Perpustakaan eBook Buddhis http:www.DhammaCitta.org
2. 4 Pandangan umum tentang lingkungan hidup
dalam Buddhisme
Wawasan Ekologi Buddhis Buddhisme menganggap alam dan seisinya ini
sebagai dharmadhatu, yakni suatu kesatuan mutlak (totalitas), dimana suatu peristiwa yang terjadi di jagad ra ya ini akan ber pengar uh baik secara langsung maupun tidak langsung terhada p
1. Pendahuluan komponen lainnya. Inilah yang disebut dengan konsep kesaling-tergantungan (interdependensi) dari segala
Kar ya tulis ini ber tujuan untuk meng gali sesuatu di jagad raya ini. Jadi secara umum kita pandangan Buddhis mengenai lingkungan hidup dan
dapat mengatakan bahwa alam semesta adalah selanjutn ya mencoba menerapkan pandangan-
bagian dari diri kita dan kita adalah bagian dari alam pandangan tersebut untuk membantu memecahkan
semesta. Makrokosmos adalah ba g ian dar i masalah lingkungan hidup yang dihadapi oleh bangsa
mikrokosmos dan demikian pula sebalikn ya ini. Tema ini merupakan wujud kepedulian penulis
mikrokosmos adalah bagian dar i makrokosmos. terhadap permasalahan lingkungan hidup, yang telah
Merusak lingkungan hidup sebagai contoh, jelas begitu parah melanda bangsa kita. Mulai dari yang
sekali akan memberikan efek negatif baik langsung berskala internasional, seperti halnya kebakaran
maupun tidak langsung terhadap diri kita sendiri hutan yang terjadi beberapa waktu yang lalu, hingga
maupun orang lain.
yang berskala lokal, seperti misalnya tanah longsor. Tulisan ini bermaksud membuktikan bahwa kita
3. Kebersihan
sehar usn ya da pat berbuat ban yak terhada p lingkungan ini, asalkan ada tekad dan kemauan
Membaca sub-judul di atas, maka yang langsung untuk melakukann ya. Mengingat permasalahan
terlintas dalam benak kita adalah masalah sampah, lingkungan hidup ini begitu kompleksnya, maka
dan memang demikian halnya. Masalah kebersihan semua pihak perlu terlibat di dalamnya, mulai dari
memang tidak terpisahkan dengan sampah. Masalah r ak yat hing ga pemer intah. Agama memang
sampah ini telah menjadi penyakit akut semenjak memberikan banyak konsep untuk menginspirasi
lama, pertama-tama oleh karena sikap kita yang kita, namun tetap saja agar konsep tersebut menjadi
membuang sampah tidak pada tempatnya dan yang hidup, maka kita sendirilah yang harus berjuang
kedua disebabkan oleh menggunungnya sampah itu keras untuk mewujudkannya.
sendiri, sebagai akibat meledaknya jumlah penduduk sendiri, sebagai akibat meledaknya jumlah penduduk
misalnya, dimana sungai dimanfaatkan sebagai obyek membuang sampah sembar angan dapat
pariwisata. Para wisatawan dapat menyewa perahu mengakibatkan berbagai permasalahan. Kita telah
dan menikmati keindahan kota, dimana ini dapat memahami pula bahwa sampah yang dibuang
meningkatkan pendapatan negara.
sembarangan dapat meng ganggu pemandangan, Efek ber ikutn ya dar i pendangkalan sungai menyumbat selokan sehingga menghambat aliran air
adalah bencana banjir yang melanda berbagai kota serta mengakibatkan banjir, menimbulkan bau tidak
besar di Indonesia, seperti misalnya Surabaya dan sedap dan lain sebagainya.
Jakarta. Oleh karena sungai menjadi dangkal, maka Berbagai penyakit berbahaya seperti disentri,
daya tampung airnya menjadi berkurang.. Hujan kolera, tipus, demam berdarah, dan lain sebagainya,
yang sedikit lebat saja sudah dapat membuat sungai juga disebabkan karena kita tidak membuang serta
meluap dan membanjiri daerah di sekitarnya. Apabila menangani sampah dengan benar. Sebagai contoh,
banjir tidak kunjung surut, maka timbullah berbagai apabila kita membuang sampah sembarangan di
wabah penyakit, seperti misalnya penyakit kulit dan sungai, maka sampah tersebut dapat mengakibatkan
infeksi saluran pernafasan.
pendangkalan sungai serta bau yang tidak sedap. Kini kita beralih pada masalah menggunungnya Selain itu warga yang tinggal di tepian sungai, dimana
sampah. Sebagaimana yang telah diungkapkan di mereka biasa memanfaatkan air sungai untuk
atas, masalah menggunungnya sampah tersebut kebutuhan sehari-har inya (mandi, mencuci, dan
disebabkan oleh beberapa hal, dua yang terpenting memasak), akan menderita berbagai permasalahan.
adalah meledakn ya jumlah penduduk dan Air sungai menjadi tidak la yak lagi untuk
meningkatn ya konsumer isme masyarakat. Jika diminum dan apabila dipergunakan untuk mandi
jumlah penduduk meningkat, sampah yang dapat menimbulkan penyakit kulit. Pendangkalan
dihasilkan juga meningkat, sehing ga melebihi sungai juga dapat mengakibatkan berbagai hal,
ka pasitas penampungan TPA-TPA (Tempat pertama-tama sungai menjadi dangkal sehingga tidak
Pembuangan Akhir) yang ada.
layak lagi dipergunakan sebagai sarana transportasi. Pada umumn ya meningkatn ya jumlah Tetapi barangkali masalah ini tidak dianggap
penduduk di kota-kota besar disebabkan oleh penting lagi oleh masyarakat modern, oleh karena
urbanisasi. Kota telah menjadi semacam gula-gula dewasa ini transportasi air tidak dipentingkan lagi.
yang menar ik para pendatang dar i wila yah Di zaman modern ini memang transportasi lebih
sekitarnya. Jadi menggunungnya sampah itu erat banyak dilakukan lewat darat, sehingga peran sungai
hubungannya dengan urbanisasi. Meningkatnya sebagai media transportasi menjadi hilang. Meskipun
kemakmuran suatu negara meningkatkan pula demikian, kita seyog yanya belajar dari kota-kota
konsumer isme di negara tersebut. Kalau kita konsumer isme di negara tersebut. Kalau kita
Siksakaraniya , seperti misalnya aturan nomor 193, biasa dalam merangsang tingkat konsumer isme
217, 218, dan 219, maka pentingn ya masalah masyarakat. Padahal peningkatan konsumerisme
kebersihan ini juga sangat ditekankan. Agar lebih tersebut pada gilirannya menyebabkan peledakan
jelasnya lagi kita akan mengutipkan aturan nomor jumlah sampah. Mengapa demikian? Seiring dengan
meningkatn ya konsumsi, makin ban yak pula pembungkus barang yang dibuang, baik yang terbuat
“Seorang bhikshu harus belajar untuk tidak membuang dari plastik, karton, kertas, dan lain sebagainya.
air kecil, air besar, atau meludah ke dalam air...” Selain itu, dengan makin sering munculnya
produk-produk dengan model yang lebih bar u, Dar i kutipan di atas jelas sekali bahwa, banyak orang akan terpicu untuk membeli produk
Buddhisme mengajarkan untuk tidak membuang terbaru dan membuang yang lama. Karenanya, kita
kotoran secara sembarangan, seperti misalnya ke secar a sederhana da pat mer umuskan laju
dalam air. Tindakan semacam itu dapat mencemari per tambahan jumlah sampah yang ada sebagai
air dan menyebarkan wabah penyakit. berbanding lur us dengan laju per tambahan
Kini kita akan membahas konsumer isme. penduduk dan daya konsumerisme, seperti yang
Sesung guhn ya tidak ada yang salah dengan tampak pada rumus di bawah ini:
konsumerisme ini, hanya saja jika dilakukan dengan berlebihan akan menimbulkan efek negatif. Sehingga
S~P+K+F yang menjadi masalah sesung guhn ya adalah
konsumerisme berlebihan.
