengolahan tanah dengan imbalan sebagian hasilnya,
dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh syara’”.
2. Ulama Malikiyah6 mendefinisikan muzar> a’ah sebagai berikut:

‫بِأَن ََها الش ِْرَكةُ ِِ الَزْرِع‬

“Sesungguhnya muza>ra’ah itu adalah syirkah (kerja sama) didalam
menanam tanaman (mengelola tanah)”.
3. Ulama Syafi’iyah mendefinisikan muza>ra’ah sebagai berikut:

ِ ‫ض بِبَ ْع‬
ِ ‫اَلْ ُمَز َار َعةُ ِ ي ُم َع َاملَةُ الْ َع ِام ِل ِِ ْاْ َْر‬
‫ض َما ََُْر ُج ِمْ َها َعلَى أَ ْن يَ ُك ْو َن الءبَ ْذ ُر ِم َن‬
َ
ِ ِ‫الْمال‬
‫ك‬
َ
“Muza>ra’ah adalah transaksi antara pengelola dengan pemilik
tanah untuk mengolah tanah dengan imbalan sebagian dari hasil
yang keluar dari tanah tersebut dengan ketentuan bibit dari
pemilik tanah”. 7

ِ ‫ض بِبَ ْع‬
ِ ‫َع َمل ْاْ َْر‬
‫ض َما ََُْر ُج ِمْ َها َوالْبَ ْذ ُر ِم َن الْ َع ِام ِل‬
ُ

“Pengolahan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian,
sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah”.8

4

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010), 391.
Ibid., 392.
6
Ibid.
7
Ibid., 393.
8
Abdul Rahman Ghazaly, et. al., Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana, 2010), 114.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

4. Ulama Hanabilah9 memberikan definisi muza>ra’ah sebagai berikut:

ِ َ ‫ض ال‬
ِ ‫اِ ِة لِ ِزر‬
ِ ‫الْمزارعةُ ِ ي أ ْن ي ْدفَع‬
ِ ‫ب ْاْ ْر‬
‫ض ُ لِْل َع ِام ِل الَ ِذي ي ُق ْوُم بَِزْر ِع َها‬
َ ‫اعة ْأر‬
ََ َ ‫ص‬
َ َ َ َ َ َُ
ُ ‫صاح‬
ِ َ ِ‫ا‬
‫ص ْوِل‬
ٌ ‫ضا َعلَى أ ْن يَ ُك ْو َن لَ ُ ُج ْزءٌ َم َش‬
ً ْ‫ب الَذي يَْب ُذ ُرُ أي‬
ُ ‫اع َم ْعلُ ْوٌم ِِ الْ َم ْح‬
َْ ُ َ‫َويَ ْدفَ ُع ل‬
ِ ُ‫ف أ ِو الث ل‬
ِ ‫ِص‬
.‫ث‬
ْ ‫َكال‬
“Muza>ra’ah adalah menyerahkan tanah yang layak untuk ditanami
oleh pemiliknya kepada pengelola yang akan menanaminya,
dengan menyerahkan bibit yang akan ditanaminya, dengan
ketentuan ia memperoleh bagian tertentu yang dimiliki bersama
dalam hasil yang diperolehnya, seperti setengah (separuh) atau
sepertiga”.
Muwaffiquddin Abdullah bin Qudamah, salah seorang ulama
Hanabilah, memberikan definisi muza>ra’ah sebagai berikut:

ِ ‫َم ْع ََ الْ ُمَز َار َع ِة َدفْ ُع ْاْ ْر‬
‫ض َإَ َم ْن يَ ْزَرعُ َها ْأو يَ ْع َم ُل َعلَْي َها َوالَزْرعُ بَْي َ َها‬

“Arti muzar> a’ah adalah menyerahkan tanah kepada orang yang
akan menanaminya atau akan mengolahnya dan hasilnya dibagi di
antara mereka berdua (pemilik dan pengelola)”.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ulama madzhab

tersebut dapat diambil intisari bahwa muza>ra’ah adalah suatu akad kerja
sama pengolahan pertanian antara pemilik tanah dan pengelola, dimana
pemilik tanah memberikan lahan pertanian kepada si pengelola untuk
ditanami dan dipelihara10 dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya
menurut kesepakatan bersama, sedangkan bibit yang akan ditanam boleh
dari pemilik tanah dan boleh berasal dari pengelola. Dan dalam kebiasaan
Indonesia disebut sebagai “paruhan”.11

9

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat..., 393.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), 99.
11
Abdul Rahman Ghazaly, et. al., Fiqh Muamalat..., 115.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

B. Dasar Hukum Muza>ra’ah
1. Al-Qur’an
Kerjasama dalam bentuk muza>ra’ah menurut kebanyakan ulama

fiqh hukumnya mubah (boleh). Dasar kebolehannya itu, disamping dapat
dipahami dari keumuman firma Allah SWT yang menyuruh saling tolong
menolong dalam surat Al- Maidah ayat 2:
          
