NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SYAIR TANPO WATON KARYA KH. MUHAMMAD NIZAM ASSHOFFA.

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SYAIR TANPO

WATON KARYA KH. MUHAMMAD NIZAM ASSHOFA

SKRIPSI

Oleh:

ANDRIAS EKO WIBOWO NIM. D01210019

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2017


(2)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SYAIR TANPO

WATON KARYA KH. MUHAMMAD NIZAM ASSHOFFA

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

ANDRIAS EKO WIBOWO NIM. D01210019

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRACT

Andrias Eko Wibowo, D01210019, 2017. The values of the Islamic Education In Poem

Tanpo Waton written by KH. Muhammad Nizam Asshoffa, Thesis of Islamic Religious

Education program in UIN Sunan Ampel Surabaya.

Keywords: Values, Islamic Education, Poem, Tanpo Waton

This research aims to analyze the values of Islamic education in poem Tanpo Waton written by KH. Muhammad Nizam Asshoffa. This research is a qualitative one. The collection of it’s data is done by observation, documentation, and literature review. While the analysis of it’s data is done by content analysis model.

In general, Islamic education means the instrument of spreading religious values that become the medium for the transformation of values and knowledges have function as the founder of the style of human culture and civilization. The values of Islamic education is the abstract conception which can be used as the guider in life, which gives meaning and validation to the act of someone about what is goodness, truth, wisdom, and useful. So all the available potential develops, and it does not reject the existing science and technology in society. Because religious education has always contact with existing knowledge and technology. However, it must always be balanced with the efforts to uphold the values, dignity and morality of humanity, considering that the tenets of Islam is as a religion of humanity.

After the data have been analyzed by researchers, then they can be concluded that the values of Islamic education in the poem Tanpo waton are consist of: (1) Aqidah Values, including: Faith in Allah, faith in His books, faith in His Messengers, and faith in the Last Day. (2) The values of Worship, including: the importance of understanding the religion science and practice it, fond of dzikr, mysticism (suluk), and reciting al-Qur'an. (3) Moral Values, including: glad to grateful, learning lesson or the yellow books, tolerance, patience and trust, no loving to the world , no being hard-hearted and no being sloppy, no being jealous and no overbearing.


(8)

x

DAFTAR ISI

Sampul Dalam ... i

Pernyataan Keaslian ... ii

Lembar Persrtujuan Pembimng ... iii

Lembar Persetujuan dan Pengesahan ... iv

Abstrak ... v

Motto ... vi

Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

E. Penelitian Terdahulu ... 8

F. Definisi Oprasional ... 10

G. Metode Penelitian... 14

H. Sistematika Penelitian ... 20

BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Pendidikan Islam ... 21

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 21


(9)

3. Tujuan Pendidikan Islam... 29

B. Tinjauan Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 32

1. Nilai Pendidikan Aqidah ... 33

2. Nilai Pendidikan Ibadah ... 38

3. Nilai Pendidikan Akhlak ... 40

BAB III SYAIR TANPO WATON KARYA KH. MUHAMMAD NIZAM ASSHOFA A. Biografi KH. Nizam As-Shoffa ... 43

1. Perjalanan Hidup KH. Muhammad Nizam Asshoffa ... 43

2. Corak Pemikiran KH. Muhammad Nizam Asshoffa ... 45

3. Karya KH. Nizam Muhammad Asshofa ... 46

B. Latar belakang penulisan... 47

C. Redaksi Syair Tanpo Waton dan Terjemahnya ... 51

BAB IV ANALISIS TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SYAIR TANPO WATON A. Hakikat Makna Syair Tanpo Waton karya KH. Muhammad Nizam Asshoffa... 59

B. Kandungan Nilai Pendidikan yang terkandung dalam Syair Tanpo Waton karangan KH. Muhammad Nizam Asshoffa ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi yang kini sedang berlangsung telah memperhasilkan kemajuan disegala bidang. Gerak dan mekanismenya ilmu pengetahuan melaju begitu cepat, perkembangan informasi dan komunikasi semakan canggih. Namun harus diakui era globalisasi juga membawa imbas negatif bersamaan dengan tujuan positif yang ingin di capai. Hal ini karena era globalisasi atau era keterbukaan sehingga akulturasi budaya mudah sekali terjadi. Masyarakat sulit sekali menyaring budaya barat yang masuk, sedang budaya tersebut belum tentu baik. Akibatnya terjadilah kemerosotan moral. Selanjutnya munculah pola kehidupan yang jauh dari nilai-nilai dan etika, terjadi kesenjangan ekonomi, pola hidup permisif, individualis, dan lain-lain.

Sebagai contoh kenakalan remaja di dalam lingkungan kita saja sudah banyak, itu karena kurangnya peran orang tua dalam memberikan pembelajaran agama kepada anaknya. Dengan itulah di butuhkan peran orang tua dalam mengajarkan ibadah agar anak tidak mudah terjerumus dalam pergaulan bebas yang telah marak di lingkungan kita saat ini. Menghadapi realitas di atas, pendidikan harus tampil sebagai caunter sekaligus bertanggung jawab mewujutkan masyarakat yang didalamnya tercermin nilai-nilai dan etika yang dijunjung tinggi. Hal ini sesuai misi yang dibawa oleh pendidikan itu sendiri yaitu membangun manusia yang utuh, manusia yang seimbang


(11)

2

jasmani dan rohaninya, manusia yang mempunyai moral dan akhlak yang baik bagi dirinya maupun orang lain.

Dalam konteks islam, arah pendidikan terdiri dari intelektualitas, moralitas dan profesionalitas.1 Intelektualitas adalah orang yang menggunakan kecerdasan untuk bekerja, membayangkan, belajar, dan menggagas atau menjawab persoalan tentang gagasan.

Moralitas adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti, dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya.

Profesionalitas adalah wujud dari upaya optimal untuk memenuhi apa-apa yang telah diucapkan, dengan cara-cara yang tidak merugikan orang lain, sehingga semua tindakannya dapat di terima oleh unsur-unsur yang terkait.

Dengan demikian, maka pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang mutlak dibutuhkan.2 Karena dengan pendidikan agama efek yang datang dari dunia modern akan dibendung atau disaring mana yang baik dan mana yang buruk. Pendidikan bukan suatu yang bebas nilai, melainkan misi syarat yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena pada dasarnya pendididikan

1Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Simpress, 1993), h.

213.


(12)

3

dilandakan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan tidak bisa dipisahkan dari konteks social, cultural, dan politik yang lebih luas.3

Usaha pendidikan kalau dijabarkan lebih rinci akan membawa kepada sebuah proyeksi pendidikan ke arah :

1. Pembinaan ketaqwaan dan akhlakul karimah yang dijabarkan dalam pembinaan kompetensi enam aspek keimanan, lima aspek keislaman dan multi aspek keihsanan.

2. Mempertinggi kecerdasan dan kemampuan anak didik.

3. Memasukan pengetahuan dan teknologi beserta manfaat dan aplikasinya. 4. Meningkatkan kualitas hidup.

5. Memelihara, mengembangkan serta meningkatkan budaya dan lingkungan sekitar.

6. Memperluas pandangan hidup sebagai manusia yang komunikatif terhadap keluarga, bangsa, sesama manusia dan mahluk lainnya.4

Arah pendidikan di atas menunjukan nilai-nilai ajaran pendidikan islam yang sebenarnya tidak menolak ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di dalam masyarakat. Karena pendidikan agama senantiasa bersentuhan dengan pengetahuan dan teknologi yang ada.

Tradisi pemikiran islam mengambil sikap terbuka kepada ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sikap kaum muslimin yang spontan menghargai, mengadaptasi dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Namun

3Agung Nuryatno, Mazhab Pendidikan Kritis, (Yogyakarta: Resist Book, 2011), h.2. 4Jusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995) , h.110.


(13)

4

sikap terbuka itu harus senantiasa diimbangi dengan usaha untuk menjunjung tinggi nilai, harkat dan moralitas kemanusiaan, mengingat ajaran islam sebagai agama kemanusiaan.

