ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POLA KERJA NGEDOK BIDANG PERTANIAN DI DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POLA KERJA NGEDOK
BIDANG PERTANIAN DI DESA BRANGKAL KECAMATAN
SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO

Skripsi

Oleh :
Elok Mutamimatur Rofiqoh
NIM : C02212012

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
2016

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang berjudul Analisis Hukum
Islam Terhadap Pola Kerja Ngedok Bidang Pertanian Menurut Hukum Islam di

Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto . Skripsi ini ditulis untuk
menjawab pertanyaan pertama, Bagaimana Deskripsi Praktik Pola Kerja Ngedok
dalam Bidang Pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto? Kedua, Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pola Kerja
Ngedok Bidang Pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto?
Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara (interview) dan studi
pustaka yang kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif, yaitu mendeskripsikan
secermat dan selengkap mungkin data lapangan mengenai pola kerja ngedok di
Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto. Selanjutnya dianalisis
dari segi kesesuaiannya dengan hukum Islam dengan pola pikir deduktif, yaitu
dengan meletakkan norma hukum Islam sebagai rujukan dalam menilai fakta-fakta
khusus mengenai pola kerja ngedok dalam bidang pertanian.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pola kerja ngedok sebagai
bentuk kerjasama bidang pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko
Kabupaten Mojokerto dilakukan oleh pelaku akad yang terdiri dari petani dan
sekelompok buruh tani. Akad dilakukan secara tidak tertulis dan tanpa
menyebutkan hak dan kewajiban masing-masing, namun mereka sudah memahami
hak dan kewajibannya karena pola kerja ngedok sudah menjadi adat kebiasaan.
Dalam implementasinya petani (pemilik lahan) sudah melakukan kewajibannya

menyiapkan lahan, membajak, menyediakan benih, mengairi tanaman, merawat
(memupuk dan memberi obat anti hama), serta menanggung beban biaya yang
dikeluarkan. Sedangkan buruh tani (penggarap) sudah melakukan kewajibannya
menanam, ndadak, memanen meliputi ngerit (memotong tanaman padi), kemudian
memikulnya ke tempat perontokan. Hasil padi yang sudah dirontokkan
dimasukkan ke dalam karung lalu ditimbang. Bagi hasil yang didapat buruh tani
sebesar 1 bagian dan petani 4 bagian.
Dari sudut hukum Islam akad yang relevan untuk menyebut pola kerja
ngedok di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto adalah
Musa<
qah. Pola kerja ngedok tersebut hukumnya boleh karena implementasinya
tidak menyimpang dari akad yang disepakati kedua belah pihak.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka kepada para pihak yang
melakukan pola kerja ngedok disarankan akadnya dilakukan secara tertulis supaya
bisa dijadikan rujukan penyelesaian jika di kemudian hari terjadi perselisihan di
antara para pihak.

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...........................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................
MOTTO

........................................................................................................ v

ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................✁
DAFTAR ISI ....................................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR TRANSLITERASI............................................................................ xii
BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah...........................................................1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ............................................7
C. Rumusan Masalah.....................................................................8
D. Kajian Pustaka..........................................................................8
E. Tujuan Penelitian......................................................................14
F. Kegunaan Penelitian............................................................ .15
G. Definisi Operasional .................................................................15
H. Metode Penelitian.....................................................................16
I.

BAB II

Sistematika Pembahasan ..........................................................19

NORMA KERJASAMA BIDANG PERTANIAN
DALAM HUKUM ISLAM ........................................................... 17

A. Norma Tentang Musa<
qah ..........................................................21
ix


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

✂✄

Norma Tentang Muza<
ra’ah .......................................................31

C. Norma Tentang Mukha<
barah ...................................................41
D. Bagi Hasil .................................................................................48

BABIII

PRAKTIK POLA KERJA NGEDOK BIDANG PERTANIAN DI
DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO KABUPATEN
MOJOKERTO ......................................................................... … 51

A. Keadaan Demografis Obyek Penelitian .....................................51
1. Letak Daerah dan Struktur Pemerintahan ..........................51
2. Sarana Pendidikan ...............................................................52

3. Sosial Ekonomi ....................................................................54
B. Peraktik Pola Kerja Ngedok di Desa Brangkal Kecamatan
Sooko Kabupaten Mojokerto.................................................

55

1. Kasus Pertama ...................................................................

55

2.Kasus Kedua ...........................................................................59
3. Kasus Ketiga ..........................................................................63
BAB IV

ANALISIS

HUKUM

ISLAM


TERHADAP

POLA

KERJA

NGEDOK DI DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO ................................................. … 68

A. Analisis Deskripsi Praktik Pola Kerja Ngedok Bidang
Pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko
Kabupaten Mojokerto................................................................68
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pola Kerja Ngedok
Bidang Pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko
Kabupaten Mojokerto................................................................70
1. Analisis Tentang Akad-Akad Fiqh yang Relevan
dengan Pola Kerja Ngedok di Desa Brangkal
Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto..............................71

x


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Analisis Tentang Kebolehan Pola Kerja Ngedok di
Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto...............................................................................74
BABV

PENUTUP .................................................................................

