ANALISIS KINERJA AUDITOR DARI PERSPEKTIF

ANALISIS KINERJA AUDITOR DARI PERSPEKTIF GENDER PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAKARTA (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta)

Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh SUJATMOKO NIM: 105082002779

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Nama

: Sujatmoko

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/ 17 Januari 1984 Jenis Kelamin

Kewarganegaraan : Indonesia Alamat

: Jl. KH. Aja No. 35 Rt 07/007 Meruya Selatan Kel.

Meruya Selatan Kec. Kembangan

: moko_73ers@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

1. TK Kasih Ananda 1990

2. SDN 01 PG Jakarta Utara Tahun 1996

3. Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur Tahun 2003

4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Ketua, bagian penerimaan tamu Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) Pondok Modern Gontor Ponorogo 2002-2003

2. Perlengkapan, bagian olah raga Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) Pondok Modern Gontor Ponorogo 2003-2004

3. Anggota, Pembinaan Pengembangan, dan Pemberdayaan Anggota komisariat fakultas sains teknologi & ekonomi dan ilmu sosial Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat 2006-2007

4. Sekretaris komisariat fakultas sains teknologi & ekonomi dan ilmu sosial Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat 2007-2008

5. Ketua umum Komisariat fakultas ekonomi dan ilmu sosial Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat 2008-2009

6. Majlis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat (MPK-PK) fakultas ekonomi dan ilmu social 2009-2010

7. Majlis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat (MPK-PK) fakultas ekonomi dan ilmu social 2010-sekarang

LATAR BELAKANG KELUARGA

Ayah

: Yacob S

Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta, 14 Februari 1960 Alamat

: Jl. K. H. Aja No. 35 Rt 07/007 Meruya Selatan Telepon

Tempat & Tgl. Lahir : Cilacap, 15 Februari 1966 Alamat

: Jl. K. H. Aja No. 35 Rt 07/007 Meruya Selatan Telepon

Anak Ke

: 2 dari 2 bersaudara

Analysis Of Auditor Performance In Terms Of Gender In Public Accounting Office In Jakarta

By: Sujatmoko

Abstract

The objective of research is to empirically analyze the deference or performance of among male and female auditors at public accounting firm. The performance is measured using organizational commitment, professional commitment, motivation, career opportunity, and job satisfaction.

Subjects in this research are auditors at public accounting office in DKI Jakarta. Data were collected using survey method. From 125 questionnaires disseminated to all respondent only 90 of the returned questionnaires mere valid for analyses. The test statistic used is the Independent-Sample t Test that processed using SPSS 17.0 software.

The result prove that there is no difference or organizational commitment, professional commitment, motivation, career opportunity, and job satisfaction between male and female auditor’s at public accountant office.

Keywords: organizational commitment, professional commitment, motivation, career opportunity, job satisfaction

Analisis Kinerja Auditor Dari Perspektif Gender Pada kantor Akuntan Publik Di Jakarta

Oleh: Sujatmoko

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan kinerja antara auditor pria dan auditor wanita pada kantor akuntan publik. Kinerja dikelompokan menjadi: Komitmen Organisasional, Komitmen Profesional, Motivasi, Kesempatan Kerja, dan Kepuasan Kerja.

Subyek dari penelitian ini adalah auditor pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta. Pengumpulan data menggunakan metode survey yang didistribusikan melalui kuesioner. Dari 125 kuesioner yang dikirim ke responden hanya 90 kuesioner yang dapat digunakan untuk menganalisis data. Uji statistik yang digunakan adalah Independent-Sample t Test yang diolah dengan menggunakan software SPSS 17.0.

Hasil analisa membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita berdasarkan komitmen organisasi, komitmen profesi, motivasi, kesempatan kerja, dan kepuasan kerja pada kantor akuntan publik.

Kata kunci: Komitmen organisasional, Komitmen profesional, Motivasi, Kesempatan kerja, Kepuasan kerja

KATA PENGANTAR

Bismmillahirrahmanirrahim Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengkaruniakan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Kinerja Auditor Dilihat Dari Segi Gender Pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta tak pula peneliti menghaturkan banyak terimakasih kepada:

1. Keluargaku, Baba dan Ema atas setiap doa, nasehat, omelan, dan kasih sayangnya, kakakku dan dua keponakanku yang lucu-lucu

2. Bpk Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk Prof. Rodoni selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan arahan dan bimbingan.

4. Bpk Afif Sulfa, S.E., Ak, M.Si selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan arahan dan bimbingan.

5. Ibu Rahmawati SE., MM., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Yessi Fitri, S.E., Ak, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mencurahkan dan mengamalkan ilmunya, serta Karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuanya kepada peneliti.

8. Kawan-kawan seperjuangan Ak E 2005, Akuntansi dan Manajemen 2005, 2006, 2007 dan 2008, yang yang telah membantu dan memberikan support selama ini.

9. Serta untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak sekali kekurangan. Dengan segala kerendahan hati peneliti memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan peneliti yang bermanfaat bagi semua.

Wassalamu’allaikum. Wr. Wb

Jakarta, 13 Juni 2011

Sujatmoko 105082002779

DAFTAR TABEL

No. Tabel

Judul Tabel

Halaman

1.1 Kasus, Temuan dan Dampak …………………………..……

2.1 Penelitian Terdahulu ……………………………………...…

3.1 Operasional Variabel Penelitian ……………………..……...

4.1 Data Sampel Penelitian ………...……………………………

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian …………………..………

4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..

4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia …………..

4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ……………………………………………………...

4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir .

4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja …………………………………………………………

68 4.9-1

4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ………………………………...