Pendidikan Islam adalah sarana penyebaran nilai-nilai agama yang menjadi medium bagi terjadinya transformasi nilai-nilai dan ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai pencetus corak kebudayaan dan peradaban manusia.5 Pendidikan juga diarahkan sebagai upaya sebagai upaya pengembangan dan pembinaan seluruh potensi manusia tanpa terkecuali dan tanpa prioritas dari jumlah potensi yang ada, sehingga manusia mampu menghadapi tantangan zaman yang akan datang. Maka jelas pendidikan adalah sesuatu yang mutlak yang harus dimiliki semua orang di dunia.

Hakekat dari pendidikan adalah akhlak, sebagaimana yang dikatakan Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa hakikat pendidikan islam adalah seperti apa yang telah di tetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu pembentukan moral yang tinggi tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal dan ilmu praktis.6

Diantara sumber-sumber yang menjadi dasar serta rujukan pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dari situlah terurai nilai-nilai pendidikan yang hendak ditransformasikan kepada semua umat Islam yang ada di dunia ini. Penulis melihat bahwa pendidikan bukan hanya terdapat

5Syamsul Arifin dkk, Spiritualitas Islam dan PeradabanMasa Depan, (Yogyakarta:

Sipress, 1996),cet, ke-1, h.158.

6Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, terj. Tasirun Sulaiman,


(14)

5

dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist saja tapi juga dalam karya sastra manusia. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sudah menyisipkan suatu atau banyak nasehat dalam sebuah sastra yang mereka buat. Sedang untuk dapat menemukan pesan apa yang ada dalam sebuah sastra kita harus mampu memahami arti dan maksud dari pengarang membuat karya sastra itu sendiri.

Secara ideal, seorang manusia berkarya bukan saja mencerminkan situasi batin yang kosong, melainkan juga mencerminkan refleksinya terhadap realitas yang ada di kehidupan sehari-hari. Semua itu dilakukan sebagai ekspresi dan motivasi untuk memenuhi kebutuhan beraktualisasi diri. Namun dalam prakteknya, sebuah karya, apapun bentuknya tercipta minimal oleh tiga motivasi utama, yaitu :

a. Motivasi kearah entertainment, yaitu motivasi yang bertujuan komersil atau berorientasi pasar.

b. Motivasi estetis-rekreatif yang bertujuan untuk menghibur konsumen. c. Motivasi menyampaikan pesan-pesan dan nasehat

Karena sebuah karya sastra juga memiliki dimensi pendidikan, di dalamnya banyak disisipi nasehat. Pendapat inilah yang menjadi pijakan dalam penelitian ini.Pendidikan disini tentunya pendidikan dalam arti luas, yaitu pendidikan tidak hanya dilakukan dalam sebuah lembaga formal, namun juga dilakukan dimana saja dan kapan saja.

Dalam konteks penulisan ini, pendidikan dimaksud yaitu pendidikan


(15)

6

As-shofa atau yang lebih akrab disapa Gus Nizam, yang populer dikalangan masyarakat bahwasanya karya atau suara KH. Abdur Rahman Wahid (Gus Dur).

Selain dikenal sebagai seorang kyai, Gus Nizam juga sering mendendangkan banyak Sholawat atau syair. Karena dengan sholawat atau syair seseorang akan lebih mudah memahami pesan yang ingin di sampaikan. Hal ini dikarenakan bahasa yang di gunakan lebih mudah untuk dipahami.

Dari beberapa potongan syair, seseorang akan dengan mudah mengerti pesan yang di sampaikan oleh Gus Nizam yang prihatin terhadap realita kehidupan modern dalam masyarakat. Menurut syair itu, masyarakat cenderung belajar membaca tanpa memahami isi dari apa yang dia baca. Adapun potongan syair yang menjelaskan banyaknya orang yang hafal Al-Qur’an dan Hadist tapi belum bisa menganbil intisari dari hadist dan AL-Qur’an itu sendiri.

Dari syair itu masyarakat dapat mengerti apa gunanya mempelajari Al-Qur’an dan Hadist, bukan hanya mengerti arti tapi juga melaksanakan apa yang di ajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadist itu sendiri. Hal inilah yang menjadi motivasi utama penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam sebuah karya sastra.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang selanjutnya akan dibahas dalam skipsi ini, yaitu :


(16)

7

1. Bagaimana hakikat makna syair Tanpo Waton karangan KH. Muhammad Nizam As-Shofa?

2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terkandung dalam syair Tanpo

Waton karangan KH. Muhammad Nizam As-Shofa?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hakikat makna syair Tanpo Waton karangan KH. Muhammad Nizam As-Shofa.

2. Untuk mengkaji dan memahami nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam syair Tanpo Waton karangan KH. Muhammad Nizam As-Shofa.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritik

Secara teoritik penelitian ini daharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang pendidikan agama Islam kepada almamater, pendidik, dan pihak-pihak yang tertarik dan berminat dalam upaya mengembangkan pendidikan agama Islam melalui karya seni Islami. 2. Secara Praktik

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mempermudah seorang pendidik dalam memilih strategi pembelajaran yang menarik, yakni dengan memperdengarkan lagu-lagu religi kemudian menelaah syair-syair lagu tersebut dan mencari nilai-nilai pendidikan agama Islam yang ada di dalamnya.


(17)

8

Selain sebagai acuan dalam memilih metode pembelajaran, penelitian ini diharapkan dapat membuka tirai antara dunia pendidikan dan seni sehingga keduanya dapat saling berkaitan, juga dapat mengangkat nilai karya seni religi dalam dunia pendidikan agama Islam.

E. Penelitian Terdahulu

Manusia adalah makhluk yang sempurna yang di ciptakan oleh Allah yang banyak kelebihan dari makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Kelebihan itu adalah manusia mempunyai akal, intuisi dan daya imajinasi, sehingga manusia mampu menciptakan kebudayaan yang beragam dan peradaban termasuk karya sastra.

Dalam konteks penulisan ini, pendidikan dimaksud yaitu pendidikan melalui syair lagu, yang disampaikan oleh KH. Muhammad Nizam Asshofa atau yang lebih popular dengan nama Gus Nizam dan sering dibawakannya bahwa itu karya alm. KH. Abdur Rahman Wahid (Gus Dur)

Sudah banyak karya sastra yang diciptakan manusia. Dari sana muncul kritik dan pemaknaan sebagai konsekuensi dalam upanya mengetahui pesan-pesan di dalamnya, sebab bahasa sastra mempunyai keikhasan dalam menyampaikan pesan-pesan yang ingin pengarang sampaikan kepada orang lain.

Beberapa kritikan dalam sastra banyak ditemukan berbagai literatur dalam skripsi, buku, majalah, dan lain sebagainya. Beberapa literatur yang yang penulis temukan dalam kaitannya dengan skipsi ini antara lain :


(18)

9

Skipsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Syair Nasehat KH. R. Asnawi”, karya Ashfal Maula, mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga ini meneliti tentang nilai pendidikan Akhlak yang terkandung pada Syair Nasehat karya KH. R. Asnawi.7Bahwa Syair lagu ciptaan KH. R. Asnawi banyak mengandung pendidikan akhlak yang relefan untuk kurikulum. Tapi karena syair itu berbentuk bahasa jawa jadi kita harus mampu mengartikannya dalam bahasa Indonesia agar kita mampu untuk menerapkannya dalam dunia pendidikan yang ada dalam Negara kita.

Skipsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Syair-syair Lagu Roma Irama” yang di tulis oleh Sukron Ma’mun, mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga ini meneliti tentang nilai-niali pendidikan Islam dalam syair-syair lagu Roma Irama.8 Skipsi ini berkesimpulan bahwa

pendidikan islam bukan hanya kita dapat dalam bangku sekolah tapi juga dari lingkungan kita. Skipsi ini juga mempunyai kesimpulan bahwa syair lagu pun dapat menjadi media dakwah yang baik dalam masyarakat.Karena pada dasarnya manusia mempunyai rasa bosan dengan sesuatu yang hanya itu-itu saja. Mungkin dengan metode syair lagu maka masyarakat akan lebih mudah untuk memahami artinya.

Dilihat dari kajiannya, beberapa penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang peneliti sajikan dalam skipsi ini, karena penelitian ini

7Ashfal Maula, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Syair Nasehat KH. R. Asnawi

(mahasiswa fakultas tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2005)

8Sukron Ma’mun, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Syair-syair Lagu Roma Irama,


(19)

10

membahas tentang syair yang benar-benar di buat untuk berdakwah di kalangan Umat Islam yang ada. Syair ini pun di buat dengan bahasa-bahasa yang mudah untuk dipahami dan berisi ajaran tarekat islam dan diperjelas dengan semua yang terjadi di lingkungan saat ini dan yang akan datang.

