Hidrorengkah tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y

HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y

Disusun Oleh : Andi Nurhasan M 0304023 SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

I.F. Nurcahyo, M.Si Yuniawan Hidayat, M.Si NIP. 19780617 200501 1 001

NIP. 19790605 200501 1 001

Dipertahankan di depan tim penguji pada:

Hari

: Selasa

Tanggal : 3 November 2009

Anggota Tim Penguji:

1. Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si 1. ………………………… NIP. 19730605 200003 1001

2. Ahmad Ainurofiq, M.Si, Apt. 2.……………………….... NIP. 19780319 200501 1001

Disahkan Oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Kimia,

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D NIP. 19560507 198601 1001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-

Ni/ZEOLIT Y” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Oktober 2009

ANDI NURHASAN

ABSTRAK

Andi Nurhasan,

TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.

2009.

HIDRORENGKAH

Hidrorengkah tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y telah dilakukan. Proses hidrorengkah tir batubara dilakukan dalam reaktor sistem dengan variasi suhu dan berat katalis. Umpan dipanaskan hingga menjadi uap kemudian dialirkan ke reaktor hidrorengkah. Cairan Hasil Perengkahan kemudian ditampung dan dianalisis dengan Kromatografi Gas untuk mengetahui penambahan fraksi ringan yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan jumlah katalis berpengaruh terhadap proses hidrorengkah tir batubara yang terjadi. Kenaikan suhu dan berat katalis akan meningkatkan aktivitas katalis. Kondisi optimum perengkahan

diperoleh pada suhu 350 o

C dan berat katalis 5 gram dengan penambahan hasil produk 14,32% dari produk awal.

Kata kunci : perengkahan, tir batubara, katalis, kromatografi gas

ABSTRACT

Andi Nurhasan, 2009. HYDROCRACKING OF COAL TAR OVER Mo- Ni/ZEOLITE Y CATALYST. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University.

Hydrocracking of coal tar over MoNi/Zeolit Y catalyst has been carried out. The hydrocracking process was carried out in flow reactor system by variating temperature and catalyst weight. Product was collected and analyzed using Gas Chromatography to determine light fraction increase.

The results showed that temperature and catalyst weight have effect to the reaction. Generally, increasing of temperature will increase catalyst activity until optimum condition reached. Optimum condition for hydrocracking of coal tar was

obtained in 350 o

C and catalyst weight was 5 grams where increasing of light fraction was 14.32% from basic product.

Keywords : cracking, coal tar, catalyst, Gas Chromatography

MOTTO

Hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan untuk menerima sebanyak-

banyaknya.

Memberi tanpa berharap dan menerima tanpa prasangka.

Every success begins with hardwork Every hardwork begins with a necessity Every necessity comes from a dream Never doubt a dream (Anonymous).

There is no secret to success

It’s the result of preparation, hardwork, and learning from mistakes made a long

the way (Anonymous).

Success is a journey, not a destination.....

PERSEMBAHAN

Hanyalah sebuah karya kecil namun besar artinya dalam sejarah hidupku. Karya kecil sebagai wujud perjuangan, kerja keras, curahan pikiran, waktu, dan tenaga. Karya kecil yang terwujud dari beragam pembelajaran dan pengalaman yang kudapati.

Pada akhirnya teriring rasa syukur yang mendalam, karya kecil ini kupersembahkan untuk :

Ibu dan bapak (alm) tercinta,

Terima kasihku untuk cinta, kasih sayang, perhatian,pengertian, perjuangan, serta segenap

pengorbanan yang senantiasa menyertai langkah hidupku.

Mbak2 dan mas2Q serta keponakan-keponakan tercinta Terima kasih untuk cinta, kehangatan kaluarga, dan support yang selalu hadir untukku.

Hasan, partnerQ Akhirnya selesai juga semua ini

Seseorang dengan semangatnya….. Terima kasih …..

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga pada akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hidrorengkah Tir Batubara Menggunakan Katalis Mo-Ni/Zeolit Y”. Shalawat beriring salam senantiasa penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing dan teladan seluruh umat manusia.

Skripsi ini bukanlah hasil kerja keras penulis semata, melainkan terdapat bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk pemikiran, kerja, bimbingan, motivasi, serta inspirasi. Berkenaan dengan hal tersebut penulis merasa senang untuk bisa menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS beserta seluruh stafnya serta selaku Pembimbing Akademis yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Jurusan Kimia FMIPA UNS.

3. Bapak I. F. Nurcahyo, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi serta selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS beserta seluruh stafnya Mas Anang dan Mbak Nanik atas bantuannya.

4. Bapak Yuniawan Hidayat, M.Si. selaku pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, terima kasih atas waktu, tenaga, dan pikiran demi keberhasilan penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Khoirina Dwi Nugrahaningtyas, M.Si. yang telah membiayai penelitian ini hingga selesai.

6. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si selaku Ketua Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS beserta seluruh stafnya.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan.

8. Saudara-saudaraku Kimia ’04, atas kebersamaan dan bantuannya.

9. Temen-temen “Sak 2 e..”, semoga tetap terus terjalin kebersamaan.

10. Temen-temen kost SINAR, “makasih wat dukungannya...”

11. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis sangat berharap semoga Allah SWT memberikan balasan atas jerih

payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang sebaik-baiknya. Amiin.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk memperbaikinya. Namun demikian, penulis berharap semoga sebuah karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Oktober 2009

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.

Komposisi dan Formula dari Zeolit yang Bertipe Kalsik…………………………………………………

19 Tabel 2.

19 Tabel 3.

Komposisi dan Formula Zeolit yang Bertipe Alkalik

35 Tabel 4.

Karakter Katalis Mo-Ni/Zeolit Y……………………..

36

Hasil Pirolisis Batubara ................................................

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Reaksi Pembentukan Radikal Bebas...............................

5 Gambar 2. Mekanisme Reaksi Perengkahan Melalui Pembentukan Ion Karbonium Siklopropana .........................................

7 Gambar 3.

Filosofi Pengembangan Batubara Cair pada Proses NEDOL ………………………………………………..

