Hegemoni Negara Melalui Keluarga Berenca

Hegemoni Negara Melalui Keluarga Berencana
Oleh: Muh Jusrianto
e-mail: juicesms@gmail.com

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lajunya pertumbuhan penduduk pada suatu Negara akan berefek pada dimensi
ekonomi, kondisi sosial budaya serta stabilitas nasional. Kuantitas pertumbuhan jumlah
penduduk yang dijadikan sebagai pertimbangan utama sehingga lahirnya program
Keluarga Berencana (KB). Hal tersebut berlaku secara universal bagi Negara-negara
di dunia yang telah meminimalisir bahkan membatasi pertumbuhan penduduknya.
Pertimbangan di ataslah yang di internalisasikan oleh Negara terkhususnya Negara
Indonesia sebagai rasionalisasi dalam pengambilan kebijakan nasional terkait
pengimplementasian program Keluarga Berencana. Pelaksanaan Program Keluarga
Berencana atau disingkat KB bertujuan untuk membatasi jumlah anak pada setiap
keluarga.
Program KB, yaitu menghimbau setiap pasangan hanya memiliki maksimal tiga
anak dengan cara non - coercive. Membatasi anak atau mencegah terjadinya kehamilan
pada si perempuan khususnya pasangan usia subur (PUS) dengan cara menggunakan
alat kontrasepsi. Alat kontrasepsi telah di sosialisasikan pemerintah kepada masyarakat

agar digunakan pada saat berhubungan guna mencegah kehamilan. Alat kontrasepsi
yang disosialisasikan dan disediakan (dibeli pemakai) oleh pemerintah berupa
spiral/IUD, pil, dan suntik bagi perempuan sedangkan kondom bagi laki-laki. Ni
Nyoman Sukeni dalam karyanya "Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam
Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali" telah mengungkap tindakan
diskriminatif tehadap perempuan dalam kesuksesan pelaksanaan program KB dengan
spesifikasi di kecamatan Tejakula.

Ni Nyoman Sukeni mengungkap unsur-unsur diskriminatif atau ketimpangan
gender di Kecamatan Tejakula provensi Bali pada saat acara sosialisasi program KB di
setiap rapat banjar/Desa yang dilakukan oleh Petugas Lapang Keluarga Berencana
(PLKBD). Dalam rapat banjar/ Desa yang dilibatkan hanyalah anggota banjar (suami),
sedangkan istri tidak. Suami dipercaya sebagai penyambung lidah ke istri untuk
menyampaikan pelaksanaan program KB. Padahal yang menjadi objek utama dan
sangat merasakan program KB adalah perempuan/istri. Hal tersebut dapat dilihat dari
partisipasi penggunaan alat kontrasepsi, dimana komposisi perempuan lebih banyak
menggunakan alat kontrasepsi di bandingkan dengan laki-laki.
Kandungan karya Ni Nyoman Sukeni yang merupakan rujukan utama dalam
tulisan ini yang telah mengungkap kasus diskriminasi secara konpherensif terhadap
perempuan. Budaya hindu yang dulunya menganut banyak anak banyak rejeki dan

tidak masalah jika mempunyai banyak anak sampai melahirkan anak laki-laki serta di
dalam agama hindu juga menghargai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Beberapa kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Bali yang disebutkan diatas
terkikis akibat pelaksanaan program KB dengan slogan "dua anak sudah cukup, lakilaki dan perempuan sama saja".
Secara tersirat penjelasan di atas telah memperlihatkan adanya unsur hegemoni
kepada perempuan yang dilakukan oleh Negara melalui suami. Konsep hegemoni yang
dimaksud bukanlah hegemoni ala Karl Marx yang koersif akan tetapi hegemoni tanpa
koersif versi Antonio Gramsci. Gramsci menegaskan bahwa mekanisme hegemoni,
peran intelektual menjadi begitu penting dan sentral karena mereka dapat disebut
sebagai kelas yang memimpin dengan daya persuasi tingkat tinggi. Kemudian asumsi
hegemoni Gramsci juga menegaskan bahwa kekuasaan melibatkan kelompok sosial
tertentu yang mengamankan persetujuan (aktif atau pasif) dari strata sosial lainnya
ketimbang memaksakan sebuah keputusan.1 Jadi, jelas bahwa hegemoni telah

1

Baca lebih Lanjut, Donny Gahral Adian, Juni 2011, “Setelah Marxisme: Sejumlah Teori
Ideologi
Kontemporer”, Depok: Koekosan, Hal,. 44.


dilakukan oleh Negara (para intelektual organik) kepada masyarakat terkhusus bagi
perempuan tanpa mereka sadari melalui program KB.
Hegemoni yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat khususnya para
perempuan di Kecamatan Tejakula melalui program KB telah mendapatkan resistensi
atau perlawanan dari perempuan. Perlawanan yang dilancarkan oleh perempuan
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor tradisi, faktor kepercayaan, faktor
efek samping, faktor ekonomi dan faktor izin suami. Bentuk resistensi yang dilakukan
adalah akseptor berhenti menggunakan alat kontrasepsi, perempuan tidak mau
menggunakan alat kontrasepsi, akseptor mengganti alat kontrasepsi dengan sistem
yang tidak di anjurkan program KB. Adanya resistensi yang dilancarkan oleh
prempuan merevitalisasi budaya dan kepercayaan yang sebelumnya dianut oleh
masyarakat Kecamatan Tejakula.

