Aspek Pendidikan dalam Peradaban Islam m

ASPEK PENDIDIKAN DALAM BANGUNAN PERADABAN
PADA MASA BANI UMAYYAH

Disusun oleh:
Nama: Anik Damayanti
NIM: O100150009
Email: anik.damayanti@gmail.com

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu yang yang terpenting dalam Islam. Bahkan ayat
yang mula-mula diturunkan merupakan perintah untuk membaca kepada Nabi
Muhammad Saw, yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5. Pada masa dakwah awal Islam yang
masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi, Rasulullah Saw menyampaikan pengajaran
Al-Quran secara halaqah di Darul Arqam. Rasulullah mendidik para Sahabat yang
pertama-tama memeluk Islam dengan Al-Quran, beliau menyampaikan setiap kali ada
wahyu yang turun kepada mereka. Di sanalah cikal-bakal pendidikan dalam Islam, yang
materi pengajarannya murni berupa Al-Quran.
Hal tersebut terus berlanjut hingga masa kehidupan hijrah di Madinah. Pada masa
itu, pengajaran Al-Quran yang dilakukan oleh Rasulullah Saw kepada para Sahabat
berlangsung di masjid. Masjid menjadi pusat peradaban pada masa kepemimpinan
Rasulullah, bukan sekedar tempat ibadah tetapi sekaligus menjadi tempat belajar, tempat

bermusyawarah, bahkan tempat mengatur strategi perang dan kebijakan-kebijakan
politik. Demikian pula pada masa-masa berikutnya –masa Khulafaur Rasyidin hingga
sekarang ini, masjid tetap menjalankan fungsi klasiknya sebagai tempat ibadah dan
tempat belajar bagi kaum Muslimin, meskipun lembaga-lembaga pendidikan baru terus
berkembang dengan berbagai corak sesuai zamannya.
Makalah ini membahas tentang perkembangan aspek pendidikan yang dibangun
dalam Peradaban Islam pada masa Bani Umayyah, baik dari sisi visi-misi, kelembagaan,
kurikulum, karakteristik guru, serta sarjana pada masa itu, serta cara pengelolaan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Sejak masa Bani
Umayyah inilah, Islam mengalami lompatan kemajuan yang lebih signifikan
dibandingkan masa khalifah-khalifah sebelumnya, terutama dalam hal administratif
1

ketatanegaraan yang sangat besar pengaruhnya pada kebijakan-kebijakan dalam negeri di
berbagai bidang termasuk pendidikan. Meskipun sejarah mengatakan bahwa puncak
kegemilangan Peradaban Islam terjadi pada masa Bani Abbasiyyah, namun selalu ada
kontribusi awal pendakian sebelum mencapai puncak dan itu adalah masa Bani
Umayyah. Semoga rekam jejak sejarah singkat ini bermanfaat bagi wawasan keilmuwan
Pendidikan Islam.
B. SEKILAS TENTANG BANI UMAYYAH

Kekhalifahan Bani Umayyah bermula sejak Khalifah Al-Hasan menyerahkan
tampuk kepemimpinan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H. Al-Hasan
menggantikan Khalifah Ali bin Abu Thalib yang syahid dibunuh oleh kaum Khawarij
dan memimpin kaum Muslimin hanya selama 6 bulan. Selama kepemimpinannya terjadi
perpecahan di kalangan kaum Muslimin yang memang sudah berselisih sejak zaman
Khalifah Utsman dan Ali. Akhirnya Al-Hasan menyerahkan pimpinan kekhalifahan ke
tangan Mu’awiyah dengan pertimbangan persatuan umat. Pada tahun itulah disebut
sebagai Amul Jama’ah atau tahun bersatunya kaum Muslimin.1
Sebelum menjadi Khalifah, Mu’awiyah telah menjabat sebagai Gubernur selama
20 tahun yaitu sebagai Gubernur Damaskus, Ba’labak dan Balqa yang diangkat oleh
khalifah Umar bin Khaththab pada tahun 18 H, lalu ditetapkan sebagai Gubernur wilayah
Syam pada masa khalifah Utsman.2 Berikutnya dia memimpin menjadi khalifah pertama
Bani Umayyah selama 20 tahun dengan karakteristik kepemimpinan yang cemerlang.
Pada masa Bani Umayyah tercatat ada 14 khalifah yang memimpin, diantaranya yang
menonjol adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H), Abdul Malik bin Marwan (6586 H), Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H), Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) dan
Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H).3 Kekhalifahan Bani Umayyah berakhir pada tahun
132 H dengan demikian Bani Umayyah memimpin kaum Muslimin selama 91 tahun di
Jazirah Arab dengan ibukota di Damaskus. Kemudian kekhalifahan Bani Umayyah
dihidupkan kembali oleh Abdurrahman Ad-Dakhil di bumi Andalusia pada tahun 140 H
hingga Dzulhijjah 422 H.4 Lebih 200 tahun kekuasaan Bani Umayyah bertahan di

1

Ali Muhammad Ash-Shallabi, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan, Prestasi Gemilang Selama 20
Tahun Sebagai Gubernur dan 20 Tahun Sebagai Khalifah Disertai Studi Kritis terhadap
Fitnah-ftnah yang Terjadi di Zamannya, (Jakarta: Darul Haq, 2013), hlm. 282-283.
2
Ibid., hlm. 70.
3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2014), hlm.
127.
4
Tariq Suwaidan, Dari Puncak Andalusia, Kisah Islam Menginjakkan Pertama Kali di
Spanyol Membangun Peradaban HIngga Menjadi Warisan Sejarah Dunia, (Jakarta: Zaman,

