MENDAMBAKAN GURU MATEMATIKA YANG PROFESI

MENDAMBAKAN GURU MATEMATIKA YANG
PROFESIONAL1
oleh: muniri2

A. MUQODDIMAH
Menjadi guru matematika yang profesional sudah barang tentu menjadi dambaan semua
orang (baca: guru, siswa, sekolah, orang tua, dan pemerintah). Lalu seperti apa sesungguhnya
sosok guru matematika yang menjadi dambaan tersebut? Bagaimanakah aktifitas pribadinya di
sekolah/di kelas, di lingkungan keluarga, di lingkangan masyarakat? Apakah ia selalu belajar?
Apakah ia tidak memiliki kesibukan pekerjaan sampingan (selain mengajar)?
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang unik,
objeknya yang abstrak, urutannya bersifat hirarkis dan kebenarannya konsisten dan dapat
dijadikan landasan bagi disiplin ilmu lainnya, serta dapat dipergunakan untuk mengembangkan
daya pikir manusia. Bahkan pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) saat ini juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan matematika. Barangkali
berpijak dari kondisi inilah, mata pelajaran matematika disajikan dalam waktu paling lama dan
paling banyak, yakni disajikan mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT),
dan dengan frekwensi yang lebih dominan pula.
Jika dilihat dari sisi tujuan belajar matematika, sesungguhnya tidak hanya untuk
memperoleh pengetahuan tetapi juga diharapkan terbentuknya nilai-nilai, karakter dan sikap
hidup seperti: kebiasaan bekerja secara baik (sistematis, fleksibel, imajinatif, kreatif), sikap

positif (berminat, termotivasi, dan menyenangi pekerjaan), kemampuan belajar efektif
(menyelidiki, memecahkan masalah, berpikir logis, rasional dan kritis, serta menghargai
keteraturan dan keindahan), nilai-nilai positif atau akhlak yang baik (disiplin, jujur, efisien dan
efektif, selalu mencari kebenaran. (Mohammad Soleh, 1998: 9).
Selama ini sering muncul anggapan bahwa dalam mempelajari matematika hanya
memfungsikan penggunaan otak kiri (intelektual) saja, sehingga siswa hanya dituntut menghapal
tanpa pemahaman, bekerja seperti robot dan mesin mikanis. Hal yang demikian diperburuk lagi
dengan model atau pendekatan pembelajaran yang dipilih guru hanya menekankan aspek
penyajian materi tanpa menekankan pentingnya nilai-nilai luhur bangsa yang tersirat dalam
matematika. hal lain juga yang kurang mendukung adanya system evaluasi yang tidak
mencerminkan pada aspek moral, afektif dan psikomotorik. Kondisi ini terbukti bahwa ukuran
keberhasilan ditentukan oleh Ujian Nasional (UN) yang hanya mengukur kemampuan
matematika sebagai aspek pengetahuan (kognitif) belaka.
Sesungguhnya belajar matematika tidak hanya ditekankan pada kecerdasan intelektual
saja, akan tetapi juga membutuhkan kecerdasan emosional dan spritual. Perwujudan kondisi
ideal tersebut, tentu akan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang dapat menumbuhkan
kreativitas, imajinasi, estetika, akal budi, dan intuisi, dan kebenaran (M. Masykur dan Abdul
Halim F, 2007: 68). Dalam belajar matematika perlu didukung kemampuan emosional (otak
kanan) dan spiritual (hati), karena kemampuan intelektual (pikir) sangat dipengaruhi kemampuan
1 Makalah disampaikan pada acara OPM di STKIP PGRI Tulungagung pada tanggal 8 Nopember 2014

