Legenda Sesentola Dan Burung Garuda
Legenda Sesentola Dan Burung Garuda
Tersebutlah sepasang suami istri pada zaman dahulu. Mereka telah lama berumah
tangga, namun belum juga dikaruniai anak. Suami istri itu senantiasa berdoa dan
memohon. Akhirnya permohonan mereka dikabulkan. Sang istri mengandung dan
melahirkan bayi lelaki yang kemudian diberi nama Sesentola.
Sesentola tumbuh menjadi anakyang mempunyai nafsu makan luar biasa. Ketika
tiga tahun usianya, Sesentola mampu menghabiskan nasi sebanyak satu tempayan.
Kedua orangtuanya merasa sangat kerepotan untuk memberinya makan. Setelah
keduanya berembuk, keduanya sepakat untuk membunuh anak mereka itu agar
kehidupan mereka yang miskin tidak bertambah miskin serta repot.
Pada suatu hari sang Ayah mengajak Sesentola untuk menjala ikan di sungai yang
banyak dihuni buaya ganas. Pada saat sang Ayah menebarkan jalan, ia sengaja
menjatuhkan jala itu ke dalam sungai. Sang Ayah meminta Sesentola untuk terjun
ke sungai guna mengambil jala itu.
Tanpa ragu-ragu, Sesentola langsung terjun ke dalam sungai. Sesaat setelah
Sesentola terjun ke sungai, ayahnya langsung pulang. Ia sangat yakin, anaknya
akan dimangsa buaya-buaya ganas penghuni sungai itu. Namun, betapa
terperanjatnya ia dan istrinya ketika melihat Sesentola kembali pulang seraya
memanggul seekor buaya besar yang telah dibunuhnya!
Niat untuk melenyapkan Sesentola tidak juga pupus di hati kedua orangtuanya.
Sang Ayah lantas mengajak Sesentola untuk menebang pohon beringin besar yang
tumbuh di tepi sungai. Sang Ayah meminta Sesentola untuk duduk di tempat
jatuhnya pohon beringin besar itu ketika ditebang. Pohon beringin pun ditebang dan
telak mengarah ke tubuh Sesentola. Setelah merasa yakin anaknya telah mati
tertimpa batang pohon beringin besar, Sang Ayah lantas kembali ke rumah.
Kedua orangtua Sesentola kembali terperanjat dan terheran-heran ketika mendapati
anak mereka pulang ke rumah seraya memanggul batang pohon beringin yang
besar.
Sesentola akhirnya mengetahui jika kedua orangtuanya berniat untuk
membunuhnya. Ia pun berujar kepada ibunya, "Sudahilah usaha Ayah untuk
membunuh saya. Saya akan pergi merantau."
Bagaimanapun juga, Sang ibu merasa sedih pula. Ia sesungguhnya sayang pada
Sesentola, hanya keadaannya yang miskin saja yang membuatnya terpaksa
menyetujui saran suaminya untuk membunuh Sesentola. Ia memberikan dua
senjata pusaka untuk bekal perjalanan Sesentola. Dua senjata pusaka itu berupa
panah sakti bermata tiga dan cincin. Sang Ibu mengatakan, jika panah sakti
bermata tiga itu dilepaskan dengan iringan ucapan sasaran yang hendak dibidik,
maka sasaran itu akan telak mengena. Seandainya Sesentola hendak memanah
mata, maka mata itu akan tepat dikenai jika Sesentola melepaskan panah sakti
bermata tiganya dengan iringan ucapan mata. Adapun cincin pusaka itu tak juga
kalah dalam hal kesaktian. Jika Sesentola, cincin pusaka itu hendaklah direndam
dan air rendaman itu digunakan untuk mengobati penyakitnya.
Sesentola pun memulai pengembaraannya. Setelah berjalan berhari-hari, sampailah
Sesentola di sebuah negeri yang tampak sangat lengang. Tidak ada siapa pun juga
yang dilihat Sesentola. Ia mendapati sebuah bangunan yang tampak indah serta
megah. Di dalam bangunan indah itu Sesentola melihat sebuah gendang besar Saat
Sesentola hendak memukul gendang besar itu, terdengar suara dari dalam gendang
besar, "Jangan engkau pukul gendang ini. Aku tengah bersembunyi di dalamnya.