2

Andalusia, hingga akhirnya perlahan-lahan Andalusia tercabik dan hancur akibat
perebutan kekuasaan internal dan perlawanan kaum Kristen yang semakin kuat.
Gerakan perluasan wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah pada masa
kekhalifahan Bani Umayyah. Bukan sekedar perluasan wilayah, namun juga gerakan

dakwah dengan menegakkan hidayah Islam kepada manusia dan menyebarkan peradaban
Islam di bumi yang dikuasainya. Wilayahnya membentang dari Kashgar Cina sampai
Afrika Utara dan Andalusia, dari Laut Kaspia hingga Samudera Hindia.
Masa kekhalifahan Umayyah sangat mengedepankan stabilitas dan keamanan
negara, kemaslahatan penduduk dan menjaga kewibawaan pemerintahan. Pada masa ini
sistem administratif ketatanegaraan semakin profesional. Ciri administrasi Bani
Umayyah adalah kepemimpinan tidak terpusat, berbeda dengan masa Rasulullah dan
Khulafaur Rasyidin yang bersifat sentralisasi.5 Hal ini disebabkan wilayah kekuasaan
Islam mencapai sangat luas sehingga ibukota Negara Damaskus sangat jauh jaraknya
dengan wilayah-wilayah kekuasaan di timur dan barat. Jika setiap Amir wilayah melapor
kepada Khalifah untuk setiap masalah yang dihadapi, maka penyelesaian masalah akan
lambat dan kemaslahatan rakyat akan terabaikan. Para khalifah Bani Umayyah selalu
mengawasi para Amir di wilayahnya dan tak segan mengganti jika ada yang melakukan
kesalahan.
Pada masa ini juga banyak terjadi pemberontakan yang bercorak akidah, yang
paling sering mengadakan perlawanan mengangkat senjata adalah Syi’ah dan Khawarij.
Gerakan Abdullah bin Az-Zubair juga dapat dikatakan bermotif akidah sebab merasa
lebih berhak atas kekhalifahan daripada Yazid bin Mu’awiyah. Pemberontakan lainnya
didorong oleh ambisi pribadi akan kekuasaan seperti pemberontakan Al-Mukhtar bin
Ubaid Ats-Tsaqafi, Abdurrahman bin Muhammad Al-Asy’ats, Yazid bin Al- Muhallab. 6

Bermunculan juga aliran keagamaan bercorak ideologis, yang sebenarnya merupakan
sekte-sekte dari golongan Syi’ah dan Khawarij, seperti: Azariqah, Najdat Aziriyah,
Ibadiyah, Ajaridah, dan Shafariyah. Ada pula golongan Mu’tazilah, Maturidiyah,
Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah.7
Di bidang ketatanegaraan, masa ini banyak melakukan terobosan baru yang
diterapkan pada wilayah kekuasaan Islam. Diantaranya adalah membangun jaringan
2015), hlm. 352.
5
Abdussyaf Muhammad Abdullathif, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), hlm. 521.
6
Ibid., hlm. 561.
7
Abuddin, Sejarah…, hlm. 128.

3

kantor-kantor perhubungan antar wilayah kekuasaan untuk tujuan mempercepat dalam
pengantaran surat negara maupun surat-surat untuk kepentingan rakyat. Ada juga
membuat kantor stempel untuk menjaga kerahasiaan surat-surat negara, membangun

tatanan moneter, menetapkan sistem peradilan secara struktural, sistem keamanan negara
dengan kepolisian dan pengawas keamanan perbatasan.
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah telah berhasil meletakkan pondasi
ketatanegaraan dunia Islam yang teratur dan profesional. Perluasan wilayah pun tetap
terus berlangsung hingga menguasai wilayah benua Asia Tengah, Afrika Utara sampai
Andalusia. Demikian pula dengan perkembangan aspek pendidikan berkembang dengan
pesat baik dari sisi infrastruktur, kurikulum atau materi pengajaran, pelaku pendidikan
seperti guru dan para sarjana semakin maju, bahkan sistem pendidikan berjalan dengan
pembiayaan yang ditanggung oleh negara. Hal ini yang menyebabkan peradaban Islam
mulai bersinar di dunia sejak masa kekuasaan Bani Umayyah, sehingga semakin berjaya
pada masa kekhalifahan berikutnya yaitu pada masa Bani Abbasiyah.
C. CAPAIAN PERADABAN MASA BANI UMAYYAH
1. Bidang Politik Luar Negeri: Ekspansi & Penaklukan
Angkatan laut pertama dalam Islam dibangun oleh Mu’awiyah sejak menjabat
sebagai Gubernur Syam pada masa Khalifah Utsman. Ketika menjadi khalifah,
semakin besar perhatiannya terhadap pembuatan kapal-kapal angkatan laut,
menguatkan perbatasan laut di Mesir dan Syam, membuka dan menguasai pulaupulau di sebelah timur Laut Tengah dan melindungi pesisir utara Syam.8 Mu’awiyah
menyerang dan menguasai Pulau Siprus di Laut Mediterania. Posisi ini sangat
strategis untuk mengawasi perbatasan laut dengan wilayah kekuasaan Romawi.
Semua upaya tersebut dilakukan dalam rangka membuka Konstantinopel.