F. Definisi Operasional

Skripsi ini tentang “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Syair Tanpo Waton Karya KH. Muhammad Nizam Asshofa” supaya tidak menyimpang dari alur pembahasannya, maka penulis mendefinisikan dari judul tersebut :

1. Nilai

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, nilai berarti banyak sedikitnya isi, kadar, atau mutu.9 Sedangkan menurut Cholib Thoha yang mengutip pendapat dari Shidi Ghazalba, nilai adalah suatu yang bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan benda fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang menurut pembuktian empirik, melaikan soal penghayatan yang dikendaki, disenangi maupun tidak disenangi.10 Definisi lain menyebutkan bahwa nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.11

Nilai-nilai hidup dalam masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan berusaha membantu untuk mengenali, memilih, dan

9Tim Penyusun kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahas, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.281.

10Chabib Thoha, et al, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), cet ke-1, h.60-61.


(20)

11

menetapkan nilai-nilai tertentu sehingga dapat digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku secara konsisten dan menjadi kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.12

Konsepsi Islam dalam sistem nilai mencangkup tiga komponen nilai (norma), yaitu:

a) Norma Aqidah atau norma keimanan (iman kepada Allah, malaikat, Al-Qur’an, Rasul, hari kiamat dan takdir)

b) Norma Syari’ah yang mencangkup norma ibadah dalam arti khusus maupun luas (mencangkup aspek sosial) seperti:

1) Perumusan sistem norma-norma kemasyarakatan. 2) Sistem organisasi ekonomi.

3) Sistem organisasi kekuasaan.

c) Norma Akhlak, bersifat vertikal (Hablun Min Allah) dan horizontal (Hablun Min An-Nas; tata karma sosial)

2. Pendidikan Agama Islam

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang dilahirkan dalam keadaan lemah dan tak berdaya, namun demikian ia telah mempunyai potensi bawaan yang bersifat laten. Dalam perkembangannya manusia dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan, dan salah satu sifat hakiki

12Nurul zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta:


(21)

12

manusia adalah mencapai kebahagiaan. Menurut Tabataba’i, untuk mencapai kebahagiaan itu manusia membutuhkan agama.13

Sejak dilahirkan anak membawa fitrah beragama. Fitrah ini baru berfungsi melalui proses bimbingan dan latihan. Dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30, Allah berfirman:

ۡ قق

ق

أقف

ۡ

ۡ قتقر طقفۡۚام يقنقحۡ ق يقك قلۡ ق ق جقو

ٱ

ۡققكل

ۡٱ

يقت

قك

ل

ۡ

ۡقر قطقف

ٱ

ۡ قساقكنل

ۡ

ۡ ق

ق قلۡ قليق بقتۡاقلۡۚاق يق قع

ٱ

ۡۚققكل

ۡ

ۡ ق قلٰقذ

ٱ

ۡ يقك ل

ۡ

ٱ

ۡ قكيق

ل

ۡ

ۡقرقث ك

ق

أۡ قك قكٰقلقو

ٱ

ۡ قساقكنل

ۡ

ۡ عقيۡاقل

ۡقن ق

٠و

ۡۡ

ۡ

Artinya :“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama

Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama

yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”14

Pendidikan agama Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didik dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap, hidup, tindakan, dan pendekatannya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual yang sangat sadar oleh nilai etika Islam.mentalnya dilatih sehingga keinginan mendapat pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan keingintahuan intelektualnya saja, atau hanya untuk memperoleh keuntungan material semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk rasional yang berbudi luhur

13Abdurrahman Mas’ud dkk, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar), h.219.


(22)

13

serta melahirkan kesejahteraan spiritual, mental, fisik bagi keluarga, bangsa, dan seluruh umat manusia.15

Selain itu, Al-Qur’an juga menjelaskan tentang potensi rohaniah lainnya, yakni al-qalb, aqlu an ruh, an-nafs. Dengan bermodalkan potensi-potensi yang dimilikinya itulah manusia mereslisasi fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi yang bertugas untuk memakmurkannya.

Menurut Drs. Ahmad D. Marimba: Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan huku-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah “kepribadian muslim” yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih, memutuskan, berbuat dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.16 Sedangkan menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny Al-Syaebani, pendidikan agama Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakatnya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.17

Dari pernyataan di atas maka jelaslah bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga menjadikan perubahan di dalam kehidupan pribadinya

15Abdurrahman Mas’ud, dkk, Paradigma Pendidikan Agama Isla, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar), h.79.

16Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.9. 17Muzayyin, Filsafat Pendidikan agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara), hal. 15.


(23)

14

sebagai makhluk individual dan social serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup. Proses terserbut senantiasa berada dalam nilai-nilai Islam, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma aqidah, ibadah dan akhlaq.

Pembahasan skripsi ini penulis memfokuskan kepada nilai pendidikan islam yang terkandung di dalam syair tanpo waton yang meliputi nilai tauhid atau aqidah atau norma keimanan, nilai ibadah atau norma syari’ah, dan nilai akhlak, bersifat vertikal (hablun min Allah) dan horizontal (hablun min nas).

3. Syair

Syair adalah puisi, karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama dan sajak. Syair merupakan salah satu bentuk puisi lama yang terdiri dari empat baris dan berirama akhir a a a a. Keempat barisnya mengandung arti atau maksud dari penyairnya.18 Namun syair yang dimaksud penulis dalam skripsi ini, di samping syair dalam pengertian diatas, penulis juga mengartikan syair yang dimaksud adalah syair lagu atau tembang yang jika di perhatikan tidak sepenuhnya terikat oleh kaidah-kaidah atau pola-pola sebagaimana menurut pengertian syair diatas.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian


(24)

15

Berdsarkan sumber data, jenis penilitian dalam skripsi ini adalah penelitian keperpustakaan (Library Reseacrh). Penelitian Library

Research adalah telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu

masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru atau untuk keperluan baru. Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah.19

Dalam penelitian penulis mencoba mengungkap dengan detail dan menerangkan secara mendalam isi dari syair tanpo waton karya KH. Nizam Assoffa. Karena, meskipun isi dari syair tersebut telah banyak dinikmati oleh masyarakat, akan tetapi belum tentu mereka makna sesungguhnya dari syair tersebut.

2. Pendekatan Penelitian

19Tim penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi Progam Sarjana Strata Satu (S-1)


(25)

16

Dalam pembicaraan ini pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri obyek.20 Tujuan pendekatan adalah pengakuan terhadap

hakikat ilmiah obyek ilmu pengetahuan itu sendiri.21

Fokus atau obyek dari penelitian ini adalah karya sastra. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk meneliti karya sastra, salah satunya adalah pendekatan semiotik. Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz (dikutip dari buku karya Nyoman Kutha Ratna metode, Teknik dan Penelitian Sastra dari strukturalisme hingga postrukturalisme

perspektif wacana naratif), semiotik berasal dari kata seme, bahasa

Yunani, yang berarti penafsir tanda. Literatur lain menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion, yang berarti tanda.22 Sebagai teori, semoitika berarti studi sistematis mengenai produk dan interprestasi tanda, sebagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya bagi kehidupan manusia.

Menurut pandangan semiotik, setiap tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (hal yang menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu atau dituju oleh tanda tertentu). Penanda adalah bentuk formalnya menandai sesuatu yang disebut petanda. Sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya. Contoh kata “Ibu” merupakan tanda yang berupa satuan bunyi yang menandai “orang yang melahirkan kita”.

20Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme

hingga Postruktualisme Perspektif Wacana Naratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2008), h.53.

21Ibid., h.54. 22Ibid., h.57.


(26)

17

Tanda tidak hanya satu macam saja, tetapi beberapa macam berdasarkam hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama ialah ikon, indek, dan simbol. Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar pohon sebagai penanda yang menandai pohon (petanda) sebagai artinya.

Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kasual (sebab-akibat)

antara penanda dan petandanya. Misalnya asap menunjukkan adanya api.

