Model Penguatan Industri Kecil dalam Men

Model Penguatan Industri Kecil
dalam Menghadapi Perkembangan Industri
Kreatif (Studi Kasus: Industri Kecil Pakaian di
Desa Suka Mulya Soreang)
Oleh: Sri Martini
Program Studi Desain Produk STISI Telkom
email : [email protected]

Abstract
The purpose of this study was to provide reinforcement to the small industrial apparel in the village
of Suka Mulya Soreang. so that their product can compete better in the market. Strengthening
global scope will include the strengthening of the management, design, production and operation.
Implementation of this program using quantitative analytical descriptive approach. Data collection
through literature studies, in-depth interviews, Forum Group discution (FGD), and workshops.
with the managerial aptitude and ability of imagination as well as increased technical and operating
skills in visualizing poduk with good quality, then the long-term strengthening is expected to
strengthen the bargaining position of small entrepreneurs apparel, so that the resulting product can
compete better in the market and the will indirectly impact on the welfare of the community as it
can open up wider job opportunities thus helping alleviate unemployment.
Keywords: Reinforcement Model, Garment, Small Industries, Creative Industries


Latar Belakang Masalah
Berbagai masalah dapat saja dihadapi
oleh industri kecil, misalkan saja
kelemahan dalam memperoleh peluang
pasar dan memperbesar pangsa pasar;
kelemahan dalam struktur permodalan
dan keterbatasan untuk memperoleh jalur
terhadap sumber-sumber permodalan;
kelemahan di bidang organisasi dan
manajemen sumber daya manusia;
keterbatasan jaringan usaha kerjasama
antar pengusaha kecil (sistem informasi
pemasaran); iklim usaha yang kurang
kondusif, karena persaingan yang saling
mematikan; pembinaan yang telah
dilakukan masih kurang terpadu dan
kurangnya kepercayaan serta kepedulian

masyarakat terhadap usaha kecil; dan
sebagainya.

Industri produk tekstil, termasuk industri
mayoritas di Kabupaten Bandung, Dari 20
jenis komoditi yang diekspor pada tahun
2010, menunjukkan bahwa industri
produk tekstil merupakan industri yang
menduduki peringkat teratas dalam
mengekspor produknya. Oleh sebab itu,
produksi sektor produk tekstil sangat
berpeluang untuk dikembangkan. Salah
satu industri produk tekstil adalah industri
pakaian jadi yang banyak diproduksi oleh
industri dengan skala kecil.
Industri kecil pakaian jadi Kabupaten
Soreang merupakan salah satu bagian dari
industri pada sub sektor busana atau
fesyen. Dengan terkonsentrasi dalam satu

33 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 2 N o 1 2 0 1 2

wilayah, industri kecil pakaian jadi

Kabupaten Soreang dihadapkan pada
persaingan dan kerjasama.
Dalam mensikapi dinamika persaingan.
Pengusaha dituntut untuk meningkatkan
aspek
yang
dapat
mendukung
pengembangan
usahanya
agar
mempunyai prospek yang lebih baik dan
mampu bersaing dipasar. Namun
demikian dalam prakteknya, sebagian
besar kalangan pengusaha industri,
khususnya untuk kelompok usaha kecil
dan menengah masih memiliki kesulitan
dalam memperoleh kesempatan yang
berkaitan dengan peluang pasar, dan
pengembangan

kapasitas
usahanya
dikarenakan sistem penanganannya yang
kurang maksimal, baik pada sistem
manajemen, desain, proses produksi,
maupun hasil produksinya. Demikian juga
sebagian besar kalangan pengusaha
industi kecil dan menengah tersebut
belum dapat memanfaatkan peluang
untuk bekerja sama atau bermitra dengan
industri lain sejenis yang mampu
menciptakan keuntungan kolektif.
Industri kecil menengah pakaian jadi
Kabupaten Soreang ini, walaupun ruang
lingkup usahanya relatif kecil, namun juga
mempunyai peluang pasar yang tinggi,
sekalipun hanya untuk konsumsi lokal.
Biasanya kualitas produk yang dihasilkan
oleh industri kecil dan menengah relatif
rendah.

