HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DAN E

BAB I
PENDAHULUAN

I.A.LATAR BELAKANG
Dalam sebuah perusahaan, produktivitas merupakan bagian yang tak dapat
terpisahkan. Produktivitas dirasa penting karena menyebabkan keuntungan dan
merupakan tujuan utama bagi setiap perusahaan. Kelambatan pertumbuhan
produktivitas adalah hal utama yang harus dihindari oleh perusahaan karena hal
tersebut juga berarti kegagalan moral organisasi dan merupakan cerminan
bagaimana manager dan para pekerja memandang organisasi tersebut. Organisasi
yang berbagi tanggung jawab secara terbuka dan jujur menuntun perusahaan ke
dalam produktivitas yang tinggi.
Produktivitas merupakan hasil akhir dari kerja seseorang (Robbins,2002).
Sehingga produktivitas sangat erat kaitannya dengan performa kerja seseorang.
Performa kerja yang meningkat menyebabkan hasil produktivitas yang meningkat.
Sehingga performa kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Robbins
(2002) berpendapat penting bagi perusahaan untuk memperhatikan performa kerja
seseorang dalam meningkatkan produktivitas perusahaan.
Setiap seseorang menampilkan performa kerjanya, membutuhkan interaksi
terutama dalam lingkungan kerja Salah satu bentuk interaksi adalah keterlibatan
seseorang dalam pekerjaannya. Seseorang perlu memikirkan pekerjaannya sebagai

sebuah tanggung jawab yang harus diselesaikan. Seseorang yang bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya sesungguhnya memiliki motivasi dalam

1

menyelesaikan pekerjaanya (Robbins,2003). Seseorang yang mengikatkan
dirinya menjadi bagian dari sebuah organisasi memiliki motivasi untuk membuat
dirinya dapat berinteraksi dengan manusia lainnya walaupun dengan latar
belakang yang berbeda-beda (Pareek,1991). Sehingga dapat dikatakan, cara lain
dalam memaksimalkan performa kerja seseorang bisa dilakukan dengan
meningkatkan motivasi seseorang. Diyakini seseorang yang termotivasi terhadap
pekerjaanya akan menghasilkan sebuah performa kerja yang berpengaruh pada
jumlah kuantitas dan kualitas produktivitas perusahaannya. Melihat keterlibatan
seseorang dalam pekerjaannya , Pareek (1991) beranggapan bahwa motivasi
merupakan penggerak utama, apakah pekerjaan yang akan dihadapinya akan
dikerjakan dengan sebaik-baiknya atau tidak.
Pareek (1991) berpendapat meskipun berbeda tinggi rendahnya pada
hakikatnya setiap individu memiliki motivasi, yang membedakan adalah karakter
tiap individu serta bagaimana seseorang mampu menunjukkan motivasinya dan
melakukan sesuatu yang ingin dilakukannya dengan motivasi itu sendiri (Robbins,

2003).
Menurut Supardi dan Anwar (2004), motivasi adalah keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong kenginan seseorang untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai sebuah tujuan. Motivasi yang ada pada diri
seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai
sasaran kepuasan. Jadi, motivasi bukanlah hal yang dapat diamati tetapi dapat
disimpulkan melalui perilaku yang tampak.

2

Hodgetts dan Richard (dalam Robins 2003) menambahkan bahwa motivasi
adalah motif yang tampak dalam perilaku seseorang, dimana motivasi adalah
dorongan atau tenaga gerak jiwa dan jasmani seseorang untuk berbuat
sesuatu(As’ad ,2003) . Sehingga dalam hal ini motivasi merupakan driving force
yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya
itu mempunyai tujuan tertentu.Lebih lanjut Wexley dan Yukl, yang dikutip oleh
As’ad (2003), memberikan batasan motivasi sebagai the process by which
behavior is energized and directed.
Dalam dunia kerja motivasi harus dimiliki oleh semua pihak baik para
bawahan maupun para atasan. Keberadaan motivasi dirasa penting, karena
dengan motivasi diharapkan setiap karyawan dapat bekerja keras dan antusias

untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan
pimpinan kepada bawahnya. Dengan adanya dimensi tentang pembagian
pekerjaan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya, bawahan diharapkan mampu
mengerjakan tugasnya dengan baik sehingga diharapkan atasan dapat
memberikan penghargaan dan menciptakan kepuasan kerja yang mendorong
kearah performa kinerja yang maksimal. Bawahan sebagai level pekerja staff
membutuhkan dorongan semangat dari atasannya. Dorongan itu bisa berupa
pelatiha kerja, perlakuan yang baik, fasilitas , bonus (materi) hingga penempatan
posisi kerja.
Motivasi tidak bersifat permanen, suatu ketika bisa menjadi sangat tinggi dan
mereda. Sehingga penanaman motivasi dalam diri seseorang perlu dipertahankan.
Gerungan mengatakan motivasi sangat penting dalam menimbulkan semangat dan

3

dorongan kerja (Gerungan, 1982) , sehingga dengan adanya motivasi seseorang
dapat melakukan tugas dan kegiatannya jauh lebih efektif.
Secara garis besar, ada dua jenis motivasi yang dilihat dari arah datangnya,
yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Wahyusumidjo, 1987).
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang arah rangsangannya berasal dari

dalam diri seseorang. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang arah
rangsangannya berasal dari luar diri seseorang.
Motivasi intrinsik menyebabkan seseorang sadar akan tanggung jawab dan
pekerjaanya yang lebih baik daripada motivasi ektrinsik. Hal itu disebabkan
karena motivasi intrinsik murni berasal dari dalam diri seseorang. Sehingga
karyawan yang memiliki motivasi intrinsik tinggi pada pekerjaannya memiliki
kualitas kerja yang lebih baik dari motivasi ekstrinsik (Wahyusumidjo, 1987).
Seseorang yang memiliki kesadaran bekerja untuk memenuhi dan melangsungkan
hidupnya akan berbeda dengan seseorang yang bekerja karena dipaksa oleh orang
lain. Hasil bekerja karena kesadaran menciptakan kualitas performa kerja yang
baik, karena sadar bahwa dengan bekerja baik, ia akan dapat memenuhi hidupnya.
Sedangkan seseorang yang bekerja karena orang lain, akan menghasilkan
performa yang tidak stabil karena ia bekerja untuk orang lain , bukan bagi dirinya.
Dimana suatu saat ketika ia tidak tahan dengan tekanan, ia akan pergi
meninggalkan pekerjaanya karena prioritasnya tidak penting bagi dirinya sendiri.
Sedangkan motivasi ekstrinsik arah rangsangannya berasal dari luar diri
seseorang. Terkadang apabila seseorang memiliki motivasi intrinsik yang rendah,
cara menaikkan motivasi bisa melalui motivasi ekstrinsik. Uang, Hadiah, Bonus

