Pengolahan Air dengan Sistem Desalisasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk kehidupan
orang banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu sumber daya
air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kepentingan
manusia maupun mahluk hidup lain.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap
sumber daya air antara lain menyebabkan penurunan kualitas air.
Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua
kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru
menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih
dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun
2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami
kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap
semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis
mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Begitu peliknya
masalah ini sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan
terjadi “pertarungan” untuk memperebutkan air bersih ini. Sama halnya dengan
pertarungan untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.
Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan
merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih. Abrasi pantai
menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan
mengkontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah.
Pembuangan sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air sungai
menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri
1
diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan
Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri
coliform dan fecal coli penyebab diare. Menurut data Departemen Kesehatan
tahun 2002 terjadi 5.789 kasus diare yang menyebabkan 94 orang meninggal.
Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengurangi daya resap tanah
terhadap air turut serta pula dalam menambah berkurangnya asupan air bersih
ini. Selain itu pendistribusian air yang tidak merata juga ikut andil dalam
permasalahan ini. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan
bahaya bagi mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena
itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.
B. Tujuan
Kita sebagai seorang Kesehatan Masyarakat dituntut agar kita bisa
mengetahui bagaimana sistem penyediaan air bersih untuk daerah pantai. Dan
mungkin bisa membantu warga sekitar untuk memperoleh air bersih yang baik
untuk kesehatan serta tidak membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar.
C. Manfaat
Manfaat makalah ini adalah:
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah dapat memperhatikan kualitas air serta sarana prasarana yang
dapat digunakan masyarakat daerah pesisir pantai agar bisa memperoleh air
bersih.
2. Bagi Masyarakat
Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat memperoleh wawasan serta
dapat membangun unit pengolahan air bersih di daerah pesisir yang di
tinggalinya.
3. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat memperoleh wawasan
mengenai sistem penyediaan air bersih untuk daerah pantai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Air
2
Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : (Dugan, 1972;
Hutchinson, 1975; Miller, 1992).
a)
Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0 o C (32o F) – 100o C,
air berwujud cair. Suhu 0o C merupakan titik beku (freezing point) dan suhu
100o C merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air
yang terdapat di dalam jaringan tubuh makhluk hidup maupun air yang
terdapat di laut, sungai, danau, dan badan air yang lain akan berada dalam
bentuk gas atau padatan; sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka
bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel makhluk hidup adalah air
(Pecl, 1990).
b) Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak
menjadi panas atau dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat
mencegah terjadinya stress pada makhluk hidup karena adanya perubahan
suhu yang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk
hidup. Sifat ini juga menyebabkan air sangat baik digunakan sebagai
pendingin mesin.
c)
Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
(evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini
memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses
perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas
yang besar. Pelepasan energi ini merupakan salah satu penyebab mengapa
kita merasa sejuk pada saat berkeringat. Sifat ini juga merupakan salah satu
factor utama yang menyebabkan terjadinya penyebaran panas secara baik di
bumi.
d) Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis
senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang
3
sangat sedikit, sedangkan air laut dapat mengandung senyawa kimia hingga
35.000 mg/liter (Tebbut, 1992). Sifat ini memungkinkan unsure hara
(nutrien) terlarut diangkut ke seluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan
memungkinkan bahan-bahan toksik yang masuk ke dalam jaringan tubuh
makhluk hidup dilarutkan untuk dikeluarkan kembali. Sifat ini juga
memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer
bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan air.
e)
Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan
memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar-molekul cairan
tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki
sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability). Tegangan
permukaan yang tinggi juga memungkinkan terjadinya system kapiler, yaitu
kemampuan utnuk bergerak dalam pipa kapiler (pipa dengan lubang yang
kecil). Dengan adanya system kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, air
dapat membawa nutrient dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan (akar,
batang, dan daun). Adanya tegangan permukaan memungkinkan beberapa
organisme, misalnya jenis-jenis insekta, dapat merayap di permukaan air.
f)
Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Pada saat membeku, air merenggang sehingga es memiliki nilai densitas
(massa/volume) yang lebih rendah daripada air. Dengan demikian, es akan
mengapung di air. Sifat ini mengakibatkan danau-danau di daerah yang
beriklim dingin hanya membeku pada bagian permukaan (bagian di bawah
permukaan masih berupa cairan) sehingga kehidupan organism akuatik tetap
berlangsung. Sifat ini juga dapat mengakibatkan pecahnya pipa air pada saat
air di dalam pipa membeku. Densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1
g/cm3 terjadi pada suhu 3,95o C. Pada suhu lebih besar maupun lebih kecil
dari 3,95o C, densitas air lebih kecil dari satu (Moss, 1993; Tebbut, 1992).