77

A. Kesimpulan .................................................................................77
B. Saran............................................................................................78
79

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto adalah Desa
yang mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bertani dan bercocok
tanam. Secara umum mereka dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni
Petani

dan

Buruh Tani . Petani adalah orang-orang yang bekerja di

bidang pertanian yang memiliki lahan sendiri, sedangkan Buruh Tani adalah
orang-orang yang bekerja di bidang pertanian tetapi tidak memiliki lahan
sendiri hanya mengandalkan keahlian dalam bidang pertanian.

Jika dipilah secara rinci pekerjaan-pekerjaan dalam pertanian (dalam hal
ini padi) mencakup item-item sebagai berikut1:
1. Penyiapan Tanah untuk Pesemaian (Nampek,bahasa Jawa)
Penyiapan tanah untuk pesemaian dimulai kurang lebih 20 hari
sebelum

benih

ditaburkan.

Tahap-tahap

penyiapan

dimulai

dari

membersihkan rumput dan sisa jerami, kemudian menbolak-balik tanah
dengan bajak dan digaru, atau dengan cangkul untuk membuat tanah

menjadi gembur.
2. Penaburan Benih
Benih yang ditabur adalah benih yang bertunas. Untuk memilih
yang bertunas benih itu direndam dengan air. Benih-benih yang bertunas
1

Ponidi (Petani), W awancara, Mojokerto, 25 April 2016

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

akan tenggelam sedangkan yang benih-benih tidak bertunas akan
terapung. Selain untuk memilih yang bertunas perendaman itu
dimaksudkan juga agar benih cepat berkecambah. Perendaman dilakukan
selama 24 jam sesudah perendaman benih kemudian ditiriskan lalu
dibungkus dengan daun pisang atau karung.
Pemeraman dilakukan selama 8 jam. Benih yang sudah
berkecambah kemudian disebar di tempat pesemaian. Penyebaran benih
diusahakan merata, tidak terlalu rapat atau tidak terlalu jarang.
3. Penyiapan Lahan Tanam Padi
Tahap-tahap penyiapan tanah dimulai dari membersihkan rumput
dan sisa jerami, kemudian menbolak-balik tanah dengan bajak dan digaru,
atau dengan cangkul untuk membuat tanah menjadi gembur dan
membenamkan bahan-bahan organis seperti: pupuk hijau, pupuk kandang,
dan kompos sehingga bercampur dengan tanah.
4. Penanaman, Pemeliharaan, dan memanen Padi
a. Penanaman Padi (Ndaut, bahasa Jawa)
Penanaman padi dimulai dari pencabutan bibit dari
pesemaian, bibit yang sudah berumur 20 sampai 25 hari. Bibit yang
sudah dicabut segera ditanam.
b. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dua kali, yakni pemupukan yang
pertama dilakukan setelah padi berumur 2 minngu dan pemupukan
kedua terjadi pada saat padi berumur 1 (satu) bulan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

c. Mencabut rumput disela-selah tanaman padi (Ndadak, bahasa Jawa)
Ndadak dilkukan dua kali. yakni pertama setelah padi
berumur 3 minggu dan yang kedua setelah padi berumur 6 minggu.
d. Pengairan
Air yang digunakan untuk pengairan padi di sawah adalah
air yang berasal dari sungai. Air tersebut dialirkan ke petakanpetakan sawah melalui saluran irigasi yang sudah dibuat.
e. Penyemprotan
Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan obat
insektisida. Penggunaan insektisida ini berbeda-beda sesuai dengan
umur tanaman dan hama yang akan dikendalikan.
f. Memanen
Memanen dilakukan saat padi berumur 90 hari, meliputi
mencabut pangkal batang padi dengan menggunakan sabit tajam,
hasil panen tersebut di simpan di suatu wadah kemudian di angkut ke
mesin perontok padi untuk jadi gabah. Lalu padi yang sudah bersih
dimasukkan ke dalam karung.

Dalam penyelesaian pekerjaaan-pekerjaan pertanian di atas petani di
Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto pada umumnya
menggunakan tenaga buruh tani yang kebanyakan menggunakan pola
bayaran, pola bayaran adalah pola kerja lepas dengan upah peritem

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

pekerjaan. Disamping itu ada juga pekerjaan-pekerjaan tertentu yang
menggunakan pola ngedok, yakni pola kerja yang membebankan kepada
buruh tani tiga jenis pekerjaan secara terangkai mulai dari menanam padi,
ndadak (membersihkan rumput-rumput di sela padi) dan memanen. Untuk
pekerjaan-pekerjaan tersebut buruh tani tidak memporoleh upah dalam
jumlah yang ditentukan nominalnya, melainkan mendapat bagi hasil dari
nisbah 1:4. Untuk lebih kongkritnya berikut ini dikemukakan beberapa fakta
tentang pola ngedok di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto.
Fakta pertama pola kerja Ngedok yang dilakukan oleh Ponidi sebagai
petani yang memiliki lahan pertanian seluas 1400 m2 dan sekelompok buruh
tani yang terdiri dari Sriatun, Zaroh, Salamah, Iyah, dan Aminah. Pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab kelompok buruh tani tersebut adalah
menanam padi, ndadak, dan memanen. Sedangkan pekerjaan yang lainnya
menjadi tanggung jawab Ponidi. Pada musim tanam yang lalu Januari tahun
2016 sawah ponidi menghasilkan 1000 kg gabah. Nisbah yang disepakati
kelompok buruh tani memperoleh bagi hasi sebesar

1
× 1000 kg=
5

200 kg.