B. Rumusan Masalah
Penjelasan dari latar belakang di atas menjadi landasan bagi penulis untuk
menetapkan sebuah rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Kenapa pelaksanaan program Keluarga Berencana mengandung indikasi
hegemoni negara terhadap perempuan di Kecamatan Tejakula?
2. Apa reaksi para perempuan Kecamatan Tejakula terhadap hegemoni Negara
melalui program Keluarga Berencana?


C.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah hasil dari berkaca terhadap rumusan masalah di atas,
adapun tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui unsur-unsur hegemoni yang dilakukan oleh Negara
terhadap perempuan di Kecamatan Tejakula dalam pelaksanaan program
Keluarga Berencana.

2. Mengetahui resistensi yang dilakukan oleh perempuan di Kecamatan Tejakula
terhadap hegemoni yang dilancarkan oleh Negara melalui program Keluarga
Berencana.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hegemoni Negara Dan Masyarakat Tejakula
Thomas Hobbes menegaskan bahwa Negara harus ada dan mempunyai otoritas
tertinggi serta mutlak memiliki kedaulatan penuh dalam sebuah wilayah. Lahirnya
Negara bertujuan untuk menyelesaikan problema-problema yang terdapat dalam suatu
wilayah salah satunya melalui "social contarct". Negara berhak dan wajib mengambil

serta memutuskan sebuah kebijakan tertentu untuk mengantisipasi terjadinya
instabilitas dari berbagai dimensi kehidupan dalam sebuah Negara. 2 Terkait dengan
lajunya pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi faktor-faktor lain seperti faktor
ekonomi dan sosial. Hans J Morgenthau seorang tokoh realis dalam karyanya "Politics
Among Nation" memposisikan kuantitas penduduk menjadi salah satu determination
kekuatan nasional.3
Maksud dari Morgenthau, yaitu kemungkinan besar kuantitas jumlah penduduk
dalam suatu negera dapat menjadi sumber national power (kekuatan nasional) dan
2

Baca lebih lanjut, Shaumil Hadi, 2008, “Third Debate dan Kritik Positivisme Ilmu Hubungan
Internasional”, Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
3
Baca, Hans J Morgenthau, 2010, “Politik Antara Bangsa”, Jakarta: YOI, Hal,. 152-154.

dapat juga menjadi boomerang bagi keamanan nasional. Dampak negatif dari
pertumbuhan penduduk menjadi latar belakang kekhawatiran bagi Negara-negara yang
jumlah penduduknya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Indonesia sendiri dari
tahun ketahun jumlah penduduknya semakin meningkat sehingga program Keluarga
Berencana menjadi salah satu prioritas pemerintah. Program Kelurag Berencana yaitu

program yang bertujuan untuk meminimalisir bahkan membatasi pertumbuhan
penduduk. Hal tersebut dapat terealisasi dengan jalan menekan angka kelahiran dan
dijaman modern saat ini berbagai macam alat kontrasepsi yang digunakan sebagai
pencegah kehamilan sperti: IUD/spiral, pil, suntik bagi perempuan dan kondom bagi
laki-laki.
Persoalannya adalah kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan program KB
tanpa melupakan sisi positifnya telah mengandung unsur-unsur hegemoni yang bersifat
lunak sebagaimana yang diyakini oleh Antonio Gramsci terkait konsep hegemoni. Oleh
karena itu, lahirnya program KB yang menjadi kebijkan nasional pemerintah Indonesia
yang sudah berlangsung lama telah mengandung bentuk dan fungsi hegemoni Negara
dalam pelaksanaan program KB terhadapa perempuan di Kecamatan Tejakula:4
1. Bentuk Hegemoni Negara
Badan kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai badan
yang diamanatkan oleh pemerintah dalam kebijakannya untuk menurunkan
angka kelahiran. Untuk kesuksesan program KB, BKKBN

membentuk

perwakilan muali dari gubernur, bupati, camat sampai ke kepala desa untuk
terlibat membina dan mengawasi pelaksanaan program. Terkait dengan

perlaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula, sistem yang digunakan dalam
menyosialisasikan program adalah sistem banjar. Sistem banjar adalah suatu
sistem yang menggunakan organisasi banjar dalam merealisasikan program KB
kepada kelompok target, dalam hal ini PUS di Kecamatan Tejakula.

