KEBIJAKAN PEMBENTUKAN KECAMATAN ARAMO DI KABUPATEN NIAS SELATAN (STUDI KASUS PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN)

Wirokarya Buulolo

Sekretariat Daerah Kabupaten Nias Selatan - Telukdalam e-mail: wirobuulolo@gmail.com

Abstrak

Fokus dalam penelitian ini adalah evaluasi hasil pelaksanaan kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo di Kabupaten Nias Selatan khususnya berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hasil atau capaian pelaksanaan kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo di Kabupaten Nias Selatan khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan menganalisis faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo di Kabupaten Nias Selatan, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Adapun informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pelaksanaan kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo di Kabupaten Nias Selatan khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan belum optimal. Hal ini terlihat dari aspek efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan dari pembangunan sarana dan prasarana pendidikan.

Kata Kunci: Evaluasi Kebijakan, Pembentukan Kecamatan, Sarana dan Prasarana Pendidikan

The Evaluation of Aramo Subdistrict Establishment Policy in South Nias District (The Study Case is on The Development Aspects of Education Facilities)

Abstract

The focus in this research is the evaluation of the results of the implementation of establishment policy of Aramo subdistrict in South Nias regency particularly regard to the development of educational facilities. While the purpose of this study is to evaluate the results or outcomes of the implementation of establishment policies of Aramo subdistrict in South Nias regency especially with regard to the development of educational facilities and analyze the inhibiting factors in the carrying out the implementation of establishment policy of Aramo District in South Nias regency, especially with regard to the development of educational facilities.This research was conducted using qualitative descriptive research method with a case study approach. The instrument is the researcher's own research with data collection of observation, documentation, and interviews. The sources in this study are determined purposively.The result of this research shows that the results of the implementation policy of Aramo subdistrict formation in South Nias regency especially with the regard to the development of educational facilities is not optimal. This can be seen from the aspect of effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness and appropriateness of the construction of educational facilities.

Keywords: The Evaluation of Policy, Subdistrict Establishment, Education Facilities

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Landasan hukum pembentukan kecamatan

A. LATAR BELAKANG

Tahun 2000 Tentang Pedoman Pembentukan di wilayah Kabupaten Nias Selatan adalah Kecamatan.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang Perlu dijelaskan bahwa kebijakan telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 32

Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Selatan Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal

tentang pembentukan kecamatan baru di 126 menyatakan Kecamatan dibentuk di wilayah

wilayah Kabupaten Nias Selatan dituangkan kabupaten kota dengan Perda, berpedoman

dalam Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan pada Peraturan Pemerintah. Sedangkan syarat

Nomor 12 Tahun 2008 yang terdiri dari sepuluh dan ketentuan pembentukannya mengacu pada

kecamatan yaitu Kecamatan Susua, Kecamatan

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Maniamolo, Kecamatan Hilimegai, Kecamatan Toma, Kecamatan Mazino, Kecamatan Umbunasi, Kecamatan Aramo, Kecamatan Pulau-Pulau Baru Timur, Kecamatan Mazo dan Kecamatan Fanayama. Berkaitan dengan hal tersebut, alasan memilih dan menetapkan Kecamatan Aramo menjadi fokus dalam penelitian ini karena beberapa hal diantaranya adalah karakteristik topografi Kecamatan Aramo yang berada di pegunungan, berbukit dan daerah terisolir, karena kondisi ini menurut hemat penulis sedikit banyaknya sudah mewakili kecamatan lainnya karena pada umumnya kecamatan-kecamatan baru tersebut memiliki karakteristik topografi yang hampir sama dengan Kecamatan Aramo. Selain itu jarak dari ibukota kabupaten ke ibukota kecamatan menjadi bahan pertimbangan khusus, karena tidak tertutup kemungkinan pembangunan yang terjadi di wilayah kecamatan yang memiliki jarak yang dekat dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan, seperti Kecamatan Toma dan Kecamatan Fanayama yang hanya berjarak 10 km dan 12 km, bukan merupakan hasil ataupun dampak nyata dari kebijakan pembentukan Kecamatan tersebut, tetapi akibat ataupun efek dari pembangunan yang terjadi di pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan. Berdasarkan hal tersebut maka Kecamatan Aramo yang memiliki jarak cukup jauh yaitu 51 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan, menurut hemat penulis pembangunan ataupun perubahan yang terjadi di wilayah ini dapat dikatakan sebagai dampak atau hasil nyata dari kebijakan Pembentukan Kecamatan Aramo.

Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 12 Tahun 2008, dijelaskan bahwa dasar pertimbangan pembentukan kecamatan di wilayah Kabupaten Nias Selatan adalah pertama, untuk mendorong dan mempercepat pembangunan di Kabupaten Nias Selatan pada umumnya dan Kecamatan pada khususnya serta dengan adanya aspirasi masyarakat yang menginginkan pemekaran kecamatan dan kedua dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. Makna yang terkandung dalam peraturan daerah tersebut, menunjukkan bahwa kebijakan pembentukan kecamatan di wilayah Kabupaten Nias Selatan merupakan hal yang mendesak dan prioritas, karena di satu sisi merupakan tuntutan masyarakat terhadap Pemerintah Daerah, sedangkan di sisi lain berkaitan dengan tujuan utama Otonomi Daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah otonom.

Kecamatan Aramo merupakan hasil pemekaran Kecamatan Amandraya (kecamatan induk) yang keberadaannya sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan, yang terdiri dari empat desa yaitu; Desa Hilitotao, Desa Hiliorodua, Desa Sisobambowo dan Desa Hiliamozula. Alasan pembentukan kecamatan baru ini adalah karena kecamatan Amandraya (kecamatan induk) memiliki wilayah yang cukup luas sehingga banyak desa-desa yang letak geografisnya jauh dari ibu kota kecamatan tidak tersentuh pembangunan maupun pelayanan yang dilakukan oleh pemerintahan kecamatan.