Di bawah kepemimpinan khalifah Mu’awiyah juga memulai penaklukan di
wilayah utara benua Afrika, yang berbatasan dengan Mesir di sisi barat dan di sisi lain
masih dikuasai oleh Romawi. Pada tahun 50 H, Uqbah bin Nafi’, Gubernur Afrika
membuka kota Qairawan dan menjadikannya sebagai pusat peradaban Islam di Afrika
dan ibukota ilmiahnya. Para du’at dan penuntut ilmu mulai mendatangi kota ini untuk
menggerakkan dakwah Islam di Afrika. Ketika kondisi wilayah Afrika bagian utara
mulai stabil dibawah kekuasaan Islam, maka dilanjutkan dengan ekspansi pertama
untuk menaklukkan Andalusia pada masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik.
8

Ali, Muawiyah bin Abu Sufyan…, hlm. 624-627.

4

Ekspedisi militer menyebrang Selat Gibraltar dari Ceuta dan berhenti di
Gibraltar (Jabal Thariq) di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad atas perintah Musa bin
Nushair –Gubernur Afrika masa itu– pada tahun 92 H.9 Pasukan Visigoth Spanyol
berhasil dikalahkan, Kordova dengan cepat dikuasai dan diikuti dengan kota-kota
lainnya seperti Seville, Elvira, dan Toledo. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
penaklukan dilanjutkan ke wilayah Perancis, yaitu Bordeau, Politiers dan Tours.

Namun akhirnya pasukan Islam kembali ke Spanyol.10
Penaklukan ke wilayah timur Daulah Umawiyah, yaitu daerah Transoxiana di
timur laut (wilayah seberang Sungai Jihun/Amu Darya di Asia Tengah) dan daerah
Sindh di tenggara, mulai dilakukan oleh khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (86-96
H). Para khalifah sebelum Al-Walid, lebih fokus untuk memperkuat stabilitas wilayah
Persia yang telah ditaklukkan pada masa Khulafaur Rasyidin, dengan menguatkan
dakwah Islam dan meredam pemberontakan yang banyak terjadi di wilayah timur.
Qutaibah bin Muslim yang memimpin penaklukan di Transoxiana, wilayah
Tokharistan, Bukhara hingga akhirnya menguasai kota Samarkand, dan Kasgar
wilayah yang terdekat dengan China.11
Di wilayah kekuasaan bagian barat, sekalipun ekspansi militer terus berjalan,
namun tetap terjalin hubungan diplomatik dengan iklim yang damai dengan Negara
Bizantium. Hubungan diplomatik itu berupa surat-menyurat, tukar-menukar
pengalaman, dialog di bidang ilmu pengetahuan, penugasan duta besar dan tukarmenukar tawanan. Bahkan untuk surat-menyurat tidak sebatas pada masalah militer,
tetapi juga di bidang ilmu pengetahuan dan perkara-perkara umum.12
2. Bidang Politik Dalam Negeri: Stabilitas & Tatanan Administrasi
Para khalifah Bani Umayyah terutama tokoh-tokoh besarnya, seperti
Mu’awiyah, Abdul Malik bin Marwan, sangat piawai dalam urusan tata negara.
Mereka menciptakan diwan-diwan yakni sebuah tempat dimana para pejabat
menjalankan tugas dan pekerjaan mereka. Pembentukan diwan pertama kali dilakukan

pada masa Khalifah Umar bin Khaththab untuk menjalankan urusan nengara dengan
bantuan para sahabat beliau. Terlebih di masa kekhalifahan Bani Umayyah dimana

9

Tariq, Dari Puncak…, hlm. 45.
Ibid., hlm. 129.
11
Abdussyaf, Bangkit dan Runtuhnya…, hlm. 393-418.
12
Ali, Muawiyah bin Abu Sufyan…, hlm. 640-642.
10

5

wilayah Islam semakin luas, sangat diperlukan struktur diwan-diwan dengan tugas
dan pekerjaan yang lebih banyak dan beragam.
Berikut ini daftar diwan yang dibentuk pada masa Dinasti Umayyah:13
1. Diwan lil-Atha’: diwan pembagian, pada masa Khalifah Umar diwan ini
awalnya bertugas untuk membagi harta ghanimah kepada para istri Nabi

dan kepada para Sahabat yang pertama-tama masuk Islam.
2. Diwan lil-Jund: diwan militer.
3. Diwan al-Kharraj: bertugas untuk masalah keuangan negara, mencatat dan
menghimpun setiap pemasukan kemudian menyalurkan seperti membayar
gaji pejabat, membangun infrastruktur publik, dan dana yang tersisa
dimasukkan ke Baitul Maal pusat.
4. Diwan Al-Barid: cikal bakal dinas pos dan perhubungan di masa modern.
Diwan ini bertugas memindahkan surat-surat yang masuk dan keluar
istana. Pegawai diwan pos ini sekaligus menjadi mata-mata khalifah.
5. Diwan Al-Khatim: bertugas melakukan pengarsipan terhadap perintahperintah khalifah sekaligus bertugas memberikan stempel untuk menjaga
kerahasiaan pada surat-surat penting negara.
6. Diwan Ar-Rasa’il: melakukan tugas kesekretariatan, untuk merancang
surat-surat dan nota-nota kesepakatan yang dikeluarkan oleh khalifah
kepada para penguasa wilayah dan pejabat negara.
7. Diwan Al-Ummal: mirip dengan dinas kepegawaian di era modern,
bertanggung jawab terhadap seluruh pejabat sipil negara dari sisi
pengaturan tugas dan gaji pegawai.
Satu hal yang penting yang terjadi pada masa Bani Umayyah adalah
melakukan