10 Gambar 4.

17 Gambar 5.

Pembentukan Situs Asam lewis ……………………….

17 Gambar 6.

Situs Lewis Sebenarnya ..................................................

20 Gambar 7.

Struktur Zeolit Y dengan Pembukaan Cincin-12 ...........

21 Gambar 8.

Unit Pembangun Primer Zeolit (UPP) ............................

21 Gambar 9.

Unit Pembangun Sekunder Zeolit (UPS)........................

Diagram Unit Struktur Dasar dan Model Kombinasi Zeolit A, X dan Y …………………...............................

22 Gambar 10. Bentuk Na-Zeolit Y .......................................................

22 Gambar 11. Bentuk Ca-Zeolit Y ........................................................

23 Gambar 12. Bentuk H-Zeolit Y .........................................................

25 Gambar 13. Prinsip dasar dari AAS ...................................................

26 Gambar 14. Diagram Alat Kalsinasi, Oksidasi dan Reduksi .............

30 Gambar 15. Diagram Reaktor Pirolisis ..............................................

31 Gambar 16. Diagram Alat Perengkahan ............................................

32 Gambar 17. Hubungan Suhu dan Peningkatan Fraksi Ringan Total Hasil Perengkahan dalam Variasi Suhu .........................

37 Gambar 18. Distribusi

Peningkatan Fraksi Ringan Hasil Perengkahan pada Tiap Variasi Suhu Tiap Waktu .........

38 Gambar 19. Peningkatan Fraksi Ringan Total Hasil Perengkahan dengan Variasi Berat Katalis .........................................

40 Gambar 20. Distribusi

Peningkatan Fraksi Ringan Hasil

Perengkahan dalam Variasi Berat Katalis Tiap Waktu

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ……………………….

46 Lampiran 2. Perhitungan Keasaman Total Sampel ............

49 Lampiran 3. Perhitungan Hasil Persentase Tir Batubara

50 Lampiran 4. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi

51 Lampiran 5. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan dengan Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan (CHP) untuk Variasi Suhu

Ringan dari Spektra GC untuk Variasi Suhu

53 Lampiran 6.

Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi Ringan dari Spektra GC untuk Variasi Berat Katalis ……………………………………..

55 Lampiran 7.

Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan dengan Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan (CHP) untuk Variasi Berat Katalis ………………………………………

57 Lampiran 8. Data Hasil Analisis Kandungan Logam dengan AAS ....................................................

TABEL LAMPIRAN

halaman Tabel Lampiran 1. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi Ringan dari Spektra GC untuk Variasi Suhu………………………...

60 Tabel Lampiran 2. Peningkatan Fraksi Ringan dengan Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi Suhu ………...

60 Tabel Lampiran 3. Peningkatan Fraksi Ringan Total dengan Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi Suhu …..

60 Tabel Lampiran 4. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi Ringan dari Spektra GC untuk Variasi Berat Katalis ……………….

61 Tabel Lampiran 5. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan dengan Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi Berat Katalis……………………………….....................

61 Tabel Lampiran 6. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan Total dengan Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi Berat Katalis……………………………….....................

61

GAMBAR LAMPIRAN

Halaman Gambar Lampiran 1. Rangkaian Alat-Alat yang Digunakan Selama Penelitian ………………………………………....

62 Gambar Lampiran 2. Hasil Pengukuran Luas Permukaan NH 4 -Zeolit Y

63 Gambar Lampiran 3. Hasil Pengukuran Volume Pori dan Rerata Jejari Pori NH 4 -Zeolit Y ...................................................

64 Gambar Lampiran 4. Hasil Pengukuran Luas Permukaan MoNi/Zeolit Y

65 Gambar Lampiran 5. Hasil Pengukuran Volume Pori dan Rerata Jejari Pori MoNi/Zeolit Y .................................................

66 Gambar Lampiran 6. Spektra GC Tir Batubara Awal ...............................

67 Gambar Lampiran 7. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

69 Gambar Lampiran 8. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

200 o C ……………………………………………..

74 Gambar Lampiran 9. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

250 o C ……………………………………………..

79 Gambar Lampiran 10. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

300 o C ……………………………………………..

84 Gambar Lampiran 11. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

350 o C ……………………………………………..

89 Gambar Lampiran 12. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan dengan

400 o C ……………………………………………..

94 Gambar Lampiran 13. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan dengan

Berat Katalis 1 Gram Pada Suhu 350 o C ………….

99 Gambar Lampiran 14. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan dengan

Berat Katalis 3 Gram Pada Suhu 350 o C ………….

Berat Katalis 5 Gram Pada Suhu 350 o C …………. 104 Gambar Lampiran 15. Spektra GC-MS Tir Batubara Awal ……………...

109 Gambar Lampiran 16. Hasil Analisa MS untuk C 12 ………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cadangan sumber daya energi di Indonesia saat ini sudah semakin terbatas. Sebagai gambaran, Indonesia saat ini hanya memiliki 4.300 juta ton cadangan minyak atau hanya sekitar 0,36% dari total cadangan minyak dunia tahun 2006 sebesar 1.208.200 juta ton. Dengan tingkat produksi sebesar 390 juta ton per tahun, produksi minyak bumi di Indonesia diperkirakan hanya dapat bertahan dalam 11 tahun ke depan.

Sementara itu, gas alam yang juga merupakan salah satu sumber energi utama di Indonesia hanya memiliki cadangan yang ekuivalen dengan masa produksi selama 35,54 tahun. Demikian pula batubara, Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan yang relatif terbatas, yaitu sebesar 4.968 juta ton atau 0,55% dari total cadangan batubara dunia. Dengan tingkat produksi mencapai 120 juta ton per tahun, diperkirakan batubara di Indonesia dapat diproduksi selama 41,43 tahun.