69 4.9-2

Hasil Uji Validitas Variabel Etika Profesi ...………………...

70 4.9-3

Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi …………

70 4.9-4

Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ………..

Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme ……………….

4.10 Hasil Uji Reliabilitas ………………………………………...

4.11 Hasil Uji Multikolonieritas ………………………………….

4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi …………………………….

4.13 Hasil Uji Statistik t …………………………………………..

4.14 Hasil Uji Statistik F ………………………………………….

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1 Model Peneltian …………………………………..……...

4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ….…..

4.2 Grafik Scatterplot …………………………………….….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tidak dapat dipungkiri, bahwa komposisi jumlah penduduk Indonesia lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Komposisi ini juga tampak pada jurusan akuntansi, jumlah mahasiswa perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mahasiswa laki- laki. Dengan demikian, profesi akuntan dan pemeriksaan akuntansi akan didominasi oleh para calon pekerja perempuan yang mengambil studi pada fakultas ekonomi dalam bidang akuntansi, terlebih Chung dan Monroe (1998) mengemukakan bahwa mahasiswa akuntansi perempuan memiliki kemampuan melebihi mahasiswa laki-laki.

Trap et. al (1989) menyatakan adanya peningkatan yang luar biasa akhir-akhir ini pada jumlah akuntan publik wanita. Namun, isu mengenai pengaruh gender merebak dan meningkat di lingkungan kerja ketika terjadi perubahan komposisi pekerja berdasarkan jenis kelamin di perusahaan, lebih dari itu jenis kelamin dalam lingkup pekerjaan kadang- kadang memberikan diskriminasi perlakuan yang berbeda terhadap hasil kerja atau kinerja.

Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan

Terminologi jenis kelamin dalam ilmu-ilmu sosial, mengacu kepada perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tanpa konotasi- konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis (Mandy Macdonald et al. 1997). Istilah “perilaku gender” adalah perilaku yang tercipta melalui proses pembelajaran, bukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri secara alamiah atau takdir yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia. Jadi, rumusan gender yang ini merujuk kepada perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita yang merupakan bentukan sosial, perbedaan-perbedaan yang tetap muncul meskipun tidak disebabkan oleh perbedaan-perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin. Sebagai contoh, secara umum wanita dianggap lebih pasif daripada pria, sementara pria dianggap lebih dominan. Meningkatnya jumlah wanita yang memasuki dunia kerja dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi manajemen dalam pengelolaan diversitas yang berkaitan tentang gender. Pada sebagian besar organisasi ternyata perbedaan gender masih mempengaruhi kesempatan (opportunity) dan kekuasaan (power) dalam suatu organisasi.

Sejarah perbedaan gender antara pria dan wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan

oleh banyak hal, diantaranya akibat dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial, kultur atau melalui ajaran agama atau negara. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi pria maupun wanita. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana, baik kaum pria maupun wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yakni: marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi dalam pengambilan keputusan, stereotype, dan diskriminasi (Fakih: 1996). Sementara itu menurut Hasibuan (1996) yang dikutip Murtanto dan Marini (2003) menyatakan bahwa meskipun partisipasi perempuan dalam pasar kerja Indonesia meningkat secara signifikan, tetapi masih adanya diskriminasi terhadap wanita yang bekerja tetap menjadi suatu masalah yang besar.

Akuntan wanita mungkin menjadi subyek bias negatif tempat kerja sebagai konsekuensi anggapan akuntan publik dalam profesi stereotype laki-laki. Partisipasi wanita dalam pengambilan keputusan masih sangat lemah di dalam dunia politik, sosial maupun ekonomi. Dua penjelasan efek negatif dari stereotype gender pada akuntan publik wanita adalah situation-centered dan person-centered. Situation-centered merupakan pandangan yang menganggap bahwa penerimaan terhadap budaya kantor akuntan publik merupakan hal yang penting yang dapat menentukan Akuntan wanita mungkin menjadi subyek bias negatif tempat kerja sebagai konsekuensi anggapan akuntan publik dalam profesi stereotype laki-laki. Partisipasi wanita dalam pengambilan keputusan masih sangat lemah di dalam dunia politik, sosial maupun ekonomi. Dua penjelasan efek negatif dari stereotype gender pada akuntan publik wanita adalah situation-centered dan person-centered. Situation-centered merupakan pandangan yang menganggap bahwa penerimaan terhadap budaya kantor akuntan publik merupakan hal yang penting yang dapat menentukan

Bidang akuntansi publik juga merupakan salah satu bidang yang tidak terlepas dari diskriminasi gender. Persamaan hak dalam segala bidang yang tidak terlepas dari diskriminasi gender merupakan hal yang “ilmiah” dan bagian terpadu dari tuntutan sebagian besar aktivitas yang sadar betul tentang masalah gender. Dalam lingkungan pekerjaan apabila terjadi masalah, pegawai pria mungkin akan merasa tertantang untuk menghadapinya dibandingkan untuk menghindarinya. Perilaku pegawai wanita akan lebih cenderung untuk menghindari konsekuensi konflik dibanding perilaku pegawai pria, meskipun dalam banyak situasi wanita lebih banyak melakukan kerjasama dibanding pria, tetapi apabila akan ada resiko yang timbul, pria cenderung lebih banyak membantu dibanding wanita.