4

Sedangkan Ponidi memperoleh hasil sebesar 5 × 1000 kg = 800 kg.2
Fakta kedua pada tahun 2016 Bulan January lalu Salim sebagai Petani
melakukan pola Ngedok

dengan kelompok tani yang terdiri dari Yuni,

Lipah, Nasikha, dan Khayatun. Luas lahan Sulkhan 800 m2. Buruh tani
bertanggung jawab atas pekerjaan menanam padi, ndadak, dan memanen.
2

Ponidi (Petani), W awancara, Mojokerto, 26 April 2016.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Dari luas lahan 800 m2 Sulkhan memporoleh hasil sebesar 600 kg gabah.
1

Dengan bagi hasil yang sudah disepakati maka buruh tani mendapatkan 5 ×
600 kg = 120 kg gabah dan Sulkhan memporoleh bagi hasil

4
× 600
5

kg = 480

kg gabah.3

Fakta yang ketiga pola ngedok yang dilakukan oleh Agus Munir sebagai
petani yang mempunyai luas lahan 2145 m2. dan kelompok buruh tani yang
terdiri dari Sriatul, Nawiyah, Tubik, dan Bariyah. Agus Munir dan kelompok
Buruh Tani bersepakat untuk melakukan praktek Ngedok. Sehingga Buruh
tani bertanggung jawab untuk menanam, dan memanen. Sedangkan
tanggung jawab Agus adalah untuk menyiapkan lahan, benih, penyiraman,
dan perawatan. dari hasil memanen tanam lalu pada bulan Desember 2015
Agus mendapatkan hasil memanen 1640 kg padi basah. Dengan bagi hasil
1

yang sudah disepakati, maka buruh tani mendapatkan 5 × 1640 kg = 328 kg
4

gabah. Sedangkan Agus Munir mendapatkan bagi hasil sebesar 5 × 1640 kg =
1312 kg.4
Dalam kajian fikih pola-pola kerjasama dalam bidang pertanian yang
diidentifikasikan dengan sebutan musa>
qah, muza>
ra’ah dan mukha>
barah.
Musa>
qah ialah kerjasama antara petani dan buruh tani di mana buruh
tani hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan, sebagai
imbalan buruh tani berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.5

3

Sulkhan (Petani), wawancara, Mojokerto, 26 April 2016.
Agus Munir (Petani), wawancara, Mojokerto, 27 April 2016.
5
Mardani, Fiqh Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenadamedia, 2013). 242.
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Muza>
ra’ah ialah kerjasama pengolahan pertanian antara petani dan
buruh tani, di mana petani menyiapkan lahan pertanian dan benih kepada
buruh tani untuk ditanami dan dipelihara, dengan imbalan buruh tani berhak
atas nisbah tertentu dari hasil panen 6
Mukha>
barah ialah kerjasama pengolahan pertanian antara petani dan
buruh tani, di mana pemilik lahan menyiapkan lahan pertanian kepada buruh
tani untuk ditanami sedangkan benih berasal dari buruh tani dengan imbalan
buruh tani berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.7
Pola kerjasama Musa>
qah buruh tani bertanggung jawab terhadap
perawatan dan penyiraman, sedangkan petani bertanggung jawab terhadap
menyiapkan lahan, benih, menanam padi dan memanen. Pola kerjasama
Muza>
ra’ah petani bertanggung jawab menyiapkan lahan pertanian beserta
benih, sedangkan menanam, merawat, dan memanen tanggung jawab buruh
tani. Pola kerjasama Mukha>
barah petani hanya menyiapkan lahan pertanian,
pekerjaan-pekerjaan yang lain yang terdiri dari menyiapkan benih, menanam,
merawat, dan memanen menjadi tanggung jawab buruh tani. Sedangkan
dalam pola ngedok ini petani bertanggung jawab terhadap menyiapkan lahan,
benih, penyiraman, dan perawatan. Buruh Tani bertanggung jawab untuk
pekerjaan menanam, sebagian perawatan yakni ndadak, dan memanen.
Jika dilakukan dalam pola-pola kerjasama dalam bidang pertanian yang
sudah ditentukan dalam kajian fikih. Tampak bahasan pola ngedok tidak
mencerminkan musa>
qah, muza>
ra’ah, dan mukha>barah. Inilah segi yang
6
7

Ibid. 240.
Ibid., 240.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

membuat pola kerja ngedok di bidang pertanian di Desa Brangkal
Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto tersebut menarik untuk diteliti dan
dikaji dari perspektif hukum Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinankemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian, dari
uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah:
1.

Praktik pola kerja ngedok .

2.

Sistem Bagi Hasil.

3.

Syarat dan Rukun dalam kerjasama pertanian pertanian.

4.

Norma kerjasama pertanian dalam Islam.

5.

Berakhirnya akad kerja ngedok.

6.

