Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo

(1)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

LUHUT HAMONANGAN 050501124

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2009


(2)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRACT

The main purpose of this research is to analyze the prospect agriculture development of Karo Regency North Sumatera. Productivity of agriculture is important to increase the growth of economy. The result sector of agriculture observed by volume of export and the value still increase. Data employed in this research are data primer and sekunder from 1999 –2008. The method used by analyze descritip. The result shows that the region which in Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) have a competitive potential in international trade, especially commodity of vegetables.


(3)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK

Tujuan utama Penelitian ini adalah untuk menganalisis prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Produksi hasil pertanian menjadi faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian ini dapat dilihat dari volume dan nilai ekspor hasil pertanian yang terus meningkat. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yakni pada tahun 1999-2008. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai daerah yang termasuk dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) memiliki keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional, khususnya komoditi sayur mayur yang telah lama menjadi andalan komoditi ekspor. Kata kunci: Volume Ekspor, Luas Lahan, dan Pendapatan Sektor Pertanian


(4)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber segala hikmat yang telah melimpahkan berkat dan karunianya sejak masa awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun guna penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Adapun Skripsi ini berjudul “ Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di

Kabupaten Karo “ dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada studi lapangan

dan literatur dengan menganalisis data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari para petani di Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Simpang Empat, dan Kecamatan Berastagi serta di masing-masing Kantor Kecamatan.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSp sebagai dosen wali saya yang telah memberikan arahan-arahan selama masa perkuliahan.


(5)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

4. Bapak Prof. Dr Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan-arahan selama masa perkuliahan dan meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan guna penyelesaian skripsi ini mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Dr. Sirojuzilam, SE selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi selaku dosen penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Seluruh petani di Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat dan Berastagi Kabupaten Karo yang telah bersedia di wawancarai dalam pengambilan data primer skripsi ini.

9. Seluruh staf di Kantor Kecamatan Tiga Panah, Kabanjahe, Simpang Empat dan Berastagi Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan skripsi ini. Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik Tingkat I Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini.

10.Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Albert Manalu dan Rince Ria Situmeang Spd, yang telah mengasuh, telah bersabar mendidik saya yang


(6)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

banyak kesalahan, memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi, juga kepada Saudara-saudariku tercinta (Kak Tiur Nismawati, adik saya Daniel Andreo dan Veronica Adelina) yang telah banyak memberikan motivasi dan sabar menghadapi saya.

11.Kepada sahabat-sahabat EP’ 05 terspesial Punguan EPOS dan kelompok PA saya, anak-anak mukondo, MP4, anak-anak PORKIS, teman-teman satu atap dan seluruh angkatan di Ekonomi Pembangunan atas kebersamaan kita selama ini dan juga motivasi serta bantuan ide yang diberikan oleh (B’Viktor, B’Sepin, Lisna, Manchon, Sonder, Lae Franky, Ito Fitri), sahabat dan teman lama yang telah memberikan doa dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Medan, 11 Maret 2009 Penulis


(7)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8

2.1.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2.2. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ... 13

2.2.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian ... 13

2.2.2. Keterkaitan Ekonomi Terhadap Sektor Pertanian... 16

2.2.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan ... 16

2.2.4. Pertanian Sebagai Sektor Pemimpin ... 18

2.3. Pembangunan Pertanian 2.3.1. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian ... 19

2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian ... 24


(8)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian ... 32

2.4. Ekspor 2.4.1. Teori Mengenai Ekspor ... 32

2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian ... 33

2.5. Pengeluaran Pemerintah 2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 36

2.5.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah ... 39

2.5.3. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 43

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 43

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4. Metode Analisis ... 45

3.5. Defenisi Operasional... 45

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Dekriptif Daerah Penelitian 4.1.1. Geografis Daerah ... 46

4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi ... 47

4.1.3. Kondisi Demografi ... 48

4.1.4. Potensi Wilayah ... 49

4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo ... 49

4.3. Perkembangan Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 55

4.3.1. Gambaran Sektor Kehutanan Kabupaten Karo... 65


(9)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

4.5. Program-program Pembangunan Sektor Pertanian ... 76

4.5.1. Program Pengembangan Agribisnis ... 76

4.5.2. Pengembangan Agribisnis Melalui Pendekatan Kawasan .. 77

4.5.3. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ... 81

4.5.4. Program Peningkatan Ketahanan Pangan... 82

4.5.5. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani ... 83

4.5.6. Program Pengembangan Pertanian Organik ... 88

4.6. Langkah Strategis Memanfaatkan Keunggulan Komparatif ... 90

4.7. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian yang artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja dan bergantung pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian ini memberi arti bahwa di masa yang akan datang sektor ini masih perlu terus dikembangkan. Sektor ini telah menyumbang penerimaan devisa 26,45% dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebesar 24,69% pada tahun 2005.Sektor pertanian juga merupakan faktor penting khususnya bagi sektor industri sebagai penyedia bahan baku.

Sekarang ini sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif yang mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Pembangunan pertanian didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian-penelitian, pengembangan, teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi oleh negara dalam jumlah besar. Pertanian kini dianggap sektor pemimpin (leading sektor) yang diharapkan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya.

Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap daerah berbeda-beda. Pra-kondisi itu meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Di Jepang pra kondisi itu, sebagian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana-dana yang


(11)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

digunakan untuk mengembangkan sektor industri. A.T. Mosher dalam bukunya

Getting Agrculture Moving (1965) - yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia – telah menganalisa syarat-syarat pembangunan pertanian di banyak negara dan menggolong–golongkannya menjadi syarat mutlak dan syarat pelancar. Menurut Mosher ada lima syarat yang mutlak harus ada dalam mendukung pembangunan pertanian. Apabila salah satu syarat tersebut tidak ada, maka terhentilah pembangunan pertanian; pertanian dapat berjalan terus tetapi statis.

Syarat–syarat mutlak itu menurut Mosher adalah: 1. Adanya pasar untuk hasil–hasil usaha pertanian.

2. Teknologi yang senantiasa berkembang.

3. Tersedianya bahan–bahan dan alat–alat produksi secara lokal.

4. Adanya perangsang produksi bagi petani.

5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.

Disamping syarat–syarat mutlak itu Mosher juga menjelaskan syarat–syarat pelancar yang dapat mendorong pembangunan pertanian, yaitu:

1. Pembangunan pendidikan.

2. Kredit produksi.

3. Kegiatan gotong royong petani.

4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.