Menyadari hal tersebut, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan di bidang pengembangan sumber energi alternatif pada awal tahun 2006. Kebijakan tersebut tertuang dalam 3 ketentuan, yaitu Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres No 1/2006 tentang Bahan Bakar Nabati, dan Inpres No 2/2006 tentang batubara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain. Dengan kebijakan tersebut, pemerintah ingin mendorong peran dunia usaha dalam pengembangan bahan bakar alternatif sebagai substitusi terhadap bahan bakar minyak. Salah satu yang diinginkan oleh pemerintah adalah pengembangan batubara cair (Jauhary, 2007).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis batubara dengan jalan mengolah batubara menjadi bahan yang mudah dalam pengangkutan, mudah dalam penggunaan dan aman bagi lingkungan. Salah satu cara untuk mendapatkan batubara yang dimaksud adalah Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis batubara dengan jalan mengolah batubara menjadi bahan yang mudah dalam pengangkutan, mudah dalam penggunaan dan aman bagi lingkungan. Salah satu cara untuk mendapatkan batubara yang dimaksud adalah

Proses perengkahan yaitu pemecahan hidrokarbon dengan berat molekul besar menjadi fraksi lebih ringan. Tujuan perengkahan adalah untuk mendapatkan fraksi- fraksi ringan hidrokarbon, agar memungkinkan untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar. Proses perengkahan membutuhkan waktu relatif lama dan kurang ekonomis karena harus dilakukan pada suhu yang relatif tinggi. Oleh karena itu diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi. Selain itu, katalis juga dapat memberi hasil lebih besar nilai ekonomisnya dan hasil reaksi bisa lebih optimal.

Pada proses perengkahan katalitik, aktivitas katalis sangat mempengaruhi berlangsungnya suatu reaksi perengkahan. Salah satu katalis yang banyak digunakan saat ini adalah zeolit. Zeolit mempunyai beberapa keunggulan dalam proses aktivitas katalitik. Keunggulan tersebut adalah konsentrasi yang tinggi dari situs aktif dimana jumlah dan kekuatan asamnya dapat dimodifikasi hingga jangkauan maksimum, kestabilan hidrotermal dan aktivitas termal yang tinggi serta bentuk selektivitas yang memberikan jalan reaksi kearah pembentukan produk yang diinginkan. Zeolit punya situs asam dalam kerangkanya yaitu situs asam bronsted dan situs asam lewis.

Modifikasi untuk meningkatkan keasaman dapat dilakukan dengan pengembanan logam transisi pada zeolit. Pengembanan katalis bimetal pada zeolit semakin meningkatkan situs aktif asam sehingga aktivitas perengkahan juga meningkat (Simamora, 2008).

Mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah berhasil membuktikan bahwa logam Ni dan Mo merupakan logam dengan sifat hidrogenasi dan dehidrogenasi serta hidrodesulfurasi yang cukup tinggi, sedangkan zeolit Y adalah padatan asam dengan tingkat keasaman yang cukup tinggi, maka pengembanan logam Ni dan Mo pada zeolit Y diperkirakan akan diperoleh kombinasi situs asam-hidrogenasi dan dehidrogenasi serta hidrodesulfurasi yang dapat meningkatkan efektivitas katalitik zeolit Y.

Ginanjar (2002), telah melakukan reaksi perengkahan tir batubara dengan katalis Cr/ZAAH dan hasilnya menunjukkan bahwa tir batubara dapat menjadi sumber hidrokarbon pembentukan fraksi bensin.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, masalah diidentifikasi meliputi :

a. Tir batubara terdiri dari banyak senyawa baik hidrokarabon fraksi ringan maupun hidrokarbon fraksi berat.

b. Reaksi perengkahan tir batubara dipengaruhi oleh suhu, waktu, laju alir reaktan dan berat katalis.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut :

a. Katalis yang digunakan untuk reaksi perengkahan tir batubara adalah Mo- Ni/Zeolit Y.

b. Reaksi perengkahan dilakukan pada variasi suhu 200 o C, 250 C, 300 C, 350 C dan 400 o C untuk mencari kondisi optimum reaksi perengkahan.

oo

c. Reaksi perengkahan dilakukan dengan variasi berat katalis 1 gram, 3 gram dan

5 gram untuk mengetahui pengaruh berat katalis terhadap produk hasil reaksi yang dihasilkan.

d. Proses perengkahan dilakukan dengan volume tir batubara yang tetap sebanyak 5 ml serta laju gas pembawa reaktan (H 2 ) adalah 10 ml/menit.

e. Asumsi yang digunakan adalah hidrokarbon fraksi ringan merupakan hidrokarbon C 4 sampai C 12 , sedangkan C 13 ke atas dianggap sebagai hidrokarbon fraksi berat.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh suhu pada reaksi perengkahan tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y terhadap produk hidrokarbon fraksi ringan yang dihasilkan? a. Bagaimana pengaruh suhu pada reaksi perengkahan tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y terhadap produk hidrokarbon fraksi ringan yang dihasilkan?

C. Tujuan Penelitian

a. Mempelajari pengaruh suhu dan berat katalis pada reaksi perengkahan tir batubara dengan katalis Mo-Ni/ zeolit Y terhadap jumlah hidrokarbon fraksi ringan yang dihasilkan.

b. Mempelajari distribusi produk hidrokarbon fraksi ringan yang dihasilkan dari reaksi perengkahan tir batubara setiap 15 menit selama proses reaksi perengkahan terjadi.

D. Manfaat Penelitian

a. Meningkatkan pemanfaatan zeolit sebagai sebagai katalis reaksi perengkahan.

b. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis batubara.

c. Membantu pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya mengenai bahan bakar alternatif.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Reaksi Perengkahan

a. Pengertian Reaksi Perengkahan Reaksi perengkahan adalah proses pemecahan ikatan karbon-karbon pada

hidrokarbon yang mempunyai berat molekul besar menjadi berat molekul rendah sehingga lebih berguna. Reaksi perengkahan dilakukan dengan 3 cara yaitu

termal, katalitik dan perengkahan dengan menggunakan gas H 2 (Olah and Molnar, 1995). Pelaksanaan perengkahan tergantung pada alat, bahan dan cara pemanasan. Perengkahan dengan reaktor secara batch sering digunakan untuk mengolah bahan dalam jumlah kecil atau untuk proses katalitik. Umpan dan katalisator bersama-sama dipanaskan dalam reaktor dan uap yang dihasilkan diembunkan dengan alat pendingin. Kelemahan perengkahan dengan reaktor ini adalah katalis sulit untuk diregenerasi dan cepat terjadi penutupan pada pori katalis (Fatmawati, 2003).