Kalau kita menelaah lebih jauh, maka dengan:
konsumer isme berlebihan ini ber akar pada keserakahan dan hawa nafsu keinginan manusia yang
S = laju pertambahan jumlah sampah tidak per nah merasa cukup. Buddhisme juga P = laju pertambahan populasi penduduk
mengenal berbagai latihan untuk mengendalikan K = laju peningkatan konsumerisme
hawa nafsu keinginan, seperti misalnya praktek
F = faktor-faktor lain yang tidak dibahas di sini asthasila (delapan aturan kemoralan). Latihan tersebut biasanya dilakukan para umat awam pada
Demikianlah, kita telah membahas secara tanggal-tanggal tertentu menurut penanggalan lu- sekilas seluk beluk permasalahan kebersihan. Kini
nar. Selama menjalankan latihan tersebut, seseorang kita akan membahas pandangan Buddhisme
belajar untuk hidup secukupnya, atau dengan kata sehubungan dengan masalah kebersihan tersebut. Di
lain hidup benar-benar untuk hidup. T idak lain hidup benar-benar untuk hidup. T idak
secar a prof esional kepada mereka dan juga Buddhisme membagi keinginan menjadi dua macam,
mendirikan koperasi untuk menampung hasil kerja yakni tanha dan chanda. Tanha adalah keinginan
para pemulung tersebut, untuk kemudian didaur yang didasar i hawa nafsu keing inan semata,
ulang. Selain itu pemerintah juga perlu memberikan dasarnya adalah keserakahan. Inilah keinginan yang
perlindungan kepada mereka dalam bentuk lembaga membawa pada konsumer isme ber lebihan.
tertentu serta berusaha meningkatkan taraf hidup Sebaliknya, chanda berarti keinginan yang dilandasi
mereka.
kebijaksanaan. Kita mengkonsumsi sesuatu yang Setelah menelaah dan merenungkan dengan benar-benar kita butuhkan dengan
seksama hal-hal di atas, maka jelas sekali bahwa mempertimbangkan azas manfaat. Chanda inilah
Buddhisme telah mengajarkan untuk mengkonsumsi yang harus terus-menerus kita kembangkan.
sesuatu dengan secukupnya saja. Jika prinsip ini kita Berbicara mengenai menggunungnya sampah,
pegang, maka per masalahan meng gunungn ya maka kita tidak boleh melupakan peranan para
sampah tidak akan terjadi atau setidakn ya pemulung. Mereka sebenarn ya juga ber peranan
berkurang. Pemerintah juga seyogyanya membatasi dalam mengurangi meledaknya timbunan sampah.
iklan-iklan yang ada, sehingga tidak merangsang Tetapi sayangnya, kita kurang menghargai peranan
konsumer isme yang ber lebihan. Selain itu mereka. Pemulung yang sesungguhnya besar jasanya
pemer intah juga hendaknya bertanggung jawab dianggap sebagai pekerjaan yang hina. Padahal setiap
untuk melakukan pemer ataan kemakmuran, agama mengajarkan bahwa tiap-tiap pekerjaan yang
sehingga menekan laju urbanisasi. bermanfaat dan tidak merugikan orang lain adalah halal dan mulia.
4. Perusakan hutan dan lingkungan hidup Di dalam Buddhisme ada kisah mengenai seorang pembuang kotoran manusia bernama Niddhi
Beberapa waktu yang lalu, negeri kita mengalami yang dijauhi oleh orang lain, karena mereka
bencana yang cukup memalukan di dunia mengang gap pekerjaan itu hina. Buddha lalu
internasional. Bencana itu adalah kebakaran hutan menjelaskan mengenai betapa berjasanya Niddhi,
di Kalimantan. Kita sangat menyesalkan hal tersebut dapat dibayangkan permasalahan yang timbul jika
terjadi, mengingat hutan di Kalimantan juga telah tidak ada orang yang bersedia melakukan pekerjaan-
semakin berkurang akibat penebangan liar. Masalah pekerjaan yang dianggap hina semacam itu.
penebangan liar ini tidak hanya terjadi di Kalimantan Demikianlah haln ya dengan pemulung, kita
saja, tetapi juga di tempat-tempat lain di seluruh In- seharusnya berterima kasih pada mereka. Untuk
donesia. Penulis selalu bertanya-tanya mengapa hal lebih memberdayakan mereka, maka perlu diusulkan
ini terjadi, padahal semenjak di bangku Sekolah
Dasar kita telah mempelajari betapa pentingnya selama 50 tahun akan menghasilkan oksigen senilai hutan. Mengapa hingga saat ini kita belum sadar
31.250 USD, pengendali polusi udara senilai 62.000 juga?
USD, pengendali erosi dan penyubur tanah senilai Kita dengan sengaja masih melakukan
31.250 USD, air tanah senilai 37.500 USD, dan habi- peng gundulan dan pembakaran hutan, tetapi
tat hidup bagi hewan senilai 31.250 USD. Sehingga sebaliknya reboisasi tidak diterapkan sebagaimana
keselur uhan nilai yang dihasilkan oleh sebatang mestinya. Perusakan dan pembakaran hutan ini jelas
bohon berusia 50 tahun adalah 193.250 USD, tetapi sekali dapat mengakibatkan banyak bencana. Asap
pada kenyataannya nilai jual sebatang pohon berada yang timbul sebagai akibat dari pembakaran hutan
jauh di bawah nilai tersebut.
beberapa waktu yang lalu, menimbulkan gangguan Fakta-fakta semacam ini jarang diketahui oleh serius bagi negara tetangga kita, seperti misalnya
masyarakat, sehingga tidak timbul penghargaan Malaysia dan Singapura. Ini tentu saja memalukan
terhada p hutan dan lingkungan sekitar n ya. kita sebagai suatu bangsa. Selain itu hutan yang
Buddhisme juga mengecam perusakan hutan dan gundul akan mengurangi kesuburan tanah dan dapat
lingkungan, sebagaimana yang dinyatakan dalam merubah tempat tersebut menjadi gurun pasir yang
kitab Brahmajala Sutta:
kering. Jika ini yang terjadi, maka sulit sekali untuk mengembalikan kesuburannya.
