CITRA NEGATIF DALAM SINETRON “USTAD FOTOCOPY”.

(1)

CITRA NEGATIF DALAM SINETRON “

USTAD FOTOCOPY

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.KOM.I)

Oleh:

Mariatul Kiptiyah NIM. B01210027

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

MARIATUL Kiptiyah, NIM, B01210027, 2015, CITRA NEGATIF DALAM SINETRON USTAD FOTOCOPY. Skripsi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Citra Negatif, Sinetron, Ustad Fotocopy

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah ”bagaimana ungkapan negatif dalam sinetron Ustad Fotocopy ditinjau dari segi etika dakwah?”. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis etika dakwah terhadap ungkapan negatif dalam sinetron ustad fotocopy.

Dalam melakukan pemaknaan sebuah sinetron, diperlukan sebuah metodologi penelitian yang sesuai agar nantinya dapat mengungkap makna yang tersembunyi dibalik tanda-tanda yang ada dalam sinetron. Maka dari itulah peneliti menggunakan metodologi kualitatif yang bersifat deskriptif dan dianalisis dengan analisis semiotik. Pendekatan semiotik yang digunakan adalah semiotika Roland Barthes dengan pendekatan signifikasi dua tahap, yaitu tataran pertama (denotasi) dan tataran kedua (konotasi dan metabahasa) terhadap yang diteliti. Episode yang penulis teliti adalah episode yang mengandung ungkapan-ungkapan negatif dalam sinetron Ustad Fotocopy.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah Sinetron Ustad Fotocopy yang merupakan sinetron religi ditemukan ungkapan-ungkapan negatif. Ungkapan negatif dalam sinetron ini banyak melecehkan simbol agama dan seharusnya dihindari. Ungkapan negatif yang melecehkan simbol agama ada pada ungkapan ustad syaraf, ustad peak, haji sedeng, haji bogel dan lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut tentu saja menimbulkan efek negatif bagi dakwah karena mengurangi nilai dakwah, gelar ustad dan haji yang merupakan suatu kehormatan harus dinodai dengan ungkapan-ungkapan yang tidak lazim dalam sinetron.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka ada beberapa saran dari peneliti yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian semiotika selanjutnya. Adapun beberapa saran peneliti adalah ditujukan bagi pelaku dakwah, agar menjadi bahan masukan para da’i untuk tidak mempunyai sikap-sikap seperti yang ditampilkan dalam sinetron Ustad Fotocopy karena ustad merupakan sosok panutan bagi masyarakat., dan bagi para penikmat sinetron agar lebih dapat mengambil intisari atau pesan-pesan moral yang terkandung dalam sinetron Ustad Fotocopy di SCTV.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konseptual ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Kepustakaan Konseptual ... 16

1. Citra ... 16

2. Dakwah ... 20

3. Sinetron ... 29


(7)

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 42

BAB III : METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 47

B. Unit Analisis ... 50

C. Tahapan Penelitian ... 50

D. Tahapan Analisis Data ... 53

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Media ... 55

1. Sejarah SCTV ... 55

2. Visi dan Misi SCTV ... 58

B. Deskripsi Obyek Penelitian ... 59

1. Sinopsis Sinetron Ustad Fotocopy ... 59

2. Tokoh Pemeran Sinetron Ustad Fotocopy ... 61

C. Penyajian Data Penelitian ... 64

D. Analisis Data Penelitian ... 81

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan pepatah dari Arab Saudi, karier abadi seorang muslim adalah dai.1 Artinya, posisi muslim mencerminkan bagaimana keadaannya dalam mendakwahkan islam. Dengan posisi tersebut, maka seluruh aktivitas kehidupan seorang muslim merupakan mimbar atau media dakwah, baik yang tercermin dalam kata, sikap maupun perilaku.

Dalam agama islam terdapat tiga hal yang tidak dapat dipisahkan yang harus dimiliki seorang muslim pada saat seorang muslim atau da’i berkewajiban untuk menyebarkan kebaikan islam pada lingkungannya atau masyarakat luas yakni iman, islam, dan ihsan.2 Ihsan merupakan wujud nyata dari keimanan dan keislaman seorang muslim dalam lingkungan sosial, yang berarti seorang muslim harus melakukan tindakan dan perbuatan baik kepada masyarakat disaat seorang muslim menyatakan kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah. Jika keadaan memang demikian, maka proses dakwah yang harus digencarkan adalah membentuk karakter dan mentalitas seorang muslim yang bermoral dan berbudi pekerti luhur.

Sebagai seorang muslim, mestinya kesadaran di atas dapat tertanam kuat bahwa bersikap ihsan adalah sebuah bentuk tanggung jawab sebagai seorang muslim. Dimana seorang muslim dapat memberikan peringatan

1

Kurdi Mustofa, Dakwah di Balik Kekuasaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal: 27.

2


(9)

2

kepada umat atau masyarakat lain dengan berlandaskan Al-Qur’an dan hadis Rasulullah. Hal ini dikarenakan menjadi da’i atau juru dakwah diibaratkan agen sosial nilai-nilai islam.

Berdakwah merupakan kegiatan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yaitu suatu aktifitas mengajukan atau memerintah kepada manusia untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Kegiatan tersebut merupakan upaya untuk mengontrol kehidupan umat manusia yang didasarkan pada firman Allah SWT.3

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebjikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”(QS.Ali-Imron:104)

Di zaman yang semakin maju ini, dakwah tidaklah cukup disampaikan dengan lisan belaka. Tanpa bantuan alat-alat modern yang sekarang ini atau yang biasa disebut dengan alat-alat komunikasi massa, yaitu pers (percetakkan), radio, film, talkshow dan televisi. Maka dakwah lisan yang terucapkan dari manusia hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas, sedangkan dengan alat komunikasi massa dapat mempermudah penyiaran dakwah dari keterbatasannya waktu dan ruang. Hal ini dikarenakan, pada setiap massa atau zaman terdapat tantangan yang berbeda-beda bagi perkembangan dakwah. Seperti halnya para da’i saat ini, para da’idihadapkan

3


(10)

3

dengan persaingan yang kian ketat dengan berbagai agen perubahan sosial dan kemasyarakatan. Para dai ditantang untuk bersaing dengan agen hiburan global dan para dai tak cukup hanya membacakan kisah-kisah dari Al-Qur’an, sirah Nabi, atau buku-buku keislaman lainnya. Para dai harus mengemasnya dengan memanfaatkan teknologi yang semakin mutahir.

Dakwah juga tidak hanya sekedar dilakukan dengan cara ceramah. Metode dan pendekatannya harus bisa beragam, agar dapat meliputi segala lingkup kehidupan dan dapat disampaikan sesuai dengan konteksnya. Berdasarkan sumber yang peneliti dapat, arti dalam dakwah adalah panggilan maka berdakwah berarti memanggil.4 Maka dari itu pengertian dakwah menurut Drs. H. M. Masyhur Amin adalah suatu aktivitas yang mendorong manusia memeluk agama islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat.5

Dari penjelasan di atas, maka dari itu pesan dakwah dapat disampaikan dari berbagai cara, seperti halnya dalam siaran televisi yang menyiarkan dakwah-dakwahnya, acara siaran radio dengan tema islami, dan juga dapat dilakukan secara langsung dengan mengadakan pengajian akbar dan artikel-artikel islam pada media cetak. Meskipun terdapat banyak cara dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, yang tetap harus dipertimbangkan

4

M. Natsir dan Azhar Basyir, Ideologisasi Gerakan Dakwah: Episod Kehidupan, (Yogyakarta: Sipress, 1996), hal: 60.

5

Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i, (Jakarta: Amzah, 2008), hal: 21.


(11)

4

adalah informasi yang disampaikan seorang pendakwah harus benar-benar jelas dan dapat dipertangungjawabkan dalam kebenarannya.

Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin maju dan canggih, dimana informasi dan komunikasi senantiasa melahirkan peradapanbaru yaitu kehidupan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya media massa yang dapat dilihat dan dinikmati hal ini bukan lagi hal yang asing bagi kehidupan zaman sekarang.

