Tinjauan Yuridis dalam Perjanjian Kerja

Tinjauan Yuridis dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah
Indonesia dan PT Freeport
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang
mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS).
Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan
perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport
Indonesia telah melakukan eksplorasi pada dua tempat di Papua, masing-masing
tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan
Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Bahan tambang yang
dihasilkan meliputi tembaga, emas, silver, molybdennum, dan rhenium.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia menandatangani kontrak
karya untuk tambang tembaga dan emas pada tanggal 7 April 1967 dengan
Freeport Indonesia Incorporated. Kontrak tersebut diperpanjang dengan kontrak
karya atau contract of work yang ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991
dengan PT Freeport Indonesia yang merupakan penerus dari Freeport Indonesia
Incorporated sebagai kontraktor.
Pada prinsipnya, kontrak karya merupakan perjanjian antara pemerintah
Indonesia dengan Freeport, di mana Freeport ditunjuk sebagai kontraktor dari
pemerintah Indonesia untuk melakukan penambangan tembaga dan emas di
wilayah tertentu di Papua. Artinya, kontrak karya itu sebagai undang-undang yang
mengikat sebagaimana asas pacta sunt servanda yang harus ditaati dan

dilaksanakan sesuai ketentuan dan syarat yang tercantum di dalamnya.
Dasar hukum yang menjadi acuan waktu itu adalah UU Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Umum Pertambangan. Pasal 8 UU Nomor 1 Tahun 1967
mengatur bahwa penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan
pada suatu kerjasama dengan pemerintah berdasarkan suatu kontrak karya atau
bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1

Sementara itu, Pasal 10 UU Nomor 11 Tahun 1967 mengatur bahwa
pemerintah dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor dengan mengadakan
perjanjian (kontrak karya). Teknis pembuatan kontrak karya itu sendiri boleh
dikatakan

menyerupai

proses

penyusunan


undang-undang.

Oleh

karena

penyusunan kontrak karya serupa dengan undang-undang, maka kedudukan
kontrak karya disetarakan dengan undang-undang bagi pihak yang bersepakat.
Setelah ditemukannya Grasberg yang memiliki cadangan sangat banyak
maka diperlukan investasi yang sangat besar, sehingga Freeport kala itu merasa
butuh kepastian hukum untuk operasi di Grasberg. Alhasil, lahirlah kontrak karya
generasi II (kontrak karya II) yang disahkan pemerintah tahun 1991 silam.
Sejatinya kontrak karya ini bukanlah perpanjanan kontrak karya generasi I,
melainkan kontrak karya yang betul-betul baru.
Kesepakatan yang dirujuk terkait perpanjangan kontrak karya dimuat
dalam Pasal 31 ayat (1) kontrak karya Freeport. Dalam pasal ini, disepakati jangka
waktu awal kontrak karya yang telah disepakati adalah 30 tahun sejak tanggal
ditandatangani, yakni berakhir 30 Desember 2021. Selain itu, Freeport berhak
mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu tersebut untuk 2x10 tahun

berturut-turut.
Di tengah berjalannya kontrak karya, pemerintah mengundangkan UU
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Rezim
kontrak karya tidak lagi dikenal dalam undang-undang ini. Sebaliknya, UU
Nomor 4 Tahun 2009 hanya mengenal Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin
Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
sebagai mekanisme pertambangan.
Dalam Pasal 169 UU Minerba menyatakan: (a) bahwa Kontrak Karya
yang telah ada sebelum berlakunya UU ini tetap diberlakukan sampai jangka
waktu berakhirnya kontrak/perjanjian; dan (b) ketentuan yang tercantum dalam
pasal Kontrak Karya disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU ini
diundangkan. Pasca aturan ini berlaku sejak 12 Januari 2009, tidak mungkin ada
kontrak karya baru ataupun perpanjangan kontrak.