Lekaslah engkau masuk ke dalam gendang ini sebelum garuda datang menyerang!"
Orang yang bersembunyi di dalam gendang besar itu seorang perempuan.
Lemontonda namanya. Lemontonda merupakan satu-satunya orang yang masih
hidup di negeri itu. Warga Iainnya di negeri itu telah dimangsa garuda.
"Jangan engkau takut," hibur Sesentola. "Jika garuda itu nanti datang ke sini, aku
akan membunuhnya taklama kemudian datanglah garuda itu. Sesentola telah
bersiaga dengan panah sakti¬nya. Seketika burung garuda itu datang mendekat
hendak menyambarnya, Sesentola melepaskan anak panahnya. Sesentola
rnenyebutkan leher garuda itu sebagai sasaran bidikan panahnya. Leher garuda itu
pun terkena anak panah Sesentola hingga jatuh dan akhirnya mati.
Raja Garuda di Kahyangan murka tak terkira ketika mendapati garuda itu mati
terkena anak panah Sesentola. Ia lalu memerintahkan garuda bernama Vandease
untuk membawa Sesentola ke Kahyangan. Perintahnya, "Jika Sesentola menolak,
maka engkau boleh memangsanya!"
Sesentola tentu saja menolak untuk dibawa ke Kahyangan. Ia bahkan memanah
garuda bernama Vandease pada bagian keningnya. Vandease pun terjatuh dan mati
terkena anak panah sakti Sesentola.
Raja Garuda kian murka. Ia lantas memerintahkan garuda bernama Vandebuluva
untuk membawa Sesentola ke Kahyangan. Vandebuluva jauh lebih ganas dan
perkasa dibandingkan Vandease.
Kedatangan Vandebuluva telah disebutkan Lemontonda kepada Sesentola
sebelumnya. Sesentola meminta segelas air yang akan digunakannya untuk
merendam cincin pusakanya. Katanya kepada Lemontonda, "Jika nanti aku pingsan,
tetesilah mataku dengan air rendaman cincinku ini."
Garuda bernama Vandebuluva langsung menuju Sesentola. Tubuhnya yang jauh
lebih besar dan lebin ganas dibandingkan Vandease itu terlihat sangat mengerikan.
Namun, Sesentola tidak terlihat takut. Sesentola mengarahkan anak panahnya ke
leher Vandebuluva. Beberapa saat kemudian anak panah sakti yang dilepaskan
Sesentola telah mengenai leher Vandebuluva. Namun, garuda besar itu tidak
Iangsung jatuh. Ia masih sempat menyambar tubuh Sesentola hingga pingsan.
Vandebuluva akhirnya jatuh dan mati.
Lemontonda lantas memercikkan air rendaman cincin pusaka ke kelopak mata
Sesentola. Seketika itu pula Sesentola kembali sadar.
Keadaan negeri itu pun akhirnya aman dan damai. Sesentola kemudian melamar
Lemontonda. Lemontonda bersedia dinikahi Sesentola dengan syarat seluruh orang
di negeri itu, termasuk kedua orang tuanya dapat hidup kembali.
Dengan kesaktiannya, Sesentola lantas menghidupkan kembali orang-orang di
negeri itu. Negeri yang lengang itu telah kembali ramai seperti sedia kala.
Ayah Lemontonda lantas menikahkan putrinya itu dengan Sesentola. Pesta
pernikahan Sesentola dan Lemontonda berlangsung meriah. Segenap warga
akhirnya bersepakat untuk mengangkat Sesentola sebagai raja mereka. Sesentola
hidup berbahagia selaku raja negeri itu.
Pesan Moral dari Cerita Rakyat Sulawesi Tengah Sesentola Dan Burung Garuda
adalah kebenaran akan dapat mengalahkan kebatilan atau keburukan. Orang yang
baik akan menuai kebaikannya di kemudian hari.