Selain alasan normatif sebagaimana dijelaskan diatas, tidak tertutup kemungkinan terdapat juga alasan-alasan politis yang mendasari pembentukan kecamatan baru ini, misalnya dengan terbentuknya sebuah kecamatan baru, maka tentu saja daerah pemilihan (dapil) khususnya dalam pemilihan anggota DPRD menjadi bertambah, sehingga peluang untuk terpilih menjadi wakil- wakil rakyat semakin besar, khususnya bagi masyarakat yang berada di wilayah kecamatan baru tersebut. Disamping itu dengan adanya pemekaran kecamatan di wilayah Kabupaten Nias Selatan, akan membuka peluang dibentuknya suatu kabupaten/kota (daerah otonomi baru) di masa yang akan datang, karena salah satu syarat pembentukan suatu kabupaten/kota yaitu harus memenuhi syarat fisik kewilayahan yaitu meliputi cakupan wilayah, di antaranya adalah jumlah kecamatan yang harus dipenuhi dalam membentuk suatu kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Apapun alasan-alasan yang mendasari pembentukan Kecamatan Aramo ini pada dasarnya adalah merupakan upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan hal ini dapat tercapai apabila disertai dengan kemauan politik (political will) para penyelenggara pemerintahan di tingkat daerah, sehingga kebijakan yang telah ditetapkan dapat terlaksana dan mencapai tujuan sebagaimana yang dikehendaki.

Dengan dibentuknya Kecamatan Aramo, maka langkah selanjutnya adalah membenahi kecamatan baru ini melalui berbagai kegiatan dan program pembangunan sehingga dapat memberi perubahan pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di wilayah ini. Pembangunan sarana dan prasarana dasar

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Jurnal 3

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

seperti puskesmas, sekolah, pasar, jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya merupakan hal yang mutlak dilakukan. Bila hal ini tidak menjadi prioritas baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan, maka dapat dipastikan apa yang menjadi tujuan kebijakan pembentukan kecamatan ini tidak akan tercapai dan ada kemungkinan kecamatan yang baru dibentuk tersebut akan semakin terisolir.Melalui pembentukan Kecamatan Aramo ini diharapkan rentang kendali pemerintah akan menjadi lebih kecil dan institusi pelayanan menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Selain itu akan mendorong dan mempercepat pembangunan khususnya pembangunan sarana dan prasarana dasar seperti infrastruktur jalan, sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan, sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah ini.

Gambaran di atas adalah kondisi ideal yang diharapkan baik oleh pembuat kebijakan maupun sasaran kebijakan, namun tidak tertutup kemungkinan apa yang diharapkan ataupun yang diingin-kan adakalanya tidak sesuai dengan kondisi nyata atau keadaan yang sebenarnya di lapangan. Hal ini dapat saja terjadi karena adanya berbagai masalah atau hambatan di antaranya; perencanaan yang tidak tepat, pelaksanaan kebijakan yang tidak disertai dan didukung oleh sumberdaya yang memadai, evaluasi kebijakan yang dilakukan tidak didukung oleh data yang valid, ataupun evaluasi yang dilakukan hanya bersifat formalitas, yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan akan laporan tentang hasil evaluasi kebijakan yang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun pemerintah daerah.

Kecamatan Aramo sudah hampir enam tahun terbentuk, namun berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber yang bisa dipercaya, mengindikasikan belum efektifnya pelaksanaan kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo di Kabupaten Nias Selatan, hal tersebut dapat dicermati dari fenomena-fenomena sebagaimana dijelaskan berikut ini:

1. Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias Selatan Tahun 2013 menggambarkan bahwa di wilayah Kecamatan Aramo terdapat tiga buah SMP. Namun dari salah seorang warga masyarakat Desa Hiliorodua yaitu Bapak Epi Laia (wawancara tanggal 17 September 2014) diperoleh informasi bahwa sarana dan prasarana pendidikan tersebut hanya dalam bentuk gedung sekolah, ruang kelas

dan tidak didukung oleh sarana maupun prasarana pendidikan yang memadai. Salah satu contoh adalah SMP Negeri 1 Aramo yang terletak di Desa Hiliorodua. Sekolah ini sama sekali tidak memiliki sarana yang mendukung aktivitas pendidikan seperti ruang perpustakaan, buku-buku pelajaran sekolah yang memadai, jamban, air bersih, alat peraga pendidikan, dan yang lainnya. Mencermati informasi ini maka ada indikasi bahwa pembangunan sarana dan prasarana pendidikan ini terkesan asal jadi tanpa memperhitungkan kegunaan dan kemanfaatannya. Padahal dalam Permen-diknas Nomor 24 Tahun 2007, secara jelas dinyatakan bahwa sebuah SMP/Mts sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut; ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang guru, ruang pimpinan, ruang tata usaha, ruang konseling, ruang UKS, jamban, dll. Adapun jumlah sekolah setingkat SMTP di wilayah Kecamatan Aramo berdasarkan data dari badan pusat statistik dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Jumlah Sekolah Menengah Tingkat Pertama,Jumlah Siswa dan Jumlah Guru di Kecamatan Aramo Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2012/2013

No SMTP Jumlah Jumlah Siswa Jumlah Guru

27 Sumber: Nias Selatan dalam Angka 2013 (data diolah).

2. Informasi dari salah seorang tokoh masyarakat desa Hiliorodua yang juga sebagai fasilitator Kecamatan Aramo yaitu Bapak Serius Laia (wawancara tanggal 12 Juli 2014) menjelaskan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah Kecamatan Aramo masih belum merata dan hanya terpusat di ibukota kecamatan saja. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan gedung ataupun ruangan kelas di SMKN1 Aramo yang terletak di Desa Hiliorodua. SMKN1 Aramo ini meliki 5 ruangan yang sudah siap pakai dan masih ada 4 ruangan lagi yang pembangunannya dalam proses penyelesaian, sementara di desa lainnya yaitu di Desa Hiliamozula, memang ada sekolah SMKN disana yaitu SMKN2 Aramo, namun sekolah ini belum memiliki 2. Informasi dari salah seorang tokoh masyarakat desa Hiliorodua yang juga sebagai fasilitator Kecamatan Aramo yaitu Bapak Serius Laia (wawancara tanggal 12 Juli 2014) menjelaskan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah Kecamatan Aramo masih belum merata dan hanya terpusat di ibukota kecamatan saja. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan gedung ataupun ruangan kelas di SMKN1 Aramo yang terletak di Desa Hiliorodua. SMKN1 Aramo ini meliki 5 ruangan yang sudah siap pakai dan masih ada 4 ruangan lagi yang pembangunannya dalam proses penyelesaian, sementara di desa lainnya yaitu di Desa Hiliamozula, memang ada sekolah SMKN disana yaitu SMKN2 Aramo, namun sekolah ini belum memiliki

dari keadaan sebelumnya. Dalam ruang menumpang ataupun mempergunakan

lingkup pembangunan daerah, Todaro fasilitas yang ada di SMPN2 Aramo.