1. Air Laut
a)
Suhu
4
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh
adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun.
Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam
kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan
gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961)
membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu:
a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan
permukaan tercampur;
b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin;
c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen,
dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam
kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari
permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan
lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,30oC/m (Wyrtki, 1961),
sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan
sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m
(Ross, 1970).
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi,
evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor
fisika yang terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut
melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut,
sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya
aliran bahan dari udara ke lapisan permukaan perairan. Menurut McPhaden
and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar
0,1oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira
0,12oC pada kedalaman 10 – 75 m. Disamping itu Lukas and Lindstrom
(1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat
tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur. Daya
gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta
5
kandungan bahangnya. Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi
vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap
kandungan bahan dan suhu pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut
bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode
tertentu
dapat
mengakibatkan
terjadinya
upwelling.
Upwelling
menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.
Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang
berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran
massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi
homogen.
b) Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan
tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki
salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang
tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan
dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.
Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan
bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan
penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan
permukaan
memungkinkan
salinitas
menjadi
homogen.
Terjadinya
upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam
juga
mengakibatkan
meningkatnya
salinitas
permukaan
perairan.
Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh
terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara
horisontal. Secara horisontal berhubungan dengan arus yang membawa
massa air, sedangkan sebaran secara vertikal umumnya disebabkan oleh
tiupan angin yang mengakibatkan terjadinya gerakan air secara vertikal.
Menurut Wyrtki (1961), sistem angin muson menyebabkan terjadinya
musim hujan dan panas yang akhirnya berdampak terhadap variasi tahunan
6
salinitas perairan. Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan
terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan
massa air bersalinitas rendah. Interaksi antara sistem angin muson dengan
faktor-faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan
sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat
bervariasi. Pengaruh sistem angin muson terhadap sebaran salinitas pada
beberapa bagian dari perairan Indonesia telah dikemukakan oleh Wyrtki
(1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan dalam
(upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian
timur dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan. Selain itu juga di
pengaruhi oleh arus yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari
Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat Torres. Di
Laut Flores, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat dari
pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur,
tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores
mengakibatkan meningkatnya salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki
massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari
sungai-sungai besar di P. Sumatra, P. Kalimantan, dan P. Jawa.
c)
Densitas Air Laut (st)
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi
densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara
horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan
dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas
tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut
tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan
berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena
ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi
evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan
pengangkatan massa air. Penyebab utama dari proses tersebut adalah tiupan
7
angin yang kuat. Lukas and Lindstrom (1991), mengatakan bahwa pada
tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara
densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan
meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat
kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas,
tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.
d) Warna Air Laut
Warna air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri dari
kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh,
radiasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuhan
laut akan kurang dibandingkan dengan air laut jernih. Pada perairan laut
yang dalam dan jernih, fotosintesis tumbuhan itu mencapai 200 meter,
sedangkan jika keruh hanya mencapai 15 – 40 meter. Laut yang jernih
merupakan lingkungan yang baik untuk tumbuhnya terumbu karang dari
cangkang binatang koral.
Air laut juga menampakan warna yang berbeda-beda tergantung pada
zat-zat organik maupun anorganik yang ada. Ada beberapa warna-warna air
laut karena beberapa sebab:
a. Pada umumnya lautan berwarna biru, hal ini disebabkan oleh sinar
matahari yang bergelombang pendek (sinar biru) dipantulkan lebih banyak
dari pada sinar lain.
b. Warna kuning, karena di dasarnya terdapat lumpur kuning, misalnya
sungai kuning di Cina.
c. Warna hijau, karena adanya lumpur yang diendapkan dekat pantai yang
memantulkan warna hijau dan juga karena adanya planton-planton dalam
jumlah besar.
d. Warna putih, karena permukaannya selalu tertutup es seperti di laut kutub
utara dan selatan.
e. Warna ungu, karena adanya organisme kecil yang mengeluarkan sinarsinar fosfor seperti di laut ambon.
