Makalah Aspek Hukum Dalam Ekonomi Hukum

Makalah Aspek Hukum Dalam Ekonomi
(Hukum Perdata)
BAB I
PENDAHULUAN
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya
saya bisa menyelesaikan dan menyusun sebuah makalah yang berjudul Hukum Perdata
Indonesia. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam
Ekonomi atau Softskill.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan narasumber yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberi informasi bagi teman-teman semua dan masyarakat yang
membaca, dan juga bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
A.

Latar Belakang

Hukum perdata adalah salah satu macam dari dua jenis hukum yang ada di Indonesia. Salah
satu cara bagaimana masyarakat luas bisa mengetahui hukum hukum di Indonesia adalah

dengan kita membuat sebuah tulisan yang berhubungan dengan hukum dan mensebarluaskan
ke media internet yang mudah di akses oleh masyarakat luas.
Ada beberapa jenis hukum di Indonesia. Pengertian hukum sendiri adalah sebuah peraturanperaturan atau kaedah yang tertulis maupun secara lisan. Namun di Indonesia hukum yang
diterapkan adalah hukum secara terlulis.
Hukum di Indonesia sangat berpengaruh terhadap masalah-masalah di negara Indonesia
sendiri, tanpa adanya hukum di Indonesia, negara Indonesia bisa menjadi negara yang sangat
tidak ada aturan nya. Oleh karena itu, hukum di Indonesia di buat peraturan-peraturan untuk
menciptakan suatu kedamaian dan untuk mencegah adanya perselisihan yang biasa disebut
dengan hukum.
B.

Tujuan

Tujuan saya menulis makalah ini adalah supaya masyarakat luas bisa mengenal, memahami
dan mempelajari hukum-hukum di Indonesia yang dimana saya menjelaskan tentang salah
satu contoh hukum di Indonesia yaitu Hukum perdata.
C.

Rumusan Masalah


Dari sebuah judul diatas yaitu “Hukum Perdata di Indonesia” masalah yang dibahas adalah
pengertian dari Hukum Perdata tersebut, berlakunya hukum Perdata di Indonesia,
pemahaman tentang hukum dan sumber-sumber hukum perdata.
D.

Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah, teman-teman dan masyarakat luas bisa tahu
tentang hukum di Indonesia bagaimana hukum Indonesia di terapkan dan dijalankan. Selain
itu, masyarakat bisa memberikan masukan atau pendapat bagi hukum-hukum yang ada di
Indonesia.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
HUKUM PERDATA
A.

Sejarah Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan
hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang

paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang
disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
SewaktuPerancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di
negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan
Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M.
Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia
pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat
sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua
kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :


BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).



WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan
yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
B.

Pengertian Hukum Perdata

Secara umum Hukum Perdata adalah Hukum yang mengatur hubungan antara orang
perorangan di dalam masyarakat.
Secara umum, pengertian hukum perdata lebih sering diidentikkan dengan kebalikan dari
pengertian hukum pidana. Maksudnya jika hukum pidana mengatur hubungan antara
masyarakat dengan negara atau yang berkaitan dengan hukum publik, justru pengertian
hukum perdata adalah sebaliknya yakni mengatur hubungan antara subyek hukum dalam
masyarakat dan yang berkaitan dengan hukum privat. Hukum privat adalah hukum yang
mengatur kepentingan perseorangan dalam masyarakat.
Hukum perdata dapat dibagi menjadi hukum perdata materil dan hukum perdata formil.
Hukum perdata materil berkaitan dengan muatan atau materi yang diatur dalam hukum
perdata itu sendiri, sedangkan hukum perdata formil adalah hukum yang berkaitan dengan
proses perdata atau segala ketentuan yang mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan
penegakan hukum perdata itu sendiri, seperti melakukan gugatan di pengadilan. Hukum
perdata formil juga dikenal dengan sebutan hukum acara perdata.

C.