5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, yang dampaknya terlihat pada tahun 1998 dimana secara langsung mempengaruhi struktur perekonomian Indonesia. Hampir semua sektor cenderung menurun kecuali sektor pertanian yang


(12)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

tumbuh sebesar 2,48 persen sehingga sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan yang positif untuk perbaikan ekonomi.

Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia dimana sektor pertanian merupakan penyumbang nilai tambah yang potensial bagi PDRB Sumatera Utara. Dan jika berbicara mengenai kesempatan kerja, maka sebagian besar penduduk Sumatera Utara bekerja pada sektor pertanian sebesar 66,88 %, pada sektor industri sebesar 4,77 %, pada sektor perdagangan sebesar 8,57 % dan sektor lain-lain sebesar 7,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam perekonomian Sumatera Utara.

Melihat pentingnya sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, tiap-tiap daerah meningkatkan pembangunan di sektor ini seperti di daerah Kabupaten Karo. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Karo hingga saat ini. Peranan sektor ini terhadap PDRB Karo dalam harga berlaku tercatat sebesar 67,57% pada tahun 2000 dan 59,58% pada tahun 2006, sedangkan dalam harga konstan tahun 2000 ialah 65,40% dan 59,53% pada tahun 2006. Hal tersebut dapat dipahami karena Kabupaten Karo adalah daerah pertanian dataran tinggi. Adapun jenis tanaman yang dibudidayakan di Kabupaten Karo ialah jenis tanaman umbi–umbian, sayur–sayuran, buah–buahan dan tanaman padi.

Dari jenis tanaman umbi–umbian, tanaman jagung adalah tanaman yang paling dominan dimana pada tahun 2006 produksi jagung sebesar 171.016 ton dengan luas panen sebesar 50.182 Ha. Hal ini menjadikan Kabupaten Karo sebagai penghasil jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Simalungun yaitu 204.196 ton dengan luas panen 59.604 Ha. Jenis tanaman ini adalah jenis tanaman terluas dalam tanaman


(13)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

umbi–umbian di Karo. Kabupaten Karo juga cukup terkenal sebagai penghasil sayur–sayuran di Provinsi Sumatera Utara bahkan termasuk dalam komoditi ekspor sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Jenis sayur–sayuran yang dihasilkan dari Kabupaten Karo ialah bawang, kentang, sawi, kubis, wortel, tomat, dan buncis . Jenis tanaman lainnya yang juga cukup banyak dihasilkan petani di Kabupaten Karo adalah tanaman buah–buahan seperti jeruk, alpukat, mangga, sawo, durian, pepaya, dan nenas.

Sebagai gambaran dari keberhasilan pembangunan pertanian yakni, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Berdasarkan keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional, produk hasil pertanian merupakan andalan negara Indonesia dan bahkan Sumatera Utara mengingat corak kehidupannya masih bersifat agrikultur. Hal ini menjadi keunggulan bagi Kabupaten Karo yang memiliki potensi khususnya komoditi tanaman muda atau sayur-sayuran. Nilai FOB ekspor hasil pertanian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan 14,38% pada tahun 2003, 49,88% tahun 2004, dan tahun 2005 sebesar 18,73%. Realisasi ekspor Kabuapen Karo pada umumnya meningkat setiap tahunnya, namun ada beberapa komoditi yang tidak lagi diekspor yang dulunya masih termasuk komoditi yang memiliki prospek. Hal ini menjadi tugas berat bagi pemerintah untuk membenahi kembali yang pernah dicapai. Ketika diambil kebijaksanaan untuk mengekspor hasil pertanian bukan berarti mengabaikan permintaan dalam negeri namun dilakukan peningkatan jumlah produksi dan yang terpenting adalah daya saing produk agar dapat menghadapi era glogalisasi dan liberalisme perdagangan. Kualitas produk tentu harus tetap dijaga dan ditingkatkan.


(14)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Seperti yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Kabupaten Karo termasuk dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS). Secara regional dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera (KAHS) masih sulit diciptakan keseimbangan keseimbangan antara produksi atau penawaran yang dihasilkan di sentra-sentra produksi dengan permintaaan di pusat-pusat konsumsi sehingga harga produk holtikultura cenderung sangat fluktuatif. Salah satu kebijakan yang dianggap relevan dalam merespon berbagai perubahan tersebut adalah pengembangan agribisnis dengan pendekatan kawasan.

Pemerintah juga mempunyai peranan dalam upaya pembangunan pertanian baik dalam kebijaksanaan pertanian, perencanaan pertanian dan pembangunan pertanian. Beberapa program pemerintah dalam membantu peningkatan produksi petani yang telah berjalan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Koperasi, khususnya dalam Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dicanangkan pemerintah dalam membantu para petani agar dapat lebih mandiri telah berjalan dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah memberi dampak yang besar terhadap kesejahteraan para petani dan menjadikan posisi tawar petani lebih baik. Sekarang ini sejauh mana program-program pemerintah tersebut dapat teroptimalisasi khususnya dalam menghadapi ksisis global yang terjadi pada saat ini. Hal ini tidak lepas dari peran para petani sendiri yang tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut.

Pembiayaan sektor pertanian dan pengairan selalu menempati ”tiga besar” dalam alokasi anggaran pembangunan selama PJP-I dan PJP-II. Anggaran pembangunan ditujukan untuk membiayai program dan proyek pembangunan sektor pertanian.


(15)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Adanya program proyek pembangunan sektor pertanian memperluas kesempatan kerja non petani seperti pembangunan jalan, bangunan-bangunan irigasi serta penyuluhan-penyuluhan dan organisasi-organisasi petani yang memperkenalkan penemuan baru. Maka pengeluaran pemerintah tersebut merupakan investasi yang betujuan untuk kekuatan dan ketahanan ekonomi di sektor pertanian pada masa yang akan datang.

Dalam pembangunan pertanian, berbagai usaha pengembangan produktivitas dilakukan, dimana usaha pokok mutlak dilakukan dengan intensifikasi pertanian melalui pengadaan sarana produksi yang optimal. Sarana produksi ini mencakup bibit/benih, pupuk dan pestisida. Semua sarana produksi ini memiliki peranan penting dan sangat mempengaruhi dalam proses produksi. Pemerintah harus mampu membantu petani dalam menyediakan dan menyalurkan sarana tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul ”Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di

Kabupaten Karo”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo dalam mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten Karo.