“Samana Gotama (maksudnya Buddha - penulis) tidak Bencana lain yang disebabkan oleh rusaknya
merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh dan tidak hutan adalah banjir, sebagaimana yang pernah
mau merusak tumbuh-tumbuhan.”
melanda Jakarta beberapa tahun yang lalu, karena rusaknya hutan di dataran tinggi. Banjir terjadi
Dar i kutipan di atas, maka Buddhisme karena pepohonan yang berfungsi untuk menghisap
mengajarkan kita untuk mencintai alam ini dan tidak air hujan telah hilang, sehingga air hujan akan
merusaknya. Lebih jauh lagi dalam aturan kebiaraan mengalir turun begitu saja dan apabila jumlahnya
(vinaya) bagian Prayascitta nomor 60, yang berbunyi berlebihan maka akan mengakibatkan banjir.
sebagai berikut:
Bencana tanah longsor juga disebabkan oleh penggundulan hutan, yakni karena tidak adanya lagi
“Jika seor ang bhikshu men yebabkan tumbuh- akar pohon yang sebelumn ya berfungsi untuk tumbuhan tercabut dari tempatnya tumbuh, maka ia
melakukan pelanggaran.”
menahan tanah agar tidak longsor. Lebih jauh lagi agar kita memahami nilai
Demikianlah, ter n yata ditinjau dar i sudut sesungguhnya dari sebatang pohon, maka kita akan pandang Buddhisme, terda pat ajar an untuk mengutip pendapat T.M. Das dari University of Cal- menghargai dan menjaga kelestarian alam ini, tetapi cutta. Menur utn ya sebatang pohon yang hidup Demikianlah, ter n yata ditinjau dar i sudut sesungguhnya dari sebatang pohon, maka kita akan pandang Buddhisme, terda pat ajar an untuk mengutip pendapat T.M. Das dari University of Cal- menghargai dan menjaga kelestarian alam ini, tetapi cutta. Menur utn ya sebatang pohon yang hidup
orang-orang yang duduk di pemerintahan perlu Apabila kita menganalisa secara mendalam,
ditingkatkan semangat moralitas keagamannya. maka eksploitasi terhadap alam berakar pada
Selain itu, pemer intah juga har us aktif keserakahan. Sif at ser akah tersebutlah yang
memantau proses reboisasi pohon-pohon yang telah membutakan manusia akan bahaya penebangan dan
ditebang, dimana para pemuka agama setempat dapat perusakan hutan secara berlebihan. Buddhisme
menjadi mitra pemerintah dalam hal ini. Sebagai memang mengajarkan bahwa salah dari tiga akar
penutup bagian ini, akan dikutipkan pepatah kejahatan adalah keserakahan (lobha) dan ini hanya
kebijaksanaan dari salah satu suku Indian di Amerika dapat diatasi dengan latihan-latihan spir itual
mengenai pelestar ian lingkungan hidup, yang tertentu, misalnya dengan mempraktekkan asthasila
berbunyi sebagai berikut:
(delapan aturan kemoralan), sebagaimana yang telah disinggung pada bagian terdahulu.
“Ketika hutan-hutan telah gundul, pepohonan menjadi Selanjutnya, kita juga patut mengakui bahwa
kering, dan ikan-ikan telah mati, maka pada saat itu para pemuka agama jarang membicarakan tema-
barulah manusia menyadari bahwa uang tidaklah dapat tema semacam ini. Oleh karenan ya, kita har us
dimakan.”
merubah kebiasaan ini, dimana para pemuka agama harus lebih rajin mengkampanyekan pelestar ian
Pepatah di atas sung guh baik sekali lingkungan. Bila dirasa perlu, dapat diadakan semi-
direnungkan, mengingat bahwa masyarakat kita nar-seminar yang berhubungan dengan hal tersebut.
sekarang ini lebih tergila-gila pada uang, yang mana Kita dapat pula membentuk lembaga swada ya
hal ini akan makin memper tebal keserakahan. masyarakat yang berkeliling ke desa-desa untuk
Selama keserakahan itu masih ada maka kecintaan memberikan penyuluhan dengan disertai pemuka
kepada lingkungan sulit bertumbuh dan berkembang. agama setempat. Kita dapat pula menggerakkan
masyarakat untuk bersama-sama menghijaukan
5. Pencemaran lingkungan
kembali hutan, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut juga bagian dari ibadah.
Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Indone- Sekar ang kita akan ber alih pada per an
sia saja, melainkan di seluruh negara berkembang, pemer intah dalam mencegah per usakan hutan.
dimana kesadaran terhadap wawasan ekologis masih Pemerintah harus berani menindak tegas oknum-
sangat kurang. Banyak industri yang membuang oknum dibalik tindakan perusakan hutan itu dan
begitu saja limbahnya ke sungai, tanpa penanganan jangan tunduk pada uang. Sudah menjadi rahasia
yang memadai. Limbah tersebut sehar usn ya umum, bahwa ada orang-orang pemerintahan yang
dinetralisir terlebih dahulu kandungan zat-zat dinetralisir terlebih dahulu kandungan zat-zat
kita har us senantiasa melakukan kebajikan, membutuhkan biaya, sehingga para pemilik pabrik
termasuk kebajikan pada alam. Salah satu bentuk enggan melakukannya.
kebajikan pada alam adalah dengan bertekad untuk Marilah kita telaah akibat-akibat buruk dari
tidak merugikan atau menyakiti makhluk hidup pencemaran lingkungan yang terjadi. Akibat pertama
lainnya, yakni sebagaimana yang dituangkan dalam adalah matinya makhluk-makhluk hidup penghuni
Metta Sutta di bawah ini:
lingkungan yang telah tercemar itu. Makhluk- makhluk hidup yang mati (misalnya ikan) dapat
“Tidak melakukan apapun yang dicela oleh para menimbulkan bau busuk yang sangat menganggu,
bijaksana. Semoga semua makhluk bahagia dan damai. ini efek langsung dari peristiwa tersebut. Efek tidak
Semoga hati mereka penuh kebajikan. Makhluk hidup langsung dapat dilihat dari terganggunya rantai
apa pun juga yang ada, yang lemah atau kuat, tinggi, makanan, sebagai akibat dari kematian hewan-hewan gemuk, atau sedang, pendek, kecil atau besar, tanpa kecuali, yang terlihat atau tidak terlihat, yang tinggal
itu. Jika air sungai yang telah tercemar diminum atau jauh maupun dekat, yang sudah lahir atau pun yang dipakai mandi oleh manusia, maka dapat akan lahir, semoga semua makhluk bahagia! Bagaikan
mengakibatkan timbuln ya pen yakit mematikan seorang ibu mau melindungi anaknya yang tunggal seperti misalnya kanker. Buddhisme menganjurkan
dengan mengorbankan kehidupannya sendiri, demikian untuk tidak membunuh makhluk apapun.
pula hendaklah ia mengembangkan hati yang tak Ada lima peraturan kemoralan (disebut dengan
terbatas kepada semua makhluk. Hendaklah pikirannya Pancasila Buddhis) yang perlu dijalankan oleh umat
dipenuhi cinta kasih yang tak terbatas, menyelimuti awam, dimana aturan pertama berisi anjuran untuk
seluruh dunia. Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling, menahan dir i dar i pembunuhan. Buddhisme
tanpa r intangan, tanpa kebencian, tanpa rasa mengajarkan pr insip hukum kar ma atau sebab
permusuhan apapun.”