Bahri Ghazali menyebutkan bahwa lajunya perkembangan zaman memacu tingkat ilmu dan teknologi, tidak terkecuali komunikasi yang menghubungkan suatu masyarakat dengan masyarakat lain, hal ini mengakibatkan penyampaian dakwah Islam dituntut semakin berkembang. Dakwah Islam diselenggarakan tidak hanya melalui pertemuan-pertemuan langsung antara da’idengan mad’u,akan tetapi dibutuhkan inovasi dengan media lain yang lebih modern seperti media cetak dan elektronik. Media-media tersebut harus diupayakan penggunaannya untuk kepentingan dakwah Islam secara luas, tidak hanya seorang atau kelompok masyarakat saja.6

Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Karena televisi merupakan media informasi sekaligus media hiburan yang dapat dijumpai baik di rumah kecil maupun di rumah mewah, warung-warung kopi maupun di restauran-restauran. Televisi merupakan salah satu media modern yang digunakan untuk berdakwah pada masa sekarang. Sebagai contoh melalui program

6


(12)

5

siarannya seperti lagu-lagu, film maupun sinetron dan program lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh posisi televisi yang memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan media lain.

Televisi juga memiliki kelebihan karena sifatnya yang dapat dilihat juga bisa didengar, sehingga pemirsa lebih bisa menikmati program-program siaran televisi yang seolah-olah menjadi suatu tayangan hidup yang begitu indah untuk disaksikan.7

Pada umumnya televisi akan mempengaruhi sikap, pandangan, perasaan, dan persepsi para penonton. Hal ini disebabkan salah satu pengaruh dari televisi seakan-akan bisa menghipnotis penonton, sehingga mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang ditayangkan oleh televisi. Saat ini stasiun televisi telah banyak hadir di tengah perkembangan media telekomunikasi, sehingga banyak menimbulkan persaingan antar stasiun televisi dalam menciptakan suatu program acara terbaik dan terunik agar semakin banyak masyarakat yang menonton program tersebut seperti film maupun sinetron. Salah satu program televisi yang banyak disukai pemirsa adalah tayangan sinetron. Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah pemirsa sinetron pada Januari 2011 mencapai 1,6 juta orang (usia 5 tahun ke atas) atau memperoleh ratting 3,1. Jumlah ini meningkat tajam jika dibandingkan dengan konsumsi sinetron pada Januari 2010 yakni hanya mencapai 1 juta pemirsa, dengan ratting 2,2. Data yang

7

Aep Kusnawan, Ilmu Dakwah. (Kajian Berbagai Aspek),(Bandung, Pustaka bani Quraisy,2004), hal: 73.


(13)

6

dirilis AGB Nielsen Media Researchtersebut kian meneguhkan betapa konsumsi sinetron lebih tinggi.8

Sinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti sebuah karya cipta seni budaya, yang merupakan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video, melalui proses elektronik lalu ditayangkan melalui stasiun penyiaran televisi. Sesuai dengan bentuknya, sinetron dikemas dengan tema-tema kehidupan yang ada dimasyarakat, misalnya tentang keharmonisan keluarga, cinta kasih, dan lainnya, dan biasanya ditayangkan secara periodik (pada jam dan hari tertentu).9

Sebuah sinetron bersifat relatif dan subjektif, tergantung pada penafsiran pihak yang berkepentingan. Hal ini tidak lepas dari nilai, norma, dan pandangan hidup pemakainya. Tayangan sinetron juga bisa dijadikan sebagai media penyampaian pesan dakwah, karena pesan-pesan dakwah yang disampaikan melalui sinetron lebih mudah sampai kepada mad’u (masyarakat). Dan pesan verbal yang digunakan dalam sinetron dapat diimbangi dengan pesan dakwah visual yang memiliki efek sangat kuat terhadap pendapat, sikap, dan prilaku mad’u. hal ini terjadi karena pikiran dan perasaan pemirsa dilibatkan dalam penyampaian pesan. Sinetron juga memiliki kekuatan dramatik dan hubungan logis bagian-bagian cerita yang

8

Nashrudin Qowiyurrijal dan Andi Fitriani, Sinetron, Menghibur Diri sampai Mati, (Yogyakarta: Leutika Prio, 2011), hal: 3.

9

Asep Muhyidin, Agus Ahmad Syafe’i, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: PT. CV Pustaka Setia, 2002), hal: 204.


(14)

7

tersaji dalam alur cerita. Kekuatan tersebut akan diterima mad’u melalui penghayatan, sedangkan hubungan logis akan diterima mad’u secara pengetahuan.10

Bila dilihat lebih jauh, maraknya pemutaran sinetron-sinetron bernuansa religi di stasiun-stasiun televisi swasta nasional ini tidak hanya bernilai bisnis belaka tetapi juga sangat bernilai edukatif, karena pesan-pesan religi yang disampaikan pada acara sinetron tersebut sangat bernilai positif dan mendidik bagi kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Dengan demikian media elektronika dapat menjadi salah satu media dakwah alternatif yang handal, cepat, praktis dan murah dalam menyampaikan pesan-pesan moral keagamaan pada era modernisasi sekarang ini. Realitas konsumsi sinetron yang tinggi, berbanding lurus dengan produksi sinetron oleh production house (rumah produksi) yang tinggi pula. Beberapa genre sinetron yang marak diproduksi adalah sinetron bergenre remaja, keluarga, komedi, dan religi.

Sinetron religi merupakan genre yang menjadi tren tayangan sinetron di Indonesia. Meningkatnya sinetron bergenre religi sesungguhnya bernilai positif jika dilihat dari sisi inovasi ide cerita. Pelibatan nilai spiritual ke ruang tontonan boleh jadi merupakan perkembangan baik karena televisi berperan dalam mengangkat citra agama dari ruang domestik ke ruang publik. Di sinilah letak kontradiksi yang ekstrim antara idealitas sinetron religi dengan realitasnya. Tayangan-tayangan sinetron religi justru banyak melanggar

10


(15)

8

syariat, norma, dan moral agama melalui adegan-adegan yang bernuansa takhayul, mistik, permusuhan, kekerasan, amoralitas, dan berbagai adegan negatif lainnya yang menyimpang dari ajaran agama yang bermaksud direprentasikan. Akibat adegan-adegan negatif tersebut, sinetron (termasuk sinetron religi) adalah program televisi yang pada tahun 2009 paling sering mendapatkan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yakni 31,3 persen atau 40 kasus.11

Dari berbagai macam sinetron yang bernuansa religi seperti Para Pencari Tuhan, Rahasia Ilahi, Maha Kasih, dan yang lainnya, peneliti lebih

memilih sinetron “Ustad Fotocopy” yang disiarkan di Surya Citra Televisi (SCTV). Sinetron ini terlihat berbeda dan lebih unik dibandingkan sinetron lainya. Keunikan tersebut dapat dilihat dari penokohan dan karakter yang diperankan para pemainnya. Dari sisi penokohan, keunikan sinetron Ustad Fotocopy lebih banyak menampilkan sosok-sosok peran ustad yang tidak mumpuni dalam ilmu agama, misalnya suka berbohong, suka menghina orang sombong dan lain sebagainya. Banyak sekali ditemukan tingkah laku dan ungkapan negatif dalam sinetron Ustad Fotocopy. Salah satu contoh

ungkapan negatif tercermin dalam adegan pertengkaran antara Ustad Safi’i

dengan Ustad Makmur. Ustad Makmur merasa tersaingi dengan keberadaan

Ustad Safi’i yang lebih mendapatkan hati di masyarakat. Keduanya saling menghina satu sama lain sehingga Ustad Makmur pun menghina Ustad Safi’i dengan ungkapan “mulut comberan”.Ungkapan negatif juga terlontar dari

11


(16)

9

mulut Haji Jamal yang digambarkan sebagai sosok haji kikir dan suka menghina setiap orang yang ditemuinya. Salah satu ungkapan negatif yang dikeluarkan Haji Jamal adalah ketika dirinya bertemu dengan seorang lurah di kampungnya bernama Mustofa. Lurah Mustofa mencoba menawar tanah milik Haji Jamal, dengan nada mengejek dan merendahkan, Haji Jamal menolak tawaran tersebut serta dengan nada melecehkan, Haji Jamal menyebut kalau Lurah Mustofa adalah lurah afkir dan lurah expired yang sebentar lagi habis masa jabatannya. Berpangkal dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut ungkapan-ungkapan negatif dalam sinetron Ustad Fotocopy ditinjau dari etika dakwah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana ungkapan negatif dalam sinetron Ustad Fotocopy ditinjau dari etika dakwah?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah “Untuk mendeskripsikandan menganalisis ungkapan negatif dalam sinetron Ustad Fotocopy ditinjau dari etika dakwah?”