4

Baca, Ni Nyoman Sukeni, 2009, “Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan
6.Program Keluarga Berencana Di Bali”, Denpasar: Udayana University Press, Hal,. 55-56.

Dalam rapat banjar terdapat dialog antara Pelaksana Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB), dokter/bidan Puskesmas/bidan desa dengan PUS atau calon
akseptor. Dalam dialog tersebut diupayakan mencapai kesepahaman tentang
program yang disosialisasikan antara pensosialisasi dengan obejk sosialisasi.
Tidak dilupakan bahwa dalam proses tersebut telah terjadi hubungan/interaksi
antara petugas KB dan calon akseptor, dalam hal ini suami sebagai anggota
banjar. Melihat dari mekanisme rapat banjar berarti istri seoalah-olah dibatasi
partisipasinya dalam pengambilan keputusan karena pada waktu rapat banjar
terdapat keputusan calon akseptr menerima program KB dari pemerintah.
Ni Nyoman Sukeni mengatakan bahwa keputusan untuk menerima

program KB sebagai kebijakan pemerintah adalah suami karena istri tidak
diundang dalam sosialisasi program KB dalam sistem banjar. Dan kemudian
setelah rapat, suami baru menyampaikan keputusan banjar kepada istrinya.
Mekanisme

tersebut

telah

menimbulkan

hegemoni

Negara

terhadap

perempuan/istri dalam pelaksanaan program KB disampaikan melalui
suami. Mekanisme tersebut dapat sebagai ilham untuk mengungkap hegemoni
yang dilakukan oleh pemerintah kepada perempuan. Dimana perempuan tidak

secara langsung terhegemoni atau kesepahaman perempuan terhadap kebijkan
Negara di bidang KB diterima melalui suami. Antonio Gramsci mengatakan
bahwa, "ナyang terakhir meliputi perluasan dan pelestarian 'kepatuhan' aktif (suka
rela/rela) dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas penguasa lewat
penggunaan kepemimpinan intelektual, moral dan politik.

Jadi, dalam

pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula terjadi hegemoni Negara,
dalam hal ini dilaksanakan oleh para petugas program (kelompok elit
pemerintah) dalam organisasi tradisonal desa/banjar).
Berkaca dari

beberapa indikator penjelasan diatas

yang dapat

mengantarkan untuk mensinergiskan dengan teori hegemoni gramsci lainnya
yang berbunyi, "ideology tidak saja bekerja dengan agen social yang tunggal,


tapi juga meliputi dominasi sebuah keluarga terhdap anggota-anggotanya, kaum
laki-laki terhadap kaum perempuan, bangsa terhadap bangsa lain, suatu ras
mayoritas terhadap ras lain, bahkan juga bekerja dikalangan para pemuka karya
seni (Mouffe, 1979).”5 Titik awal gagasan hegemoni adalah sebuah kelompok
menyelenggarakan kekuasaan terhadap kelompok lain subordinat melalui
persuasi.6
Berarti melihat dan memahami maksud dari teori hegemoni Gramsci
diatas, teori tersebut relevan untuk dijadikan pisau analisis terhadap beberapa
statement ungkapan yang mengandung diskrimasi tehadap hak kebebasan
perempuan. Dimana proses sosialisasi program KB melalui sistem banjar terjalin
hubungan antara calon akseptor dengan petugas program KB. Apabila melihat
penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Sukeni terkait proses penyampaian
program KB kepada PUS di Kecamatan Tejakula dapat digolongkan ke dalam
hubungan hegemonik, yaitu hubungan Negara dengan PUS. Bentuk hegemoni
dalam pelaksanaan program KB adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi program Keluarga Berencana Sistem Banjar
b. Sosialisasi Program Keluarga Berencana Sistem Klinik
2. Fungsi Hegemoni Negara
Bentuk-bentuk hegemoni yang dijalankan pemerintah dalam pelaksanaan
program KB di Kecamatan Tejakula mempunyai fungsi apabila hal tersebut

dikaitkan dengan pendapat Robert Merton (dalam seokanto, 1989), bahwa
hegemoni dalam pelaksanaan program KB itu adalah fakta barupa:7
a. Aktivitas social yang melembaga atau unsur-unsur kebudayaan bersifat
fungsional,

5

Baca lebih Lanjut, Donny Gahral Adian, Juni 2011, “Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi
Kontemporer”, Depok: Koekosan, Hal,. 42.
6
Baca, Hudi Latif, 1997,” Hegemoni Budaya dan Alternatif Media Sebagai Wahana Budaya Tanding”,
dalam Hegemoni Budaya, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, Hal,. 294.
7
Lihat, Ni Nyoman Sukeni, 2009, “Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan
Program Keluarga Berencana Di Bali”, Denpasar: Udayana University Press, Hal,. 55-56.

b. Semua unsur social dan kebudayaan tersebut memenuhi fungsi social
dan kebudayaan,
c.