Namun
tidak
menutup
kemungkinan untuk diupayakan menjadi
industri yang mempunyai kualitas tinggi
agar dapat menembus pasar yang lebih
baik. Untuk itu maka diperlukan upaya
agar industri kecil dapat menghasilkan
produk dengan kualitas yang lebih baik
sehingga mempunyai nilai ekonomi yang
cukup tinggi, antara lain dengan perbaikan
pada sistem operasi dan produksi secara
menyeluruh (sistem manajemen, desain,
proses dan hasil produksi).

Nilai Kreativitas
Didalam industri kreatif, kreativitas
memegang peranan sentral sebagai
sumber daya utama. Industri kreatif lebih
banyak membutuhkan sumber daya

kreatif yang berasal dari kreatifitas
manusia daripada sumber daya fisik.
Namun demikian, sumber daya fisik tetap
diperlukan terutama dalam peranannya
sebagai media kreatif.
Industri kreatif mengutamakan desain
dalam penciptaan produk. Industri kreatif
membutuhkan kreativitas individu sebagai
input utama dalam proses penciptaan
nilai.
Pemahaman rantai penciptaan nilai di
dalam industri kreatif dapat membantu
stakeholders untuk memahami posisi
industri kreatif dalam rangkaian industri
yang terkait dengan industri kreatif.
Rantai nilai yang menjadi pokok perhatian
dalam
menentukan
strategi
pengembangan memiliki urutan linear.

Penjabaran rantai penciptaan nilai sesuai
dengan urutan linier adalah sebagai
berikut :
1. Kreasi, terdiri dari; Edukasi, Inovasi,
Ekspresi, Kepercayaan Diri, Pengalaman
dan Proyek, Proteksi, Agen Talenta.
2. Produksi, terdiri dari; Teknologi,
Jaringan Outsourcing Jasa, Skema
Pembiayaan
3. Distribusi, terdiri dari; Negosiasi Hak
Distribusi,
Internasionalisasi,
Infrastruktur
4. Komersialisasi, terdiri dari; Pemasaran,
Penjualan, Layanan (Services), Promosi
Metodologi Penelitian
Berdasarkan
permasalahan
yang
diungkapkan, maka metoda yang dipakai

dalam program ini adalah dengan cara
pembekalan teori dan praktek sebagai
upaya untuk pengembangan produk pada
industri kecil menengah, dan kemudian
digunakan pola pendekatan penguatan

34 | S r i M a r t i n i : M o d e l P e n g u a t a n I n d u s t r i K e c i l d a l a m M e n g h a d a p i
Perkembangan Industri Kreatif (Studi Kasu: Industri Kecil Pakaian di
Desa Suka Mulya Soreang

sebagai upaya peningkatan nilai tambah,
produktivitas, inovasi, dan
struktur.
Pendekatan ini sekaligus memelihara
eksistesi industri kecil yang potensial dan
prospektif.
Paradigma Penguatan
Paradigma mengenai kompetensi untuk
meningkatkan kualitas usaha melalui
penerapan model penguatan usaha pada

bidang rekayasa industri kreatif, berawal
dari fakta yang menunjukkan banyaknya
pengangguran pada usia produktif;
potensi pengelolaan usaha industri kecil
pakaian jadi di Kabupaten Bandung;
mayoritas pengusaha di Desa Suka Mulya
Soreang Kabupaten Bandung adalah
pengusaha industri kecil jenis pakaian jadi;
banyaknya produk-produk impor dari
berbagai negara masuk ke Indonesia;
produksi sektor produk tekstil sangat
berpeluang
untuk
dikembangkan;
produksi
sektor
produk
tekstil
memberikan kontribusi besar dalam
penerimaan

devisa
Negara;
dan
sebagainya, sehingga pengembangkan
penguatan berbasis Industri Kreatif
dipandang perlu untuk dilakukan degan
memadukan
prinsip
dan
konsep
penguatan berupa pendekatan; strategi;
metoda; teknik; dan taktik penguatan,
dengan prinsip keilmuan lingkup industri
kreatif
antara
lain
kemampuan
mengembangkan ide-ide baru dan
menerapkannya untuk menemukan caracara baru dalam memecahkan persoalan.
Rancangan Analisis