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitianini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan komunikasi penyiaran Islam,


(17)

10

memperluas cakrawala pengetahuan tentang sinetron dan perilaku keagamaan.

2. Secara Praktis

Bagi pelaku dakwah, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan para da’i untuk tidak mempunyai sikap-sikap seperti yang ditampilkan dalam sinetron Ustad Fotocopy karena ustad merupakan sosok panutan bagi masyarakat. Bagi anak dan orang tua, penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bahwa tidak selamanya menonton sinetron religi aman dari perilaku-perilaku negatif yang bisa mempengaruhi pola pikir anak.

Bagi produser, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan dalam membuat tayangan sinetron Islami yang berkualitas dan tepat sasaran. Sedangkan bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam melakukan kontrol sosial terhadap tayangan sinetron Islami yang ditayangkan stasiun televisi.

E. Definisi Konseptual

Konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian yang menjelaskan mengenai beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian. Penentuan dan perincian konsep sangat penting agar terhindar dari ketidak samaan interpretasi dan kekaburan makna. Penegasan dari suatu konsep yang terplih perlu adanya suatu penjelasan untuk menghindarkan salah


(18)

11

pengertian tentang arti konsep yang digunakan peneliti, karena suatu konsep masih perlu diterjemahkan dalam bentuk kata-kata sehingga dapat diukur secara empiris.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti membatasi konsep-konsep sehingga pemahaman menjadi jelas sebagai berikut:

a. Citra Negatif

Menurut G. Sach citra adalah pengetahuan mengenai kita dan sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok yang berbeda.12Pengertian citra ini kemudian disitir oleh Effendi bahwa citra adalah dunia sekeliling kita yang memandang kita.13

Menurut Bill Canton citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari public terhadap perusahaan. Kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi.14

Bertolak dari pengertian tersebut, Sukatendel berpendapat bahwa citra itudengansengajaperlu diciptakan agar bernilai positif.15

Sedangkan menurut Katz citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas.16

12

Soleh Soemirat & Elvinaro Ardianto Dasar-dasar Publik Relations (andung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal: 171.

13

Ibid, 171.

14

Ibid, 111-112

15

Ibid,112.

16


(19)

12

Menurut Frank Jefkins citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya.17

Jalaludin Rakhmad mendefinisikan citra sebagai gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi.18

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian citra secara umum adalah merupakan sekumpulan keyakinan, ide, kesan, persepsi dari seseorang, suatu komunitas atau masyarakat terhadap suatu produk, merk, figure politik, organisasi, perusahaan, dan bahkan negara yang dibentuk melalui suatu proses informasi yang diperoleh melalui berbagai sumber. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.

Sebuah sinetron pun juga bisa menciptakan sebuah citra entah itu citra positif maupun negatifnya. Ada beberapa sinetron yang menampilkan adegan atau ungkapan negatif. Ungkapan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan sesuatu maksud.19

Ungkapan dibagi menjadi dua yaitu ungkapan positif dan ungkapan negatif, ungkapan dikatakan positif jika memiliki makna yang lazim, baik, dan tidak mencela. Ungkapan diartikan negatif jika ungkapan itu

17

Ibid, 114.

18

Ibid,114.

19


(20)

13

mempunyai maksud yang tidak baik dan ungkapan itu ditujukan untuk mencela. Indikasi dari ungkapan negatif meliputi ejekan dan cacian serta berbagai ucapan kasar lainnya.

b. Sinetron

Menurut Arifin sinema elektronik yang kemudian dikenal dengan akronim sinetron merupakan cerita tentang kehidupan manusia secaradramatis dan disiarkan melalui televisi.20 Istilah sinetron ini pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono, salah satu pendiri dan mantan pengajar Institut Kesenian Jakarta. Pada umumnya sinetron mengangkat tema tentang percintaan, perjuangan dan tema religi (Islami). Jika dilihat dari tema, sinetron religi (Islami) cukup mendapatkan tempat di hati para penikmat sinetron. Indikasi dari sinetron adalah munculnya berbagimacam penayangan sinetron berseri dan berepisode.

c. Ustad Fotocopy

Ustadz Fotocopy merupakan sebuah sinetron yang ditayangkan di SCTV. Sinetron ini diproduksi oleh Screenplay Productions. Pemainnya antara lain ialah Ramzi, Aulia Sarah dan masih banyak lagi.Sinetron Ustad Fotocopy ini adalah sebuah sinetron yang mencoba mengangkat potret kejadian sosial yang kerap terjadi di masyarakat kita saat ini. Ceritanya dijamin tidak akan membosankan karena dikemas dalam bentuk drama komedi. 21

20

Anwar Arifin. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal: 105.

21


(21)

14

Dalam sinetron ini, Ramzi berperan sebagai tokoh Ustadz Safii yang tiba-tiba dipanggil Ustad setelah dua tahun tidak pulang ke kampungnya.

F. Sistematika Pembahasan

BAB I: PENDAHULUAN. Berisi tentang latar belakang masalah yang membantu peneliti untuk memahami penelitian tentang “Ungkapan Negatif dalam Sinetron Ustad Fotocopy ditinjau Dari Etika Dakwah”. Selain itu bab ini dilengkapi dengan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual dan Sistematika Pembahasan.

BAB II: KERANGKA TEORITIK. Berisi kajian kepustakaan konseptual yang meliputi citra negatif, etika dakwah, sinetron ustad fotocopy, kajian tentang TV, kajian kepustakaan teoritik dan kajian penelitian terdahulu.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menjelaskan secara rinci dan operasional tentang metode dan teknik yang akan digunakan dalam mengkaji subyek penelitian yaitu meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data, unit analisis, tahapan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Berisi penyajian dan analisis data dari bab-bab sebelumnya, yang memuat tentang deskripsi obyek penelitian, penyajian data, dan analisis data.


(22)

15

BAB V: PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir pada penulisan skripsi yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.


(23)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. KAJIAN KEPUSTAKAAN KONSEPTUAL

1. Citra

a. Pengertian Citra

Citra atau image didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di dalam benak seseorang.1 Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.

Bill Canton mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.2

Menurut Philip Henslowe citra adalah kesan yang diperoleh dari tingkat pengetahuan dan pengertian terhadap fakta (tentang orang-orang, produk atau situasi).3

1

Holt, Rinehart and Winston Inc.The Holt Dictionary of American English(New York, 1996), hal: 360.

2

Kim Harrison. Strategic Public Relations : A Practical guide to Succes.2nd Edition (Australia: Vineyard Publishing, 2001), hal: 2.

3

Philip Henslowe. The Art and Science of Public Relations Vol 3 (New Delhi: Crest Publishing House, 2000), hal 2.


(24)

17

Kemudian Rhenald Kasali juga mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi.4

SedangkanFrank Jefkins mengartikan citra sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, personel, produk, atau jasa-jasa suatu organisasi atau perusahaan.5

b. Jenis Citra

Ada beberapa jenis citra menurut Frank Jefkins yaitu:6

1. Mirror Image (Citra Bayangan)

Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi – biasanya adalah pemimpinnya – mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat

4

Rhenald Kasali.Manajemen Public Relations(Jakarta: Grafiti, 2003), hal: 30.

5

Frank Jefkins,Public Relations edisi kelima(Bandung: Erlangga, 1998), hal: 20 dan 412.

6


(25)

18

atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita.

2. Current Image (Citra yang Berlaku)

Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.

3. Multiple Image (Citra Majemuk)

Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita.

4. Corporate Image (Citra Perusahaan)

Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.


(26)

19

Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.

c. Penggambaran Citra

Menurut Nimoeno citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap. Proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation (citra) dari stimulus.”7

Empat komponen tersebut dapat diartikan sebagai:8

1. Persepsi

Diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra.