Unsur-unsur tersebut sangat diperlukan dalam kehidupan sosial.

Hegemoni yang terjadi merupakan salah satu sifat komunikasi antara Negara
dengan rakyat. Untuk tercapainya hubungan tersebut perlu adanya suatu komunikasi
karena komunikasi menurut Nurudin merupakan proses budaya. Budaya dalam
menyosialisasikan program KB akan dapat dipahami oleh PUS/ masyarakat apabila
dilakukan komunikasi. Jalinan komunikasi antara Negara dengan rakyat dalam
pelaksanaan program KB berarti mentransfer ideologi Negara yang bersifat nasional
sampai kepelosok-pelosok desa dalam upaya membentuk keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera. Hegemoni yang dimaksud adalah hubungan yang digunakan oleh Negara
dalam mentrasfer nilai dan fungsi hegemoni dalam pelaksanaan program KB, di
antaranya:8
1. Mensukseskan Program Keluarga Berencana
Pelaksanaan program KB cukup berhasil di Kecamatan Tejakula dalam
menurunkan angka kelahiran. Hal ini tercermin dari keadaan keluarga rata-rata
dengan dua-tiga anak dan pertumbuhan penduduk stabil. Keberhasilan tersebut
berkat diterapkan pendekatan yang hegemonik oleh para pengemban tugas di
bidang kependudukan, dalam hal ini petugas yang menangani program KB dari
pusat sampai ke tingkat desa berdasarkan surat keputusan BKKBN. Kaitan
dengan fungsi hegemoni yaitu usaha para petugas program KB PUS
yang semakin gencar mengadakan konsensus-konsesnsus di masyarakat baik
secara kelompok maupun individu.
PLKBD yang melakukan konsesnsus langsung kelapangan dan kemudian
di laporkan kepada PLKB kecamatan dan selanjutnya laporan di laporkan oleh
PLKB ke kordinator program KB tingkat kabupaten. Salah satu laporan yang
ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk menghindari membludaknya kelahiran

8

Lihat, Ni Nyoman Sukeni, Ibid, Hal,. 89.

yang dapat mengacaukan program seperti laporan tentang berhentinya akseptor
menggunakan

alat kontrasepsi akibat ketidakmampuannya membeli alat

kontrasepsi. Berdasarkan laporan tersebut kemudian turun bantuan berupa alat
kontrasepsi dari pemerintah dengan harga yang lebih murah dibandingkan
dengan harga di tempat praktek dokter/bidan. Bantauan semacam itu dapat
mengembalikan program KB berjalan kembali.
Hegemoni terstruktur juga terjadi dalam sosialisasi program KB guna
mencapai kesuksesan dari tujuan lahirnya program KB. Misalnya, dokter dan
bidan dalam melaksanakan tugasnya sebagai mitra kerja program, seperti
menyosialisasikan program dan melayani efek samping berdasarkan surat
perjanjian kerjasama antara Dinas Kesehatan dengan BKKBN secara terstruktur.
Maka dari itu, bidan tidak akan berani menolak atau melalaikan kewajiban
apabila

di isntruksikan untuk mengadakan penyuluhan dan melayani efek

samping oleh dokter. Hal tersebut merupakan hierakis dalam suatu organisasi.
Organisasi banjar, termasuk aparatnya melakukan tugas/kewajiban membantu
program KB yang dilandasi oleh SK Gubernur.
Organisasi banjar yang merupakan urutan kedua terkahir dari hirarkies
Negara, wajib melakukan tugas atau tidak berani membantah. Karena selain
berdasarkan SK Gubernur mereka juga di untungkan, seperti tenaga medis dapat
tambahan ekonomi dari hasil penjualan alat kontrasepsi dan biaya pengobatan
efek samping. Disamping itu, diantara mereka terjadi consensus/kesepahaman
dalam melaksanakan program sehingga program berhasil atau mencapai tujuan
yang ditargentkan.Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik bahwa hegemoni
yang diterapkan dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula
berfungsi untuk menyukseskan program.
2. Melanggengkan Kekuasaan
Kekuatan

intelektual

dalam

kehidupan

social

didasarkan

pada

karensteristik persetujuan terhadap populasi yang besar sehingga massa akan
menganggap mereka yang melakukan persetujuan tersebut - bisa disebut dengan