Ruang Lingkup Hukum Perdata

1. Hukum Perdata Dalam Arti Luas
Hukum Perdata dalam arti luas pada hakekatnya meliputi semua hukum privat meteriil, yaitu
segala hukum pokok (hukum materiil) yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan, termasuk hukum yang tertera dalam KUHPerdata (BW), KUHD, serta yang
diatur dalam sejumlah peraturan (undang-undang) lainnya, seperti mengenai koperasi,
perniagaan, kepailitan, dll.
2. Hukum Perdata Dalam Arti Sempit
Hukum Perdata dalam arti sempit, adakalanya diartikan sebagai lawan dari hukum dagang.
Hukum perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata sebagaimana terdapat di dalam
KUHPerdata. Jadi hukum perdata tertulis sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata
merupakan Hukum Perdata dalam arti sempit. Sedangkan Hukum Perdata dalam arti luas
termasuk di dalamnya Hukum Perdata yang terdapat dalam KUHPerdata dan Hukum
Dagang yang terdapat dalam KUHD.
Hukum Perdata juga meliputi Hukum Acara Perdata, yaitu ketentuan-ketentuan yang
mengatur tentang cara seseorang mendapatkan keadilan di muka hakim berdasarkan Hukum
Perdata, mengatur mengenai bagaimana aturan menjalankan gugutan terhadap seseorang,

kekuasaan pengadilan

mana yang berwenang untuk menjalankan gugatan dan lain

sebagainya. Hukum Perdata juga terdapat di dalam Undang-Undang Hak Cipta, UU Tentang
Merk dan Paten, keseluruhannya termasuk dalam Hukum Perdata dalam arti luas.

D.


Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil

Hukum Perdata Materiil
Hukum Perdata Materiil adalah segala ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
seseorang dalam hubungannya terhadap orang lain dalam masyarakat. Hukum Perdata
materiil ialah aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban perdata seseorang. Dengan
kata lain bahwa Hukum Perdata materiil mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap
subyek hukum, yang pengaturannya terdapat di dalam KUHPerdata, KUHD dsb.




Hukum Perdata Formil
Hukum Perdata Formil adalah segala ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang cara
seseorang mendapatkan hak/keadilan berdasarkan Hukum Perdata materiil. Cara untuk
mendapatkan keadilan di muka hakim lazim disebut Hukum Acara Perdata. Hukum Perdata
Formil merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana tatacara seseorang menuntut haknya
apabila dirugikan oleh orang lain, mengatur menurut cara mana pemenuhan hak materiil
dapat dijamin. Hukum Perdata Formil bermaksud mempertahankan hukum perdata materiil,
karena Hukum Perdata formil berfungsi menerapkan Hukum Perdata materiil.
Hukum Perdata formil, misalnya Hukum Acara Perdata, terdapat dalam Reglement Indonesia
yang Diperbaharui (R.I.B).
E.

Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

Hukum Perdata di Indonesia bersifat berbhineka atau bersifat pluralistik, baik secara etnis
maupun secara yuridis. Secara etnis dikatakan bersifat pluralistis atau berbhineka karena
hukum- hukum yang berlaku bagi penduduk Indonesia, berbeda-beda dari masyarakat adat
yang satu dengan masyarakat adat yang lainnya. Keadaan tersebut ditambah dengan
diberlakukannya Politik Hukum Belanda di Hindia Belanda yang merupakan Landasan

Politik Hukum Belanda atas tata hukum di Hindia Belanda.
Pasal 131 IS, secara garis besar menentukan hal-hal sebagai berikut :
1. Hukum Perdata dan Hukum Dagang (begitu juga Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab undang-undang, yaitu dikodifikasi.
2. Untuk golongan Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di Negeri
Belanda (Asas Konkordansi).
3. Untuk golongan Indonesia Asli dan Timur Asing (Cina, Arab, dsb), jika ternyata kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendaki, hukum Eropa dapat dinyatakan berlaku bagi mereka,
baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan untuk
membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang

berlaku di kalangan mereka dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan
umum atau kebutuhan kemasyarakat mereka.
4. Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan golongan Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada
hukum yang berlaku untuk golongan Eropa. Penundukkan diri ini boleh dilakukan secara
umum atau secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
5. Sebelum hukum untuk golongan Indonesia Asli ditulis dalam undang-undang, bagi mereka
akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu hukum adat.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka secara garis besar dapat ditarik beberapa pokok