Analisis hukum Islam terhadap status hukum pola kerja ngedok.
Dari identifikasi masalah tersebut, masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini dibatasi pada dua masalah sebagai berikut.
1. Praktik kerja ngedok di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto.
2. Analisis hukum Islam terhadap pola kerja ngedok di Desa Brangkal
Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

C. Rumusan Masalah

Sejalan dengan identifikasi masalah di atas, masalah-masalah yang
akan dicari jawabannya melalui penelitian ini dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi praktik pola kerja ngedok dalam bidang pertanian di
Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto ?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pola kerja ngedok bidang
pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.8
Setelah penulis menelusuri kajian sebelumnya, penulis menemukan
skripsi yang membahas kajian yang berkaitan dengan Kerjasama bidang
pertanian yakni:
Pertama, penelitian yang berjudul

Aplikasi Muza<
ra’ah di Desa

Drajat Baureno Bojonegoro (Analisis Hukum Islam) , pada tahun 2004 yang
ditulis oleh Muh Sonoto Fakultas Syari ah yang menulis tentang perbedaan

8

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk
Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

pandangan Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanabilah terhadap pelaksanaan
Muza<
ra’ah di Desa Drajat. Persoalan yang dibahas dalam skripsi ini yakni:
1. Bagaimana konsep Muza<
ra’ah menurut mazhab Syafi i dan Ahmad Bin
Hanbal?
2. Bagaimana aplikasi Muza<
ra’ah di Desa Drajat Kecamatan Baureno
Kabupaten Bojonegoro?
3. Bagaimana pandangan mazhab Syafi i dan Ahmad Bin Hanbal terhadap
pelaksanaan Muza<
ra’ah di Desa Drajat Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro?
Hasil penelitian yang Moh Sunoto lakukan menyimpulkan bahwa
konsep muza<
ra’ah menurut Syafi i adalah sah, apabila akad Muza<
ra’ah
mengikuti akad Musa>
qah dan benihnya dari pemilik sawah. Sedangkan
menurut mazhab Hanbali membolehkan Muza<
ra’ah, karena akadnya cukup
jelas. Yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan sawah
dan benihnya juga boleh dari petani penggarap. Kemudian mengenai
Aplikasi Muza<
ra’ah yang terjadi di Desa Drajat yaitu bentuk kerjasama
pengolahan sawah antara petani penggarap dengan pemilik sawah dengan
imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen dan benihnya dari petani
penggarap. Menurut mazhab Syafi i terhadap aplikasi Muza<
ra’ah adalah
kurang sesuai dengan pandangan mazhab mereka. Pertama, dalam
melaksanakan akad Muza<
ra’ah mereka hanya menggunakan kebiasaan
sehari-hari, yaitu akadnya berdiri sendiri tidak mengikuti pada akad
musa>
qah. Kedua, benihnya dari petani penggarap. Akan tetapi, pandangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

mazhab Hanbali membolehkannya, baik mengenai akadnya, pelaksanaannya
maupun benihnya juga boleh dari petani penggarap.9
Kedua, Siti Machmudah seorang mahasiswa Fakultas Syari ah pada
tahun 2013 menulis skripsi yang berjudul

Analisis Hukum Islam Terhadap

Kerjasama Pertanian Dengan Sistem Bagi Hasil Disertai Upah Di Desa
Pademonegoro Kecamatan Sokodono Kabupaten Sidoarjo

pada skripsi

tersebut Siti Machmudah mengemukakan Persoalan-persoalan yang
ditemukan:
1. Bagaimana sistem bagi hasil yang disertai upah pada kerjasama
pertanian di Desa Pademonegoro Kecamatan Sokodono Kabupaten
Sidoarjo?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap sistem bagi hasil yang disertai
upah pada kerjasama pertanian di Desa Pademonegoro Kecamatan
Sokodono Kabupaten Sidoarjo?
Praktik kerjasama pertanian di Desa Pademonegoro Kecamatan
Sokodono Kabupaten Sidoarjo. Siti Machmudah menjelaskan hasil
penelitiannya yaitu kerjasama antara pemilik sawah dengan pengelola di
mana pemilik sawah memberi tugas kepada pengelola untuk ditanami dan
dikelola dengan imbalan sebagian persentase dari hasilnya, di mana biaya
dari keseluruhan mulai dari pembibitan sampai panen dari pemilik sawah
dan juga pengelola meminta upah berupa berupa uang kepada pemilik

9

Muhammad Sunoto, A plikasi Muzara>
’ah di Desa Drajat Baureno Bojonegoro (Analisis Hukum
Isalam) , (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2004).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

sawah. Adapun pada akad perjanjian kerjasama ini pada awalnya tidak ada
upah berupa uang, upah yang disepakati di perjanjian awal adalah upah
berupa sebagian dari panen. Sehingga dari kerjasama ini ada salah satu pihak
yang dirugikan. Sedangkan, menurut pandangan hukum Islam praktik
kerjasama pertanian ini tidak sesuai dengan tujuan dari suatu kerjasama
yaitu saling membantu/ meringankan beban oaring lain.10
Ketiga, pada tahun 2006 Maria Ulfa menulis skripsi yang berjudul
Studi Komperasi Praktik Muza<
ra’ah Pada Masa Nabi Dengan Pertanian Di
Indonesia (studi kasus di Desa Trepan Babat Lamongan) , masalah pokok
yang diangkat oleh Maria Ulfa adalah:
1. Bagaimana praktik Muza<
ra’ah pada masa Nabi di Khaibar?
2. Bagaimana praktik pertanian di Desa Trepan Babat Lamongan?
3. Bagaimana perbandingan praktik Muza<
ra’ah pada masa Nabi dan
Praktik pertanian di Desa Trepan Babat Lamongan?
Maria Ulfa menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa akad
Muza<
ra’ah pada masa Nabi dengan pertanian di Indonesia sekarang adalah
akad saling tolong menolong antara pemilik tanah dengan penggarap karena
semua keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Dalam tata cara akad
pemilik meminta kepada penggarap untuk mengolah tanahnya. Mengenai
kesepakatan akad bahwa antara pemilik dan penggarap sepakat mengenai
transaksi ini dan tidak ada keraguan antara pemilik dan penggarap, sistem