persetujuan spontan. Terbentuknya persetujuan selalu mendahului dan membuka
jalan bagi dominasi melalui kekuatan pemerintah. Maka, Gramsci mempertajam
perbedaan antara ideologi sebagai ciptaan yang sadar bagi produsennya, tapi
tidak disadari oleh konsumen tersebut. Dari statemen diatas dapat memberikan
pemahaman bahwa yang dimaksud oleh Gramsci telah terjadi dalam pelaksanaan
program KB, khususunya di Kecamatan Tejakula.
Hegemoni banyak cakupannya termasuk mencakup cultural dan ideology
yang didalamnya terdapat kelompok-kelompok penguasa atau pihak-pihak yang
menjalankan dan melestarikan kekuasaannya dalam masyarakat melalui
consensus (persetujuan) terhadap kelompok yang dikuasai. Makin efektif
pelaksanaan hegemoni, makin tidak kelihatan bahwa telah terjadi hegemoni atau
ketidak jelas nampakkan kekusaan yang dijalankan karena yang dikuasai seperti
masuk dalam pola-pola berpikir, berkata dan bertindak seperti yang menguasai.
Dimana pihak yang terhegemoni menerima gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan
kepemimpinan kelompok penghegemoni, yakni bukan karena dipaksa secara
fisik untuk melakukannya, melainkan memiliki alasan-alasan tersendiri untuk
menerima dan melaksanakannya.
Dalam hegemoni, konsensus memang dibuat oleh para penghegemoni,
tetapi konsensus dibuat berdasarkan kepentingan-kepentingan terhegemoni.
Dengan demikian, hegemoni kelihatannya mengekspresikan

apa-apa yang

menjadi keinginan yang terhegemoni, apabila mendapat dukungan, baik dari elit
pemerintah maupun elite tradisional. Kerangka berpikir diatas membuka pikiran
dalam pelaksanaan program KB, bahwa pihak-pihak yang dikuasai makin setuju
dengan kekuasaan yang dijalankan, berarti hegemoni semakin berhasil dalam
fungsinya untuk melestarikan kekuasaan. Hegemoni dalam pelaksanaan program
KB di Kecamatan Tejakula berfungsi melanggengkan kekuasaan. Hal ini
tercermin dari cara-cara yang dilakukan oleh para elit intelektual, seperti: PLKB,
kepala desa, PLKBD, kelian banjar/dusun, dokter, dan bidan sebagai
perpanjangan tangan pemerintah, yakni dalam upaya melanggengkan kekuasaan.

Petugas dan pimpinan lembaga desa sekaligus sebagai kelompok yang
menghegemoni dan sebagai kelompok yang menghegemoni serta menjalankan
kekuasaan dan melestarikan kekuasaan dalam masyarakat melalui konsensus
terhadap pihak yang terhegemoni, yakni PUS terkhusus bagi perempuan. Selain
itu, PLKB dengan wewenangnya sebagai perpanjangan tangan pemerintah
mempunyai kewenangan dan peluang untuk mengadakan dialog atas nama
pemerintah. Dalam kaitan dengan melanggengkan kekuasaan, mindset pihak
yang terhegemoni sudah dirasuki atau sudah dikuasai sehingga mereka mau
mengikuti pikiran atau ide yang dilontarkan pihak penghegemoni. Misalnya, idea
tau konsep membentuk keluarga sudah diterima dan dijalankan, khususnya di
Kecamatan Tejakula. Oleh karena idea tau konsep tersebut sejalan dan
menguntungkan pihak yang terhegemoni sehingga seolah-olah mengekspresikan
kepentingan-kepentingan pihak yang terhegemoni. Dalam hal ini kepentingan
akseptor, khususnya perempuan.
Hegemoni dalam pelaksanaan program KB, yakni mencerminkan
pelestarian kekuasaan pemerintah karena diterimanya program KB di masyarakat
Tejakula. Dapat dibuktikan dengan hamper 70% perempuan sudah menggunakan
alat kontrasepsi. Hal tersebut dipengaruhi karena perempuan tidak berani
menolak karena mereka diasumsikan berkompoten dibidang tersebut sehingga
mendapat sambutan baik dan dihormati di masyarakat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Gramsci bahwa lembaga-lembaga social merupakan perekat hegemoni
baik antara lembaga tradisional maupun lembaga pemerintah. Adanya kerjasama
diantara lembaga-lembaga menguatkan hegemoni sebagaimana sebelumnya
telah diuraikan. Kuatnya hegemoni di masyarakat akan melanggengkan
kekuasaan kekuasaan suatu lembaga (pemerintah) dan para petugas di bidang
profesinya secara pribadi.