Simbol adalah tanda yang menunjukkan tidak ada hubungan alamiah

antara penanda dan petandanya. Hubunganya bersifat arbiter (semau-maunya), artinya tanda itu ditentukan oleh konvensi. Kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (indonesia). Orang inggris menyebutnya “mother”, dan orang perancis menyebutnya “la mere” adanya bermacam-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemana-menaan” tersebut. Dalam bahasa tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.23

Dari pemaparan tentang jenis-jenis semiotik diatas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis semiotika simbol untuk mengupas bahasa sastra yang terdapat dalam syair tanpo waton dan mengungkap nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung di dalamnya.

3. Metode Pengumpulan Data

23Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dana Penerapannya,


(27)

18

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yaitu penulis menghimpun data dari berbagai literature, baik perpustakaan maupun tempat-tempat lain, seperti dari warung internet dan semua buku yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan.

Dalam penelitian ini pengumpulan data yang digunakan berdasrakan data primer dan data skunder. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian.

a. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang secara khusus menjadi obyek penelitian. Adapun data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaset atau mp3 syair tanpo waton.

a. Data Skunder

Sumber data skunder adalah sumber data yang menjadi pendukung data-data primer dalam melengkapi tema penelitian. Adapun data skunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, tabloid, surat kabar, dan data yang diperoleh dari media audio visual seperti televisi dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis semiotik dan analisis deskriptif. Analisis semiotik yaitu analisis data yang menggunakan sistem tanda yang memungkinkan suatu


(28)

19

karya sastra mempunyai makna.24 Menurut Riffaterre analisis semiotik menempuh tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Tahap pembacaan (heuristic reading) yang diawali dengan memahami arti kata berdasarkan kemampuan.

b. Tahap interpretasi (retroactive reading) untuk mendapatkan makna karya sastra.25

Dalam skipsi ini penulis menyimak dan memahami Syair Tanpo Waton yang berdasarkan artinya secara umum, kemudian mengurai makna yang dikandungnya berdasarkan nilai-nilai pendidikan islam.

Sedangkan analisis deskriptif yaitu memberikan gambaran dan melaporkan apa adanya dengan proses analisis dari data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.26 Metode deskriptif dengan teknik analisis

isi (content analysis), yakni insvestigasi tekstual melalui analisis ilmiah

terhadap pesan suatu komunikasi untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen, dan untuk menemukan karkteristik pesan pesan yang penggarapannya dilakukan secara obyektif dan sistematis. Metode ini digunakan untuk merinci pernyataan-pernyataan Gus Nizam yang dituangkan dalam Syair Tanpo Waton sehingga dapat diambil intisari dan maksud yang terkandung di dalamnya, kemudian mencocokkannya dengan materi pendidikan agama islam dan menyimpulkannya.

24Riffaterre, Semiotic Of Poetry, (Blomington and London: Indiana University Press,

1978), h.45.

25Ibid, h.13.


(29)

20

H. Sistematis Pembahasan

Untuk memberikan gambaran pembahasan secara menyeluruh dan sistematis dalam skipsi ini, akan dideskripsikan sebagai berikut :

Bagian awal yang berisi cover, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, dan daftar isi. Bagian utama yang merupakan inti dari skipsi terdiri atas beberapa bab, yaitu :

Bab I meliputi : pendahuluan, yang berisi uraian tentang latar belakang pemilihan masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II adalah kajian teori meliputi tinjauan tentang pendidikan Islam, meliputi pengertian, tujuan, dasar pendidikan agama islam serta nilai pendikakan islam.

Bab III berisi tentang syair Tanpo Waton meliputi biografi singkat KH.Nizam Asshofa, dan latar belakang penulisan, serta redaksi syair Tanpo

Waton dan terjemahnya.

Bab IV dilakukan analisis terhadap syair Tanpo Waton untuk menjelaskan hakikat makna syair Tanpo Waton, menentukan nilai-nilai pendidikan yang dikandungnya


(30)

21

BAB II

NILAI PENDIDIKAN ISLAM

A. Tinjauan tentang Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.1 Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2

Pendidikan dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata education. Menurut Frederick J. MC. Donald adalah : “Education in thesense used here, is a process or an activity which is directed at producing

desirable changes in the behavior of human being”3 (pendidikan adalah proses yang berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah laku manusia).

1Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1).

2Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif,

1962), 19.

3Frederick J. MC. Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication


(31)

22

Sedangkan pendapat H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.4

Adapun menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.5

Pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untku mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.6

Zuhairini sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Basri7 mengemukakan pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula diluar kelas. Pendidikan bukan bersifat formal,8 tetapi juga

4HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976),

h. 12

5 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung : Al Ma’arif, 1989), h.19. 6 Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, 1981),

h. 257

7 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 54

8 Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri

atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2).


(32)

23

bersifat non formal.9 Secara substansial, pendidikan tidak sebatas pengembangan intelektual manusia, artinya tidak hanya meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan merupakan sarana utama untuk mengembangkan kepribadian setiap manusia.

Dari pengertian diatas, secara umum pendidikan merupakan pembinaan manusia secara jasmaniah dan rohaniah. Artinya, setiap upaya dan usaha untuk meningkatkan kecerdasan anak didik berkaitan dengan peningkatan kecerdasan intelegensia, emosi, dan kecenderungan spiritualitasnya. Anak didik dilatih jasmaninya untuk terampil dan memiliki kemampuan atau keahlian profesional untuk bekal kehidupannya di masyarakat. Di sisi lain, keterampilan yang dimilikannya harus semaksimal mungkin memberikan manfaat kepada masyarakat, terutama untuk diri dan keluarganya, dan untuk mencapai tujuan hidupnya di dunia dan di akhirat.10

Makna pendidikan yang lebih hakiki lagi adalah pembinaan akhlak manusia guna memiliki kecerdasan membangun kebudayaan masyarakat yang lebih baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Yang lebih merujuk pada ajaran Islam dengan contoh paling sempurna di antara semua manusia adalah pribadi Nabi Muhammad S.A.W. karena Allah

9 Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (3).


(33)

24

menegaskan bahwa Rasulullah S.A.W. memiliki uswatun hasanah (contoh yang baik) bagi umat manusia.11

Lebih jauh Moh. Yamin memberikan gambaran, pendidikan adalah media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa bangsa ini pada era aufklarung (pencerahan). Pendidikan bertujuan membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan, dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.12 Hingga kini

pendidikan terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanaannya menghasilkan generasi yang diharapkan.

Kaitannya dengan pendidikan Islam Zakiah Darajat mengemukakan tujuan mulia pendidikan Islam Pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakinmeningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.13

Marimba menjelaskan tujuan akhir dari pendidikan Islam ialah terbentuknya kepribadian Muslim. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mencapai tujuan tersebut. Pendidikan dapat diusahakan oleh manusia tetapi penilai tertinggi mengenai hasilnya adalah Tuhan Yang Maha

11 QS. Al-Ahzab (33) : 21.

12 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h.

15.


(34)

25

Mengetahui. Pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.14

Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.15

Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akhirat.

14 Ahmad D. Marimba, Ibid., h. 21.

15 Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya media,


(35)

26

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan manusia melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrahmanusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

2. Dasar Pendidikan Islam

Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu.16 Di dalam setiap negara pasti mempunyai dasar pendidikan sendiri. Sebab ia merupakan pencerminan falsafah hidup suatu bangsa. Yang kemudian, suatu negara dalam menyusun pendidikan bangsanya berdasarkan kepada dasar tersebut. Dan oleh karena itu maka sistem pedidikan setiap bangsa itu pasti berbeda yang disebabkan karena mereka memiliki falsafah hidup yang berbeda.

Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber


(36)

27

dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As Sunah.17

Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi Al-Qur’an dan Al Hadits menjadi pondamen, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan.18

a. Al-Qur’an

Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber dapat dilihat dari kandungan surat Al-Baqarah ayat 2 :

َق قلٰقذ

َٱ

َ ٰ قتق

ۡل

َ

َ ق يق قكت

ۡ

قكلَى م هَۛق يق َۛ ق ۡيقرَ

قل

٢َ

َ

Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk

bagi mereka yang bertaqwa.19

Selanjutnya firman Allah dalam surat Asy-syura ayat 17 :

ٱ

َ قكل

َٱ

َكيق

قك

ل

َ

َ قلق ن

ق

أ

ٱ

َق ٰ قتق

ۡل

ََقبٱ

َقك قح

ۡل

ََقو

ٱ

َ قناق يق

ۡ

ل

َ

َ

قك قعقلَ ق يقرۡ يَ قمقو

ٱ

َق قع قكسل

َ

َ ٞ يق

قق

٧١َ

َ

17 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan masyarakat,

(Jakarta : Gema Insani Press, 1995), h.28.