10

Siti Machmudah, A nalisis Hukum Isalam Terhadap Kerjasama Pertanian Dengan Sistem Bagi
Hasil Disertai Upah Di Desa Pademonegoro Kecamaatan Sokodono Kabupaten Sidoarjo , ,
(Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

bagi hasil yang digunakan adalah sama yakni ¼ atau ½ baik pada masa Nabi
ataupun pada pertanian di Indonesia sekarang.11
Keempat, Penelitian Afia Susilo dalam bentuk skripsi yang berjudul
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Pertanian (Muza<
ra’ah)
studi kasus di Desa Dalangan Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten dalam
skripsi Afia Susilo masalah pokok yang dibahas adalah:
1. Bagaimana praktik Muza<
ra’ah yang ada di Desa Dalangan Kecamatan
Tulung Kabupaten Klaten?
2. Bagaimana tinjauana hukum Islam terhadap akad Muza<
ra’ah yang ada di
Desa Dalangan Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten?
Hasil skripsi Afia Susilo menjelaskan bahwa akad Muza<
ra’ah di Desa
Dalangan Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten antara pemilik tanah
dengan penggarap belum sesuai dengan hukum Islam. Karena dalam praktik
Muza<
ra’ah tersebut mengandung unsur (ketidakjelasan) pada objek akad
dengan bagi hasil yang menyebabkan terjadi perbedaan antara tujuan akad
aslinya dengan akad yang terjadi.12
Kemudian, skripsi yang kelima berjudul

Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Praktik Pengolahan Lahan Pertanian Di Jorong Kelabu, Nagari
Simpang Tonang, Sumatera Barat skripsi tersebut ditulis oleh Lara Harnita

11

Maria Ulfa, Studi Komperasi Praktek Muzara’ah Pada Masa Nabi Dengan Pertanian Di
Indonesia (studi kasus di Desa Trepan Babat Lamongan) , (Skripsi UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2006).
12
Afia Susilo, Tinjauan Hukum Islam Terhadap A kad Bagi Hasil Muzara’ah (Studi Kasus di
Desa Dalangan, Kabupaten Klaten, (Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

pada tahun 2012, pokok permasalahan yang dibahas oleh Lara Harnita
adalah:
1. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap akad pengolahan lahan
pertanian di Jorong Kelabu Nagari Simpang Tonang Sumatera Barat?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem bagi hasil dan
berakhirnya perjanjian dalam akad pengolahan lahan pertanian di Jorong
Kelabu Nagari Simpang Tonang Sumatera Barat?
Lara Hernita menyimpulkan bahwa akad kerjasama pengolahan
lahan pertanian atau praktik ongkos pudi di Jorong Kelabu Nagari Simpang
Tonang sesuai dengan praktik akad Muza<
ra’ah dan tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Tetapi ada beberapa aspek dalam akad ini yang tidak
sesuai dengan konsep hukum Islam, yaitu dari segi pembagian hasil dan
kewajiban para pihak.13
Dari penelitian di atas dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan
berbeda karena pada penulisan karya tulis pertama, Moh Sunoto membahas
tentang praktik Muza<
ra’ah di Desa Drajat menurut pandangan mazhab
Syafi i dan pandangan mazhab Hanabilah. Kedua, karya tulis Siti
Machmudah yang membedakannya adalah tentang kerjasama pertanian
dengan sistem bagi hasil disertai upah. Ketiga, Maria Ulfa dalam karya
tulisnya mengenai studi komperasi antara kerjasama praktik Muza<
ra’ah pada
masa Nabi dengan pertanian di Indonesia. Dalam skripsi yang keempat yang
13

Lara Harnita Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pengolahan Lahan Pertanian di Jorong
Kelabu, Nagari Simpang Tonang, Sumatera Barat ,(Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

ditulis oleh Afia Susilo yang membedakannya tinjauan hukum Islam
terhadap akad Muza<
ra’ah. Kemudian skripsi yang terakhir yang ditulis oleh
Lara Hernita yang membedakannya tinjauan hukum Islam terhadap sistem
bagi hasil dan berakhirnya perjanjian dalam akad pengolahan lahan
pertanian. Sedangkan dalam hal ini pembahasan penelitian ini peneliti lebih
fokus kepada bahasan jenis pekerjaan buruh tani dalam pola kerja Ngedok
dari perspektif Musa>
qah, Muza>
ra’ah, dan Mukha>
barah. Selain itu, berkenaan
dengan sisi kebolehan atau tidaknya pola kerja Ngedok dalam bidang
pertanian tersebut menurut pandangan hukum Islam seperti yang terangkum
dalam judul