Arabisasi,

mengalihbahasakan

seluruh

urusan

keuangan

dan

ketatanegaraan menjadi Bahasa Arab. Hal ini dimulai sejak Khalifah Abdul Malik bin
Marwan (65-86 H), dilakukan penerjemahan dari Bahasa Yunani, Persia, dan lainnya
ke dalam Bahasa Arab untuk urusan keuangan terlebih dahulu.14 Di beberapa literatur,
program Arabisasi ini dilaksanakan pada masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik.
Inilah cikal bakal Bahasa Arab menjadi bahasa internasional pada masa itu.

13
14

Ibid, hlm. 540-545.
Abdussyaf, Bangkit dan Runtuhnya…, hlm. 545.

6

Pada masa dinasti Umayyah telah mengembangkan sistem administratif yang
sangat rapi dan profesional. Selain pembentukan instrument-instrumen pemerintahan
untuk membantu menjalankan tugas-tugas kenegaraan, mereka juga menyerahkan
pengelolaannya kepada profil-profil terbaik di kalangan ulama yang memiliki
pemahaman ilmu agama yang benar, kewibawaan serta amanah.
3. Bidang Ekonomi
Sejak masa Khalifah Mu’awiyah telah disusun kebijakan moneter dengan
menetapkan pos-pos pendapatan dan belanja negara, mirip APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) di masa sekarang ini. Yang menjadi sumber
pendapatan negara adalah: zakat, jizyah, kharaj, al-‘usyur, ash-shawafi, dan seperlima
harta rampasan perang. Yang merupakan pos-pos pengeluaran negara adalah: belanja
militer, belanja administratif, pos-pos alokasi penerima zakat, alokasi harta fai, alokasi
al-‘usyur, dan anggaran jaminan sosial masyarakat.15
Negara juga memberikan perhatian besar di bidang pertanian. Dengan luasnya
wilayah yang dikuasai, negara menghidupkan lahan-lahan mati, kemudian
membangun sistem pengairan dan disebarkan pengetahuan tentang irigasi tersebut ke
wilayah-wilayah taklukkan. Kondisi ini membuat lahan menjadi subur dan
produktifitas pertanian melimpah.16
Di bidang perdagangan juga berkembang pesat. Wilayah kekuasaan Bani
Umayyah yang terletak di pertengahan antara negeri Timur Jauh (seperti China, India)
dan Dinasti Bizantium, memicu perkembangan hubungan perniagaan di antara
mereka, terutama di wilayah barat. Damaskus menjadi tempat persinggahan bagi
distribusi barang-barang yang dibawa kafilah-kafilah dagang dari timut langsung
menuju Anthakiyah melalui pesisir Syam bagian utara. Wilayah kekuasaan bagian
timur relatif kurang stabil akibat banyaknya upaya pemberontakan kepada pemerintah,
sehingga aktifitas perniagaan hanya dalam skala kecil.17
Hubungan perdagangan dibuka dengan orang-orang Eropa Barat dengan
memanfaatkan angkatan laut Islam. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pertukaran
mata uang antara uang emas Dinasti Bizantium yang masuk ke Daulah Umawiyah,
juga sebaliknya Dinasti Bizantium memerlukan uang logam Burdi yang diterbitkan di
Mesir untuk bisa melakukan kegiatan ekspor-impor.18
15
16
17
18

Ali, Mu’awiyah bin Abu Sufyan…, hlm. 459-479.
Ibid., hlm. 482.
Ibid., hlm. 470.
Ibid., hlm. 487-490.

7

4. Bidang Peradilan
Sistem peradilan dalam Islam telah dimulai sejak zaman Rasulullah Saw
dengan Rasulullah sendiri yang menjadi hakimnya, hingga kemudian dilanjutkan oleh
Khulafaur Rasyidin. Para khalifah Bani Umayyah pun melanjutkan tradisi peradilan
dengan mengangkat para hakim atas beberapa wilayah. Para hakim dipilih dari
kalangan ulama yang memiliki keuletan dan bertaqwa. Para hakim bersifat
independen tidak terpengaruh oleh kecondongan kepada khalifah. Justru khalifah dan
rakyat tunduk kepada keputusan hakim.19
Dengan wilayah yang sangat luas, mulai dilakukan pencatatan terhadap hukum
yang

disebut

Qadaha

al-Mazalim

(mahkamah

Mazhalim).