7

Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto.Dasar-dasar Public Relations (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal 115.

8


(27)

20

2. Kognisi

Yaitu suatu keyakinan diri individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat memengaruhi perkembangan informasinya.

3. Motif

Adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

4. Sikap

Adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.

2. Dakwah

a. Pengertian Dakwah

Islam adalah agama dakwah, maksudnya sebagai risalah dari Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengajak seluruh umat manusia. Ditinjau dari segi bahasa, dakwah


(28)

21

berasal dari bahasa Arab “da’watan” yang berarti panggilan, ajakan,

seruan.9Berdasarkan akar kata (etimologi) kata dakwah merupakan bentuk masdardari kata yad’u(fiil mudhari)dan da’a(fiil madhi) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang, mengajak (to invite), mendorong (to urge)dan memohon (to pray).10

Dalam Al-quran, kata dakwah dapat kita jumpai pada beberapa tempat, dengan berbagai macam bentuk dan redaksinya. Dalam beberapa hadis Rasulullah pun, sering kita jumpai istilah-istilah yang senada dengan pengertian dakwah.

Secara terminology dakwah islam telah banyak didefinisikan

oleh para ahli. Sayyid Qutb memberi batasan dengan “mengajak” atau “menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil Allah Swt.

Bukan untuk mengikuti dai atau sekelompok orang.11

Sedangkan menurut Muhammad Al-khaydar Husayn dalam kitabnya ad-da’wat ila al-ishlah mengatakan dakwah adalah mengajak kepada kebaikan (ma’ruf) dan melarang kepada kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.12

Menurut Ali Aziz dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran islam kepada orang lain dengan berbagai cara

9

Yoyon Mudjiono, Metodologi Dakwah (Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 1984), hal.7

10

Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Dai (Jakarta: Amzah,2008), hal.17

11

Wahyu Ilaihi, Komuikasi Dakwah, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010), hal: 14.

12

Faizah dan H.Lalu Muchsin Effendi, Lc, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, hal:6.


(29)

22

yang bijaksana untuk terciptanya dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran islma dalam semua lapangan.13

Adapun menurut Akhmad Mubarak adalah usaha untuk mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan seorang da’i.14

Menurut Syekh Ali Mahfudz, pengarang kitab Hidayatul Mursyidin, dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka pada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.15

Sedangkan menurut Hamzah Yaqub, pengarang buku Publistik dakwah berpendapat bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah dan bijaksana untuk mengikuti petunjuk Allah dan rasulnya.16

Adapun Suhartini mengungkapkan bahwa dakwah itu merupakan usaha meningkatkan frekuensi tingkat keimanan seseorang kepada Allah, bagi orang yang telah memeluk agama islam.17

Beberapa definisi di atas walaupun berbeda redaksinya, akan tetapi setiap pengertian dakwah memiliki tiga unsur pokok yaitu:

13

Ali Aziz, Ilmu Dakwah ( Jakarta Prenada Media, 2004), hal: 11

14

Ahmad Mubarak, Psikoloi Dakwah(Jakarta: Pustaka Firdaus), hal: 19

15

Syekh Ali Mahfud, Hidayatul Mursyidin (libanon: Darul Ma’rifat, tt), hal.17 16

Hamzah Yaqub, Publistik Dakwah (Bandung: Diponegoro, 1992), hal.13

17

Suhartini, Ilmu Dakwah (Surabaya: Biro Penelitian Dan Pembangunan lmu Fakultas Dakwah IAIN Sunan Apel, 1989), hal.3


(30)

23

1) Dakwah adalah proses penyampaian ajaran islam dari seseorang kepada orang lain.

2) Penyampaian ajaran islam tersebut dapat berupa amar makruf nahi munkar.

3) Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya suatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan sepenuhnya amalan soleh bagi setiap umat islam.

Jadi untuk kesimpulan dari tiga definisi diatas, dakwah adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang atau sekolompok masyarakat untuk melakukan amar makruf nahi munkar agar dapat mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana firman Allah SWT.18



















Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebjikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Imron:104)

b. Etika Dakwah

Dakwah merupakan kegiatan ajakan kepada manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di

18

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya (Jakarta:PT Intermasa, 1992), hal.93


(31)

24

akhirat.Untuk itu, dalam kegiatan dakwah memerlukan adanya sistem yang mengatur dakwah tersebut yang disebut etika. Istilah etika berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ethos yang berarti kebiasaan (custom).

Secara islam etika dakwah itu adalah etika islam itu sendiri , dimana secara umum seorang da’i harus melakukan tindakan-tindakan yang terpuji dan menjauhkan diri dari perilaku-perilaku yang tercela. Sebagai sebuah profesi, Menurut M. Munir dakwah memerlukan kode etik, yaitu sebuah istilah yang merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang merumuskan perlakuan benar dan salah atau dengan kata lain, kode etik adalah kumpulan kewajiban yang mengikat para pelaku profesi dalam menjalankan tugasnya.19 Dan bagi para juru dakwah, pengertian kode etik dakwah berarti rambu-rambu etis juru dakwah agar dakwah yang dilakukannya benar-benar efektif dan menimbulkan pencitraan yang positif dari khalayak mad’u yang didakwahinya.20Sehingga dapat dihasilkan dakwah yang bersifat responsive.

Sumber dari rambu-rambu etis dakwah bagi seorang da’i adalah Al-Qur’an, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Adapun rambu-rambu etis tersebut adalah sebagai berikut :21

19

M. Munir, Metode dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), hal: 76.

20

Ibid, 79.

21


(32)

25

1. Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan

Kode etik ini bersumber dari firman allah dalam QS. Al-Shaff ayat 2-3.22































Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan hal-hal yang kalian tidak melakukannya ? amat besar murka di sisi Allah, bahwa kalian menngatakan apa yang kalian tidak kerjakan.”

2. Tidak melakukan toleransi agama.

Toleransi memang di anjurkan oleh Islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama (kepercayaan). Dalam masalah prinsip keyakinan (Aqidah), islam memberikan garis tegas untuk tidak bertoleransi, kompromi dan sebagainya.seperti yang tergambar dalam QS. Al-Kafirun ayat 1-6.23











































Artinya:“Katakanlah : Hai orang-orang kafir , aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah . Dan kamu bukan penyembah Tuhan apa yang aku sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi

22

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya (Jakarta: PT. Intermesa, 1992), hal: 321,

23


(33)

26

penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu lah agama mu, dan untukku lah agama ku.” Dalam hal ini juga dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi ayat 29.24















































Artinya:“Dan katakanlah : kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka, itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”

3. Tidak menghina sesembahan non muslim

Kode etik ini diambil dari QS. Al-An’am ayat 108.25







































Artinya:“Dan janganlah kamu memakai sembah -sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”

24

Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya (Jakarta: PT. Intermesa, 1992), hal: 112.

25


(34)

27

Peristiwa ini berawal ketika pada zaman Rasulullah orang-orang muslim pada saat itu mencerca berhala-berhala sembahan orang-orang musrikin, dan akhirnya karena hal itu menyebabkan mereka mencerca Allah, maka Allah menurunkan ayat tersebut.

4. Tidak melakukan diskriminasi social

Apabila mensuri tauladan Nabi maka para da’ihendaknya tidak membeda-bedakan atau pilih kasih antara sesama , baik kaya maupun miskin, kelas elit maupun kelas marjinal ataupun status lainnya yang menimbulkan ketidakadilan. Semua harus mendapatkan perlakuan yang sama. Karena keadilan sangatlah penting dalam dakwah. Da’i harus menjunjung tinggi hak universal dalam berdakwah. Kode etik ini di dasari pada QS. Abasa ayat 1-2.26





Artinya:“Dia (Muhammad) bermuka musam dan berpaling, Karena karena telah datang seorang buta kepadanya.”