Analisis Hukum Islam Terhadap Pola Kerja Ngedok dalam

Bidang Pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui deskripsi praktik pola kerja ngedok dalam bidang
pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto ?
3. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap pola kerja ngedok
bidang pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto diperkenankan menurut hukum Islam ?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

F. Kegunaan Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan manfaat, antara
lain:
1. Kegunaan Teoritis: hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
menambah informasi ilmu pengetahuan mengenai hukum Islam tentang
Kerjasama dalam bidang Pertanian. Disamping itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya tentang
kerjasama bidang pertanian menurut syari at Islam.
2. Kegunaan Praktis: hasil penelitian diharapkan berguna sebagai acuan
dalam memberikan kontribusi pemikiran kepada masyarakat, khususnya
kepada petani dan buruh tani di Desa Brangkal Kecamatan Sooko
Kabupaten Mojokerto. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam melakukan
kerjasama dalam bidang pertanian di Desa Brangkal Kecamatan Sooko
Kabupaten Mojokerto.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian yang diidentifikasikan:
1. Hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
berkenaan dengan kerjasama bidang pertanian yang berdasarkan alQur an dan Hadis.14
2. Kerja Ngedok adalah porsi kerja buruh tani dalam kerjasama bidang
pertanian dengan petani yang meliputi tiga jenis pekerjaan secara
terangkai mulai dari menanam padi, ndadak (membersihkan rumputrumput di sela padi) dan memanen. Sedangkan porsi kerja petani meliputi
penyiapan lahan, benih, penyiraman, dan perawatan.

H. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Desa Brangkal Kecamatan Sooko
Kabupaten Mojokerto.
2. Data yang Dikumpulkan
Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama, data yang
dikumpulkan adalah kasus-kasus praktik kerja Ngedok dalam kerjasama
di bidang pertanian yang meliputi:
a. Profil pelaku akad.
b. Akad yang digunakan.
c. Realitas pekerjaan yang dilakukan oleh petani dan buruh tani.
14

Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai
Pustaka, 1997), 86.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

d. Bagi hasil yang diperoleh.
Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a. Ayat suci al-Qur an tentang kerjasama.
b. Hadis tentang kerjasama dalam bidang pertanian.
c. Pendapat para Ulama tentang kerjasama dalam bidang pertanian.
3. Sumber Data
a. Petani yakni Ponidi, Salim, dan Agus Munir.
b. Buru Tani yakni Sriatun, Kasmirah, dan Sriatul.
c. al-Qur an, Hadis, dan kitab-kitab yang menjelaskan tentang
kerjasama bidang pertanian dalam Kajian Fikih. Adapun data yang
digunakan peneliti diperoleh dari:
1) Bu<
lughul Mara<
m , Ibn Ha
ra’ah, dan Mukha>
barah. Norma
hukum Islam tentang Musa>
qah, Muza>
ra’ah, dan Mukha>
barah tersebut disajikan
secara rinci dalam uraian berikut ini:
A.

Norma Tentang Musa>
qah

1. Pengertian Musa>
qah
Ulama fikih berbeda pendapat dalam mendefinisikan musa>
qah,
antara lain:
a. Menurut Syafi iyah

Musa>
qah ialah menjalin kerjasama dengan orang lain berkenaan
dengan kurma dan pohon anggur saja, untuk ia garap dengan mengairi
dan merawatnya berdasarkan kesepakatan bahwa buahnya untuk
mereka berdua.1

1

Asy-Syarbaini al-Khatib, Mughi al-Muhtaj, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 323.

21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

b. Menurut Shaykh Syiha
qah
Dasar hukum yang digunakan ulama dalam menetapkan musa>
qah
adalah hadis nabi saw. Berikut ini:

‫َﻋ ْن‬
(

)

Artinya: Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah saw menjalin
kerjasama dengan penduduk khaibar dengan perolehan hasil separuh dari
yang dihasilkan kebun itu, baik berupa buah-buahan, maupun tanaman
(HR Ahmad Bukhari dan Muslim).3

2

Qalyubi wa Umairah, Hasiyah Qalyubi wa Umairah, (Kairo: Musthofa al Babi Al-Halabi, 1956),
60.
3
Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1998), 335.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

3. Rukun-Rukun Musa>
qah
Jumhur ulama menetapkan rukun musa>
qah ada empat, sebagai
berikut:
a. Pemilik Tanah
b. Petani Penggarap
c. Objek Musa>
qah
Objek musa>
qah menurut Hanafiyah adalah pohon-pohon yang
berbuah, seperti kurma, akan tetapi, menurut sebagian ulama
Hanafiyah lainnya membolehkan musa>
qah atas pohon yang tidak
berbuah sebab sama-sama membutuhkan pengurusan dan siraman.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa objek musa>
qah adalah
tumbuh-tumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah dan memiliki
akar yang tetap di tanah, seperti anggur, kurma yang berbuah, dan
lain-lain.