2 Dosen Pendidikan Matematika di (1) FTIK IAIN Tulungagung, (2) STKIP PGRI Tulungagung

emosional dan spiritual (Abdusysyakir, 2007: 28-29). Untuk mempelajari matematika dengan
baik perlu ada aktivitas menikmati dan merasakan, di samping aktivitas berpikir.
Melalui pola pembelajaran yang memadukan beberapa aspek tersebut diharapkan
terwujudnya peningkatan kualitas pemahaman peserta didik yang tidak hanya pada aspek
pengetahuan (kognitif) saja, akan tetapi juga meningkatkan aspek sikap, emosi dan estetika
terhadap matematika. Untuk menciptakan atmosfir belajar sesuai dengan harapan diatas
diperlukan sosok guru matematika yang mempunyai kompetensi superior atau profesional.
Lantas seperti apa sosok guru yang diharapkan tersebut? Berikut ini akan diuraikan tentang profil
guru matematika yang profesional agar pembelajaran matematika dapat berkualitas.
B. KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Tidak bias disangkal lagi bahwa guru merupakan faktor yang sangat penting atau bahkan
dapat dikatakan faktor kunci dengan peran ganda dalam menentukan kualitas pendidikan, yaitu
sebagai pengajar dan pendidik. Hal ini berarti guru dituntut tidak hanya sebagai pengajar yang
mentransfer sejumlah pengetahuan yang dimiliki kepada siswa, tetapi juga berperan sebagai
sebagai pendidik yang bertugas membimbing dan melatih siswa agar menjadi insan kamil yang
memiliki kecakapan, aktif, kretaif dan mandiri. Tugas yang berat tersebut hanya dapat dilakukan
oleh guru profesional dan memiliki kompetensi tinggi.
1. Kompetensi Guru

Armstrong (2004: 92) menyatakan kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas
individu untuk melaksanakan tugas yang dihubungkan dengan pekerjaannya. Finch &
Crunkilton dalam Mulyasa (2005: 77) menyatakan kompetensi sebagai penguasaan terhadap
suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Senada dengan pendapat diatas Willy Susilo (2002: 6) menyatakan kompetensi (individu)
adalah kombinasi pengetahuan, kemampuan/ketrampilan dan sikap yang dimiliki seorang
sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik untuk saat ini maupun masa yang
akan datang.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas memberikan indikasi bahwa seorang guru yang
berkompeten, tentunya merupakan sosok pribadi yang memiliki kelebihan, keunggulan dibidang
pengetahuan tertentu, unggul dibidang kepribadiannya, memiliki keunggulan dalam ketrampilan
tertentu.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(UUGD) Bab IV Pasal 10 Ayat (1) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa guru mempunyai 4
kompetensi, yaitu (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi pedagogi, (3) kompetensi
professional, dan (4) kompetensi sosial.


Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian

yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakhlak mulia;



Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap perkembangan peserta didik, perancangan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya;


Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkan mampu membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan;



Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat luas.

2. Profesional
Sebagian besar menyatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang profesional. Istilah
guru profesional dalam UUGD sebenarnya lebih sempit dibanding makna profesional itu sendiri.
Profesional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Saat ini
istilah profesional sangat populer dan digunakan hampir untuk setiap pekerjaan (Kidd et al.,
2004: 177 -178). Beberapa ahli mengatakan istilah kompetensi profesional tidak sekedar
kemampuan teknis mengajar dan penguasaan materi tetapi mencakup semua kompetensi lainnya.
Terdapat beberapa istilah yang saling berkaitan, yaitu profesi itu sendiri, profesional,
profesionalisasi dan profesionalisme. Menurut Wadimin (2005: 45) Profesi menunjuk pada suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan. Secara teoritis
profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak disiapkan untuk itu. Profesional
menunjuk pada penampilan seseorang sesuai dengan tuntutan atau bidang pekerjaannya, dan
dapat juga menunjuk pada orangnya. Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan
seseorang profesional (biasanya melalui pendidikan dan latihan yang intensif) sesuai bidang
pekerjaanya, sedangkan profesionalisme menunjuk pada derajat ketrampilan seseorang sebagai
profesional. Profesionalisme juga mengacu pada sikap dan komitmen anggota profesi untuk
bekerja sesuai kode etik profesinya.
Profesi guru menurut UUGD merupakan bidang pekerjaan khusus yang memiliki prinsipprinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat (1), sebagai berikut:

 Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism


Memiliki kualifikasi dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugasnya.



Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.



Mematuhi kode etik profesi.



Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.



Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.




Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara berkelanjutan.



Memperoleh perlindungan hukum dalam rnelaksanakan tugas profesionalnya.



Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.