8
f. Warna hitam, karena di dasarnya terdapat lumpur hitam seperti di laut
hitam.
g. Warna merah, karena banyaknya binatang-binatang kecil berwarna merah
yang terapung-apung.
2. Air Payau
Perairan payau atau brackish water merupakan perairan campuran antara
air asin (laut) dan air tawar. Salinitas pada perairan payau sangat berfluktuatif
tergantung dari pemasukan air asin dan air tawar sehingga salinitas terkadang
bisa lebih rendah atau lebih tinggi. Sehingga perairan payau (brackish water)
dapat dikatakan lingkungan perairan yang memiliki karakteristik unik, karena air
yang terdapat di dalamnya merupakan hasil percampuran antara air asin dengan
air tawar. Salinitas air payau pada umumnya relatif rendah (10-20 ppt) dan
kadang-kadang bisa lebih rendah atau bahkan lebih tinggi (Anonim, 2009).
B. Proses Pengolahan Air
Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar
dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air
pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada
syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis.
Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar
garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh
mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa
dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu.
Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar
garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
Proses mengolah air asin/payau menjadi air tawar atau sering dikenal
dengan istilah desalinasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam yaitu:
1. Proses Desalinasi dengan cara Destilasi (Suling)
Proses desalinasi dengan cara destilasi adalah metode pemisahan dengan cara
memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya dikondensasi
untuk menghasilkan air bersih.
9
2. Proses Penukaran Ion
Proses desalinasi menggunakan teknik penukaran ion memanfaatkan proses
kimiawi untuk memisahkan garam dalam air.
3. Proses Filtrasi
Proses ini lebih dikenal dengan sistem osmosis balik (Reserve Osmosis).
Keistimewaan dari proses ini adalah mampu menyaring molekul yang lebih
besar dari molekul air.
1. Bahan Baku
Unit Pengolahan Air dengan Sistem Desalisasi dengan Cara Destilasi sederhana
Bak penampungan air ukuran persegi dari kayu dengan ukuran 1m x 1m
Plastik
Corong
Selang
Karet hitam
Busa/spons
2. Pembuatan Unit Pengolahan Air
Bangun wadah penampung air desalisator ukuran persegi 1m x 1m dengan
ketinggian 40 cm. Lapisi wadah penampung air dengan karet hitam. Pada bibir
wadah penampung air dilapisi dengan busa. Bagian atas penampung tersebut
terdapat atap yang terbuat dari kayu yang dilapisi plastik transparan yang dapat
dibuka tutup berbentuk piramid. Pada setiap sudut kemiringan dari atap ini,
diberi lubang kecil sebagai tempat keluarnya air yang telah. Dibawah lubang
tersebut diberi corong yang disambungkan pada selang. Selang kemudian
disambungkan kewadah tempat penampungan air tawar.
3. Penggunaan
Cara kerja alat ini sederhana. Air laut ditampung di wadah penampung. Wadah
dengan ukuran 1mx1m tersebut dapat menampung air laut sebesar 72 liter.
Setelah terisi, wadah ditutup dengan plastik transparan, lalu dibiarkan di bawah
panas matahari. Sengatan panas matahari mengubah air dalam penampung itu
menjadi butiran embun yang menguap dan menempel pada plastik bagian atap.
Butiran embun yang menguap inilah yang mengalir melalui setiap sudut
10
kemiringan yang telah diberi lubang dan dipasangi corong. Air inilah yang akan
mengalir melalui selang yang sudah dipasang di sisi penampung dan akan
terkumpul pada wadah penampung air tawar. Air ini yang disebut hasil
desalinasi.
C. Pemeliharaan
Alat desalinator ini tidak memerlukan pemeliharaan yang khusus. Hanya saja
yang harus diperhatikan adalah segera memindahkan alat desalinator ini ketika
cuaca hujan, agar tidak terjadi pelapukan pada kayu.