4


voucher merupakan salah satu dari kesekian rangsangan ekstrinsik yang mampu
mendorong seseorang bila mengalami kobosanan atau penurunan self esteem dan
kepercayaan dirinya yang berasal murni dalam diri (rangsangan internal) untuk
kembali ditingkatkan. Jadi pada prinsipnya kedua motivasi ini bersifat saling
melengkapi.
Motivasi yang idealnya diperlukan dalam diri seseorang adalah motivasi
intrinsik, . Sidharta & Wangsa (2002) mengatakan motivasi intrinsik diperlukan
oleh seorang karyawan untuk menampilkan unjuk kerjanya lebih optimal. Dengan
motivasi yang lebih bersifat tahan lama,motivasi ini akan bertahan walaupun
rangsangan yang diberikan hilang, sehingga akan terlihat motivasi yang dimiliki
karyawan bersifat lebih stabil. Namun motivasi ekstrinsik tetap diperlukan sebagai
pelengkap motivasi intrinsik seseorang , karena keduanya bersifat melengkapi
(Amabile, 1994)
Salah satu perusahaan yang mengharapkan karyawannya memiliki motivasi
yang tinggi adalah CV.P. Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang
pelayanan jasa makloon cat otomotif , perusahaan ini telah mempunyai pasar baik
di dalam maupun di luar negeri. CV.P memproduksi jasa pengecatan onderdil
milik Astra. Perusahaan saat ini telah berumur 10 tahun dan memiliki 2 bagian
yaitu manajemen dan produksi. Untuk karyawan produksi sistem kerja terbagi

dalam dua shift pada tiap regunya. Untuk sekarang ini terdapat 3 regu, dimana
dalam masing-masing regu memiliki seorang pimpinan regu dan seorang quality
control.

5

Perusahaan ini mulai bermasalah ketika jumlah karyawan produksi mulai
meningkat. Andi Ardiansyah sebagai kepala produksi (Komunikasi pribadi, 2007)
merasakan dengan meningkatnya jumlah karyawan produksi semakin mendorong
karyawan menjadi malas. Seperti pendapat Andi Ardiansyah, peneliti mengamati
kebanyakan ”masalah” memang berasal dari perilaku negatif yang dilakukan oleh
karyawan produksi seperti sulitnya bagi karyawan untuk mematuhi kebijakan
peraturan dan otoritas perusahaan. Salah satunya adalah kurangnya responsifitas
karyawan terhadap himbauan perusahaan akan keselamatan kerja.
Pelanggaran yang dilakukan membuat karyawan yang berprestasi juga ikut
menjadi bermasalah. Seperti seringnya karyawan terlambat masuk, beberapa
karyawan ada yang tidak kembali ke kantor ketika istirahat, intensitas
pengrusakan alat yang meninggi (terutama alat-alat maintenance), adanya kasus
pencurian bahan produksi ,alat-alat produksi hingga aset perusahaan sampai
dengan ketidak patuhan karyawan dalam menggunakan jam lemburnya dan

overtime.
Perilaku menyimpang menunjukkan adanya ketidakoptimalan performa yang
dimiliki oleh karyawan produksi CV.P . Padahal karyawan yang memiliki
performa tinggi mengindikasikan motivasi yang tinggi. Motivasi karyawan
produksi CV.P perlu dipertanyakan karena seseorang yang memiliki motivasi pasti
mempunyai tujuan yang terarah dan fokus untuk mencapai tujuan tersebut dari
dalam dirinya sendiri. Sehingga seharusnya mereka bisa mengelola motivasi yang
dimilikinya baik intrinsik dan ekstrinsik untuk menunjukkan performa kerja yang
optimal.

6

Menurut A.Sidik Omar (komunikasi pribadi, November 2007) karyawan
produksi belum memiliki tujuan dan pencapaian prestasi yang stabil dan terarah.
Sebagai pemilik perusahaan, Bapak Sidik melihat karyawan belum menunjukkan
perilaku produktif yang konsisten. Jika ada karyawan yang meningkat prestasinya
biasanya akan bertahan selama 1 bulan. Dimana dalam 2 minggu pertama
grafiknya akan meningkat naik dan turun dengan tajam di minggu berikutnya.
Bapak Sidik mengatakan bahwa kerugian yang dialami perusahaan juga
sudah menyangkut pemasukan dan keuangan perusahaan. Perusahaan dirugikan

hingga 10 juta rupiah per bulannya akibat keterlambatan produksi (komunikasi
pribadi,2007). Data produksi tahun 1998 – 2008 menunjukkan terjadi penurunan
produksi lebih kurang 5 %. Penurunan terbesar terjadi pada produksi perusahaan
pada tahun 2001-2004 lebih kurang 4 %. Penurunan ini bukan disebabkan karena
menurunnya jumlah permintaan perusahaan, akan tetapi karena perusahaan tidak
dapat memenuhi jumlah produksi yang diminta.
Perilaku menyimpang dapat dikatakan sebagai perilaku kontraproduktif
(dalam Robbins,2003). Perilaku kontraproduktif cenderung bersifat menghalangi
daripada untuk mewujudkan suatu tujuan. Perilaku kontraproduktif yang ditandai
dengan penyalahan etika kerja yang berlaku, merupakan bentuk penurunan
integritas (Murphy, 2001).
Integritas merupakan bagaimana seseorang bertingkah laku dengan
mengedepankan nilai-nilai pribadi yang jujur, dapat dipercaya, dan tidak memiliki
keinginan untuk mengambil keuntungan dari orang lain (Murphy, 2001). Integritas
merupakan konsistensi yang kuat antara nilai moral yang berlaku dengan tindakan

7

nyata, yang menggambarkan kejujuran sertai penilaian benar dan salah dalam diri
individu tersebut didukung oleh keinginan memahami dan menyesuaikan diri

dengan etika walaupun sulit untuk melakukannya. Aidid (2007) mendefinisikan
integritas sebagai ketaatan yang kuat pada nilai moral yang menggambarkan benar
dan salah dalam hidup individu.
Meskipun belum memiliki modul pengetahuan tentang produk perusahaan,
CV.P menyebutkan integritas adalah budaya yang sedang digalakan dalam
perusahaan tersebut. Integritas penting dalam mengarahkan perusahaan kepada
kinerja karyawan yang sehat, tanpa kecurangan dan perilaku negatif lainnya yang
dapat menganggu kelancaran produksi, sehingga tercipta budaya perusahaan yang
tangguh dan efisien (2007) juga menciptakan kepercayaan konsumen dalam
menyerahkan tanggung jawab produksi sesuai dengan prosedur dan standar yang
terpercaya.
Apabila dalam perusahaan terdapat penyimpangan dan kecacatan yang
diketahui konsumen, dalam meeting penawaran tender , perusahaan akan
mengalami kekalahan karena ketidaklayakan rekomendasi dari berbagai pihak
yang mengetahui kekurangan tersebut. Untuk itu, diperlukan dukungan sumber
daya manusia produksi yang memiliki integritas tinggi dalam mengelola
perusahaan. Apabila karyawan produksi dapat menjunjung tinggi integritas, maka
perusahaan berhasil menciptakan image positif sehingga meningkatkan loyalitas
konsumen terhadap produk perusahaan dengan menggunakannya secara kontinyu,
dan menghindarkan perusahaan dari penolakan tender. Hal ini sesuai dengan yang


