NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR KARYA HABIB SYEKH BIN ABDUL QADIR ASSEGAF.
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR
KARYA HABIB SYEKH BIN ABDUL QADIR ASSEGAF
SKRIPSI
Oleh :
Ahmad Nurus Shobah
NIM : D01211003
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
(2)
ii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR
KARYA HABIB SYEKH BIN ABDUL QADIR ASSEGAF
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Surabaya
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Islam(S.Pd.I)
Oleh :
Ahmad Nurus Shobah
NIM : D01211003
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
(3)
Surabaya, 2016
AHMAD NURUS SHOBAH D01211003
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Shobah,Ahmad Nurus. 2016. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Syair-Syair Karya Habib Syekh Bin Abdul Qadir Assegaf. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Dosen Pembimbing : M. Bahry Musthofa, M.Pd.I.
Kata Kunci : Pendidikan, Akhlak, Syair, Habib Syekh.
Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf sebagai pendakwah, memang belum dikenal secara luas di masyarakat. Namun di kalangan jamaah majelis shalawat atau kegiatan Maulidan, Habib Syekh cukup dikenal. Terutama karena ia memiliki suara yang sangat merdu. Dengan suara yang merdunya, Habib Syekh berhasil memikat kalangan muda sehingga mereka menyukai qashidah dengan syair-syair yang sebagian besar bersumber dari kitab Simthud Durar. Habib Syekh juga membacakan syair-syair karyanya yang sangat digemari oleh kaum muda. Syair-syair yang diciptakan sebagian besar berisi tentang ajakan memperbaiki akhlak sebagai seorang muslim juga berisi tentang ajakan cinta kepada Nabi dan para sahabatnya serta meneladani baginda Rasulullah SAW.
Yang menjadi fokus penelitan ini adalah Nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang ada dalam syair karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang ada dalam syair karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf.
Jenis Penelitian skripsi ini adalah penelitian Kualitatif. Sumber Data Primer dalam penelitian ini adalah Syair-syair Karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf, Buku Gema Shalawat & Dakwah di Nusantara Bersama Habib Syekh Bin Abdul Qadir Assegaf sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai penddikan akhlak madzmumah dalam syair karya Habib Syekh yang terdapat dalam syair kebo sapi bait ke 6 dan 7 berisikan tentang nilai pendidikan mencegah diri dari mudah membid’ahkan orang lain, dan syair shalli
wasallim bait ke 7 berisikan nilai pendidikan agar menjagadiri dari berdua dengan yang
bukan mahrom. Nilai-nilai penddikan aklak mahmudah dalam syair karya Habib Syekh
terdapat pada syair kebo sapi bait 1 dan 2 terdapat nilai pendidikan akhlak agar muru’ah atau
membiasakan perilaku baik mencari ilmu. Dan syair shalli wasallim pada bait ke 2 berisikan pendidikan akhlak agar memperbagus shalat, pada bait ke 4 dan 5 yang berisikan untuk membiasakan bersifat ukhuwah.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN SAMPUL ...ii
ABSTRAK ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
TRANSLITRASI ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...3
C. Tujuan Penelitian ...3
D. Kegunaan Penelitian ...4
E. Batasan Penelitian ...4
F. Definisi Operasional ...5
G. Metode Penelitian ...6
H. Sistematika Pembahasan ...9
BAB II: KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Akhlak ...12
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak ...15
3. Macam-Macam Akhlak Dalam Islam ...22
B. Kajian Tentang Syair 1. Pengertian Syair ...32
2. Fungsi Syair ...34
3. Macam-Macam Syair ...35
BAB III : BIOGRAFI HABIB SYEKH BIN ABDUL QADIR ASSEGAF A. Riwayat Hidup ...38
(8)
B. Mualai Berdakwah ...39
C. Berdakwah Dengan Shalawat ...43
D. Syair-Syair Karya Habib Syekh ...46
E. Syekhermania ...53
BAB IV: ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SYAIR-SYAIR HABIB SYEKH BIN ABDUL QADIR ASSEGAF A. Akhlak Madzmumah 1. Tidak Menutup Aurat. ...57
2. Berdua Dengan Bukan Mahram ...58
3. Mudah Membid’ahkan orang lain ...61
B. Akhlak Mahmudah 1. Mencari Ilmu ...64
2. Menjaga Shalat...65
3. Ukhuwah ...67
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...71
B. Saran ...72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
(9)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Akhlak merupakan dasar dan landasan yang kokoh untuk kehidupan
manusia, karena dengan pendidikan akhlak akan menjadikan hidup manusia
bermanfaat, baik di rumah, madrasah maupun di masyarakat.
Pendidikan akhlak wajib dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan
diberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk yang benar agar anak-anak terbiasa
dengan adat dan kebiasaan yang baik. Mereka harus dilatih sedini mungkin
berperilaku yang baik dari dalam keluarga. Sebab anak pada saat yang demikian
ini dalam keadaan masih bersih dan mudah dipengaruhi atau dididik, ia ibarat
kertas putih yang belum ada coretan tinta sedikitpun.
Pendidikan akhlak harus ditanamkan sejak anak masih dalam kandungan
agar nantinya terbiasa dengan hal-hal yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman
baik di rumah, di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya.
Sebagai contoh adalah akhlak Nabi Muhammad saw. dalam perjalanan
hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi
Rasul, rasul terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai
kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang
tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah laku
dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada
umumnya yang gemar berfoya-foya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian
(10)
2
artinya orang yang dapat dipercaya. Muhammad Saw sejak kecil hingga dewasa
tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan
yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti umumnya orang Arab
jahiliyyah waktu itu. Ia sangat benci kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari
keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.1
Berdasarkan hal tersebut maka anak perlu sekali diperhatikan akhlaknya
yang baik agar berguna dalam pembentukan pribadinya. Islam menuntut supaya
para ibu dan bapak mendidik ana-anaknya dengan pendidikan keagamaan, akhlak
serta ketrampilan dengan berbagai ilmu pengetahuan. Alangkah bahagianya jika
mempunyai anak yang mau menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai idola dan
contoh dalam kehidupan sehari-harinya, karena hanya rasullah yang pantas
dijadika teladan dalam segala hal. Firman Allah SWT :
Artinya:“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”.2
Dalam sebuah hadits juga dijelaskan, bahwa nabi Muhammad SAW di
dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang baik
1 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Muqaddimah), (Jakarta,
1984), 58.
2 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : PT Karya Toha
(11)
3
“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik)”. HR. Bukhari.3
Manusia berusaha untuk membina dan membentuk akhlaknya melalui
sarana yang disebut pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu alat kemajuan dan
ketinggian bagi seseorang dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan dapat
disampaikan melalui beberapa cara dan media dan dan pendidikan dapat pula
didapat dari berbagai sumber salah satunya adalah syair.
Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf sebagai pendakwah, boleh jadi
belum dikenal secara luas di masyarakat. Namun di kalangan jamaah majelis
shalawat atau kegiatan Maulidan, Habib Syekh cukup dikenal. Terutama karena
tokoh yang satu ini memiliki suara yang sangat merdu. Suaranya yang berat,
berwibawa lagi khas tidak hanya menyihir (menghipnotis) ribuan jamaah, tapi
juga menghentak para kawula muda yang biasanya dengan berpakaian putih-putih
mendatangi pengajian.
Dengan suara yang merdu ini, habib yang satu ini berhasil memikat
kalangan muda sehingga mereka menyukai qashidah dengan syair-syair yang
sebagian besar bersumber dari kitab Simthud Durar. Tidak jarang pula kemudian
kalangan muda ikut bergabung dalam majelis shalawat yang sudah ada.
Sebenarnya syair-syair qashidah yang dibawakannya bukanlah syair
puji-pujian yang baru, namun Habib Syekh berhasil membentuk dan mengemas irama
pembacaan maulid tradisional menjadi lebih indah dan menggoda telinga yang
3 HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 273 (Shahiihul Adabil Mufrad no. 207),
Ahmad (II/381), dan al-Hakim (II/613), dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Dishahih-kan oleh Syekh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 45)
(12)
4
mendengarnya. Selain itu dia juga mencipta sendiri lagu qashidah yang nada dan
iramanya dapat diterima telinga masyarakat, baik masyarakat yang akrab dengan
kegiatan majelis shalawat maupun masyarakat awam.4
Syair-syair yang diciptakan sebagian besar berisi tentang ajakan
memperbaiki akhlak sebagai seorang muslim juga berisi tentang ajakan cinta
kepada Nabi dan para sahabatnya serta meneladani baginda Rasulullah SAW.