Dalam kaitannya dengan akuntansi terdapat pendapat yang berkembang di masyarakat ada tiga, yaitu, pertama bidang akuntansi dan keuangan adalah milik kaum perempuan. Karakteristik psikologis perempuan lebih cocok dalam bidang akuntansi, seperti ketelatenan, ketelitian, kemampuan berhitung, daya ingat, dan ketahanan mental berhadapan dengan uang dan angka-angka, kedua laki-laki lebih superior dalam berbagai bidang dibandingkan dengan perempuan. Dalam segala urusan bisnis maupun keilmuan, laki-laki dipandang lebih mampu

daripada perempuan, ketiga berpendapat bahwa perbedaan kinerja, perilaku, dan pola bekerja antara laki-laki dan perempuan tidak dapat digeneralisasi pada semua laki-laki atau perempuan. Di Indonesia Menteri Pemberdayaan Perempuan merumuskan lima peran wanita: sebagai isteri yang membantu suami, sebagai ibu yang mengasuh anak dan mendidik mereka, sebagai manajer di dalam mengelola rumah tangga, sebagai pekerja di berbagai sektor, dan sebagai anggota organisasi masyarakat. Secara implisit perempuan mempunyai peran ganda bila mempunyai peran publik, yaitu yang dibentuk oleh sistem nilai masyarakat Indonesia pada peran domestik (rumah tangga) dan peran publik itu sendiri, hal ini lebih kepada intensitas jam kerja yang tidak menentu pada bidang-bidang pekerjaan tertentu. Samekto (1999) menemukan bahwa terdapat kesetaraan antara akuntan laki-laki dan perempuan dalam bekerja terutama menyangkut motivasi, komitmen organisasi, komitmen kerja, dan kemampuan kerja. Perbedaan yang ada lebih disebabkan karena masalah faktor-faktor psikologis personal-individu. Jadi tidak terdapat perbedaan dalam kesempatan dan peranan bagi perempuan dan laki-laki dalam bidang akuntansi (I Made Narsa 2006).

Penelitian mengenai perbedaan kinerja laki-laki dan wanita pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur telah dilakukan oleh Sri Trisnaningsih (2003), hasilnya menunjukkan bahwa ada kesetaraan komitmen organisasional, komitmen profesional, motivasi dan kesempatan kerja antara auditor pria dan wanita pada Kantor Akuntan Publik di Jawa

Timur, sedangkan untuk kepuasan kerja menunjukkan adanya perbedaan antara auditor laki-laki dan wanita. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Joseph M. Larkin (1990) mengemukakan bahwa gender mempunyai hubungan yang kuat dengan penilaian kinerja pada kepuasan kerja. Dan penelitian tentang analisis perbedaan kinerja karyawan Kantor Akuntan Publik dilihat dari segi gender di daerah istimewa Yogyakarta juga telah dilakukan oleh Shorea Dwarawati (2005), hasilnya menunjukan bahwa terdapat kesetaraan komitmen profesi, motivasi, dan kepuasan kerja antara auditor pria dan wanita pada kantor akuntan publik di Yogyakarta, sedangkan untuk komitmen organisasi, dan kesempatan kerja menunjukan adanya perbedaan antara auditor pria dan wanita. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan maupun kesetaraan, akibat perilaku gender yang tidak berlaku secara mutlak pada semua indikator. Kenyataan menunjukkan adanya kesetaraan pada beberapa indikator dan terdapat pula adanya perbedaan pada beberapa indikator lainnya. Untuk itu peneliti bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut apakah betul-betul terdapat baik sedikit maupun banyak perbedaan antara kinerja akuntan publik pria dan wanita, atau bahkan tidak terdapat perbedaan sama sekali.

Hasil penelitian inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan penelitian yang berjudul: “Analisis Kinerja

Auditor Dari Perspektif Gender Pada Kantor Akuntan Publik Di

Jakarta”, penelitian ini merupakan studi empiris pada KAP di Jakarta.

Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian yang dilakukan Sri Trisnaningsih pada tahun 2003 dan Shorea Dwarawati 2005. Sri Trisnaningsih melakukan penelitian tentang perbedaan kinerja auditor dilihat dari segi gender dengan responden para akuntan pria dan wanita yang bekerja di kantor akuntan publik di Jawa Timur, sedangkan Shorea Dwarawati melakukan penelitian tentang analisis perbedaan kinerja karyawan Kantor

Akuntan Publik dilihat dari segi gender di daerah istimewa Yogyakarta dengan responden karyawan kantor akuntan publik laki-laki dan wanita.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada: Lokasi, dan waktu penelitian. Perbedaan pertama, Lokasi penelitian yang berbeda, Sri Trisnaningsih melakukan penelitian pada kantor akuntan publik yang berada di Jawa Timur, sedangkan Shorea Dwarawati melakukan penelitian pada kantor akuntan publik yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, peneliti tertarik melakukan penelitian di Jakarta karena jumlah kantor akuntan publik terbanyak saat ini berada di Jakarta dengan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 225 kantor Akuntan Publik dengan persaingan yang cukup ketat, Sedangkan jumlah KAP di Jawa Timur sebanyak 50 dari KAP Jember sebanyak 1, KAP Malang sebanyak

7, dan KAP Surabaya sebanyak 42, sedangkan, jumlah KAP yang berada pada DI Yogyakarta sebanyak 9 KAP. Perbedaan yang kedua, perbedaan waktu penelitian, penelitian ini dilakukan pada tahun 2010, sedangkan Sri Trisnaningsih melakukan penelitian pada kantor akuntan publik yang berada di Jawa Timur pada tahun 2003, dan Shorea Dwarawati melakukan