BAB III
KESIMPULAN
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana,
dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi
mendatang.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas
air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan
kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Dengan adanya Desalisator sederhana masyarakat pada daerah pesisir pantai
yang kesulitan mendapat air tawar untuk dikonsumsi dapat terbantu dan dapat
membuat air tawar yang layak dikonsumsi tanpa biaya yang mahal.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Air Payau
http://id.wikipedia.org/wiki/Air_payau
Azzahra Manda, 2008, Krisis Air Bersih Di Indonesia
http://mandaazzahra.wordpress.com/2008/06/10/krisis-air-bersih-di-indonesia/
Dwi Ichan, 2010, Karakteristik Air Laut II
http://one-geo.blogspot.com/2010/01/karakteristik-air-laut-ii.html
ENTREPRENEUR: Teknologi air bersih geng motor
http://m.bisnis.com/tips-bisnis/read/20120211/88/63640/entrepreneur-teknologi-airbersih-geng-motor
Febriantika Dinda, Amriati, dkk, 2009, Sistem Penyediaan Air Bersih di
Kawasan Pesisir
12
http://keslingkawasanpantaipesisir.blogspot.com/2009/11/sistem-penyediaan-air-bersihdi-kawasan.html
Paferik Muamar, 2010, Karakteristik Air Laut
http://one-geo.blogspot.com/2010/01/karakteristik-air-laut-ii.html
The Life Respect, 2012, Karakteristik Air
http://respecthelife.blogspot.com/2012/04/karakteristik-air.html
FPK09-Bagusrn, 2011, Perkembangan Budidaya Air Payau di Indonesia
http://bagusrn-fpk09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35720-Perikanan-Perkembangan
%20Budidaya%20Air%20Payau%20di%20Indonesia.html
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Replika Desalinator iMut
13
Pemasangan atap alat desalinator
Pengisian air laut pada wadah penampungan desalinator
14
air dalam penampung menjadi butiran embun yang menguap dan menempel pada
plastik bagian atap
Butiran embun yang telah menguap mengalir melalui setiap sudut kemiringan yang
telah diberi lubang dan dipasangi corong
15
Air akan mengalir melalui selang yang sudah dipasang di sisi penampung dan akan
terkumpul pada wadah penampung air tawar
16
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk kehidupan
orang banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu sumber daya
air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kepentingan
manusia maupun mahluk hidup lain.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap
sumber daya air antara lain menyebabkan penurunan kualitas air.
Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua
kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru
menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih
dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun
2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami
kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap
semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis
mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Begitu peliknya
masalah ini sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan
terjadi “pertarungan” untuk memperebutkan air bersih ini. Sama halnya dengan
pertarungan untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.
Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan
merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih. Abrasi pantai
menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan
mengkontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah.
Pembuangan sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air sungai
menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri
1
diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan
Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri
coliform dan fecal coli penyebab diare. Menurut data Departemen Kesehatan
tahun 2002 terjadi 5.789 kasus diare yang menyebabkan 94 orang meninggal.
Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengurangi daya resap tanah
terhadap air turut serta pula dalam menambah berkurangnya asupan air bersih
ini. Selain itu pendistribusian air yang tidak merata juga ikut andil dalam
permasalahan ini. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan
bahaya bagi mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena
itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.
B. Tujuan
Kita sebagai seorang Kesehatan Masyarakat dituntut agar kita bisa
mengetahui bagaimana sistem penyediaan air bersih untuk daerah pantai. Dan
mungkin bisa membantu warga sekitar untuk memperoleh air bersih yang baik
untuk kesehatan serta tidak membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar.
C. Manfaat
Manfaat makalah ini adalah:
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah dapat memperhatikan kualitas air serta sarana prasarana yang
dapat digunakan masyarakat daerah pesisir pantai agar bisa memperoleh air
bersih.
2. Bagi Masyarakat
Dengan adanya makalah ini masyarakat dapat memperoleh wawasan serta
dapat membangun unit pengolahan air bersih di daerah pesisir yang di
tinggalinya.
3. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat memperoleh wawasan
mengenai sistem penyediaan air bersih untuk daerah pantai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Air
2
Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : (Dugan, 1972;
Hutchinson, 1975; Miller, 1992).
a)
Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0 o C (32o F) – 100o C,
air berwujud cair. Suhu 0o C merupakan titik beku (freezing point) dan suhu
100o C merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air
yang terdapat di dalam jaringan tubuh makhluk hidup maupun air yang
terdapat di laut, sungai, danau, dan badan air yang lain akan berada dalam
bentuk gas atau padatan; sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka
bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel makhluk hidup adalah air
(Pecl, 1990).
b) Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak
menjadi panas atau dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat
mencegah terjadinya stress pada makhluk hidup karena adanya perubahan
suhu yang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk
hidup. Sifat ini juga menyebabkan air sangat baik digunakan sebagai
pendingin mesin.
c)
Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
(evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini
memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses
perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas
yang besar. Pelepasan energi ini merupakan salah satu penyebab mengapa
kita merasa sejuk pada saat berkeringat. Sifat ini juga merupakan salah satu
factor utama yang menyebabkan terjadinya penyebaran panas secara baik di
bumi.
d) Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis
senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang
3
sangat sedikit, sedangkan air laut dapat mengandung senyawa kimia hingga
35.000 mg/liter (Tebbut, 1992). Sifat ini memungkinkan unsure hara
(nutrien) terlarut diangkut ke seluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan
memungkinkan bahan-bahan toksik yang masuk ke dalam jaringan tubuh
makhluk hidup dilarutkan untuk dikeluarkan kembali. Sifat ini juga
memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer
bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan air.
e)
Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan
memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar-molekul cairan
tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki
sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability). Tegangan
permukaan yang tinggi juga memungkinkan terjadinya system kapiler, yaitu
kemampuan utnuk bergerak dalam pipa kapiler (pipa dengan lubang yang
kecil). Dengan adanya system kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, air
dapat membawa nutrient dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan (akar,
batang, dan daun). Adanya tegangan permukaan memungkinkan beberapa
organisme, misalnya jenis-jenis insekta, dapat merayap di permukaan air.
f)
Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Pada saat membeku, air merenggang sehingga es memiliki nilai densitas
(massa/volume) yang lebih rendah daripada air. Dengan demikian, es akan
mengapung di air. Sifat ini mengakibatkan danau-danau di daerah yang
beriklim dingin hanya membeku pada bagian permukaan (bagian di bawah
permukaan masih berupa cairan) sehingga kehidupan organism akuatik tetap
berlangsung. Sifat ini juga dapat mengakibatkan pecahnya pipa air pada saat
air di dalam pipa membeku. Densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1
g/cm3 terjadi pada suhu 3,95o C. Pada suhu lebih besar maupun lebih kecil
dari 3,95o C, densitas air lebih kecil dari satu (Moss, 1993; Tebbut, 1992).
1. Air Laut
a)
Suhu
4
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh
adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun.
Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam
kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan
gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961)
membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu:
a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan
permukaan tercampur;
b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin;
c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen,
dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam
kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari
permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan
lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,30oC/m (Wyrtki, 1961),
sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan
sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m
(Ross, 1970).
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi,
evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor
fisika yang terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut
melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut,
sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya
aliran bahan dari udara ke lapisan permukaan perairan. Menurut McPhaden
and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar
0,1oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira
0,12oC pada kedalaman 10 – 75 m. Disamping itu Lukas and Lindstrom
(1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat
tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur. Daya
gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta
5
kandungan bahangnya. Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi
vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap
kandungan bahan dan suhu pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut
bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode
tertentu
dapat
mengakibatkan
terjadinya
upwelling.
Upwelling
menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.
Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang
berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran
massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi
homogen.
b) Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan
tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki
salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang
tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan
dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.
Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan
bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan
penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan
permukaan
memungkinkan
salinitas
menjadi
homogen.
Terjadinya
upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam
juga
mengakibatkan
meningkatnya
salinitas
permukaan
perairan.
Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh
terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara
horisontal. Secara horisontal berhubungan dengan arus yang membawa
massa air, sedangkan sebaran secara vertikal umumnya disebabkan oleh
tiupan angin yang mengakibatkan terjadinya gerakan air secara vertikal.