b. Perengkahan Termal Reaksi pembentukan radikal bebas untuk reaksi perengkahan termal

menurut Gates (1992) adalah sebagai berikut:

H H H H .......(1)

CH 2 H 2 C CH 2 .......(2)

R 1 C C CH 2 R

CH + RCH 3 2 (CH 2 ) 5 CH 3 CH 4 + RCH 2 (CH 2 ) 3 CHCH 2 CH 3

RCH 2 CH 2 CH 2 + H 2 C CHCH 2 CH 2

Gambar 1. Reaksi pembentukan radikal bebas

Hidrokarbon akan mengalami perengkahan termal melalui pembentukan radikal bebas pada temperatur tinggi. Tahap awalnya adalah pemecahan homolitik pada ikatan C-C yang diperlihatkan pada reaksi 1.

Radikal-radikal tersebut dapat membentuk etilena dan radikal primer selanjutnya. Menurut aturan β empiris, pemutusan ikatan terjadi pada ikatan C-C yang posisinya β terhadap atom C yang memiliki elektron tidak berpasangan.

Reaksi 2 menggambarkan terjadinya pemutusan ikatan C-C. Radikal primer yang baru terbentuk akan mengalami pemutusan β

sehingga menghasilkan etilena dan radikal dengan jumlah atom C yang lebih kecil sampai radikal metil terbentuk. Radikal metil akan mengambil radikal hidrogen sehingga terbentuk metana dan radikal sekunder. Radikal sekunder ini akan menghasilkan olefin dan radikal primer kembali yang diperlihatkan pada reaksi 3 (Gates, 1992).

c. Perengkahan Katalitik Reaksi perengkahan dengan katalis merupakan reaksi yang sangat

kompleks karena reaksi tersebut terjadi pada permukaan padatan dan reaktan akan saling berkompetisi dengan reaktan yang lain untuk menempati situs aktif dari permukaan padatan katalis. Reaksi perengkahan dimulai dengan pembentukan ion kompleks karena reaksi tersebut terjadi pada permukaan padatan dan reaktan akan saling berkompetisi dengan reaktan yang lain untuk menempati situs aktif dari permukaan padatan katalis. Reaksi perengkahan dimulai dengan pembentukan ion

R 1 CH 2 CH 2 R 2 + H R 1 CH 2 CH R 2 + H 2

Asam Bronsted Asam Brönsted

Ion karbonium juga dapat terbentuk melalui interaksi ion karbonium lain dengan hidrokarbon jenuh, dimana terjadi transfer ion hidrida.

RH + L

LH + R

Asam Lewis Asam Lewis

(Corma and Martinez, 2001) Mekanisme reaksi perengkahan diusulkan Sie (1992), melalui pembentukan ion karbonium siklopropana, dengan reaksi sebagai berikut:

H C C C C C C n n-parafin C m H

H C C C C C C C H ion karbonium klasik n

H C C C C C C n H m ion karbonium non klasik

H produk hidrorengkah

Gambar 2. Mekanisme reaksi perengkahan melalui pembentukan ion karbonium siklopropana

2. Batubara

a. Komposisi Batubara Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian

umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti : C 137 H 97 O 9 NS untuk bituminus dan

C 240 H 90 O 4 NS untuk antrasit (Wikipedia, 2009). Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.

3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah (Wikipedia, 2009).

b. Pirolisis Batubara Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses

pemanasan tanpa oksigen, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis pemanasan tanpa oksigen, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis

Menurut Maryani (2004), ada dua perubahan yang terjadi saat batubara dikenai panas, yaitu perubahan kimia dan perubahan fisika. Pada perubahan fisika, beberapa batubara akan menjadi cair saat pemecahan secara pirolitik dan ini disertai pelepasan secara cepat produk degradasi organik volatil. Pada perubahan kimia, terjadi dekomposisi batubara yang dapat dibagi atas tiga

tahapan. Tahap pertama dimulai pada temperatur dibawah 200 o C dan dekomposisi

berjalan lambat. Tahap kedua, dimulai pada temperatur antara 350 o -400

C dan berakhir pada temperatur 550 o

C. Pada tahap ini laju maksimum kehilangan berat dialami batubara dan berbeda untuk masing-masing peringkat. Umumnya 75% dari total zat volatil dihasilkan pada range temperatur ini, termasuk tir dan semua hidrokarbon ringan yang terkondensasi. Tahap terakhir dinamakan degasifikasi sekunder dicirikan dengan eliminasi secara bertahap dari heteroatom yang terkandung dalam batubara khususnya hidrogen dan oksigen. Tahap ini berakhir saat char berubah menjadi padatan.

Analisis spektroskopi massa menunjukkan bahwa produk utama pirolisis batubara adalah gas, cair dan padatan. Salah satu produk cair adalah tir batubara yang dapat menjadi sumber hidrokarbon. Tir batubara berwarna hitam kecoklatan

dan pada suhu kamar kental, mengandung senyawa dengan jumlah karbon C 7 -C 20 (Suyati, 2000). Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminus dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis system , solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal . Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL (NEDO Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh NEDO, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi (Jauhary, 2007)

Gambar 3. Filosofi pengembangan batubara cair pada proses NEDO Liquefaction (NEDOL)

c. Tir Batubara Tir batubara merupakan suatu cairan hitam atau coklat dengan kekentalan

tinggi, yang memiliki aroma menyerupai hidrokarbon aromatik dan naftalena. Tir batubara dihasilkan pada proses gasifikasi untuk membuat gas batubara. Tir batubara merupakan suatu kompleks dengan campuran dari fenol, hidrokarbon aromatik polisiklis dan campuran heterosiklis.

Karena mudah terbakar, tir batubara dapat digunakan dalam pemanasan. Seperti kebanyakan minyak kental, tir batubara harus dipanaskan sebelumnya sehingga akan mudah mengalir. Seperti terpentin, tir batubara dapat digunakan pada salep, sabun dan shampo anti ketombe sama baiknya dengan digunakan sebagai anti kutu. Tir batubara juga dapat digunakan dalam sintesis paracetamol.