18 Ahmad D. Marimba, Ibid., h.19.


(37)

28

Artinya : Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu,

boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat ? 20

Di dalam Al-Qur’an terdapat ajaran yang berisi prinsip -prinsipyang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya dalamsurat Luqman.21 Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang

bila dipalajari akanmembantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman berbagaiproblem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan menjadi pikiran rasa dankarsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.22

b. As Sunah

Setelah Al-Qur’an, pendidikan Islam menjadikan As Sunnah sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti jalan, metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan, perbuatanatau sifat Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Al-Qur’an sunah berisi petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia menjadi muslim yang

20 RHA Soenarjo, et. al, AL-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang: Al Wa’ah, 1993), h.786. 21 Zakiah Daradjat, et. al,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : bumi Aksara, 2000), cet.

Ke-IV,h.20.


(38)

29

bertaqwa. Dalam dunia pendidikan sunah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu :

1) Menjelaskan sistem pendidikan islam yang terdapat dalam Al-Qur’an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya. 2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW

bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya.23

3. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.24

Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.25 Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah adz-Dzariyat [51] ayat 59 :

23 Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam,

(Bandung:Diponegoro, 1992), h.47.

24 Zuhairini, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1995), h.159. 25 Ahmadi, Ibid, h.63.


(39)

30

َقكنقإقف

َ

َقن

قجۡعقت ۡسقيَ

ق قفَۡ ق ق ٰ قح ۡصقأَقب نقذَق ۡثقكمَ مب نقذَْا ق قظَق يق قكقل

٩٥َ

َ

Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku.26

Yusuf Amir Faisal merinci tujuan pendidikan Islam sebagai berikut :

a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh

b. Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah mahdlah dapat juga melaksanakn ibadah muamalah dalam kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.

c. Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai pencipta-Nya.

d. Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat.

e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu–ilmu Islam yang lainnya.27

26 RHA Soenardjo, Ibid, h.862.

27 Yusuf Amir Faisal, Reorientasi pendidikan Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1995)


(40)

31

Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak dalam kecil agar menjadi hamba Allah SWT yang beriman.

b. Membentuk anak muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan pra natal sehingga dalam dirinya tertanan kuat nilai-nilai keislaman yang sesuai fitrahnya

c. Mengembangkan potensi, bakat dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi muslim.

d. Memperluas pandang hidup dan wawasan keilmuan bgi anak sebagai makhluk individu dan social.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.28 Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang

28 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya,


(41)

32

pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.29

B. Tinjauan Nilai-nilai Pendidikan Islam

Dunia pendidikan akhir-akhir ini tidak terlepas dari kemajuan di berbagai bidang, baik sains, teknologi, komunikasi maupun bidang lainnya. Kemajuan-kemajuan tersebut tidak semuanya memberikan nilai manfaat pada generasi muda, namun tentu saja banyak sisi negatif yang diakibatkan oleh seiring dengan kemajuan zaman. Kalau setiap orang tidak waspada terhadap ekses negatif kemajuan zaman, maka secara langsung kemajuan zaman itu berpengaruh juga terhadap nilai-nilai, adat budaya, maupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

S. Trimo dalam Chalijah Hasan mengatakan: “Kemajuan dan perkembangan teknologi yang telah berhasil membuat dunia semakin kecil, membawa pengaruh yang besar pada norma-norma dan system nilai masyarakat, perilaku manusia organisasi, struktur keluarga, mobilitas masyarakat, kebijakan pemerintah, dan sebagainya”.30 Mencermati beberapa

gejala-gejala yang terjadi pada akhir-akhir ini maka tugas guru sebagai pendidik adalah menanamkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam kepada anak dengan

29 Muhaimin dan Abdul Mujib, Ibid., h.128.


(42)

33

kokoh agar nilai-nilai yang diajarkan kepadanya menjadi sebuah keyakinan yang dapat membentengi diri dari berbagai ekses-ekses negatif.

Ada tiga nilai-nilai pendidikan islam yang harus ditanamkan pada diri anak didik :

1. Nilai Pendidikan Aqidah

a) Pengertian

Definisi Aqidah Secara bahasa aqidah berasal dari kata ‘Aqd yang berarti pengikat. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.31 Aqidah berakar dari kata

aqada-ya’qidu-aqidatan-‘aqda yang berarti simpul, ikatan, perjanjian

dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi dari kata aqdan, aqidah adalah keyakinan yang tersimpul dengan kokoh dai dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.32 Secara istilah ada beberapa definisi aqidah menurut beberapa ulama yaitu:33

1) Menurut Hasan Al-Banna, aqidah yang bentuk jama’nya aqaid adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati yang mendatangkan ketenteraman jiwa dan menjadi keyakinan utuh yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.

31Salih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid I, terjemah: Agus Hasan

Bashori, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 3.

32Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2001) cet. VI, h.1. 33Ibid., h.1-2.


(43)

34

2) Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, aqidah merupakan sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran aqidah tersebut ditambatkan oleh manusia dalam hati, diyakini kesahihan dan keberadaannya dan dengan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

b) Sumber Aqidah

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Sementara ruang lingkup pembahasan aqidah menurut Hasan Al-Banna adalah :34 1) Masalah Ilahiyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan ilahi (Tuhan/Allah) seperti wujud Allah, nama-nama Allah dan sifat Allah.

2) Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan Rasul termasuk pembahasan kitab-kitab Allah mukjizat dan karamah.

3) Ruhaniyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik (ghaib) seperti malaikat, jin, iblis dan syaitan.

4) Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa qur’an dan sunnah) seperti alam barzah, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga dan neraka.


(44)

35

c) Tujuan Aqidah

1) Memupuk dan mengembangkan potensi-potensi kutuhanan yang da sejak lahir. Hal ini karena manusi sejak di alam roh sudah mempunyai potensi ketuhanan.

2) Menjaga Manusia dari Kemusyrikan kemungkinan manusia untuk terperosok ke dalam kemusyrikan terbuka lebar, baik secara terang-terangan (syirik jaly), yakni berupa perbuatan ataupun ucapan. Maupun kemusyrikan yang berada di dalam hati. Untuk mencegah manusia dari kemusyrikan tersebut, diperlukan tuntunan yang jelas tentang kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

3) Menghindari dari Pengaruh Akal yang menyesatkan walaupun manusia diberi oleh Allah kelebihan berupa akal pikiran, manusia sering tersesat oleh akal pikirannya, sehingga akal pikiran manusia perlu dibimbing oleh aqidah Islam.

Adapun pembahasan dari aqidah di antaranya mencakup

Arkanul Iman (rukun iman). Adapun penjelasan dari rukun iman adalah:

1) Iman Kepada Allah

Pokok dari segala pokok aqidah adalah beriman kepada Allah SWT, yang berpusat pada pengakuan terhadap eksistensi dan ke-Maha Esaan-Nya. Keimanan kepada Allah ini merupakan keimanan yang menduduki peringkat pertama. Dari situ dengan sendirinya akan lahir pokok-pokok (rukun) iman yang lain.Sepanjang seseorang beriman kepada Allah niscaya ia akan


(45)

36

beriman kepada para malaikat, kitab suci (Al-Qur’an), para Rasul, hari kiamat, serta ketentuan baik dan buruk.

2) Iman kepada Rasul

Beriman kepada Rasul-rasul-Nya adalah rukun iman yang keempat, yaitu mempercayai bahwa Allah telah mengutus RasulNya untuk membawa syiar agama atau membimbing umat manusia kepada jalan yang benar dan diridloi Allah. Jumlah Rasul tidak diketahui secara pasti, namun ada ulama yang mengatakan bahwa Allah telah menurunkan nabi sebanyak 124.000 orang serta Rasul sebanyak 313 orang. Jumlah ini pun belum dipastikan dankemungkinan besar jumlahnya lebih banyak lagi. Hanya Allah SWT yang mengetahuinya.35

3) Iman Kepada Hari Akhir

Hari kiamat adalah hari dibinasakan dan dihancurkan alam semesta yang merupakan tanda berakhirnya kehidupan dunia menuju kehidupan kekal di akhirat. Lalu Allah menciptakan alam lain yaitu alam akhirat. Pada alam itu, manusia dibangkitkan dari kematian untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan sewaktu hidup di dunia, dan mendapat balasan yang sesuai dengan amal perbuatannya semasa hidup di dunia. Oleh karena itu barang siapa yang kebaikannya melebihi keburukannya, tentulah akan ditempatkan di surga oleh Allah. Dan barang siapa yang


(46)

37

keburukannya melebihi kebaikannya maka Allah akan menempatkannya di neraka.