Dalam menjalankan profesinya guru harus taat dan tunduk pada kode etik guru yaitu
norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru di Indonesia sebagai pedoman sikap dan
perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga
negara (Depdiknas, 2008: 2).
Dengan bekal kompetensi profesional dan menjalankan kode etik yang telah disepakati tersebut
diharapkan dapat ditemukannya sosok guru yang ideal. Kode etik guru tersebut terdiri:
 Guru berbakti membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa

Pancasila.


Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.



Guru berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan.



Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.



Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.




Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.



Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.



Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.



Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.

C. PROFIL GURU MATEMATIKA YANG PROFESIONAL
Agar proses pembelajaran matematika berkualitas, maka diperlukan sosok guru yang

profesional dalam semua aspek, baik keilmuan maupun sikap dan perilaku. Hal ini diharapkan
melahirkan sosok guru ideal sehingga mampu mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi
matematika sebagai pengetahuan maupun sikap sehingga bisa diterapkan dalam kehidupannya
sehari-hari.
Identifikasi tentang sosok guru matematika profesioanl terangkum dalam empat
komponen professional di berbagai aspek: pengetahuan dan pendidikan matematika, perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran, profesi kependidikan matematika, dan stabilitas pribadi.
Identifikasi tersebut merupakan pengalaman penulis dan kajian dari berbagai literatur yang

relevan (Sobel & Maletsky, 2002; Van de Walle, 2008: 1-9, 38 - 62, Appendik B1; dan Marsigit,
2008a,b):
1. Profesional Dalam Bidang Pengetahuan Matematika dan Pendidikan Matematika


Guru menguasai konsep matematika dan hakekat pembelajaran matematika



Guru memahami tentang hakekat perkembangan siswa dan hakekat siswa belajar
matematika




Guru menguasai berbagai teori dan metode pembelajaran matematika

2. Profesional dalam Strategi Pembelajaran Matematika
 Guru mampu mengembangkan Rencana Pembelajaran
 Guru mampu menyiapkan lingkungan belajar dan iklim belajar matematika
 Menguasai dan menerapkan keterampilan dan strategi mengajar
 Mampu menyiapkan dan menggunakan alat bantu pembelajaran matematika
3. Profesional Dalam Meningkatkan Profesi Kependidikan Matematika


Guru menguasai metode, strategi dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran
matematika



menyesuaikan diri dan meningkatkan dengan perkembangan global kependidikan
matematika



Mampu menerapkan dan merefleksikan profesi kependidikan matematika



Guru aktif sebagai anggota profesi pendidikan matematika

Selain beberapa indikator di atas berdasarkan pengalaman dan kajian beberapa literatur
(Toto Tasmara, 2001; Ary Ginanjar Agustian, 2005; Amir Tengku Ramli & Erlin Tri Sulianti,
2006; Amir Tengku Ramli, 2007 (a, b, c) untuk menjadi guru matematika yang profesional perlu
memiliki beberapa kecerdasan emosi dan spiritual dalam hal kepribadian dan keseimbangan diri
atau personal stability dan berusaha penulis rangkum sebagai berikut:
1. Guru perlu mengembangkan mentalitas yang tinggi
 Memiliki visi, penuh tanggungjawab, disiplin dan proaktif terhadap tugasnya.


Memegang teguh nilai-nilai profesi guru matematika dan kode etik profesi guru serta
memegang teguh komitmen sebagai guru.



Memiliki integritas yang tinggi dan citra diri yang positif



Memiliki etos kerja tinggi dan menjauhi ketidakberdayaan



Mempunyai keteguhan idealisme sebagai seorang pendidik.

2. Guru perlu mengembangkan moralitas dirinya
 Mampu mampu memberikan keteladanan sebagai manusia berbudaya beradap, berbudi
pekerti luhur, jujur dan beretika tinggi,


Berjiwa besar menerima kekurangan murid, dan berempati



Mampu mengemban amanah; dipercaya, menghargai dan menghormati orang lain.