Tersebutlah sepasang suami istri pada zaman dahulu. Mereka telah lama berumah
tangga, namun belum juga dikaruniai anak. Suami istri itu senantiasa berdoa dan
memohon. Akhirnya permohonan mereka dikabulkan. Sang istri mengandung dan
melahirkan bayi lelaki yang kemudian diberi nama Sesentola.
Sesentola tumbuh menjadi anakyang mempunyai nafsu makan luar biasa. Ketika
tiga tahun usianya, Sesentola mampu menghabiskan nasi sebanyak satu tempayan.
Kedua orangtuanya merasa sangat kerepotan untuk memberinya makan. Setelah
keduanya berembuk, keduanya sepakat untuk membunuh anak mereka itu agar
kehidupan mereka yang miskin tidak bertambah miskin serta repot.
Pada suatu hari sang Ayah mengajak Sesentola untuk menjala ikan di sungai yang
banyak dihuni buaya ganas. Pada saat sang Ayah menebarkan jalan, ia sengaja
menjatuhkan jala itu ke dalam sungai. Sang Ayah meminta Sesentola untuk terjun
ke sungai guna mengambil jala itu.
Tanpa ragu-ragu, Sesentola langsung terjun ke dalam sungai. Sesaat setelah
Sesentola terjun ke sungai, ayahnya langsung pulang. Ia sangat yakin, anaknya
akan dimangsa buaya-buaya ganas penghuni sungai itu. Namun, betapa
terperanjatnya ia dan istrinya ketika melihat Sesentola kembali pulang seraya
memanggul seekor buaya besar yang telah dibunuhnya!
Niat untuk melenyapkan Sesentola tidak juga pupus di hati kedua orangtuanya.
Sang Ayah lantas mengajak Sesentola untuk menebang pohon beringin besar yang
tumbuh di tepi sungai. Sang Ayah meminta Sesentola untuk duduk di tempat
jatuhnya pohon beringin besar itu ketika ditebang. Pohon beringin pun ditebang dan
telak mengarah ke tubuh Sesentola. Setelah merasa yakin anaknya telah mati
tertimpa batang pohon beringin besar, Sang Ayah lantas kembali ke rumah.
Kedua orangtua Sesentola kembali terperanjat dan terheran-heran ketika mendapati
anak mereka pulang ke rumah seraya memanggul batang pohon beringin yang
besar.
Sesentola akhirnya mengetahui jika kedua orangtuanya berniat untuk
membunuhnya. Ia pun berujar kepada ibunya, "Sudahilah usaha Ayah untuk
membunuh saya. Saya akan pergi merantau."
Bagaimanapun juga, Sang ibu merasa sedih pula. Ia sesungguhnya sayang pada
Sesentola, hanya keadaannya yang miskin saja yang membuatnya terpaksa
menyetujui saran suaminya untuk membunuh Sesentola. Ia memberikan dua
senjata pusaka untuk bekal perjalanan Sesentola. Dua senjata pusaka itu berupa
panah sakti bermata tiga dan cincin. Sang Ibu mengatakan, jika panah sakti
bermata tiga itu dilepaskan dengan iringan ucapan sasaran yang hendak dibidik,
maka sasaran itu akan telak mengena. Seandainya Sesentola hendak memanah
mata, maka mata itu akan tepat dikenai jika Sesentola melepaskan panah sakti
bermata tiganya dengan iringan ucapan mata. Adapun cincin pusaka itu tak juga
kalah dalam hal kesaktian. Jika Sesentola, cincin pusaka itu hendaklah direndam
dan air rendaman itu digunakan untuk mengobati penyakitnya.
Sesentola pun memulai pengembaraannya. Setelah berjalan berhari-hari, sampailah
Sesentola di sebuah negeri yang tampak sangat lengang. Tidak ada siapa pun juga
yang dilihat Sesentola. Ia mendapati sebuah bangunan yang tampak indah serta
megah. Di dalam bangunan indah itu Sesentola melihat sebuah gendang besar Saat
Sesentola hendak memukul gendang besar itu, terdengar suara dari dalam gendang
besar, "Jangan engkau pukul gendang ini. Aku tengah bersembunyi di dalamnya.