Identifikasi data yang berhasil digali dari
hasil wawancara, dicari sejauhmana
interes dari pengusaha untuk melakukan
pengembangan usahanya dan dicari
kendala apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan usahanya.
a. Sesuaikan dengan empirik dan konsepkonsep teori.

b. Menentukan model awal yang sesuai
untuk
diterapkan
kepada
para
pengusaha.
c. Kemudian
diujicobakan
kepada
pelaksanaan kegiatan usaha, dan
hasilnya dianalisis kembali untuk
penentuan model lanjutan.
d. Sosialisasi kompetensi berwawasan
industri kreatif kepada para pengusaha
industri kecil.
e. Analisis model yang diperoleh dari hasil
usaha yang telah ditreatmen dan
dibandingkan
dengan
model
sebelumnya untuk dapat dipilih model
penguatan yang sesuai.
Rancangan Penguatan
Pertama, dilakukan analisis terhadap
profesi pelaku kegiatan bidang industri
kreatif berikut ruang lingkup atau skop
ilmu industri kreatif. Kedua, dilakukan
perancangan program penguatan yang
didasarkan pada analisis kebutuhan
terhadap
pengusaha
dan
materi
penguatan, kemudian Ketiga, didasarkan
atas esensial industri kreatif, disusunlah
konsep-konsep
penguatan
sebagai
komponen atau bagian dari tujuan yang
dapat mendukung pegembangkan model
penguatan berwawasan industri kreatif
yang mampu
menghasilkan output
berupa kompetensi usaha. Dan Keempat,
dilakukan pengembangan program, yang
merupakan kegiatan implementasi/ uji
coba terbatas dari draft rancangan model
penguatan berwawasan industri reatif,
yang dievaluasi dan direvisi oleh pakar
manajemen usaha, pakar desain, dan
pakar industri dimana hasil uji coba ini
akan mengalami perbaikan hingga
menghasilkan pola model penguatan yang
sesuai, yang selanjutnya direfleksi untuk
menentukan perlunya dilakukan uji coba
yang kedua kali, menyangkut antara lain:
substansi kelompok materi, substansi
materi, alokasi waktu, dan kompetensi
pengusaha.

35 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 2 N o 1 2 0 1 2

Indikator Capaian
Pendampingan dilakukan terhadap para
pelaku industri kecil dimaksudkan sebagai
dukungan
terhadap
peningkatan

Aspek yang
Diukur
Manajemen

kompetensi bidang manajemen, desain,
proses produksi, dan hasil produksi.
Adapun indikator keberhasilan penerapan
penguatan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 : Indikator Keberhasilan Penguatan
Dampak Program
Tingkat Keberhasilan
Peserta memiliki
kapabilitas manajerial

Desain

Peningkatan kemampuan
imajinasi

Proses Produksi

Peningkatan keterampilan
teknis, operasi, dalam
memvisualisasikan poduk

Hasil produksi

Produk lebih marketable

HASIL DAN PEMBAHASAN
Soreang merupakan salah satu wilayah
yang secara administratif di bawah
kewenangan Pemerintah Kabupaten
Bandung. Wilayah ini terdiri dari beberapa
desa antara lain adalah desa Sukamulya.
Hampir 30% dari total jumlah penduduk di
wilayah tersebut menekuni usaha
konveksi pakaian jadi. Mengacu pada
Dokumen Potensi dan Pembangunan
Sektor Industri dan Perdagangan di
Kabupaten Bandung pada era pasar bebas
saat ini, banyak terjadi perubahan yang
sangat cepat pada kegiatan sektor industri
manufaktur, baik di tingkat nasional
maupun internasional. Dengan adanya
produk impor mudah masuk ke pasar
lokal, dapat menjadikan satu sisi sebagai
ancaman dan juga disisi lain sebagai
peluang, karena di dalamnya terkandung