akibat, yang berbunyi sebagai berikut: Seseorang yang menjalankan prinsip-prinsip
“Sebagaimana benih yang ditabur, maka itulah buah dalam Metta Sutta di atas, tidak akan dengan sengaja yang akan dituai. Pelaku kejahatan akan menuai
dan sadar mencemar i lingkungannya, karena ia kejahatan, sebaliknya pelaku kebajikan akan menuai
mengetahui bahwa hal itu akan melukai, menyakiti, kebajikan.”
serta membunuh makhluk lainnya. Kini kita telah memahami bahwa apabila agama dijalankan serta
Jadi kesimpulannya, apabila seseorang dengan dipahami dengan benar, maka tidak akan ada sengaja melakukan kejahatan pada alam, maka cepat
pencemaran lingkungan. Kita dapat hidup dalam atau lambat ia akan menuai akibatnya. Oleh karena
harmoni nan indah dengan alam sekitar kita. Salah harmoni nan indah dengan alam sekitar kita. Salah
1. Kelahiran atau kemunculan adalah timbulnya
5 sesuatu yang belum ada sebelumnya.
contoh: lahirnya seorang anak.
2. Keberlangsungan atau kelanggengan adalah
Pembahasan Menarik dari Buku tetap adanya sesuatu yang serupa dengan
pendahulunya.
Meditation on Emptiness
Contoh: anak yang tadinya bayi, sekarang bertumbuh dewasa.
3. Penuaan adalah adanya perubahan sehubungan Pembahasan kali ini diambil dari buku Medita-
dengan kondisi terakhirnya dibandingkan tion on Emptiness (kar ya Jeffrey Hopkins, Wisdom
kondisi sebelumnya.
Publications). Pada halaman 350 terdapat hal yang Contoh: seseorang mengalami penuaan dengan cukup menarik untuk disimak:
timbulnya uban di kepala, yang tidak dimilikinya semasa masih muda.
Mengenai ketidak-kekalan itu sendiri, Sautrantika
4. Kematian atau kemusnahan adalah tidak menawarkan suatu penjelasan yang berbeda dengan
adanya lagi sesuatu setelah eksis [untuk Vaibhasika , namun selaras dengan pandangan
sementara waktu].
Mahayana. Vaibhasika mengajarkan bahwa kelahiran/ Contoh: orang yang telah meninggal. kemunculan (production), keberlangsungan sesuatu
(abiding), proses penuaan (aging), dan kematian (disin- tegration ) bukanlah empat proses melainkan empat
Kesemua karakteristik ini hadir secara simultan karena segala sesuatu tidak akan pernah selamanya sama. Apa
pen yebab (a gent), yakni: (1) yang men yebabkan yang baru saja lahir/muncul adalah apa yang sedang kelahiran/kemunculan sesuatu, (2) yang menyebabkan
penuaan, (3) yang menyebabkan keberlangsungan atau berlangsung sebagai sesuatu yang serupa dengan kelanggengan sesuatu, dan (4) yang menyebabkan
penyebab sebelumnya, tetapi sekaligus juga merupakan kematian/kemusnahan. Empat ciri khas fenomena
entitas yang berbeda dengannya. Oleh karena itu, segala sesuatu.... tidak memerlukan penyebab bagi kematian/
ketidak-kekalan ini adalah entitas substantial yang kemusnahannya ataupun kemunculannya. Segala terpisah dari fenomenanya sendiri. Keempatnya itu
hadir secara simultan (bersama-sama) sebagai ciri khas sesuatu sudah hakekatn ya mengalami kematian/ atau karakter istik suatu fenonema, tetapi akan
kemusnahan dan tidak memerlukan penyebab untuk menjalankan fungsinya secara bertahap. Menurut
menjadikannya seperti itu.
ajaran Vaibhasika, tahapan-tahapan (momentum) ketidak-kekalan itu mengacu pada keempat hal ini.
Barangkali para pembaca dapat menafsirkan Aliran Sautrantika sebaliknya memandang bahwa:
kutipan ini secara berbeda-beda, tetapi saya akan coba membahasnya dari segi ilmu biologi. Para ahli kutipan ini secara berbeda-beda, tetapi saya akan coba membahasnya dari segi ilmu biologi. Para ahli
sudut pandang mana kita berada.
ber usaha menemukan suatu gen yang da pat memperlambat laju penuaan seseorang. Jadi filosofi
4 Februari 2006
Vaibhasika yang berlaku di sini, yakni dalam hal pandangan mengenai adanya penyebab terpisah bagi proses ketidak-kekalan yang dialami segala sesuatu, dimana hal ini diperlihatkan oleh adanya sentrosom dalam sel yang berfungsi sebagai alat pembelahan dir i sehing ga menja ga keber langsungan/ kelanggengan suatu organisme.
Dengan demikian, nampakn ya f ilsaf at Sautrantika tidak bersedia “memusingkan” diri lagi
dengan keruwetan organisme itu, dan mengambil jalan pintas bahwa itu semua memang sudah hakekat (dari sononya) segala sesuatu. Gen penuaan dan sentrosom dianggap sebagai sesuatu yang sudah menjadi bagian integral semua makhluk hidup, tanpa perlu terlalu dipusingkan atau dipilah-pilah lagi.
Sa ya tidak hendak men yatakan benar dan salahnya kedua aliran filosofi Buddhis tersebut, tetapi saya hendak menyimpulkan bahwa bagi dunia ilmu pengetahuan, pandangan Vaibhasika yang dipakai sedangkan dalam pencarian makna spiritualitas yang lebih tinggi, pandangan Sautrantika yang dianut. Sains cenderung untuk memilah sesuatu menjadi sebab dan proses yang diakibatkannya. Sementara itu, pencarian makna kehidupan yang lebih tinggi cender ung memandang segala sesuatu secara keseluruhan (totalitas/holistik). Sains lebih banyak mengajukan per tan yaan “ba gaimana” (how), sebaliknya filsafat/agama lebih cenderung menjawab pertanyaan “mengapa” (why)? Jadi kedua pandangan
Dharmodgata , berdasarkan pengertian ini engkau hendaknya memahami bahwa Kebenaran Terunggul
mengatasi konsep-konsep [hasil] pemikiran [akal budi
manusia biasa] (transcends the descriptions of reasoned
meaning Studi Mengenai Kebenaran ). Lebih jauh [lagi], Dhar modgata, Aku
membabarkan bahwa Kebenaran Terunggul tidaklah
Terunggul dalam Sutra bekerja melalui imaji-imaji bentukan pikiran semata,
namun ruang lingkup bekerjanya pikiran manusia
Samdhinirmocana
han ya berada dalam imaji-imaji tersebut. Oleh karenanya, Dharmodgata, engkau hendaknya sekali
I. Pendahuluan lagi memahami bahwa Kebenaran Terunggul mengatasi segenap logika hasil pemikiran umat manusia.
Pada kesempatan kali ini kita akan berdiskusi mengenai Kebenar an Ter ung gul
Lebih jauh [lagi] Dharmodgata, Aku membabarkan (Pali=paramattasacca / Sanskrit=paramartha satya)
bahwa Kebenaran Terunggul tidak dapat dibabarkan berdasarkan Sutra Samdhinir mocana. Adapun
dengan kata-kata, namun bekerjanya pikiran [hanya] menurut Buddhisme terdapat dua macam tingkat
berada dalam r uang lingkup kata-kata. Dengan kebenaran, yakni kebenaran relatif yang disebut
demikian, Dhar modga ta, engkau sehar usn ya memahami bahwa Kebenaran Terunggul mengatasi
sammutisacca dalam bahasa Pali atau samvritti satya deskr ipsi-deskr ipsi yang dihasilkan oleh pikiran dalam bahasa Sanskrit.
manusia.