B. Resistensi Perempuan Masyarakat Tejakula

Perjalanan sejarah kehidupan umat manusia, tekhusus mulai dari abad
renaissaince sampai saat ini sistem yang diimplementasi atau dianut oleh sebuah
wilayah atau Negara pastinya tidak lepas dari pro dan kontra. Maksud dari Pro dan
kontra yaitu terkait dengan sistem yang ada, karena sistem dalam sebuah Negara sangat
mempengaruhi sebuah kebijkan. Misalkan saja, sistem demokrasi yang dianut oleh
Indonesia, pastinya setiap kebijakan yang diputuskan dan kemudian dilaksanakan oleh
pemerintah akan menuai pro dan kontra. Kita mabil contoh kasus, yakni kebijakan yang
diangkat dalam tulisan ini yaitu pelaksanaan program Keluarga Berencana. Lahirnya
Program KB karena didasari kausalitas, maksudunya penyebab adanya program KB
yaitu meminimalisir dan membatasi pertumbuhan penduduk. Cara yang digunakan
untuk membatasi pertumbuhan penduduk yaitu menekan angka kelahiran dengan cara
menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan terutama PUS.
Pelaksanaan program KB, mayoritas masyarakat Tejakula menerima dan
menggunakan alat kontrasepsi dalam keadaan "kesadaran palsu". Akan tetapi seiring
berjalannya waktu, akhirnya terdapat perlawanan dari akseptor terhadap pelaksanaan
program KB. Resistensi yang lahir di kalangan akseptor dari Tejakula karena
disebabkan adanya efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi. Resistensi atau
perlawanan kemungkinan besar timbul karena lahirnya sebuah emansipasi dari
golongan terntentu. Emansipasi diartikan sebagai pembebasan dari tindasan atau
perbudakan atau pembebabasan dari setiap pengekangan/ pengendalian. Secara umum
emansipasi dapat diartikan sebagai pembebasan seseorang dari suatu situasi
ketergantungan. Dimana wanita dianggap berada dalam situasi ketergantungan. 9
Pengertian konsep emansipasi di atas dapat dijadikan rujukan dalam melakukan
penjelasan terhadap lahirnya resistensi di kalangan perempuan di Tejakula.
Pelaksanaan program KB dan mekanisme sosialisasinya di Tejakula telah mengandung
unsure-unsur diskriminatif terhadap hak seorang perempuan. Padahal perempuan

9

Baca, Ashar Suyoto Munandar, 1985, “Emansipasi Wanita, Sutu Penghayatan Subjektif”, dalam
“Emansipasi Dan Peran Ganda Wanita Indonesia”, Jakarta: UI – Press, Hal,. 22.

mempunyai hak yang harus diberikan kepada mereka, apalagi ketika berbicara
pelaksanaan program KB. Mekanisme sosialisasi yang ditempuh di Kecamatan
Tejakula kurang tepat karena adanya ketimpangan jender dan hak wanita tidak
terpenuhi. Selain itu efek samping yang disebabkan oleh alat kotrasepsi juga menjadi
indicator lain penentu lahirnya resistensi perempuan Tejakula.
Perlawanan juga didorong karena adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan
tersebut bukan hanya di bidang material saja, tetapi juga dalam bidang budaya, harga
diri, politik, dan ekonomi. Perbedaan kepentingan antara kelompok yang berkuasa
dengan kelompok yang dikuasai merupakan cirri adanya konflik dalam organisasi
social. Habermas memahami konflik sebagai sesuatu yang inheren dalam sistem
masyarakat.10 Hal ini tidak lepas dari fakta hubungan kekuasaan dalam sistem sosial
dan sifat kekuasaan adalah mendominasi dan diperebutkan. Fakta ini menciptakan
steering problem (masalah yang selalu muncul).

Pelaksanaan program KB di

Kecamatan Tejakula juga mengalami beberapa bentuk perlawanan/ resistensi yang
didorong oleh beberapa faktor. Perlawanan muncul karena adanya kausal dan tidak
lepas dari akibat. Resistensi perempuan Tejakula di dorong oleh beberapa faktor,
diantaranya:11
1. Faktor Tradisi
Bali sebagai daerah yang populasi masyarakat hindu terbanyak di
Indonesia memiliki tradisi yang kuat. Masyarakat Hindu Bali menganut
kekeluargaan patrilineal yang mengutamakan garis laki-laki atau bapak untuk
menjadi ahli waris dalam arti status, tetapi terdapat pula tradisi ahli waris adalah
laki-laki secara biologis. Contohnya, dalam kebudayaan Hindu di Bali dikenal
adanya purusha (garis laki-laki) dan pradana (perempuan). Tradisi yang berlaku
di Tejakula adalah hanya anak laki-laki saja yang dapat menjadi ahli waris dan

10

Lihat, Novri Susan, M.A., 2010, “Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konlik Kontemporer”,
Jakarta: Kencana, Hal,. 75.
11
Lihat, Ni Nyoman Sukeni, 2009, “Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan
Program Keluarga Berencana Di Bali”, Denpasar: Udayana University Press, Hal,. 166-173.