3. Guru mengembangkan spiritualitas dirinya
 Mempunyai karakter yaitu teguh pada prinsip-prinsip dan keyakinan sebagai kekuatan
diri, tidak terombang ambing pada situasi apapun,


Sikap tenang, santun, memiliki akhlak mulia, memiliki iman yang kuat,



Menghargai prinsip-prinsip kebenaran, mengekspresikan gagasan dengan berani, diikuti
tenggang rasa dan menghargai gagasan atau perasaan orang lain,



Mampu mengendalikan diri, santun tapi bersikap tegas,



Melakukan proses pengajaran yang menumbuhkan nilai-nilai spiritual dan humanisme
pada jiwa peserta didik.



Mensyukuri segala kenikmatan yang berikan Allah atas profesinya sebagai guru

4. Perhatian terhadap Estetika
Untuk menjadi guru profesional selain memiliki berbagai kemampuan profesional maka
harus mempunyai citra diri yang positif di depan peserta didik dan masyarakat berkaitan dengan
penampilannya, yaitu:
 Kebersihan diri
 Cara Berpakaian
 Mencintai keindahan
D. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, sosok guru matematika yang ideal adalah adalah guru yang
memiliki berbagai macam kompetensi dan kecerdasan yang terpancar jelas dari karakter dan
prilakunya sehari-hari, baik ketika sebagai pendidik, di tengah komunitas profesi, maupun
sebagai anggta masyarakat. Beberapa kecerdasan yang diuraikan di atas dapat dikelompokkan
menjadi empat kecerdasan yang harus dimiliki sosok guru ideal yaitu kecerdasan: intelektual
(otak kiri), emosional (otak kanan), spiritual (hati) dan pancaindera. Oleh karena itu itu sudah
seharusnya sebagai guru berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata
peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Allah. Bila semakin banyak guru ideal
yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-

sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa yang cakap dan memiliki budi
pekerti yang luhur.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdusysyakir, 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN Malang Press.
Amir Tengku Ramli, 2006. Memompa Teknik Pengajaran Menjadi Guru Kaya. Jakarta: Kawan
Pustaka.
_________________, 2007a. Menjadi Guru Kaya. Bekasi: Pustaka Inti.
_________________, 2007b. Menjadi Guru Idola: Mengajar dari Kedalaman Cinta. Bekasi:
Pustaka Inti.
_________________, 2007c. Menjadi Guru Bintang: Mengajar dengan Cahaya Hati. Bekasi:
Pustaka Inti.
Amstrong, M., 2004. Performance Management. Terjemahan. Alih Bahasa: Toni Setiawan.
Yogyakarta: Tugu Publisher.
Ary Ginanjar Agustian, 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
(ESQ). Jakarta: Arga Wijaya Persada.
Depdiknas, 2005. Undang-undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
_________, 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Jakarta:
Kegiatan Peningkatan Penghargaan dan Perlindungan Profesi Pendidik, Direktorat
Profesi Pendidik Departemen Pendidikan Nasional.
Kydd L., Crawford M., Riches C., 2004. Professional Development for Educational
Management. Terjemahan. Alih Bahasa: Ursula Gyani. Jakarta: Grasindo.
Marsigit, 2008a. Guru Matematika Bertaraf Internasional. Artikel dalm Blog. Sumber:
www.pbmmarsigit.blogspot.com. Posting: 21 Desember 2008. Akses: 28 Desember
2008.
Marsigit, 2008b. Indikator Guru Matematika yang Profesional. Artikel dalam Blog. Sumber:
www.pbmmarsigit.blogspot.com. Posting: 26 Desember 2008. Akses: 28 Desember
2008.
Moch Masykur & Abdul Halim Fathani, 2007. Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih
Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Moh Uzer Usman, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mohammad Soleh, 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika Sekolah. Jakarta: Departemen
pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyasa, 2005. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sobel Max A., Maletsky Evan M., 2002. Mengajar Matematika: Sebuah Buku Sumber Alat
Peraga, Aktivitas dan Strategi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa: Suyono. Jakarta: Erlangga.
Toto Tasmara, 2001. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence). Membentuk
Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak. Jakarta: Gema
Insani Press.
Van De Walle John A., 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan
Pengajaran. Jilid 1. Edisi Keenam. Alih Bahasa; Suyono. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wadimin, 2005. ”Profesionalisme Guru”. Artikel dalam Majalah Gerbang Edisi 2 th V – 2005
Willy Susilo, 2002. Audit SDM . Jakarta: PT Vorqistatama Binamega.