Yogyakarta pada tahun 2005, seiring bergesernya waktu dari tahun ke tahun fenomena emansipasi di era medernitas saat ini menunjukan kesejajaran perempuan dan laki-laki. Dalam perspektif gender, hal ini mengakibatkan penghapusan ketidaksamaan peran dalam masyarakat, terutama dalam pasar tenaga kerja. Spesifikasi pekerjaan yang baik seharusnya tidak diskriminatif terhadap pelamar mana pun, baik secara langsung maupun tidak langsung, disengaja ataupun tidak. Berlaku juga untuk masalah jenis kelamin dan ras. Pembatasan tersebut memungkinkan hilangnya calon pegawai potensial (Haryani,1995), untuk itu peneliti berpendapat masih sangat relevan untuk mengangkat penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas yang ada pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara auditor pria dan auditor wanita berdasarkan komitmen organisasi, komitmen profesional, motivasi, kesempatan kerja, dan kepuasan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kinerja antara auditor pria dan auditor wanita pada kantor akuntan publik yang berada di Jakarta tahun 2010 berdasarkan gender yang diproksikan ke dalam komitmen organisasi, komitmen profesional, motivasi, kesempatan kerja, dan kepuasan kerja.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi KAP (Kantor Akuntan Publik) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris ada tidaknya perbedaan kinerja antara auditor pria dan auditor wanita pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta, dan diharapkan juga dapat memberikan konstribusi praktis untuk organisasi terutama Kantor Akuntan Publik dalam mengelola sumberdaya manusianya.

2. Bagi Profesi Akuntan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait yang berkaitan dengan rekruitmen pegawai, penilaian kinerja, perencanaan kerja, pendidikan profesi dan penetapan staff. Demi untuk menciptakan lingkungan di dalam profesi akuntan dimana pria maupun wanita dapat berpartisipasi secara penuh di dalamnya tanpa diskriminasi dan prasangka apapun. Karena akuntan 2. Bagi Profesi Akuntan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait yang berkaitan dengan rekruitmen pegawai, penilaian kinerja, perencanaan kerja, pendidikan profesi dan penetapan staff. Demi untuk menciptakan lingkungan di dalam profesi akuntan dimana pria maupun wanita dapat berpartisipasi secara penuh di dalamnya tanpa diskriminasi dan prasangka apapun. Karena akuntan

3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan akuntansi keperilakuan.

BAB II KERANGKA TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Atas Gender

a. Pengertian dan Pandangan Tentang Gender

Mengkonsepsikan gender yang mengandung sifat-sifat yang saling bertentangan berarti bahwa kekuatan juga dipandang sebagai kelemahan wanita. Jika pria bersifat orisinil dan progresif, wanita adalah mekanis (seperti mesin) meskipun prestasinya lebih baik dibandingkan dengan pria.

Menurut Fakih (1999) pengertian gender yang pertama ditemukan dalam kamus adalah: “Penggolongan secara gramatikal terhadap kata-kata dan kata-kata

lain yang berkaitan dengannya yang secara garis besar berhubungan dengan keberadaan dua jenis kelamin atau kenetralan”.

Menurut Uwiyono (2001) yang dikutip Trisnaningsih dan Iswati (2003) mengatakan bahwa kata gender semula hanya digunakan dalam konteks bahasa, diberi arti baru dalam studi wanita akademis. Gender sebagai suatu konsep lebih tepat untuk digunakan dalam membahas pembangunan daripada kata jenis kelamin ataupun pria dan wanita. Konsep gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai arena ketimpangan gender Menurut Uwiyono (2001) yang dikutip Trisnaningsih dan Iswati (2003) mengatakan bahwa kata gender semula hanya digunakan dalam konteks bahasa, diberi arti baru dalam studi wanita akademis. Gender sebagai suatu konsep lebih tepat untuk digunakan dalam membahas pembangunan daripada kata jenis kelamin ataupun pria dan wanita. Konsep gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai arena ketimpangan gender

Berliyanti (2002) menyatakan bahwa terdapat variasi yang signifikan dari orang-orang diantaranya gender, mendapat perhatian dari pimpinan dalam bisnis. Perbedaan gender memiliki implikasi tidak hanya untuk orang-orang dalam bisnis tetapi untuk pendidik, pekerja, dan manajer dalam disiplin ilmu.

Dalam penelitiannya Lehman (1992) yang dikutip Kuntari dan Kusuma (2001) mengatakan bahwa pada awal tahun 1970-an, banyak kantor akuntan yang berusaha menghidari menerima auditor wanita walaupun masih ada yang bersedia merekrut dengan alasan bahwa auditor wanita harus bekerja di lingkungan laki-laki. Dalam hal ini auditor wanita menghadapi berbagai kendala seperti adanya anggapan bahwa klien enggan dilayani oleh akuntan wanita, adanya pembatasan dari manajemen misalnya wanita tidak mungkin ditugasi. Sedangkan di Inggris sekitar tahun 1980-an akuntan wanita menempati angka diantara 35% sampai dengan 50% dari keseluruhan pegawai dalam kantor akuntan.

Statistik resmi yang membandingkan tingkat pendidikan dengan penghasilan yang diperoleh menunjukan bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin kecil jurang perbedaan pendapat antara pria dan wanita. Sementara memperoleh gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama dan mengindikasikan adanya hubungan antara pendidikan dan gaji yang diterima.

Dalam penelitian Allister and Stephen (1989) menjelaskan bahwa pria dan wanita lebih menggambarkan dirinya pribadi sebagai equal mix dari sifat-sifat yang dipertimbangkan. Feminisme (agak tergugah, lemah-lembut, emosional, patuh, sentimental, pengertian, perasaan iba, sensitif, dan ketergantungan). Masculine (dokumen, agresif, pemberani,tegas, otokritik, analisis, kompetitif, dan mandiri). Dan gender neutral (adoptif, bijaksana, tulus hati, teliti atau berhati-hati, kompensional atau biasa atau sesuai dengan yang berlaku, dapat dipercaya, dapat diramalkan, sistematik, dan efisien).