melanjtkan kelangsungan hidup leluhur. Konskwensi dari tidak lahrinya anak
laki-laki dalam keluarga dianggap putung (tidak ada keturunan). Tidak lahirnya
anak laki-laki dalam perkawinan mengakibatkan segala urusan leluhur dan waris
dilanjtukan oleh saudara atau keponakan pihak laki-laki.
Melihat keadaan demikian betapa berharganya laki-laki dalam keluarga
dam sebaliknya betapa tidak bergunanya anak perempuan dalam sistem yang
demikian. Mereka tidak dianggap keturunan pada saat ada dirumah kelahirannya
dan tidak berguna dalam keluarga suami pada masa perkawinan. Kondisi diatas
menyebabkan setiap pasangan suami istri sangat mengharapkan dan terus
berusaha sampai lahirnya anak laki-laki. Dalam kaitannya dengan adanya
program KB yang membatasi jumlah kelahiran dan upaya membentuk keluarga
kecil dengan slogan "dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja" mendapat
perlawanan dari perempuan.
2. Faktor Kepercayaan
Masyoritas masyarakat Bali memeluk agama Hindu seperti yang sempat
disinggung dibagian sebelumnya. Pastinya setiap agama memiliki kepercayaan
masing-masing dan ditaati bagi penganutnya. Begitupun dengan agama Hindu,
kepercayaan agama Hindu dianggap sebagai norma yang wajib ditaati dalam
kehidupan. Pelanggaran terhadap kepercayaan bagi penganutnya aka nada
perasaan bersalah. Menurut masyarakat di Desa Tembok Kecamata Tejakula,
program KB yang mengadakan pembatasan kelahiran bagi PUS berarti menutup
kesempatan leluhur untuk reinkarnasi. Tanpa adanya anak laki-laki dalam
keluarga berarti menutup kesempatan leluhur untuk kembali ke dunia untuk
memperbaiki karmanya. Berdasarkan kepercayaan tersebut menuntut sebuah
pasangan untuk memiliki anak laki-laki agar keturunan tidak putus. Kepala Desa
Les Kecamatan Tejakula mengatakan bahwa pelaksanaan program KB di
desanya mendapat perlawanan yang didorong oleh adanya kepercayaan bahwa
masyarakat sangat mempercayai kembalinya leluhur lahir kedunia (ministis)
hanya pada anak laki-laki.

3. Faktor efek samping
Alat kontrasepsi yang umum disosialisasikan di Tejakula adalah alat
kontrasepsi bagi perempuan seperti IUD, pil dan suntik. Sedangkan kondom,
jarang disosialisasikan bahkan tidak disediakan oleh tenaga medis. Banyak
perempuan/istri

yang

menderita

akibat

Efek

samping

di

Tejakula

dari penggunaan alat kontrasepsi. Ni Nyoman Sukeni mengungkapkan bahwa,
berdasarkan penuturan Kelian Dusun Benben Desa Sambirenteng, dimana
pendorong lahirnya resistensi terhadap program karena efek samping yang
ditimbulkannya. Hal tersebut berdasarkan pengalam istrinya yang mengalami
gangguan pada alat reproduksi akibat tidak cocok dengan alat kontrasepsi seperti
IUD, pil, dan suntik.
4. Faktor ekonomi
Alat kontrasepsi yang disediakan tidak gratis dan juga memerlukan biaya
pada saat melakukan pengobatan akibat efek samping alat kontrasepsi. Hal
tersebut mendorong terjadinya resistensi terhadap program seperti yang terjadi di
Dusun Penyumbahan, Desa Les pada 2003. Terjadinya kemandengan disebabkan
karena penghasilan menipis sebagai nelayan tradisonal. Hal tersebut telah
mempengaruhi jalannya pelaksanaan program KB.
5. Faktor Izin Suami
Suami dan istri sama-sama mempunyai hak untuk mengambil keputusan
demi kepentingan keluarga dalam menciptakan kesejahteraan dan kesehatan.
Demikian juga dalam mengikuti program KB dapat diputuskan oleh suami, istri
ataupun kedua-duanya secara musyawarah. Suami juga melarang Istri untuk
menggunakan alat kontrsepsi apabilia dianggap merugikan kesehatan istrinya.
Bidan Anggraeni di Desa Les menyatakan bahwa, ada perempuan yang telah
memiliki enam orang anak, karena setiap ditawari menggunakan alat kontrsepsi
selalu menolak dengan alas an dilarang suaminya. Hal tersebut melahirkan
indikasi bahwa suami ikut sebagai faktor pendorong resistensi perempuan
terhadap hegemoni Negara dalam pelaksanaan KB.