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini
penulis akan mengkaji syair-syair karya Habib Syekh Abdul Qadir Assegaf
sebagai tokoh dakwah muslim ditinjau dari pendidikan akhlak, mengingat
pendidikan akhlak sangat penting bagi bangsa Indonesia. Judul penelitian yang
penulis angkat adalah “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair-Syair
Karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf”. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
beberapa masalah yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini, diantaranya
adalah:
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang ada dalam syair karya Habib
Syekh bin Abdul Qadir Assegaf?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang hendak dikaji tersebut maka penelitian ini
bertujuan untuk:
(13)
5
1. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang ada dalam
syair karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini dari skripsi ini diharapkan dapat
bermanfaat antara lain:
1. Bagi Perguruan Tinggi
Bagi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel khususnya Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam, penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya khazanah kepustakaan, juga dapat dijadikan dasar
pengembangan oleh peneliti lain yang mempunyai minat pada kajian yang sama
dan sekaligus sebagai penyelesaian tugas akhir bagi mahasiswa. Selain itu,
universitas mampu membuktikan untuk mencetak mahasiswa yang berkompeten
melalui adanya penelitian ini.
2. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan rujukan guna pengembangan kreatifitas diri dalam ikut
serta mencerdaskan kehidupan bangsa, utamanya dalam menanamkan nilai-nilai
dan norma-norma agama kepada generasi muda sedini mungkin sehingga mereka
benar-benar siap dalam menempuh kehidupan selanjutnya.
E. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Agar masalah ini terfokus, dan terhindar dari adanya interpretasi
meluasnya masalah dalam memahami isi skripsi ini, maka penulis memfokuskan
(14)
6
Selain dari pada itu, penulis menilai sangatlah perlu untuk menyajikan
beberapa sub pembatasan masalah pada penelitian ini, mengingat terdapat
beberapa syair yang dikenal oleh masyarakat sebagai syair Habib Syekh Abdul
Qadir Assegaf namun sebenarnya Habib Syekh hanya melantunkannya saja bukan
menciptakannya. Adapun syair karya Habib Syekh adalah sebagai berikut:
1. Syair Kebo Sapi.
2. Syair Repot.
3. Syair Shalli Wasallim.
4. Syair Uripe Nikmat.
F. Definisi Operasional
Untuk memperjelas penulisan penelitian ini serta menghindari adanya
kesalahpahaman, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai maksud dari
masing-masing kata yang terdapat dalam judul penelitian ini, yaitu sebagaimana
berikut:
1. Nilai
Nilai : banyak sedikitnya isi; kadar; mutu.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.5
3. Akhlak
Akhlak berarti budi pekerti, kelakuan.6
5 www.artikata.com/arti-325206-didik.php. (diakses tgl 13 Januari 2011, 12.00 AM) 6 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1997, 17.
(15)
7
4. Pendidikan Akhlak
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.7
5. Syair
Syair adalah puisi lama yg tiap-tiap bait terdiri atas empat larik (baris)
yangg berakhir dengan bunyi yg sama.
6. Karya
Karya ialah suatu hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil
karangan).
7. Habib
Habib merupakan gelar bagi bangsawan Timur Tengah. Ia merupakan
keturunan Rasulullah SAW, melalui Fatimah Az Zahra dan Ali bin Abi
Thalib.8
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini merupakan penelitian pustaka atau library research yang
bersifat kualitatif. Penelitian pustaka merupakan penelitian yang datanya
dikumpulkan dai buku-buku, jurnal, ensiklopedi, majalah surat kabar dan
internet. Dalam Buku Panduan Penulisan Skripsi dijelaskan bahwa library
research adalah telaah yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah
7 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung : P.T. Al Ma’arif, 1989). 19 8 Nur Sholikin, Para Habib Terkemuka di Indonesia, (Jogjakarta : Saufa, 2014), 5.
(16)
8
yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap
bahan-bahan pustaka yang relevan.9
Andi Prastowo menerangkan bahwa penelitian kepustakaan adalah
salah satu jenis metode penelitian kualitatif yang lokasi penelitian dilakukan
di pustaka, dokumen, arsip, dsb. Atau dengan kata lain metode penelitian ini
tidak menuntut peneliti untuk terjun ke lapangan melihat fakta secara
langsung.10
2. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber rujukan adalah sumber
primer maupun sekunder, antara lain:
a. Sumber data primer
Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini tentu sebuah
syair karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf seperti syair Kebo
Sapi, dan syair Repot dan sebuah buku Gema Shalawat & Dakwah di
Nusantara Bersama Habib Syekh Bin Abdul Qadir Assegaf yang memuat kisah Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf.
b. Sumber data sekunder
Sedangkan yang menjadi sumber sekunder dalam penelitian ini
adalah buku Para Habaib Terkemuka Indonesia, serta sumber data lain
yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.
9 Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi Program Strata Satu Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, (Surabaya: HMJ PAI, 2013), 10.
10 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,
(17)
9
3. Teknik Pengumpulan Data
Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut: (1) tes, (2) angket, (3) wawancara, (4) observasi, dan
(5) telaah dokumen. Dari kelima teknik pengumpulan data tersebut, peneliti
menggunakan teknik telaah dokumen atau biasa disebut dengan studi
dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis.
Dokumentasi merupakan salah satu teknik mengumpulkan data dengan
cara mencari atau mengumpulkan data terkait dengan permasalahan yang
diteliti, mulai dari buku, jurnal, majalah, internet dan sebagainya.
Sebagaimana yang dijelaskan Suharsimi Arikunto bahwa dokumentasi
merupakan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda,
dan sebagainya.11
Dalam melaksanakan studi dokumentasi ini peneliti memilih
syair-syaiir karya Habib Syekh sebagai bahan dalam pengumpulan data tersebut.
Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Peneliti membaca secara komprehensif dan kritis yang dilanjutkan
dengan mengamati nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam syair karya
Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf. Dan dari kegiatan ini peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan rumusan
masalah.
11 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). ( Jakarta:
(18)
10
b. Peneliti mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menganalisis syair
sesuai dengan rumusan masalah.
Dari langkah-langkah di atas diperoleh data verbal sebagai berikut: (1)
data berupa paparan bahasa yang mengemban nilai-nilai akhlak, (2) data
berupa paparan bahasa yang mengemban nilai-nilai akhlak, (3) bahan untuk
merelevansi nilai-nilai akhlak dalam syair karya Habib Syekh bin Abdul
Qadir Assegaf dengan Al-Qur’an dan Hadits.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data, maka penulis menggunakan analisis isi atau
analisis konten, yaitu teknik penelitian yang digunakan untuk mengetahui
simpulan dari sebuah teks/wacana, atau mengungkap gagasan penulis yang
termanifestasi maupun yang laten. Hal ini seperti yang diungkapkan Klaus
Krippendorff dalam bukunya Analisis Isi bahwa analisis isi merupakan teknik
penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel)
dan sahih data dengan memperlihatkan konteksnya.12
Menurut Patton, dalam metodologi penelitian kualitatif, istilah analisis
menyangkut kegiatan (1) pengurutan data sesuai dengan tahap permasalahan
yang akan dijawab, (2) pengorganisasian data dalam formalitas tertentu
sesuai dengan urutan pilihan dan pengkategorian yang akan dihasilkan, (3)
penafsiran makna sesuai dengan masalah yang harus dijawab.13
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika dari pembahasan penelitian ini terdiri dari beberapa bab antara
lain:
12 Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1993), 15.
(19)
11
Bab I : Pada bab ini merupakan bagian pendahuluan, yang meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, definisi
operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab II : Pada bab ini akan dikemukakan mengenai gambaran konsep
pengertian pendidikan Akhlak serta dasar dan tujuannya.
Bab III : Pada bab ini akan dibahas mengenai biografi Habib Syekh bin
Abdul Qadir Assegaf, mengkaji latar belakang kehidupannya,
serta syair syair karya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf.