Mahkamah

ini

diselenggarakan untuk memberikan keputusan diantara orang-orang yang bertikai.
Majelis ini berlangsung di masjid dan dipimpin oleh khalifah atau amir wilayah atau
yang mewakilinya. Majelis ini terselenggara jika dipenuhi kelima kelompok, yaitu:
aparat kemanan, para hakim, para ahli fiqh, para saksi dan sekretaris. 20
5. Bidang Kepolisian
Departemen Kepolisian termasuk departemen yang paling awal dalam Negara
Islam untuk menjaga keamanan dalam masyarakat. Sejak zaman Nabi Saw telah
dikenal polisi, yakni menurut Anas bin Malik, Qais bin Sa’ad di sisi Rasulullah Saw
bertugas sebagai polisi. Beberapa sahabat juga berperan sebagai polisi untuk
melindungi kota Madinah dan menjaga keamanan pada masa Rasulullah Saw, seperti
Sa’ad bin Abi Waqqash, Badil bin Waraq, Aus bin Tsabit, Aus bin Arabah dan Rabi’
bin Khadij.21
Ketika Negara Bani Umayyah berdiri dengan wilayah kekuasaan yang
semakin luas, urgensi akan departemen ini semakin bertambah untuk menjaga
stabilitas keamanan dalam masyarakat, dan menumpas para penentang pemerintahan.
Kepolisian dibentuk semakin profesional dan structural, yaitu dengan memilih orangorang yang memiliki kewibawaan dan ketegasan tugas kepolisian ini. Kepolisian ini
dibentuk dan ditempatkan di ibukota kekhalifahan dan ibukota-ibukota wilayah, dan
menjadi bagian dari alat pemerintahan untuk menjaga kestabilan Negara.
19
20
21

Ibid., hlm. 549.
Ibid., hal 550-551.
Abdussyaf, Bangkit dan Runtuhnya…, hlm. 554.

8

D. CAPAIAN PERADABAN DI BIDANG PENDIDIKAN
Situasi dan perkembangan di bidang politik, sosial dan keagamaan, pasti membawa
pengaruh juga di bidang pendidikan. Apalagi dengan luasnya wilayah yang terbentang
dari timur hingga barat memerlukan penyebaran dakwah Islam secara kontinyu. Dakwah
Islam inilah yang menjadi pengajaran utama dan mula-mula dalam Pendidikan Islam.
Kemudian mulai berkembang ilmu-ilmu pengetahuan lainnya akibat adanya program
Arabisasi, penerjemahan dari bahasa asing (Bahasa Persi, Yunani, dan sebagainya) ke
dalam Bahasa Arab.
Perkembangan aspek pendidikan yang berlangsung pada masa dinasti Umawiyah
akan kita lihat dari sisi visi-misi, kurikulum, bentuk kelembagaan, infrastruktur dan
ragam pelaku pendidikan itu sendiri baik pendidik dan sarjananya. Demikian pula
dengan cara pengelolaan dan pembiayaan yang dilakukan oleh negara terhadap aktifitas
pendidikan.
1. Visi-Misi
Seiring dengan luasnya penaklukan wilayah masa Bani Umayyah maka
demikian pula semakin meluas penyebaran dakwah Islam. Agama Islam sangat
mudah diterima oleh penduduk dari wilayah-wilayah yang ditaklukkan, sebab
perlakukan/akhlak kaum Muslimin yang sangat baik terhadap penduduk asli,
ditambah lagi kebobrokan agama-agama dari penduduk asli yang mereka yakini
seperti Yahudi, Nasrani, Zoroaster, Budha, Mazdakiyah, dan sebagainya. 22 Dengan
demikian semakin dibutuhkan para ulama dan du’at yang diutus ke berbagai penjuru
negeri yang ditaklukkan.
Di sisi lain, dengan berkembangnya wilayah kekuasaan, para penguasa Bani
Umayyah membentuk struktur pemerintahan yang semakin beragam dan profesional.
Hal ini tentu saja akan membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk mengisi
pos-pos dalam pemerintahan. Sehingga perlu dipersiapkan pengajaran yang sesuai
untuk memenuhi kebutuhan negara.
Secara eksplisit tidak dijelaskan adanya visi, misi dan tujuan aspek pendidikan
pada masa Bani Umayyah. Namun dengan melihat keseluruhan keadaan wilayah,
maka terlihat setidaknya ada dua poin penting yang menjadi tujuan dari aspek
pendidikan di masa itu:

22

Abdussyaf, Bangkit dan Runtuhnya…, hlm. 453.

9

 Tetap berorientasi pada pengajaran agama untuk melahirkan ulama-ulama yang
faqih dalam ilmu agama, seperti: ilmu Al-Quran, ilmu Hadits, Fiqh.
 Mempersiapkan sumber daya manusia yang capable untuk memegang jabatan
dalam pemerintahan. Misalnya para pejabat negara masa itu membuka sekolah di
istananya

sendiri

khusus

untuk

mengajar

putra-putranya

sendiri

yang

dipersiapkan sebagai pengganti mereka dalam melaksanakan tugas negara.
Demikian pula yang dilakukan para khalifah dengan mendidik putra mahkotanya
dengan memanggil guru ke istana.
2. Kurikulum
Pada masa-masa awal Bani Umayyah, Pendidikan Islam masih sangat kental
dengan pengajaran Al-Quran, Al-Hadits dan fiqh. Bahkan pada masa khalifah Umar
bin Abdul Aziz (99-101 H) dilakukan pembukuan Hadits secara formal dan terjadi
perkembangan yang pesat dalam ilmu Studi Hadits atau ‘Ulumul-Hadits. Para ulama
dari masa tab’in dan tabi’ut-tabi’in banyak menyusun kitab-kitab hadits dan fiqh.
Studi Hadits ini sendiri terdiri atas banyak cabang ilmu, hingga penelusuran rawi,
musthalah hadits, rijalul-hadits dan sebagianya. Sehingga pada akhirnya berkembang
pula ilmu sejarah: segala ilmu yang menjelaskan tentang perjalanan hidup, kisah dan
riwayat.23
Dengan adanya proses Arabisasi di segala bidang dan seluruh negeri wilayah
taklukkan, berkembang pula cabang-cabang ilmu Bahasa Arab untuk dipelajari baik
oleh orang Arab sendiri maupun masyarakat di negeri non-Arab. Muncullah ilmu
qawaid, arudh, mu’jam, balaghah dan sebagainya.24
Dengan perkembangan interaksi dengan Peradaban Timur (Persia dan Asia
Tengah) dan Barat (Bizantium), maka terjadi pertukaran informasi dan ilmu
pengetahuan. Mulai berkembang pula ilmu kimia dan kedokteran, Khalid bin Yazid
yang mulai tertarik lalu mengembangkan dan membayar sarjana Yunani di Mesir
untuk menerjemahkan buku-buku dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Arab. Juga
akibat dari program Arabisasi, terjadilah proses penerjemahan yang berlangsung
terus-menerus di berbagai bidang termasuk ilmu pengetahuan dari Persia dan
Yunani, seperti filsafat, mantik, kimia, astronomi, dan ilmu hitung.25
23
24
25