Menurut Shcwartz (1996) yang dikutip Laksmi dan Indriantoro (1999) menjelaskan bahwa bidang akuntan publik merupakan salah satu bidang kerja yang sulit bagi wanita karena intensitas pekerjaannya. Meskipun bidang ini adalah bidang yang sangat potensial terhadap perubahan, dan perubahan tersebut dapat meningkatkan lapangan pekerjaan bagi wanita. Dalam penelitiannya Joy (1992) yang dikutip Laksmi dan Indriantoro

(1999) mengemukakan bahwa jika seorang partner atau manajer selalu mempunyai sebuah masalah dengan akuntan wanitannya, mungkin isu nyata adalah tentang gaya komunikasi orang tersebut. Meskipun sudah sepuluh tahun mempunyai akuntan wanita di dalam kantor akuntan publik, masih menjadi masalah utama di dalam penyelesaian pekerjaannya. Akuntan publik juga sering merasa kesulitan di dalam lingkungan akunting yang mana harus menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga terutama bagi auditor wanita yang telah menikah.

Dalam penelitian Mc Donald et. al (1997) yang dikutip Trisnaningsih dan Iswati (2003) mengungkapkan bahwa pada bidang-bidang ilmu sosial istilah gender diperkenankan untuk mengacu pada perbedaan antara pria dan wanita tanpa konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis. Oleh karena itu pemahaman gender dalam penelitian ini mengacu pada perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita yang merupakan bentukan sosial yang tetap melekat walaupun tidak disebabkan oleh perbedaan-perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin.

Kesetaraan gender di Indonesia juga memiliki eksistensi yang kuat sebagai konsekuensi logis dari ditandatanganinya konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Juli 1980, tentang kesepakatan dalam lapangan pekerjaan serta penggajian antara pria

dan wanita. Dan berikutnya pada tanggal 24 Juli 1984, konvensi ini kemudian diartifikasikan dengan undang-undang No.7 tahun1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan diskriminasi terhadap wanita. Peraturan mengenai perlindungan terhadap diskriminasi kepada para pegawai berdasarkan gender di Indonesia yang diatur dalam undang-undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1997, tentunya juga turut mempengaruhi kesetaraan tersebut. Gender menjadi masalah jika ada salahsatu pihak yang dirugikan atau mengalami ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan dan ini perlu dihilangkan dan menghapuskan nilai-nilai demokratis di dalam pembagian tugas dilihat dari segi gener. Oleh karena itu dalam setiap kegiatan auditor, indikator gender merupakan aspek penting yang perlu dipantau agar pelaksanaan kinerja auditor tidak timpang.

Menurut Betz (1989) yang dikutip Trisnaningsih dan Iswati (2003) menyatakan bahwa melalui pendekatan sosialisasi gender (Gender Socialization Approach) yang menyatakan bahwa pria akan selalu berusaha mencapai keberhasilan yang kompetitif dan lebih cenderung untuk melanggar aturan-aturan yang ada, karena mereka memandang prestasi sebagai suatu persaingan.

b. Efek Gender dalam Akuntan Publik

Faktor gender dapat berpengaruh terhadap kinerja khususnya pada kantor akuntan di Indonesia. Jika hasil penelitian

menunjukan adanya diskriminasi gender, maka harus diwaspadai apakah disebabkan karena faktor internal atau eksternal dari individu yang bersangkutan. Jika faktornya dari dalam akuntan wanita (internal), maka diharapkan mereka dapat lebih meningkatkan profesionalnya sehingga mereka dapat menunjukan kemampuan yang tidak berbeda dengan akuntan pria yang akan menghilangkan keraguan akuntan dalam memberikan tanggung jawab yang lebih tinggi dalam pekerjaan. Akan tetapi, jika diskriminasi disebabkan karena faktor eksternal, seperti keraguan akan kemampuan auditor wanita hendaknya sikap seperti ini dihilangkan saja karena baik auditor pria dan wanita mempunyai kemampuan, hak, dan kewajiban yang sama.

Akuntan memberikan informasi bagi pembuatan keputusan publik. Sebagai professional, akuntan dipercaya untuk menyajikan informasi keuangan, untuk melaksanakan kewajibanya tersebut secara professional, perilaku seorang akuntan harus konsisten dengan ide-ide dan etika yang tertinggi.

Pemeriksaan akuntansi (auditing) adalah pemeriksaan obyektif atas laporan keuangan yang disimpan oleh suatu perseroan, persekutuan atau firma, perusahaan perorangan ataupun badan usaha lainnya. Dengan adanya laporan dari akuntan publik sebagai pihak yang independen, pihak luar (di luar perusahaan yang pertanggungjawabannya diperiksa akuntan publik) seperti pemberi Pemeriksaan akuntansi (auditing) adalah pemeriksaan obyektif atas laporan keuangan yang disimpan oleh suatu perseroan, persekutuan atau firma, perusahaan perorangan ataupun badan usaha lainnya. Dengan adanya laporan dari akuntan publik sebagai pihak yang independen, pihak luar (di luar perusahaan yang pertanggungjawabannya diperiksa akuntan publik) seperti pemberi

Pendekatan structural menyatakan bahwa perbedaan antara pria dan wanita disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan peran lainnya. Sosialisasi awal dipengaruhi oleh imbalan (rewards) dan biaya yang berhubungan dengan peran dalam pekerjaan.