(Kuncoro, 2004:63) menyatakan bahwa dalam

3. Masih informasi dari sumber yang sama pembangunan suatu daerah haruslah mencakup menjelaskan bahwa akibat dari kurang

tiga inti nilai yaitu:

memadainya sarana dan prasarana

a. Ketahanan (sustenance); kemampuan pendidikan serta dukungan tenaga

untuk memenuhi kebutuhan pokok pendidik atau guru yang memiliki

(sandang, pangan, papan, kesehatan, dan kompetensi, maka ada kecenderungan

proteksi) untuk mempertahankan hidup. masyarakat di daerah ini menyekolahkan

b. Harga diri (self esteem); pembangunan anaknya di ibukota kabupaten ataupun

haruslah memanusiakan orang. Dalam arti di kecamatan lainnya walaupun harus

luas pembangunan suatu daerah haruslah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

meningkatkan kebanggaan sebagai Fakta ini menunjukkan ketidakpuasan

manusia yang berada di daerah itu. masyarakat terkait pembangunan sarana

c. Freedom from servitude; kebebasan bagi dan prasarana pendidikan di wilayah

setiap individu suatu Negara untuk Kecamatan Aramo.

berpikir, berkembang, berperilaku, dan

4. Berdasarkan data yang diperoleh dari berusaha untuk berpartisipasi dalam Detik news bahwa di Kecamatan Aramo

pembangunan.

masih terdapat bangunan Sekolah Dasar Dari pemahaman diatas maka dapat yang tidak layak untuk pelaksanaan proses

di katakan bahwa pembangunan daerah belajar mengajar. Bangunan sekolah ini

merupakan proses perubahan sosial beralaskan tanah, berdinding kayu dan

yang berlangsung secara terus-menerus, tiang-tiang bambu dan setengah terbuka.

dilakukan secara terencana, menyeluruh dan Selanjutnya dijelaskan bahwa sekolah

berkesinambungan sehingga peningkatan dasar ini bernama SD Negeri Balohao yang

kesejahteraan masyarakat di daerah dapat terletak di Desa Balohao Kecamatan Aramo

tercapai.

Kabupaten Nias Selatan dan sekolah ini Upaya untuk mewujudkan pembangunan didirikan pada tahun 2010.

yang berhasil guna bagi masyarakat, maka Berdasarkan fenomena-fenomena sebagai-

dibutuhkan pengelolaan yang baik, terencana mana dijelaskan mengindikasikan bahwa salah

dan akuntabel. Oleh karenanya manajemen satu tujuan dari pembentukan Kecamatan

pembangunan daerah adalah konsep penting Aramo yaitu mendorong dan mempercepat

untuk dijelaskan. Terry (Hasibuan, 2008: 3) pembangunan di wilayah Kecamatan Aramo

menyatakan bahwa:

belum tercapai secara optimal. “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling

B. LANDASAN TEORITIS

performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other

1. Manajemen dan Perencanaan Pem­

resources”. (manajemen adalah suatu proses

bangunan Daerah

yang khas terdiri dari tindakan-tindakan Sudriamunawar (2002: 17) mengemukakan

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, bahwa pembangunan adalah:

dan pengendalian yang dilakukan untuk “Merupakan suatu konsep perubahan sosial yang

menentukan serta mencapai sasaran-sasaran berlangsung secara terus menerus menuju kearah

yang telah ditentukan melalui pemanfaatan perkembangan dan kemajuan dan memerlukan

sumberdaya manusia dan sumber-sumber masukan-masukan yang menyeluruh dan

lainnya).

berkesinambungan dan merupakan usaha-usaha Dari pengertian manajemen diatas yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat

maka dapat disimpulkan bahwa manajemen untuk mencapai tujuan Negara”.

pembangunan daerah adalah suatu proses yang Dari definisi di atas maka dapat di­

terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, asumsikan bahwa pembangunan adalah suatu

pengorganisasian, pengarahan dan proses perubahan sosial yang berlangsung

pengendalian yang ditujukan untuk mencapai secara terus-menerus kearah perkembangan

tujuan dan sasaran pembangunan daerah

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

terpadu sehingga tercapainya peningkatan mengatakan bahwa manajemen pembangunan

kesejahteraan masyarakat di daerah.Perencanaan adalah manajemen publik.

pembangunan daerah pada hakekatnya memiliki Mencermati fungsi-fungsi manajemen

tujuan-tujuan tertentu, sebagaimana dijelaskan pembangunan daerah maka dapat disimpulkan

oleh Solihin (2008: 291) yang menyatakan bahwa bahwa manajemen pembangunan daerah

tujuan praktis perencanaan pembangunan merupakan suatu siklus yang terdiri dari

adalah sebagai berikut:

rangkaian kegiatan yang dimulai dari

a. Menghasilkan dokumen perencanaan yang perencanaan, pengerahan sumber daya,

akan berfungsi sebagai alat koordinasi bagi partisipasi masyarakat, penganggaran,

semua pihak/pelaku (stake-holders). pelaksana an pembangunan, koordinasi, b. Membuat pedoman atau arahan dan strategi

pemantauan dan evaluasi serta pengawasan, bagi pelaksanaan pembangunan untuk yang pada hakekatnya merupakan upaya

mencapai harapan dan tujuan pembangunan. sistematis, terencana dan dilakukan secara terus-

c. Mengawasi dan mengendalikan pelaksana- menerus sehingga dapat mendorong terjadinya

an pembangunan melalui monitoring dan perubahan sosial pada masyarakat di daerah

evaluasi.