Menurut Wyrtki (1961), sistem angin muson menyebabkan terjadinya
musim hujan dan panas yang akhirnya berdampak terhadap variasi tahunan
6
salinitas perairan. Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan
terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan
massa air bersalinitas rendah. Interaksi antara sistem angin muson dengan
faktor-faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan
sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat
bervariasi. Pengaruh sistem angin muson terhadap sebaran salinitas pada
beberapa bagian dari perairan Indonesia telah dikemukakan oleh Wyrtki
(1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan dalam
(upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian
timur dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan. Selain itu juga di
pengaruhi oleh arus yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari
Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat Torres. Di
Laut Flores, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat dari
pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur,
tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores
mengakibatkan meningkatnya salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki
massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari
sungai-sungai besar di P. Sumatra, P. Kalimantan, dan P. Jawa.
c)
Densitas Air Laut (st)
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi
densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara
horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan
dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas
tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut
tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan
berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena
ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi
evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan
pengangkatan massa air. Penyebab utama dari proses tersebut adalah tiupan
7
angin yang kuat. Lukas and Lindstrom (1991), mengatakan bahwa pada
tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara
densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan
meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat
kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas,
tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.
d) Warna Air Laut
Warna air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut itu sendiri dari
kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh,
radiasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuhan
laut akan kurang dibandingkan dengan air laut jernih. Pada perairan laut
yang dalam dan jernih, fotosintesis tumbuhan itu mencapai 200 meter,
sedangkan jika keruh hanya mencapai 15 – 40 meter. Laut yang jernih
merupakan lingkungan yang baik untuk tumbuhnya terumbu karang dari
cangkang binatang koral.
Air laut juga menampakan warna yang berbeda-beda tergantung pada
zat-zat organik maupun anorganik yang ada. Ada beberapa warna-warna air
laut karena beberapa sebab:
a. Pada umumnya lautan berwarna biru, hal ini disebabkan oleh sinar
matahari yang bergelombang pendek (sinar biru) dipantulkan lebih banyak
dari pada sinar lain.
b. Warna kuning, karena di dasarnya terdapat lumpur kuning, misalnya
sungai kuning di Cina.
c. Warna hijau, karena adanya lumpur yang diendapkan dekat pantai yang
memantulkan warna hijau dan juga karena adanya planton-planton dalam
jumlah besar.
d. Warna putih, karena permukaannya selalu tertutup es seperti di laut kutub
utara dan selatan.
e. Warna ungu, karena adanya organisme kecil yang mengeluarkan sinarsinar fosfor seperti di laut ambon.
8
f. Warna hitam, karena di dasarnya terdapat lumpur hitam seperti di laut
hitam.
g. Warna merah, karena banyaknya binatang-binatang kecil berwarna merah
yang terapung-apung.
2. Air Payau
Perairan payau atau brackish water merupakan perairan campuran antara
air asin (laut) dan air tawar. Salinitas pada perairan payau sangat berfluktuatif
tergantung dari pemasukan air asin dan air tawar sehingga salinitas terkadang
bisa lebih rendah atau lebih tinggi. Sehingga perairan payau (brackish water)
dapat dikatakan lingkungan perairan yang memiliki karakteristik unik, karena air
yang terdapat di dalamnya merupakan hasil percampuran antara air asin dengan
air tawar. Salinitas air payau pada umumnya relatif rendah (10-20 ppt) dan
kadang-kadang bisa lebih rendah atau bahkan lebih tinggi (Anonim, 2009).
B. Proses Pengolahan Air
Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar
dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air
pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada
syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis.
Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar
garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh
mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa
dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu.
Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar
garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
Proses mengolah air asin/payau menjadi air tawar atau sering dikenal
dengan istilah desalinasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam yaitu:
1. Proses Desalinasi dengan cara Destilasi (Suling)
Proses desalinasi dengan cara destilasi adalah metode pemisahan dengan cara
memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya dikondensasi
untuk menghasilkan air bersih.
9
2. Proses Penukaran Ion
Proses desalinasi menggunakan teknik penukaran ion memanfaatkan proses
kimiawi untuk memisahkan garam dalam air.
3. Proses Filtrasi
Proses ini lebih dikenal dengan sistem osmosis balik (Reserve Osmosis).
Keistimewaan dari proses ini adalah mampu menyaring molekul yang lebih
besar dari molekul air.