2. Apakah ada pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo terhadap perekonomian masyarakat Kabupaten Karo.


(16)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

3. Bagaimana pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap posisi tawar petani di Kabupaten Karo.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar prospek pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo dalam mencapai pembangunan ekonomi Kabupaten Karo. 2. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo

terhadap tingkat kesejahteraan masyarakakat Kabupaten Karo.

3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap posisi tawar petani di Kabupaten Karo.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

3. Sebagai masukan atau bahan kajian bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik membahas topik yang sama.


(17)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kesejahteraan meningkat. Setiap periode kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan ini disebabkan karena factor-faktor produksi akan selalu mengalami peningkatan dalam jumlah dan kualitas. Menurut Kuznets (Todaro, 2000:163), perumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka pajang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Adapun komponen yang terkandung dalam defenisi diatas adalah sebagai berikut:

• Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau

perwujudan dari apa yang disebut pertumbuhan ekonomi sedangkan kemampuan ekonomi menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economy maturity) di suatu negara bersangkutan.


(18)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

• Perkembangan teknologi merupakan dasar atau prakondisi bagi

berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor-faktor lain.

• Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung di dalam teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan, sikap dan teknologi. (Todaro, 2000:144).

Ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu:

1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang berapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Petumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Dimana pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimilki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga meningkat.


(19)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan bila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya ( Hera Susanti , dkk, 1995, hal : 23). Isilah pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi sebenarnya mempunyai arti yang berbeda, dimana kedua-duanya menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan suatu negara yang diukur melalui pertambahan (persentase pertambahan) dari pendapatan nasional riil. Sedangkan istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.

2.1.2. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

1. Teori David Ricardo

David Ricardo mengungkapkan pandangannya mengenai pembangunan ekonomi dengan cara yang tidak sitematis dalam bukunya The Principles of Political Ecnomy

and Taxation. David Ricardo mengungkapkan bahwa faktor yang penting dalam

pertumbuhan ekonomi adalah buruh, pemupukan modal, dan perdagangan luar negeri. Seperti ahli ekonomi modern, teori Ricardo menekankan pentingnya tabungan bagi pembentukkan modal. Dibanding pajak, Ricardo lebih menyetujui pemupukan modal melalui tabungan.

Tabungan dapat dibentuk melalui penghematan pengeluaran, memproduksi lebih banyak, dan dengan meningkatkan keuntungan serta mengurangi harga barang. Semakin banyak tabungan berarti semakin banyak pula pemupukan modal bagi


(20)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

kegiatan penanaman modal berikutnya. Selain itu, Ricardo juga memberikan tekanan khusus pada perdagangan luar negeri sebagai sarana memperbaiki perekonomian, sebab perdagangan luar negeri akan menyebabkan pemanfaatan sumber daya secara maksimum dan meningkatkan pendapatan.

2. Teori Keynes

Teori Keynes didasarkan pada adanya pengangguran siklis yang terjadi akibat depresi ekonomi. Menurut Keynes pengangguran merupakan akibat dari kurangnya permintaan efektif, dan untuk mengatasinya Keynes menyarankan agar memperbesar pengeluaran konsumsi dan non konsumsi. Dalam hal ini maka Keynes menganjurkan adanya campur tangan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang dapat mempengaruhi permintaan.

Dalam teorinya, Keynes menganggap tabungan sebagai sifat sosial yang buruk karena kelebihan tabungan menyebabkan terjadi kelebihan supply sehingga produsen dapat merugi yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran yang menciptakan suatu kondisi ekonomi yang buruk. Oleh karena itu maka Keynes merasa pemerintah perlu mempengaruhi tingkat suku bunga yang berkorelasi langsung dengan jumlah uang beredar yang dapat meningkatkan permintaan

3. Teori Harord-Domar

Teori ini dikembangkan secara terpisah dalam periode yang bersamaan oleh E.S. Domar dan R.F. Harord. Keduanya melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal yang memungkinkan peningkatan output. Sumber dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi ( pendapatan nasional ) yang ditabung.


(21)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

4. Teori Schumpeter

Schumpeter berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh komponen kewirausahawan. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha yang mempunyai kemampuan dan keberanian mengaplikasikan penemuan-penemuan baru dalam aktivitas produksi.

Dalam teori ini kemajuan perekonomian kapitalis disebabkan karena diberinya keleluasaan untuk para entrepreneurship. Sayangnya keleluasaan tersebut cenderung menjadi monopoli kekuatan pasar. Monopoli inilah yang akhirnya memunculkan masalah-masalah non ekonomi, terutama sosial politik, yang akhirnya menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri.

5. Teori Neo-Klasik

Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori-teori Neo-Klasik sebelumnya, yang dikembangkan oleh Solow. Teori ini terfokus pada pembahasan pertumbuhan ekonomi dimana akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi.

Teori ini menggambarkan suatu tingkat output tertentu dapat dicapai dengan menggunakan berbagai kombinasi atau gabungan modal dan tenaga kerja. Oleh sebab itu dengan tenaga kerja yang tetap akan tetapi dengan tambahan modal maka output akan dapat ditingkatkan. Hal ini umumnya berlaku pada industri padat modal dan dengan kemajuan teknologi canggih.


(22)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.2. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi 2.2.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1974), pertanian di negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:

a. Kontribusi Produk

Dalam hipotesisnya, Kuznets melihat bagaimana keterkaitan antara pangsa output dari sektor pertanian di dalam pertumbuhan relatif dari produk-produk netto pertanian dan non pertanian. Dalam suatu perekonomian yang sedang berkembang dimana pendapatan meningkat, pertumbuhan output di sektor pertanian dapat diharapkan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan output di sektor non pertanian dikarenakan oleh tiga alasan. Pertama, elastisitas pendapatan dari permintaan makanan dan produk-produk pertanian lainnya pada umunya lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari permintaan produk-produk non pertanian sesuai efek Engel.

Kedua, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian,

petani-petani menjadi semakin tergantung pada input-input yang dibeli dari sektor-sektor ekonomi non pertanian, ini disebut efek perubahan struktural sumber daya dari pertanian. Ketiga, karena permintaan terhadap jasa-jasa pemasaran di luar permintaan terhadap produk-produk pertanian meningkat, pengeluaran pangsa petani untuk makanan pada harga eceran menurun seiring waktu (disebut efek urbasisasi).