8

dikatakan Atom (2007) bahwa setiap pekerja harus memiliki dedikasi dan
integritas yang tinggi terhadap pekerjaannya.
Integritas dibedakan menjadi dua, yaitu overt integrity dan covert integrity
(Hoffman, 2002). Overt integrity adalah integritas yang terlihat dalam perilaku
sehari-hari, berkaitan dengan pencurian dan perilaku kontraproduktif. Sedangkan
convert integrity merupakan trait yang ada dalam diri individu yang merupakan
prediktor kejujuran dalam bekerja. Menurut Murphy (2001), ada dua faktor yang
mempengaruhi integritas, yang pertama adalah faktor situasional yang mencakup
norma, kesempatan dan budaya organisasi. Yang kedua adalah faktor individu
yang mencakup nilai, sikap dan keyakinan yang dimiliki individu.
Faktor individu yang didalamnya mencakup nilai untuk menampilkan
performa yang maksimal, didukung sikap untuk meningkatkan relasi bagi atasan
serta pada akhirnya turut mendukung pemeliharaan hubungan baik antar
perusahaan lain, dalam konteks pekerjaan sebagai karyawan produksi, salah
satunya diwujudkan dalam motivasi kerja. Gambaran motivasi kerja yang dilihat
melalui faktor intrinsik dan ekstrinsik diwujudkan dalam berbagai hal yang
mempengaruhi seseorang dalam memaksimalkan dorongan kerjanya untuk lebih

optimal.
Dalam penelitian ini, peneliti mengkhususkan pada overt integrity dan
motivasi intrinsik dan ekstrinsik . Pemilihan overt integrity karena peneliti ingin
melihat tingkah laku nyata yang ditampilkan oleh karyawan produksi yang
bekerja di perusahaan CV.P. Sedangkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik
dipertimbangkan karena kedua motivasi merupakan faktor-faktor yang murni dari

9

dalam diri individu sendiri untuk memunculkan perilaku bekerja yang memiliki
perbedaan dari arah rangsangannya saja.
Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat kemungkinan hubungan antara
motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity pada karyawan produksi
CV.P.
Penelitian ini termasuk dalam salah satu penelitian payung yang akan
dilakukan oleh beberapa mahasiswa peminatan Psikologi Industri Organisasi
Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya
yang menggunakan variabel integritas antara lain:
1.Hubungan antara Integritas Kerja dengan Trait Kepribadian berdasarkan
Big Five Factor Model of Personality pada Karyawan PT.SI
(Sitohang,2007).
2.Hubungan antara Tipe Kepribadian A dengan Integritas Kerja Karyawan
(Kalengka,2007).
3.Hubungan antara Masa Kerja dengan Integritas Kerja Pada Karyawan
produktif di Perusahaan Tekstil (Martina, 2007).
Peneliti memilih perusahaan CV.P sebagai tempat penelitian , dikarenakan
perusahaan tersebut merupakan tempat fenomena permasalahan ditemukan.
Populasi penelitian adalah seluruh karyawan produksi CV.P yang berjumah 40
orang.
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan dua buah kuesioner, yaitu
kuesioner untuk melihat overt integrity , yang merupakan hasil adaptasi dari
kuesioner yang disusun oleh Edward Hoffman (2002) dan kuesioner untuk

10

melihat motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan hasil adaptasi dari
kuesioner yang disusun oleh Amabile (1994).Kedua instrumen ini dapat
dikerjakan terpisah dari konstruknya masing-masing.
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional (non eksperimental), karena
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan antara motivasi
intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity. Pengolahan data dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan pada penggunaan
teknik-teknik statistik dan dengan bantuan program Microsoft Excel dan program
SPSS 13 For Windows. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan
perhitungan korelasi Pearson Product Moment terhadap hasil skor hasil tes
motivasi intrinsik dengan tes integritas, yang dalam hal ini adalah overt integrity
test.

I.B.PERUMUSAN MASALAH
”Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dan
ekstrinsik dengan overt integrity pada karyawan produksi CV.P?”

I.C.MANFAAT
I.C.1.Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan pengetahuan dalam ilmu Psikologi Industri dan
Organisasi di lingkungan kerja.

11

I.C.2.Manfaat Praktis
Bagi karyawan, diharapkan penelitian ini dapat membantu karyawan
produksi untuk semakin mengenal dan mengelola motivasi intrinsik dan
ekstrinsik dalam dirinya untuk mendorong dirinya bekerja lebih optimal lagi.
Penelitian ini juga memberikan informasi tentang konsep motivasi intrinsik
dan ekstrinsik, yang diasumsikan memiliki hubungan dengan overt integrity
dimana nantinya juga akan diberikan informasi tentang integritas dan aspekaspek yang ada di dalamnya,juga hal –hal yang berhubungan seperti etika
kerja dan budaya kerja sehingga karyawan produksi dapat memahami dan
menerapkannya dalam proses kerjanya.
Sedangkan bagi perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat membantu
pihak manajemen untuk melihat motivasi intrinsik pada karyawan produksi
serta diharapkan perusahaan dapat menerapkan integritas pada budaya kerja
secara lebih aktif dan menggunakan pengukuran integritas sebagai salah satu
proses seleksi bagi karyawan, khususnya karyawan produksi.
Dari sini diharapkan perusahaan dapat mengoptimalkan kinerja
karyawannya menjadi lebih baik lagi misalnya dengan membuat pelatihan
mengenai integritas, yang diharapkan dapat membantu perusahaan dalam
menciptakan budaya kerja yang kondusif.

I.D.SISTEMATIKA PENELITIAN
Hasil penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

12

Bab I yang merupakan pendahuluan , berisi tentang latar belakang
permasalahan , tujuan dan manfaat penelitian , serta sistematika penelitian
hasilnya.
Bab II yang menjelaskan landasan teori yang mendasari penelitian, meliputi
definisi motivasi , teori motivasi dan faktor-faktor motivasi kemudian dilanjutkan
dengan definisi integritas , teori integritas serta hal-hal yang mempengaruhi
integritas dan diakhiri dengan hipotesis penelitian.
Bab III berisi tentang metodologi penelitian termasuk didalamnya subyek
penelitian dan tehnik pengambilan data.
Bab IV mengetengahkan proses pengolahan data, dinamika penelitian, hasil
yang diperoleh beserta analisisnya.
Tulisan ini akan ditutup dengan kesimpulan , diskusi dan saran yang akan
disajikan tersendiri dalam bab V.

