Power Point Peran Perempuan Dalam Politi
Peran dan Posisi Kaum
Perempuan dalam Politik
Dinamika Peran Perempuan dalam Ranah Politik
Kelompok 4
Muhammad Fauzan Azima
20130510296
Rosmiasti Bidari Latuconsina
20130510301
Untari Narulita Madyar Dewi
20130510316
Revlinur Rahmawati
20130510331
Mega Nuraini
20130510381
Roni Yahya Putra
20130510496
Muhammad Iqbal
20130510512
Kerangka Paper
Gender dan Perempuan
I. Arti Perempuan
Permasalahan Gender di
indonesia
Hak Politik Perempuan
II. Perempuan dan
Politik
Perempuan dalam Pemilu
Representasi Politik(Perempuan)
III. Efektivitas Peran
Perempuan dalam
Pembangunan Nasional
Perempuan dalam
Pembangunan Nasional
Partisipasi Perempuan dalam
Pemerintahan
Gender dan Perempuan
Pengertian Gender menurut para ahli :
Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan
atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat
Tuhan.
Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa
gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan
perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar
justru terbentuk melalui proses social dan cultural.
Kesetaraan Perempuan
Di kumandangkan “Emansipasi” tahun 1950-1960
Muncul gerakan perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi
melalui badan ekonomi sosial PBB tahun 1963
Diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB
dengan tema “women in development(WID)”tahun 1975
Permasalahan Gender di
Indonesia
Ketidak seimbangan gender terlihat dari segala aspek
antara lain dalam lingkungan keluarga, ekonomi,
pekerjaan, dan dalam pemerintahan termasuk dalam
ranah politik di Indonesia.
Permasalahan mengenai kesetaraan gender di Indonesia,
didukung dengan lambatnya pemahaman tentang gender
itu sendiri. Anggapan masyarakat tradisional bahwa kaum
perempuan hanyalah subjek yang berada dalam lingkup
keluarga, mengurusi anak, dan berurusan dengan
peralatan dapur. Pengucilan-pengucilan berpikir inilah
yang membuat peran perempuan dalam bidang ekonomi,
politik,
dan
pendidikan
di
Indonesia
masih
memprihatinkan.
Faktor-Faktor Ketidakadilan Gender
Pertama, melalui proses subordinasi. Yaitu meletakkan
perempuan di bawah supremasi lelaki, perempuan harus tunduk
kepada sesama manusia, yakni kaum lelaki.
Kedua, adanya marginalisasi perempuan. Yaitu perempuan
cenderung dimarginalkan, yaitu diletakkan di pinggir.
Ketiga, perempuan berada di posisi yang lemah, karenanya
perempuan sering menjadi sasaran tindak kekerasan (violence)
oleh kaum laki-laki. Bentuk kekerasan itu mulai dari digoda,
dilecehkan, dipukul atau dicerai.
Keempat, akibat ketidakadilan gender itu perempuan harus
menerima beban pekerjaan yang lebih jauh lebih berat dan lebih
lama dari pada yang dipikul kaum lelaki.
Hak asasi perempuan hanya dimaknai
sekedar berdasarkan akal sehat
Konsep HAP
Hak asasi perempuan mempunyai visi
dan maksud transformasi relasi politik
Pasal dan Perjanjian menyangkut Hak Asasi
Perempuan
Pasal 27 UUD 1945
“Semua orang sama kedudukannya
dihadapan hukum”
Perjanjian mengenai penghapusan
diskriminasi terhadap Perempuan
.
(Convention on the Political
Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women)
Perjanjian mengenai Hak Politik
perempuan (Convention on
Political Rights of Women)
Hak Perempuan dalam Naskah
.
.
1. 1945 : Undang-undang Dasar 1945, Pasal 27
2. 1958 : Undang-undang No.68 tahun 1958, Konvensi Hak
Politik Perempuan
3. 1984 : Undang-undang No.7 tahun 1984, Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Wanita
(CEDAW)
4. 1966-1976 : Konvensi Hak Sipil, Politik dan Kovenan Hak
Ekonomi,Sosial, Budaya, Pasal 3 (Belum diratifikasi
Indonesia)
5. 1993 : Deklarasi Wina, Pasal 1-18
6. 1998 : S.K.Presiden No.181, Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
7. 2002 : Protocol dari CEDAW ditandatngani
8. 2003 : Undang-undang No.12, Pemilihan Umum, Pasal 65
Hak Politik Perempuan
Hak untuk memilih dan dipilih
Pasal 7 (CEDAW)
Hak untuk berpartisipasi dalam perumusan
kebijaksanaan pemerintah dan
implementasinya
Hak untuk memegang jabatan dalam
pemerintah dan melaksanakan segala
fungsi pemerintahan disegala tingkat
Hak berpartisipasi dalam organisasi dan
perkumpulan non pemerintah yang
berhubungan dengan kehidupan
masyarakat dan politik bernegara
Pasal 8
Mereka pada tingkat internasional dan
berpartisipasi dalam pekerjaan untuk
mewakili pemerintah dalam tingkat
internasional dan berpartisipasi dalam
organisasi internasional
UU No.68 Tahun 1958 (Konvensi hak politik perempuan,
pada 1952 diterima PBB dan telah diratifikasi oleh DPR RI)
Pasal I : Menetapkan bahwa “Perempuan
berhak memberikan suara dalam semua
pemilihan dengan status sama dengan pria
tanpa diskriminasi.”