(otonom) menuju kearah yang lebih baik.

d. Memberikan umpan balik dan rekomendasi Perencanaan pembangunan merupakan

bagi perencanaan selanjutnya. fungsi utama dari manajemen pembangunan

daerah. Dengan perencanaan yang baik, kegiatan Dari uraian diatas dapat disimpulkan pembangunan dapat dirumuskan secara efisien

bahwa perencanaan pembangunan daerah dan efektif dengan hasil yang optimal. Riyadi

memiliki peranan yang sangat penting dan dan Bratakusumah (2005:7) mengartikan

merupakan fungsi utama dari manajemen perencanaan pembangunan daerah sebagai:

pembangunan daerah, karena selain berfungsi “Suatu proses perencanaan pembangunan yang

sebagai alat koordinasi juga merupakan dimaksudkan untuk melakukan perubahan pedoman dan strategi dalam mengendalikan,

menuju arah perkembangan yang lebih baik melaksanakan dan mengevaluasi berbagai bagi suatu komunitas rakyat, pemerintah dan

program pembangunan. Untuk mengukur lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan

keberhasilan dan capaian pembangunan di memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai

suatu daerah dapat dilihat dari seberapa besar sumber daya yang ada, dan harus memiliki

perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun, orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap,

berdasarkan prioritas pembangunan yang telah tapi tetap berpegang pada azas prioritas”.

ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Sedangkan Indra Bastian (2006:2),

Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan mengatakan bahwa perencanaan pembangunan

pedoman dan strategi dalam pelaksanaan daerah dapat didefinisikan sebagai:

pembangunan yang dimanifestasikan dalam “Sebuah proses pengambilan keputusan

bentuk kebijakan publik.

mengenai kebijakan dan program pembangunan

2. Evaluasi Kebijakan

daerah oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilakukan secara

Dunn (Wibawa, dkk. 2000:608) memberikan terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan

arti pada istilah evaluasi bahwa: kesejahteraan masyarakat di daerah yang

“Istilah evaluasi mempunyai arti yang bersangkutan dengan memanfaatkan dan

berhubungan, masing-masing menunjuk memperhitungkan kemampuan sumberdaya,

pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,

hasil kebijakan dan program. Secara umum serta memperhatikan perkembangan dunia

istilah evaluasi dapat disamakan dengan global”.

penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), Dari beberapa pengertian diatas maka

dan penilaian (assestment), kata-kata yang dapat disimpulkan bahwa perencanaan pem-

menyatakan usaha untuk menganalisis hasil bangunan daerah adalah proses pengambilan

kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam keputusan melalui penetapan kebijakan

arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dan program pembangunan daerah yang

dengan produksi informasi mengenai nilai, atau menjadi prioritas dengan melibatkan pelbagai

manfaat hasil kebijakan”

pelaku (aktor) yang terdiri dari pemerintah,

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

Selanjutnya Indiahono (2009: 145) evaluasi mengungkapkan seberapa jauh menyatakan bahwa evaluasi kebijakan publik

tujuan-tujuan tertentu telah dicapai. adalah:

b. Evaluasi memberi sumbangan pada “Menilai keberhasilan/kegagalan kebijakan

klarifikasi dan kritik terhadap nilai­ berdasarkan indikator-indikator yang telah

nilai yang mendasari pemilihan tujuan ditentukan. Indikator-indikator untuk meng-

dan target. Nilai diperjelas dengan evaluasi kebijakan biasanya menunjuk pada

mendefinisikan dan mengoperasikan dua aspek yaitu aspek proses dan hasil”.

tujuan dan target. Nilai juga dikritik Berdasarkan pengertian diatas maka

dengan menanyakan secara sistematis dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan kepantasan tujuan dan target dalam

adalah suatu kegiatan yang dilakukan melalui hubungan dengan masalah yang dituju. kajian sistematis, dengan tujuan memberi

c. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi penilaian, menjelaskan dan mempelajari seluruh

metode analisis kebijakan lainnya, termasuk proses kebijakan sehingga diperoleh informasi

perumusan masalah dan rekomendasi. berkenaan dengan perumusan, proses, hasil, nilai,

Informasi tentang tidak memadainya kinerja manfaat dan akibat-akibat (dampak) kebijakan.

kebijakan dapat memberi sumbangan pada Dunn (Wibawa, dkk. 2000: 609-611) menyatakan

perumusan ulang masalah kebijakan. bahwa evaluasi memainkan sejumlah fungsi

utama dalam analisis kebijakan yaitu; Finsterbusch dan Motz (Subarsono, 2013:130)

a. Evaluasi memberi informasi yang valid menyatakan bahwa ada beberapa metode evaluasi dan dapat dipercaya mengenai kinerja

kebijakan yakni; single program after-only, single kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan,

program before-after, comparative after-only dan nilai dan kesempatan telah dapat dicapai

comparative before–after. Untuk lebih jelasnya dapat melalui tindakan publik. Dalam hal ini,

dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Metodologi untuk Evaluasi Kebijakan

Pengukuran Kelompok

Jenis Evaluasi

Kondisi

Informasi yang diperoleh

Keadaan kelompok sasaran single program before-after

single program after-only

Tidak

ya

Tidak ada

Perubahan kelompok sasaran comparative after-only

Ya

Ya

Tidak ada

Keadaan sasaran dan kelompok control Efek program terhadap sasaran dan

comparative before–after

kelompok kontrol Sumber: Finsterbusch dan Motz (Subarsono, 2013:130)

Penjelasan untuk masing-masing metode bandingkannya dengan kondisi kelompok evaluasi kebijakan tersebut diatas dapat

pembanding.

diuraikan sebagai berikut;

d. Comparative before-after. Yaitu metode

a. Single program after-only, yaitu metode evaluasi kebijakan yang dilakukan dengan evaluasi kebijakan yang dilakukan hanya

kondisi kelompok untuk mengidentifikasi kondisi kelompok

mengidentifikasi

sasaran dan kelompok pembanding sasaran pada saat kebijakan selesai dilakukan.

sebelum dan sesudah implementasi.

b. Single program before-after , yaitu metode Dunn (Wibawa, dkk. 2000:610) menyatakan evaluasi kebijakan yang dilakukan dengan

bahwa dalam menghasilkan informasi mengenai membandingkan kondisi sebelum dan

kinerja kebijakan, analis menggunakan tipe sesudah dari kelompok sasaran tanpa

kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil menggunakan kelompok pembanding.

kebijakan. Kriteria untuk evaluasi diterapkan

c. Comparative after-only, yaitu metode secara retrospektif (ex post). Adapun kriteria evaluasi kebijakan yang dilakukan dengan

kebijakan menurut Dunn dapat dilihat dalam mengidentifikasi

kondisi

kelompok

tabel berikut

sasaran setelah implementasi dan mem-

Jurnal Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Tabel 3. Kriteria Evaluasi Kebijakan

Tipe Kriteria

Pertanyaan

Ilustrasi

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? Unit Pelayanan Efisiensi

Seberapa banyak usaha diper-lukan untuk mencapai Unit Biaya, Manfaat bersih. Rasio hasil yang diinginkan?

cost­benefit.