Selain dari kelima faktor yang disebutkan dan dijelaskan diatas, perlwanan
juga termuat dalam Koran Tokoh, edisi 5-11 Agustus 2003 dengan judul
"Wacana Kesehatan Reproduksi". Pada Koran itu diwacanakan tentang program
KB, agama, dan social budaya. Wacana tersebut mengandung bahwa, alat
kontrasepsi telah mengintervensi tugas Tuhan dalam mengatur kelahiran, oleh
karena anak itu adalah karunia Tuhan dan manusia diwajibkan mengembangkan
keturunan. Kelompok ini menolak alat kontrasepsi apalagi yang dipakai oleh
remaja sangat bertentangan dengan agama dan moral, karena menggunaan alat
kontrasepsi tidak lagi untuk mengatur kelahiran, tetapi lebih kepada kerakusan
dan berdampak secara fisik dan psikis keluarga. Jadi, makna yang tersirat dalam
Koran tersebut lebih kepada faktor agama sehingga resistensi terhadap program
KB harus dilancarkan karena mengandung unsure perlawanan fitrah sebagai
manusia.
Dari beberapa faktor yang di jelaskan diatas sebagai pendorong lahirnya
resistensi perempuan, khsusnya masyarakat Kecamatan Tejakula terhadap
pelaksanaan program Keluarga Berencana. Beberapa faktor tersebut menjadi
pertimbangan bagi masyarakat Tejakula untuk melakukan resistensi terhadap
program KB. Adapun bentuk resistensi yang lancarkan oleh akseptor, terutama
bagi perempuan, diantaranya: (1) Akseptor berhenti menggunakan alat
kontrasepsi, (2) Perempuan tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, (3)
Akseptor mengganti alat kontrasepsi dengan sistem yang tidak dianjurkan
program Keluarga Berencana.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Program Keluarga Berencana (KB) sebagai hasil menefestasi kebijkan
pemerintah menuai dampak positif dan negatif. Akan tetapi dalam tulisan ini lebih
banyak mengungkapkan dampak negatifnya tanpa melupakan dampak positif "realisasi KB, realisasi minimalisir instabilitas nasional". Dalam pelaksanaan program
KB di Indonesia dengan sfesifikasi Kecamatan Tejakula di Bali telah mengandung
unsur-unsur diskriminasi terhadap perempuan. Unsur-unsur diskriminasi yang lahir
dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula terkait dengan sosialisasi yang
hanya melibatkan anggota banjar (suami) tanpa istri. Unsur diskriminasi juga dapat
ditemui di Kecamatan Tejakula pada partisipasi penggunaan alat kontrasepsi, yang
mana perempuan/istri-lah yang lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi
dibandingkan suami.
Kejadian di atas memperlihatkan hegemoni Negara terhadap perempuan. Konsep
dan teori hegemoni Antonio Gramsci sebagai pisau analisis dalam menguak hegemoni
Negara (para ontelektual organik) terhadap masyarakat, khsusnya bagi istri di
Kecamatan Tejakula. Hegemoni Negara melalui program KB telah mengikis bahkan
mengubah budaya dan kepercayan masyarakat Tejakula di berbagai elemen, khususnya
ditingkat keluarga. Pelaksanaan program KB juga telah menimbulkan efek samping
pada perempuang sehingga perempuan mengalami penderitaan seprti mempengaruhi
fisik, kelainan alat reproduksi perempuan dan juga berpengaruh pada aktivtas
perempuan.

Akan tetapi skeptis kesuksesan pelaksanaan program KB bermunculan dengan
berkaca pada resistensi yang lancarkan oleh para akseptor, terutama resistensi
perempuan. Resistensi perempuan yaitu dalam bentuk menolak menggunakan alat
kontrasepsi. Akseptor terkhusus perempuan tidak menggunakan alat kontrasepsi
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor tradisi, faktor ekonomi, faktor
kepercayaan, faktor efek samping dan faktor izin suami. Pelaksanaan program KB telah
merubah kebudayaan dan kepercayaan masyarakata setempat di Tejakula. Akan tetapi
setelah adanya resistensi akseptor khususnya perempuan telah merevitalisasi dan
mengeksiskan kembali kebudayaan dan kepercayaan yang di anut oleh masyarakat
Tejakula sebelumnya.
B. Rekomendasi
Pemerintah dalam realisasi tujuan pelaksanaan program Keluarga Berencana
(KB), bagusnya memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
Menghindari ketimpangan gender dalam sosialisasi program KB dan cara-cara
menggunakan alat kontrasepsi tetapi perempuan tetap menjadi objek utama dalam
sosialisasi program KB. Selain itu, pemeritah memperhatikan kesehatan perempuan
yang meggunakan alat kontrasepsi lewat lembaga kesehatan yang mulai dari pusat
sampai ke pelosok-pelosok nusantara.

DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral. 2011. Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer.
Depok: Koekosan.
Hadi, Shaumil. 2008. Third Debate dan Kritik Positivisme Ilmu Hubungan
Internasional. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
Latif, Hudi. 1997. Hegemoni Budaya dan Alternatif Media Sebagai Wahana Budaya
Tanding. dalam Hegemoni Budaya. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.
Morgenthau, Hans J. 2010. Politik Antara Bangsa. Jakarta: YOI.
Munandar, Ashar Suyoto. 1985. Emansipasi Wanita, Sutu Penghayatan Subjektif.
dalam Emansipasi Dan Peran Ganda Wanita Indonesia. Jakarta: UI - Press..
Sukeni, Ni Nyoman. 2009. Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam
Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali. Denpasar: Udayana
University Press.
Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konlik Kontemporer.
Jakarta: Kencana.