Tugas Politik Hukum S2 UGM tentang Ciri

UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS HUKUM

TUGAS MATA KULIAH KE-II
POLITIK HUKUM
DOSEN PENGAMPU :
PROF. MUCHSAN
Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan
Hukum Nasional
NAMA

: Rizky P. P. Karo Karo

NIM

: 15/376209/PHK/08625

YOGYAKARTA
2015

Kata Pengantar


Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatnya segala
halangan dan hambatan dalam pembuatan tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan
baik. Bagi Penulis, Tugas mata kuliah Politik Hukum dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang
Penerapan Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional bukanlah hanya
sekedar tugas perkuliahan saja atau hanya untuk mencari nilai saja, melainkan Penulis sadar
dengan tugas ini, Penulis dapat lebih berpikir, bereflkesi tentang pembentukan hukum nasional
yang baik, dan sangat berguna bagi Penulis setelah Penulis menyelesaikan jenjang perkuliahan
S-2 ini jika Penulis berkecimpung sebagai drafter Peraturan Perundang-undangan.
Penulisan tugas mata kuliah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis
berharap kritik dan saran dari para Pembaca agar Penulis dapat menulis dengan lebih baik dan
lebih kritis lagi.
Penulisan tugas mata kuliah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. M.Hawin, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada;
2. Prof.Muchsan, selaku Dosen pada mata kuliah Politik Hukum;
3. Ke-2 Orang tua saya yang bekerja keras dan berdoa untuk keberhasilan Puteranya;
4. Teman-teman S-2 Magister Hukum Bisnis atas segala bantuan dan keceriaannya
5. Kepada para pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu
Jogjakarta, 23 Maret 2015


ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

1

BAB I. PENDAHULUAN

2

I.1. Latar Belakang Masalah

2


I.2. Rumusan Masalah

3

I.3. Tujuan Penulisan

3

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH

4

I. Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional

4

1) Ciri-ciri Negara Hukum

4


2) Negara Hukum Indonesia

11

II. Pelaksanaan Pembentukan Hukum Nasional yang baik

12

1. Produk Hukum Nasional

12

2. Pembentukan Hukum Nasional

14

1) Asas-Asas Pembentukan Peraturan

14


Perundang-undangan yang baik
2) Partisipasi Masyarakat dalam

15

Pembentukan Hukum Nasional
3) Program Legislasi Nasional dan

15

Program Legislasi Daerah
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

18

KESIMPULAN

18


SARAN

19

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Peraturan perundang-undangan dan produk hukum nasional adalah sah jika dibuat oleh
lembaga atau otoritas yang berwenang untuk membentuknya, dalam hal Pemerintahan
Indonesia, yang berwenang membentuk produk hukum nasional ialah Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden Republik Indonesia, dan dibentuk berdasarkan norma yang lebih tinggi,
serta tidak bertentangan dengan norma yang lebih tinggi tersebut.
Teori mengenai tingkatan norma hukum dikemukakan oleh Hans Kelsen (2006), yakni
stufentheorie, yang menyebutkan bahwa norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam
suatu hierarki, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada
norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma

yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya pada hingga pada suatu norma yang disebut nroma
dasar/grundnorm.
Produk hukum nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh
ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa ataupun melakukan
jual beli pasal. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi, dan ciri negara hukum,
karena hukum dimaksudkan bukan untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang
berkuasa, melainkan untuk menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang.
Menurut Jimly Asshiddiqe1, hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan
keputusan yang ditetapkan oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum
dengan hak-hak dan kewajiban hukum berupa larangan/prohibere atau keharusan/obligatere
ataupun kebolehan.
Indonesia adalah Negara Hukum. Hal tersebut dengan tegas disebutkan dalam Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”. Dalam konsep Negara Hukum, hukum adalah panglima tertinggi,
bukan politik, ataupun ekonomi.