Bab IV : Pada bab ini akan dipaparkan mengenai nilai- nilai pendidikan
Akhlak yang terdapat dalam syair karya Habib Syekh serta
analisis relevansinya dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Bab V : Pada bab ini merupakan bagian penutup, yang terdiri atas
kesimpulan dari penelitian serta saran. Pada bab ini penulis
memberikan jawaban atas rumusan masalah, serta saran terkait
(20)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Sebelum penulis membahas dan menjelaskan pengertian pendidikan
akhlak, terlebih dahulu di sini penulis memberikan pengertian secara terpisah
dari dua istilah tersebut yaitu pendidikan dan akhlak. Beberapa pendapat para
ahli tentang pengertian tersebut sebagai berikut :
a. Pendidikan
Dalam pengertian tentang pendidikan, para ahli ilmu pengetahuan
berbada pendapat, diantaranya adalah :
1) Menurut Ngalim Purwanto, bahwa “ Pendidikan ialah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulan dengan anak – anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah
kedewasaan.”1
2) Menurut Ahmad D. Marimba, bahwa “ Pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. “2
3) Suwarno mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara. “Adapun
maksud pendidikan yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak – anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai
1 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung; Remaja Rosda
Karya, 2000), 11
2 Ahmad D. Marimba, Op. cit., 19
(21)
2
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan bahagia
setinggi –tingginya.”3
4) Menurut M. Arifin, “ Pendidikan yang benar adalah yang memberikan kesempatan pada keterbukaan terhadap pengaruh dari
dunia luardan perkembangan dari diri anak didik. “4
5) M. Arifin mengutip pendapatnya Mortimer J. Adler mengartikan,
“Pendidikan adalah proses dengan mana semua kemampuan
manusia (bakat kemampuan yang diperoleh) yang dapat
dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurakan dengan kebiasaan –
kebiasaan yang baik melalului sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang
baik.”5
Dari beberapa pendapat ahli pendidikan di atas, maka di sini penulis
dapat mengambil kesimpulan, bahwa pendidikan adalah suatu proses
bimbingan secara sadar dari pendidik untuk mengembangkan kepribadian
serta kemampuan dasar siswa agar membuahkan hasil yang baik, jasmani
yang sehat, kuat dan berketerampilan, cerdas dan pandai, hatinya penuh
iman kepada Allah SWT dan membentuk kepribadian utama.
b. Akhlak
Beberapa ahli yang mendifinisikan tentang akhlak, diantaranya
adalah:
1) Menurut Ibnu Maskawih “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).”6
3 Kartini, Kartono, Bimbingan dan dasar - dasar Pelaksanaannya (Jakarta; Rajawali, 198
), 2
4 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 2000 ), 18
5Ibid, hlm. 20
6 Humaidi Tatapangsara, TIM Dosen Agama Islam, Pendidikan Agama Islam untuk
(22)
3
2) Menurut Imam Al – Ghozali “Akhlak ialah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dari sifat itu timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(terlebih dahulu). “7
3) Al – Qurthuby mengatakan “Suatu perbuatan manusia bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu
termasuk bagian dari kejadiannya. “8
4) Di dalam Ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak ilah budi
pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu
kelakuan baik yang merupakan akibat dari sifat jiwa yang benar
terhadap khaliqnya dan sesama manusia.9
5) Menurut Abdulloh Dirroz “Akhlak adalah suatu kekuatan dalam bentuk kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilik pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlaq jahat)”.
Selanjutnya menurut Abdulloh Dirroz, perbuatan – perbuatan manusia
yang dapat dianggap sebagai perwujudan dari akhlaknya, jika dipenuhi
dua syarat:
Pertama : Jika perbuatan itu dilakukan berulang kali sehingga menjadi
kebiasaan.
Kedua : Jika perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi
jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar
7 Humaidi Tatapangsara, TIM Dosen Agama Islam, Ibid. 224
8 Mahjudin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta ; Kalam Mulia, 1996), 3 9 Humaidi Tatapangsara, Op. cit., 2
(23)
4
seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau
bujukan dengan harapan-harapan yang indah dan sebagainya.10
Dari berbagai pendapat diatas dapatlah penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud “akhlaq“ adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan-perbuatan baik dan buruk dengan mudah
tanpa melalui pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu dan peruatan
tersebut sudah menjadi kebiasaan.
Setelah kita mengetahui pengertian satu persatu daripada pendidikan
dan akhlaq, maka kiranya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
pendidikan akhlak adalah suatu proses bimbingan atau pertolongan
mendidik secara sadar pada siswa agar dalam jiwa anak tersebut tertanam
dan tumbuh sikap serta tingkah laku atau perbuatan yang sesuai dengan
ajaran Islam, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohaninya untuk membiasakan perbuatan baik dengan mudah tanpa
melalui pertimbangan terlebih dahulu, akan tetapi perbuatannya
didasarkan pada keimanan, dan juga terbentuklah kepribadian yang utama.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak
a. Dasar pendidikan akhlaq
Seperti yang telah kita maklumi bahwa pendidikan akhlaq adalah
merupakan bagian daripada bidang studi pendidikan agama
disekolah-sekolah. Oleh karenanya dasar operasional yang digunakan oleh pendidian
akhlaq adalah sama dengan dasar operasional yang digunakan oleh
pendidikan agama di sekolah-sekolah islam di Indonesia.
(24)
5
Adapun pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia itu mempunyai
dasar yang cukup kuat. Dasar - dasar ini dapat dilihat dari tiga segi, yaitu :
Segi Yuridis, Segi Religius, Segi Psikologis. 11
1) Segi yurudis / hukum.
Yang dimaksud dasar segi yuridis / hukum adalah dasar-dasar
pelaksanaan pendidikan agama secara langsung ataupun ataupun tidak
langsung dapat di jadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan
agama di sekolah-sekolah ataupun lembaga - lembaga pendidikan
formal di Indonesia. Adapun bentuk dari dasar ini adalah sebagai
berikut :
a) Dasar ideal, yakni dasar dari falsafat Negara kita, yaitu
Pancasila khususnya sila pertama, yang berbunyi
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Dasar struktural / constitutional, yakni dasar dari UUD
1945 dalam Bab IX pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing - masing dan
beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
c) Dasar operasional, yaitu dasar yang secara langsung
mengatur pelaksanaan pendidikan Agama di
sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini seperti yang terkandung dalam
(25)
6
GBHN yang pada pokoknya menyatakan bahwa
pelaksanaan pendidikan agama secara langsung
dimasukkan kurikulum di sekolah - sekolah, mulai dari
sekolah dasar sampai universitas-universitas negeri.
2) Segi religious.
Yang dimaksud dasar religious dalam urian ini adalah
dasar-dasar yang bersumber dari agama Islam yang tertera dalam ayat Al -
Qur’an dan hadits.
Adapun ayat - ayat Al - Qur’an yang dapat dijadikan dasar
dalam pelaksanaan pendidikan Akhlak ini antara lain :
a. Surat An – Nahl ayat 125, yang berbunyi :
Artinya : “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk “.12
b. Surat Ali Imron ayat 104, yang berbunyi :
Artinya: “ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
(26)
7
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”13
c. Surat At - Tahrim ayat 6, yang berbunyi :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”14
Selain dari ayat Al – Qur’an seperti yang tersebut diatas, juga
berdasarkan hadits Nabi yang antara lain berbunyi :
نارِص ي ْ أ نادِ ي ا بأف ةرْطفْلا ىلع دل ي َاإ د لْ م ْنم ام
ناسِجمي ْ أ
Artinya : “ Tiadalah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa
fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tualah yang menjadikan beragama Yahudi, Nasrani, maupun Majusi “15
Dari ayat – ayat Al – Qur’an dan Hadits di atas, dapat kiranya
kita ambil pengertian bahwa di dalam ajaran agama Islam memang
ada perintah untuk mendidik agama anak, baik kepada orang lain
sesuai dengan kemampuannya. Dan rupanya perintah ini juga menjadi
13 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Ibid, hlm. 93 14Ibid, hlm. 951
(27)
8
pedoman atau dasar oleh para pendidik khususnya untuk
melaksanakan pendidikan agama yang didalamnya juga sudah
terkandung materi akhlaq.
Ringkasnya dasar pelaksanaan pendidikan akhlaq itu tidak beda
dengan dasar pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum ataupun lembaga-lembaga pendidikan islam formal lainny di
Indonesia.
3) Segi sosial Psikologis.
Yang dimaksud dengan dasar psikologis adalah dasar-dasar
pelaksanaan agama yang bersumber pada perasaan jiwa sikap
manusia akan adanya suatu dzat yang maha kuasa tempat mereka
berlindung dan memohon pertolongannya. Semua manusia di dalam
hidupnya didunia ini selalu membutuhkan adanya suatu pegangan
hidup yang di sebut agama.
Hal semacam ini terjadi baik pada masyarakat yang masih
primitive maupun masyarakat yang sudah modern. Oleh karena itu
maka manusia akan selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada
tuhan, hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkan diri
kepada tuhan itu berbeda-beda sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya. Oleh sebab itulah bagi orang-orang muslim diperlukan
adanya pendidikan akhlaq agar dapat mengarahkan fitrah mereka ke
arah yang benar, sehingga mereka akan dapat mengabdi dan
(28)
9
pendidikan agama dari suatu generasi berikutnya, maka orang akan
semakin jauh dari agama yang benar.
b. Tujan pendidikan akhlaq
Di dalam bab pendahuluan telah penulis katakan bahwa pendidikan
akhlaq itu mempunyai peranan yang sangat besar dalam sejarah kehidupan
manusia. Mengingat begitu besarnya peranan pendidikan akhlaq dalam
pembentukan pribadi manusia, maka lembaga pendidikan formal ini mulai
dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tnggi negeri
diwajibkan untuk memberikan pendidikan akhlaq pda peserta didiknya,
satu hal yang perlu kita ingat adalah bahwa didalam melaksanakan
penidikan akhlaq ini antara pendidikan yang dikelolah oleh Dedikbud
Depag itu mempunyai nama yang berbeda.