(23)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Negara Indonesia dengan populasi peratanian yang tinggi memiliki potensi pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian, khususnya industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik barang-barang konsumsi maupun barang-barang produsen memperlihatkan suatu aspek dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi.

Terdapat dua faktor penting yang dianggap sebagai prasyarat sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem ekonomi tertutup kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian dalam negeri.

Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan tinggi rendahnya

tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil dibandingkan permintaan sektor pertanian modern.


(24)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

c. Kontribusi Faktor-faktor Produksi

Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor pertanian adalah tenaga kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian tidak akan menurun sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor non pertanian melewati tingkat pertumbuhan tenaga kerja (titik balik).

d. Kontribusi Devisa

Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari kulit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain.

Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat berlawanan dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai dari pertanian ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil produksi sektor tersebut diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari gejala trde-off ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di satu pihak dan meningkatkan daya saing produk-produknya di pihak lain.


(25)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.2.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian

Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain dapat dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor dengan sektor lain.

Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian. Surplus uang di sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain, khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan permintaan di pasar output dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat diprediksi apabila sektor pertanian mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi ekonomi domestik akan sangat besar akibat industri dan sektor lain yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pertanian juga mengalami stagnasi karena tiga fungsi dari pertanian tersebut.

2.2.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan

Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni:

1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan pangan juga berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan politik.


(26)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama produk-produk industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan pendapatan di sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di sektor industri juga meningkat.

3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu sumber input bagi industri pengolahan.

4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat

menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi sektor-sektor lain.

Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan industri, dan studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di industri. Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor tersebut didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan produksi, dan sangat sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu pertanian memerankan suatu peranan penting dalam pertumbuhan output di industri.


(27)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.2.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin

Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi potensinya juga harus dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sektor “pemimpin”. Artinya semakin besar ketergantungan dari pada pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lain terhadap pertumbuhan output di sektor pertanian semakin besar pula peran peran pertanian sebagai sektor pemimpin.

Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari Simatupang dan Syafa’at (2000) sebagai berikut: Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang

memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional.

Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional. Kelima syarat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan dari pembangunan nasional, seperti pertumbuhan ekonomi


(28)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

(PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya.

2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam. Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi, politik, alam).

3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas.

4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat berfungsi sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional.

5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi respons yang cepat dan besar terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah.

2.3. Pembangunan Pertanian

2.3.1. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian

Paradigma dalam pembangunan pembangunan pertanian pada masa mendatang ini dan yang perlu mendapatkan perhatian para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:


(29)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian di daerah perlu diberikan wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya, karena mereka lebih mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Karena aparat perencana di daerah ini umumnya relatif masih lemah, maka bantuan tenaga ahli perguruan tinggi sebaiknya perlu dilibatkan. Untuk menguatkan pendapat ini tampaknya peranan instansi di daerah sudah waktunya mulai diperbesar. Misalnya paket Kebijaksanaan Penerintah Tanggal 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif bea masuk dan tata niaga impor, penanaman modal, perizinan, dan AMDAL.

b. Pendekatan Komoditas ke Sumber Daya

Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian sekarang sebaiknya tidak boleh lagi berpikir parsial tetapi harus berpikir holistik. Pendekatannya bukan bagaimana semata-semata produksi komoditas pertanian tertentu harus dicapai (misalnya pendekatan target produksi) tetapi harus pula memikirkan pengaruh kenaikan produksi tersebut ke aspek kehidupan lainnya misalnya bagaimana pengolahannya, pemasarannya, pengaruhnya terhadap eksistensi komoditas lain,

multiplier effect-nya terhadap smber daya setempat dan sebagainya. Oleh karena itu

pendekatan sumber daya ini pada sasarannya diarahkan pada bagaimana optimalisasi pemanfaatan sumber daya agar pembangunan pertanian dapat berhasil bersamaan dengan pembangunan sektor ekonomi yang lain. Berdasarkan konsep ini, maka pendekatan agribisnis perlu dikembangkan. Dengan dibentuknya Badan Agribisnis di Departemen Pertanian diharapkan pendekatan agribisnis ini dapat dikembangkan dengan baik. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini baik itu inefisiensi di bidang teknis, harga maupun ekonomi.


(30)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

c. Berasal Dari Peningkatan Pendapatan Petani ke Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Pendapatan petani kecil juga berasal dari kegiatan non pertanian dan karena pendapatan masyarakat pedesaan sebagian besar juga didasarkan pada pendapatan yang berkaitan dengan kegiatan di sektor pertanian dan sejenisnya, maka orientasi pembangunan pertanian tidak lagi memperhatikan petani saja tetapi juga perlu memperhatikan mesyarakat pedesaan secara luas. Karena petani di pedesaan khususnya petani kecil sangat bergantung dari pendapatan di sektor non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan sektor non pertanian di pedesaan menjadi sangat kental, maka memperhatikan petani tanpa memperhatikan masyarakat di sekitarnya adalah kurang seperti yang diharapkan.

d. Berasal Dari Pendekatan Skala Subsistensi ke Skala Komersil

Pembangunan pertanian perlu memperhatikan skala usaha. Petani kecil perlu diarahkan berusaha tani pada skala usaha yang menguntungkan (Soekartawi, 1989c, 1991c). Membahas pengertian sakala ekonomi, baik skala usaha besar seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau perusahaan swasta berskala besar, maupun skala usaha kecil seperti kebanyakan usaha tani rakyat di Imdonesia, tentu tidak terlepas dari kaidah efisiensi. Secara makro , pengertian efisiensi dikaitkan dengan efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi. Sedangkan secara mikro, efisiensi dapat dibedakan menjadi efisiensi antar sektor yaitu bagaimana sumber daya pertanian dan non pertanian dapat dialokasikan sedemikian rupa sehingga optimal dan efisiensi dalam sektor yaitu bagaimana


(31)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam sektor pertanian itu sendiri (Johnson, 1998).

e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin

Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karya selalu dijadikan alasan dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja. Namun tidak disadari bahwa padat karya saja tanpa menggunakan alat atau mesin, maka agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin yang dipakai dan sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang dipilih tentunya harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau mesin, yang diharapkan adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti: mampu menghemat sumber daya, mampu menghemat penggunaan sarana produksi, mampu meningkatakan produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki efisiensi pemasaran.

f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilai tambah Tinggi

Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan diversifikasi. Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu diversifikasi horizontal atau vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian perlu bekerka keras untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai nilai tambah lebih itu. Perlu diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka perwilayahan komoditi yang disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang ada.

Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman produk pertanian dari hasil olahan produk tersebut. Sedangkan diversifikasi horizontal pada


(32)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara mengintrodusir berbagai cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi.

g. Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang”

PERHEPI (1989a&b) pernah melontarkan gagasan pendekatan ini. Selama PJP-I teori “tarik tambang” ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di daerah yang mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu yang berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru ditengarai memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu diikuti dengan kebijakan investasi “dorong gelombang” yang maksudnya daerah tertinggal perlu didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang lebih maju. Dengan cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan masyarakat antar daerah atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendekatan ini, maka setiap tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi tinggi, sedang atau kurang, memperoleh kesempatan yang sama untuk dikembangkan bersama-bersama.

h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat yang Lebih Besar

Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek pembangunan pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka beban pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang.

Jika diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian menjadi kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti-peneliti, antara lain Malasis (1975) atau Soekartawi (1990f). Perubahan ini tidak dapat dihindarkan


(33)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

karena konsekuensi logis dari derasnya industrialisasi. Pengalaman di negara maju pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai perubahan yang terjadi ini menjadi pembangunan di masing-masing sektor menjadi stagnasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Reorientasi pembangunan pertanian yang didasarkan pada paradigma pembangunan ini perlu dilakukan secara bertahap dan berencana.

2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian

Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra-kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan lain-lain. Tetapi sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil produksi pertanian mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping mengadakan investasi-investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang kegiatan membangun seluruh sector pertanian.

Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya iklim pembangunan yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat tercipta


(34)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

dengan pelaksanaan Repelita mulai 1969/1970 yang secara tegas member prioritas pada sektor pertanian.

2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan pembangunan pertanian, yakni:

a) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sektor Pertanian

Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan.

Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka. Akan tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut secara tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka peningkatan tersebut relatif kecil.


(35)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat yang menyederhanakan masalah produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di samping merupakan masalah insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas juga merupakan masalah kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pembangunan nasional pada umunya, dan pembangunan pertanian disebabkan oleh tidak adanya suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional, di negara-negara yang sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya produktivitas juga disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah. Atas dasar pertimbangan di atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi petani yang mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan harus didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan politik yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat masyarakat pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik, sosial, dan ekonomi tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari suatu model pembangunan pertanian pada abad-21.


(36)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijaksanaan Pertanian

Kebijaksanaan pertanian yang lebih spesfik meliputi berbagai bidang yang penting diantaranya adalah:

a) Kebijaksanaan harga

Kebijaksanaan harga ini merupakan kebijaksanaan terpenting di banyak negara dan biasanya digabung dengan kebijaksaan pendapatan sehingga disebut kebijaksanaan

harga dan pendapatan (price and income policy). Segi harga dari kebijaksanaan itu

bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan dari segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijaksanaan harga dapat mengandung suatu pemberian suatu penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Secara teoritis kebijaksanaan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu:

1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani

2. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar (term of

trade)


(37)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

b) Kebijaksanan pemasaran

Untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Masalah yang dihadapi di negara kita adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif rendah dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain. Badan-badan pemasaran yang dibentuk dimaksudkan untuk memberikan jaminan harga minimum yang stabil pada petani.

c) Kebijaksanaan struktural

Kebijaksanaan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Kebijaksanaan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan biasanya memakan waktu yang lama karena sifat usaha tani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya.


(38)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2. Diversifikasi Pertanian

Pada dasarnya yang dimaksud dengan diversifikasi atau penganekaragaman pertanian adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil pertanian yang monokoultur (satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur (banyak macam). Diversifikasi yang demikian disebut diversifikasi horizontal. Disamping itu dikenal pula diversifikasi vertical yaitu usaha untuk memajukan industri-industri pengolahan hasil-hasil pertanian yang bersangkutan.

Salah satu pertimbangan utama dari usaha diversifikasi adalah stabilisasi dalam pendapatan pertanian dan menghindarkan ketergantunagan pada satu atau dua jenis komoditi saja. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi harus didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan harapan harga, permintaan, dan penawaran. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi memerlukan perhitungan untung-rugi yang tidak mudah. Keuntungan-keuntungan yang mungkin didapat dari diversifikasi dapat dibagi empat yaitu dari segi permintaan, penawaran, nutrisi, dan tujuan pembangunan. Dari segi permintaan, kenaikan dapat diharapkan baik dalam negeri maupun luar negeri selama tanaman diversifikasi benar-benar mempunyai elastisitas pendapatanyang lebih besar. Dari segi penawaran, diversifikasi dapat mendatangkan kenaikan pendapatan pada petani karena sistem tumpang sari atau pertanian campuran semuanya dapat dilakukan pada tanah yang sama. Juga bagi pemerintah diversifikasi dapat mengurangi beban untuk mengadakan pengawasan produksi atas komoditi yang berlebihan. Pada waktu yang bersamaan produksi tanaman-tanaman yang mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi akan terdorong sehingga kesehatan


(39)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

penduduk dapat naik. Akhirnya dari segi tujuan pembangunan pembangunan ekonomi keseluruhan, diversifikasi sangat bermanfaat.

3. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pertanian adalah proses memutuskan apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah mengenai tiap kebijaksanaan dan kegiatan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Perencanaan pertanian yang dilakukan pemerintah adalah menyangkut rencana kebijaksanaan produksi yang berhubungan dengan kebijaksanaan pertanian serta perencanaan nasional bidang pertanian dengan memperhatikan kondisi daerah.

b) Agribisnis dan Agroindustri

Agribisnis mampu dipakai sebagai salah satu pendekatan dari pembangunan pertanian di Indonesia yang disebabkan karena peran agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, ekspor, pertumbuhan industry yang lain, dan meningkatkan nilai tambah. Disamping itu juga memiliki keterkaitan tehadap pengembangan sumber daya manusia (SDM), pembangunan berwawasan lingkungan, serta wilayah pembangunan pertanian.

Agroindustri adalah suatu satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang menghasilkan produk petanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri dapat berkaitan ke belakang (backward linkage) maupun (fordward linkage).