5. Tidak memungut imbalan

Ada perbedaan pendapat tentang dibolehkannya ataupun dilarang dalam memungut biaya atau dalam bahasa lain memasang tarif , dalam hal ini berpendapat menjadi 3 kelompok:

26


(35)

28

a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbaan dalam berdakwah hukumnya haram secara mutlak, baik dengan perjanjian sebelumnya ataupun tidak. b. Al-Hasan Al-Basri, Ibn Sirin, Al-Sya’ibi dkk. Mereka

berpendapat boleh hukumnya memungut bayaran dalam berdakwah tapi harus di adakan perjanjian terlebih dahulu.

c. Imam Malik bin Anas & Imam Syafi’i, memperbolehkan memungut biaya atau imbalan dalam menyebarkan ajaran islam baik ada perjanjian sebelumnya maupun tidak.

Perbedaan pendapat dari para ulama terjadi karena banyaknya teks-teks Al-Qur’an yang menjadi sumber etika sehingga muncul perbedaaan dalam penafsiran dan pemahamannya.

6. Tidak berteman dengan pelaku maksiat

Berkawan dengan pelaku maksiat ini di khawatirkan akan berdampak buruk. Karena orang bermaksiat itu beranggapan bahwa seakan-akan berbuat maksiat direstui oleh dakwah, pada sisi lain integritas seorang da’i akan berkurang.

7. Tidak menyampaikan hal hal yang tidak diketahui

Da’i yang menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui, hukum itu pasti akan menyesatkan umat. Seorang juru dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan orang menurut seleranya sendiriyang tanpa ada dasar hukumnya.


(36)

29

Secara umum hikmah dalam mengaplikasikan kode etik dakwah itu adalah :

a. Kemajuan rohani.

Dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang pada rambu-rambu garis islam, maka secara otomatis, ia akan memillikiakhlak yang mulia.

b. Sebagai penuntuk kebaikan.

Kode etik dakwah menuntut da’i pada jalan kebaikan tepi mendorong dan memotivasimembentuk kehidupan yang suci dengan memprodusir kebaikan dan kebijakan yang mendatangkan kemanfaatan bagi sang da’i khususnya, dan umat islam pada umumnya.

c. Membawa kesempurnaan iman

Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan diri. Dengan kata lain, bahwa keindahan etika adalah manifestasi dari pada kesempurnaan iman. Abu Hurairah meriwayatkan penegasan Rasulullah SAW:

Artinya:“Orang mukmin yang paling sempurna ialah yang terbaik akhlak dan etikanya” (HR. At-Tirmizi)

d. Kerukunan antar umat beragama, untuk membina keharmonisan secara extern dan intern pada diri sang da’i.

3. Sinetron

a. Pengertian Sinetron

Sinetronmerupakan singkatan dari sinema elektronik yang merupakan produk sebuah seni, ia merupakan media komunikasi audio visual yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video, melalui proses elektronik lalu ditayangkan melalui


(37)

30

televisi. Sebagai media komunikasi, sinetron memiliki ciri-ciri,diantara bersifat satu arah terbuka untuk publik secara luas dan tidak terbatas.27

Sinetronmenurut Veven SP. Wardhana sama dengan TV play, teledrama, sandiwara televisi, film televisi.28 Hal ini dikarenakan kesemuanya itu sama-sama ditayangkan oleh medium audio visual yaitu televisi, lebih lanjut Veven mengungkapkan, bahwa penggabungan sinema elektronik yang kemudian disingkat menjadi

sinetron, tidakberarti kata “elektronik”disini mengacu pada pita-pita kaset. Elektronika dalam istilah sinetron itu lebih mengacu pada medium penyebaranya, yakni televisi atau visualisasi, yang merupakan medium elektronik selain radio.

Sebuah sinetron bersifat relatif dan subyektif, tergantung pada penafsiran pihak yang berkepentingan. Hal ini tidak lepas dari nilai, norma, dan pandangan hidup dari pemakainya.

Sadar atau tidak sadar, sinetron dapat mengubah pola hidup masyarakat. Alasannyasederhana saja, masyarakat ingin mencontoh kehidupan yang dikisahkan dalam sinetron, apalagi kalau bintang yang memerankannya adalah idolanya.29

27Asep Muhyidin, Agus Ahmad Syafe’i,

MetodePengembangan Dakwah (Bandung: PT. CV Pustaka Setia, 2002), hal: 204.

28

Veven SP. Wardhana Televisi dan Prasangka Budaya Massa (Jakarta:PT. Media Lintas Inti Nusantara,2001), hal: 268-278

29


(38)

31

Banyak sinetron yang menggambarkan sisi-sisi sosial moral dalam kehidupan masyarakat, tentu sangat bermanfaat bagi pemirsa dalam menentukan sikap. Pesan-pesan sinetron terkadang terungkap secara simbolis dalam alur ceritanya.30Sinetron selain berperan sebagai sarana hiburan, sinetron ini juga secara tidak langsung berperan sebagai mendidik dan penyuluh yang dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, meningkatkan perilaku sosial keagamaan.

b. Unsur-Unsur Dalam Sinetron

Unsur-unsur yang ada dalam sebuah sinetron meliputi : a. Pemain atau Bintang Sinetron

Komunikator seperti halnya dengan komunikasi massa pada sinetron, walaupun dilakukan oleh perorangan atau individu tetapi ia tidak memiliki kebebasan individual untuk menyampaikan pesan yang di luar dari skenario atau isi dari sinetron. Pemain di dalam sinetron mewakili lembaga yang mempunyai missi tentang kepentingan tertentu kepada khalayak.

b. Pemirsa

Komunikan dalam paket sinetron disebut dengan istilah pemirsa, yaitu suatu khalayak yang menerima isyarat-isyarat pesan yang terkandung di dalam suatu sinetron. Ia bersifat positif yang tidak bisa

30

Wawan Kuswadi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Televisi (Bandung:Rineka Cipta,1996), hal: 131.


(39)

32

memberikan respon langsung kepada para lembaga atau pemain yang menyampaikan isyarat pesan itu.31

c. Isi dari Sinetron (Tema Pokok)

Tema pokok merupakan garis besar dari sebuah rangkaian proses penyampaian pesan yang di dalamnya membawa kepentingan-kepentingan lembaga atau perusahaan.

d. Televisi

Televisi merupakan sebuah medium dalam penyampaian yang tervisualisasikan di layar kaca televisi, pesan disampaikan setelah melalui proses rekaman sinematografi.

e. Dramatisasi

Dramatisasi merupakan sebuah rangkaian metodepenyampai pesan yang dilakukan oleh komunikator (pemain) dengan maksud agar pesan tidak terkesan hanya sebuah propaganda.

f. Naskah atau Skenario

Skenario merupakan sebuah panduan khusus tentang pesan apa yang akan disampaikan oleh para pemain. Skenario dibuat oleh skirpwriteryang telah ditunjuk oleh lembaga untuk melukiskan isyarat pesan apa saja yang akan disampaikan.

c. Karakteristik Sinetron

Televisi merupakan media komunikasi yang banyak memiliki bentuk acara yang ditampilkan. Sinetron merupakan produk

31Asep Muhyidin, Agus Ahmad Syafe’i,

MetodePengembangan Dakwah (Bandung: PT. CV Pustaka Setia, 2002), hal: 206.


(40)

33

komunikasi yang bisa ditayangkan di televisi, juga dapat ditayangkan melalui layar-layar keluarga. Itulah sebabnya kelebihan karakteristik sinetron. Adapun karakteristik sinetron adalah sebagai berikut : 1. Sinetron merupakan salah satu produk dari komunikasi massa. 2. Sumber pesan dalam sinetron dilakukan oleh suatu badan atau

kumpulan orang yang berjumlah banyak, yang bekerja dalam menghasilkan suatu pesan melalui karyanya.

3. Komunikasi yang dilakukan bersifat satu arah (one way communication) dan berhubungan dengan komunikasi yang berjumlah banyak dalam suatu area geografis yang tersebar luas membawa pesan bersifat umum dan universal yang perlu diketahui oleh masyarakat luas.

4. Umpan balik yang disampaikan oleh komunikan kepada komunikator (pelaku sinetron) bersifat tertunda. Hal ini berhubungan dengan penyampaian pesannya yang bersifat satu arah.

Sinetron sebagaimana halnya dengan produk komunikasi massa lainnya cenderung dapat memberikan perubahan efek kognitif, behavioral, dan bahkan emosional.32

32

Dedi Mulyana Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang yang berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal: 33.