13

BAB II
LANDASAN TEORITIS

II.A.PERUSAHAAN CV.P
CV.P adalah perusahaan yang bergerak di bidang makloon pengecatan
onderdil otomotif milik Astra. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1998 dengan
jumlah karyawan produksi sebanyak 5 orang. Setelah 10 tahun bertahan , jumlah
karyawan produksi bertambah menjadi 40 orang. Perusahaan ini berdiri dengan
kepimpinan organisasi yang sederhana yang memiliki persebaran karyawan
meliputi 20 % karyawan level manajerial yang bertugas untuk mengorganisasi
sumber daya perusahaan (termasuk di dalamnya manusia , uang dan aktiva lain):.
Pada level ini karyawan perusahaan CV.P yang termasuk manajerial adalah ketua
regu produksi , kepala produksi dan kepala engineering serta quality control.
Sisanya adalah karyawan dengan level staff yaitu orang-orang yang
melaksanakan tugas dengan keahlian yang dimiliki (Schermerhorn dalam
Novianti, 1999) dimana dalam chain of command, staff menempati tingkatan
paling dasar. Para staff bertugas untuk mengikuti instruksi –instruksi yang
disampaikan , tetapi juga menggunakan inisiatif bilamana dibutuhkan (Edelmann,
1997). Dalam perusahaan CV.P kategori pegawai staff adalah karyawan pihak
produksi yang masuk dalam karyawan produksi , delivery , cleaning service dan
packing.Administrasi masih dilakukan oleh manajemen yang berjumlah 5 orang
dan sisanya adalah bagian produksi.

14

Kini kapasitas produksi perusahaan mencapai 100 % perhari (komunikasi
pribadi, September 2008). Oleh karena itu perusahaan berusaha menekan jadwal
produksi yang padat dengan mengupayakan karyawan produksi untuk hadir
dalam 2 shift. Dengan kondisi seperti itu perusahaan tetap buka 24 jam untuk
mengejar omset. Untuk mempertahankan produktivitas yang padat, perusahaan
berupaya menyejahterakan tiap karyawannya dengan hak- hak yang semestinya
diberikan, seperti uang lembur , insentif , uang bonus , uang kesehatan dan susu.
Dalam sebulan jumlah produksi yang dihasilkan bisa menyukupi kebutuhan 8
pabrik pembuatan onderdil lain sebagai konsumen perusahaan. Dengan gambaran
produksi tiap pabrik rata-rata berjumah 1 ton, maka produksi yang dihasilkan
mencapai 8 ton per bulannya.
Fokus dalam penelitian ini adalah karyawan yang tergolong tenaga kerja
produktif atau karyawan produksi, dimana karyawan produksi adalah karyawan
yang bekerja secara langsung dalam proses/kegiatan pembuatan produksi atau
penyediaan jasa dari suatu perusahan, dalam hal ini berasal dari sektor industri.
Dengan kondisi kasus yang terjadi, kebanyakan masalah berasal dari karyawan
produksi sehingga membuat fokus penelitian lebih dititikberatkan pada karyawan
produksi.

II.B.INTEGRITAS
II.B.1.Definisi Integritas
Cloud (2007) mengatakan integritas berasal dari kata dalam makna
Perancis dan Latin dari intect, integrate dan integral. Konsep itu berarti

15

seseorang bekerja dengan baik, tidak terbagi, terpadu, utuh dan tidak
mengalami kerusakan. Menurut Yukl dan Van Fleet (dalam Becker, 1998)
integritas adalah konsistensi tingkah laku individu dengan nilai-nilai yang
mendukung hubungan antara integritas dan perkembangan interpersonal
trust, Butler dan Cantreil (dalam Becker, 1998) mengatakan integritas
adalah reputasi untuk kejujuran dan kepercayaan atas diri individu.
Manusia yang utuh adalah manusia yang tidak terpecah belah oleh
pertentangan di dalam batin. Apa yang dipikirkan, itulah yang akan
dikatakan (Cipta Loka Caraka, 1973). Demikian pula diungkapkan oleh
Gostick & Telford (2006) bahwa integritas adalah konsistensi antara nilai
dan tindakan. Orang yang memiliki integritas hidup sejalan dengan nilainilai prinsipnya. Paulson (dalam Golstick & Telford, 2002) mengatakan
integritas sungguh adalah manusia yang utuh dengan karakter, dengan
kelengkapan dan kebaikan.
Murphy (2001) mengemukakan bahwa integritas merupakan bagaimana
seseorang bertingkah laku dengan mengedepankan nilai-nilai pribadi yang
jujur, sulit dipercaya dan tidak memiliki keinginan untuk mengambil
keuntungan dari orang lain. Integritas didukung oleh keinginan untuk
mengambil keuntungan dari orang lain. Integritas didukung oleh keinginan
memahami dan menyesuaikan diri dengan etika, dan bertindak secara
konsisten walaupun sulit untuk melakukannya. Robbins (2003) menyatakan
integritas mengacu pada kejujuran dan kepercayaan , yang merupakan suatu
harapan positif bahwa seseorang tidak akan bertindak mengambil

16

keuntungan dari pihak lain. Selanjutnya, Thorsborne (2006)
mengungkapkan integritas adalah ketaatan moral individu pada kode etik
dan peraturan moral, kejujuran terbebas dari motif korupsi atau motif-motif
untuk tujuan yang bersifat pribadi dan dapat dipercaya. Apabila hal tersebut
dimiliki oleh seseorang, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki
keutuhan , tidak terbagi-bagi dan memiliki kelengkapan. Aidid (2007)
mendefinisikan integritas sebagai ketaatan yang kuat pada nilai moral yang
menggambarkan benar atau salah dalam hidup individu.
Oxford Dictionary (dalam Cipta Loka Caraka, 1973) mengungkapkan
integritas sebagai sifat jujur dan prinsip moral yang kuat, kebenaran moral.
Banyak orang menyamakan arti integritas dengan kejujuran. Cipta Loka
Caraka (1973) mengartikan kejujuran sebagai ”tidak berbohong atau tidak
menipu”. Namun integritas tidak dapat disamakan dengan kejujuran secara
penuh, integritas ber arti kelurusan atau ketulusan hati. Hati yang lurus tidak
mengijinkan seseorang untuk bermain curang atau bertindak bertentangan
dengan harga diri. Seseorang yang berintegrasi memiliki kebanggaan
tersendiri bahwa ia memiliki kehormatan atas prinsip hidupnya dan
selanjutnya integritas adalah karakter yang berperan penting dalam
menentukan keberhasilan.
Rand (dalam Becker, 1998) mengungkapkan bahwa integritas tidak
sama dengan kejujuran. Perbedaannya adalah bahwa kejujuran adalah suatu
pengakuan bagaimana individu tidak bisa berpura-pura terhadap apa yang
ada, berkaitan dengan dunia luar, sedangkan integritas lebih menekankan

17

pada pengakuan dimana individu tidak bisa berpura-pura dengan suara
hatinya, berkaitan dengan prinsip dan nilai moral hidupnya.
Terlepas dari banyaknya definisi integritas terdapat definisi yang paling
sederhana dan praktikal (Rumambi, 2007) yaitu ketika seseorang melakukan
sesuatu yang benar, walaupun tidak ada orang lain yang melihat atau
memperhatikan. Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan definisi
integritas yaitu konsistensi yang kuat antara nilai moral yang berlaku
dengan tindakan nyata, yang menggambarkan kejujuran serta penilaian
benar dan salah dalam diri individu tersebut.