(40)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Beberapa pengelompokan peranan agroindustri dalam proses pembangunan nasional dapat diuraikan sebagai berikut: (Soeharjo, 1991)

1. Agrobisnis sebagai pioner yang didukung oleh sektor pertanian;

2. Agroindustri sebagai pendorong ekspor hasil pertanian;

3. Agroindustri untuk subsitusi impor;

4. Pemanfaatan potensi permintaan keluarga tani;

5. Penyesuaian peawaran sektor pertanian;

6. Pengembangan agroindustri sebagai penampung diversifikasi dan transformasi struktur perekonomian;

7. Agroindustri penggerak pembangunan desa.

c) Orientasi Ekspor Sektor Pertanian

Dalam setiap perencanaan tentang pembangunan, pertanian selalu ditekankan baik oleh pemerintah maupun pakar ekonomi pertanian di negara-negara berkembang. Salah satu alasan adalah sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa negara. Selain itu terdapat suatu asumsi bahwa ekspor dapat meningkatkan kehidupan petani. Namun dalam era liberisasi ekonomi, masalahnya tidak sesederhana yang digambarkan di atas. Kuatnya teori atau logika yang mendasari pendapat bahwa sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa, menurut Vandana Shiva (1996) dapat mengarah pada suatu keharusan bagi negara-negara yang sedang berkembang untuk sekaligus juga mengekspor ecological capital yang dilestarikan selama ini.


(41)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dijelaskan bahwa pembangunan pertanian diarahakan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh. Pengertian maju, efisien, dan tangguh dalam ekonomi pertanian mencakup konsep-konsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun dalam hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri, transportasi, perdagangan, dan keuangan.

Selanjutnya pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Untuk itu semua dilanjutkan dan ditingkatkan usaha-usaha diversifikasi, intensifikasi, dan enkstensifikasi, serta rehabilitasi tanah-tanah kritis.

2.4. Ekspor

2.4.1. Teori Mengenai Ekspor

Ekspor adalah barang-barang atau komoditi yang diperdagangkan di luar negeri dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing juta Dollar US. Ekspor merupakan salah satu elemen Neraca Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran yang selalu diikuti dengan perkembangan impor yakni barang-barang atau komoditi dari luar negeri yang diperdagangkan di dalam negeri.

Aktivitas ekspor maupun impor timbul karena adanya perbedaan produktivitas dalam suatu negara, maka spesialisasi dan perdagangan akan semakin


(42)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

menguntungkan. Perdagangan internasional memungkinkan spesialisasi dan pembagian kerja yang lebih efisisen disbanding dengan hanya mengandalkan produktivitas domestik saja. Diversifikasi atau keanekaragaman kondisi produksi merupakan alasan mendasar setiap negara untuk terlibat dalam perdagangan internasional. Sementara alasan yang paling utama dalam perdagangan internasional adalah prinsip keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Prinsip tersebut mengatakan bahwa perdagangan antar dua wilayah secara absolut lebih produktif atau kurang poduktif dibanding wilayah lain pada suatu komoditi.

Keunggulan yang besar akan diperoleh bila suatu negara berspesialisasi pada bidang yang mempunyai keunggulan komparatif, mengekspor produk tersebut dan menukarkannya dengan produk negara lain yang di negaranya mempunyai keunggulan komparatif. Prinsip keunggulan komparatif juga dapat diterapkan pada banyak barang atau banyak negara.

2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian

Setelah krisis minyak melanda perekonomian dunia pada dekade 1970-1980an, maka pemerintah Indoesia berusaha untuk keluar dari krisis tersebut. Berbagai cara telah dilakukan diantaranya melalui kebijaksanaan yang lebih dikenal dengan istilah deregulasi dan debirokratisasi. Di bidang industri (khususnya industri yang berorientasi ekspor) juga dilaksanakan penyesuaian-penyesuaian yaitu dari strategi industri substitusi impor menuju strategi industri yang berorientasi pada pasar global.

Setelah dikeluarkan kebijaksanaan di kegiatan perbankan, maka seterusnya berbagai perangkat kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi telah dikeluarkan


(43)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

oleh pemerintah. Hasilnya dapat dilihat dari naiknya nilai ekspor dan bergesernya posisi ekspor minyak dan gas (migas) yang semula mendominasi nilai ekspor Indonesia digantikan oleh ekspor migas sejak tahun 1986/1987. Ekspor non-migas yang cemerlang sejak tahun 1986/1987 terus diikuti dengan terus menaiknya jumlah nilai ekspor yang berasal dari produk pertanian.

Seperti dijelaskan sebelumnya, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Bila ekspor hasil pertanian diperinci menurut subsektor, maka ekspor hasil perkebunan menduduki urutan pertama yang diikuti ekspor hasil perikanan, tanaman pangan dan peternakan.

Beberapa variabel penting yang erat berpengaruh terhadap masa depan ekspor hasil pertanian adalah:

a) Situasi ekonomi internasional. Akibat situasi yang kurang stabil di Timur Tengah dan Eropa mendorong pasar dunia beralih ke kawasan Asia Pasifik.

b) Proteksionisme dari negara-negara maju. Karena volume ekspor Indonesia untuk tiap komoditi adalah relatif kecil, maka pemerintah perlu berhati-hati dalam mengantisipasi gejala proteksionisme negara-negara maju.

c) Perubahan kebijaksanaan organisasi perdagangan dunia seperti ICO (kopi), ICCO (cacao), termasuk pemanfaatan perundingan GATT dan sebagainya.

d) Sistem globalisasi yang timbul karena pengaruh semakin majunya teknologi informasi cenderung memperpendek jarak antar suatu bangsa dan lainnya, antara satu sistem perdagangan dengan yang lain. Konsekuensi bagi negara berkembang


(44)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

adalah perlunya profesionalisme dan meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri.

Disamping masalah-masalah internasional yang mempengaruhi peluang ekspor hasil pertanian, maka variabel yang berasal dari dalam negeri juga tidak kalah pentingnya, antara lain:

1) Situasi politik dan keamanan yang stabil. Kondisi politik dan keamanan yang stabil akan mendorong situasi yang kondusif untuk melakukan ekspor.

2) Produktivitas nasional yang semakin baik. Bila produktivitas nasional meningkat maka produksi meningkat dan peluang ekspor dimungkinkan terus meningkatkan.

3) Deregulasi dan debirokratisasi. Sektor-sektor ekonomi yang belum tersentuh oleh kebijaksanaan ini masih memungkinkan untuk memberikan peluang meningkatkan ekspor.