Di Depdikbud pendidikan akhlaq ini termasuk dalam bidang studi
agama islam dimana didalamnya sudah termuat materi pendidikan akhlaq.
Sedangkan untuk di lembaga yang dikelola Depag yang dalam hal ini
beberapa madrasah, maka pendidikan akhlaq itu merupakan salah satu dari
dari berbagai bidang studi yang diajarkannya. Jadi pendidikan akhlaq
dikemas dalam satu mata pelajaran khusus yang terpisah dengan pelajaran
agama lannya.
Walaupun antara pendidikan akhlaq dengan diajarkan di sekolah
umum dan sekolah-sekolah agama (madrasah) itu ada sedikit perbedaan
nama, namun keduanya mempunyai tujuan yang sama. Dalam hal ini
banyak ahli pendidikan yang memberikan ulasan tentang tujuan
(29)
10
dengan gaya bahasa yang agak berbeda namun semuanya mempunyai arah
yang sama.
Diantara para ahli tersebut adalah :
1. Menurut Barwamie Umarie : Tujuan pendidikan akhlak adalah
supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji,
serta menghindari yang buruk, jelek, hina, tercela.16
2. Menurut Anwar Masy’ari : Akhlak bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan yang jahat, agar
manusia memegang teguh perangai – perangai baik dan menjauhi
perangai – perangai yang jelek, sehingga terciptalah tata tertib
dalam pergaulan bermasyarakat, tidak saling membenci dengan
yang lain, tidak ada curiga – mencurigai, tidak ada persengketaan
antara hamba Allah.17
3. Menurut Menurut Moh. Ahiyah Al – Abrasyi: Tujuan dari
pendidikan moral dan akhlaq dalam Islam ialah untuk membuat
orang – orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.18
4. Menurut Mahmud Yunus : Sedikit berbeda dengan tokoh yang lain,
Mahmud Yunus mengklasifikasikan pendidikan akhlak itu sesuai dengan jenjang lembaga pendidikan, artinya setiap jenjang pendidikan itu, pendidikan akhlak mempunyai tujuan sendiri- sendiri mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Berdasarkan pada tujuan pendidikan akhlak seperti yang telah di
uraikan oleh para ahli diatas, maka disini penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa tujuan dari pendidikan akhlak secara umum adalah
sebagai berikut :
16 Barmawie Umarie, Materi Akhlak, (Solo; Ramadhan, 1991), 2
17Anwar Masy’ari, Akhlak Al - Qur’an. (Jakarta; Kalam Mulia, 1990) , 23
18 M. Athiyah Al - Abrasyi, Dasar - Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta; Bulan
(30)
11
a) Untuk mewujudkan ketaqwaan kepada Allah SWT, cinta kebenaran
dan keadilan secara teguh dan bertindak laku bijaksana dalam
kehidupan sehari – hari.
b) Untuk membentuk pribadi manusia, sehingga mereka dapat
mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik.
c) Untuk membentuk pribadi pekerti luhur, sopan santun, berlaku baik
dan sabar, serta rajin dan ikhlas beribadah kepada Allah SWT. agar
menjadi muslim yang sejati.
3. Macam-macam Akhlak
Macam-macam atau pembagian akhlak itu tidak terlepas dari nilai dan
perbuatan orang itu sendiri, apakah itu baik atau buruk. Adapun jika ditinjau
dari segi sifatnya, akhlak terbagi dua macam, yakni akhlak yang baik, disebut
akhlak mahmudah dan akhlak yang tercela, disebut akhlak madzmumah.19
Ulama’ akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan akhlak Nabi dan orang-orang Shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat
syaithan dan orang-orang tercela.20
Akhlak pada umunya terbagi menjadi dua, diantaranya adalah akhlak baik
(akhlakul karimah) dan akhlak buruk (akhlakul madzmumah). Berikut ini
penjelasannya:
a. Akhlak baik (Akhlakul Karimah)
Yang dimaksud akhlak adalah tingkah laku terpuji yang merupakan
tanda kesempurnaan iman seseorang pada Allah. Akhlak karimah
19
M. Solihin dan Rayid Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Nuansa, 2005), 107.
20Mahjuddin
(31)
12
dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.21 Menurut Al Ghazali,
berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan
yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan
diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan
yang baik, melakukannya dan mencintainya.22 Masih menurut Al Ghazali
seperti yang dikutip Iman Abdul Mukmin, beliau berkata: Akhlak terpuji
merupakan akhlak junjungan para Rasul dan amat penting dan amal paling
utama para shiddiqin.
Akhlak terpuji merupakan separuh agama, buah jerih payah
orang-orang yang bertaqwa dan taman para ahli ibadah. Sedangkan akhlak
tercela merupakan racun yang membubuh, mencelakakan, membangkang,
memalukan, dosa yang nyata dan kekejian-kekejian yang menjauhkan diri
dari Rabbul‘alamin.23 Al Ghazali juga memandang bahwa prinsip dasar
akhlak ada empat; bijaksana, berani, menjaga kehormatan dan adil. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bijaksana adalah keadaan dalam diri yang dengannya dapat
diketahui yang benar dan yang salah dari tindakan-tindakan yang
bersifat keinginan.
2. Berani adalah menjadikan kekuatan emosi sebagai penyelamat akal
ketika menyalurkan kekuatan tersebut.
3. Menjaga kehormatan adalah membimbing kekuatan hawa nafsu
dengan etika akal dan syari’ah.
21
Abdullah Rasyid. Aqidah Akhlaq, (Bandung: Husaini,1989). 73 22
Zahruddin & Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlaq, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004). 158
23
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlaq Nabi; membangun kepribadian muslim. (Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006). 239
(32)
13
4. Adil adalah keadaan dalam diri yang dengannya kebencian dan
hawa nafsu menjadi hilang dibawa sesuai tuntutan kebijaksanaan.24
Menurut Hamka, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk
berbuat baik, diantaranya:
1. Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain.
2. Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela.
3. Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani).
4. Mengharap pahala dan surga.
5. Mendapat pujian dan takut azab Allah.
6. Mengharap keridhoan Allah semata.
Banyak macam-macam akhlak mahmudah diantaranya adalah:
1. „Iffah
Hafidz Hasan Al-Mas’udi dalam kitabnya yang berjudul “Taysirul
Kholaq” mengemukakan „Iffah adalah sikap menjaga diri dari sesuatu
yang haram sifat madzmumah dan tidak terpuji. Ia termasuk sifat dan
akhlak yang amat mulia. Dari sifat inilah timbul banyak sifat mulia,
misalnya sabar, hidup sederhana, suka memberi, cinta damai, takwa,
tenang, berwibawa, menyayangi makhluk lain dan malu.25
2. Al-‘Afwu
Yaitu pemaaf dan mau bermusyawarah. Manusia tidak bisa lepas
dari lupa dan kesalahan. Firman Allah dalam surat dan ayat yang
sama, yang artinya “…Sebab itu maafkanlah kesalahan mereka; dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
24
Ibid, 239-240 25
(33)
14
3. Amanah/terpercaya
Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik berupa tugas,
titipan harta, rahasia, dan amanat lainnya, mesti dipelihara dalam arti
dilaksanakan sebagai mana mestinya. Demikian pula apabila berjanji,
hendaknya di tepati. Allah berfirman dalam surat al-Mu’minun ayat 8
yang artinya, “Dan yang memelihara amanat dan janji mereka …”
4. Al-Ukhuwah
Antara orang yang beriman dengan yang beriman lainnya bersaudara. Allah berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 10 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Sebab itu demikianlah (perbaikilah hubungan) antara keduanya dan bertakwalah kepada Allah, mudah-mudahan kamu mendapat rahmat (dari pada-Nya).
5. Muru’ah
Muru’ah ialah sifat yang mendorong untuk berpegang pada akhlak
mulia atau akhlak mahmudah dan kebiasaan baik. Muru’ah
merupakan tanda orang yang memiliki sifat „iffah dan takwa, orang
yang memiliki sifat muru’ah berarti orang tersebut bisa menjaga diri
dari sesuatu yang haram dan yang tidak baik, serta dirinya bersih dan
terpelihara. Oleh karena itu, orang yang memiliki sifat muru’ah pasti
orang yang bertakwa, tidak suka kesenangan-kesenangan, rela
menerima pemberian Allah kepadanya tanpa melihat kekayaan orang
(34)
15
6. Taat
Taat berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan
Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan
lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota lahir.