Menurut International Agency for Research on Cancer, penggunaan tir batubara dengan konsentrasi lebih dari 5% dapat bersifat karsinogen. Menurut National Psoriasis Foundation (NPF) tir batubara aman dan pilihan yang murah untuk jutaan orang yang menderita penyakit kulit. Tir batubara dengan konsentrasi antara 0,5-5% efektif untuk penyakit kulit dan tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa tir batubara dengan konsentrasi tersebut dapat memicu Menurut International Agency for Research on Cancer, penggunaan tir batubara dengan konsentrasi lebih dari 5% dapat bersifat karsinogen. Menurut National Psoriasis Foundation (NPF) tir batubara aman dan pilihan yang murah untuk jutaan orang yang menderita penyakit kulit. Tir batubara dengan konsentrasi antara 0,5-5% efektif untuk penyakit kulit dan tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa tir batubara dengan konsentrasi tersebut dapat memicu

3. Katalis

a. Pengertian Katalis Definisi katalisator, pertama kali ditemukan oleh Oswald, yaitu suatu

substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa mengubah besarnya energi yang menyertai reaksi tersebut. Lebih lanjut, Oswald (1902) mendefinisikan katalisator sebagai suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi tanpa terdapat sebagai produk akhir reaksi. Bell (1941), menjelaskan substansi yang dapat disebut sebagai katalisator suatu reaksi adalah ketika sejumlah tertentu substansi ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi bertambah dari laju pada keadaan stoikiometri biasa. Semua definisi diatas memasukkan kategori katalisator sebagai substansi yang menaikkan laju reaksi dan hal ini tidak mengganggu kesetimbangan (Triyono, 1994).

Menurut Triyono (1994), penggolongan katalisator didasarkan pada fase- fasenya yaitu homogen (dalam fase) dan heterogen (pada antar muka dari dua fase). Umumnya katalis heterogen lebih disukai daripada homogen karena pemisahan dan penggunaan kembali katalis setelah reaksi dengan katalis homogen sering sulit dilakukan.

Pada katalis heterogen, variabel telah terpusatkan pada sifat-sifat kimia permukaan. Pertama-tama yang perlu ditentukan sebelum menentukan katalisator yang akan dipakai dalam suatu reaksi adalah sifat-sifat reaktan, produk yang terlibat pada reaksi dan sifat-sifat permukaan katalisator yang mencakup sifat kimia dan fisikanya.

b. Katalis Bimetal Katalis logam campuran biasanya adalah senyawa intermetalik dari 2

logam yang bersifat katalis aktif (Augustine, 1996). Satu diantara kedua komponen berada dalam jumlah yang relatif besar. Dari pengertian ini terdapat 2 jenis katalis logam campuran, yaitu logam tambahan memiliki sifat katalitik sama dengan logam utama atau logam tambahan tersebut hanya menjadi promotor dari logam utama (Sarifudin, 2004).

Banyak hal yang ditunjukkan dalam penggunaan katalis campuran logam untuk berbagai reaksi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa katalis campuran logam dapat menunjukkan reaktivitas dan selektivitas yang lebih besar daripada apabila logam tersebut digunakan secara sendiri-sendiri.

Pengaruh geometri dan elektronik merupakan pertimbangan penting dalam katalis campuran logam. Kepentingan masing-masing faktor dipengaruhi oleh sifat dan reaksi yang akan dikatalisis (Augustine, 1996).

Orbital d yang kosong dapat berfungsi sebagai situs asam lewis. Situs ini akan menangkap atom H dari gas hidrogen yang akan ditransfer pada senyawa yang akan direngkah. Atom H akan tersubstitusi pada senyawa hidrokarbon yang telah direngkah oleh situs asam bronsted pada katalis (Gates, 1992).

c. Katalisis Sistem Logam Pengemban Logam-logam golongan transisi sangat aktif untuk katalis, tetapi dalam

keadaan murni diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk mendapatkan perbandingan luas permukaan dan volume yang besar. Cara yang mudah untuk mendapatkan katalis yang mempunyai luas permukaan komponen aktif yang luas dan mudah dalam pemakaian adalah dengan mendispersikan komponen aktif pada pengemban (bahan yang mempunyai luas permukaan yang tinggi). Cara ini dapat menghasilkan katalis dengan efisiensi yang tinggi, luas permukaan spesifik logam maksimum, menaikkan stabilitas termal sehingga waktu hidup katalis menjadi lebih lama dan menghasilkan katalis yang mudah diregenerasi (Triyono, 1994).

Katalis logam pengemban umumnya disiapkan dengan memaksa logam bergabung dengan bahan pengemban. Garam pengemban kemudian dikeringkan, Katalis logam pengemban umumnya disiapkan dengan memaksa logam bergabung dengan bahan pengemban. Garam pengemban kemudian dikeringkan,

Logam-logam Ni dan Mo di dalam reaksi katalisis mempunyai salah satu fungsi penting untuk mengatomkan atau mengaktifkan molekul-molekul diatomik atau poliatomik dan kemudian memberikan atom-atom atau molekul-molekul aktif tersebut ke molekul reaktan yang lain.

Kemampuan logam Ni dan Mo dalam mengkatalisis reaksi sangat berkaitan dengan keberadaan elekton pada orbital d yang berbaur dengan keadaan elektronik orbital s dan p yang terdekat, sehingga timbul keadaan elektronik berenergi rendah dalam jumlah yang besar dan orbital kosong yang sangat ideal untuk reaksi katalis. Situs-situs yang memiliki keadaan elektronik degenerasi dalam jumlah yang besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan, konfigurasi dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam dengan bilangan koordinasi yang besar (Hegedus, 1987).