2.5. Pengeluaran Pemerintah

2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah

Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:

a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Model ini dikembangkan oleh W.W. Rostow dan R.A. Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi


(45)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

yang dibedakan atas tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah darus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menegah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar data tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin penting.

Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, hal ini berkaitan dengan peranan swasta yang semakin besar banyak menimbulkan kegagalan pasar sehingga pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam persentase GNP akan semakin kecil. Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas apakah tahap petumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

b. Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase GNP yang juga didasarkan pada pengamatan di


(46)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang pada abad-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah absolut. Apabila yang dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: Dalam

suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.

Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya semakin rumit dan kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

Kelemahan hukum Wagner adalah hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organisasi mengenai pemerintah (organic theory

of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak,

terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

c. Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkan pada suatu analisis “dialetika


(47)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

penerimaan-pengeluaran”. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang kian besar. Menurut kedua ahli ini, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah , pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbil tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect). Ponsulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan gangguan sosial dan perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemerintah.

Pengatasan gangguan acapkali tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah mungkin harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah pun kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun ganguan telah usai.

Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula efek lain yang disebut efek inspeksi (insfection effect). Postulat efek ini menyatakan bahwa gangguan sosial


(48)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam ini menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah beroleh penerimaan yang lebih besar juga. Inilah yang dimaksud dengan analisis dialetika penerimaan-pengeluaran pemerintah.

Suatu hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut.

2.5.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Penegeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi (Suparmoko, 1996: 47-48):

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Di Indonesia pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi yaitu (Dumairy, 1996:145):


(49)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

a. Pengeluaran Rutin

Merupakan pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta sejumlah pengeluaran lainnya.

Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran pemerintah perlu dilakukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Hal ini diupayakan melalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/ lembaga non-departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

b. Pengeluaran Pembangunan,

Yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non-fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan, sehingga dananya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai prioritas yang telah direncanakan.


(50)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.5.3. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian

Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian diarahkan sebagai anggaran pembangunan pertanian. Anggaran pembangunan sektor pertanian ditujukan untuk pembiayaan program dan proyek pembangunan sektor pertanian yang bertujuan sebagai upaya pembangunan pertanian rakyat terpadu, program pembangunan usaha tani, program diversifikasi pangan dan gizi, program pengembangan sumber daya, sarana dan prasarana pertanian, program pengembangan koperasi, program pembinaan daerah pantai, program pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, program pendidikan kedinasan, program peranan wanita, program teknik produksi, program penguasaan teknologi, program pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan terapan, program inventarisasi dan evaluasi potensi kelautan, program pemanfaatan sumber daya kelautan, program penyempurnaan dan pengembangan statistik, program pendidikan dan pelatihan aparatur negara, serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan. Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dinilai sebagai investasi untuk tujuan kekuatan dan ketahanan ekonomi sektor pertanian di masa yang akan datang.


(51)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, metode penelitiannya adalah sebagai berikut:

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kecamatan-kecamatan penghasil komoditi yang diekspor yaitu Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data 3.2.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner terhadap para petani dan peternak di Kabupaten Karo yang dijadikan sampel penelitian.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain.


(52)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

3.2.2. Sumber Data

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen-dokumen Dinas Pertanian, Bappeda, BPS Kabupaten Karo, serta beberapa sumber seperti, studi kepustakaan, penelusuran internet, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer diperoleh dari hasil kuisioner.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya yaitu:

a. Observasi

Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti, dalam hal ini adalah petani atau peternak di Kabupaten Karo.

b. Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mengadakan tanya jawab dengan para petani atau peternak, pemerintah daerah Kabupaten Karo.

c. Kuisioner adalah suatu teknik pengumpulan data atau informasi dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tulis yang berkaitan dengan penelitian, yang diajukan kepada responden yaitu para petani atau peternak di Kabupaten Karo.


(53)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Dalam teknik studi kepustakaan ini, penulis mencatat dan mengumpulkan data atau literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini, yaitu diperoleh dari buku-buku, artikel, tulisan-tulisan ilmiah, koran, dan jurnal.

3.4. Metode Analisis

Data yang diperoleh dari poin diatas akan dianalisis dengan analisa deskriptif dengan menghubungkan teknik pengumpulan data baik library reseach maupun field

research. Disamping itu juga dilakukan secara kualitatif.

3.5. Defenisi Operasional

1. Prospek Pembangunan Sektor Pertanian merupakan suatu potensi pertanian yang memiliki nilai dalam mendukung pembangunan ekonomi.

2. Pembangunan Ekonomi menunjuk pada peningkatan pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien.

3. Pengeluaran Pembangunan di Sektor Pertanian adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan program dan proyek pembangunan di sektor pertanian daerah Kabupaten Karo yang dinyatakan dalam milyar Rupiah.


(54)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskriptif Daerah Penelitian

4.1.1. Geografis Daerah

Secara geografis daerah Kabupaten Karo terletak antara 02050’-03019’ LU dan 97055’- 98038’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127 km2 atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:

a. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara,

b. Kabupaten Simalungun dibagian Timur,

c. Kabupaten Dairi dibagian Selatan, dan

d. Propinsi Nanggro Aceh Darusalam dibagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo yang secara administratif dibagi atas 17 (tujuh belas) kecamatan, tujuh belas kecamatan tersebut terdiri dari 248 (dua ratus empat puluh delapan) desa dan 10 (sepuluh) kelurahan.


(55)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/ tahunn dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1000-4000 mm/ tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan bulan Maret sampai dengan Mei.

Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah +140 m diatas permukaan laut (Paya lah-lah Mardingding) dan tertinggi ialah + 2.451 m diatas permukaan laut

(Gunung Sinabung). Daerah Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi

bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka wilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/ terjal. Sedangkan besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/ elevasi + 140 m- 1400 m diatas permukaan laut.

Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai Wampu bernuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia.


(56)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo

4.1.3. Kondisi Demografi

Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku

Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba, Mandailing, Jawa, Simalungun dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%). Jumlah penduduk Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo akhir tahun 2008 adalah 161,03 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo pada periode tahun 2002-2008 adalah sebesar 3.19% per tahun.


(57)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama Kristen merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya.