Marilah kita memulai pembahasan kita dengan mencermati kutipan sutra berikut ini:
Lebih jauh [lagi] Dharmodgata, Aku mengajarkan bahwa Kebenaran Ter unggul mengatasi semua ungkapan
Putera yang berbudi, benarlah apa yang telah engkau berupa kata-kata, tetapi pikiran bekerja hanya di dalam katakan. Aku mencapai kesadaran sempurna terhadap
[ruang lingkup] dari rimba raya kata-kata. Karena itu, karakteristik Kebenaran Terunggul, yang mengatasi
Dharmodgata , engkau hendaknya memahami bahwa semua pemikiran manusia. Setelah [mengalami]
Kebenaran Terunggul mengatasi deskripsi-deskripsi penerangan sempur na, Aku men yatakan,
terhadap berbagai hal yang dapat dipikirkan oleh membabarkan, mengajar serta menjelaskan ciri-ciri
manusia.
tersebut bagi yang lainnya. Mengapa Aku melakukan hal ini? Karena Aku telah membabarkan bahwa
Lebih jauh [lagi], Dharmodgata, Aku mengajarkan Kebenaran Terunggul telah disadari secara internal oleh
bahwa Kebenaran Terunggul menghentikan seluruh para arya, sebaliknya pandangan yang didasari oleh
perdebatan, namun bekerjanya pikiran benar-benar [prinsip] “memberi dan menerima” masih dianut umat
[hanya] berada di dalam ruang lingkup perdebatan manusia yang dicengkeram oleh keduniawian.
mengenai makna berbagai hal. Berdasarkan pengertian mengenai makna berbagai hal. Berdasarkan pengertian
4. Def inisi-definisi.
bahwa Kebenaran Terunggul mengatasi deskripsi- Kebenaran Terunggul tak terdefinisikan, deskripsi terhadap berbagai hal yang dapat dipikirkan
sebaliknya pemikiran kita masih berkelana oleh manusia.”
dalam rimba raya ungkapan atau definisi.
5. Perdebatan.
Kutipan di atas merupakan jawaban Buddha Kebenaran Terunggul tidak dapat diperdebatkan terhada p seorang Bodhisa ttva ber nama
atau mengatasi semua perdebatan, sedangkan Dhar modgata . Kita dapat menar ik kesimpulan
umat manusia masih mengalami beraneka mengenai hakekat Kebenaran Terunggul tersebut.
perdebatan atau perbantahan. Karena yang mengatasi pemikiran atau logika manusia.
Kebenaran Terunggul tidak dapat didefinisikan, Mengapa demikian, karena pikiran kita hanyalah
tentu saja ia tak dapat diperdebatkan. berkelana di kelima hal berikut ini:
Perdebatan terjadi karena seseorang mempertahankan suatu definisi yang
1. Makna duniawi.
dianggapnya benar.
pemikiran orang duniawi pada umumnya hanyalah berkutat pada makna-makna duniawi
Hal ini terangkum dalam sabda Buddha berikut semata yang masih diliputi dualisme, seperti
ini:
memberi dan menerima serta untung dan rugi. Karena alasan itulah Kebenaran Terunggul
[Sutra]:”Dalam kasus semacam ini, Dhar modgata, mengatasi alam pemikiran manusia.
pemikiran sama sekali tidak sanggup memahami,
2. Imaji-imaji atau khayalan bentukan pikiran. menguji, ataupun mencerap hakekat Kebenaran Kebenaran Terunggul tidaklah bekerja
Terunggul, yang mengatasi semua pemikiran manusia.” berdasarkan hal tersebut. Sedangkan alam pikiran manusia masih terikat oleh berbagai
Buddha ber usaha membimbing kita pada imaji atau khayalan. Karena alasan itulah
Kebenaran Ter unggul yang tak terjangkau oleh Kebenaran Terunggul mentransendentasi alam
pikir an dengan menciptakan istilah-istilah pikiran manusia.
sementara, karena mustahil mengkomunikasikan
3. Kata-kata atau bahasa. sesuatu tanpa kata-kata, seperti yang terungkap Kebenaran terunggul takdapat diungkapkan
dalam percaka pan antar a Bodhisa ttva dengan kata-kata, sedangkan pemikiran kita
V idhi va tpar iprcchaka dengan Bohdisa ttva pada umumnya masih terbelenggu oleh kata-
Gambhirarthasamdhinirmocana berikut ini: kata atau bahasa.
[Bodhisattva Vidhivatpariprcchaka]:”Putera pemenang, mereka, [maka] untuk sementara waktu dikatakan bahwa segala sesuatu tidaklah bersifat
diciptakanlah istilah-istilah semacam itu, seperti mendua (dualis). Apakah yang dimaksud dengan “segala
[kata] “terkondisi” yang kemudian dianggap sebagai sesuatu”? Dan mengapakah semuanya dikatakan tidak
suatu penjelasan verbal.”
bersifat dualis?” Berdasar kan kutipan di atas, kita dapat
[Boddhisattva Gambhirarthasamdhinirmocana]: memahami bahwa para gur u bijaksana telah ”Putera yang berbudi, kata “berkondisi” adalah suatu
menciptakan istilah-istilah sementar a demi istilah sementara (provisional word) semata yang
membimbing para makhluk mencapai tingkat diciptakan oleh Sang Guru. Apabila itu adalah suatu
kesadaran yang sama dengan mereka. istilah sementara yang diciptakan oleh Sang Guru Analoginya adalah demikian, ada anak kecil yang Penunjuk Jalan, maka ia tentunya adalah suatu
pernyataan verbal yang dianggap sebagai imajinasi/ belum per nah makan mang ga. Suatu kali ia
khayalan [belaka]. Oleh karena itu, dapat merengek-rengek pada orang tuanya menanyakan disimpulkan bahwa suatu penjelasan imajinatif
bagaimana rasanya mangga itu. Sang orang tua yang semacam itu tidaklah menyatakan suatu hal yang
belum mempunyai uang untuk membeli mangga nyata [sama sekali]. Dengan demikian, sesuatu yang
ber usaha memuaskan keingin-tahuan anakn ya “berkondisi/bersyarat” tidaklah ada sama sekali.
dengan mengatakan, “Nak, mangga itu manis!” Si Putera yang berbudi, istilah “tidak berkondisi/tidak
anak yang puas dengan penjelasan tersebut kemudian bersyarat (unconditioned) [sekalipun] juga dibentuk
diam dan tidak merengek-rengek lagi. Demikianlah oleh kata-kata/bahasa dan ini juga tidak menyatakan
hingga si orang tua mempunyai uang dan sanggup hakekat yang sebenarnya. Lebih jauh lagi, disamping
membelikan anaknya mangga. Anak itu akhirnya istilah “yang berkondisi/bersyarat” dan “tidak mengetahui rasa mangga yang sebenarnya. Ternyata berkondisi/bersyarat”, istilah-istilah lain juga
demikian pula. Tetapi barangkali ada sanggahan, pengertian “manis” yang ada di benaknya berbeda
bahwa tidak mungkin diciptakan suatu istilah tanpa dengan hakekat sejati “manis” mang ga yang adanya suatu realita yang mendasarinya?
sebenarnya.