Lekaslah engkau masuk ke dalam gendang ini sebelum garuda datang menyerang!"
Orang yang bersembunyi di dalam gendang besar itu seorang perempuan.
Lemontonda namanya. Lemontonda merupakan satu-satunya orang yang masih
hidup di negeri itu. Warga Iainnya di negeri itu telah dimangsa garuda.
"Jangan engkau takut," hibur Sesentola. "Jika garuda itu nanti datang ke sini, aku
akan membunuhnya taklama kemudian datanglah garuda itu. Sesentola telah
bersiaga dengan panah sakti¬nya. Seketika burung garuda itu datang mendekat
hendak menyambarnya, Sesentola melepaskan anak panahnya. Sesentola
rnenyebutkan leher garuda itu sebagai sasaran bidikan panahnya. Leher garuda itu
pun terkena anak panah Sesentola hingga jatuh dan akhirnya mati.
Raja Garuda di Kahyangan murka tak terkira ketika mendapati garuda itu mati
terkena anak panah Sesentola. Ia lalu memerintahkan garuda bernama Vandease
untuk membawa Sesentola ke Kahyangan. Perintahnya, "Jika Sesentola menolak,
maka engkau boleh memangsanya!"
Sesentola tentu saja menolak untuk dibawa ke Kahyangan. Ia bahkan memanah
garuda bernama Vandease pada bagian keningnya. Vandease pun terjatuh dan mati
terkena anak panah sakti Sesentola.
Raja Garuda kian murka. Ia lantas memerintahkan garuda bernama Vandebuluva
untuk membawa Sesentola ke Kahyangan. Vandebuluva jauh lebih ganas dan
perkasa dibandingkan Vandease.
Kedatangan Vandebuluva telah disebutkan Lemontonda kepada Sesentola
sebelumnya. Sesentola meminta segelas air yang akan digunakannya untuk
merendam cincin pusakanya. Katanya kepada Lemontonda, "Jika nanti aku pingsan,
tetesilah mataku dengan air rendaman cincinku ini."
Garuda bernama Vandebuluva langsung menuju Sesentola. Tubuhnya yang jauh
lebih besar dan lebin ganas dibandingkan Vandease itu terlihat sangat mengerikan.
Namun, Sesentola tidak terlihat takut. Sesentola mengarahkan anak panahnya ke
leher Vandebuluva. Beberapa saat kemudian anak panah sakti yang dilepaskan
Sesentola telah mengenai leher Vandebuluva. Namun, garuda besar itu tidak
Iangsung jatuh. Ia masih sempat menyambar tubuh Sesentola hingga pingsan.
Vandebuluva akhirnya jatuh dan mati.
Lemontonda lantas memercikkan air rendaman cincin pusaka ke kelopak mata
Sesentola. Seketika itu pula Sesentola kembali sadar.
Keadaan negeri itu pun akhirnya aman dan damai. Sesentola kemudian melamar
Lemontonda. Lemontonda bersedia dinikahi Sesentola dengan syarat seluruh orang
di negeri itu, termasuk kedua orang tuanya dapat hidup kembali.
Dengan kesaktiannya, Sesentola lantas menghidupkan kembali orang-orang di
negeri itu. Negeri yang lengang itu telah kembali ramai seperti sedia kala.
Ayah Lemontonda lantas menikahkan putrinya itu dengan Sesentola. Pesta
pernikahan Sesentola dan Lemontonda berlangsung meriah. Segenap warga
akhirnya bersepakat untuk mengangkat Sesentola sebagai raja mereka. Sesentola
hidup berbahagia selaku raja negeri itu.
Pesan Moral dari Cerita Rakyat Sulawesi Tengah Sesentola Dan Burung Garuda
adalah kebenaran akan dapat mengalahkan kebatilan atau keburukan. Orang yang
baik akan menuai kebaikannya di kemudian hari.