4.1.4. Potensi Wilayah

Wilayah Kabupaten Karo memiliki potensi lahan yang sangat luas dan potensial yang dapat dikembangkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar wilayah ini merupakan areal pertanian, oleh karena itu kegiatan terpenting perekonomian masih mengandalkan sektor pertanian. Disamping itu danau dan sungai tidak kalah pentingnya, ini digunakan sebagai potensi perikanan dan pehubungan sedangkan keindahan alamnya merupakan potensi energik untuk pengembangan industri, perdagangan dan lain-lain.

Daerah ini juga merupakan salah satu tujuan wisata yang utama di Provinsi Sumatera Utara serta sudah banyak dikenal baik domestik maupun mancanegara. Hal ini didukung oleh panorama yang indah dengan alam/ udara pegunungan yana sejuk dan dekat dengan kota Medan sebagai salah satu pintu gerbang ke dunia internasional di Provinsi Sumatera Utara.

4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pembagunan yang dilaksanakan, khususnya bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan perubahan jumlah produksi yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung, hal ini merupakan


(58)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

gambaran tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Bagi suatu daerah indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang dicapai dan juga berguna untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang.

Untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat melalui perubahan PDRB atas dasar harga konstan, dimana pada tahun 2007 kegiatan perekonomian di Kabupaten Karo mengalami peningkatan sebesar 5,13%. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan pada tahun 2006 sebesar 4,96%.

Pertumbuhan tersebut didukung oleh semua sektor perekonomian di Kabupaten Karo, seperti terlihat dari tabel dimana pada tahun 2007 semua sektor mengalami pertumbuhan positif yang menunjukkan semua sektor mengalami peningkatan.

Tabel 4.1.

Perkembangan PDRB Kabupaten Karo Tahun 2000-2007

Tahun

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2007

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Nilai (Rp) Pertumbuhan Nilai (Rp) Pertumbuhan

2000 2.104.374,02 - 2.104.374,02 -

2001 2.467.302,96 17,25 2.217.015,11 5,35

2002 2.710.285,82 9,85 2.283.135,69 2,98


(1)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE.

Gunawan, 2001. Menuju Swasembada Pangan, Jakarta: RBI.

Kamaluddin Rustian, 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Erlangga. Laporan Pertanian Sumatera Utara 2001-2005. BPS Sumatera Utara.

Mosher A.T, 1969. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Jakarta: Yasaguna Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: LP3ES.

Nawawi Hadari, 1991. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Nazir Moh, 2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Samuelson Paul, 1992. Makro Ekonomi, alih bahasa Haris Munandar, Jakarta: Erlangga.

Sirojuzilam, 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional, Bandung: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)

Soekartawi, 1994. Pembangunan Pertanian. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Tambunan, Tulus, 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.


(2)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

---2005. Kajian Model Pertumbuhan Sektor Pertanian Untuk Menyusun Strategi Pembangunan Pertanian, Direktorat Pangan dan Pertanian. Jakarta: Bappenas. ---2007. Kabupaten Karo Dalam Angka. Kabanjahe: BPS Kabupaten Karo. ---2007. Laporan Perekonomian Kabupaten Karo: BPS Kabupaten Karo http://fcharo.multiply.com/journal/item/2

www.kompas.com/ver1/Ekonomi/0711/05/153656.htm.

www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2007/11/05/2380.html

www.resources.unpad .ac.id, Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.


(3)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

KUISIONER UNTUK PETANI/ PETERNAK DI KABUPATEN KARO ( Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Karo )

Kuisioner ini dibutuhkan sehubungan dengan tugas peneliti dalam menyusun skripsi, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada perguruan tinggi. Penulis memohon bantuan dan kesedian Bapak/Ibu/sdr/I untuk menjawab pertanyaan yang ada.

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Alamat :

3. Desa :

4. Kecamatan :

5. Umur :

6. Agama :

7. Jenis Kelamin : 8. Pendidikan :

9. Jumlah anggota keluarga: (istri…..orang, anak.….orang) 10. Jumlah tanggungan : …..orang


(4)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

12. Pekerjaan sampingan :

13. Jenis tanaman/ternak yang dikerjakan………..

II. IDENTITAS LAHAN

1. Status lahan yang dikerjakan……… 2. Jika menyewa, biaya sewa per Ha Rp……….. 3. Luas lahan penanam………...Ha

4. Luas lahan produksi………...Ha

5. Setiap tahunnya ada penambahan/pengurangan lahan, jika ada sebutkan………

III. IDENTITAS PRODUKSI

1. Panen yang dapat dilakukan per tahun adalah………kali 2. Hasil produksi yang dapat diperoleh dalam satu kali panen……ton 3. Pupuk atau obat yang digunakan:

a………kg, harga per kg nya Rp………. b. ..………kg, harga per kg nya Rp………. c. ..………kg, harga per kg nya Rp………. d. ..………kg, harga per kg nya Rp………. e. ..………kg, harga per kg nya Rp………. 4. Dalam penggunaan bibit, yang digunakan adalah:

a. ..………kg, harga per kg nya Rp………. b. ..………kg, harga per kg nya Rp……….


(5)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

c. ..………kg, harga per kg nya Rp………. d. ..………kg, harga per kg nya Rp………. e. ..………kg, harga per kg nya Rp………. 5. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ……… orang 6. Upah tiap tenaga kerja per hari Rp …………

7. Adakah bantuan pemerintah dalam penananm atau produksi, jika ada sebutkan……

a……… b……… c………

IV. IDENTITAS MODAL DAN PEMASARAN

1. Untuk mengerjakan lahan pertanian, modal yang diperoleh dari:

a. modal sendiri

b. pinjaman, sebutkan………

2. Jumlah modal awal adalah Rp………

3. Jika modal adalah pinjaman, bunga per tahunnya adalah…….% 4. Hasil produksi di jual ke:

a. pasar b.distributor c. koperasi

5. Sebutkan alasan mengapa kepada pihak tersebut,……… 6. Sebutkan harga jualnya Rp………/ kg


(6)

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

7. Adakah kebijakan pemerintah terhadap pembangunan pertanian di daerah, jika ada sebutkan:

a……….. b………..

8 Sampai sejauh ini bagaimana peran pemerintah dalam menangani pemasaran hasil produksi pertanian khususnya komoditi yang diekspor:

a. sangat baik b. baik

c kurang baik c. tidak baik

9 Adakah peran pihak swasta dalam membantu produksi dan pemasaran hasil pertanian, khususnya dalam ekspor?

a. ada b. tidak ada

10 Adakah kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta dalam meningkatkan produkivitas hasil pertanian, jika ada sebutkan……