7. Sabar
Sabar ini terhadap 3 macam hal, yaitu sabar dalam beribadah, ialah
dimulai dengan niat yang ikhlas, ketika beramal tidak lupa kepada
Allah, sanggup menghadapi berbagai rintangan baik dari dalam
maupun dari luar. Kemudian shabar dalam menjauhkan diri dari
perbuatan ma’siyat, tidak tertarik dengan godaan duniawiyah yang
jelas tidak diperbolehkan dengan agama dan sabar yang ketiga adalah
shabar dalam mendapat musibah, kemungkinan belum tercapainya
cita-cita, tidaklah berputus asa, juga ditimpa malapetaka. Musibah
yang menimpa manusia ini juga ada 3 macam, yaitu kemungkinan
siksaan bagi orang yang berdosa, peringatan bagi orang mukmin yang
lalai dan ujian bagi orang-orang yang shalih. Firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 153 yang artinya, “Hai orang-orang yang
beriman, mohonlah pertolongan dengan shabar dan mengerjakan
shalat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang shabar.”
8. Al-Ta’awun/tolong menolong.
Tolong menolong merupakan ciri kehalusan budi, kesucian jiwa
dan ketinggian akhlak, memudahkan saling mencintai dan saling
mendo’akan satu sama lain, penuh solidaritas dan penguat
(35)
16
ayat 2 yang artinya, “Hendaklah kamu tolong menolong dalam
kebaikkan dan takwa, dan janganlah bertolongan dalam dosa dan permusuhan.”
b. Akhlak Tercela (Akhlak Madzmumah)
Menurut Al Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat
muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan
dengan fitrahnya untuk selalu mengarah pada kebaikan.26
Akhlakul madzmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal,
perampasan hak. Sifat ini telah ada sejak lahir, baik wanita maupun pria,
yang tertanam dalam jiwa manusia. Akhlak secara fitrah manusia adalah
baik, namun dapat berubah menjadi akhlak buruk apabila manusia itu lahir
dari keluarga yang tabiatnya kurang baik, lingkungan kurang baik,
pendidikan yang tidak baik, dan kebiasaan tidak baik sehingga
menghasilkan akhlak yang tidak baik.27
Akhlak tercela merupakan racun yang membunuh, mencelakakan,
membangkang, memalukan, dosa yang nyata dan kekejian-kekejian yang
menjauhkan diri dari Rabbul ‘alamin.28
Al Ghazali menerangkan 4 hal yang mendorong manusia melakukan
perbuatan tercela (maksiat), diantaranya:
1. Dunia dan isinya
26
Ibid,. 154 27
Asmaran. Pengantar Studi Akhlaq. (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan
Kemasyarakatan,1999). 105 28
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlaq Nabi; membangun kepribadian muslim .(Bandung: Remaja Rosda Karya.2006). 239
(36)
17
Yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan) yang
ingin dimiliki manusia sebagai kebutuhan dalam melangsungkan
hidupnya (agar berbahagia).
2. Manusia.
Selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan
keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka,
misalnya, dapat melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap
Allah dan terhadap sesama.
3. Setan (iblis).
Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda
manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.
4. Nafsu.
Nafsu ada kalanya baik (muthmainah) dan ada kalanya buruk
(amarah), akan tetapi nafsu cenderung mengarah pada keburukan.29
Banyak macam-macam akhlak madzmumah diantaranya adalah:
1. Al-Bukhlu,/kikir.
Orang yang kikir, tidak mau membelanjakan hartanya, baik untuk
dirinya, misalnya biar makan tidak baik dan bergizi, padahal uang
ada, baik untuk kepentingan keluarganya, maupun untuk kepentingan
orang banyak, yang merupakan zakat, infak atau sadakah. Bagi orang
yang kikir, mendengar istilah-istilah tersebut bagaikan petir di siang
hari. Sifat kikir ini dapat mempersempit pergaulan, sering menuduh
orang tama’ (ingin diberi). Kemudian orang yang kikir itu apabila
29
(37)
18
hartanya telah berkumpul, ia merasa kaya dan tidak lagi memerlukan
bantuan orang lain yang juga lupa kepada pemberinya. Allah
berfirman dalam surat al-Lail ayat 8-10 yang artinya, “Tetapi orang
yang kikir dan merasa dirinya serba cukup, dan mendustakan yang baik, akan kami mudahkan baginya (jalan) kesukaran.”
2. Berdusta.
Berdusta adalah mengada-adakan sesuatu baik dengan ucapan,
tulisan, maupun dengan isyarat, padahal sebenarnya tidak ada,
mungkin untuk kepentingan dirinya atau membela orang lain, atau
sengaja untuk menjatuhkan nama orang lain, apalagi lempar batu
sembunyi tangan. Firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 112 yang
artinya, “Siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkan kepada orang lain yang tidak bersalah, sesungguhnya dia memikul kebohongan dan dosa yang jelas.”
3. Khianat,
Khianat ini lawan dari amanat, apabila amanat dapat melapangkan
rezeki, maka khianat akan dapat menimbulkan kefakiran. Sifat
khianat ini seringkali tidak nampak, sehingga kadang-kadang ada
orang yang membela orang yang khianat karena ia tidak
mengetahuinya. Allah berfirman dalam surat al-Nisa ayat 107 yang
artinya, “Dan janganlah engkau membela orang-orang yang khianat
kepada dirinya sendiri, sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang yang khianat dan berdosa.”
(38)
19
4. Al-Jubn
Orang pengecut penuh dengan rasa takut, yang menyebabkan
dirinya menjadi hina, sebab sudah mundur sebelum dicoba, tidak
berani berjalan untuk mendapatkan kemenangan. Ia selalu iri
terhadap keuntungan atau hasil yang dicapai orang lain. Allah
berfirman dalam surat al-Nisa ayat 72 dan 73 yang artinya, “Dan
sesungguhnya di antara kamu ada orang yang lembek/pengecut kalau
kamu ditimpa bahaya (dalam perjuangan), dia berkata,
sesungguhnya Tuhan memberi karunia kepadaku karena aku tidak ikut beserta mereka. Dan kamu memperoleh karunia dari Tuhan (atas perjuanganmu), mereka tentu mengatakan, sebagai tidak ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan mereka, supaya aku
turut mendapat kemenangan yang besar.”
5. Al-Gibah
Menggunjing adalah mengatakan keadaan orang lain
dibelakangnya dengan celaan kepada orang-orang yang ada
dimukanya, dengan tujuan untuk menjatuhkan nama orang tersebut
atau tujuan lain, meskipun memang sebenarnya keburukan itu ada
pada orang yang digunjingnya. Bila tidak ada, hal itu merupakan
fitnah. Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 12 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sebagian kecurigaan itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan janganlah mempergunjingkan orang satu sama lain.”
(39)
20
6. Al-Hasad
Dengki atau hasud suatu perbuatan kerusakan terhadap orang lain,
kemungkinan timbul disebabkan ni’mat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang lain dengan keinginan agar ni’mat orang lain itu terhapus. Dengki juga karena benci dan dendam atas kegagalan usaha
dirinya, kemudian membuat cara-cara yang tidak diridlai Allah Swt.
Allah berfirman dalam surat al-Falak ayat 1-5 yang artinya, “Katakanlah. Aku berlindung kepada Tuhan subuh, terhadap bahaya makhluk yang diciptakan-Nya, dan dari kegelapan ketika ia telah datang, dan dari bahaya hembusan dalam ikatan, dan dari bahaya dengki ketika ia mendengki.”
7. Al-Ifsad/kerusakan.
Seringkali sifat perusak mendorong manusia dalam usaha
mencapai kepentingan pribadinya dengan tidak memperhatikan
akibatnya, misalnya merusak lingkungan baik sendiri-sendiri,
maupun bersama-sama dengan orang lain. Dalam surat Asyu’ara ayat
151-152 Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu turuti
perintah orang-orang yang melanggar batas. Yaitu orang-orang yang membuat kerusakan (bencana) di muka bumi, dan tidak mengadakan perbaikan.”
8. Al-Dzulmu
Dzalim atau aniaya adalah lawannya dari adil. Orang yang aniaya
baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain, akan
(40)
21
sesuatu pada tempatnya, yang akhirnya dapat menimbulkan
kehancuran. Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 59
yang artinya, “Tetapi orang-orang yang aniaya mengubah perkataan
dengan perkataan lain yang tidak dikatakan kepadanya, lantas kami turunkan kepada orang-orang yang aniaya siksaan dari langit, karena fasik.”
B. Kajian Tentang Syair
1. Pengertian Syair
Syair merupakan salah satu jenis puisi lama yang paling terkenal
dalam khazanah kesusastraan Indonesia lama atau kesusastraan Melayu
klasik. Istilah syair berasal dari kata Arab Syi’ir, yang berarti perasaan yang
menyadari.30
Menurut Usman, kata syair diperoleh dari proses penadhaman dalam
ilmu sharaf. Jika dirunut melalui ilmu sharaf tersebut, kata syair berasal dari
kata dasar sya’ara (
رعش
) yang berarti menembang, bertembang, bersyair,yang kemudian dalam proses penadhaman diperoleh kata sya^ir (
رعاش
)yang berarti penembang atau ahli bertembang. Sementara itu, kata syi’ir
dipakai untuk menyebut tembang.31
Di dalam Kamus Bahasa Melayu Nusantara, syair berarti karangan
bersajak yang tiap-tiap rangka atau baitnya terdiri dari empat baris atau larik
30 Anonim.. Esiklopedi Nasional Indonesia. (Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), 488 31 Usman, Zuber, Kesusastraan Lama Indonesia. (Djakarta: Gunung Agung, 1954),127
(41)
22
yang sama bunyi hujungnya sajak atau puisi.32 Sementara itu, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata syair berarti puisi lama yang tiap bait terdiri
atas empat larik atau baris yang berakhir dengan bunyi yang sama.33
Syair merupakan bentuk puisi lama yang digunakan untuk bercerita
atau berkisah. Oleh karena tergolong puisi naratif, maka syair tidak pernah
terdiri dari satu bait. Sebaliknya, syair selalu terdiri berpuluh-puluh bait,
bahkan beratus-ratus bait.