(41)

34

d. Perkembangan Sinetron di Indonesia

Munculnya stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia telah membawa perubahan besar terhadap persaingan mata acara tayangan oleh masing-masing industri dalam merebut khalayak pasar untuk memperoleh keuntungan bisnis yang lebih besar. Popularitas sebuah sinetron akan berdampak kepada naiknya potensi pangsa pasar suatu industri pertelevisian, dan pada akhirnya kecenderungan iklan yang masuk juga lebih besar. Beragam bentuk acara telah banyak ditayangkan dari mulai penayangan informasi, hiburan, dan pendidikan.33

Sinetron sekarang ini menjadi salah satu primadona acara pada setiap stasiun televisi di Indonesia. Sinetron mampu menarik khalayak, karena mampu mengangkat realitas budaya dan sosial masyarakat Indonesia, sinetron-sinetron fiksi yang sekarang mulai banyak berkembang (Misalnya : Si Entong, dan sebagainya) menambah popularitas stasiun TV semakin tinggi. Sinetron mengangkat semua bentuk kehidupan manusia dari yang nyata sampai pada yang maya. Kemampuan inilah yang mendapat respon positif masyarakat, sehingga memicu para industri pertelevisian untuk saling berlomba menayangkan sinetron sesuai dengan segmen pasarnya.34

Produksi sinetron sebagaimana dapat disaksikan sekarang, mengalami kemajuan yang luar biasa, terutama setelah munculnya

33

Syarif H Faqih, Menjadi Dai yang Dicinta Menyampaikan Dakwah dengan Cara yang Efektif, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal: .74.

34


(42)

35

beberapa Production House(PH). PH bergerak dalam pembuatan sinetron atau program siaran untuk dijual kepada stasiun siaran televisi (Broadcasting House). Diakhir tahun 1992 tercatat tidak kurang dari 300 PH yang ada di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak menutup kemungkinan semua itupun akan bertambah.35

e. Hubungan Antara Dakwah dan Sinetron

Sinetron merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, sinetron tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia dapat menghibur, mendidik melibatkan perasaan, merangsang pemikiran, dan memberi dorongan. Sinetron sebagai seni yang sangat kuat pengaruhnya, dapat memperkaya pengalaman hidup seseorang, dan bisa menutupi segi-segi kehidupan yang lebih dalam. Sinetron bisa dianggap sebagai pendidik yang baik. Selain itu, sinetron selalu diwaspadai karena kemungkinan pengaruh-pengaruhnya yang buruk

Minat berdakwah memang sudah merata pada semua kalangan. Termasuk dikalangan para sineas dan seniman muslim, yang berniat memanfaatkan media sinetron untuk berdakwah. Sinetron tidak hanya sebagai tontonan tetapi sekaligus sebagai tuntunan. Disisi lain sinetron

dakwah juga ada batasan syar’i yang mengendalikan proses pembuatan

sinetron yang mendorong kreatifitas para sineas muslim.36

35Asep Muhyidin, Agus Ahmad Syafe’i,

MetodePengembangan Dakwah (Bandung: PT. CV Pustaka Setia, 2002), hal: 204.

36


(43)

36

Sinetron dakwah tidak hanya sinetron yang dibuat semata-mata untuk tujuan dakwah saja, tetapi juga sinetron yangdidalamnya bermuatan dakwah. Apabila dakwah dipahami secara lebih terbuka, yaitu sebagai upaya konstruktif seseorang untuk melakukan perubahan situasi yang negatif menjadi situasi yang positif. Sinetron merupakan salah satu media dakwah yang mempunyai efek eksklusif dalam menyampaikan pesan dakwah bagi para penontonya. Sinetron yang dapat mempengaruhi efek bagi kehidupan manusia telah dibuktikan betapa kuatnya media ini dengan cara mempengaruhi sikap, perasaan, dan tindakan penontonnya.

Berdasarkan hal tersebut dakwah dan sinetron adalah dua hal yang sangat berkaitan. Dakwah sebagai sebuah proses komunikasi tentu memerlukan sebuah media untuk menyampaikan pesan kepada audien, sedangkan sinetron bisa digunakan, karena sebagai salah satu alat mediakomunikasi maka sinetron merupakan salah satu dari media dakwah.

B. KAJIAN TEORITIK

1. Pengertian Umum Semiotik

Istilah Semiotics (dilafalkan demikian) diperkenalkan oleh Hippocrates (460-337 SM), penemu ilmu medis barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala, menurut Hippocrates, merupakan semeion, bahasa Yunani untuk penunjuk (mark) atau tanda (sign) fisik.37Sementara Preminger (2001) menyebut semiotik sebagai ilmu yang menganggap

37


(44)

37

bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.38 Saussure mendefinisikan semiologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat, dan dengan demikian menjadi bagian daridisiplin psikologi sosial. Tujuan adalah untuk menunjukan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah yang mengaturnya.39

2. Teori Roland Barthes

Semiotik berusaha menggali hakikat system tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotativedan arti penunjukkan (denotative).40

Salah satu pakar semiotik yang memfokuskan permasalahan semiotik pada dua makna tersebut adalah Roland Barthes. Ia adalah pakar semiotik Prancis yang pada tahun 1950 menarik perhatian dengan telaahnya tentang media dan budaya pop menggunakan semiotik sebagai alat teoritisnya. Tesis tersebut mengatakan bahwa struktur makna yang terbangun di dalam produk dan ganre media diturunkan dari mitos-mitos kuno, dan berbagai peristiwa media ini mendapatkan jenis signifikansi yang sama dengan signifikansi yang secara tradisional

38

Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakara:Kencana, 2009), hal.263

39

Alex Sour, Semiotik Komunikasi,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004), hal.12

40

Alex Sobur, Analisis teks Media: SuatuPengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal.126-127


(45)

38

hanya dipakai dalam ritual-ritual keagamaan. Dalam terminology jenis budaya popular apapun dapat diuraikan kodenya dengan membaca tanda-tanda tersebut adalah hak otonomi pembacanya atau penonton. Saat sebuah karya selesai dibuat, maka yang dikandung karya itu bukan lagi miliknya, melainkan milik pembaca atau penontonya untuk menginterprestasikannya begitu rupa.41

Representasi menurut Barthes menunjukan bahwa pembentukan makna tersebut mencakup system tanda menyeluruh yang mendaur ulang berbagai makna yang tertanam dalam-dalam di budaya barat misalnya, dan menyelewengkannya ke tujuan-tujuan komersil. Hal ini kemudian disebut sebagai struktur.42

Sehingga, dalam semiotik Barthes, proses representasi itu berpusat pada makna denotasi, konotasi, dan mitos. Ia mencontohkan, ketika mempertimbangkan sebuah berita atau laporan, akan menjadi jelas bahwa tanda liguistik, visual dan jenis tanda lain mengenai bagaimana berita itu dipresentasikan (seperti tata letak / lay out, rubrikasi, dan sebagainya) tidaklah sederhana mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda.43 Barthes menyebut fenomena ini-membawa tanda dan konotasinya untuk membagi pesan tertentu sebagai penciptaan mitos.

41

Ade Irwansah, Seandainya Saya Kritikus Flm, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2009), Hal.42

42

Danesi, Semiotik Media, hal.28

43

Jonathan Bignell, Media Semiotics: An Introduction, (Manchester and New York: Manchester Universty Press, 1997) hal.16


(46)

39

Untuk itulah, Barthes meneruskan pemikiran Saussure dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan cultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “Two Order Of Signification” (Signifikasi Dua Tahap).44

Gambar 2.1 Signifikansi Dua Tahap Barthes

Berdasarkan gambar di atas, metode Barthes seperti yang dikutip Fiske, memaparkan tentang signifikansi tahap pertama yang merupakan suatu hubungan antara signifier (penanda) dan signified (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksernal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk signifikansi tahap kedua. Hal ini menggembangkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi

44

Ibid, hal.17

First Order

reality signs

Second Order

signs culture

Denoation

Signifier

………

Conotation


(47)

40

dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Pada signifkasi tahap kedua yang berkaitan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.45 Adapun beberapa unsur dari metode Barthes adalah:

1. Makna Denotasi

Makna denotasi adalah makna awal utama dari sebuah tanda, teks, dan sebagainya, makna ini tidak bisa dipastikan dengan tepat karena makna denotasi merupakan generalisasi. Dalam terminology Barthes, denotasi adalah system signitifikansi tahap pertama.46

2. Makna konotasi

Makna yang memiliki sejarah budaya di belakangnya yaitu bahwa ia hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan signifikansi tertentu. Konotasi adalah mode operatif dalam pembentukan dan penyandian teks kreatif seperti puisi, novel, komposisi music, dan karya seni.47

3. Mitos

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideology, yang disebut dengan “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.48

45

Sobur, Analisis Teks Media, hal.127-128

46

Danesi, Semiotik Media, hal.274

47

Ibid, hal.43

48


(48)

41

Berdasarkan penjelasan di atas. Jadi, mitos mempunyai tugas untuk memberikan sebuah justifikasi ilmiah kepada kehendak sejarah, dan membuat kemungkinan tampak abadi.49 Artinya, peran mitos adalah memberikan makna yang sebenarnya dari makna suatu konotasi dalam sebuah penanda dan petanda.