II.B.2.Karakteristik Individu Yang Memiliki Integritas
Thorsborne (2006) dalam penelitiannya yang berjudul The Seven
Heavenly Virtues of Leadership mengungkapkan ciri-ciri individu yang
memiliki integritas tinggi, yaitu:
1.Memiliki karakter yang kuat
2.Menjalankan apa yang dikatakannya dan menepati apa yang
dijanjikannya
3.Berterus terang. Apa yang dipikirkan, itulah yang akan dilakukannya
4.Terbuka, jujur dan langsung dalam melakukan perjanjian dengan
orang lain
5.Memiliki nilai yang elas dan tidak bisa dikompromikan, serta
menyatakan secara jujur yang salah dan yang benar
6.Berkomitmen dan memiliki pendirian yang kuat

18

7.Berperilaku sesuai nilai yang dimilikinya
8.Memiliki prinsip, terhormat, adil dan bertanggung jawab
9.Seimbang, terintegrasi dan menyeluruh
10.Memiliki kesadaran diri dan mampu merefleksikan diri
11.Dewasa dan bijaksana

Selanjutnya Gostick & Telford (2003) merumuskan 10 karakteristik
individu yang memiliki integritas yaitu:
1.Menganggap hal-hal kecil sebagai sesuatu yang penting
Individu yang berintegras tidak akan berbohong atau melakukan
pelanggaran-pelanggaran kecil dan dengan demikian, tidak akan
tergoda oleh hal-hal yang lebih besar, seperti kekuasaan, prestise atau
uang.
2.Mengambil keputusan dengan cermat dan tidak terburu-buru
Individu yang berintegrasi siap mencurahkan waktu dan tenaga untuk
menemukan pemecahan masalah yang benar secara etis. Caranya
adalah dengan meminta pertimbangan orang lain dalam mengambil
keputusan, menerima saran, berefleksi dan melihat jauh ke depan.
3.Bertanggung jawab
Indvidu yang berintegritas melakukan segala sesuatu dengan penuh
tanggung jawab. Individu bersikap terbuka dan jujur, mengungkapkan
semua informasi yang baik maupun buruk, serta tidak hanya infrmasi

19

yang menguntungkan dirinya sendiri. Individu mau mengaku ketika
berbuat salah, meminta maaf dan memperbaikinya.
4.Menciptakan budaya kepercayaan
Individu yang berintegras membantu menciptakan lingkungan kerja
yang benar, yakni lingkungan yang tidak menguji integritas pribadi
karyawan atau rekan kerja. Banyak orang yang konsisten dengan
integritas mereka bukan karena dirinya sendiri tetapi karena pengarh
lingkungan. Pada kelanjutannya, individu memperkuat integritas itu
melalui prinsip, kontrol dan teladan pribadi. Dalma lingkungan kerja
baik individu maupun rekan kerjanya diharapkan berusaha untuk
memegang kepercayaan satu sama lain.
5.Menepati janji
Individu yang berintegras selalu berusaha untuk menepati kata-kata
yang telah diucapkan, meskipun hal itu dapat merugikan dirinya.
Individu yang berintegritas dapat dipercaya dan dipegang janjinya.
6.Peduli terhadap kepentingan yang lebih besar (greater good)
Individu yang berintegritas mempunyai komitmen kuat untuk
kepentingan dan keuntungan perusahaan, organisasi, klien dan rekan
kerja.
7.Jujur namun rendah hati
Individu berintegritas mengungkapkan cerita yang baik dan buruk
secara lengkap, serta tidak berbuat kecurangan dalam pekerjaannya.
Individu yang berintegritas tidak memproklamasikan kebaikan atau

20

kejujuran dirinya. Kejujuran tersebut ditunjukkan melalui tindakan
nyata, bukan sekedar kata-kata.
8.Bertindak bagaikan sedang diawasi
Individu yang berintegritas membuat keputusan yang dapat dilihat dan
diperiksa oleh semua orang, tidak ada sesuatu yang disembunyikan.
Tindakan yang dilakukannya didasarkan pada kode etik dan peraturan
perusahaan maupun nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
9.Mempekerjakan integritas
Individu yang berintegritas akan mempekerjakan dan mengelilingi diri
dengan orang-orang yang berintegritas tinggi. Selain itu, individu mau
dan mampu mempromosikan, memberi nasihat dan contoh pribadi
yang memiliki dan menjunjung tinggi integritas, jiwa sportif dna
standar moral kepada lingkungan kerja.
10.Konsisten
Individu yang berintegritas memperlihatkan konsistensi antara apa
yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan
individu tersebut, yang berkaitan dengan masalah prinsip dan etis,
hampir dapat selalu diduga dan dapat dipercaya.

II.B.3.Faktor Yang Mempengaruhi Integritas
Menurut Murphy (2001) ada dua faktor yang mempengaruhi integritas,
yang pertama adalah faktor situasional yang mencakup norma (norms),
kesempatan (opportunity), budaya organisasi, reward dan punishment. Yang

21

kedua adalah faktor individu yang mencakup nilai-nilai (values), sikap
(attitude), keyakinan (belief) yang dimiliki individu . Apabila faktor-faktor
tersebut tidak tercapai maka akan mengakibatkan integritas yang buruk dan
berdampak pada ketidakjujuran karyawan (dishonestly).
Murphy (2001) juga mengatakan bahwa terdapat dua tipe dari
ketidakjujuran yaitu pelanggaran melawan organisasi secara langsung
(employee theft dan sabotase) dan melakukan pelanggaran bagi organisasi
(korupsi dan white collar crime)
Becker (1990) juga menyatakan bahwa berkaitan dengan faktor
personal integritas seseorang bisa berkurang karena hasrat atau adanya
dorongan yang bertentangan dengan nilai moralnya. Selain itu, kurangnya
integritas bisa terjadi karena beberapa hal yaitu sebagai bentuk dari
penolakan ataupun tidak mau mengakui fakta yang sebenarnya terjadi dan
sebagai usaha untuk melindungi diri dari kesalahan dalam pekerjaan.
Berkaitan dengan faktor lingkungan, penurunan integritas dapat terjadi
karena adanya social pressure yang datang dari banyak sumber seperti
atasan, klien dan berbagai bentuk penolakan atau intimidasi secara fisik ,
verbal dan non verbal.
Selanjutnya, hasil-hasil penelitian lain menemukan faktor-faktor lain
yang memiliki pengaruh terhadap integritas. Adapun faktor-faktor lain
tersebut adalah locus of control, kepuasan terhadap imbalan, big factor
model of personality dan tipe kepribadian A.