Abuddin, Sejarah…, hlm. 134.
Ibid.
Ibid.

10

3. Kelembagaan
Selain masjid, rumah dan kuttab, terdapat beberapa bentuk kelembagaan yang
baru muncul pada masa ini:
a. Sekolah Rendah di Istana.
Pendidikan permulaan berlangsung di istana khalifah atau pembesar-pembesar
sebab mereka mempersiapkan putra-putra mereka agar dapat melaksanakan
pekerjaan dan tanggung jawab berat yang akan dipikulnya di masa mendatang.26
Pendidikan di istana diajar oleh muaddib (pendidik) untuk mendidik budi
pekerti putra-putra raja dan pembesar. Dan rencana pengajaran disusun oleh
orangtua murid yang diajar di istana.27
b. Badiah
Badiah merupakan dusun Badui di Padang Sahara yang masih murni dan fasih
sesuai dengan kaidah Bahasa Arab. Lembaga pendidikan ini lahir sebagai efek
dari Arabisasi yang mulai digagas pada akhir masa kepemimpinan khalifah Abdul
Malik bin Marwan, sehingga muncullah ilmu qawaid, arudh (Sastra Arab klasik),
mu’jam dan cabang ilmu lainnya untuk mempelajari Bahasa Arab.28
Dengan adanya lembaga Badiah ini, Bahasa Arab dapat tersebar hingga ke
pelosok negeri non-Arab. Banyak para penguasa yang mengirimkan putraputranya belajar ke badiah, begitu pula para ulama untuk mempelajari kemurnian
dan kefasihan Bahasa Arab dari sumbernya langsung.
c. Perpustakaan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan
penulisan karya ilmiah, perpustakaan menjadi tempat berkumpulnya dan
bertemunya para ahli ilmu, penyair, penuntut ilmu, penerjemah. Perpustakaan
menjadi tempat untuk membaca, menganalisis, menerjemah dan menyalin ulang
buku sehingga bertemulah para ahli ilmu dan saling berinteraksi. Perpustakaan
dijadikan ajang untuk berdiskusi para penuntut ilmu dan juga mempresentasikan
ilmu yang dimilikinya.29 Perpustakaan menjadi pusat penelitian dan pendidikan
pada masa dinasti Abbasiyah.

26
27
28
29

Ahmad Sjalabi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 20.
Ibid.
Ibid., hlm. 136.
Abuddin, Sejarah…, hlm. 136-137.

11

Perpustakaan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah di Iraq, dan secara
bersamaan Dinasti Umayyah berkuasa di Andalusia. Puncak kejayaan Andalusia
berlangsung pada masa Khalifah Abdurrahman An-Nasir dan putranya Al-Hakam
bin an-Nasir. Di Kordova berdiri sebuah perpustakaan yang besar dengan jumlah
kunjungan mencapai 400.000 orang. Sedangkan perpustakaan lainnya di Eropa
saat itu hanya mencapai angka kunjungan seribu.30
d. Al-Bimaristan
Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat merawat orang yang sakit sekaligus
tempat magang dan penelitian bagi para calon dokter. Khalid bin Yazid, cucu
Mu’awiyah sangat tertarik pada bidang kimia dan kedokteran, sehingga ia
menyediakan sejumlah dana dan memerintahkan para sarjana Yunani di Mesir
untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam Bahasa Arab.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik banyak memberikan perhatian terhadap albimaristan ini.31
e. Salon-salon kesusasteraan
Pada masa Khulafaur Rasyidin, seorang khalifah berfungsi mengatur urusan
duniawi dan berfatwa dalam urusan agama. Sebab itu, seorang khalifah memiliki
majelis untuk menyampaikan ilmu dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
rakyatnya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, majelis-majelis mereka sangat
sederhana hanya beralas tikar dan semua rakyat bisa dengan leluasa
menghadirinya.32
Pada masa Bani Umayyah, kebiasaan ini tetap dilanjutkan, namun
karakteristik majelis khalifah menjadi mewah dan bukan sembarang orang bisa
menghadiri majelis tersebut. Mu’awiyah sering mengundang para ulama,
sastrawan dan ahli sejarah untuk menghadiri majelisnya. Mereka diminta untuk
membacakan syair, menerangkan sejarah baik kisah Arab maupun negeri lain,
menyampaikan informasi yang diperoleh dari luar negeri dalam hal sistem
pemerintahan dan administrasi, dan urusan negara.33
Salon-salon kesusateraan merupakan istilah yang digunakan oleh Prof. Dr.
Ahmad Sjalabi dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, yang sebenarnya
30

Bahrul Ulum, Cordoba Kota Ilmu pada Masa Islam, (Jurnal Pemikiran dan Peradaban
Islam ISLAMIA, vol. IX no. 1, 2014), hlm. 108-109.
31
Abuddin, Sejarah…, hlm. 137.
32
Ahmad, Sejarah, hlm. 35-36.
33
Ibid, hlm. 41.