Logam Ni merupakan logam transisi golongan VIIIB pada Sistem Periodik Unsur (SPU), dengan orbital 3d yang belum penuh. Karena distribusi elektron pada orbital-orbital atom Ni harus mengikuti aturan Hund, maka terdapat elektron yang tidak berpasangan dalam orbital d. Berdasarkan sifat-sifat logam Ni tersebut, sehingga sebagai komponen aktif sistem katalis, Ni sangat efektif dalam menjamin keberhasilan reaksi katalitik. Penggunaan secara luas sebagai katalis hidrorengkah pada temperatur dan tekanan rendah membuat Ni menjadi salah satu dari beberapa katalis yang biasa digunakan (Augustine, 1996). Logam Ni dalam sistem periodik unsur mempunyai nomor atom 28 dan mempunyai elektron terluar

8 pada orbital d dengan kofigurasi elektron [Ar] 3d 2 4s . Logam Ni mudah membentuk ikatan kovalen koordinat, maka

pembentukan intermediet pada permukaan katalis menjadi lebih mudah. Logam Ni mempunyai valensi dua membentuk dua macam bentuk kompleks utama. Umumnya adalah kompleks spin bebas (ion atom orbital terluar) logam dengan

ligan H 6+

2 O dan NH 3 membentuk kompleks seperti Ni(H 2 O) 6 dan Ni(NH 3 ) 6 .

3 ) 6 biasanya dibuat dengan mereaksikan Ni(NO 3 ) 2 .6H 2 O dengan persamaan: Ni(NO 2+

Pada kenyataannya Ni(NH 6+

3 ) 2 .6H 2 O + 6NH 4 OH → Ni(NH 3 ) 6 (NO 3 ) 2 + 12H 2 O Fenomena seperti ini terjadi karena kemampuan komponen aktif logam pada permukaan katalis untuk mengadsorpsi reaktan yang telah terdifusi pada permukaan katalis. Kemampuan mengadsorpsi ini berkaitan dengan adanya karakteristik orbital d yang memiliki elektron tidak berpasangan atau orbital yang belum penuh.

Pada mekanisme reaksi yang menggunakan katalis padatan, terjadi adsorpsi molekul-molekul reaktan pada permukaan padatan logam yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbital d merupakan dasar yang tepat dalam aksi katalitik permukaan logam.

Penempatan komponen aktif logam ke dalam sistem pori pengemban dengan menggunakan garam-garam logamnya, seperti garam klorida, sulfat, nitrat atau oksalat, dan untuk logam Ni biasanya digunakan garam nitratnya yaitu

Ni(NO 3 ) 2 .6H 2 O. Selain logam Ni, logam transisi lainnya yang biasa digunakan sebagai katalis adalah Mo. Mo merupakan unsur transisi golongan VIB. Mo merupakan logam yang relatif inert atau sedikit bereaksi dengan larutan asam dan alkali. Logam ini memiliki titik leleh 2610°C. Mo mempunyai konfigurasi elektron [Kr]

5 4d 1 5s . Mo sebagai katalis tidak seluas logam-logam transisi lain. Hal ini dapat

dilihat dari konfigurasi elektron valensinya. Mo memiliki konfigurasi elektron valensi setengah penuh. Hal ini menyebabkan Mo memliki sifat yang stabil sehingga sulit untuk dapat menerima pasangan elektron dari reaktan (Rodiansono, 2004). Pengembanan logam Mo ke dalam sistem pori pengemban biasanya

menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH 4 ) 6 Mo 7 O 24 .4H 2 O (Li, 1999). Pada umumnya katalis logam campuran Ni-Mo diembankan pada suatu mineral padatan berpori. Mo terbentuk sebagai suatu lapisan pada permukaan pengemban, sedangkan Ni yang ada dalam bentuk oksidanya terdistribusi antara lapisan Mo dan matriks pengemban (Sarifudin, 2004).

d. Metode Pengembanan Logam Ada beberapa macam metode preparasi untuk menempatkan komponen

aktif logam ke dalam pengemban. Moss mengelompokkan metode preparasi menjadi 4 macam yaitu metode impregnasi, pertukaran ion, kopresipitasi dan deposisi (Anderson, 1976). Dua metode yang paling umum digunakan adalah impregnasi dan pertukaran ion.

Prinsip impregnasi adalah memasukkan katalis logam secara paksa ke dalam rongga-rongga pengemban. Impregnasi juga merupakan prosedur yang umum untuk membuat katalis bimetal. Katalis bimetal dapat dibuat dengan koimpregnasi yaitu kedua garam logam dimasukkan dalam waktu yang sama atau dengan impregnasi terpisah yaitu garam logam pertama dimasukkan kemudian diikuti garam logam yang kedua. Dalam koimpregnasi, letak dan sifat logam dalam pengemban tergantung pada jenis garam prekursor yang digunakan dan kecenderungan untuk membentuk paduan dua komponen (Augustine, 1996).

Impregnasi dilakukan dengan mengisi pori-pori penyangga dengan larutan garam diikuti penguapan pelarut dan reduksi garam logam atau preparasi katalis dengan pembasahan penyangga menggunakan larutan yang mengandung komponen aktif (impregnan) dan dilanjutkan dengan pengeringan serta immobilisasi komponen aktif.

Pertukaran ion atau juga sering disebut metode pada larutan yang pada prinsipnya adalah menukarkan kation-kation yang terdapat pada situs-situs aktif pada pengemban dengan katalis logam. Pertukaran ion dapat juga digunakan untuk membuat katalis bimetal (Triyono, 1994).

e. Aktivasi Katalis Tahap aktivasi yang meliputi pengeringan, kalsinasi, oksidasi, dan reduksi

digunakan untuk meratakan distribusi logam dalam pengembanan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang digunakan dengan perlakuan termal.

Kalsinasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang relatif tinggi di dalam furnace (Hamdan, 1992). Kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik, menguraikan senyawa logam serta memperbesar Kalsinasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang relatif tinggi di dalam furnace (Hamdan, 1992). Kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik, menguraikan senyawa logam serta memperbesar

Oksidasi bertujuan untuk merubah garam prekursor yang mungkin masih tersisa pada proses kalsinasi diubah menjadi bentuk oksida. Oksidasi juga diperlukan agar komponen aktif logam membentuk oksida sehingga terdistribusi lebih baik dalam pengembanan. Proses oksidasi dilakukan menggunakan aliran gas oksigen pada temperatur dan waktu tertentu.