Mitos, oleh Barthes disebut tipe wicara. Ia juga menegaskan bahwa mitos merupakan system komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal ini memungkinkan kita untuk berpandangan bahwa mitos tak bisa menjadi sebuah objek, konsep, atau ide mitos adalah cara penanda asalkan disajikan oleh sebuah wacana.50 Artinya, sebuah pengertian yang terkandung pada sebuah penanda dan petanda yang terdapat sebuah pesan yang hendak disampaikan suatu instansi terhadap pembaca dengan cara tidak menyampaikan secara langsung.

Dalam mitos sekali lagi kita mendapatkan pola tiga dimensi yang di sebut Barthes sebagai: penanda, petanda, dan tanda. Ini bisa dilihat dalam peta tanda Barthes yang dikutip dari buku semiotic komunikasi, karya Alex Sobur:51

1. SIGNIFIER (PENANDA)

2. SIGNIFIED (PETANDA) 3. DENOTATIVE SIGN

(TANDA DENOTATIF) 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)

49

Roland Barthes, Mitologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009), hal.208

50

Ibid, hal 151-152

51


(49)

42

6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Berdasarkan peta Barthes di atas, terlihat bahwa tanda denotasi (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotasi adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda “sing” barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin, jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.52

C. Penelitian Dahulu yang Relevan

Untuk menunjang kelancaran dari penelitian ini, maka peneliti tidak lepas dari bercermin pandang pada penelitian yang sudah ada. Hal ini dikarenakan untuk memperkuat hasil yang ada dan untuk menjauhkan dari kesalahan dalam alur penelitian. Maka dari itu, adapun beberapa penelitian terdahulu yang dapat peneliti jadikan acuan adalah:

Nama Peneliti Abdul Khalim fanani

Jenis Karya Skripsi

Judul Pesan Moral Dalam Biskuit Oreo Versi

“Oreo dan Handphone Ayah”

( Semiologi Roland Barthes )

Tahun Penelitian 2013

Metode Penelitian Analisis Semiotik Roland Barthes

Hasil Temuan Penelitian 1. Petanda merupakan tanda yang dilihat dan didengar langsung oleh panca

52


(50)

43

indra.

2. Penanda merupakan merupakan konsep abstrak dibalik petanda sehingga mampu memunculkan makna dari tanda dalam iklan biskuit oreo

versi “Oreo dan Handphone Ayah”.

Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penanda dan

petanda dalam iklan oreo versi “Oreo dan Handphone Ayah”.

2. Untuk mengetahui makna denotasi dan

konotasi dalam iklan oreo versi “Oreo dan Handphone Ayah”.

3. Untuk mengetahui pesan moral yang

ada dalam oreo versi “Oreo dan Handphone Ayah”.

Perbedaan Objek dalam penelitian ini berupa iklan

biscuit. Jadi, menganalisis percakapan dan alur cerita iklan.

Persamaan Objek dalam penelitian ini sama-sama

mengunakan Semiologi Roland Barthes

Nama Peneliti Chalimatus Sa’diyyah

Jenis Karya Skripsi

Judul Analisis Simbol Iklan Rokok Dji Sam Soe

Gold Edisi Halus Dan Mantap

Tahun Penelitian 2011

Metode Penelitian Analisis Semiotik Roland Barthes

Hasil Temuan Penelitian 1.Makna tanda verbal yang terdapat pada iklan Dji Sam Soe Gold lebih kepada menguatkan dan membantu pembaca iklan kepada menguatkan dan membantu pembaca iklan untuk lebih memahami visual matahari

2.Makna tanda visual matahari terbit menjelaskan bagaimana rokok Dji Sam Soe Gold itu baik dari segi tampilan luarnya maupun kualitasnya dan sebagaiannya mengusung kemewahan

Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui penanda dan petanda simbol yang terdapat pada iklan rokok Dji Sam Soe Gold edisi halus dan mantap

2.Untuk mendeskripsikan bagaimana makna sombol rokok Dji Sam Soe Gold edisi halus dan mantap menurut Roland Barthes


(51)

44

Perbedaan Objek dalam penelitian ini berupa reklame,

sehingga untuk menganalisis teks dan gambar saja tanpa analisis audio

Persamaan Objek dalam penelitian ini sama-sama

mengunakan Semiologi Roland Barthes dan sama-ama menganalisis suatu gambaran yang mengandung suatu petanda.

Nama Peneliti Husein Rifa’i

Jenis Karya Skripsi

Judul Daya Tarik Iklan Testimonial Frestea

Green Tea My Body Aloevera edisi Aura Kasih

Tahun Penelitian 2009

Metode Penelitian Analisis Semiotik Roland Barthes

Hasil Temuan Penelitian Iklan ini berisi sindiran pada kaum muda yang mobilitasnya tinggi agar tidak melupakan menjaga dan merawat kesehatan tubuh khususnya perempuan yang selalu ingin tampil cantik tanpa mengeluarkan biaya materi yang banyak.

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui daya tarik iklan

Testimonial Frestea Green Tea My Body Aloevera edisi Aura Kasih

Perbedaan Tidak ada percakapan yang dilakukan antar

tokoh

Persamaan Objek dalam penelitian ini sama-sama

mengunakan Semiologi Roland Barthes

Nama Peneliti Tri Wahyuningsih

Jenis Karya Skripsi

Judul Penggunaan Selebriti Endorse dan Humor

Sebagai Daya Tarik dalam Iklan (Study Analisis Semiotik Roland Barthes pada Iklan Sampoerna Hijau Versi Banjir)

Tahun Penelitian 2010

Metode Penelitian Analisis Semiotik Roland Barthes

Hasil Temuan Penelitian 1. Property yang dipakai oleh actor memperkuat penggambaran actor sebagai pembicara produk (endorse) 2. Humor menjadi daya tarik yang

banyak diminati dalam menyampaikan bahasa tubuh (body language)


(52)

45

Tujuan Penelitian 1. Untuk memahami dan

mendeskripsikan makna penanda dan petanda selebriti endorse dalam iklan Sampoerna Hijau versi Banjir

2. Untuk memahami dan

mendeskripsikan makna penanda dan petanda humor dalam iklan Sampoerna Hijau versi Banjir

Perbedaan Objek dalam penelitian berdurasi singkat

dengan beberapa adegan yang sudah direncanakan.

Persamaan 1. Sama-sama menggunakan metode

Roland Barthes,

2. Sama-sama meneliti objek 3dimensi, 3. Sama-sama meneliti objek setiap

adegan.

Nama Peneliti Sanusih

Jenis Karya Skripsi

Judul Analisis Semiotik Iklan Layanan

Masyarakat pada Billboard Merdeka atau Mati

Tahun Penelitian 2010

Metode Penelitian Analisis Semiotik Roland Barthes

Hasil Temuan Penelitian Iklan layanan masyarakat yang dibuat atau diproduksi melalui perantara tanda merupakan Peringatan atau sosialisasi Pencegahan, Penyalahgunaan, dan Peradaran Gelap Narkoba (P4 GN) baik kepada pengguna, pecandu, pengedar ataupun kepada masyarakat umum yang belum menggunakan atau mengkonsumsi narkoba.