Syair juga memiliki aturan yang ketat, yakni
a. Tiap bait terdiri dari empat baris.
b. Keempat baris itu mengandung isinya.
c. Syair untuk menguraikan cerita sehingga tidak cukup hanya
satu bait tetapi memerlukan beberapa bait.
d. Pola sajak akhir a-a-a-a.
e. Tiap baris terdiri dari dua periodus dan tiap periodus terdiri
dari dua patah kata.34 Syair tidak terdapat sampiran. Semua
baris syair mengandung isi atau makna yang hendak
disampaikan.35
Namun, pada hakikatnya syair merupakan salah satu bentuk
kesusastraan Melayu klasik yang berupa karangan bersajak yang tiap-tiap bait
32 Tim, Kamus Bahasa Melayu Nusantara. (Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan
Pustaka Brunei 2003), 2647
33 Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 1114
34 Baribin, Raminah, Teori dan Apresiasi Puisi, (Semarang: IKIP Semarang, 1990), 21 35 Waluyo, Herman J, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1991), 8
(42)
23
terdiri dari empat baris yang bersajak sama. Umumnya persajakan atau rima
syair berpola a-a-a-a.
Akan tetapi, patokan tersebut tidaklah baku. Ada pula syair yang
berpola a-b-a-b dan a-a-a-b yang keempat barisnya tetap merupakan satu
kesatuan arti. Selain itu terdapat pula bentuk syair yang kurang luas
penggunaannya, yakni yang terdiri atas tiga baris dengan rima a-a-b, dan ada
juga syair yang hanya terdiri atas dua baris dengan rima akhir a-b atau a-a.
2. Fungsi Syair
Syair merupakan bentuk puisi lama yang sangat digemari oleh
masyarakat Melayu di masa lampau. Syair umumnya berisi suatu cerita atau
suatu uraian panjang. Namun, ternyata tidak hanya itu saja. Syair juga berisi
cerita angan-angan, sejarah, petuah-petuah, dan juga merupakan pengolahan
bebas dari sebuah prosa.36 Selain itu, yang perlu diingat bahwa syair
mengandung nilai-nilai luhur.
Syair bermula dari sastra lisan. Pada masa lampau, syair
didendangkan oleh seorang tukang cerita atau yang disebut pawang37.
Pendendangan syair biasanya dilakukan dalam suatu acara tertentu. Misalnya
upacara-upacara adat, pertunjukan seni, dan lain-lain. Bahkan sering pula
syair digunakan dalam suatu nyanyian-nyanyian.
Oleh sebab itu, syair berfungsi sebagai media penyampaian
pesan-pesan leluhur kepada generasi penerus, baik berupa nasihat atau cerita. Selain
itu, syair juga berfungsi sebagai pelipur lara atau hiburan bagi masyarakat.
36 Emeis, M.G, Bunga Rampai Melayu Kuno Bloemlezing Uit Het Klassiek Maleis,
(Djakarta: Groningen), 7
(43)
24
3. Macam-Macam Syair
Menurut Fang, syair dapat dibagi menjadi lima golongan berdasarkan
isinya. Adapun macam-macam syair tersebut adalah sebagai berikut.
a. Syair Panji
Syair panji merupakan syair yang berisi cerita atau hikayat dari
kesusastraan Jawa atau cerita panji. Contoh syair yang termasuk syair
panji antara lain: Syair Damar Wulan, Syair Ken Tambuhan, Syair
Panji Semirang, Syair Anggreni, Syair Undakan Agung Udaya, Syair
Wayang Kinudung, dan lain-lain.
b. Syair Romantis
Syair romantis merupakan syair yang berisi dongeng atau
angan-angan seorang pengarang. Sebagian besar syair romantis menguraikan
tema yang biasa terdapat di dalam cerita rakyat, pelipur lara, dan
hikayat. Contoh syair yang termasuk syair romantis antara lain Syair
Bidasari, Syair Yatim nestapa, Syair Abdul Muluk, Syair Sri Banian,
Syair Sinyor Kosta, Syair Cinta Birahi, Syair Putri Akal, dan lain-lain.
c. Syair Kiasan
Syair kiasan atau simbolik merupakan syair yang bersifat kias atau
sindiran terhadap suatu kejadian atau perbuatan seseorang. Biasanya,
pengiasan itu digunakan tokoh-tokoh binatang atau
tumbuh-tumbuhan.
Contoh syair yang termasuk syair kiasan antara lain Syair Burung
(44)
25
Mawar, Syair Nyamuk dan Lalat, Syair Pelanduk Jenaka, dan
lain-lain.
d. Syair Sejarah
Syair sejarah merupakan syair yang berisi unsur sejarah atau syair
yang berdasarkan peristiwa sejarah. Di antara peristiwa sejarah yang
paling penting adalah peperangan. Oleh karena itu, syair perang juga
termasuk syair sejarah yang paling banyak dihasilkan. Contoh syair
yang termasuk syair sejarah antara lain Syair Perang Mengkasar,
Syair Perang di Banjarmasin, Syair Raja Siak, Syair Siti Zubaidah
Perang Melawan Cina, dan lain-lain.
e. Syair Agama
Syair agama merupakan syair yang berisi nasihat, pengajaran yang
berhubungan dengan keagamaan. Berdasarkan isinya, syair agama
dibagi menjadi empat macam.
1) Syair Sufi
Syair sufi merupakan syair yang dikarang oleh tokoh sufi.
Biasanya berisi perenungan-perenungan manusia tentang
kehidupan yang dikaitkan dengan ketuhanan. Contoh syair ini
ialah syair-syair karya Hamzah Fansuri.
2) Syair yang Menerangkan Ajaran Ialam
Syair ini berisi tentang ajaran-ajaran yang ada dalam agama
Islam. Contoh syair ini antara lain Syair Kiamat, Syair Ibadat,
(45)
26
3) Syair Anbia
Syair anbia merupakan syair yang mengisahkan riwayat hidup
para nabi. Contoh syair ini antara lain Syair Nabi Allah dengan
Fir’aun, Syair Yusuf, Syair Isa, dan lain-lain.
4) Syair Nasihat
Syair nasihat merupakan syair yang bermaksud memberi
pengajaran dan nasihat kepada pendengar atau pembacanya.
Contoh syair ini antara lain Syair Nasihat Bapa Kepada Anaknya,
Syair Nasihat, Syair Nasihat Laki-laki dan Perempuan, dan
lain-lain.38
38Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik II, (Jakarta: Erlangga, 1993),
(46)
BAB III
BIOGRAFI HABIB SYEKH ABDUL QODIR ASSEGAF
A. Riwayat Hidup
Nama Habib Syekh Bin Abdul Qadir Assegaf sering kali terdengar di telinga melalui
acara shalawatan akbar yang diselenggarakan di berbagai kota di Indonesia. Setiap kali
terdengar diadakannya acara shalawatan yang dihadiri oleh Habib Syekh, maka para
Syekhermania1 berbondong-bondong dengan penuh antusias mendatangi tempat dimana
akan diadakannya acara shalawat bersama tersebut.
Bagi para penggemar musik-musik dakwah Islam di Indonesia, mungkin mereka sudah
mengenal salah satu tokoh spiritual pendakwah Islam, yaitu Habib Syekh Bin Abdul Qadir
Assegaf. Di tengah riuh ramainya bumi Indonesia dengan berbagai persoalan yang
bermacam-macam di segala lini kehidupan, muncullah sosok Habib Syekh yang dating
dengan gerakan shalawatnya yang akan membuat sejuk kalbu.2
Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf, Habib Syekh dilahirkan di kota Solo, Jawa
Tengah pada tanggal 20 September 1961 M. dia adalah anak dari 16 bersaudara, ayahnya
bernama Abdul Qadir Assegaf dan ayah memberi nama kepadanya “Syekh” seperti yang ia
tuturkan pada wawancara dengan stasiun televisi Al Hijrah di Malaysia sebagai berikut :
“Sebetulnya nama saya, jadi Syekh yang ada dalam nama saya itu bukan
gelar seorang guru, karna saya juga bukan guru, waktu itu ayah memberi nama pada saya Syekh dan orang memanggil saya Syekh bin Abdul Qadir Assegaf, bahkan kadang orang memanggil saya Syekh Abdul Qadir Assegaf, dikira saya ini guru, bukan, nama saya “Syekh”.” (Habib Syekh,
Wawancara, 2015)3
Ayahnya adalah seorang imam masjid Assegaf di Solo. Habib Syekh bermadzhabkan
Syafi’i, beraqidahkan Asy’ari, dan mengikuti sufi dari Al Imam Ghazali. Habib Syekh
1
Syekhermania adalah adalah suatu komunitas para Pecinta dan Pengamal Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, yang berkah Habib Syekh ia mengenal dan mengamalkan sholawat, sehingga menyebut komunitasnya Syekhermania.