pemikiran mengenai politik hukum Belanda yang meletakkan tatanan hukum di Hindia
Belanda sebagai berikut:
1. Hukum Perdata dan Hukum Dagang dll, dibuat dalam Kitab Undang-Undang yaitu
DIKODIFIKASIKAN dan untuk Gol. Eropa diberlakukan ASAS KONKORDANSI, yaitu
hukum yang beralku di Belanda diberlakukan bagi golongan Eropa di Hindia Belanda;
2. Penduduk Hindia Belanda dibagi dalam golongan-golongan penduduk dan bagi mereka
berlaku sistem hukum yang berbeda-beda (pasal 131 jo 163 I.S);
3. Penggolongan penduduk dan sistem hukum yang berlaku adalah sbb:
A. Golongna Eropa : diberlakukan Hukum yang berlaku di Belanda.
B. Golongan Timur Asing Cina : KUHPerdata dan KUHD diberlakukan bagi mereka dan sejak
tahun 1925, bagi mereka berlaku semua hukum privat yang berlaku bagi Golongan Eropa,
kecuali peraturan yang mengenai Catatan Sipil. Dimana bagi mereka berlaku Lembaga
tersendiri dan peraturan tersendiri, yaitu dalam bagian IIS. 1917 : 129.
C. Golongan Timur Asing lainnya (Arab, India, dll), diberlakukan KUHPerdata dan KUHD,
kecuali hukum kekeluargaan dan Hukum Waris tetap berlaku hukum mereka sendiri. Dalam
bidang Hukum Waris, bagian mengenai pembuatan wasiat berlaku juga bagi mereka.
D. Golongan Indonesia Asli : diberlakukan Hukum Adat.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka pada zaman Hindia Belanda telah ada
beberapa peraturan perundang-perundangan yang dinyatakan berlaku bagi golongan
Indonesia, misalnya :

1. S. 1879 No. 256, secara garis besar menentukan bahwa perjanjian kerja atau perjanjian
perburuhan, seperti pasal 1601 – 1603 lama dari KUHPerdata dinyatakan berlaku bagi
golongan Indonesia asli;
2. S.1939 No.49, menyatakan berlaku bagi golongan Indonesia beberapa pasal KUHD, yaitu
sebagian besar dari hukum laut;

3. S.1933 No. 74 mengenai Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen;
Disamping ada peraturan yang secara khusus dibuat bagi golongan Indonesia, ada pula
peraturan yang berlaku bagi semua golongan penduduk (semua warganegara), misalnya :
1. S. 1933 No. 108

: Peraturan Umum tentang Koperasi;

2. S. 1938 No. 523

: Ordonansi Woeker (Lintah Darat);

3. S. 1938 No. 98

: Ordonansi tentang Pengangkutan di Udara.


F.

Kasus Hukum Perdata

Kasus hukum perdata dan kasus hukum pidana adalah dua hal yang berbeda dalam hukum
demikian pula cara penegakannya. Pemahaman yang keliru terhadap kasus hukum
perdata akan membuat kita mengambil langkah yang keliru pula dalam upaya
penyelesaiannya. Dalam artikel sebelumnya kami telah menguraikan contoh kasus hukum
pidana agar dapat dibedakan dengan kasus hukum perdata.
Oleh karena dalam kasus hukum perdata sengketa terjadi antara subyek hukum, maka
penyelesaian kasus hukum perdata lebih bersifat elastis. Dikatakan elastis karena
penyelesaian kasus hukum perdata dapat diwujudkan apabila terjadi kesepakatan antara para
pihak yang bersengketa. Meskipun hukum telah mengatur ketentuan yang jelas mengenai hak
dan kewajiban subyek hukum serta prosedur penyelesaian kasus hukum perdata melalui
hukum acara perdata atau hukum perdata formil, namun prosedur tersebut dapat dihentikan
oleh para pihak bila telah ada kesepakatan untuk menghentikan sengketa.
Hal tersebut tentu saja berbeda dengan kasus hukum pidana. Dimana proses hukum bagi
tersangka dalam kasus hukum pidana harus tetap berjalan meskipun telah dimaafkan oleh
pihak korban. Hal ini disebabkan hukum pidana termasuk dalam bagian hukum publik yang
mengatur antara hubungan seseorang atau badan hukum dengan negara atau kepentingan
umum.
Contoh Kasus :
1. Tono digugat oleh seorang gadis yaitu Paulina untuk membayar ganti rugi atas pembelian
gaun baru dan tas serta kerugian immaterial (gengsi jatuh karena sudah cerita ke temantemannya) karena Tono telah mengingkari janji mengajak nonton pertunjukan tahun baru di
pantai Marina. Bagaimana penyelesaian kasus ini menurut anda selaku kuasa hukum
Paulina ?
Jawaban:
Paulina tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan karena tidak memenuhi syarat
materiil gugatan yaitu gugatan yang diajukan Paulina tidak beralasan dan tidak berdasarkan
hukum. Perselisihan yang terjadi bukanlah melanggar hak yang pantas pada syarat materiil