Selanjutnya, apakah [yang dimaksud] realita atau Kutipan di atas juga mematahkan pandangan hal-hal nyata di sini? Aku hendak menjelaskan
bahwa sesuatu yang tidak dapat dikatakan, yakni kembali bahwa realita itu terpisah dari kata-kata dan
Kebenaran Terunggul itu sendiri, adalah semata-mata hanya dapat dipahami berdasarkan kesadaran
kha yalan belaka. Realitas tersebut hanya dapat sempurna Para Arya melalui kebijaksanaan serta
disadari oleh para arya seperti Buddha, dan tidak kesucian mereka, dalam kondisnya yang terbebas
dapat disadari oleh kita yang masih rendah tingkat dari segala nama serta kata-kata. Karena para
pemahamannya.
suciwan itu berkeinginan untuk membimbing yang Makna sementara itupun sebenar n ya juga lainnya mencapai kesadaran yang sama dengan suciwan itu berkeinginan untuk membimbing yang Makna sementara itupun sebenar n ya juga lainnya mencapai kesadaran yang sama dengan
mereka pada saat bersamaan menangis menanyakan memahami Kebenaran Terunggul yang sejati. Bila kita
rasa mang ga. Demi menenangkan anak-anak telah merealisasi Kebenaran Ter ung gul, makna
mereka, A mengatakan pada anaknya bahwa mangga sementara itu tidaklah diperlukan lagi dan harus
itu rasan ya manis, tetapi B mengatakan pada diting galkan. Dengan demikian, kita dianjurkan
anakn ya bahwa mang ga itu rasan ya masam. untuk merealisasi sendiri Kebenaran Terunggul
Besokn ya ketika ber temu saat ber main, A sehingga dapat meninggalkan deskripsi sementara
mengatakan bahwa mangga tersebut rasanya manis, bagi Kebenaran Terunggul tersebut.
tetapi B menyanggahnya dengan mengatakan bahwa mang ga tersebut rasan ya masam, demikianlah
II. Kesalahan Para Makhluk Hidup di dalam akhirnya kedua anak tersebut memperdebatkan rasa Memahami Kebenaran Terunggul
mangga yang mereka sendiri sebenarn ya belum pernah cicipi.
Berikut ini kita akan mengutip kembali Sutra Kedua anak tersebut kemudian berkelahi. Samdhinirmocana :
Akhir n ya keduan ya berhasil merasakan buah mangga yang asli dan menyadari kesalahan konsep
[Sutra]:”Orang yang masih diliputi kebodohan serta mereka. Berdasarkan cerita di atas jelas, bahwa kekotoran batin, belum merealisasi pemahaman
banyak orang yang secara salah memahami makna transeden para arya dan tidak dapat mengenali, bahwa
sementara tersebut sebagai makna sebenarnya dan dalam segala hal, realita itu terpisah dari kata-kata.
tidak mener ima pandangan lainn ya. Kesalahan Setelah mereka melihat dan mendengar mengenai
semacam ini banyak dianut oleh orang pada saat ini. segala hal yang “berkondisi dan tidak berkondisi”, Mereka memperdebatkan kebenar an yang mereka berpikir bahwa apa yang telah mereka pelajari
adalah yang paling me yakinkan, benar-benar sesungguhnya mereka sendiri belum realisasikan.
merupakan hal nyata yang “berkondisi dan tidak Untuk memperjelas ajar an ini, Buddha berkondisi”. Mereka melekat kuat pada deskripsi-
Sakyamuni membabarkan ajaran sebagai berikut: deskrips verbal yang mereka dengar. Hanya itulah yang
benar dan segala sesuatu yang lainnya adalah salah. [Sutra]:”Ruang lingkup kesang gupan merealisasi Namun akhirnya mereka harus mempertimbangkannya
kebenaran tanpa membutuhkan penjelasan berupa kembali.”
kata-kata, adalah juga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata sehing ga dengan demikian menjadikan
Sebelum mendiskusikannya lebih lanjut kita segenap ungkapan bentukan manusia menjadi tak akan menyimak kisah berikut ini. Ada orang tua
berarti. Ia menghentikan atau mengakhiri semua bernama A dan B yang masing-masing mempunyai perdebatan, mengatasi semua deskripsi yang [dapat]
diciptakan oleh pikiran.” diciptakan oleh pikiran.”
def inisi apapun bukan merupakan realita yang bahwa Kebenaran Ter ung gul tidak da pat
sebenar n ya selama itu masih berada di dalam diperdebatkan dan karenanya mengakhiri semua
cakupan bahasa atau kata-kata.
perdebatan. Sementar a itu, Kebenar an Ter ung gul memandang segala sesuatu sebagai adanya, tanpa
III. Penutup ter pengar uh oleh kata-kata atau deskr ipsi. Kebenaran Terunggul memandang “mangga” sebagai
Berdasarkan apa yang telah dibahas di atas, kita “mang ga” dan “apel” sebagai “apel.” Meskipun memahami bahwa Buddhisme memiliki dua tingkat
demikian, mustahil mengkomunikasikan sesuatu di kebenaran: relatif dan terunggul. Kebenaran relatif
dunia ini tanpa menggunakan kata-kata, sehingga hanya bekerja dalam tataran kata-kata dan buah
bagaimanapun juga kata-kata tetap diperlukan. pemikiran manusia belaka. Sebagai contoh adalah
Itulah sebabnya, kita tidak dapat mengatakan bahwa kita menamakan sebuah benda sebagai “meja.” Tetapi
Kebenaran Ter ung gul mer upakan lawan ba g i apakah istilah meja ini mencerminkan hakekat meja
kebenaran relatif. Selain itu, bila kita yang sebenarnya? Tentu saja tidak? Kata “meja”
mempertentangkan Kebenaran Terunggul dengan sendiri adalah sebuah nama yang diberikan oleh
relatif, hasiln ya adalah semata-mata pola pikir manusia. Orang Jerman akan menyebutnya sebagai
dualisme, dimana pola pikir semacam ini adalah hasil “Tisch” dan orang Inggris akan menamakannya “ta-
olah pikiran manusia belaka yang juga merupakan ble .” Selain untuk menamai sesuatu manusia
bagian kebenaran relatif. Kendati dikatakan bahwa menggunakan kebenaran relatif untuk melabeli atau
Kebenaran Terunggul mengatasi logika manusia, mendeskr ipsikan sesuatu, misaln ya dengan
tetapi jelas sekali ia bukanlah sesuatu yang “tidak mengatakan: “John itu baik.” Tetapi apakah label
logis” sama sekali, karena “logis” dan “tidak logis” “baik” itu merupakan hakekat seseorang bernama
adalah semata-mata bentukan permainan pikiran, John? Apakah yang dimaksud dengan “baik” itu?
yang dengan demikian masih bergerak dalam tataran Barangkali ada orang lain yang mengatakan: “John
kebenaran relatif.
itu jahat.” Oleh karena itu, istilah atau definisi apapun Karena kata-kata mutlak diperlukan dalam tidak akan sanggup mencerminkan hakekat sejati
mengkomunikasikan sesuatu, Buddha membabarkan segala sesuatu.
ajarann ya juga dalam wujud kata-kata, yang Lebih jauh lagi, definisi-def insi itu ternyata
sesungguhn ya hanya mer upakan istilah-istilah dapat menimbulkan per masalahan ba gi umat
sementara saja demi membimbing seseorang pada manusia. Banyak orang memper tahankan suatu
Kebenaran Terunggul. Ini dapat diibaratkan dengan definisi yang dianutnya sebagai satu-satunya yang
jari menunjuk bulan. Jari adalah semacam wahana jari menunjuk bulan. Jari adalah semacam wahana
“Pentahbisan dengan ucapan Marilah Bhikkhu!”