22

II.B.4.Dampak Integritas
Berikut ini adalah dampak apabila karyawan memiliki integritas di
tempat kerja menurut Vangent (2007) :
1.Meningkatnya kejujuran
Mengurangi kecenderungan karyawan mencuri uang dan
perlengkapan di tempat kerja.
2.Mengurangi kemungkinan pemakaian obat terlarang
Mengurangi kemungkinan karyawan memakai, mengedarkan datua
menjual obat-obat terlarang di tempat kerja.
3.Meningkatnya tenure/masa kerja
Mengurangi kemungkinan karyawan meninggalkan pekerjaannya atau
perusahaan tempatnya bekerja dengan cara yang tidak sewajarnya.
4.Mengurangi tindak kekerasan
Mengurangi kemungkinan karyawan bertindak atau berkata-kata kasar
atau melakukan kekerasan terhadap konsumen atau rekan kerjanya.
5.Meningkatnya hubungan karyawan-konsumen
Meningkatkan tendensi karyawan bersikap kooperatif dan sopan
terhadap konsumen dan rekan kerjanya.
6.Meningkatkan stress tolerance
Karyawan mampu mengatasi stress di tempat kerja.
7.Menghindari resiko dalam pekerjaan
Karyawan mampu mengurangi tendensi untuk melakukan perilaku
yang berbahaya, beresiko tinggi dan mencari sensasi di tempat kerja.

23

8.Meningkatkan keselamatan kerja
Karyawan mampu menaati peraturan yang menjunjung tinggi
keselamatan kerja untuk menghindari kecelakaan di tempat kerja.
9.Memperbaiki sikap terhadap atasan
Karyawan mampu mengerjakan perintah atasan dengan baik dan
memiliki respon yang tepat terhadap atasannya.
10.Meningkatnya work values
Karyawan memiliki nilai-nilai baik dan kebiasaan-kebiasaan yang
produktif dalam kerja.36

11.Meningkatkan tanggung jawab
Mengurangi kecenderungan karyawan melakukan tindakan
kontraproduktif, kurangnya kepekaan dan miskin tanggung jawab di
tempat kerja.
12.Meningkatkan produktivitas
Karyawan memiliki kinerja yang baik dalam melaksanakan
pekerjaannya dan menjadi anggota yang produktif di organisasi.
13.Meningkatkan kejujuran dan ketulusan
Karyawan memiliki respon yang tulus, sesuai apa yang diinginkan
terhadap suatu sikap dan opini dari orang lain.
14.Meningkatkan keakuratan
Karyawan dapat dengan mudah mengerti, menyelesaikan dan
melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik.

24

II.B.5.Pengukuran Integritas
Penggunaan tes integritas dalam proses seleksi karyawan mengalami
peningkatan yang pesat, terutama untuk mencegah adanya kecenderungan
karyawan dalam melakukan tindak pencurian terhadap kas dan barangbarang perusahaan (Schneider & Camra, 1994).
Tes integritas pada umumnya mengukur beberapa variabel antara ain
acceptance of convention (penerimaan kebijakan), ketergantungan, depresi,
penghindaran obat-obat terlarang, tingkat energi, kejujuran, komitmen
bekerja, moral reasoning, kecenderungan melakukan tindak kekerasan,
pengendalian diri, sosialbilitas, pencarian sensasi,vocational identity, dan
etika bekerja (Becker, 1998)
Namun dalam perkembangannya tes integritas, dibedakan menjadi dua
yaitu overt integrity test dan covert integrity test yang juga sering disebut
dengan ” personality oriented and disgued integruty test” yang disusun oleh
Hoffman (2002).
Overt integrity test berisi 16 item yang secara langsung mengungkap
sikap responden dan perilaku yang berkaitan dengan pencurian dan perilaku
kontraproduktif. Domain dari overt integrity test antara lain: honestly,
conscientiousness, trustworthy behavior dan attitude toward theft.
Covert Integrity Test adalah tes integritas berdasarkan aspek
kepribadian dan mengukur beberapa trait yang merupakan prediktor
kejujuran dalam bidang pekerjaan. Domain dari covert integrity test, antara
lain responsibility, work values, orderly dan reliability.

25

Integritas adalah konsistensi yang kuat antara nilai moral yang berlaku
denagn tindakan nyata, yang menggambarkan kejujuran serta penilaian
benar dan salah dalam diri individu. Dalam penelitian ini, peneliti hanya
menggunakan salah satu satu tes integritas, yaitu overt integrity test. Hal ini
dilakukan karena peneliti hanya ingin melihat perilaku yang tampak pada
karyawan. Motivasi intrinsik dn ekstrinsik yang merupakan variabel
indenpenden dalam penelitian ini adalah potensi yang ada dalam diri
individu sehingga akan muncul sebagai perilaku. Oleh sebab itu, peneliti
tidak menghubungkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan covert
integrity, karena keduanya merupakan potensi yang ada dalam diri individu.
Overt integrity test yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil
adaptasi dari overt integrity test yang disusun oleh Hoffman (2002)

II.B.6.Kritik terhadap Tes Integritas
Kritik terhadap pengukuran overt integrity adalah pertanyaan yang
diajukan dianggap tidak adil, karena menilai secara hitam dan putih dalam
dunia yang tidak pasti ini. Selain itu respon yang benar atau socially
desirable response sudah sangat jelas. Sehingga issue tentang faking selalu
menjadi hal yang dipertimbangkan.
Ketika individu diminta untuk untuk menunjukkan sikap terhadap
kebijakan perusahaan dan sikap terhadap atasan, maka individu cenderung
bersikap tidak jujur dengan memunculkan sikap yang berbeda dari apa yang
sesungguhnya dirasakan. Selanjutnya, para ilmuwan sosial mengatakan

26

bahwa masalah yang sama juga muncul pada penelitian-penelitian sosial
yang berhubungan dengan etnis, ras, keagamaan. Namun demikian,
penelitian seacar konsisten menunjukkan bahwa faking adalah hanya suatu
permasalahan kecil dalam tes-tes integritas (Hoffman, 2002).

II.C.MOTIVASI
II.C.1.Definisi Motivasi
1.Secara epistemologis motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti
dorongan atau daya penggerak (Hasibuan,2003). Dimana motivasi berarti
keadaan dalam diri seseorang yang menimbulkan kekuatan , menggerakkan,
mendorong, mengarahkan untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya.
2.The Willingness to exert high levels of effort toward organizational goals,
conditioned by the effort’s ability to satisfy same individual need (Robbins,
1991:192).
Maksud dari pernyataan diatas adalah:
Kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan
organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi
beberapa kebutuhan individual.
3.Menurut Heidjrachman (1996) mendefinisikan motivasi sebagai proses
mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu dengan yang
kita inginkan.