* Mampu menyusun business dan action
plan.
* Mampu mengembangkan sistem evaluasi
performansi pemasaran.
* Mempunyai kemampuan menangkap
peluang.
*Mampu membuat desain (model) lebih
fashionable
*Mampu menseraskani dalam memadu
padankan bentuk, corak, warna, dan
asesorisnya.
* Hasil produksi lebih baik (size lebih
akurat, waktu dan penggunaan bahan
lebih efisien).
*Terbukanya akses pasar yang lebih luas
termasuk pasar global.
* Pemintaan meningkat.
* Perkuatan pada posisi tawar.

muatan persaingan baik domestik
maupun internasional yang cukup berarti.
Berbasis pada kondisi tersebut di atas,
dan dalam rangka menjadi salah satu
media solusi untuk mengoptimalkan pasar
dalam negeri bagi produk tekstil nasional,
maka upaya penguatan industri tekstil
untuk mampu mengisi pasar domestik
perlu dilakukan, antara lain berupa
penyelenggaraan
pembinaan
dan
pengembangan kapasitas industri kecil
untuk memproduksi produk berkualitas
baik.
Hasil Produksi
Jenis produk utama yang dihasilkan dari
usaha konveksi Desa Sukamulya ini adalah
berupa pakaian jadi yang dapat
dikelompokkan menjadi:

36 | S r i M a r t i n i : M o d e l P e n g u a t a n I n d u s t r i K e c i l d a l a m M e n g h a d a p i
Perkembangan Industri Kreatif (Studi Kasu: Industri Kecil Pakaian di
Desa Suka Mulya Soreang

a. Pengusahaan produk jenis levis dan
kasual. Sekitar 50% pengusaha
memproduksi busana pria khususnya
jenis celana levis, dimana kurang
lebih 20% dari mereka telah memiliki
alat untuk washing, serta sisanya
belum memiliki sehingga mereka
perlu dukungan pihak lain yang
memberikan pelayanan jasa washing.
Jasa washing biasanya berada
diwilayah sekitar usaha mereka yaitu
Soreang. Selain itu biasanya dalam
produk
berbahan
baku
levis
menggunakan asesoris-asesoris kecil
yang dibordir, maka sebagian dari
para pengusaha tersebut mempunyai
mesin bordir. Bahkan beberapa dari
mereka, kepemilikan mesin bordir
tersebut dijadikan lahan usaha
tambahan yaitu penyediaan jasa
bordir bagi pengusaha lain yang
memerlukannya. Selain menyediakan
jasa bordir, pengusaha produk jenis
levis ini juga memiliki usaha
sampingan yaitu sablon, karena
beberapa dari mereka telah memiliki
mesin sablon. Hal ini dikarenakan
beberapa
produknya
perlu
menggunakan aplikasi yang disablon,
sehingga mesin sablon yang mereka
miliki, mereka jadikan sebagai alat
mendukung penyedia jasa sablon.
b. Pengusaha produk jenis busana
muslim. Sekitar 35% pengusaha
konveksi
Desa
Sukamulya
memproduksi jenis busana muslim
ini. Mereka memproduksi produknya
berdasarkan pesanan maupun stock
order. Sama seperti para pengusaha
jenis levis, para pengusaha jenis
busana muslim juga mempunyai
produk sampingan yang dapat
mereka garap dan dapat menjadikan
added value bagi perekonomian
mereka. Rata-rata produk yang
mereka buat menggunakan aplikasi
yang dibordir, sehingga sebagian

pengusaha jenis ini juga memiliki
mesin bordir sendiri. Namun seiring
dengan berjalannya waktu, mesin
bordir yang mereka miliki (mesin
bordir konvensional), tergeser oleh
mesin bordir yang dioperasikan
menggunakan komputer/ digital,
sehingga banyak dari para pengusaha
tersebut beralih menggunakan jasa
bordir komputer. Bordir dengan
menggunakan
komputer
ini
disamping produk yang dihasilkan
lebih rapi, juga operasi kerjanya
cepat.
c. Pengusaha produk jenis lainnya.
Pengusaha jenis ini membuat produk
misalkan jenis produk berbahan baku
kaos, katun, dan denim. Produk yang
dihasilkan dapat berupa leging dan
busana. Busana yang dibuat berupa
busana dewasa atau busana anak dan
jenis kasual. Selain itu, pengusaha
jenis ini dapat juga hanya merupakan
pengusana murni jasa yakni jasa
bordir.