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan Biaya tetap efek-tivitas tetap memecahkan masalah? Perataan

Apakah biaya manfaat didistri-busikan dengan Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor- merata kepada kelompok yang berbeda?

Hicks, Kriteria Rawls Responsivitas

Apakah hasil kebijakan memu-askan kebutuhan, Konsistensi dengan survey preferensi, atau nilai kelompok tertentu?

warganegara

Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar Program publik harus merata dan berguna atau bernilai?

efisien

Sumber: William N. Dunn ( Wibawa, dkk. 2000:610)

Jumlah hasil yang bisa dikeluarkan, dalam kriteria evaluasi kebijakan sebagaimana

Untuk memberi pemahaman tentang

arti hasil tersebut berupa kuantitas atau digambarkan pada tabel diatas maka setiap

bentuk fisik dari organisasi, program atau kriteria dan indikator pengukurannya akan

kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dijelaskan berikut ini.

dari perbandingan (rasio) antara masukan dengan keluaran, usaha dengan hasil,

a. Efektivitas

prosentase percapaian program kerja, dan Efektivitas berasal dari kata efektif

sebagainya.

yang mengandung pengertian dicapainya

2) Tingkat kepuasan yang diperoleh. Artinya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang

ukuran dalam efektivitas ini bisa kuantitatif telah ditetapkan.Sigit (2003:2) mendefinisikan

dan kualitatif.

3) Produk kreatif, artinya penciptaan “Ukuran sejauhmana tujuan (pemerintah)

efektivitas sebagai:

hubungan yang kondusif dengan dunia dapat dicapai. Kalau seseorang melakukan

kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan perbuatan dengan maksud tertentu yang memang

kreativitas.

dikehendaki, maka orang itu dikatakan efektif

4) Intensitas yang akan dicapai, artinya kalau menimbulkan akibat sebagaimana yang

memiliki ketaatan yang tinggi dan rasa dikehendakinya. Jadi, jika pemerintah tidak

memiliki dengan kadar yang tinggi. mampu mencapai tujuannya maka pemerintah

tersebut dapat dikatakan tidak efektif”. Berdasarkan uraian di atas, dapat Dalam konteks kebijakan publik, Dunn

disimpulkan bahwa ukuran daripada efektivitas (Wibawa, dkk. 2000: 429) menyatakan bahwa:

diharuskan adanya suatu perbandingan antara “Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan

masukan dan keluaran, mesti adanya tingkat apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat)

kepuasan dan adanya penciptaan hubungan yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari

kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi. diadakannya tindakan”.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan Berdasarkan pengertian yang diuraikan

di atas, maka ukuran efektivitas merupakan di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas

suatu standar akan terpenuhinya mengenai adalah pengukuran keberhasilan suatu

sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain organisasi atau kebijakan yang didasarkan

itu, menunjukan pada tingkat sejauhmana pada aturan atau tatacara menurut ketentuan

organisasi, program/kegiatan melaksanakan yang berlaku, dalam arti indikator yang akan

fungsi-fungsinya secara optimal. digunakan dalam mengukur efektivitas tersebut

b. Efisiensi

didasarkan pada indikator yang telah ditetapkan sehingga menggambarkan keberhasilan ataupun

Sigit (2003:3) memberikan pengertian kegagalan organisasi atau suatu kebijakan.

efisiensi adalah sebagai berikut: David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton

“Pengorbanan untuk mencapai tujuan, semakin L. Ballachey (Danim, 2004: 119) menyebutkan

kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, ukuran efektivitas, sebagai berikut;

maka dikatakan semakin efisien, sebaliknya

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

1) Masalah Tipe I. Masalah dalam tipe ini dikatakan tidak efisien”.

meliputi ongkos tetap dengan efektivitas Lebih lanjut Sigit (2003:3) membedakan

yang berubah. Jadi tujuannya adalah pengertian efektivitas dan efisiensi, efektivitas

memaksimalkan efektivitas pada batas diartikan dengan kena sasaran dan efisiensi

risorsis yang tersedia.

adalah sedikitnya pengorbanan. Berdasarkan

2) Masalah Tipe II. Masalah pada tipe ini pernyataan ini dapat kita telaah dan tentukan

menyangkut efektivitas yang sama dan apakah kita perlu untuk mencapai sasaran

biaya yang berubah. Jika tingkat hasil ataukah sedikit pengorbanan. Namun, pada

yang dihargai sama, tujuannya adalah dasarnya dalam setiap proses kegiatan yang

memaksimalkan biaya.

diutamakan adalah untuk mencapai sasaran

3) Masalah Tipe III . Masalah pada tipe ini daripada sedikit pengorbanan tanpa mencapai

menyangkut biaya yang berubah dan hasil yang diinginkan. Dunn (Wibawa, dkk.

efektivitas yang berubah. Dalam konteks 2000: 429) memberi defenisi efisiensi sebagai

ini kebijakan yang paling memadai adalah berikut:

kebijakan yang dapat memaksimalkan “Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah

rasio efektivitas terhadap biaya. usaha yang diperlukan untuk menghasilkan

4) Masalah Tipe IV. Masalah pada tipe tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi, yang

ini mengandung biaya sama dan juga merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi,

efektivitas tetap. Dalam pengertian adalah merupakan hubungan antara efektivitas

masalah tipe IV ini dapat dikatakan sulit dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari

dipecahkan karena satu-satunya alternatif ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan

kebijakan yang tersedia barangkali adalah melalui perhitungan biaya per unit produk atau

tidak melakukan sesuatupun. layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas

tinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien”. Tipe-tipe masalah sebagaimana dijelaskan diatas memberi pengertian bahwa sebelum

Dari beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa efisiensi adalah suatu produk kebijakan disyahkan dan

dilaksanakan harus ada analisis kesesuaian pemanfaatan sumberdaya secara terukur dan metoda yang akan dilaksanakan terkait sasaran terencana sehingga menghasilkan tingkat

yang akan di capai.

efektivitas yang tinggi, dalam arti apabila pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan

d. Perataan

perancanaan maka dapat dikatakan efisien. Perataan dalam kebijakan publik dapat

c. Kecukupan

dikatakan berhubungan dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh oleh sasaran kebijakan.