4) Iman Kepada Qodlo’ dan Qodar

Beriman kepada qadla’ dan qadar yang selanjutnya disebut takdir merupakan rukun iman yang ke enam (terakhir). Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadis jibril dengan sabdanya: “Hendaklah engkau beriman kepada takdir yang baik

dan buruk”. Yang dimaksud dengan beriman kepada qadla’ dan qadar ialah, bahwa setiap manusia wajib mempunyai i’tikad atau keyakinanyang sungguh-sungguh bahwasanya segala sesuatu yang dilakukan oleh seluruh makhluk baik yang disengaja seperti: makan, minum, duduk, berdiri ataupun yang tidak disengaja seperti: jatuh, terpeleset, pingsan, serta berbagai musibah yang didatangkan kepada manusia telah ditetapkan oleh Allah jauh sebelum semua itu terjadi.36 Seperti yang telah diterangkan Allah dalam Qur’an Surat Al-Hadid: 22:

َكقم

َ

َيقفَل ق ي قص كمَ قمَ قب قص

ق

أ

ٱ

َ قضۡ

ق

أۡل

َ

َيق قعَ ق قلٰقذَقكنقإَۚ

ك قهقأق ۡ قكنَنقأَق ۡ ق َ قكمَل ٰقتقكَيقفَقكلقإَۡ كقس نقأَكيقفَقلقو

ٱ

َققكل

َ

َٞ يقسقي

٢٢َ

َ

Artinya : “tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan

(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab


(47)

38

(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya

yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”37

2. Nilai Pendidikan Ibadah

a) Pengertian Ibadah

Kata “ibadah” menurut bahasa berarti taat, tunduk, merendahkan diri dan menghambakan diri. Adapun kata ibadah menurut istilahberarti penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya untuk mencapai keridlaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.38

b) Dasar Hukum Ibadah

Allah menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu keutaman yang besar kepada makhluqnya, karena apabila direnungkan hakikat perintah beribadah itu berupa peringatan agar kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya.39 Dasar ibadah itu antara lain dijelaskan dalam firman Allah surat Al- Baqarah: 21:

ق كيقأ كٰقي

َٱ

َ س قك ل

َٱ

و ۡع

َْاَ

َ كقكبقر

ٱ

يق

قك

ل

َ

َقوَۡ كق ق قخ

ٱ

َق يق

قك

ل

َ

َقن قكتقتَۡ كقك قعقلَۡ كق ۡ ق َ قم

٢٧َ

37DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.789.

38Sidik Tono dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press Indonesia,

1998) h. 2.


(48)

39

Artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah

menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu

bertakwa”40

c) Ruang Lingkup Ibadah

Al-Qur’an mengajarkan bahwa jin dan manusia diciptakan Allah agar mereka beribadah kepada-Nya. Ajaran di atas memberi pengertian bahwa ibadah bukan hanya berupa shalat, zakat, puasa, dan haji seperti yang dipahami banyak orang karena ibadah mempunyai pengertian yang luas.

Ibadah dalam pengertian yang umum adalah menjalankan kehidupan untuk memperoleh keridlaan Allah dengan mentaati syari’at -Nya. Apabila dikerjakan dengan tujuan memperoleh keridlaan Allah, segala perbuatan merupakan ibadah dalam arti yang umum. Menunaikan hak individu sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya seperti makan, minum, menuntut ilmu adalah ibadah. menunaikan kewajiban-kewajiban sosial sesuai dengan perintah Allah juga merupakan ibadah.

Ruang lingkup ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi dua, yaitu:41

40DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tarjamahnya, h. 4

41 Sidik Tono dkk, IBADAH dan AKHLAK dalam ISLAM, (Yogyakarta: UI Press Indonesia,


(49)

40

1) Ibadah Umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridlaan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah niat yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.

2) Ibadah Khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaanya ditentukan dalam syara’ (ditentukan oleh Allah dan nabi Muhammad SAW). Ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntunan yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, dan mengurangi seperti tuntunan bersuci (wudlu), shalat, puasa ramadhan, ketentuan nisab zakat.

3. Nilai Pendidikan Akhlak

a) Pengertian Akhlak

Secara etimologis (lughatan) akhlaq adalah bentuk jama’ dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berari menciptakan. Seakar dari kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).42

Secara terminologis (istilahan) ada beberapa definisi penulis tentang akhlaq, di antaranya:43

42Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2006) cet. VIII, h.1. 43Ibid., h.1-2.


(50)

41

1) Imam Al-Ghazali: “Akhlaq adalah sesuatu yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”

2) Ibrahim Anis: “Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganny lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

b) Sumber Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara’ (Al-Qur’an dan Sunnah) menilainya demikian. kenapa sifat sabar, pemaaf, pemurah, dan jujur misalnya dinilai baik? Semua itu sudah diatur dalam al-Qur’an dan hadis.44 c) Pembagian Akhlak

Akhlak dapat dibgi berdasarkan sifat dan objeknya. Berdasarkan sifatnya, akhlak terbagi menjadi dua:45

1) Akhlak Mahmudah (Akhlak Terpuji)

Yang termasuk dalam akhlaq mahmudah di antaranya: ridla kepada Allah, cinta dan beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat, kitab, Rasul, hari kiamat, takdir, taat beribdah, selalu menepati janji,

44Ibid., h.1-2.


(51)

42

melaksanakan amanah, berlaku sopan dalam ucapan maupun perbuatan, qanaah, tawakkal, sabar, syukur, tawadlu’ dan segala perbuatan yang baik menurut pandangan Al-Qur’an dan hadis. 2) Akhlak Mazmumah (akhlak tercela)

Adapun yang termasuk akhlaq mazmumah adalah: kufur, syirik, murtad, fasik, riya’, takabbur, mengdu domba, dengki, dendam khianat dan segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam. Sedang berdasar objeknya akhlaq dibedakan menjadi dua. Pertama akhlaq kepada khaliq. Kedua akhlaq kepada makhluq yang terbagi menjadi:

a. akhlaq terhadap keluarga b. akhlaq terhadap diri sendiri

c. akhlaq terhadap sesama/orang lain d. akhlaq terhadap lingkungan alam


(52)

43

BAB III

SYAIR TANPO WATON KH. MUHAMMAD NIZAM

ASSHOFFA

A. Biografi KH. Muhammad Nizam Asshoffa

1. Perjalanan Hidup KH. Muhammad Nizam Asshofa

Sudah beberapa tahun ini gegelegar syair tanpo waton terdengar mulai dari sudut mushola atau di setiap tempat peribadatan lainnya, tidak hanya itu saja mungkin ribuan atau jutaan umat muslim sudah mendengarkan bahkan sampai memilikinya, dengan syair yang mempunyai bait-bait yang menyejukka serta dalam dari segi pemaknaannya dan mengingatkan pada pendengar akan realita saat ini.

Tak hayal lagi dengan hadirnya Syair ini mampu menjawab sebuah tantangan kehidupan yang semakin rusak dan mendekati kebobrokan. Namun dari ketenaran dan kebesaran Syair ini masih banyak sekali kontroversi tentang siapa yang menciptakan dan pelantunkan Syair ini. Satu sisi banyak sekali pihak yang mengatakan ini adalah karya besar dari Alm. KH. Abdurahman Wahid atau yang akrab kita sapa Gus Dur, namun juga hingga saat ini tidak ada bukti yang nyata tentang kebenaran fakta ini. Lantas dari berbagai keraguan dan keinginan untuk mencari fakta kebenaran tentang misteri pencipta Syair yang begitu dahsyat ini, penulis temukan sebuah artikel di edisi Majalah Tebuireng yang mengangkat satu sosok yang memang sudah ditunggu tunggu kehadiranya di rubrik ini yaitu KH.