12

menjelaskan tentang majelis ilmu yang diselenggarakan oleh khalifah di
istananya dengan mengundang para ahli ilmu, penyair, sastrawan untuk saling
bertukar pendapat dan berdiskusi berbagai urusan.
4. Guru/Pendidik
Dalam buku Rasailu, Ikhwani Shafa menyebutkan bahwa: “Adalah di luar
kesanggupan setiap manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan atas usahanya
sendiri pada tingkat-tingkat permulaan. Sebab itu, setiap orang memerlukan guru,
mu’allim, muaddib, ustadz, untuk kepentingan pelajarannya dan pembentukan
karakter, perilaku (akhlak) dan usaha-usahanya.” Hal ini menjelaskan tentang tugas
dan peranan pendidik.34
Pada masa Bani Umayyah, pendidik disesuaikan dengan jenis lembaga
pendidikan. Pendidik di istana disebut muaddib yang memiliki pemahaman ilmu
agama, yaitu Al-Quran, Al-Hadits, ilmu fiqh, dan pembentukan akhlak. Para penguasa
sangat pemurah terhadap muaddib yang mendidik putra-putra mereka. Mereka
memberikan tempat dan pelayanan yang sangat layak dan menghormati keududukan
muaddib. Pendidik di Badiah mestilah seorang yang menguasai tata Bahasa Arab dan
ahli sastra. Pendidik di perpustakaan adalah para penerjemah dan penulis buku.
Pendidik di al-bimaristan adalah para dokter dan tenaga medis.35
5. Pembiayaan
Pembiayaan terhadap pembangunan infrastruktur pendidikan seperti kuttab,
pendidikan tingkat rendah di istana, al-bimaristan, badiah, salon-salon kesusasteraan,
beserta para pendidiknya ditanggung oleh negara. Telah dijelaskan bahwa para
penguasa bersikap pemurah dan menghormati para muaddib, menyiapkan dana untuk
membayar penerjemah untuk kepentingan transfer ilmu kedokteran di al-bimaristan.
Demikian pula pada penerjemahan buku-buku di bidang ilmu pengetahuan lainnya.
Hal ini memperlihatkan besarnya kecintaan para khalifah akan ilmu dan tersebarnya
ilmu bagi masyarakat.
6. Pengelolaan

34
35

Ibid, hlm. 176.
Abuddin, Sejarah…, hlm. 138.

13

Pengelolaan pendidikan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pembiayaan dilakukan secara desentralisasi. Masing-masing wilayah dapat
melakukan aktifitas pendidikan secara independen. Pemerintah pusat hanya mengatur
kebijakan yang bersifat umum, misalnya program Arabisasi, semua wilayah harus
melaksanakan program namun dengan penyelenggaraan diserahkan kepada wilayah
masing-masing.36
7. Sarjana
Pada masa Bani Umayyah, ilmu yang masih berkembang pesat adalah yang
berkaitan dengan ilmu agama, terutama ilmu hadits dan syair Arab. Beberapa
kalangan sarjana dan pakar studi Islam yang terkenal pada masa Bani Umayyah,
antara lain:37
 Hasan Al-Bashri, ahli fiqh dan ahli tasawuf yang sangat kuat hafalannya.
 Muhammad ibn Sirin, ahli fiqh, perawi hadits dan ahli ibadah.
 Imam Az-Zuhri, ahli hadits dan hafizh.
 Imam Abu Hanifah, imam madzhab dan ahli fiqh.
 Sufyan Ats-Tsauri, ahli hadits dan ahli ibadah.
 Malik bin Anas, ahli hadits dan ahli fiqh.
 Imam Syafi’I, imam madzhab, ahli fiqh, ahli Sastra Arab.
 Ahmad bin Hambal, imam madzhab, ahli fiqh dan ahli hadits.
Beberapa penyair yang terkenal pada masa Bani Umayyah, antara lain:38
 A’sya Rabi’ah Abdullah bin Kharijah (100 H)
 Adi bin Ar-Riqa (90 H)
 Al-Walid bin Abdul Malik (86-97 H)
 Jarir (110 H)
 Al-Farazdaq (110 H)
 Al-Akhtal (90 H)
E. ANALISIS
36

Ibid, hlm. 140-141.
Ibid, hlm. 142.
38
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2015), hlm. 387.
37