2. Tinjauan Umum Atas Audit

a. Hakekat dan Pengertian Audit

Auditing merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens dan Lobecke, 1993).

American Accounting Association (AAA) dalam Louwers, Ramsay, Sinason dan Strawser (2005) mendefinisikan:

”Auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between the assertions and established criteria and communicating the results to interested users.”

Definisi auditing menurut Badan Pengawas Pasar Modal adalah:

”Pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk menyatakan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau badan telah disajikan dengan wajar. Pemeriksaan akuntan publik atas laporan keuangan sesuai dengan norma pemeriksa akuntan mengenai laporan keuangan tersebut”.

Komite Konsep Audit Dasar (Commitee on Basic Auditing Concepts) (1973) dalam Halim (2003) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Mulyadi (1998) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Dari sudut Profesi Akuntan Publik, Auditing adalah Pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk Dari sudut Profesi Akuntan Publik, Auditing adalah Pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk

Dalam bukunya Elder, Beasley dan Arens (2008) mendefinisikan:

”Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”

Auditing menurut Konrath (2002) dalam Soekriesno Agoes (2004) adalah sebuah proses yang sistematis yang bertujuan untuk mendapatkan dan menilai bukti atas pengakuan tentang kegiatan dan kejadian ekonomis untuk memastikan tingkat kesesuaian antara pengakuan dan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak lain yang berkepentingan.

Menurut Miller dan Bailley dalam Halim (2003):

“An audit is a methodical review and objective examination of an item, including verification of specific information as determined by the auditor or as established by general practice. Generally, the purpose of an audit is to express an opinion on or reach a conclusion about what was audited.”

b. Jenis Auditor

1) Jenis-Jenis Auditor

Menurut Agoes (2004), ada 4 jenis auditor yang paling umum dikenal, yaitu: akuntan publik (auditor eksternal), auditor pemerintahan, auditor pajak, dan auditor internal.

Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor independen bertanggung jawab atas audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan perusahaan besar lainnya.

b) Auditor pemerintah Di Indonesia terdapat beberapa lembaga atau badan yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan negara. Pada tingkatan tertinggi terdapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian terdapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (ItJen) pada departemen-departemen pemerintah.

c) Auditor pajak Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada dibawah departemen keuangan RI, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksana DJP di lapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidik Pajak (Karipka). Karipka mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggung jawab Karipka adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan c) Auditor pajak Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada dibawah departemen keuangan RI, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksana DJP di lapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidik Pajak (Karipka). Karipka mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggung jawab Karipka adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan

d) Auditor Internal Auditor internal bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi pemerintah. Tugas auditor internal bermacam-macam, tergantung pada atasannya.

Seorang auditor internal untuk menjalankan tugas dengan baik harus berada di luar fungsi lini suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari hubungan bawahan-atasan. Auditor internal wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi perusahaan.

c. Tipe Audit

Menurut Messier, Glover dan Prawitt (2006:54) audit dibagi menjadi empat jenis utama, yaitu: audit operasional, audit kepatuhan, audit pengendalian internal, dan audit forensik.

1) Audit Operasional Suatu audit terhadap kegiatan operasi perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis.

2) Audit Kepatuhan Audit yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan dan kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (Manajemen, Dewan Komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, dan lain-lain). Audit bisa dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun bagian internal audit.

3) Audit Pengendalian Internal Audit yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.

4) Audit Forensik Audit yang dilakukan untuk mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud).

d. Akuntansi dan Auditing

Menurut pendidikannya, keahlian dari akuntansi adalah bidang akuntansi dan pemeriksaan keuangan atau auditing. Akuntansi adalah pengetahuan yang berhubungan dengan penyusunan dan penyajian daftar keuangan.

Menurut Regar yang dikutip Harahap (1991) menyatakan definisi akuntansi adalah seni pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran dengan cara yang berarti transaksi yang dinyatakan dengan uang dan menafsirkan hasil.

Menurut Harahap (1991:2) dalam “Auditing kontemporer” mendefinisikan akuntansi sebagai berikut: “Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya adalah

memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang mengenai badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, sebagai dasar dalam memilih diantara beberapa alternative”.

Kebijakan praktik akuntansi meliputi:

1. Kejujuran akuntan pada umumnya dan auditor pada khususnya.

2. Kepedulian terhadap status ekonomi orang lain dalam bentuk pinatalayan dan pertanggungjawaban.

3. Kepekaan terhadap nilai kerjasama dan konflik dengan mendahului konflik dan menghasilkan kerjasama yang ramah melalui penggunaan teknik akuntansi.

Tujuan audit jelasnya adalah pemeriksaan laporan keuangan oleh akuntan yang independen dan berdasarkan pemeriksaannya auditor menyampaikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen dalam bentuk daftar posisi keuangan (Neraca), hasil usaha (Laba), dan daftar perubahan posisi keuangan Tujuan audit jelasnya adalah pemeriksaan laporan keuangan oleh akuntan yang independen dan berdasarkan pemeriksaannya auditor menyampaikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen dalam bentuk daftar posisi keuangan (Neraca), hasil usaha (Laba), dan daftar perubahan posisi keuangan

e. Profesi Akuntan Publik

Ditinjau dari sudut umumnya bila dibandingkan dengan profesi kedokteran, profesi akuntan termasuk muda. Oleh karena itu, masyarakat banyak yang belum mengenal profesi akuntan. Bahkan dunia usaha belum mengenal dengan baik profesi akuntan.