(53)

44

Muhammad Nizam Asshofa, sang pencipta serta sang pelantun syair tanpo waton.1 KH. Muhamad Nizam Asshofa beliau merupakan guru pembimbing

tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah yang bertempat di kediaman beliau tepatnya di Pesantren Darul Shofa Wal Wafa Desa Tanggul Wonoayu Krian Sidoarjo. Beliau juga mengadakan pengajian rutin tasawuf setiap rabu malam yang diikuti oleh jamaah putra maupun putri, Kitab yang dikaji adalah kitab“Jami’ul Ushul Fil Auliya’” karya Syaikh Ahmad Dhiya’uddin Musthofa Al-Kamisykhonawy dan kitab “Al-Fathur Rabbani wal Faidlur

Rahmany” karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

KH. Muhammad Nizam Asshofa lahir pada 23 oktober 1973, bertempat tingal di jalan Darmo No.1 Simoketawang Wonoayu Sidoarjo. Beliau juga menjadi seorang pengasuh pondok pesantren Darul Shofa wal Wafa yang didirikan pada tahun 2009. Secara singkat perjalan pendidikan Gus Nizam adalah alumni Mi Bahrul Ulum Krian, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya MTsN Krian serta mondok di Kyai Iskandar Umar Abdul Latif di Pesantren Darul Falah. Setelah beliau tamat MTs beliau memutuskan untuk hijrah ke Liboyo Kediri untuk melanjutkan pedidikannya, akan tetapi beliau hanya mengembang selama 1 tahun, kemudian beliau memutuskan untuk merantau ke Sumatera tepatnya di Aceh tetapi beliau tidak melanjutkan sekolahnya dan kembali pulau 2 tahun persisnya. Sepulangnya beliau dari merantau, beliau memutuskan

1Dari Internet Artikel: Siir Tanpo Waton: Karya Besar dari Kyai Tarekat. Lihat di

https://www.facebook.com/notes/ahbabul-musthofa-dan-pecinta-rasululloh-kota-surabaya/syiir-tanpo-waton-karya-besar-dari-kyai-tarekat/525127467513869/Diakses pada 01 April 2016


(54)

45

melanjutkan sekolahnya di Jawa Barat tepatnya di Pesantren Nur El-Kasyaf Tambun Bekasi pimpinan Alm. KH. M. Dawam Anwar dan lansung masuk kelas 2 Aliyah (MA), setelah setahun beliau naik kelas 3. Pagi sekolah dan siangnya beliau kuliah karena kalau kelas 3 disana sudah diperbolehkan kuliah. Ketika itu beliau melanjutkan sampai semester 7 dan berenti. Beliau memutuskan melanjutkan di Al-Azhar Kairo Mesir lantaran mendapatkan beasiswa dari PBNU tepatnya pada tahun 1995 dan mengambir jurusan Satra Arab. Selama di Kairo beliau juga aktif menghadiri kegiatan non formal seperti Halqoh di masjid Al-Azhar dan berkunjung ke guru-guru beliau di Mesir.2

2. Corak Pemikiran KH. Muhammad Nizam Asshofa

KH. Muhammad Nizam Asshofa memiliki cukup keprihatinan terhadap umat akhir zaman sekarang. Dinilainya begitu banyak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan terhadap kemurnian ajaran agama islam. Ditambah lagi memiliki pemahaman yang cekak (dangkal) dan mudah sekali dipengaruhi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Dengan ringannya mereka mengecap orang lain kafir. Menjadikan kemurnian ajaran agama islam menjadi kurang bagus, lebih tepatnya yaitu rahmatanlilalamin. Padahal dalam islam itu mengajarkan perdamaian serta mengutamakan toleransi dan silaturahmi. Dengan melihat itu semua beliau sangat ingin sekali menyusun beberapa kalimat yang bisa menjadikan


(55)

46

kedamaian hati atau renungan dari sifat yang dimiliki oleh umat islam sekarang ini.

3. Karya KH. Muhammad Nizam Asshofa

Karya Gus Nizam yang sampai sekarang dan banyak terdengar di berbagai penjuru pulau di Indonesia mulai dari musholah sampai masjid tak lain adalah Syair Tanpo Waton yang banyak kalangan beranggapan itu adalah karya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Suara Gus Dur saat muda ini mirip sekali dengan suara khas Gus Nizam cucu dari guru mursyid tarekat (almarhum) Hadhratus as-Syaikh al-Mukarram KH. Sahlan Thalib, Krian, Sidoarjo. KH. Sahlan merupakan seorang guru mursyid yang telah menelorkan beberapa orang wali seperti Almaghfirullah Mbah ‘Ud Pagerwojo, Sidoarjo dan juga Almaghfirullah KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam (Pengasuh Ponpes Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah) Turen, Malang.

Syair tanpo Waton yag terdiri dari 14 bait ini sejatinya sudah diciptakan jauh hari sebelum Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009. Nizam menyebut syair itu tercipta pada 2004. Atau saat usianya menginjak pada 30 tahun. Penciptaannya pun butuh proses yang tidak pendek. Beliau mengungkapkan, lirik dan lagunya diciptakan dalam kurun waktu dua minggu. Syair itu saya ciptakan saat saya sedang berkhalwat (menyepi


(56)

47

untuk bermunajat kepada Allah di dalam kamar. Khalwat itu sendiri sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga saya, paparnya.3

B. Latar Belakang Penulisan

Secara konteks budaya, syair Tanpo Wathon hadir untuk menyirami kegersangan akhlak masyarakat dewasa ini. Titik berat yang mendesak supaya syair ini dapat hadir di tengah-tengah penyakit yang melanda sosial masyarakat akhir zaman adalah bentuk sadar atas keprihatinan akan banyaknya tragedi penyimpangan-penyimpangan kemurnian ajaran agama. Kemurnian ajaran agama semakin sulit didapat. Budaya pengkafiran semakin membanjiri masyarakat awam yang masih dalam proses belajar mendalami agama Islam.

Fenomena tersebut tak lain adalah bersumber dari cekaknya pemahaman terhadap keilmuan agama. Agama hanya diberikan dimensi pemahaman secara normatif, legalistik serta tekstualistik tanpa ada penggiringan pada dimensi kulturalisme. Akibatnya pemahama agama terkesan kaku dingin dan beku tanpa adanya pengembangan untuk merespon seambrek problematika sosial yang melanda umat. Alhasil, fenomena saling mengkafirkan ramai di kalangan umat Islam sendiri, selanjutnya masuk dalam ranah kekarasan serta konflik dalam tubuh umat Islam sendrii. Celakanya, pemahaman inilah yang dimanfaatkan oleh

3Dari internet :


(57)

48

oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan provokasi.

Imbas dari celakanya pemahaman agama tersebut akhirnya semakin menjauhnya status Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Dan menjauhnya status Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin ini bukan karena faktor eksternal, bahkan justru dari dalam kaum muslimin sendiri. Islam seakan-akan rusak karena kerusakan yang ada di dalam tubuh Islam itu sendiri.

Atas kesadaran inilah, syair Tanpo Wathon hadir sebagai obat atas fenomena tersebut, peredam kerasnya gema kerisuhan di dalam umat Islam. Penggiringan pemahaman Islam tidak hanya dari sisi luar atau syari’atnya saja. Namun lebih dalam lagi umat Islam diajak untuk memahami Islam lebih dalam lagi, yakni memasuki ranah Tasawwuf. Syair ini berusaha menjadikan hati seseorang selalu basah dengan dzikir, bacaan al-Qur’an dan hadits. Menjadikan individu seorang muslim yang toleran, bijak dalam menghadapi segala macam persoalan dengan mempertimbangkan manfaat dan bahayanya. Jauh dari pemahaman dangkal yang mengakibatkan seseorang gersang dari ilmu agama yang nantinya membawa akibat yang buruk.