Dunn (Wibawa, dkk. 2000:430) memberi Hal ini sesuai dengan pernyataan Dunn penjelasan tentang kriteria kecukupan sebagai (Wibawa, dkk. 2000: 434) yang menyatakan berikut:

bahwa:

“Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan “Kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas dengan rasionalitas legal dan sosial dan memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha yang menumbuhkan adanya masalah”. antara kelompok-kelompok yang berbeda Dari pengertian diatas dapat disimpulkan

dalam masyarakat”.

bahwa kecukupan masih berhubungan dengan Kebijakan yang berorientasi pada perataan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha seberapa jauh alternatif yang ada dapat secara adil didistribusikan. Suatu program memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi, hal mencukupi, namun mungkin saja ditolak ini mengindikasikan kuatnya hubungan antara karena menghasilkan distribusi manfaat dan alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. biaya yang tidak merata. Jadi inti dari perataan Hubungan antara alternatif kebijakan dan adalah keadilan dan kewajaran. hasil yang diharapkan dapat dijelaskan dalam Formulasi dari Rawls berupaya kriteria kecukupan yang berkenaan dengan menyediakan landasan etis terhadap konsep empat tipe masalah, sebagaimana dijelaskan keadilan, tetapi kelemahannya adalah dalam Dunn (Wibawa. dkk. 2000: 430) sebagai berikut: hal penyederhanaan secara berlebihan atau

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

sama”

“Pertanyaan menyangkut perataan, Selanjutnya masih menurut Dunn kewajaran, dan keadilan bersifat politis, dimana

(Wibawa, dkk. 2000: 499) menyatakan bahwa pilihan tersebut dipengaruhi oleh proses

kelayakan (appropriateness) adalah: distribusi dan legitimasi kekuasaan dalam

“Kriteria yang dipakai untuk menseleksi masyarakat. Walaupun teori ekonomi dan filsafat

sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi moral dapat memperbaiki kapasitas kita untuk

dengan menilai apakah hasil dari alternatif menilai secara kritis kriteria kesamaan, kriteria-

yang direkomendasikan tersebut merupakan kriteria tersebut tidak dapat menggantikan

pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan proses politik”.

dihubungkan dengan rasionalitas substantif, kriteria-kriteria ini menyangkut substansi

e. Responsivitas

tujuan bukan cara atau instrumen untuk Responsivitas dalam kebijakan publik

merealisasikan tujuan tersebut. dapat diartikan sebagai respon dari suatu

Kriteria kelayakan biasanya bersifat kegiatan atau aktivitas, yang berarti tanggapan

terbuka, karena setiap definisi kriteria ini sasaran kebijakan atas penerapan suatu

dimaksudkan untuk menjangkau keluar kriteria kebijakan. Menurut William N. Dunn (Wibawa,

yang sudah ada. Oleh karenanya tidak ada dan dkk. 2000:437) menyatakan bahwa:

tidak dapat dibuat definisi baku tentang kriteria “Responsivitas

kelayakan. Cara terbaik yang dapat dilakukan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat

(responsiveness)

berkenaan

hanyalah memperhatikan beberapa contoh memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai

berikut ini, sebagaimana di jelaskan oleh Dunn kelompok-kelompok masyarakat tertentu”.

(Wibawa, dkk. 2000: 438-439): Keberhasilan kebijakan dapat dilihat

1) Keadilan dan Efisiensi. Apakah keadilan melalui tanggapan masyarakat yang

sebagai pendistribusian kembali ke- menanggapi pelaksanaan setelah terlebih

sejahteraan (Rawls) merupakan sebuah dahulu memprediksi pengaruh yang akan

kriteria yang cocok ketika program yang terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan

dirancang untuk mendistribusikan kembali dan juga tanggapan masyarakat setelah dampak

pendapatan kepada masyarakat miskin kebijakan sudah mulai dapat dirasakan.

kurang efisien karena hanya sebagian kecil Tanggapan masyarakat ini berwujud dalam

masyarakat yang menerima? Dalam hal ini dua bentuk yaitu dalam bentuk yang positif

kriteria keadilan perlu dipertanyakan. berupa dukungan dan wujud yang negatif

2) Keadilan dan Keharusan. Apakah keadilan berupa penolakan. Kriteria responsivitas adalah

sebagai kesejahteraan yang paling penting karena analis yang dapat memuaskan

minimum merupakan kriteria yang semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi,

cukup layak manakala seseorang yang kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum

menerima keuntungan tambahan tidak menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok

memperolehnya dengan cara yang syah yang semestinya diuntungkan dari adanya

secara sosial. Dalam hal ini kriteria Pareto suatu kebijakan, sebagaimana dinyatakan oleh

perlu dipertanyakan, manakala orang- Dunn (Wibawa, dkk. 2000:437). Oleh karena

orang yang memperoleh keuntungan itu, kriteria responsivitas merupakan cerminan

(meskipun tidak ada yang dirugikan) nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari

mendapatkannya melalui korupsi, ke- kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria

takutan, diskriminasi dan diperoleh bukan efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan.

dari warisan.

f. Ketepatan

3) Efisiensi,

dan Nilai-Nilai Kemanusiaan. Apakah efisiensi dan keadilan

Keadilan

Ketepatan merujuk pada nilai atau harga merupakan kriteria yang memadai dari tujuan program pada kuatnya asumsi yang ketika cara-cara yang dibutuhkan untuk melandasi tujuan-tujuan dari tersebut. Dunn mencapai masyarakat yang efisien atau adil (Wibawa, dkk. 2000: 438) menyatakan bahwa: bertentangan dengan proses demokratis? “Kriteria ketepatan (appropriateness) secara dekat

berhubungan dengan rasionalitas substantif,

4) Keadilan dan Debat Etika. Apakah keadilan karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan

sebagai keadilan distributif (Rawls) tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu

merupakan kriteria yang cukup layak

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

data, dan menarik kesimpulan sebagaimana Mencermati uraian di atas maka dapat

menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, dikatakan bahwa kriteria ketepatan dapat

2010:247). Analisis data dalam penelitian ini digantikan oleh indikator keberhasilan kebijakan

dilakukan dengan cara menggambarkan, lainnya (seandainya ada), hal ini dapat terjadi

menjelaskan dan menguraikan secara apabila prediksi hasil maupun dampak dari

mendalam dan sistematis tentang keadaan suatu kebijakan tidak tepat atau belum mampu

sebenarnya. Kemudian didasarkan pemikiran diprediksi sebelumnya, sehingga dimungkinkan

logis memberi argumentasi dan interpretasi alternatif lain yang dipandang lebih baik dan

data serta penilaian secara prosentase kemudian layak dapat menggantikan kriteria tersebut.

ditarik kesimpulan, sehingga dapat diperoleh suatu jawaban dari pertanyaan penelitian yang

C. METODE

ditetapkan.