Menurut Harahap (1991:40) mendefinisikan seorang akuntran publik sebagai berikut: “Mereka yang bekerja di bawah atap kantor akuntan publik

terdaftar dengan kegiatan utamanya melakukan pemeriksaan terhadap daftar keuangan yang disajikan oleh manajemen dengan maksud untuk mengeluarkan pendapat atas kewajaran daftar keuangan tersebut”.

Profesi akuntan publik bukan merupakan suatu profesi yang baru untuk masyarakat. Pada saat ini supaya dikatakan profesi, auditor harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat Profesi akuntan publik bukan merupakan suatu profesi yang baru untuk masyarakat. Pada saat ini supaya dikatakan profesi, auditor harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat

Menurut Harahap (1991:23) cirri-ciri profesi adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.

2. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.

3. Berhimpun dalam organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat dan pemerintah.

4. Keahliannya dibutuhkan masyarakat.

5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetrapi didasarkan pada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat (social credibility). Disini perlu dibedakan istilah antara akuntan publik dengan auditor. Akuntan publik adalah akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam Standar Profesi Akuntan Publik, sedangkan auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Menurut Jusuf (1996:10) untuk dapat berpraktek sebagai akuntan publik, diperlukan izin dari Departemen Keuangan dengan syarat:

1. Persyaratan pendidikan. Diperlukan gelar sarjana ekonomi jurusan akuntansi dari fakultas ekonomi universitas negri yang telah mendapat persetujuan dari panitia Ahli Persaman Ijazah Akuntan. Setelah lulus ujian sarjananya, yang bersangkutan harus mendaftarkan diri ke Depertemen Keuangan untuk memperoleh nomor registrasi negara dan sertifikat sebagai akuntan terdaftar.

2. Ujian Negara Akuntansi. Sarjana ekonomi jurusan akuntansi dari perguruan tinggi swasta dan beberapa perguruan negri tertentu, diharuskan untuk mengikuti Ujian Negara Akuntansi (UNA).

3. Persyaratan pengalaman. Untuk memperoleh izin sebagai akuntan publik terdaftar, seorang akuntan terdaftar harus memiliki pengalaman kerja sebagai auditor pada kantor akuntan publik atau BPKP paling sedikit tiga tahun.

f. Kantor Akuntan Publik

Sekarang ini, di Indonesia terdapat empat ratus kantor akuntan publik. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan di Amerika Serikat yang terdapat lebih dari empat puluh lima ribu kantor akuntan publik, ukuran kantor akuntan publik ini berkisar dari yang mempunyai satu orang staf sampai ribuan staf dan patner.

Areens dan Loebbecke (1996) mengategorikan Kantor Akuntan Publik (KAP) menjadi empat yaitu:

a. Empat besar (Big four) Kantor Akuntan Publik Internasional

Ada empat kantor akuntan publik terbesar di Amerika Serikat yang disebut sebagai kantor akuntan publik internasional yang mempunyai julukan “The Big Four” pada mulanya terdapat enam kantor akuntan publik berskala internasional. Akan tetapi pada tahun 1998 menjadi merger antara Pricewater house Coopers, sehingga menjadi “Big Five”. Di dalam tahun 2002 terjadi kasus Enron yang melibatkan Arthur Endersen sebagai kantor akuntan publik. Kasus ini menyebabkan Arthur Endersen dibubarkan dan akhirnya bergabung dengan Ernst & Young International dan yang terakhir bahwa kantor akuntan publik internasional ini menjadi “The Big Four”.

b. Kantor Akuntan Publik Nasional Beberapa kantor akuntan publik lainnya di Amerika Serikat yang dianggap sebagai kantor akuntan publik berukuran nasional karena memiliki cabang-cabang di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Kantor akuntan publik ini memberikan pelayanan yang sama dengan “The Big Four” dan melancarkan persaingan langsung dengan mereka dalam hal menarik klien. Selain itu, mereka memiliki hubungan dengan kantor akuntan publik di luar negri sehingga memiliki juga potensi internasional b. Kantor Akuntan Publik Nasional Beberapa kantor akuntan publik lainnya di Amerika Serikat yang dianggap sebagai kantor akuntan publik berukuran nasional karena memiliki cabang-cabang di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Kantor akuntan publik ini memberikan pelayanan yang sama dengan “The Big Four” dan melancarkan persaingan langsung dengan mereka dalam hal menarik klien. Selain itu, mereka memiliki hubungan dengan kantor akuntan publik di luar negri sehingga memiliki juga potensi internasional

c. Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional Sebagian besar kantor akuntan publik di Indonesia merupakan kantor akuntan publik lokal atau regional dan yang terutama sekali terdapat di pulau jawa masingg-masing beranggotakan lebih dari tiga puluh orang tenaga kerja profesional. Beberapa diantaranya hanya melayani klien di jangkauan wilayahnya, lainnya memiliki beberapa kantor cabang di daerah lain. Kantor akuntan publik inipun bersaing dengan kantor akuntan publik nasional dan internasional. Banyak diantaranya yang berafiliasi dengan organisasi kantor akuntan publik internasional untuk bertukar pandangan dan pengalaman mengenai hal-hal seperti teknis informasi dan pendidikan lanjutan.

d. Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil Dan yang terbanyak di Indonesia adalah kantor akuntan publik yang memiliki kurang dari dua puluh lima orang tenaga kerja professional pada satu kantor akuntan publik. Mereka memberikan jasa audit dan pelayanan yang berhubungan dengannya terutama bagi badan-badan usaha kecil dan organisasi nirlaba, meskipun ada diantaranya yang meliputi satu maupun dua perusahaan go public.