Di samping itu, munculnya karya syair ini juga bermula dari keinginan pribadi Gus Nizam agar seusai pengajian ada sesuatu yang dibaca jama’ah pengajian yang telah ada sejak tahun 2002. “ sebenarnya banyak


(58)

49

Timbullah keinginan untuk membuat syi’ir sendiri dalam bahasa Jawa,”

penjelasan alumnus Sastra Arab Universitas al-Azhar Mesir ini. Tambahnya, “ Dakwah dengan syi’ir apalagi bahasa Jawa, saya rasa jauh lebih efektif dan menyejukkan”. 4

Tahap demi tahap, demi kesempurnaan syair Tanpo Waton telah dilalui sebagaiman telah diterbitkan secara singkat dalam tabloid Mimbar dalam rubrik Uswah, sebagai berikut:

Saat Gus Nizam pertama kali memperdengarkan sy’ir yang lahir dari proses suluk dan berkhalwat selama sepuluh hari. Memang awalnya bahasa Syi’ir Tanpo Wathon yang dipakai tidak seperti sekarang ini. Pada awalnya, syi’ir itu terdiri dari 17 bait. Atas pertimbangan, akhirnya dirampingkan menjadi 13 bait seperti saat ini. Setelah syair ditulis, dia berusaha mencari judul yang pas. Maka dia terinspirasi dengan sebuah lagu bertitel “ Tanpa Judul”. Akhirnya pria yang pernah nyantri di Lirboyo ini pun memberikan nama syi’iran yang dikarangnya dengan nama Syi’ir Tanpo Wathon, yang dalam bahasa Jawa, wathon berarti batas. Berarti Syi’ir Tanpo Wathon itu memiliki arti syi’ir tanpa batas. “ Saya tidak ingin syi’ir ini dibatasi pemaknaannya secara sempit. Jadi bebas orang mau menangkap maknanya seperti apa,”. Secara garis besar, syi’ir ini diawali dari persoalan dan berakhir dengan solusi. Semua persoalan itu merupakan rekaman sang Kiai muda atas pelbagai persoalan yang membelit kehidupan umat Islam saat ini. Selain itu juga merupakan otokritik terhadap eksistensi peran ulama’, guru agama maupun pelajar Muslim.5

4“Dakwah Syi’iran yang Menggetarkan”, Mimbar, dalam Rubrik Uswah, November 2012,

h. 34.


(59)

50

Di samping karena keinginan Gus Nizam dalam membuat syair untuk puji-pujian setelah pengajian, sebenarnya terdapat rahasia yang ingin Gus Nizam berikan. Yakni hasil inovasi Gus Nizam dalam metode dakwah. Dan ternyata benar bahwa metode dakwah tersebut membawa hasil yang gemilang.

Maksud dari pembuatan syair Tanpo Wathon target utamanya adalah penyucian hati (tazkiyah nafs), dan selanjutnya penataan hati yang mantap untuk memperoleh keyakinan haq yang kuat. Dari sinilah akhlak akan terbentuk dengan baik.

Adapun dalam proses penyebarannya, syair Tanpo Wathon melewati beberapa sejarah perkembangan. Tahap demi tahap telah dilalui hingga sekarang mayoritas masyarakat mengetahui “syair tanpo wathon”. Namun banyak masyarakat yang menyebutnya dengan Syi’iran Gus Dur. Hal ini juga tidak terlepas dari pengaruh sejarah perjalanan syair tanpo wathon.

Dalam proses penyebaraluasannya, yang paling berperan sesungguhnya adalah ketua PCNU kota Malang, yaitu KH. Marzuqi Mustamar. Suatu hari seusai memberi pengajian di Masjid Jami’ Malang, beliau menghimbau kepada para jama’ah untuk menggandakan VCD yang berisi Syi’ir Tnapo Wathon dengan judul Gus Dur Bersyair. “konon VCD tersebut didapatkan dari salah seorang anggota DPR RI saat bertandang ke Malang,” paparnya.6


(1)

95

h. Tidak bersikap hasud dan sombong

Nilai pendidikan akhlak tercela yang terkandung dalam syair

Tanpo Waton selanjutnya yang harus dihindari adalah sifat hasud dan

sombong. Nilai hasud dan sombong dapat ditemukan di dalam bait ke-4. Penjelasan dan contoh yang ada dalam bait tersebut adalah iri dan dengki atas kekayaan tetangga. Ini terkandung dalam redaksi “Iri lan

meri sugihe tonggo”. Apabila sifat ini sudah menimpa kepada

seseorang, maka hatinya akan menjadi gelap, kotor dan bahkan menjadi hina. Maka seharusnya sifat dengki dan sombong ini dijauhi dengan sekuat tenaga agar menjadi individu yang memiliki hati yang bagus dan bersih.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab sebelumnya, maka

skripsi dengan judul ‘Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam syair Tanpo Waton Karya KH. Muhammad Nizam Asshofa’ ini dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa terdapat:

1. Hakikat makna dari syair Tanpo Waton Karya KH. Muhammad Nizam

Asshofa’ adalah kumpulan bait yang berbahasa Jawa yang mengadung beberapa hal, yaitu ajakan untuk belajar ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama, gemar melakukan dzikir dan suluk, gemar membaca al-Qur’an, beriman kepada Allah, Malikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari

Akhir, dan Qodlo’ dan Qadar-Nya. Ia juga menganjurkan kaum muslimin untuk memilki beberapa nilai akhlak yang mulia, seperti kerukunan, kesholihan, toleransi, syukur, kesabaran dan tawakkal, serta menghindari nilai akhlak yang tercela seperti hasud, sombong, dan cinta dunia.

2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam syair Tanpo Waton

diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu pertama nilai-nilai pendidikan tauhid seperti beriman kepada Allah, kepada Malikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Kitab-kitab-Nya, Hari Akhir, dan Qodlo’ dan Qadar-Nya. Kedua, nilai-nilai pendidikan ibadah seperti gemar melakukan dzikir dan suluk, gemar

membaca al-Qur’an, dan menuntut ilmu, dan nilai-nilai pendidikan akhlak, seperti memiliki sifat sabar dan tawakkal, teoleran, syukur, rukun, sholeh,


(3)

99

dan menjauhi sifat yang tercela seperti cinta dunia (hub ad-dunya), hasud

dan sombong.

B. Saran-Saran

Saran yang dapat disampaikan terkait dengan penelitian nilai-nilai pendidikan Islam dalam Syair Tanpo Waton ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapan dijadikan panduan dalam mempelajari dan memahami tentang simbol dan makna dalam Syair

Tanpa Waton.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penelitian berikutnya bagi mahasiswa dan peneliti lain

3. Bagi pembaca diharapkan dapat memahami dan menerapkan ajaran-ajaran yang terdapat pada Syair Tanpa Waton dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Kajian dan hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya khasanah sastra.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Mulkhan, Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Simpress, 1993

Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992

Nuryatno, Agung, Madzhab Pendidikan Kritis, Yogyakarta: Resist Book, 2011

Faisal, Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani, 1995

Syamsul Arifin dkk, Spiritulitas Islam dan Peradaban Masa Depan, Yogyakarta: Sipress, 1996

Al-abrasyi, Muhammad Athiyah, Dasar-dasar Pendidikan Islam, terj. Tasirun Sulaiman,

Ponorogo: PSIA, 1992

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988

Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

Mulyana, Rahmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004

Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi

Aksara,

Mas’ud, Abdurrahman dkk, Paradigma Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (juz 1-30), Surabaya: Karya Agung Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998

Muzayyin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara


(5)

Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi Progam Sarjana Strata Satu Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015

Ratna, Nyoman Kutha, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme

Hingga Posrtruktualisme Perspektif Wacana Naratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008

Pradopo, Rachmat Djoko, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Riffaterre, Semiotic Of Poetry, Blomington and London: Indiana University Press, 1978

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1993

Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1962 HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976

Poerbakawatja, Soegarda, et. Al. Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung: 1981

Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009

Yamin, Moh, Menggugat Pendidikan Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009

Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Bumi Aksara, 2008

Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media, 1992

Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2010

An Nawawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta:

Gema Insani Press, 1995

Soenarjo, RHA, et. Al. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Al Wa’ah, 1993 Shihab, M. Qurais, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996


(6)

Nahlawi, Abdurrahman An, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung:

Diponegoro, 1992

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1995

Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993

Hasan, Chalijah, Dimensi-dimensi pendidikan, Surabaya: Al-Ikhlas, 1994

Salih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid 1, terjemah: Agus Hasan Bashori,

Jakarta: Darul Haq, 2004

Ilyas Yanuhar, Kuliah Aqidah, Yogyakarta: LPPI UMY, 2001, cet VI

Anwar, Rosihon, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2008