Berdasarkan tujuan penelitian yang

D. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

ditetapkan pada bab satu yaitu untuk menganalisis hasil atau capaian pelaksanaan

Kebijakan pembentukan kecamatan di kebijakan pembentukan Kecamatan wilayah Kabupaten Nias Selatan dituangkan Aramo di Kabupaten Nias Selatan pada

dalam Peraturan Daerah Kabupaten Nias Selatan aspek pembangunan sarana dan prasarana

Nomor 12 Tahun 2008, adapun kecamatan pendidikan, dan juga untuk menganalisis

yang dibentuk tersebut adalah; Kecamatan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan Susua, Maniamolo, Hilimegai, Toma, Mazino,

kebijakan tersebut, maka penulis beranggapan Umbunasi, Aramo, Pulau-Pulau Batu Timur, pendekatan yang relevan untuk mengkaji

Mazo dan Kecamatan Fanayama. Pada aspek-aspek tersebut adalah metode penelitian

umumnya wilayah kecamatan baru tersebut deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini

belum tersentuh pembangunan dan dapat pendekatan digunakan adalah studi kasus

dikatakan daerah terisolir, sehingga melalui (case study) . Penggunaan pendekatan case study

kebijakan pembentukan kecamatan tersebut di dalam penelitian ini disebabkan karena

diharapkan rentang kendali pemerintah akan yang diteliti hanya pencapaian pelaksanaan menjadi lebih kecil dan institusi pelayanan

kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo menjadi lebih dekat dengan masyarakat dan pada aspek pembangunan sarana dan prasarana

juga akan mendorong dan mempercepat pendidikan di wilayah Kecamatan Aramo

pembangunan khususnya pembangunan Kabupaten Nias Selatan. Adapun informan

sarana dan prasarana dasar seperti infrastruktur kunci yang dinilai memiliki informasi penting

jalan, sarana dan prasarana kesehatan dan adalah sebagai berikut; Kasubbag Otonomi

pendidikan.

dan Perangkat Daerah Sekretariat Daerah Dalam penelitian ini metode evaluasi Kabupaten Nias Selatan, Kabid Program Dinas

kebijakan yang digunakan adalah salah satu Pendidikan Kabupaten Nias Selatan, Kepala

metode evaluasi kebijakan sebagaimana Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Aramo,

dijelaskan oleh Finsterbusch dan Motz Camat Aramo, para kepala sekolah, kepala

(Subarsono, 2013:130) yakni “single program desa dan tokoh masyarakat (disesuaikan

before-after”. Metode evaluasi kebijakan dengan kebutuhan). Dalam penelitian ini teknik

single program before after adalah metode pengumpulan data yang digunakan adalah

evaluasi kebijakan yang dilakukan dengan observasi (pengamatan), studi dokumentasi,

membandingkan kondisi sebelum dan sesudah dan interview (wawancara) semiterstruktur. Uji

dari kelompok sasaran tanpa menggunakan kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi

kelompok pembanding. Hasil evaluasi ini sumber, triangulasi metode dan membercheck.

pada dasarnya bukanlah yang terbaik karena Uji reliabilitas data dilakukan dengan cara

sebenarnya masih terdapat kekurangan- memeriksa transkrip dan membandingkan data

kekurangan yang salahsatunya adalah lemahnya dengan kode dan menulis memo tentang kode

argumentasi apakah kelompok diluar yang dan mengartikannya secara terus-menerus.

tidak diintervensi tidak memiliki hasil ataupun Pengolahan data dilakukan dengan tahapan

dampak yang sama dengan kelompok sasaran,

Jurnal

Ilmu Administrasi Media Pengembangan dan Praktik Administrasi

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016 Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Tabel 5. Data Sekolah (SD, SMP, SMA/SMK)

bahwa pelaksanaan kebijakan memiliki hasil

Di Wilayah Kecamatan Aramo Tahun 2014

dan dampak tertentu, di kelompok lain kejadian

tersebut juga terjadi, namun demikian, menurut

berdiri

hemat penulis metode evaluasi kebijakan yang

1 SDN Nomor 071121 Hilitotao 1958

digunakan dalam penulisan naskah ilmiah ini

2 SDN Nomor 071210 Hiliamozula 1963

sudah cukup baik, karena setidaknya dapat 3 SDN Nomor 075101 Aramo

menilai perbedaan apa saja yang terjadi atau

4 SDN Nomor 078453 Hiligafoa 2003

perbedaan yang ada sebelum dan sesudah

5 SDN Nomor 078512 Dao-Dao 2004

kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo

Jamolo

ini dilaksanakan. Sebelum Kecamatan Aramo

6 SDN Nomor 078510

dibentuk yaitu pada Tahun 2008, keberadaan

Sisobambowo

sarana dan prasarana pendidikan diwilayah

7 SDN Persatuan Nomor 078527 2006

Aramo dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

8 SDN Nomor 078509 Sikhorilafau 2007 9 SDN Nomor 078528 Hilisawato

Tabel 4. Data Sekolah (SD, SMP, SMA/SMK)

10 SDN Nomor 078529 Hilifadolo 2008

Di Wilayah Aramo Tahun 2007

11 SDN Nomor 078571 Hiliorodua 2011

Tahun

12 SDN Nomor 078573 Balohao 2011

No Sekolah

2007 1 SDN Nomor 071121 Hilitotao

berdiri

13 SMP N1 Aramo

2004 2 SDN Nomor 071210 Hiliamuzula

14 SMP N2 Aramo

2004 3 SDN Nomor 075101 Aramo

15 SMP N3 Aramo

2004 4 SDN Nomor 078453 Hiligafoa

16 SMA N1 Aramo

17 SMK N1 Aramo

2011 5 SDN Nomor 078512 Dao-Dao Jamolo

18 SMK N2 Aramo

19 SMK Swasta Bina Kasih 2014 6 SDN Nomor 078510 Sisobambowo

Sumber: Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Aramo 7 SDN Persatuan Nomor 078527