2

Selain itu, PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas PP
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara diperlukan supaya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara dapat ditegakkan dan pemerintah dapat

mengatur secara tegas pengelolaan minerba yang memberikan manfaat lebih besar
bagi negara, salah satunya divestasi hingga mencapai 51%.
Skema Divestasi PP Nomor 1 Tahun 2017
Tahun Produksi

Persentase Divestasi Minimal
(dari Total Saham)

Tahun ke-6

20%

Tahun ke-7

30%

Tahun ke-8

37%


Tahun ke-9

44%

Tahun ke-10

51%

Perlu diingat, saham yang didivestasikan harus ditawarkan kepada pihak
Indonesia, khususnya pemerintah baik itu pemerintah pusat dan daerah,
BUMN/BUMD serta badan usaha swasta nasional. Dalam setiap penawaran,
pemerintah pusat merupakan pihak yang didahulukan. Apabila pemerintah pusat
tidak bersedia, maka badan usaha yang melakukan divestasi menawarkan
sahamnya

secara

berjenjang

pertama


kepada

Pemda,

kedua

kepada

BUMN/BUMD, dan ketiga baru kepada badan usaha swasta nasional.
Penawaran itu harus dilakukan paling lambat 90 hari sejak lima tahun
setelah dikeluarkan IUP OP tahap penambangan badan usaha. Sebelumnya,
ketentuan divestasi dilakukan dengan skema penawaran yang berbeda bergantung
pada dua hal, yakni apakah pemegang IUP OP atau IUPK OP melakukan sendiri
kegiatan pengolahan/ pemurnian atau tidak dan metode penambangan yang
berbeda.

3

Hal inilah yang menimbulkan ketegangan sebab Freeport McMoRan Inc,

perusahaan induk PT Freeport Indonesia, keberatan jika harus melepaskan
sahamnya sampai 51% di PT Freeport Indonesia karena berarti mereka bukan lagi
pemegang saham mayoritas. Freeport McMoRan Inc ingin tetap memegang
kendali PT Freeport Indonesia. Kemudian dengan menggunakan asas pacta sunt
servanda, maka Pemerintah Indonesia tunduk pada asas mengikatnya perjanjian
sehingga tidak bisa memaksakan secara sepihak untuk mengubah Kontrak Karya
Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia (Freeport) dinilai punya
posisi yang seimbang apabila rencana Freeport menggugat Indonesia ke forum
arbitrase internasional jadi ditempuh. Namun, posisi setara ini dibatasi sepanjang
konteksnya mengenai kepatuhan atas kontrak karya yang disepakati pertama kali
sejak tahun 1967 serta perubahannya.
Selama ini Freeport berpegang pada kontrak karya dengan pemerintah
Indonesia dan mengesampingkan ketentuan perundang-undangan terkait operasi
pertambangan, maka Freeport sebenarnya telah melanggar sendiri kesepakatan
mengenai ketentuan divestasi dan smelter yang tercantum dalam kontrak karya
generasi II yang ditekan tahun 1991 silam.
Seperti diketahui, Pemerintah dan PT Freeport Indonesia sepakat untuk
menempuh jalur perundingan guna menyelesaikan perselisihan yang terjadi sejak
diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Setelah melalui

serangkaian perundingan/ negosiasi yang ketat, kedua belah pihak telah mencapai
kesepakatan final pada pertemuan Minggu 27 Agustus 2017, sebagai berikut :
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT
Freeport Indonesia berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),
bukan lagi berupa Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan
nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu

4

pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport
Indonesia.
3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian
atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai
pada Oktober 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih
besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini yang
didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk
PT Freeport Indonesia.
5. Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas sebagaimana

diatur dalam IUPK, maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan
perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041.
Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan bekerja sama untuk segera
menyelesaikan dokumentasi dari struktur yang disepakati dan PT Freeport
Indonesia akan mendapatkan persetujuan korporasi yang dibutuhkan.
Hasil perundingan ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo untuk
mengedepankan kepentingan nasional, kepentingan rakyat Papua, kedaulatan
negara dalam pengelolaan sumber daya alam, serta menjaga iklim investasi tetap
kondusif.

5

DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58d8b4379df18/mencermati-posisi
freeport-dari-uu-minerba--kontrak-karya--serta-mou (Diakses tanggal 8
Oktober 2017).
http://www.industri.bisnis.com/read/20170829/44/685156/ini-poin-poin-hasil
kesepakatan-pemerintah-indonesia-dengan-freeport (Diakses tanggal 8
Oktober 2017).
UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas PP Nomor 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

6