67%
20%

13%

Pengusaha Produk
Pengusaha
Jenis
Pengusaha
Produk
Levis Produk
BusanaJenis
Muslim
Kaos, Leging,
Gambar 1 : Klasifikasi Pengusaha Menurut Jenis
Usaha

Wilayah Pemasaran
Wilayah pemasaran produk yang dibuat
oleh ketiga jenis pengusaha tersebut di
atas adalah meliputi wilayah Kabupaten
Bandung, Bandung dan sekitarnya, dan
luar Kota Bandung, dan bahkan luar Pulau
Jawa, antara lain:
a. Kabupaten Bandung, Kota Bandung
dan
sekitarnya:
Batu
Jajar,
Padalarang,
Cililin,
Soreang,

37 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 2 N o 1 2 0 1 2

Sumedang, Pasar Ujung Berung, Pasar
dayeuh Kolot, Lembang, Pangalengan,
Ciwidey, Pasar Baru, Cicaheum, Pasar
Andir, Pasar Cicalengka, Majalaya,
dan Ciparay.
b. Di Kota di luar Kota Bandung: Cimahi,
Garut, Tasikmalaya, Cirebon (Tegal
Gubuk),
Cikampek,
Sukabumi,
Subang, Cianjur, Garut, Jakarta,
(Cipulir, Tanah Abang), Purwakarta,
Jawa Tengah (Solo), dan Jawa Timur
(Surabaya).
c. Di luar Pulau Jawa: Aceh dan Makasar
Bahan Baku dan Pendukung
Bahan baku utama yang dibutuhkan oleh
para pengusaha tergantung dari jenis
produk yang mereka buat, namun
demikian untuk perolehan bahan baku,
para pengusaha memperolehnya hanya
dari wilayah sekitar perusahaan. Hal ini
dikarenakan bahan baku yang dibeli hanya
dalam
jumlah
sedikit
(pembelian
dilakukan sesuai dengan kapasitas
produksi), sehingga dengan pertimbangan
besarnya ongkos yang dibutuhkan untuk
pengadaan tersebut dianggap tidak
sebanding dengan jumlah bahan yang
dibeli.
Jenis bahan-bahan baku tersebut antara
lain bahan polyester, bahan kaos dari
berbagai jenis (Tetoron Catoon), katun,
bahan jean, dan sebagainya yang didapat
dari pusat-pusat tekstil yang berada
disekitar perusahaan antara lain: dari
Cigondewah dan Tamim.
Kebutuhan bahan pendukung seperti
resluiting, kancing, gesper, spoon, benang
jahit, benang karet, kain keras, dapat
dipenuhi dengan mudah dari toko-toko di
Wilayah Soreang dan Kota Bandung.

kategori sedang, dan mempunyai
segmentasi pasar pada kelas menengahbawah. Harga produk bervariasi mulai dari
Rp. 10.000,- hingga Rp. 120.000,- per
pieces.
Instansi/ Jasa Terkait, dan Pemodalan
Pada saat ini para pengusaha di wilayah
penelitian tersebut menjalankan usahanya
secara swakelola. Modal didapat dari
sumber yang bervariasi antara lain dari
pribadi, pinjaman dari (keluarga, teman,
orang tua, koperasi, dan perbankan).
Namun keterlibatan dengan pihak lainnya
seperti perbankan relatif jarang dilakukan,
karena prosedur perbankan yang
diberlakukan dianggap menyulitkan para
pengusaha.
Tenaga kerja
Tenaga kerja di wilayah penelitian cukup
tersedia
dari
masyarakat
sekitar
perusahaan, walaupun ada beberapa dari
daerah lain misalnya dari Cianjur, Ciwidey,
Cililin, dan Tasikmalaya. Jumlah tenaga
yang
dipekerjakan
pada
setiap
perusahaan adalah sekitar 2 (dua) sampai
dengan 11 (enam) orang, dan didominasi
oleh tenaga kerja laki-laki. Namun
beberapa
pengusaha
mengerjakan
usahanya/ dijalankan sendiri. Rata-rata
tingkat pendidikan mereka adalah Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), hanya sebagian kecil yang
tamat Sekolah Mengengah Atas (SMA).