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui makna iklan layanan masyarakat pada Billboard Merdeka atau Mati berdasarkan analisis Roland Barthes.

Perbedaan Objek dalam penelitian ini tertuju pada

media 2dimensi secara meditail di setiap gambaran yang ada disekeliling obyek.

Persamaan Sama-sama menggunakan metode Roland

Barthes dan menganalisis gambaran visual yang terdapat sebuah petanda.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Metodologi berasal dari kata methodology yang maknanya ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-cara. Sedangkan penelitian terjemahan dari bahasa inggris research yang berarti berulang melakukan pencarian. Dengan demikian metodologi penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematika dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.1

Dalam suatu penelitian karya ilmiyah, terlebih dahulu perlu dipahami metodologi penelitian. Metodologi penelitian yang dimaksud merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematika dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu. Penelitian adalah suatu metode study yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat pada masalah tertentu.2

Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh fakta yang dipercaya kebenarannya, maka metode penelitian itu penting artinya karena sebuah penelitian dapat dinilai valid atau tidaknya itu berdasarkan ketetapan-ketetapan penggunaan metode penelitiannya. Dalam dunia penelitian, kita

1

Wardi bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos,1987), hal.1

2

Imam Suprayogo, Metode Penelitian Sosial Agama (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2001), hal.6


(1)

95

Untuk itu setiap manusia diharapkan selalu menjagalisannya agar tidak terjerumusdalam dosa. Ucapan yang melecehkan Al-Qur’an sebagai simbol agama Islam sangat dilarang dalam agama Islam. Ungkapan negatifdalam sinetron Ustad Fotocopy di atas banyak melecehkan simbol agama dan seharusnya dihindari. Ungkapan-ungkapan tersebut tentu saja menimbulkan efek negatif bagi dakwah.

Dakwah harus disampaikan dengan halus dan tidak menyinggung mad’u, apalagi sampai mengeluarkan kata tidak pantas dan melecehkan agama Islam. Cara yang halus dan tidak menyinggung dapat dilakukan dengan memanggil mad’u dengan nama yang baik dan tidak mengolok-oloknya.

Jika parada’i termasuk juga sinetron yang bertindak sebagai media dakwah mampu mentaati etika dakwah seperti yang tercantum di atas, bukan tidak mungkin tugas dakwah akan tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran sesuai dengan amanat dari Al-Qur’an dan Hadits.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sinetron Ustad Fotocopy yang merupakan sinetron religi. Ungkapan negatifdalam sinetron Ustad Fotocopy banyak melecehkan simbol agamadan perlu dihindari. Ungkapan negatif yang melecehkan simbol agama ada pada ungkapan ustad syaraf, ustad peak, haji sedeng, haji bogel dan lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut tentu saja menimbulkan efek negatif bagi dakwah karena mengurangi nilai dakwah. Gelar ustad dan haji yang merupakan suatu kehormatan harus dinodai dengan ungkapan-ungkapan yang tidak lazim dalam sinetron.Berdakwah melalui media sinetron seharusnya bisa memperhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan etika dalam dakwah yaitu dengan selalu menjaga sikap batin, penampilan, dan adab atau kesopanan. Sikap batin bisa ditunjukkan dengan cara lemah lembut dalam berdakwah dan tidak menjelek-jelekan orang atau golongan lain. Adab atau kesopanan ditunjukkan dengan cara menghindari kata yang tidak bermanfaat. Semua itu dilakukan dengan tujuan tersampaikannya nilai dakwah yang sesuai dengan etika dakwah.

B. Saran

Berdasarkan penyajian data dan analisis yang dilakukan, maka peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut:


(3)

97

1. Bagi da’i

Da’i sebaiknya mampu menggunakan sikap batin, penampilan dan atau kesopanan dalam berdakwahsehingga pesan dakwah yang terkandung dalam sinetron tidak asal-asalan dan sesuai sasaran. Da’i dapat memberikan contoh sikap secara langsung melalui perbuatan-perbuatan yang mencerminkan keteladanan. Da’i juga harus mampu menjaga dari perbuatan yang bisamembuat mad’u tersinggung.

2. Bagi produser

Produser hendaknya mampu membuat sinetron religi yang benar-benar memperhatikan etika dakwah. Produser tidak asal menayangkan dan hanya mengejar ratting. Aspek dakwah dalam cerita sinetron seharusnya tidak dimasuki ungkapan negatif dan adegan kekerasan yang dapat merusak citra sinetron. Ungkapan negatif dan adegan kekerasan bisa mempengaruhi sikap dan pola pikir mad’u. Mad’u akan mudah meniru adegan yang ada dalam sinetron dan menjadikannya panutan yang menyesatkan.

3. Bagi orang Tua

Orang tua harus mampu memberikan arahan dan bimbingan setiap waktu kepada anak saat menonton sinetron. Orang tua harus mampu memberikan pengarahan dan pendampingan kepada anak ketika terjadi adegan dalam sinetron yang tidak sesuai dengan norma agama dan bisa menimbulkan efek negatif pada anak.


(4)

98

Anak dan pemirsa harus cerdas memilih tayangan sinetron yang berkualitas. Pemirsa harus jeli memilih jenis-jenis sinetron yang layak untuk ditonton dan tidak. Pemirsa harus mampu mengkritik sinetron jika sinetron tersebut dianggap merugikan dan membahayakan anak. Semoga sinetron di Indonesia selalu memberikan tontonan yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia dan tetap menjaga etika dakwah. Jika semua sinetron di Indonesia menaati etika dakwah, bukan tidak mungkin tujuan dakwah akan tersampaikan denganbaik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah Kontemporer, Semarang: PT. Pustaka, 2006. Rizki Putra. Andre, Martin dan F. V Bhaskarra. Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Karina, 2002.

An-Nabiry, Fathul Bahri. Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i, Jakarta: Amzah. 2008.

Anshari, Hafi. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993. Arifin, Anwar. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Arifin, Johan. Etika Bisnis Islami, Semarang: Walisongo Press, 2009.

Azizy, Qodry, A. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat, Meneropong.Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.

Dedi, Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002.

Faqih, Syarif H. Menjadi Dai yang Dicinta Menyampaikan Dakwah dengan Cara yang Efektif, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Firlani, Andi. Sinetron Apa Maumu?, Yogykarta: Leutika Prio, 2011.

Ghozali, Bahri. Dakwah Komunikatif, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997. Hafidhuddin, Didin. Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Hasan, Muhammad Ali. Mengamalkan Sunnah Rasulullah, Jakarta: Prenando Media, 2005.

Illahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah, Bandung: Rosdakarya, 2010.

Kusnawan, Aep. Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek), Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Kuswadi, Wawan. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Televisi, Bandung: Rineka Cipta, 1996.


(6)

Ma’arif, Bambang Saiful. Komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Mufid, Muhammad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Jakarta: Kencana, 2005

Muhyidin, Asep, Agus Ahmad Syafe’i. Metode Pengembangan Dakwah,

Bandung: PT. CV Pustaka Setia, 2002

Omar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1971

Pranowo. Berbahasa Secara Santun, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009.

Qosim, Tarmana Ahmad. Metodologi Dakwah dalam Al Qur’an, Jakarta: Lentera, 1997.

Qowiyurrijal, Nashrudin dan Andi Firlani. Sinetron, Menghibur diri Sampai Mati, Yogykarta: Leutika Prio, 2011.

Ruslan, Rossady. Metode Penelitian “Public Relations dan Komunikasi”, Jakarta: Raja Grafisindo, 2006.

Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.

Wahid, Fathul. E-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, Yogyakarta: Gava Media, 2004.

Wardhana, Veven,SP. Televisi dan Prasangka Budaya Massa, Jakarta: PT. Media Lintas Inti Nusantara, 2001.

Skripsi:

Fanani, Abdul Halim. Pesan Moral Dalam Biskuit Oreo Versi “Oreo dan Handphone Ayah”( Semiologi Roland Barthes ). Surabaya: Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.

Sa’diyah, Chalimatus. Analisis Simbol Iklan Rokok Dji Sam Soe Gold Edisi Halus

Dan Mantap. Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 2011.

Internet