1

Jimly Asshiddiqie.2008. Perihal Undang-Undang. Konstitusi Pers&PT.Syaamil Cipta Media. Jakarta. Hlm.9.


2

Penulis memaparkan ciri-ciri Negara Hukum pada Bab II karya tulis ini, dimana
Pemerintah, DPR, dan Presiden wajib memperhatikan ciri-ciri Negara Hukum dalam
membentuk suatu produk hukum nasional agar ketertiban umum masyarakat, kemakmuran
masyarakat, dan tujuan bernegara dapat tercapai.
Jikalau Pemerintah tidak memperhatikan ciri-ciri Negara Hukum dalam pembentukan
hukum nasional, hal tersebut akan menyulitkan warga masyarakat untuk mewujukan hak dan
kewajibannya, dan akan membuat hukum di Indonesia menjadi buruk. Memang terdapat
Mahkamah Konstitusi yang diberi wewenang salah satunya untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dimana Mahkamah
Konstitusi ini menurut Jimly Asshiddiqie berfungsi sebagai the guardian dan the ultimate
interpreter of the constitution. Namun menurut Penulis hal tersebut akan tidak efektif jikalau
Mahkamah Konstitusi harus menguji banyak Undang-Undang yang diduga bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, untuk itu hal yang efektif dalam
pembentukan hukum nasional adalah dimana legal drafter, Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat mengacu pada ciri-ciri negara hukum.
Oleh karena itu Penulis menulis tugas, mencari tahu, dan merefleksikan tentang
Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum
Nasional

I.2. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah itu, maka Penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan ciri-ciri negara hukum dalam pembentukan hukum nasional ?
2. Bagaiamana pelaksanaan pembentukan hukum nasional yang baik?
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tugas mata kuliah ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui ciri-ciri negara hukum dalam pembentukan hukum nasional;
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembentukan hukum nasional yang baik;
3. Untuk memenuhi tugas ke-2 (dua) mata kuliah Politik Hukum dengan dosen
pengampu Prof.Muchsan.
3

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

I.

Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional
1) Ciri-ciri Negara Hukum

Menurut Arief Sidharta2, asas-asas, dan unsur-unsur Negara Hukum, yakni
sebagai berikut:
a) Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang
berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity);
b) Berlakunya asas kepastian hukum. Negara Hukum bertujuan untuk
menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum
bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan prediktabilitas yang
tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama dalam masyarakat
bersifat predictable.
Sedangkan asas-asas yang terkandung dalam kepastian hukum itu
adalah:
i.

Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;

ii.

Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan
tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan
tindakan pemerintahan;


iii.

Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum undangundang tersebut mengikat, undang-undang tersebut harus
diundangakan dan diumumkan terlebih dahulu secara layak;

iv.

Asas peradilan bebas, independen, imparial, dan objektif,
rasional, adil, dan manusiawi;

v.

Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena
alasan undang-undangnya tidak ada atau tidak jelas;

vi.

Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin
perlindungannya dalam undang-undang maupun UndangUndang Dasar.

2
B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal Hukum), “Rule of Law”,
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II, November 2004, hal.124-125

4

c) Berlakunya Persamaan dimuka hukum (equality before the law)
Dalam Negara Hukum, Pemerintah tidak boleh mengistimewakan atau
mengutamakan

orang

atau

kelompok

tertentu,

ataupun

mendiskriminasikan orang/kelompok tertentu. Di dalam prinsip ini,
terdapat unsur adanya jaminan persamaan bagi semua orang di hadapan
hukum dan pemerintahan; tersedianya mekanisme untuk menuntut
perlakuan yang sama bagi semua Warga Negara.
d) Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan
yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan atau untuk
mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Asas demokrasi
diwujudkan melalui beberapa prinsip yakni:
i.

Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu
yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
yang diselenggarakan secara berkala;

ii.

Semua warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan politik dan mengontrol pemerintah;

iii.

Pemerintah

bertanggun

jawab

dan

dapat

dimintai

pertanggungjawaban oleh badan perwakilan rakyat;
iv.

Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian
rasional oleh semua pihak

v.

Kebebasan

berpendapat/berkeyakinan

dan

menyatakan

pendapat;
vi.

Kebebasan pers dan lalu linta informasi;

vii.

Rancangan

undang-undang

harus

dipublikasikan

untuk

memungkinkan partisipasi rakyat secara efektif.
e) Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan
masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan tujuan bernegara. Dalam asas ini, terkandung prinsip-prinsip
sebagai berikut:
5

i.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik;

ii.

Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang
bermartabat manusiawi dijamin dan dirumuskan dalam aturan
perundang-undangan khususnya dalam konstitusi;

iii.

Pemerintah harus secara rasional menyusun setiap tindakannya,
memiliki tujuan yang jelas dan berhasil guna, yang berarti
Pemerintahan itu harus diselenggarakan secara efektif dan
efisien;

Menurut Jimly Assiddiqie3, terdapat 13 (tiga belas) prinsip pokok
Negara Hukum (Rechsstaat), yakni:
1) Supremasi Hukum/Supremacy of Law
Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin
tertinggi negara yang sesungguhnya bukan manusia, melainkan konstitusi yang
mencerminkan hukum tertinggi. Pengakuan normatif adalah supremasi hukum
adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan konstitusi, sedangkan
pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagaian
terbesar masyarakatnya bahwa hukum adalah panglima.
2) Persamaan Dalam Hukum/Equality Before The Law
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan
pemerintahan ,yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik.
Dalam prinsip ini segala bentuk diskriminasi terhadap golongan tertentu
dilarang kecuali tindakan yang bersifat khusus atau affirmative actions, guna
mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok
warga masyarakat tertentu. Sedangkan kelompok warga masyarakat yang dapat
diberi perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya kaum
wanita ataupun anak terlantar.
3) Asas Legalitas/Due Process of Law
Asas ini berarti bahwa segala pemerintahan harus didasarkan atas
peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang3

Jimly Asshiddiqie. Tanpa tahun. Artikel Ilmiah “Gagasan Negara Hukum Indonesia. Hlm.6-15

6

undangan tertulis harus ada dan berlaku lebih dahulu atau mendahului tindakan
atau perbuatan administrasi yang bersangkutan. Hal tersebut berarti, setiap
perbuatan administrasi harus didasarkan atas aturan rules and procedures. Oleh
karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi pejabat administrasi negara dalam
menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang, diakui pula prinsip frijs
ermessen, yang memungkinkan para pejabat tata usaha negara atau administrasi
negara mengembangkan dan menetapkan sendiri/ policy rules ataupun
peraturan-peraturan yang dibuat untuk kebutuhan internal secara bebas dan
mandiri dalam rangka menjalankan tugas yang dibebankan oleh peraturan yang
sah.
4) Pembatasan Kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan
cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal ataupun secara
horizontal. Sesuai dengan hukum bagi penguasa, setiap kekuasaan pasti
memiliki kecendrungan untuk menjadi sewenang-wenang ,seperti yang
dikemukakan oleh Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power
corrupts absolutely”. Oleh karena itu kekuasaan harus dibatasi dengan cara
memisah-misahkan kekuasaaan yang bersifat checks and balances dalam
kedudukan yang sederajat dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan
kekuasaan juga dilakukan dengan membagi kekuasaan ke dalam organ yang
tersusun secara vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan
terkonsentrasi dalam satu organ yang memungkinkan terjadinya kesewnangwenangan.
5) Organ-Organ yang Bersifat Independen
Dewasa ini perlunya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang
bersifat independent, seperti bank sentral, organisasi tentara. Selain itu, ada pula
lembaga-lembaga baru seperi Komisi Hak Asasi Manusia, dan sebagainya.
6) Peradilan Bebas dan Tidak Memihak
Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak/ independent and
impartial judiciary. Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada
dalam setiap Negara Hukum. Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim
7

tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena jabatan (politik)
maupun kepentingan uang. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak
diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan
keadilan oleh Hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif
ataupun legislatif, masyarakat, dan media massa. Namun demikian, dalam
menjalankan tugasnya ,proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus
bersifat terbuka, dan dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan,
hakim harus menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah
masyarakat.
7) Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap
warga negara untuk menggugat keputusan pejabat Administrasi Negara dan
dijalankannya putusan hakim tata usaha negara/administrative court oleh
Pejabat Administrasi Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini disebut sendiri
,karena PTUN yang menjamin agar warga negara tidak dizolimi oleh
keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang
berkuasa. Jika hal zolimi itu terjadi ,maka harus ada pengadilan yang
menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi Warga Negara, dan harus ada jaminan
bahwa putusan Hakim PTUN itu benar-benar dijalankan oleh para pejabat
PTUN yang bersangkutan. Hakim PTUN harus bersifat independen dan tidak
memihak.
8) Peradilan Tata Negara/Constitutional Court
Negara Hukum modern ini juga mengadopsi gagasan Mahkamah
Konstitusi dalam sistem ketatanegaraanya, baik dengan pelembagaannya berdiri
sendiri di luar dan sederajat dengan Mahkamah Agung ataupun dengan
mengintegrasikannya ke dalam Mahkamah Agung yang sudah ada sebelumnya.
Pentingnya Mahkamah Konstitusi/Constitutional Court ini adalah upaya
memeprkuat sistem check and balances, antara cabang-cabang kekuasaan yang
sengaja dipisahkan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, Mahkamah
Konstitusi diberi wewenang pengujian konstitusionalitas undang-undang yang
merupakan produk lembaga legislatif, dan memutus berkenaan dengan berbagai

8

bentuk sengketa antara lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang
kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan.
9) Perlindungan Hak Asasi Manusia
Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan
jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Jika
dalam suatu Negar, Hak Asasi Manusia terabaikan atau dilanggar dengan
sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil,
maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum
dalam arti yang sesungguhnya.
10) Bersifat Demokratis/Democratische Rechtsstaat
Dipraktikannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang
menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah
masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak
boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan
penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena hukum
menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang.
11) Bersifat

sebagai

Sarana

Mewujudkan

Tujuan

Bernegara/Welfare

Rechsstaat
Hukum adalah sarana untuk mewujudkan tujuan yang dicita-citakan
bersama. Cita-cita tersebut dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi
maupun melalui gagasan negara hukum yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan umum. Dalam pembukaan UUD Tahun 1945 jelas dan tegas
disebutkan tujuan bernegara, yakni dalam rangka melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Negara
hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan bernegara yang
didasarkan atas aturan hukum.
12) Transparansi dan Kontrol Sosial
9

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap
proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan yang terdapat
dalam mekanisme kelembagaan resemi dapat dilengkapi secara komplementer
oleh peran serta masyarakat secara langsung dalam rangka menjamin keadilan
dan kebenaran. Prinsip representation in ideas dibedakan dari representation in
presence karena perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan
aspirasi. Begitu pula dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur
kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim semuanya memerlukan kontrol sosial
agar dapat bekerja secara efisien.
13) Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Bahwa Negara Hukum Indonesia itu menjunjung tinggi nilai-nilai keMaha Esaan dan Ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Artinya, diakuinya prinsip
supremasi hukum tidak mengabaikan keyakinan mengenai Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagai sila Pertama dari Pancasila. Oleh karena itu, pengakuan
segenap bangsa Indonesia mengenai kekuasaan tertinggi yang terdapat dalam
hukum konstitusi di satu segi tidak boleh bertentangan dengan keyakinan
segenap warga dan nilai-nilai Pancasila.
Lebih lanjut menurut Jimly Asshiddiqie4, menegaskan bahwa negara hukum
yang bertopang pada sistem demokrasi mengidealkan suatu mekanisme bahwa negara
hukum harus demokratis, dan negara demokrasi itu haruslah didasarkan atas hukum.
Menurut Jimly, terdapat 4 (empat) prinsip pokok gagasan demokrasi, yakni:
1. Adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama;
2. Pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan atau pluralitas;
3. Adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama;
4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang
ditaati bersama dalam konteks kehidupan bernegara, dimana terkait pula
dimensi-dimensi kekuasaan yang bersifat vertikal atau institusi negara dengan
warga negara.