untuk mengajukan gugatan. Selain itu tidak terdapat ketentuan hukum perdata yang
dilanggar, diabaikan dan tidak dipenuhi.
2. Tono (Kendal) menggugat Paulina (Demak) di Pengadilan Negeri Semarang dengan dasar
Paulina belum membayar utangnya sebesar Rp.100.000.000,- dengan jaminan tanah
HM. No.31 Semarang. Saudara adalah hakimnya bagaimana sikap saudara jika Paulina
mengajukan eksepsi bahwa PN. Semarang tidak berwenang memeriksa perkara? Apa
alasannya? Dan sebut dasar hukumnya?
Jawaban :
Eksepsi adalah tangkisan yang tidak mengenai pokok perkara, namun jika berhasil dapat
menyudahi pemeriksaan perkara. Eksepsi diterima bahwa PN Semarang tidak berwenang
untuk memeriksa perkara. Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa perkara adalah PN
Demak sebagai domisili tergugat berdasarkan pasal 118 (1) HIR.
3. Mahkamah Agung dikatakan sebagai Pengadilan Kasasi bukan sebagai Pengadilan Tingkat
III, mengapa demikian?
Jawaban :
Pertanyaan ini berkaitan dengan tingkatan pengadilan,maksudnya tingkat pengadilan dari
pengadilan-pengadilan yang berada dalam satu lingkungan peradilan, misalnya dalam
lingkungan peradilan umum, tingkat pengadilan yang ada didalamnya adalah:


Pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama, atau hakim sehari-hari.



Pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat kedua, atau hakim banding;



Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi, atau hakim kasasi. Mahkamah Agung
bukan pengadilan tingkat ketiga karena Mahkamah Agung tidak memeriksa ulang perkara
(tidak melakukan pemeriksaan ulang atas fakta) melainkan pemeriksaan terhadap penerapan
hukum.
4. Saudara adalah ketua majelis hakim yang mendapat tugas untuk memeriksa perkara
perdata No.14/Pdt.G/2006/PNSmg. Pada hari sidang pertama, hari ini, Tergugat tidak datang
demikian juga kuasa hukumnya. Tindakan apa saja yang dapat saudara lakukan?
Jawaban :
Berdasarkan pasal 125 (1) HIR, Putusan verstek kalau tergugat tidak menghadap.
Gugatan diputus dengan verstek yaitu diputus diluar hadirnya tergugat, karena tergugat tidak
datang dalam sidang meskipun ia telah dipanggil dengan patut. Mengingat suatu panggilan
yang oleh jurusita disampaikan melalui kepala desa (lurah) termasuk dalam kategori

panggilan patut (pasal 390 HIR), maka bagi seorang hakim akan lebih bijaksana bilamana
sebelum menjauhkan putusan verstek memperhatikan cara panggilan dilakukan. Bilamana
oleh hakim diketahui bahwa panggilan tidak disampaikan kepada tergugat sendiri namun
disampaikan melalui kapala desa/lurah, maka seyogyanya hakim menunda persidangan dan
memerintahkan dilakukan panggilan ulang, dengan pesan supaya panggilan diusahakan
disampaikan kapada tegugat sendiri.
5. Pada tanggal 16 April 2008, yang merupakan siding kedua dalam perkara
perdata No.35/Pdt.G/2007/PN.Smg setelah penundaan sidang tanggal 09 April 2008, hakim
menjatuhkan putusan meskipun Kurniawan sebagai salah satu tergugat, disamping Hartowo
dan Subagio. Merasa tidak puas, pada tanggal 23 April 2008 Kurniawan mengajukan verzet
atas putusan tersebut. Menurut saudara sudah benarkah tindakan Kurniawan?
Jawaban :
Saudara Kurniawan tidak dapat mengajukan verzet, putusan ini berarti sebagai putusan akhir
(vonnis) bagi pihak yang tidak hadir berlaku sebagai putusan contradictoir (bukan putusan
vestek). Dengan demikian maka bagi tergugat yang tidak hadir jika ingin mengajukan upaya
hukum melawan putusan tersebut tidaklah dengan mengajukan verzet, melainkan banding.
KERANGKA :

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
Hukum Perdata di Indonesia bersifat berbhineka atau bersifat pluralistik, baik secara etnis
maupun secara yuridis. Oleh karena dalam kasus hukum perdata sengketa terjadi antara
subyek hukum, maka penyelesaian kasus hukum perdata lebih bersifat elastis. Dikatakan
elastis karena penyelesaian kasus hukum perdata dapat diwujudkan apabila terjadi
kesepakatan antara para pihak yang bersengketa.
DAFTAR PUSTAKA :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://statushukum.com/pengertian-hukum-perdata.html
http://ayobelajarhukum.blogspot.com/2011/11/hukum-perdata.html
http://statushukum.com/kasus-hukum-perdata.html