2
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Op. cit., 129
3
Habib Syekh, 2015, Program Assalamualaikum, Wawancara oleh TV Al Hijrah Malaysia dan ditayangkan 26 April 08.00
(47)
mendapatkan pendidikan dari ayahnya semenjak dia kecil hingga ayahnya meninggal di saat
Habib Syekh berusia 20 tahun.
Setelah ayahnya meninggal, Habib Syekh berguru kepada beberapa guru yang diantara
gurunya adalah pamannya sendiri yakni Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf. Dia juga
berguru kepada seorang ulama besar di Solo yakni Habib Anis bin Alwy Al Habsyi yang
merupakan pengarang kitab mawlid Simthud Duror.4
Dari pendidikan yang diperoleh dari sang ayah, pamannya, serta Habib Anis Al-Habsyi,
ia memberanikan diri untuk mensyiarkan shalawat yang dimulainya dari kota Solo. Hingga
sampai saat ini syair shalawatnya begitu berkembang pesat. Dari syi’ar inilah Habib Syekh
dikenal secara luas oleh masyarakat, hal ini dikarenakan dia begitu piawai membawakan
nada-nada shalawat klasik. Suaranya yang berat, berwibawa serta khas akan menyihir dan
menghipnotis ribuan jama’ah yang mendengar lantunan shalawatnya.5
Habib Syekh mengamalkan berbagai ilmu yang telah didapat. Dia selalu mengajak
masyarakat agar cinta Rasulullah SAW hal tersebut dilakukan mulai dari kota solo.
Habib Syekh menjalankan dakwah dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Secara tidak
sadar, banyak masyarakat yang mulai mengikuti majelisnya, mulai dari anak-anak, remaja,
hingga kakek-nenek. Saat ini, majelisnya diikuti ribuan jama’ah mereka mengikuti majelis
tersebut untuk mengetahui pentingnya cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
B. Mulai Berdakwah
Perjalanan hidup Habib Syekh yang kini berusia 54 tahun ini cukup berliku. Habib Syekh
pernah Berjaya sebagai pedagang tapi kemudian gulung tikar. Di saat sulit itu, Habib Syekh
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, diantaranya dengan melakukan
4 Ibid. 5
(48)
dakwah ke pelosok-pelosok untuk melaksanakan tugas dari sang guru, Habib Anis Bin Alwi
Al Habsyi.6
Diawal tahun 90-an Habib Syekh memulai berdakwah dengan mendatangi
kampung-kampung tapi tidak memakai sholawat, hanya memberi tausiyah saja, Habib Syekh tidak
dipanggil atau diundang untuk memberikan tausiyah akan tetapi dia mendatangi karena
keinginannya. Setiap Ramadhan sekali, ia beserta saudara-saudaranya, pergi ke
kampung-kampung, ke desa-desa kita cari masjid untuk bedakwah dengan membagi takjil.7
Inspirasi Habib Syekh untuk selalu berdakwah bermula dari sang ayah, Habib Abdul
Qadir Assegaf. Ayahnya merupakan guru utama dan pertama. Ayahnya pulalah yang
mencetaknya sebagai orang yang cinta pada shalawat. Habib Syekh tidak pernah
mengenyam pendidikan pesantren karena pondoknya adalah ayahnya sendiri. Selain itu,
pondoknya adalah majelis atau masjid, yaitu di masjid Assegaf, Wiropaten, Pasar Kliwon,
Solo, dan ayahnyalah yang menjadi imam.
Usai shalat maghrib sampai menjelang isya’, Habib Abdul Qadir selalu mengajak Habib
Syekh untuk mengikuti Halaqah8 keilmuan, belajar al-Qur’an, dan membaca wirid secara
istiqamah. Disitulah, ia berkhidmat membersihkan masjid, yaitu menyapu dan mengepel.
Kegiatan itu dilakukan semenjak ia masih duduk dibangku SD.
Ayahnya, Habib Abdul Qadir menjadi sosok yang paling penting dalam dakwah Habib
Syekh. Ayahnya merupakan sosok yang tidak dikenal dan tidak mengenal siapa-siapa.
Hanya fakir dan miskin yang mengenalnya. Baginya, kaya atau miskin, tua atau muda,
laki-laki atau perempuan, hakikatnya mempunyai kedudukan sama.
Sosok kedua yang turut menjadi inspirasi dakwah Habib Syekh adalah ibunya. Ibunya
selalu memotivasi diri agar mempunyai keinginan yang kuat dalam berdakwah. Selain itu ia
6
Ibid. 133
7
Habib Syekh, 2015, Sudut Pandang Spesial Maulid Nabi Bersama Habib Syekh, Wawancara oleh TV9 dan ditayangkan 16 Januari 20.00.
8
Secara bahasa halaqah berarti lingkaran, sedangkan secara istilah halaqah berarti pengajian, dimana
(49)
juga terinspirasi dengan Habib Anis, Solo. Habib Anis ibarat rumah barunya. Ia dikenal
sebagai sosok ahli dzauq9 atau rasa sekaligus guru dalam akhlak, tidak ada duanya.
Saat takziah kerumah adik iparnya di Madiun, Habib Syekh bermimpi diperintahkan oleh
ayahnya untuk mengumandangkan iqamah sebagai tanda dimulainya shalat ashar. Dalam
mimpinya tersebut, hadir juga Habib Anis. Ayahnya kemudian berkata, “Wahai Anis, masuklah kamu menjadi imam, dan saya menjadi makmum.” Dari mimpi ini Habib Syekh merasa ada isyarat agar ia mengikuti atau belajar kepada majelis Habib Anis di masjid
Riyadh, Solo.
Dalam hal mental, Habib Syekh banyak belajar dari Habib Abdurrahman, pamannya,
dari Hadramaut. Pendidikan yang diberikannya luar biasa. Hampir setiap saat, ia dicaci dan
disalahkan, meski tidak bersalah.
Cacian, hinaan, merupakan pembelajaran agar Habib Syekh menjadi orang yang kuat,
tahan terhadap berbagai cacian, hinaan, umpatan, dan lain sebagainya. Hal ini ia ketahui
setelah ia menanyakan teman pamannya yang mendampingi ke Indonesia. Teman pamannya
tersebut mengatakan bahwa pamannya, Habib Ahmad bin Abdurrahman, adalah orang yang
cinta dan kagum terhadap pribadi keponakannya tersebut.10
Pada saat berdakwah, Habib Syekh tak Jarang diejek dan dicemooh oleh orang-orang
yang tak suka dengannya, namun dia tidak pernah marah atau mendendam kepada mereka
yang mengejeknya justru sebaliknya, dia tetap tersenyum dan memberi sesuatu kepada orang
tersebut.11
Pada awalnya, dakwahnya dimulai dari kampung ke kampung di seputaran kota Solo dan
sekitar Jawa Tengah. Dia mendatangi kampung kampung tersebut bukan karena ada yang
9
Dzauq adalah suatu rasa yang diterima oleh hati atau bathin, seperti rasa tentram karena merasa nikmat (ladzat) dalam menjalankan perintah Allah SWT seperti berdzikir, shalat dan lain sebagainya
10
Nur Sholikin, Op. cit., 225-227.
(50)
memintanya untuk memberikan tausiyah, akan tetapi Habib Syekh sendirilah yang ingin
memberikan tausiyah atau nasihat di kampung tersebut.
C. Berdakwah Dengan Sholawat
Setelah cukup lama Habib Syekh berdakwah dari kampung ke kampung, Habib Syekh
belum merasakan adanya perubahan pada jama’ah yang dinasihatinya. Hingga pada suatu
hari datang pamannya dari Yaman, waktu itu Habib Syekh sudah ikut majelis ditempat
Habib Anis bin Alwy Al Habsyi, Habib Anis bin Alwy Al Habsyi orang yang luar biasa, dia
adalah contoh akhlak yang luar biasa, dia adalah orang yang sangat mencintai anak-anak
muda untuk diajak kebaikan, dan Habib Syekh merasa senang dan tenang waktu disamping
Habib Anis bin Alwy Al Habsyi. Seperti yang diceritakannya saat wawancara dengan TV9
sebagai berikut:
“Waktu itu paman saya dari Yaman beserta Habib Anis melihat
dakwah saya, beliau berdua berkata kepada saya “ Wahai anakku, engkau mempunyai suara”. Kemudian paman saya juga memberikan buku Simthud Durar seraya berkata “wahai anakku, terima ini buku Simthud Durar ini, kamu baca, kamu punya suara, siapa tahu nanti
kamu sekalian menyampaikan ilmu dan ini dakwah dengan shalawat.”12
Medengar pesan pamannya tersebut, shalawat Simthud Durar terus dibaca. Hingga pada
akhirnya, orang berduyun-duyun mendatangi majelis ta’lim dan shalawat Habib Syekh. Agar
bisa akrab dengan jamaahnya dengan mempelajari bahasa jawa.