2. Tisaranagamanupasampada
Ringkasan Upasampada Pentahbisan dilakukan di hadapan para siswa
utama Buddha. Para calon bhikkhu diharuskan
Bhikkhu Menurut Vinaya Pitaka
mencukur terlebih dahulu rambut dan janggut
Pali mereka serta mengenakan jubah kasaya (berwarna
kuning) seba gai per tanda niat mereka untuk Vinaya Pitaka adalah bagian kitab suci Tipitaka
bergabung dengan Sangha. Selanjutn ya, mereka yang membahas mengenai atur an-atur an
mengucapkan dengan tulus rumusan Berlindung kebhikkhuan termasuk syarat-syarat serta proses
Pada Tiga Permata dengan sikap hormat. Setelah pentahbisan atau upasampada seorang bhikkhu.
melakukan tatacara ini, calon bhikkhu diterima dan Sebagai umat awam tidak ada salahnya bagi kita
berga bung dengan Sangha seba gai bhikkhu untuk mengetahui isi Vina ya Pitaka. Pada
seutuhnya. Oleh karena itu, pentahbisan semacam kesempatan kali ini, kita akan mengulas mengenai
ini disebut Tisaranagamanupasampada, yang berarti seluk beluk upasampada seorang bhikkhu menurut
Pentahbisan dengan Berlindung pada Tiga Permata. Vinaya Pitaka Pali.
3. Natti-catutthakamma-upasampada Tiga jenis metode upasampada dalam sejarah
Buddhadhamma Pentahbisan dilakukan di hadapan ang gota Sangha , dimana kumpulan sejumlah bhikkhu yang
1. Ehi-bhikkhu upasampada jumlahn ya ditentukan berdasarkan tugasn ya berkumpul dalam sebuah sima (yakni suatu tempat
Pentahbisan oleh Buddha dengan ucapan, “Ehi dengan batasan-batasan ter tentu). Mereka bhikkhu, svakkhato dhammo caro brahmacariyam
memaklumkan penerimaan calon bhikkhu ke dalam samma dukkhasa antakiriyaya ” - “Marilah bhikkhu,
anggota Sangha yang kemudian disetujui oleh para Dhamma telah dibabarkan dengan baik, hiduplah
bhikkhu lainnya.
sebagai brahmacariya untuk mengakhiri dukkha ini selamanya.” Setelah ucapan itu diperdengarkan,
Berdasar kan ketiga metode di atas, kita orang yang berminat menjadi bhikkhu itu diterima
mengenal tiga jenis bhikkhu berdasarkan metode dan bergabung dengan Sangha. Pentahbisan ini
pentahbisann ya; yakni bhikkhu yang dikenal sebagai Ehi-bhikkhu upasampada yang berarti
diupasampadakan dengan metode pertama, kedua, diupasampadakan dengan metode pertama, kedua,
Langkah-langkah menuju kesempurnaan seseorang dapat diupasampadakan (sampatti)
upasampada
1. Orang yang berhasrat untuk menerima Agar upasampada seorang bhikkhu dapat upasampada haruslah pria.
dikatakan sempurna masih ada beberapa hal lagi yang harus dipertimbangkan:
2. Ia harus mencapai usia 20 tahun sebagaimana yang disyaratkan, dimana usia ini dihitung
a. Vatthu-sampati
semenjak mulainya pembuahan (dengan menganggap bahwa janin berada dalam
Jika seseorang pernah melakukan pelanggaran kandungan ibunya selama 6 bulan menurut
serius atau terlahir sebagai seorang wanita, maka penanggalan lunar).
orang itu tidak dapat menerima upasampada dan pentahbisan mereka disebut sebagai vatthu-vipatti,
3. Tubuh orang itu hendaknya mencerminkan yang secara harafiah berarti “tidak sempurna atau seorang pria yang sempurna. Seorang kasim
rusak secara materil.”
dengan demikian tidak diizinkan menjadi Apabila sangha dengan sadar atau atau tidak bhikkhu . Selain itu, organ-organ tubuh lainnya
sadar mentahbiskan orang-or ang yang tidak harus sempurna dan lengkap. Inilah yang
memenuhi kelima kriteria di atas secara sempurna, dimaksud dengan terbebas dari kecacatan.
maka penerima upasampada itu tidak akan menjadi bhikkhu yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan
4. Ia hendaknya tidak pernah melakukan Sang Buddha. Begitu sangha mengetahui adanya kejahatan-kejahatan sangat berat, seperti
pelanggaran terhadap kriteria di atas, orang yang membunuh ibu, membunuh ayah, dan lain
telah “ditahbiskan” tersebut harus diusir dari sangha. sebagainya.
Sebalikn ya, orang yang memenuhi kelima kriteria di atas disebut vatthu-sampatti (sempurnanya
5. Ia hendaknya tidak pernah melakukan seluruh kr iter ia) dan boleh diupasampada oleh pelanggaran-pelanggaran yang dianggap berat
sangha . Meskipun demikian, seseorang telah oleh Buddhasasana, seperti melanggar aturan-
memenuhi kriteria di atas tetap harus diuji lebih aturan parajika sebelum ditahbiskan sebagai
lanjut secar a seksama oleh sangha sebelum bhikkhu . Atau, kendati ia sebelumnya pernah
upasampada diber ikan, demi menghindar i menjadi bhikkhu, tetapi memiliki pandangan
ditahbiskannya para pencuri, penjahat, atau orang- ditahbiskannya para pencuri, penjahat, atau orang-
haruslah hadir, inilah yang disebut parisa-sampatti Selanjutnya, yang perlu pula dihindari adalah
(sempurnanya jumlah bhikkhu yang diperlukan). orang-orang yang memiliki rajah-rajah (tatto) pada
Tetapi, bila jumlah bhikkhu yang hadir kurang dari tubuhnya (sebagai tanda hukuman di zaman dahulu)
yang sehar usnya, hal ini disebut par isa-vipatti sesuai dengan kejahatan yang telah mereka lakukan,
(ketidak-sempur naan dalam hal jumlah), dan atau memiliki luka-luka akibat cambukan pada
konsekuensin ya upasampada juga tidak dapat punggungnya, dan begitu pula dengan orang yang
dilangsungkan.