27

4.Menurut Koontz (1990) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam
diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan serta
yang menyalurkan atau mengarahkan perilaku kearah tujuan.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada
diri seseorang (Wahyosumidjo, 1987) Dimana tindakan pengarahan tujuan
(goal) dianjurkan dan dibenarkan. Sebagai suatu proses , kita tidak dapat
mengamati secara langsung. Namun, kita dapat mengambil kesimpulan dari
beberapa perilaku sebagai pilihan tugas-tugas, usaha, ketekunan dan suatu
pengekspresian dari perasaan atau pikiran ke dalam wujud kata-kata –
verbalization (Pintrich & Schunk, 1996) .
Motivasi mencakup beberapa goal yang memberikan dorongan dan
arahan dalam bertindak. Dalam motivasi, diperlukan aktivitas – fisik
maupun mental. Aktifitas fisik memerlukan usaha , ketekunan, sedangkan
aktivitas mental mencakup tindakan kognisi sebagai perencanaan,
pengulangan, organisasi, pengawasan, pembuatan keputusan, serta
pemecahan masalah. Tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki seseorang
akan mempengaruhi timbulnya keinginan untuk bekerja. Motivasi memberi
kekuatan dan arah pada tingkah laku yang akan ditampilkan
(Atkinson,1964).
Jika kita telah mengetahui motivasi seseorang, kita memiliki alat yang
kuat untuk menerangkan tingkah lakunya, karena pada kenyataannya seluruh
tingkah laku kita sehari-hari dapat diterangkan melalui istilah motivasi.

28

Selain sebagai alat untuk menerangkan sebab musabab suatu tingkah laku
muncul, motivasi juga dapat membantu kita untuk meramalkan tingkah laku.
Jika telah memperoleh kesimpulan yang benar tentang motivasi, kita dapat
meramalkan tingkah laku yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
dorongan bertingkah laku yang didasarkan pada kebutuhan yang belum
terpuaskan dan membutuhkan pemuasan melalui aktivitas tertentu ,
,motivasi juga merupakan suatu hal yang dapat menolong seseorang untuk
melaksanakan atau mematuhi yang diinginkan sebagai usaha sadar untuk
mempengaruhi perilaku seseorang (dirinya sendiri) agar mengarah
tercapainya sebuah tujuan organisasi. (Berelson & Steiner dalam
Wahyosumidjo, 1987.

II.C.2.Kaitan Motivasi dalam Dunia Kerja
Seperti telah diterangkan diatas bahwa motivasi berkaitan dengan faktorfaktor yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan bahkan
menghentikan tingkah laku. Dalam kaitan dengan dunia kerja, peran
motivasi juga dianggap sangat penting, yaitu yang disebut dengan motivasi
kerja. Motivasi kerja menentukan tingkah laku kerja seseorang sehingga ia
menjadi pekerja yang giat atau sebaliknya pekerja tanpa semangat kerja.
Atkinson & Vroom (1983) menyatakan bahwa perbedaan individual
akan menyebabkan banyak perbedaan dalam unjuk kerja. Perbedaan
individual yang menentukan motivasi kerja adalah minat, sikap dan

29

kebutuhan seseorang. Minat dapat memberi arah pada perhatian seseorang
dan dengan demikian memberikan rangsangan yang mempengaruhi tingkah
laku kerjanya. Seseorang dengan minat yang tinggi atau menyukai terhadap
pekerjaanya akan lebih termotivasi untuk bekerja dibandingkan mereka yang
berminat rendah. Sikap dalam hal ini merupakan predisposisi bertingkah
laku. Seseorang dengan sikap positif terhadap pekerjaanya berarti motivasi
kerjanya cukup baik. Kebutuhan (need) merupakan faktor yang paling
banyak diperhatikan dalam membicarakan motivasi kerja. Adanya
kebutuhan tertentu membuat adanya ketegangan dalam diri seseorang yang
menyebabkan termotivasinya untuk mencari ”kelegaan” sehingga
ketegangan itu menurun. Semakin besar harapan akan terpenuhinya
kebutuhan tersebut, semakin tinggi pula motivasinya.

II.C.3. Jenis Motivasi
Menurut Winkel (1996) & Harris (dalam Sidharta & Wangsa, 2002)
berdasarkan jenisnya motivasi terbagi menjadi 2 yaitu :motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik merupakan faktorfaktor yang menimbulkan motivasi dalam diri seseorang sebagai sebuah
proses psikologis (Wahyusumidjo, 1987).
Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap,
pengalaman dan pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang
menjangkau masa depan. Sedangkan faktor luar diri dapat ditimbulkan oleh
berbagai sumber, bisa karena pengaruh atasan, kolega atau faktor-faktor

30

lainnya yang sangat kompleks. Tetapi baik motivasi inrtinsik dan ektrinsik
timbul karena adanya rangsangan. Hal ini dapat diperjelas melalui bagan
mengenai gambaran motivasi sebagai proses psikologis

II.C.3.A.Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang arah ransangannya
datang dari dalam diri seseorang tanpa campur tangan faktor luar
(Winkel, 1996). Menurut Amabile (1987) yang disebut sebagai
penggerak secara psikologis dalam diri manusia atau The "labor of
love aspect" adalah motivasi intrinsik. Dimana motivasi intrinsik
secara utuh mengaitkan motivasi dengan pekerjaan itu sendiri sehingga
seseorang akan merasa bahwa pekerjaannya itu menyenangkan ,
mengikat dan memuaskan bagi dirinya. Dengan kata lain seseorang
yang termotivasi secara intrinsik, akan menemukan sendiri bahwa
proses tersebut memberi kepuasan bagi dirinya sendiri (Wlodkowski,
1990). Jadi, dalam motivasi intrinsik ada suatu kebutuhan, ketertarikan
dan kenikmatan dalam melakukan sesuatu yang semuanya berasal dari
dalam diri seseorang (Woolfolk,1993).
Dalam prosesnya motivasi intrinsik dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kemampuan kognitif, afektif termasuk self determination
dan kompetensi seseorang. ( Deci and Ryan dalam Miner ,1992 )
kemudian teori lain mengatakan bahwa kemampuan afektif sendiri
terbagi menjadi minat dan gairah (Izard dalam Amabile 1987)

31

,kemudian elation and the "flow" of deep task involvement
(Csikszentmihalyi, 1975, 1978) dan kegembiraan , kejutan and
menyenangkan (Pretty & Seligman, 1983; Reeve,Cole, & Olson, 1986
dalam Amabile 1987). Hal yang serupa dikemukakan oleh Sidharta dan
Wangsa (2002) dimana motivasi seorang individu sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor termasuk pada faktor internal : persepsi seseorang
mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan,
keinginan, kepuasan dan prestasi kerja yang dihasilkan.
Dapat disimpulkan dalam motivasi intrinsik terdapat beberapa
faktor yang merupakan bagian dan mempengaruhi motivasi intrinsik
(Amabile, 1987) yaitu:
1.Challenge
a. Self-determination
Mempunyai kebebasan terutama menyukai berbagai pilihan. Tiap
individu yang memiliki self determination tinggi mampu mandiri
dalam memilih setiap pilihan yang ada dalam hidupnya tanpa
tekanan dari siapapun.
b. Competence
Mempunyai orientasi yang kuat dan menyukai tantangan.
Kompetensi dihubungkan dengan daya saing dan daya tahan
individu dalam menghadapi permasalahan dan menganggapnya
sebagai tantangan.
c. Curiosity