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah”.12
2. Hadis
Juga secara khusus hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari
dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah
tanahnya secara muza>ra’ah dengan rasio bagi hasil

: , ¼:¾, ½:½, maka

Rasulullah Saw pun bersabda:

ِ
ِ
ِ ُ ‫ال رس‬
‫َخا ُ فَِإ ْن‬
ْ َ‫صلَى اللَ ُ َعلَْي َو َسلَ َم َم ْن َكان‬
ٌ ‫ت لَ ُ أ َْر‬
َ ‫ض فَ ْليَ ْزَر ْع َها أ َْو ليَ ْمَ ْح َها أ‬
َ َ‫ول الل‬
ُ َ َ َ‫ق‬
)‫ (روا البخارى‬.ُ ‫ض‬
ْ ‫أ َََ فَ ْليُ ْم ِس‬
َ ‫ك أ َْر‬
“Barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaklah menanami
atau menyerahkannya untuk dikelola. Barang siapa tidak
melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya”.13 (HR.
Bukhari)

3. Ijma’
Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “Tidak ada
satupun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara

12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah (Bandung: Penerbit Diponegoro, 2011), 106.
Abu Al-Hasan Nuruddin Muhammad bin Abdul Hadi As-Sindi, Matan Al-Bukhari Mashkul
Bih}a>thiayah As-Sindi, Juz 2 (Singapura-Jeddah-Indonesia: Al-Mah}ramayn, t.t.), 49.
13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

muza>ra’ah dengan pembagian hasil

, dan ¼”. Hal ini telah dilakukan

oleh Sayyidina Ali, Sa’ad bin Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul
Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.14

C. Rukun Muza>ra’ah dan Sifat Akadnya
Jumhur ulama yang membolehkan akad muza>ra’ah mengemukakan
rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga akad dianggap sah. Rukun

muza>ra’ah menurut mereka adalah sebagai berikut:
1. Pemilik tanah.
2. Petani penggarap (pengelola).
3. Objek akad (tanah yang di kelola) memiliki dua kemungkinan, yaitu
manfaat tanah atau pekerjaan pengelola. Yang pertama berarti pihak
pengelola menyewa tanah, sedangkan yang kedua berarti pihak pemilik
tanah mempekerjakan atau mengupahnya untuk mengolah lahannya.
Kedua hal ini dalam fiqh disebut akad ija>rah. Menurut ulama Hanafiyah,
akad muza>ra’ah pada awalnya adalah bentuk akad ija>rah, sedangkan
pada akhirnya berupa shirkah (kerja sama, patungan, joinan). Apabila
benihnya dari pihak pengelola, maka objek akadnya berarti kemanfaatan
tanah. Sedangkan jika benihnya dari pemilik lahan, maka objek akadnya
berarti kemanfaatan pekerja atau pengelola.
4. Ijab dan kabul. Yaitu pemilik tanah berkata kepada pihak pengelola,
“Saya serahkan tanah pertanin saya ini kepada engkau untuk dikelola

14

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2013), 240.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

dan hasilnya nanti kita bagi berdua”. Lalu pihak pengelola menjawab,
“Saya terima atau saya setuju tanah pertanian ini untuk dikelola dengan
imbalan hasilnya dibagi dua”. Namun ulama Hanabilah mengatakan
bahwa penerimaan (kabul) akad muza>ra’ah tidak perlu dengan
ungkapan, tetapi boleh juga dengan tindakan, yaitu petani langsung
mengelola tanah tersebut.15
Adapun sifat akad muza>ra’ah menurut para ulama fiqh sebagai
berikut:
1. Menurut ulama Hanafiyah adalah sama seperti akad-akad syirkah yang
lain, yaitu statusnya adalah ghairu la>zim (tidak berlaku mengikat).
2. Sementara itu ulama Malikiyah mengatakan bahwa akad muza>ra’ah
statusnya sudah menjadi la>zim (berlaku mengikat) jika benih telah
ditaburkan atau telah ditanam.
3. Pendapat yang mu’tamad menurut ulama Malikiyah adalah, bahwa
bentuk akad syirkah (kerjasama, joinan) dalam hal harta statusnya sudah
menjadi la>zim (mengikat) jika telah ada ijab qabul.
4. Sementara itu ulama Hanabilah mengatakan bahwa akad muza>ra’ah
statusnya ghairu la>zim (tidak berlaku mengikat), sehingga salah satu
pihak bisa membatalkan dan akad menjadi batal dengan meninggalnya
salah satu pihak.

