Perkembangan Pemikiran Perkembangan kesa docx

Perkembangan Pemikiran, Perkembangan Kesadaran
Oleh: Stefanus Fua Tangi
Periode antara abad XV hingga akhir abad XVI merupakan momentum penting sejarah pemikiran
modern. Perkembangan kesadaran masyarakat Eropa akan situasi keterkungkungan dalam berbagai bidang
oleh lembaga-lembaga pemegang otoritas (agama dan negara/ penguasa yang absolut) merupakan faktor
pendorong lahirnya humanisme renesans. Orang coba beralih dari dasar-dasar otoritatif yang selama ini
“memenjarakannya” kepada pesan-pesan moral dan gagasan-gagasan cemerlang yang terkandung dalam
karya-karya klasik Yunani dan Romawi. Martabat manusia memperoleh pemahaman baru dalam terang
humanisme dan renesans ini. Bersama dengan revolusi ilmiah yang dicetuskan Copernicus dan kawankawan, humanisme renesans menjadi pemicu perkembangan pemikiran modern. Di mana posisi filsafat?
Filsafat tetap setia dengan tugas khasnya sebagai sarana kritis menilai persoalan-persoalan dasar yang
muncul sesuai konteks historis zaman tertentu. Hasilnya, di sepanjang abad modern, muncul silih berganti
aneka sistem pemikiran dengan perspektif yang pluralistis sekaligus bersifat antroposentris. Pola yang
tetap yaitu bahwa satu sistem sering kali menjadi pembanding bagi kemunculan sistem filsafat yang lain.
Francis Bacon dan Rene Descartes merupakan dua nama yang patut disebut pada tempat pertama.
Karena memperkenalkan rasionalisme, keduanya disandingkan sebagai “Bapak-Bapak Filsafat Barat
Modern”. Hal ini cukup beralasan karena pendekatan rasionalisme yang berbasis penalaran akal budi
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan lebih memadai dalam menemukan kebenaran ketimbang iman
atau dogma agama. Posisi ini kemudian ditantang dengan kemunculan empirisme yang menganggap
pengetahuan sejati hanya bisa berasal dari pengalaman empiris. Para filsuf seperti Thomas Hobbes, John
Locke, dan David Hume menolak bahwa manusia membawa pengetahuan di dalam dirinya sejak awal
eksistensinya. Namun rasionalisme yang selalu berhadapan dengan kritik tetap dijadikan rujukan dasar

para filsuf seperti Spinoza dan Leibniz untuk menggagas perspektif-perspektif baru yang semakin
memperkaya khazanah filosofis pemikiran modern.
Pada abad XVIII, pemikiran modern memasuki zaman “Terang Budi” (Jerman: aufklarung;
Inggris: enlightnment). Zaman ini ditandai dengan antroposentrisme radikal yakni pengilahian kodrat
manusia. Dengan kepercayaan mutlak terhadap akal budi, manusia menegaskan otonomitasnya terhadap
Allah. Agar dapat mencapai perwujudan dan pengembangan pribadi secara penuh, manusia hanya perlu
hidup menurut kodratnya tanpa harus terdorong oleh kewajiban religius kepada Allah. Pada masa ini pula,
muncul filsuf brilian seperti Imanuel Kant yang mencoba menemukan sintesis dari berbagai arus utama
pemikiran modern yang berkembang kala itu. Ia juga mencoba mengajak orang sezamannya untuk dapat
bersikap kritis terhadap akal budi, agar tidak jatuh pada pemahaman yang salah tentang kebenaran. Di awal
abad XIX, muncul filsafat romantik sebagai reaksi perlawanan terhadap renesans yang terlalu
mengagungkan supremasi akal budi. Dari romantisisme inilah lahir ilmu-ilmu sosial dan hermeneutika
yang juga penting dalam pemikiran sesudahnya.
Sejarah pemikiran modern pun mencapai batasnya pada akhir abad XVIII hingga awal abad XIX
dalam idealisme mutlak. Filsafat ini masih merupakan kelanjutan dari pemikiran Kant tentang filsafat
transendental. Para filsuf seperti Fichte, Schelling, dan Hegel membatasi subjek yang berpikir hanya pada
aspek-aspek transendental. Di satu sisi, pencarian akan yang ideal membantu orang misalnya untuk
menemukan jati dirinya. Di sisi lain, idealisme bisa berakhir pada ateisme dan skeptisisme praktis dalam
memandang kehidupan.


Perkembangan pemikiran modern sungguh menunjukkan suatu perjalanan panjang kesadaran
manusia. Sebagai makhluk dengan karunia akal budi, manusia terus mengalami perkembangan kesadaran
dalam hidupnya. Realitas tempatnya hidup beserta segala macam dinamika di dalamnya merupakan medan
manusia mengekspresikan diri. Ini bukti usaha manusia untuk mengambil bagian dalam hidup yang ia
jalani, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap tujuan keberadaannya di tengah dunia.
Perjalanan kesadaran manusia ini belum menemukan batas final selama filsafat dijadikan pedoman menilai
kehidupan. Di sinilah letak peranan utama filsafat yang sesungguhnya: untuk mencari sebab-sebab terakhir
hidup manusia dan menetapkan tujuan yang hendak dicapai.