menderita cacat fisik atau penyakit kronis sehingga tidak dapat mengemban tugas mereka sebagai
c. Sima-sampatti
bhikkhu . Orang yang memiliki penyakit menular atau berada di bawah perlindungan dan kekuasaan orang
Upasampada adalah suatu kegiatan dimana lain, seperti orang tua, pemerintah, pejabat, majikan,
seluruh bhikkhu harus berperan serta di dalamnya. dan pemberi hutang, juga tidak dapat menerima
Apabila di dalam suatu daerah yang telah ditentukan upasampada . Namun, bila mereka diberi izin oleh
batas-batasnya (sima), terdapat bhikkhu-bhikkhu pemberi perlindungan atau orang yang berkuasa atas
dengan jumlah lebih banyak dibandingkan dengan mereka, barulah upasampada dapat diberikan.
yang telah ditetapkan, teta pi mereka tidak Sebagai contoh adalah seorang anak yang telah
seluruhnya mengikuti acara upasampada itu dan mendapat restu orang tuanya, pejabat pemerintah
tidak pula peduli dengannya, maka meskipun jumlah yang berwenang member ikan izin baginya, sang
bhikkhu telah memadai, upasampada tetap tidak majikan membebas-tugaskannya, atau orang itu telah
dapat diberikan. Inilah yang disebut dengan sima- melunasi segenap hutang-hutangnya. Orang-orang
vipa tti (ketidak sempur naan dalam hal sima). semacam ini tidaklah ter tutup sama sekali
Karenanya, anggota sangha dengan jumlah yang kemungkinannya untuk ditahbiskan sebagai bhikkhu
sesuai dengan ketentuan haruslah berkumpul dalam (berbeda dengan orang yang tidak memenuhi kelima
suatu tempat yang telah ditetapkan batas-batasnya kriteria wajib di atas), dan bila sangha secara tidak
pula. Dengan demikian barulah upasampada akan sadar telah mentahbiskan orang-orang semacam itu,
menjadi sah, dimana hal ini disebut sebagai sima- maka upasampadanya tetap sah dan mereka tidak
sampatti (sempurnanya sima).
perlu diusir dari sangha.
d. Kammavaca-sampatti
b. Parisa-sampatti Sebelum upasampada dapat dilangsungkan, Bila sangha hendak memberikan upasampada-
masih ada lagi langkah pendahuluan yang perlu masih ada lagi langkah pendahuluan yang perlu
dapat dilangsungkan. Jika syarat-syarat pendahuan dalam pengujian ini sangha harus disertai oleh satu
ini ada yang kurang sempurna, tetapi calon tidak atau dua acariya, yakni guru yang membacakan
pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran serius, pertanyaannya). Pertanyaan yang ditanyakan oleh
upasampada -nya tetap dianggap sah, hanya saja gur u itu meliputi satu kelompok pelang garan-
tidak sesuai dengan tradisi.
pelang garan saja. Mungkin juga per tan yaan- Ketika segala sesuatun ya telah sempurna pertanyaan [mengenai pelanggaran] paling serius
(sampatti), tibalah saatnya untuk mengumumkan telah dipilih (untuk ditanyakan di hadapan sangha).
pener imaan calon bhikkhu ke dalam komunitas Barangkali pada masa awal perkembangannya, hanya
sangha . Seorang bhikkhu yang memiliki pengetahuan pelanggaran-pelanggaran sangat berat semacam ini
memadai ditugaskan untuk membacakan pernyataan sajalah yang ditan yakan pada calon bhikkhu,
itu di hadapan sangha. Pernyataan itu sendiri dibagi sedangkan pelang garan lain yang lebih r ingan
menjadi empat tahap.
ditambahkan kemudian. Per tama-tama disampaikan pemberitahuan Seor ang calon pener ima upasampada
(natti) bagi sangha serta permohonan agar calon memer lukan seor ang bhikkhu untuk
diterima. Ketiga per nyataan berikutn ya disebut merekomendasikan dan membawa dir in ya ke
dengan anusavana, yang berisikan hasil perundingan hadapan sangha, dimana bhikkhu ini disebut
antar ang gota sangha, dimana masing-masing upajjhaya . Seorang upajjhaya hendaknya seorang
anggota berhak untuk berbicara. Apabila ada salah bhikkhu senior yang mumpuni, sehing ga dapat
seorang bhikkhu yang menentang permohonan itu, mengajar bhikkhu bar u tersebut setelah ia
pener imaan akan dibatalkan tetapi bila selur uh diupasampadakan. Selain itu, ia juga har us
anggota sangha berdiam diri, hal itu dapat diartikan menanyakan apakah kebutuhan-kebutuhan wajib
bahwa mereka semua telah sepakat menerima sang atau par ikkhara sang calon, seper ti jubah dan
calon ke dalam komunitas sangha.
mangkuk, telah tersedia. Jika belum, ia har us Jika seluruh anggota telah sepakat, pernyataan mengusahakannya. Sangha harus memerintahkan
penerimaan oleh sangha diumumkan dan seorang seorang bhikkhu untuk menanyakan pada calon
guru (atau dua orang guru bila kedua acariya yang bhikkhu mengenai barang-barang keperluan ini.
membacakann ya) mengatakan bahwa ia akan Upasampada hanya boleh diberikan bila orang
mengingat hal ini. Pada kesempatan tersebut, nama itu memang bersedia menerimanya dan tidak dapat
calon bhikkhu ser ta upajjha ya yang dipaksakan. Sudah menjadi tradisi bahwa seorang
merekomendasikannya kepada sangha, dan juga calon bhikkhu mengutarakan permohonannya agar
sangha itu sendiri tidak boleh lupa disebutkan. Ini diterima sebagai anggota sangha. Semua ini adalah
merupakan suatu keharusan dan bukan sebaliknya.
Bila segenap hal ini telah dilakukan dengan benar dan sempurna, barulah dapat disebut sebagai Kamma vaca-sampa tti (sempur nan ya segena p per nyataan). Sangha yang hendak memberikan upasampada har uslah melaksanakann ya berdasarkan kelima sampatti ini, sehingga tatacara pentahbisan tersebut selaras dengan apa yang telah ditetapkan oleh Sang Buddha.
Rangkuman Empat Kondisi yang Harus Dipenuhi
1. Vatthu-sampatti - berkenaan dengan kualitas pribadi calon bhikkhu
2. Parisa-sampatti - berkenaan dengan jumlah para bhikkhunya
3. Sima-sampatti - berkenaan dengan tempat pentahbisan yang telah ditetapkan batasannya (sima)
4. Kammavaca-sampatti - berkenaan dengan pernyataan penerimaan
Sementara itu, butir terakhir dapat dibagi menjadi dua, sehingga secara keseluruhan terdapat lima sampatti:
4. Natti-sampatti - berkenaan dengan permohonan
5. Anusavana-sampatti - berkenaan dengan penerimaan calon bhikkhu tersebut
Disarikan dari buku The Entrance to The Vinaya (Vinayamukha) jilid 1 oleh Somdetch Phra Maha Samana Chao Krom Phraya Vajirananavarorasa.
Pesan kepada sahabat, Marilah turut berdana Dhamma dengan memberikan
eBook ini kepada saudara atau teman anda. Semoga dana Dhamma anda dapat berguna bagi mereka.
Dhamma Citta