15

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jaminan (Kafa>lah), Pengalihan Utang
(Hawa>lah), Gadai (Rahn), Paksaan (Ikra>h), Kepemilikan (Milkiyah)) Jilid 6 , Terjemahan Abdul
Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani, 2011), 565.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

D. Syarat-Syarat Muza>ra’ah
1. Menurut Abu Yusuf dan Muhammad
Syarat-syarat muza>ra’ah ada beberapa bagian yaitu, ada syarat
untuk pihak yang melakukan akad, syarat untuk benih yang ditanam,
syarat untuk tanah pertanian, syarat untuk hasil panen, syarat untuk objek
akad, syarat untuk alat pertanian yang digunakan, dan syarat masa
penanaman.
a. Syarat yang menyangkut orang yang berakad: keduanya harus sudah
baligh dan berakal. Karena akal adalah syarat kelayakan dan
kepatutan di dalam melakukan ketasharufan (tindakan).16
b. Syarat yang menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas,
sehingga benih yang akan ditanam itu jelas dan menghasilkan.
c. Syarat yang menyangkut tanah pertanian yaitu sebagai berikut:
1) Menurut adat dan kalangan petani, tanah itu boleh dikelola dan
menghasilkan. Jika tanah itu tanah tandus dan kering sehingga
tidak memungkinkan untuk dijadikan tanah pertanian, maka akad

muza>ra’ah tidak sah.
2) Batas-batas tanah itu jelas.
3) Tanah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pengelola untuk
dikelola. Apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut mengolah
tanah pertanian itu maka akad muza>ra’ah tidak sah.
d. Syarat-syarat yang menyangkut dengan hasil panen sebagai berikut:
16

Ibid., 565-566.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

1) Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas.
2) Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa
boleh ada pengkhususan.
3) Pembagian hasil panen itu ditentukan: ½,

, atau ¼, sejak dari

awal akad sehingga tidak timbul perselisihan dikemudian hari, dan
penentuannya tidak boleh berdasarkan jumlah tertentu secara
mutlak, seperti satu kwintal untuk pekerja, atau satu karung,
karena kemungkinan seluruh hasil panen jauh dibawah itu atau
dapat juga jauh melampaui jumlah itu. 17
e. Syarat yang menyangkut objek akad muza>ra’ah yaitu harus sesuai
dengan tujuan dilaksanakannya akad, baik menurut shara’ maupun

‘urf (adat). Tujuan tersebut adalah salah satu dari dua perkara, yaitu
mengambil manfaat tenaga pengelola dimana pemilik tanah
mengeluarkan bibitnya, atau mengambil manfaat atas tanah dimana
pengelola yang mengeluarkan bibitnya.
f. Syarat yang menyangkut alat pertanian yang digunakan untuk
bercocok tanam, baik berupa hewan (tradisional) maupun alat modern
haruslah mengikuti akad, bukan menjadi tujuan akad. Apabila alat
tersebut dijadikan tujuan, maka akad muza>ra’ah menjadi fa>sid (rusak).
18

g. Syarat yang menyangkut jangka waktu juga harus dijelaskan dalam
akad sejak semula, karena akad muza>ra’ah mengandung makna akad
17
18

Abdul Rahman Ghazaly, et. al., Fiqh Muamalat..., 116.
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat..., 398.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

ija>rah (sewa-menyewa atau upah-mengupah) dengan imbalan sebagian
hasil panen. Oleh sebab itu, jangka waktunya harus jelas. Untuk
penentuan jangka waktu ini biasanya disesuaikan dengan adat
setempat.19
2. Menurut Ulama Malikiyah
Ulama Malikiyah mensyaratkan tiga hal untuk akad muza>ra’ah,
yaitu:
a. Harus menyewakan lahannya dengan ongkos sewa berupa emas,
perak, atau binatang. Juga bibitnya harus dari kedua belah pihak,
yaitu pihak pemilik tanah dan pihak pengelola. Jika benihnya dari
salah satu pihak saja sedangkan tanahnya milik pihak yang lain, maka
akad muza>ra’ah rusak atau tidah sah.
b. Modal yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak selain benih harus
sepadan. Dan keuntungan yang di peroleh masing-masing sesuai
dengan modal (biaya) yang dikeluarkan.
c. Modal benih kedua belah pihak harus sejenis, seperti gandum, kacang
dan lain sebagainya. Apabila benih yang

Dokumen yang terkait

Kajian Jenis Cacing Tanah sebagai Bioindikator di Hutan Sekunder dan Agroforestri Kopi Desa Kutagugung Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

3 62 77

Status Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu

3 69 140

PEROLEHAN SERTIPIKAT TANAH BAGI MASYARAKAT DESA KETRO, KECAMATAN KARANGRAYUNG, KABUPATEN GROBOGAN MENURUT PERSPEKTIF KESADARAN HUKUM KRITIS

0 16 186

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN MOJOLABAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 13 30

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

KEKUATAN HUKUM LETER C BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA Kekuatan Hukum Leter C Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia (Studi Kasus di Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan Kartasura, Kabu

0 0 14

PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (Study Kasus Di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian (Study Kasus Di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar).

0 2 15

PENDAHULUAN Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian (Study Kasus Di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar).

0 0 7

PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (Study Kasus Di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian (Study Kasus Di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar).

0 1 16

ANALISIS KERJA SAMA PENGOLAHAN LAHAN PERTANIAN DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM :STUDI KASUS DI DUSUN PASAR SORE DESA KANUGRAHAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN.

0 3 81