4

Jimly Asshiddiqie, 2000, Demokrasi dan Nomokrasi: Prasyarat Menuju Indonesia Baru, Kapita Selekta Teori
Hukum (Kumpulan Tulisan Tersebar), FH-UI, Jakarta, hlm.141-144

10

2) Negara Hukum Indonesia
Indonesia sebagai negara hukum dapat terlihat dalam Pembukaan UUD 1945,
Batang Tubuh, dan Penjelasan UUD 1945 dengan rincian sebagai berikut5:
1. Pembukaan UUD 1945, memuat dalam alinea pertama kata “perikeadilan”, dalam
alinea kedua “adil”, serta dalam aline keempat terdapat perkataan “keadilan sosial”,
dan “kemanusiaan yang adil”. Semua istilah itu berindikasi kepada pengertian
negara hukum, karena tujuan hukum itu adalah untuk mencapai negara keadilan.
Kemudian dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat juga tegas disebutkan
bahwa “maka disusunkah kemerdekaan kebangsaaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”
2. Batang Tubuh UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 14).
Ketentuan ini menunjukkan bahwa Presiden dalam menjalankan tugasnya harus
mengikuti ketentuan dalam UUD 1945. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dan
Wakil Presiden dilarang melakukan penyimpangan ari peraturan perundangundangan yang berlaku, jika melanggar maka akan dikenakan sanksi. Hal ini
dipertegas dalam Pasal 27 UUD 1945 yang menetapkan bahwa “segala warga
negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Pasal ini menjamin prinsip equality before the law.
3. Penjelasan UUD 1945, merupakan penjelasan autentik dan menurut Hukum Tata
Negara Indonesia, Penjelasan UUD 1945 itu memiliki nilai yuridis. “Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum/rechstaat tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka/machstaat.

5

Dahlan Thaib. 2000, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, Cetakan ke-2, Liberty, Yogyakarta.
Hlm.25-26

11

II.

Pelaksanaan Pembentukan Hukum Nasional Yang Baik
II.1. Produk Hukum Nasional
Menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Yuliandri dalam bukunya AsasAsas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik, dijelaskan yang
dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang
dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang
mempunyai dan menjalankan fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Sedangkan menurut Hans Kelsen dalam buku Maria Farida6 berpendapat bahwa:
norma-norma huku mitu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
hierarki (tata susunan), dalam arti suatu norma yang lebih rendah berlaku,
bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi
berlaku, bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis dan fiktif yakni Norma Dasar/Grundnorm.
Doktrin Hans Kelsen dikembangkan lebih lanjut oleh Hans Nawiasky. Hans
Nawiasky berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang,
norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok seperti dibawah ini:
Kelompok I

: Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)

Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok
Negara)
Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang)
Kelompok IV : Verordnung&Autonome Satzung ( Aturan Pelaksana&Aturan
otonom)
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, di Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004
Pasal 7 ayat (1) menyebutkan jenis, dan hierarki peraturan perundang-undanngan,
yakni:
a. Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

6

Maria Farida.2007. Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta hlm.41.