80%

20%

Kualitas dan Segmentasi
Kualitas produk yang dibuat oleh para
pengusaha pakaian jadi di wilayah
Soreang ini termasuk produk dengan

Laki-laki

Perempuan

Gambar 2 : Persentasi Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan Jenis kelamin

38 | S r i M a r t i n i : M o d e l P e n g u a t a n I n d u s t r i K e c i l d a l a m M e n g h a d a p i
Perkembangan Industri Kreatif (Studi Kasu: Industri Kecil Pakaian di
Desa Suka Mulya Soreang

belajar teknik menjahit secara langsung
dari temannya atau dari saudaranya.

89%

SD

10%

1%

SMP

SMA

Gambar 3 : Persentasi Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Beberapa tahun lalu, untuk tenaga khusus
ahli bordir masih memanfaatkan tenaga
ahli khusus dari Tasikmalaya, namun
sekarang karena banyak bermunculan
bordir computer, maka tenaga khusus ahli
bordir dapat dikatakan sudah tidak ada.
Tenaga kerja tersebut pada umumnya

Proses Produksi
Proses produksi usaha konveksi dilakukan
hampir sama untuk berbagai jenis
prodrusi, meliputi : perancangan,
pembelian bahan baku, pembuatan pola
dan pemotongan bahan, pemeriksaan
kualitas
(quality
control),
serta
pengepakan dan pemasaran. Kecuali
untuk pengusaha yang bergerak di bidang
jasa seperti jasa washing, bordir. Alur
produksi untuk produk manufaktur, lebih
jelas dapat dilihat pada taditampilkan
dalam gambar berikut:

Perancangan
Bandung dan sekitarnya
Pembuatan pola

Pembelian bahan baku
Luar Kota Bandung

Pemotongan
Proses Bordir

Jasa Bordir
Bordir sendiri

Proses Jahit
Bandung dan sekitarnya
Pemasangan asesoris
Luar Kota Bandung
Pemeriksaan/QC
Penyeterikaan
Pengepakan

Luar Kota Bandung
Pemasaran

Bandung dan sekitarnya
Luar Pulau Jawa

Gambar 4 : Proses Produksi Konveksi

TEMUAN DAN KESIMPULAN
Usaha konveksi ini merupakan usaha yang
diwariskan secara turun temurun, dan
saat ini dikelola oleh generasi ketiga dari
para pendirinya. Pola manajemen yang
diterapkan pada industri kecil konveksi ini

masih sangat sederhana dan bersifat
kekeluargaan.
Namun
pimpinan
perusahaan
berusaha
mengadakan
pengembangan sistem manajemenya ke
arah yang lebih baik, misal dalam hal
pengusaan teknologi, metode produksi,

39 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 2 N o 1 2 0 1 2

keterampilan, dan sebagainya. Saat ini
wilayah pemasaran produk meliputi pasar
Tanah Abang (Jakarta), serta pasar-pasar
lainnya dibeberapa kota di Jawa Barat,
seperti Bandung, Subang, Cianjur,
Cipanas, Indramayu, Garut, dan lain-lain.
Investasi yang dimiliki industri kecil
pakaian ini masih sangat minim, baik dari
segi fasilitas maupun modal usaha. Untuk
modal usaha diperoleh dari dana sendiri/
keluarga dan dari pinjaman Bank dengan
angsuran perbulan tidak lebih dari 2 juta
rupiah.
Jenis produk utama yang dihasilkan dari
industri kecil pakaian jadi yang ada di
Desa Suka Mulya - Soreang ini adalah
busana
muslim,
pakain
formal
(blouse/kemeja, celana, dan formal wear).
Karakteristik khusus dari industri kecil
tersebut terletak pada pemanfaatan
bahan baku kain secara umum
(katun/polyester)
dengan
kapasitas
produksi yang dapat dihasilkan oleh
industri kecil ini kurang lebih adalah 1000
lusin setiap tahunnya.
Pada masa sebelumnya, konveksi Wilayah
Desa sukamulya ini pernah dibentuk
sebuah koperasi pengusaha konveksi.
Namun saat ini Koperasi tersebut sudah
tidak berjalan dan diharapkan ke depan
akan
dijalankan
kembali
dengan
kepengurusan baru.
Para pengusaha berharap agar pihak
pemerintah ataupun instansi terkait
lainnya
dapat
membantu
dalam
pemasaran produk, baik bantuan secara
langsung ataupun tidak langsung misalnya
menjadi fasilitator agar dapat bekerja
sama/bermitra dalam jangka waktu
panjang dengan pengusaha besar terkait,
dan membantu menjamin kestabilan
harga bahan baku dan harga jual. Dan juga
berharap agar Pemerintah Kabupaten
Bandung mengadopsi program yang
dibuat Pemerintah Kota Tasik, yaitu
menyediakan dana talangan untuk
pembelian kios di Pasar Tanah Abang,