14

Wilayah kekuasaan Bani Umayyah di era sekarang terpecah menjadi 30 negara
yang terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa, cara pandang, dan adat istiadat. 39 Gambaran
tersebut menunjukkan kondisi yang sangat kompleks dalam hal menyatukan dalam satu
naungan hukum dan aturan. Namun sayangnya ada sebagian ahli sejarah yang tidak bisa
bersikap adil terhadap kesalahan-kesalahan minor yang dilakukan para pemimpin Bani
Umayah.
Masa khalifah pertama Bani Umayyah yaitu Mu’awiyah selama 20 tahun,
merupakan peletak dasar pengelolaan ketatanegaraan yang terstruktur dan profesional. Di
satu sisi, upaya menegakkan stabilitas dalam negeri terus dilakukan akibat dari
perpecahan golongan/aliran sejak masa Khalifah Ali, pemenuhan kesejahteraan rakyat
juga menjadi fokus utama khalifah. Sedangkan di sisi lain, aktifitas ekspansi militer juga
terus dilanjutkan. Mu’awiyah memiliki perhatian besar pada angkatan laut Islam dan
ingin mengamankan pesisir laut Syam yang berbatasan dengan wilayah Bizantium.
Demikian pula para khalifah berikutnya, secara paralel menjaga stabilitas dalam negeri
dan terus melaungkan jihad untuk penaklukan wilayah hingga ke Asgar di timur
(berdekatan dengan China) dan Afrika Utara serta Andalusia di barat.
Perkembangan aspek pendidikan pada masa Bani Umayyah masih melanjutkan
peradaban ilmu dari masa Khulafaur Rasyidin yang sangat kuat di bidang ilmu agama,
seperti ilmu Al-Quran, ilmu Hadits, ilmu fiqh. Ilmu Hadits dan ilmu Bahasa Arab
mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Umayyah. Hal ini
disebabkan terjadinya pembukuan hadits secara formal atas perintah Khalifah Umar bin
Abdul Aziz, kemudian berbondong-bondong para ulama mengembangkan cabangcabang ilmu untuk mempelajari hadits. Ilmu Bahasa Arab tumbuh akibat program
Arabisasi yang disempurnakan pada masa khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, sehingga
berkembang Syair Arab dan muncul cabang ilmu untuk mempelajari Bahasa Arab,
seperti qawaid, arudh, mu’jam, dan sebagainya.
Pada masa Bani Umayyah juga mulai memperlihatkan geliat kecintaan umat Islam
terhadap ilmu pengetahuan umum (diluar ilmu agama). Cucu Mu’awiyah tertarik dengan
ilmu kimia dan kedokteran, sehingga mulai melakukan kegiatan transfer ilmu dengan
cara penerjemahan karya-karya dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Arab serta
mengadakan penelitian dan pengkajian terhadapnya.
Bani Umayyah telah melakukan segenap upaya terbaiknya untuk mempersatukan
umat Islam dan menjaga stabilitas di wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan, serta tetap
39

Abdussyaf, Bangkit dan Runtuhnya…, hlm. 523.

15

melanjutkan penaklukkan dengan terus menyebarkan dakwah Islam kepada manusia.
Kepiawaian para tokoh sentral dari kekhalifahan Bani Umayyah dalam mengelola
negara, membawa mereka mencapai puncak kejayaan. Namun suatu keniscayaan, bahwa
suatu fase yang mengalami puncak kemudian akan menuju kepada kemunduran.
Kehancuran Bani Umayyah disebabkan akibat perselisihan internal dalam perebutan
kekuasaan, pemberontakan dan diperparah lagi dengan adanya revolusi dari Bani Abbas.
F. KESIMPULAN
Aspek pendidikan yang berkembang pada masa Bani Umayyah masih kental di
bidang ilmu agama, seperti ilmu Al-Quran, ilmu Hadits, fiqh, Bahasa Arab, Syair Arab,
dan mulai berkembang ilmu lainnya seperti ilmu filsafat, kimia, kedokteran, astronomi
dan ilmu hitung akibat dari program Arabisasi.
Lembaga pendidikan mengalami banyak kemajuan, di samping masih melestarikan
lembaga yang sudah berjalan sejak masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin seperti
masjid dan kuttab. Lembaga-lembaga pendidikan yang baru atauun yang mengalami
transformasi diantaranya: sekolah rendah di istana, Badiah, perpustakaan, al-bimaristan,
dan salon-salon kesusteraan atau majelis ilmu khalifah.
Pengelolaan dan pembiayaan aktifitas pendidikan dipenuhi oleh pemerintah,
namun bersifat desentralisasi, artinya masing-masing amir wilayah berhak menerapkan
kebijakan secara independen. Para sarjana yang terkenal pada masa Bani Umayyah,
masih seputar ‘alim ulama di bidang agama (ilmu Al-Quran, ilmu hadist, fiqh) dan para
penyair Sastra Arab klasik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullathif, Abdussyafi Muhammad. 2014. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Nata, Abuddin. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia.
Sjalabi, Ahmad. 1973. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. 2013. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan, Prestasi Gemilang
Selama 20 Tahun Sebagai Gubernur dan 20 Tahun Sebagai Khalifah Disertai Studi Kritis
terhadap Fitnah-fitnah yang Terjadi di Zamannya. Jakarta: Darul Haq.
Ulum, Bahrul. 2014. Cordoba Kota Ilmu pada Masa Islam, dalam Islamia, Jurnal Pemikiran
dan Peradaban Islam, Vol. IX, no. 1.
16

As-Sirjani, Raghib. 2015. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta: Pustaka AlKautsar.
Suwaidan, Tariq. 2015. Dari Puncak Andalusia, Kisah Islam Menginjakkan Pertama Kali di
Spanyol Membangun Peradaban HIngga Menjadi Warisan Sejarah Dunia. Jakarta: Zaman.

17