d. Shighat
Menurut ulama Syafi iyah tidak dibolehkan menggunakan kata
ija<
rah (sewaan) dalam akad musa>
qah sebab berlainan akad. Adapun
ulama Hanabilah membolehkannya sebab yang terpenting adalah
maksudnya, bagi orang yang mampu berbicara kabul harus diucapkan
agar akad menjadi lazim, seperti pada ija<
rah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Menurut ulama Hanabilah sebagaimana pada muza>
ra’ah, tidak
disyaratkan kabul dengan ucapan, melainkan cukup dengan
mengerjakannya.4
4. Syarat-Syarat Musa>
qah
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing
rukun sebagai berikut:
a. Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musa>
qah harus orang
yang cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal.
b. Objek musa>
qah itu harus terdiri atas pepohonan yang mempunyai
buah. Dalam menentukan objek musa>
qah ini terdapat perbedaan
pendapat ulama fikih. Menurut ulama Hanafiyah, yang boleh menjadi
objek musa>
qah adalah pepohonan yang berbuah, seperti kurma,
anggur, dan terong. Sedangkan Ulama Malikiyah, menyatakan bahwa
yang menjadi objek musa>
qah itu adalah tanaman keras dan palawija,
seperti kurma, terong, apel dan anggur dengan syarat bahwa:
1) Akad musa>
qah itu dilakukan sebelum buah itu layak dipanen.
2) Tenggang waktu yang ditentukan jelas.
3) Akadnya dilakukan setelah tanaman itu tumbuh.
4) Pemilik perkebunan tidak mampu mengolah dan memelihara
tanaman itu.
Menurut ulama Hanabillah, yang boleh dijadikan objek musa>
qah
adalah terhadap tanaman yang buahnya boleh dikonsumsi. Oleh sebab
4

Rachmad Syafe i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 214-215.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

itu, musa>
qah tidak berlaku terhadap tanaman yang tidak memiliki
buah.
Adapun ulama Syafi iyah berpendapat bahwa yang boleh
dijadikan objek akad musa>
qah adalah kurma dan anggur saja.
c. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap setelah
akad berlangsung untuk digarap, tanpa campur tangan pemilik tanah.
d. Hasil (buah) yang diperoleh dari kebun itu merupakan hak mereka
bersama, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat, baik dibagi
dua, tiga, dan sebagainya.
e. Lamanya perjanjian harus jelas, karena transaksi ini sama dengan
transaksi sewa-menyewa agar terhindar dari ketidakpastian.5
5. Hukum-Hukum yang Terkait Dengan Musa>
qah
Akad musa>
qah, menurut para ulama fikih adakalanya sahih, jika
memenuhi rukun dan syaratnya, dan adakalanya juga fasid, yaitu apabila
salah satu syarat dari akad musa>
qah tidak terpenuhi.
Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan akad musa>
qah yang
sahih adalah:
a. Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan pemeliharaan tanaman,
pengairan kebun, dan segala yang dibutuhkan untuk kebaikan
tanaman itu, merupakan tanggung jawab petani penggarap.
b. Seluruh hasil panen dari tanaman itu menjadi milik kedua belah pihak
(pemilik dan petani).

5

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 111-112.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

c. Jika kebun itu tidak menghasilkan apapun (gagal panen), maka
masing-masing pihak tidak mendapatkan apa-apa.
d. Akad musa>
qah yang disepakati mengikat kedua belah pihak, sehingga
masing-masing pihak tidak boleh membatalkan akad itu, kecuali ada
uzur (halangan) yang membuat tidak mungkin untuk melanjutkan
akad yang telah disetujui itu. Atas dasar itu, pemilik perkebunan
berhak untuk memaksa petani untuk bekerja, kecuali ada uzur pada
diri petani itu.
e. Petani penggarap tidak boleh melakukan akad musa>
qah lain dengan
pihak ketiga, kecuali atas keizinan dari pemilik perkebunan (pihak
pertama).
Selain hukum-hukum yang berkaitan dengan akad musa>
qah yang
sahih, terdapat pula hukum-hukum yang berkaitan dengan akad musa>
qah
yang fasid:
a. Petani penggarap tidak boleh dipaksa untuk bekerja di kebun itu.
b. Hasil panen seluruhnya menjadi milik pemilik kebun, sedangkan
petani penggarap tidak menerima apapun dari hasil kebun itu, tetapi
ia hanya berhak upah yang wajar yang berlaku di daerah itu.
Adapun akad musa>
qah bersifat fasid apabila:
a.

Seluruh hasil panen disyaratkan menjadi milik salah satu pihak yang
berakad, sehingga makna serikat tidak ada dalam akad itu.

b. Disyaratkan pemilik kebun juga ikut bekerja di kebun itu, bukan
petani penggarap saja.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

c. Disyaratkan bahwa mencangkul tanah menjadi kewajiban petani
penggarap, karena dalam Akad musa>
qah pekerjaan sejenis ini bukan
menjadi pekerjaan petani, karena perserikatan dilakukan hanyalah
untuk memelihara dan mengairi tanaman, bukan memulai tanam.
d. Mensyaratkan seluruh pekerjaan yang bukan merupakan kewajiban
petani atau pemilik.
e. Melakukan kesepakatan terhadap tenggang waktu, sementara dalam
tanggang waktu yang disepakati tanaman belum dipanen. Menurut
adat kebiasaan setempat dan adat kebiasaan tanaman yang dipilih.6
6. Berakhirnya Akad Musa>
qah
Menurut ulama Fikih ada perbedaan pendapat mengenai
berakhirnya akad musa>
qah antara lain :
a. Menurut Ulama Hanafiyah
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa musa>
qah sebagaimana
dalam muza>
ra’ah dianggap selesai dengan adanya tiga perkara:
1) Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang
akad.
Jika waktu telah habis, tetapi belum menghasilkan apaapa, penggarap boleh berhenti. Akan tetapi, jika penggarap
meneruskan bekerja di luar waktu yang telah disepakati, ia tidak
mendapatkan upah.