Tahun 2014

8 SDN Nomor 078509 Sikhorilafau

9 SDN Nomor 078528 Hilisawato

Tabel diatas menunjukkan bahwa setelah

Kecamatan Aramo terbentuk, ada perubahan yang terjadi yaitu adanya penambahan jumlah

10 SMP N1 Aramo

11 SMP N2 Aramo

sekolah ataupun adanya pendirian unit sekolah

12 SMP N3 Aramo

baru di wilayah Kecamatan Aramo,unit sekolah

13 SMA N1 Aramo

baru tersebut terdiri dari beberapa Sekolah

Sumber: Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Aramo

Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Kejuruan

Tahun 2014

(SMK), sementara untuk Sekolah Menengah Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa

Pertama (SMP) tidak ada perubahan ataupun sebelum Kecamatan Aramo dibentuk, di

tetap. Adapun unit sekolah baru tersebut dilihat wilayah Kecamatan Aramo sudah tersedia

dalam tabel berikut ini;

beberapa sekolah baik itu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Tabel 6. Data Pendirian Unit Sekolah Baru

maupun Sekolah Menengah Atas (SMA)

Paska Pembentukan Kecamatan Aramo

dengan jumlah masing-masing yaitu Sekolah

Tahun 2008­2014

Dasar ada sembilan buah sekolah, Sekolah

Menengah Pertama sebanyak tiga buah

Berdiri

sekolah dan Sekolah Menengah Atas ada satu

1 SDN Nomor 078529 Hilifadolo 2008

buah sekolah. Setelah Kecamatan Aramo di

2 SDN Nomor 078571 Hiliorodua 2011

bentuk sesuai Peraturan Daerah Kabupaten

3 SDN Nomor 078573 Balohao 2011

Nias Selatan Nomor 12 Tahun 2008, maka

4 SMK N1 Aramo

keberadaan sekolah diwilayah Kecamatan

5 SMK N2 Aramo

Aramo mengalami perubahan sebagaimana

6 SMK Swasta Bina Kasih

terlihat dalam tabel berikut ini:

Sumber: Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Aramo Tahun 2014

Jurnal

Volume XIII | Nomor 1 | April 2016

Media Pengembangan dan Praktik Administrasi Ilmu Administrasi

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa di wilayah Kecamatan Aramo pada umumnya khusus untuk Sekolah Dasar ada penambahan

hanya memiliki sarana pendidikan dalam unit sekolah baru sebanyak tiga unit yaitu; SDN

bentuk perabot yang mencakup meja, kursi, Nomor 078529 Hilifadolo, SDN Nomor 078571

lemari dan peralatan pendidikan yaitu papan Hiliorodua dan SDN Nomor 078573 Balohao.

tulis dan kapur tulis. Bahkan terdapat sekolah Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)

yang tidak memiliki meja dan kursi sama sekali tidak ada penambahan sekolah baru, sementara

yaitu SDN Nomor 078529 Hilifadolo, SDN untuk tingkat Sekolah Menengah Atas atau

Nomor 078573 Balohao dan SMK N2 Aramo. sederajat ada tiga unit penambahan sekolah

Apabila kita mempedomani standar sarana baru yaitu; Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

pendidikan dalam Permendiknas Nomor 24

1 Aramo (SMKN1 Aramo), Sekolah Menengah Tahun 2007, seyogianya sekolah-sekolah yang Kejuruan Negeri 2 Aramo (SMKN2 Aramo) dan

ada di wilayah Kecamatan Aramo ini, wajib Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Bina Kasih.

memiliki sarana pendidikan yang mencakup; Untuk menilai hasil kebijakan yakni

perabot, peralatan pendidikan, media Peraturan Daerah Kabu-paten Nias Selatan No:

pendidikan, sumber belajar lainnya, buku-buku

12 Tahun 2008, akan digunakan kriteria penilaian pelajaran, bahan habis pakai dan perlengkapan dan teori William Dunn (Wibawa, dkk. 2000 : 610)

lainnya yang mendukung terselenggaranya yakni; efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan,

pendidikan. Berdasarkan fakta ini maka dapat responsivitas dan ketepatan. Untuk lebih jelasnya

dikatakan bahwa sarana pendidikan yang dapat dilihat dalam pembahasan berikut ini:

ada di sekolah-sekolah di Wilayah Kecamatan Aramo belum memadai.

1. Efektivitas

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya Dalam menilai efektivitas hasil pelaksanaan

bahwa sarana pendidikan yang tersedia di kebijakan pembentukan Kecamatan Aramo di

masing-masing sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Nias Selatan khususnya berkaitan

Kecamatan Aramo pada umumnya hanya dalam dengan pembangunan sarana dan prasarana

bentuk perabot, maka idealnya perabot yang pendidikan dapat dilihat dari dua hal yaitu yang

tersedia harus sesuai dengan standar sarana pertama adalah apakah sarana dan prasarana

pendidikan sebagaimana telah diatur dalam pendidikan yang sudah ada telah sesuai standar

ketentuan Permendiknas tersebut. Berdasarkan sarana dan prasarana pendidikan menurut

data dan fakta di lapangan menunjukan bahwa peraturan perundang-undangan, dan yang

perabot yang tersedia juga tidak sesuai dengan kedua adalah apakah sarana dan prasarana yang

standar sarana pendidikan. Sebagai contoh tersedia berfungsi secara optimal. Berkaitan

adalah kursi dan meja peserta didik. dengan hal itu maka dalam pembahasan akan

Dalam ketentuan Permendiknas tersebut diuraikan satu persatu sebagaimana dipaparkan

dijelaskan bahwa kriteria kursi peserta didik berikut ini:

yaitu harus kuat, stabil dan mudah di pindahkan oleh peserta didik. Mengamati kondisi serta

a. Sarana Pendidikan

bentuk fisik kursi peserta didik yang tersedia di SMKN2 dan di SDN Nomor 078573 Balohao,