Reduksi merupakan proses aktivasi yang terakhir dengan menggunakan gas hidrogen pada temperatur 400-600°C, untuk mengubah senyawa logam atau oksidanya menjadi logam (bilangan oksidasi = 0) sebagai situs asam Lewis. Reduksi diperlukan karena senyawa logam yang terdapat dalam pengembanan merupakan oksida yang terbentuk dari garam logam selama tahap kalsinasi atau berupa garam itu sendiri. Proses reduksi berlangsung seperti pada reaksi berikut:

+ H 2 O Dimana: M = Logam

MO (s)

+ H 2(g)

a. Zeolit Y Zeolit adalah kristal alumino silikat dari elemen grup IA dan grup IIA

seperti natrium, kalium magnesium, dan kalsium. Secara kimia zeolit dapat ditulis dengan rumus empirik :

M 2/n O.Al 2 O 3 .ySiO 2 .wH 2 O

Dimana : y adalah 2 atau lebih besar n adalah valensi kation w melambangkan air yang terkandung di dalamnya.

(Ulfah, 2006)

Zeolit dapat digunakan sebagai pengemban katalis logam karena mempunyai struktur yang berongga dengan ukuran seragam. Selain sebagai pengemban, zeolit juga dapat berperan sebagai katalis karena punya situs asam pada permukaannya. Keasaman zeolit berasal dari situs asam Brönsted dan situs asam Lewis. Situs asam Brönsted berupa proton yang merekat pada kerangka oksigen yang berikatan dengan kerangka silika disekitar alumunium. Bila zeolit

dipanaskan 550 0

C maka asam Bronsted dapat menjadi situs asam Lewis sebagaimana terlihat pada gambar 4 (Dyer, 1998).

situs bronsted Situs Brönsted

situs lewis Situs Lewis Gambar 4. Pembentukan situs Asam Lewis Situs Lewis tersebut belum stabil, karena masih adanya uap air dan dapat

distabilkan dengan mengeluarkan Al dari kerangka membentuk situs Lewis sebenarnya, seperti disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Situs Lewis sebenarnya (Dyer, 1988)

Menurut Saputra (2006), berdasarkan pada asalnya zeolit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Zeolit alam Pada umumnya, zeolit dibentuk oleh reaksi dari air pori dengan berbagai material seperti gelas, poorly cristalline clay, plagioklas ataupun silika. Bentukan

zeolit mengandung perbandingan yang besar dari M + dan H pada Na , K dan Ca 2+ . Pembentukan zeolit alam ini tergantung pada komposisi dari batuan induk,

temperatur, tekanan, tekanan parsial dari air, pH dan aktivitas dari ion-ion tertentu.

2. Zeolit sintetis Mineral zeolit sintetis yang dibuat tidak dapat persis sama dengan mineral zeolit alam, walaupun zeolit sintetis mempunyai sifat fisik yang jauh lebih baik. Beberapa ahli menamakan zeolit sintetis sama dengan nama mineral zeolit alam dengan menambahkan kata sintetis di belakangnya, dalam dunia perdagangan muncul nama zeolit sintetis seperti zeolit A, zeolit K-C dll. Zeolit sintetis terbentuk ketika gel yang ada terkristalisasi pada temperatur dari temperatur

kamar sampai dengan 200 o C pada tekanan atmosfer ataupun autogenous. Metode ini sangat baik diterapkan pada logam alkali untuk menyiapkan campuran gel

yang reaktif dan homogen. Struktur gel terbentuk karena polimerisasi anion alumina dan silika. Komposisi dan struktur gel hidrat ini ditentukan oleh ukuran dan struktur dari jenis polimerisasi. Zeolit dibentuk dalam kondisi hidrotermal, bahan utama pembentuknya adalah alumina silika (gel) dan berbagai logam sebagai kation. Komposisi gel, sifat fisik dan kimia reaktan, serta jenis kation dan kondisi kristalisasi sangat menentukan struktur yang diperoleh.

Zeolit sintetis sangat bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3 kelompok zeolit sintetis:

1. Zeolit sintetis dengan kadar Si rendah Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi tinggi karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volume porinya

3 dapat mencapai 0,5 cm 3 tiap cm volume zeolit.

2. Zeolit sintetis dengan kadar Si sedang

Zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka diusahakan membuat zeolit Y dengan perbandingan Si/Al = 1-3. Contoh zeolit sintetis jenis ini adalah zeolit omega.

3. Zeolit sintetis dengan kadar Si tinggi Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon. Zeolit jenis ini misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21, ZSM-24 (Saputra, 2006).

Tabel 1. Komposisi dan formula dari zeolit yang bertipe kalsik

Tabel 2. Komposisi dan formula zeolit yang bertipe alkalik

(Saputra, 2006) Zeolit sintetis memiliki sifat yang lebih baik dibanding dengan zeolit alam. Perbedaan terbesar antara zeolit sintetis dengan zeolit alam adalah:

1. Zeolit sintetis dibuat dari bahan kimia dan bahan-bahan alam yang kemudian diproses dari tubuh bijih alam.

2. Zeolit sintetis memiliki perbandingan silika dan alumina yaitu 1:1 dan sedangkan pada zeolit alam hingga 5:1.

3. Zeolit alam tidak terpisah dalam lingkungan asam seperti halnya zeolit sintetis (Saputra, 2006).

Struktur zeolit Y, salah satu contoh zeolit sintetis, merupakan kristal mineral alumino-silikat yang terbentuk dari koordinasi polihedral [SiO 4-

4 ] dan [AlO 3-

4 ] dengan sistem kerangka terbuka dengan rongga-rongga dan pori-porinya yang ditempati oleh kation/logam dan molekul air. Setiap ion silikon mempunyai muatan 4+ yang dinetralkan oleh 4 oksigen tetrahedral yang mengelilinginya, sehingga tetrahedral dari silika bermuatan netral. Tetrahedral alumina mempunyai muatan 1-, karena ion aluminium yang bermuatan 3+ berikatan dengan empat ion oksigen. Muatan negatif tersebut dinetralkan oleh kation penyeimbang yang terdapat di luar kerangka.