32

Keingintahuan terutama pada hal-hal yang bersifat kompleks,
dalam menghadapi setiap masalah, individu yang memiliki
curiosity cenderung untuk berusaha menyelesaikan permasalahan
yang ada karena ketidakpuasaannya dalam mencari tahu
permasalahan tersebut.
2.Enjoyment
a. Task involvement
Mengerti akan tugasnya dan menjalankannya dengan baik.
Seseorang yang memiliki task involvement akan bertanggung
jawab terhadap proses tugasnya dengan baik.
b. Interest
Menikmati pekerjaan dan senang akan pekerjaan tersebut. Interest
merupakan faktor internal yang mendorong seseorang untuk
bertahan dalam pekerjaanya, jika interest tidak dimiliki oleh
seseorang biasanya passion dan daya tahan seseorang bekerja akan
minim.

II.C.3.B.Motivasi Ekstrinsik.
Motivasi ekstrinsik didefinisikan sebagai motivasi yang arah
ransangannya datang dari luar seseorang. Keinginan mendapat
penghargaan, uang, trophi dan sebagainya merupakan contoh-contoh
motivasi yang berasal dari luar individu. Secara umum, motivasi
ekstrinsik lebih sering berbentuk kebendaan atau juga pujian.

33

Amabile (1987) berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik terjadi
apabila seseorang mendapatkan respon terhadap sesuatu di luar dari
pekerjaanya terutama dari orang lain. Motivasi ektrinsik memerlukan
kemampuan kognitif dalam merespons rangsangan yang masuk (e.g.,
Calder & Staw, 1975;Kruglanski, 1975;Lepper& Greene, 1978 dalam
Amabile 1987). Faktor yang mempengaruhi motivasi eksternal
seseorang, antara lain ialah :
1.Compensation
a. Competition concerns
Kemajuan dalam karier dan keberhasilan dalam melaksanakan
tugas. Kompetisi membuat persaingan dan motivasi pekerja
semakin tinggi karena adanya perubahan jenjang karier di
dalamnya. Biasanya kompetisi mengubah status seseorang dan
semkin membuat karyawan terpacu untuk bekerja dengan baik
b. A focus on money or other tangible incentives
Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya seperti uang
bonus, uang lembur, uang gaji, uang kesehatan, uang THR dll
2.Outward
a. Recognition concerns
Pengakuan dari orang lain dan status dimata orang lain. Sangat
penting dalam sebuah tim adanya pengakuan akan keberadaan
seseorang. Tim yang memandang asetnya sebagai harta yang
berharga akan memiliki kerja sama yang kuat.

34

b. A focus on the dictates of others
Hubungan dengan keberadaan orang lain dan interaksi kelompok
kerja dimana seseorang bergabung di dalamnya.
c. Evaluation concerns
Cara bekerja , sistem administrasi dan kebijakan organisasi.Penting
bagi seorang karyawan untuk mengetahui evaluasi kerja dalam
dirinya, selain menjadikannya semakin mengenal pekerjaannya
juga meningkatkan motivasinya dalam bekerja untuk menjadi lebih
baik lagi.

II.C.4. Pengukuran Motivasi
Alat ukur yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah WPI atau
Work Preference Inventory. Alat ukur ini memiliki orientasi individual
yang mengedepankan motivasi intrinsik dan ekstrinsik (Amabile,Hill,
Hennesey & Tighe dalam Aamodt ,1994). Dalam pembuatannya Amabile
(1987) menyatakan bahwa WPI merupakan alat tes yang mengukur
perbedaan derajat tingkatan kecenderungan motivasi intrinsik dan
ekstrinsik seseorang berdasarkan orientasi bekerjanya. Alat test motivasi
berjumlah 30 item dengan masing-masing aspek berjumlah 15 item dan
merupakan aspek yang dapat berdiri sendiri. Aspek yang diukur dalam
motivasi intrinsik adalah self determination, competence, task
involvement, curiosity dan interest. Sedangkan motivsi ekstrinsik adalah

35

competition, evaluation, recognition, money or other tangible incentives,
and constraint by other.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan kedua jenis aspek
motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Hal ini dilakukan karena
peneliti ingin melihat motivasi dalam diri karyawan yang arah
rangsangannya berasal dari dalam diri dan luar seseorang.

II.D.DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DAN
EKSTRINSIK DENGAN INTEGRITAS PADA KARYAWAN
PRODUKSI CV.P.
Berdasarkan wawancara dengan Andi Ardiyansah selaku kepala produksi,
telah terjadi penurunan performa pada karyawan produksi CV.P. Bentuk
penurunan performa yang terjadi adalah banyaknya perilaku menyimpang
yang terjadi di lingkungan perusahaan. Salah satunya adalah pencurian aset
perusahaan, sering datang terlambat, salah produksi hingga malasnya
karyawan untuk lembur.
Perilaku menyimpang yang ditampilkan tersebut dapat dikatakan sebagai
perilaku kontraproduktif (dalam Robbins,2003), perilaku kontraproduktif
merupakan perilaku yang bersifat menghalangi suatu tujuan. Perilaku
kontraproduktif yang ditandai dengan penyalahan etika kerja yang berlaku,
merupakan bentuk penurunan integritas (Murphy, 2001).
Integritas dapat dikatakan sebagai konsistensi yang kuat antara nilai moral
yang berlaku dengan tindakan nyata, yang menggambarkan kejujuran serta

36

penilaian benar dan salah dalam diri individu. Integritas merupakan perilaku
yang menunjukkan ketaatan moral individu pada kode etik dan peraturan
moral, kejujuran terbebas dari motif korupsi atau motif-motif untuk tujuan
yang bersifat pribadi dan dapat dipercaya. Apabila hal tersebut dimiliki oleh
seseorang, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki keutuhan , tidak
terbagi-bagi dan memiliki kelengkapan dan kebaikan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang agar mampu
menunjukkan performa kerja yang baik adalah faktor individu. Dimana faktor
individu adalah faktor yang berasal dari dalam seseorang. Salah satu dari
faktor individu yang dimiliki oleh seseorang adalah motivasi. Berdasarkan
arah rangsangannya motivasi terbagi dalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik yang arah rangsangannya berasal dari dalam diri individu
dan motivasi ekstrinsik dari luar diri individu.
Terlihat bahwa motivasi intrinsik dan eksternal yang dimiliki belum
dikelola dengan baik, perlu dipertanyakan bagaimana motivasi dari karyawan
produksi terhadap pekerjaanya, Hal ini terlihat dari grafik performa kerja
yang tidak menentu. Dalam grafik dinyatakan hampir seluruh karyawan
belum menampilkan performa kerja yang konsisten.
Perilaku kontraproduktif menunjukkan rend