3. Kode Etik Auditor

Aturan-aturan perilaku auditor adalah sebagai berikut:

a. Perilaku Auditor Sesuai dengan Tuntutan Organisasi

1) Audior wajib mentaati segala peraturan dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Memberi contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b) Tidak menyalahgunakan wewenangnya sebagai auditor artinya dalam melaksanakan tugasnya auditor tidak bermaksud untuk memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, namun dimaksudkan bahwa tugas auditor adalah menilai proses kegiatan dan hasil kegiatan pihak yang diperiksanya, apakah pekerjaan yang diperiksa sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak wajar, dan apakah peraturan yang dipakai sebagai acuan tersebut masih dapat digunakan atau tidak serta memberikan rekomendasi dan melakukan pembinaan.

c) Tidak melakukan audit terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan surat perintah tugas.

d) Tidak menerima atau memberi imbalan dalam bentuk apapun kepada atau dari pihak yang secara langsung atau tidak turut menentukan penugasan tersebut.

2) Auditor harus memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada instansi atau unit organisasinya adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi atau kelompok atau golongan.

b) Tidak menolak dan meninggalkan tugas tanpa alasan yang jelas.

c) Tidak menunda-nunda penugasan tanpa alasan yang jelas.

3) Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit antara lain adalah sebagai berikut:

a) Mampu dan bersedia memperaktekan pengetahuan tentang audit untuk menyelesaikan tugas.

b) Mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan penuh minat atau perhatian terhadap pekerjaannya.

c) Mempunyai inisiatif dan kemauan yang keras untuk belajar.

d) Dapat mengembangkan daya imajinasi atau analisis dan kemampuan konseptualnya dalam melaksanakan tugasnya.

e) Mampu dan bersedia menerima kritik atau saran dari pihak lain yang lebih tahu tentang masalah audit.

f) Mampu berkomunikasi secara tertulis maupun lisan dengan baik.

4) Auditor harus memiliki integritas yang tinggi yang dilandasi unsur jujur, berani, bijaksana dan bertanggung jawab adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Jujur yang merupakan perpaduan dari keteguhan watak dalam prinsip moral, tabiat, suka akan kebenaran, tulus hati serta berperasaan halus mengenai etika, keadilan dan kebenaran.

b) Berani dalam arti tidak dapat diintimidasi oleh orang lain dan tidak tunduk karena tekanan yang dilakukan oleh orang lain guna mempengaruhi sikap dan pendapatnya dan memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi berbagai kesulitan.

c) Bijaksana dalam arti mempunyai sikap yang selalu mempertimbangkan permasalahan berikut dampak atau akibat yang akan timbul terhadap kepentingan negara.

d) Bertanggung jawab merupakan sikap yang tidak mengeluh, menyalahkan orang lain atau mengakibatkan kerugian orang lain dan dapat menyelesaikan terhadap tugas yang diberikan sebagaimana mestinya.

5) Auditor dalam melaksanakan tugasnya harus selalu bersikap obyektif, dimana dalam menyatakan hasil audit harus sesuai 5) Auditor dalam melaksanakan tugasnya harus selalu bersikap obyektif, dimana dalam menyatakan hasil audit harus sesuai

a) Dapat mempertahankan kriteria atau kebijakan – kebijakan yang masih relevan atau berlaku.

b) Bersikap tegas dalam mengemukakan hal – hal yang menurut pertimbangan dan keyakinan perlu dilakukan.

c) Tidak dapat diintimidasi serta tidak tunduk karena tekanan orang lain, bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri.

6) Auditor wajib menyimpan rahasia jabatan, negara, rahasia pihak yang diaudit dan hanya dapat mengemukakannya kepada pemerintah dan atau pejabat yang berwenang adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Dokumen tertulis seperti surat menyurat, notulen rapat dan lain – lain.

b) Informasi secara lisan dan atau rekaman – rekaman suara.

c) Saling mengingatkan untuk senantiasa mematuhi kode etik.

b. Perilaku Auditor dalam Interaksi Sesama Auditor

1) Auditor berkewajiban saling memiliki rasa kebersamaan atau kekeluargaan diantara sesama auditor adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Saling berkomunikasi informasi yang dianggap penting mengenai obyek atau pihak yang pernah diauditnya kepada auditor yang lain akan menjalankan tugas terhadap obyek yang sama.

b) Tidak mengatasnamakan sesama auditor untuk tujuan yang bersifat pribadi.

c) Tidak berselisih pendapat dihadapan pihak yang diaudit.

d) Tidak menjelek – jelekkan sesama auditor dihadapan pihak yang diaudit.

e) Tidak mempermalukan sesama auditor dihadapan yang diaudit.

f) Tidak mengadu domba mengenai perilaku sesama auditor.

c. Perilaku Auditor dalam Interaksi dengan Pihak yang Diaudit

1) Setiap auditor harus senantiasa menjaga penampilannya sesuai dengan tugas auditor adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Berpakaian sederhana, sopan, rapi sesuai dengan kelaziman.

b) Gaya bicara yang wajar, tidak berbelit – belit dan menguasai pokok permasalahan.

c) Nada suara yang wajar, sopan dan tidak berkesan emosional.

d) Cara duduk yang sopan.

2) Setiap auditor harus mampu menjalin iteraksi yang yang sehat dengan pihak yang diaudit adalah diantaranya sebagai berikut:

a) Mampu berkomunikasi secara persuasif (tidak represif atau agresif) dengan pihak yang diaudit.

b) Memperlakukan pihak yang diaudit sebagai subyek dan bukan sebagai obyek.