6

Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 286-287.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Jika penggarap menolak untuk bekerja, pemilik atau ahli
warisnya dapat melakukan tiga hal:
a) Membagi buah dengan memakai persyaratan tertentu.
b) Penggarap memberikan bagiannya kepada pemilik.
c) Membiayai sampai berbuah, kemudian mengambil bagian
penggarap sekedar pengganti pembiayaan.
2) Meninggalnya salah seorang yang akad
Jika penggarap meninggal, ahli warisnya berkewajiban
meneruskan musa>
qah, walaupun pemilik tanah tidak rela. Begitu
pula

jika

pemilik

pemeliharaannya

meninggal,

walaupun

ahli

penggarap
waris

meneruskan

pemilik

tidak

menghendakinya. Apabila kedua orang yang akad meninggal,
yang paling berhak adalah ahli waris penggarap. Jika ahli waris
itu menolak, musa>
qah diserahkan kepada pemilik tanah.
3) Membatalkan, baik dengan ucapan secara jelas atau adanya uzur
Di antara uzur yang dapat membatalkan musa>
qah:
a) Penggarap dikenal sebagai pencuri yang dikhawatirkan akan
mencuri buah-buahan yang digarapnya.
b) Penggarap sakit sehingga tidak dapat bekerja.
b. Menurut Ulama Malikiyah
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa musa>
qah adalah akad yang
dapat diwariskan. Dengan demikian, ahli waris penggarap berhak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

untuk menuruskan garapan. Akan tetapi, jika ahli warisnya menolak,
pemilik harus menggarapnya.
Musa>
qah dianggap tidak batal jika penggarapnya diketahui
seorang pencuri, tukang berbuat zalim atau tidak dapat bekerja.
Penggarap boleh memburuhkan orang lain untuk bekerja. Jika tidak
mempunyai modal, ia boleh mengambil bagiannya dari upah yang
akan diperolehnya bila tanaman berbuah. Ulama Malikiyah beralasan
bahwa musa>
qah adalah akad yang lazim yang tidak dapat dibatalkan
karena adanya uzur, juga tidak dapat dibatalkan dengan pembatalan
sepihak sebab harus ada kerelaan di antara keduannya.
c. Menurut Ulama Syafi iyah
Ulama Syafi iyah berpendapat bahwa musa>
qah tidak batal dengan
adanya uzur, walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat. Akan
tetapi, pekerjaan penggarap harus diawasi oleh seorang pengawas
sampai penggarap menyelesaikan pekerjaannnya. Jika pengawas tidak
mampu mengawasinya, tanggung jawab penggarap dicabut kemudian
diberikan kepada penggarap yang upahnya diambil dari harta
penggarap.
Menurut ulama Syafi iyah, musa>
qah selesai jika habis waktu. Jika
buah keluar setelah habis waktu, penggarap tidak berhak atas
hasilnya. Akan tetapi, jika akhir musa>
qah buah belum matang,
penggarap berhak atas bagiannya dan meneruskan pekerjaannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Musa>
qah dipandang batal jika penggarap meninggal, tetapi tidak
dianggap batal jika pemilik meninggal. Penggarap meneruskan
pekerjaannya sampai mendapatkan hasilnya. Akan tetapi, jika
seorang ahli waris yang mewarisinya pun meninggal, akad menjadi
batal.
d. Menurut Ulama Hanabilah
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa musa>
qah sama dengan
muza>
ra’ah, yakni termasuk akad yang dibolehkan, tetapi tidak lazim.
Dengan demikian, setiap sisi dari musa>
qah dapat membatalkannya.
Jika musa>
qah rusak setelah tampak buah, buah tersebut dibagikan
kepada pemilik dan penggarap sesuai dengan perjanjian waktu akad.
Jika penggarap meninggal, musa>
qah dipandang tidak rusak, tetapi
dapat diteruskan oleh ahli warisnya. Jika ahli waris menolak, mereka
tidak boleh dipaksa, tetapi hakim dapat menyuruh orang lain untuk
mengelolanya dan upahnya diambil dari peninggalannya. Akan tetapi,
jika tidak memiliki peninggalan. Upah tersebut diambil dari bagian
penggarap sebatas yang dibutuhkan sehingga musa>
qah sempurna.
Jika penggarap kabur sebelum penggarapannya selesai, ia tidak
mendapatkan apa-apa sebab ia dipandang telah rela untuk tidak
mendapatkan apa-apa.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

B. Norma Tentang Muza>
ra’ah

1. Pengertian Muza>
ra’ah
Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian muza>
ra’ah,
sebagai berikut:
a. Menurut Ibra
ra’ah
Dalam

menetapkan

hukum

keabsahan

muza>