12

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah;
Namun semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Jenis dan Hierarki Peraturan Perundangundangan pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang7/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang8;
d. Peraturan Pemerintah9;
e. Peraturan Presiden10;
f. Peraturan Daerah Provinsi11; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota12.
Pada bagian penjelasan disebutkan yang dimaksud dengan
“Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalaah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Menteri dan Status Hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
7

Pasal 1 angka (3) UU 12/2011 disebutkan bahwa Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
8
Pasal 1 angka 4) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa
9
Pasal 1 angka (5) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
10
Pasal 1 angka (6) UU 12/2011 disebutkan bawa Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
11
Pasal 1 angka (7) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur;
12

Pasal 1 angka (8) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakian Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan Persetujuan
bersama Bupati/Walikota

13

Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7
Agustus 2003.

II.2. Pembentukan Hukum Nasional
1) Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik
Untuk membentuk suatu hukum nasional, peraturan perundang-undangan yang
baik, para Legal Drafter harus memperhatikan pula asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik. Pada Pasal 5 dan pada penjelasan pasal 5 disebutkan
bahwa asas-asas tersebut yakni:
a. kejelasan tujuan;
Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundangundangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak
berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-Undangan.
d. dapat dilaksanakan;
adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

14

Adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
f. kejelasan rumusan;dan
Adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya.
g. keterbukaan
Adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2) Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Hukum Nasional
Masyarakat baik itu orang perseorangan ataupun kelompolk orang yang
mempunyai kepentingan atas Rancangan Peraturan Perundang-undangan memilki hak
untuk memberikan masukan secara lisan/tertulis dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik. Hal teresebut diakomodir dalam UU 12/2011 Pasal 96.
Masukan tersebut dapat dilakukan melalui; (a). rapat dengar pendapat umum; (b).
Kunjungan kerja; (c). sosialisasi; dan/atau (d). seminar,lokakarya, dan/atau diskusi.
3) Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah
Dalam melakukan pembentukan hukum nasional, Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah memprogramkannya dalam Program Legislasi Nasional maupun
Program Legislasi Daerah.
Menurut Pasal 1 angka (9) Program Legislasi Nasional adalah instrumen
perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disususn secara terencana,
terpadu, dan sistematis.
Penyebarluasan Prolegnas dilakukan oleh DPR dan Pemerintah, baik dari
penyusunan Prolegnas, penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan
15

Rancanagan Undang-Undang hingga Pengundangan Undang-Undang13. Penyusunan
Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah14. Prolegnas ditetapkan untuk jangka
menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan UndangUndang15. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal
masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas
setiap tahunan16. Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas17:
a. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
b. akibat putusan Mahkamah Konstitusi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
d. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota; dan
e. penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Namun dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan
Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan
b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu
Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR
yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urutan
pemerintahan di bidang hukum.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka (10), Program Legislasi Daerah adalah instrumen
perencanaan program Pembentukan Peraturan Daerah/Provinsi atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Penyusunan
Prolegda dilaksanakan oleh DPR Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi dan

13

Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011
Pasal 20 ayat (1) UU 12/2011
15
Pasal 20 ayat (2) UU 12/2011
16
Pasal 20 ayat (2), (3) UU 12/2011
17
Pasal 23 ayat (1) UU 12/2011
14

16

ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi18.
Dalam penyusunan Prolegda Provinsi, penyusunan daftar rancangan peraturan
daerah provinsi didasarkan atas19:
a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;
b. rencana pembangunan daerah;
c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
d. aspirasi masyarakat daerah.
Dalam Prolegda Provinsi dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas20:
a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.
Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau

Gubernur dapat mengajukan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di luar Prolegda Provinsi: 21
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
b. akibat kerja sama dengan pihak lain; dan
c. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD
Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.
Pembuatan perencanaan penyusuan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan
dalam Prolegdan Kabupaten/Kota22. Dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat
daftar kumulatif terbuka mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
Kecamatan atau nama lainnya dan/atau pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
Desa atau nama lainnya.23

18

Pasal 34 ayat (1), (2) UU 12/2011
Pasal 35 UU 12/2011
20
Pasal 38 ayat (1) UU 12/2011
21
Pasal 38 ayat (2) UU 12/2011
22
Pasal 39 UU 12/2011
23
Pasal 41 UU 12/2011
19