Zeolit Y dilihat dari struktur asalnya, merupakan salah satu jenis zeolit yang tersusun atas sangkar-sangkar sodalit yang disatukan melalui perluasan cincin-6 dan bergabung melalui bidang heksagonal, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Struktur dalam sangkar besar berdiameter 1,3 nm, mempunyai tetrahedral setiap pembukaan cincin-12. Diameter cincin-12 berukuran 0,74 nm, yang memungkinkan molekul yang lebih besar masuk dalam sangkar. Unit substruktur dasar sangkar sodalit tersebut dibentuk dengan kombinasi beberapa bujur sangkar dan beberapa heksagonal. Polihedral-polihedral dapat mengandung lebih dari 24 tetrahedral.

Gambar 6. Struktur zeolit Y dengan pembukaan cincin-12 (Augustine, 1996)

Unit struktur zeolit yang merupakan penyusun zeolit Y adalah gabungan dari banyak unit bangun sekunder dan unit bangun polihedral. Unit Pembangun Sekunder (UPS) tersebut dapat dibentuk dari Unit Pembangun Primer (UPP). Unit pembangun primer merupakan unit terkecil dalam struktur zeolit yang berupa Unit struktur zeolit yang merupakan penyusun zeolit Y adalah gabungan dari banyak unit bangun sekunder dan unit bangun polihedral. Unit Pembangun Sekunder (UPS) tersebut dapat dibentuk dari Unit Pembangun Primer (UPP). Unit pembangun primer merupakan unit terkecil dalam struktur zeolit yang berupa

4 dengan T merupakan Si atau Al seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dalam zeolit Y rasio Si/Al antara 2 dan 5 (Augustine, 1996).

Gambar 7. Unit Pembangun Primer Zeolit (UPP); (a) Model kerangka, (b) Model ruang, (c) Model bola tongkat, (d) Model bola.

Sedangkan Unit Pembangun Sekunder ditunjukkan pada Gambar 8

Gambar 8. Unit Pembangun Sekunder Zeolit (UPS) Empat tetrahedral berhubungan membentuk bujur sangkar (atom T pada

pusat) dan enam tetrahedral akan membentuk heksagonal. Empat UPP bergabung menjadi ring 4 bujur sangkar, 6 UPP membentuk ring 6, 8 UPP membentuk ring 8. Bentuk 4-4 adalah hasil penggabungan 4 buah ring 4, 6-6 adalah gabungan

6 buah ring dan seterusnya, sedangkan 5-1 adalah gabungan satu ring dan satu UPP dan seterusnya. Zeolit tipe Y juga terjadi dengan penghubung sangkar sodalit dapat digambarkan seperti disajikan pada Gambar 9 (Chambellan, 1984).

Gambar 9. Diagram unit struktur dasar dan model kombinasi zeolit A, X dan Y. Zeolit Y merupakan kristal mineral alumino-silikat yang terbentuk dari

koordinasi polihedral [SiO 5-

4 ] dan [AlO 4 ] dengan sistem kerangka terbuka dengan rongga-rongga dan pori-porinya ditempati oleh kation dan molekul air. Kerangka tersusun dari ion silikon mempunyai muatan 4+ yang dinetralkan oleh empat oksigen tetrahedral yang mengelilinginya sehingga tetrahedral dari silika bermuatan netral. Adanya tetrahedral alumina yang mempunyai muatan 1-, karena ion aluminium yang bermuatan 3+ berikatan dengan empat ion oksigen, sehingga ikatan dengan kation dari logam alkali atau alkali tanah terjadi pada tetrahedral alumina (Gates, 1992).

Molekul air yang menempati kerangka zeolit Y dapat dihilangkan dan kation dalam zeolit Y dapat dipertukarkan. Jumlah molekul air menunjukkan jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang terbentuk saat unit sel kristal tersebut dipanaskan, sedangkan jumlah kation dapat ditentukan oleh jumlah

tetrahedral [AlO 5-

4 ] di dalam kerangka. Kation dalam zeolit Y berfungsi untuk menetralkan muatan negatif pada kerangka oksigen yang disebabkan oleh

substitusi Al 4+ ke Si (Dyer, 1988), seperti ditunjukkan pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10. Bentuk Na-Zeolit Y (Gates, 1992)

Gambar 11. Bentuk Ca-Zeolit Y (Gates, 1992) Struktur porus (pori-pori mikro) dan dimensi tiga zeolit Y memungkinkan

Dokumen yang terkait

Klasifikasi Topik Berita Berbahasa Indonesia menggunakan Weighted K-Nearest Neighbor

0 0 7

Handling Imbalanced Data pada Prediksi Churn menggunakan metode SMOTE dan KNN Based on Kernel Handling Imbalanced Data on Churn Prediction using SMOTE and KNN Based on Kernel Methods Oscar Febri Ramadhan

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Implementasi Sistem Informasi Kepegawaian pada Gereja Protestan Maluku menggunakan RESTful Web Service dan Node.Js

0 1 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Pengelolaan Pengetahuan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Utara menggunakan Kerangka SECI

0 0 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Kebutuhan Desain Pelatihan Pengembangan Pembelajaran Tematik Integratif menggunakan CEM - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pelatih

0 0 68

2. Pelaksanaan remedial Ujian Dinas dan Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah menggunakan sistem ujian tertulis. 3. Materi remedial Ujian Dinas dan Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah sebagaimana terlampir. Setiap perkembangan informasi pelaksan

0 0 10

Analisis dan Implementasi Community Detection menggunakan Spectral Clustering Method dalam Social Network

0 0 20

Estimasi parameter model regresi com-poisson untuk data tersensor kanan menggunakan metode maksimum likelihood

0 0 50

KecenderunganPembelian Impulsif Online Ditinjau dari Penjelajahan Website Yang Bersifat Hedonis dan Jenis Kelamin pada Generasi Y

0 0 6

Penjadwalan pengiriman produk jadi dengan menggunakan model Binary Integer Programming di PT. XYZ

0 0 102