Kecintaan Habib Syekh terhadap shalawat sebenarnya sudah tumbuh sejak kecil. Tapi,
kecintaanya hanyalah sebuah kecintaan yang dapat diaplikasikan dikeluarga. Pada waktu
itu, hanya ayahnya yang mendengarkan shalawat merdunya. Ketika ada tamu yang dating
kerumah, ayahnya akan memanggilnya untuk membaca shalawat dan kasidah. Ia pun hanya
mendendangkan dua lagu bagi tamu yang datang.13
12
Habib Syekh, 2015, Sudut Pandang Spesial Maulid Nabi Bersama Habib Syekh, Wawancara oleh TV9 dan ditayangkan 16 Januari 20.00
13
(1)
51
Didalam syair Habib Syekh dicontohkan berbagai permasalahan diantaranya ketika kita sudah dalam masa zakat, maka bersegeralah menunaikan zakat, dikarenakan saudara atau pun tetangga yang kurang mampu berharap bagiannya. Ketika memiliki kelebihan harta maka kita harus mengingat tetangga atau saudara kita. Sebagai makhluk social tentunya kita pasti akan membutuhkan yang lain dan kita harus menyadari bahwa berbuat baik kepada saudara dan tetangga merupakan suatu ibadah.
Selain itu ketika tetangga atau saudara kita berhutang, kita tidak boleh meminta bunganya seperti halnya yang dilakukan oleh bank-bank konvensional. Sebab bunga dari utang piutang adalah riba dan riba hukumnya adalah haram. Allah berfirman dalam surat Al Imran sebagai berikut:
ا يأٓ ي
ٱ
ي
ْا كۡأت َ ْا نماء
ٱ
ْآ ب
ۖٗةفع م اٗف ع ۡضأ
ٱ
ْا قت
ٱ
ّ
ۡم ع
ح ۡفت
٠٣١
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan
Dengan mengamalkan apa yang terkandung dalam syair karya Habib Syekh berarti kita berusaha menjadi orang yang bertakwa kepada Allah. menjalankan segala perintah dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah SWT.
(2)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
BAB V PENUTUP A. Simpulan
Skripsi ini mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair-syair karya Habib Syech bin Abdul Qadir As Segaf beserta latar belakang Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegaf dapat disimpulkan sebagai berikut:
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam syair-syair karya Habib Syekh tersebut adalah sebagai berikut :
1. Akhlak Madzmumah
Nilai-nilai penddikan aklak dalam syair karya Habib Syekh yang terdapat dalam syair kebo sapi bait ke 6 dan 7 berisikan tentang nilai
pendidikan mencegah diri dari mudah membid’ahkan orang lain, dan syair
shalli wasallim bait ke 7 berisikan nilai pendidikan agar menjagadiri dari berdua dengan yang bukan mahrom.
2. Akhlak Mahmudah
Nilai-nilai penddikan aklak dalam syair karya Habib Syekh terdapat pada syair kebo sapi bait 1 dan 2 terdapat nilai pendidikan akhlak agar bersemangat dalam mencari ilmu. Dan syair shalli wasallim pada bait ke 2 berisikan pendidikan akhlak menjaga shalat baik dalam berjama’ah maupun memenuhi kesempurnaan shalat, pada bait ke 4 dan 5 yang berisikan untuk menjaga ukhuwah, baik kepada tetangga, saudara ataupun kepada sesama.
(3)
71
B. Saran
Ada beberapa saran penulis terhadap semua orang yang sudi membaca skripsi penulis yaitu :
1. Penulis berharap agar pembaca yang budiman selalu menjaga iman dan ketakwaan kepada allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
2. Penulis berharap pendidik maupun orang tua untuk mendidik anak dengan sungguh-sungguh, terutama dalam aspek keagamaannya. Sehingga peserta didik atau anak-anak mempunyai pondasi keagamaan yang kokoh dalam mengarungi kehidupan di zaman sekarang maupun yang akan datang. 3. Pendidikan atau pelajaran tidak hanya sebatas apa yang disampaikan oleh
guru dalam kelas saja. Karena pelajaran atau pendidikan dapat kita peroleh dimanapun dan kapanpun dan disampaikan oleh siapapun dan dengan gaya atau metode yang bermacam-macam.
4. Pendidik hendaknya menyadari bahwa melantunkan sebuah syair lagu atau sholawat juga merupakan metode pendidikan yang mudah diterima dan mudah diserap maknanya bagi peserta didik.
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muhammad, Nasyrathi Ta’rif, Jeddah, Daar al-Manhaj, 1997. Ahmad Abu Bakar, Musnad Bazzar, Maktabatul ‘ulum wal Hikam, Madinah,
1988.
Al – Abrasyi, M. Athiyah, Dasar - Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta; Bulan Bintang, 1990.
Ali, Abu Qasim, tubayyinu kadzibilmuftary, Daarul Kutub al-Araby, Beirut, tt. An-Nabhani, Taqiyuddin, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, Beirut: Dar
al-Ummah.1990.
Anonim, Esiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Delta Pamungkas, 1997. Arifin, M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 2000
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta: Rineka Cipta. 2002.
At Tuwaijry, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Shalat berjama’ah, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007.
Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya; Mahkota, 1989. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1997.
Emeis, M.G, Bunga Rampai Melayu Kuno Bloemlezing Uit Het Klassiek Maleis, Djakarta: Groningen, tt.
Fang, Liaw Yock, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik II, Jakarta: Erlangga, 1993.
Habib Syekh, Program Assalamualaikum, Wawancara oleh TV Al Hijrah Malaysia, 2015.
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taysirul Kholaq, Surabaya: Al-Hidayah, 1997. Herman J, Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Erlangga, 1991.
Husain, Abu Bakar, Syu’bul Iman, Jilid 14, Mumbai-India, Maktabah ar-Rasyid 2003.
(5)
Kartini, Kartono, Bimbingan dan dasar - dasar Pelaksanaannya, Jakarta; Rajawali, 1998.
Krippendorff, Klaus, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
Mahjudin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta ; Kalam Mulia, 1996. Majalah Kisah Islam AlKisah, 2008
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, Bandung;
Al-Ma’arif, 1989.
Masy’ari, Anwar, Akhlak Al - Qur’an. Jakarta; Kalam Mulia, 1990.
Muflih, Ibnu, al-Mubdi' fi Syarh al-Muqni', Jilid I, Beirut: Maktab al-Islami, 1974.
Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung; Remaja Rosda Karya, 2000.
Qamar, Mohammad Ahmad, Min Hudal Qur’an, Majalah Rabithah Alam Islami, Mekkah.
Raminah, Baribin, Teori dan Apresiasi Puisi, Semarang: IKIP Semarang, 1990. Rusyd, Ibnu, Bidayat al-Mujtahid. Jilid I, Maktabah wa Matba’ah Taha, tt.
Sa’i, Muhammad Na’im, MasyaAllah Remaja, DIVA press, Jogjakarta, 2008. Sholikin, Nur, Para Habib Terkemuka di Indonesia, Jogjakarta: Saufa, 2014. Solihin M. dan Rasyid Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: Nuansa, 2005 Syaerozi, Abu Ishaq, al-Muhadzab, tp, tt, jilid1.
Tatapangsara, Humaidi, TIM Dosen Agama Islam, Pendidikan Agama Islam untuk Mahasiswa, Malang; Ikip Malang, 1999.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT Karya Toha Putra, 1998.
Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi Program Strata Satu Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, Surabaya: HMJ PAI, 2013.
Tim, Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei 2003.
Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Umar, Abdul Qadir, Mauladdawilah, Gema Shalawat & Dakwah di Nusantara bersama Habib Syeikh Bin Abdul Qadir Assegaf, Malang: Pustaka Basma, 2015.
Umarie, Barmawie, Materi Akhlak, Solo; Ramadhan, 1991.
Usman, Zuber, Kesusastraan Lama Indonesia, Djakarta: Gunung Agung, 1954. Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, Solo; Ramadhani, 1993.
Website
http://lukmansm17.blogspot.co.id/2014/12/tentang-syekher-mania.html www.faster86.com/2015/10/syekhermania-satu-kata-sejuta-makna.html