sehingga diharapkan ada pasar Soreang di
Tanah
Abang
serta
membantu
mempatenkan merek produk, mengingat
selama ini sering terjadi pembajakan
merek produk.
Diharapkan terdapat peluang yang dapat
dilakukan/ kerjasama antara industri kain
sebagai produsen bahan baku, dengan
pengusaha konveski Desa Sukamulya, dan
diharapkan pembayaran dapat dilakukan
setiap akhir tahun mengingat pemodalan
yang dimiliki para pengusaha masih
kurang memadai.
Terdapat peluang dilakukan kerjasama
dengan industri garmen dengan pola sub
kontrak, hanya saja perlu peningkatan skill
tenaga kerja yang memadai produk yang
dihasilkan dapat sesuai dengan spesifikasi
industri garmen.
Dalam
perkembangannya,
terjadi
ketidakseimbangan antara pertumbuhan
jumlah pengusaha dengan pertumbuhan
permintaan. Kondisi tersebut menjadikan
posisi tawar (bargaining position)
pengusaha menjadi lemah dibanding
pedagang
perantara
(grosir)
dan
diperlukan modal kerja tiga atau empat
putaran untuk menjalankan usaha ini. Hal
demikian merupakan dampak dari posisi
tawar pengusaha yang lemah.
Untuk mendapatkan pasar, sering kali
terjadi praktek persaingan yang tidak
sehat
seperti
permainan
dalam
penentuan harga. Bagi industri dengan
modal besar, bahan baku dan bahan
pendukungnya dibeli dengan ukuran
besar, sehingga dengan harga pembelian
yang lebih murah dapat juga membantu
menurunkan
harga
jual,
dimana
penurunan harga jual tersebut merupakan
ancaman bagi kelangsungan usaha
konveksi di desa Sukamulya.
Praktek penipuan yang sering dilakukan
oleh pedagang perantara dengan modus
giro kosong. Dan juga yang menjadi
kendala mereka dalam menjalankan
usaha adalah kepemilikan modal yang

41 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 2 N o 1 2 0 1 2

relatif kecil didukung oleh pembayaran dri
pedagang perantara sering dilakukan
dengan jangka waktu tertentu sehingga
untuk memproduksi produk berikutnya
harus menunggu pembayaran dari para
pedagang perantara tersebut atau
meminjam dulu dari pihak lain.

Daftar Pustaka
Tim Indonesia Design Power, (2008).
Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
2025. Studi Industri Kreatif ndonesia.
Departement Perdagangan RI.
Jones,
Christopher.
1970.
Design
Methods. Toronto: Wiley & Sons Ltd.
Suryana. (2006). Kewirausahaan. Jakarta :
Salemba Empat.
Afendi, Yusuf., (1976), Pengantar Singkat
Mengenai Dasar-Dasar Desain, Bandung,
FSRD ITB.
Davis, Marian L., (1979), Visual Desain in
Dress, Prentice Hall, Newjersey.
Ryanto, A. Arifah., (2003), Teori Busana,
Bandung,
YAPEMDO
Bandung.

42 | S r i M a r t i n i : M o d e l P e n g u a t a n I n d u s t r i K e c i l d a l a m M e n g h a d a p i
Perkembangan Industri Kreatif (Studi Kasu: Industri Kecil Pakaian di
Desa Suka Mulya Soreang