17

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Atas dasar pemaparan diatas, maka Penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ciri-ciri negara hukum dalam pembentukan nasional ialah sebagai berikut
a. Supremasi hukum;
b. Persamaan dalam hukum;
c. Asaa legalitas;
d. Pembatasan kekuasaan;
e. Organ-organ yang independen;
f. Peradilan bebas dan tidak memihak;
g. Peradilan Tata Usaha Negara;
h. Peradilan Tata Negara;
i. Perlindungan Hak Asasi Manusia;
j. Bersifat Demokratis;
k. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara;
l. Transparansi dan kontrol sosial;
m. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Dimana ciri-ciri dan prinsip-prinsip Negara Hukum tersebut saling berkaitan satu
sama lain dalam pembentukan hukum nasional Indonesia. Jika pembentuk hukum
nasional tidak memperhatikan ciri-ciri Negara Hukum dalam pembuatan hukum
nasional maka produk hukum nasional yang diciptakan tentu tidak dapat mewujudkan
kemakmuran masyarakat, tidak dapat menjamin kepastian hukum, dan jika UndangUndang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Hasil Amandemen ke-IV, maka masyarakat dapat
mengadukannya atau mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi untuk

18

menguji Undang-Undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pelaksanaan pembentukan hukum nasional yang baik didasarkan atas asas-asas
pembentukan hukum nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234. Asas –asas tersebut yakni:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan

Untuk membentuk produk hukum nasional, Pemerintah, DPR menyusunnya dalam
Program Legislasi Nasional atau Prolegnas. Penyusunan dan penetapan Prolegnas
jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan
dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas setiap tahunan24. Dalam Prolegnas dimuat
daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas25:
a. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
b. akibat putusan Mahkamah Konstitusi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
d. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota; dan
e. penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Dalam pembentukan hukum nasional, masyarakat dapat berperan serta dalam
memberikan saran, rekomendasi kepada Pemerintah. Masyarakat baik itu orang
perseorangan ataupun kelompolk orang yang mempunyai kepentingan atas Rancangan

24
25

Pasal 20 ayat (2), (3) UU 12/2011
Pasal 23 ayat (1) UU 12/2011

19

Peraturan Perundang-undangan memilki hak untuk memberikan masukan secara
lisan/tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. Hal
teresebut diakomodir dalam UU 12/2011 Pasal 96. Masukan tersebut dapat dilakukan
melalui; (a). rapat dengar pendapat umum; (b). Kunjungan kerja; (c). sosialisasi;
dan/atau (d). seminar,lokakarya, dan/atau diskusi.
SARAN
Adapun saran Penulis ialah :
1. Bagi Pemerintah, agar Legislator dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat, dan juga
Presiden memperhatikan ciri-ciri negara hukum dalam pembuatan hukum nasional agar
tidak terjadi pertentangan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya.
2. Bagi masyarakat, agar masyarakat juga turut berpartisipasi jikalau ada peraturan
perundangan atau peraturan lainnya yang bertentangan dengan ciri-ciri negara hukum
dengan melapor ke lembaga yang berwenang.

20

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sidharta, B. Arief , “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal
Hukum), “Rule
of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II,
November 2004
Assiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta
Tanpa tahun. Artikel Ilmiah “Gagasan Negara Hukum Indonesia
2000, Demokrasi dan Nomokrasi: Prasyarat Menuju Indonesia Baru,
Kapita Selekta Teori Hukum (Kumpulan Tulisan Tersebar), FH-UI, Jakarta
Farida, Maria.2007. Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta
Kelsen, Hans.2006. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Terjemahan Raisul Muttaqien.
Nuansa dan Nusa Media. Bandung.
Thaib, Dahlan. 2000, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, Cetakan ke-2,
Liberty, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hasil amandemen ke-IV.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234

21