1. Bahan Baku
Unit Pengolahan Air dengan Sistem Desalisasi dengan Cara Destilasi sederhana
Bak penampungan air ukuran persegi dari kayu dengan ukuran 1m x 1m
Plastik
Corong
Selang
Karet hitam
Busa/spons
2. Pembuatan Unit Pengolahan Air
Bangun wadah penampung air desalisator ukuran persegi 1m x 1m dengan
ketinggian 40 cm. Lapisi wadah penampung air dengan karet hitam. Pada bibir
wadah penampung air dilapisi dengan busa. Bagian atas penampung tersebut
terdapat atap yang terbuat dari kayu yang dilapisi plastik transparan yang dapat
dibuka tutup berbentuk piramid. Pada setiap sudut kemiringan dari atap ini,
diberi lubang kecil sebagai tempat keluarnya air yang telah. Dibawah lubang
tersebut diberi corong yang disambungkan pada selang. Selang kemudian
disambungkan kewadah tempat penampungan air tawar.
3. Penggunaan
Cara kerja alat ini sederhana. Air laut ditampung di wadah penampung. Wadah
dengan ukuran 1mx1m tersebut dapat menampung air laut sebesar 72 liter.
Setelah terisi, wadah ditutup dengan plastik transparan, lalu dibiarkan di bawah
panas matahari. Sengatan panas matahari mengubah air dalam penampung itu
menjadi butiran embun yang menguap dan menempel pada plastik bagian atap.
Butiran embun yang menguap inilah yang mengalir melalui setiap sudut
10
kemiringan yang telah diberi lubang dan dipasangi corong. Air inilah yang akan
mengalir melalui selang yang sudah dipasang di sisi penampung dan akan
terkumpul pada wadah penampung air tawar. Air ini yang disebut hasil
desalinasi.
C. Pemeliharaan
Alat desalinator ini tidak memerlukan pemeliharaan yang khusus. Hanya saja
yang harus diperhatikan adalah segera memindahkan alat desalinator ini ketika
cuaca hujan, agar tidak terjadi pelapukan pada kayu.
BAB III
KESIMPULAN
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana,
dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi
mendatang.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas
air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan
kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Dengan adanya Desalisator sederhana masyarakat pada daerah pesisir pantai
yang kesulitan mendapat air tawar untuk dikonsumsi dapat terbantu dan dapat
membuat air tawar yang layak dikonsumsi tanpa biaya yang mahal.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Air Payau
http://id.wikipedia.org/wiki/Air_payau
Azzahra Manda, 2008, Krisis Air Bersih Di Indonesia
http://mandaazzahra.wordpress.com/2008/06/10/krisis-air-bersih-di-indonesia/
Dwi Ichan, 2010, Karakteristik Air Laut II
http://one-geo.blogspot.com/2010/01/karakteristik-air-laut-ii.html
ENTREPRENEUR: Teknologi air bersih geng motor
http://m.bisnis.com/tips-bisnis/read/20120211/88/63640/entrepreneur-teknologi-airbersih-geng-motor
Febriantika Dinda, Amriati, dkk, 2009, Sistem Penyediaan Air Bersih di
Kawasan Pesisir
12
http://keslingkawasanpantaipesisir.blogspot.com/2009/11/sistem-penyediaan-air-bersihdi-kawasan.html
Paferik Muamar, 2010, Karakteristik Air Laut
http://one-geo.blogspot.com/2010/01/karakteristik-air-laut-ii.html
The Life Respect, 2012, Karakteristik Air
http://respecthelife.blogspot.com/2012/04/karakteristik-air.html
FPK09-Bagusrn, 2011, Perkembangan Budidaya Air Payau di Indonesia
http://bagusrn-fpk09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35720-Perikanan-Perkembangan
%20Budidaya%20Air%20Payau%20di%20Indonesia.html
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Replika Desalinator iMut
13
Pemasangan atap alat desalinator
Pengisian air laut pada wadah penampungan desalinator
14
air dalam penampung menjadi butiran embun yang menguap dan menempel pada
plastik bagian atap
Butiran embun yang telah menguap mengalir melalui setiap sudut kemiringan yang
telah diberi lubang dan dipasangi corong
15
Air akan mengalir melalui selang yang sudah dipasang di sisi penampung dan akan
terkumpul pada wadah penampung air tawar
16