Pasal II : Menyatakan “Perempuan dapat dipilih
untuk semua badan elektif yang diatur dengan
hukum nasional, dengan status sama dengan
pria tanpa diskriminasi.”
Kovenan hak sipil dan politik (International Covenant on
Civil and Political Rights) yang belum diratifikasi oleh DPR
Pasal III : Menyatakan “Negara-negara peserta
Kovenan ini sepakat untuk menjamin hak yang
sama bagi pria dan perempuan untuk
menikmati hak-hak sipil dan politik yang
dicanangkan dalam Kovenan ini.”
Hak Politik Perempuan dirumuskan
juga dalam UU No.12 Tahun 2003
tentang pemilu memberi peluang
baru dengan menetapkan Pasal 65
ayat 1
“Setiap partai politik peserta pemilu
dapat mengajukan calon anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota untuk setiap daerah
pemilihan dengan memerhatikan
keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30%.”
Perempuan dalam Pemilu
Keterlibatan perempuan dipastikan memiliki andil yang luar
biasa dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Walaupun demikian, di Indonesia peran perempuan masih
dimarjinalkan.
Faktor-faktor rendahnya partisipasi perempuan disebabkan
oleh:
Tidak ada pendidikan politik dan pendidikan pemilih
Tidak ada pelatihan dan penguatan keterampilan politik
perempuan.
Kurangnya kesadaran perempuan untuk aktif dan terlibat
didalam kegiatan politik seperti lembaga legislatif dan
Partai Politik.
Pada dasarnya, peran perempuan merupakan jawaban dalam
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kesejahteraan
rakyat.
Representasi Politik ( Perempuan)
Di Indonesia hak untuk memilih dan dipilih yang
setara antara laki-laki dan perempuan sudah berlaku sejak
1995
sampai
sekarang.
Namun
dalam
realitasnya
partisipasi perempuan dalam menjadi calon legislatif
masih belum memenuhi harapan.
Seperti yang diatur dalam UU No 10 Tahun 2008
tentang pemilihan umum anggota, DPD dan DPRD. Pasal
53 menegaskan bahwa daftar calon anggota legislatif
memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.
Perempuan dalam Pembangunan Nasional
Pemerintah telah menerbitkan Inpres No.9/2000
tentang
Pengarus
Utamaan
Gender
dalam
pembangunan
nasional,
sebagai
acuan
memaksimalkan
potensi
perempuan
dalam
pembangunan.
Awalnya
perempuan
Indonesia
hanya
beraktivitas hanya disekitar keluarga dan rumah
tangga, namun kini perempuan Indonesia mampu
berperan hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan
profesi.
Partisipasi Perempuan dalam
Pemerintahan
Bagi Ibu rumah tangga
. dapat berperan aktif
untuk mendukung
program pemerintah
seperti PKK, Posyandu,
KB, dan kegiatan
lainnya.
Perempuan yang
memilih karir
dieksekutif atau
pemerintahan dapat
menjalankan fungsi
sesuai dengan
kemampuan dan beban
tugas yang diberikan
kepadanya.
Perempuan yang
menginginkan karir di
bidang politik dapat
menjadi anggota salah
satu partai politik atau
anggota legislatif.
Perempuan yang bekerja
dibidang yudikatif dapat
bekerja dengan jujur dan
adil demi tegaknya hukum
itu sendiri, tanpa
membedakan latar
belakang agama, suku,
budaya, pendidikan, dan
golongan
Perempuan dalam Politik
Dinamika Peran Perempuan dalam Ranah Politik
Kelompok 4
Muhammad Fauzan Azima
20130510296
Rosmiasti Bidari Latuconsina
20130510301
Untari Narulita Madyar Dewi
20130510316
Revlinur Rahmawati
20130510331
Mega Nuraini
20130510381
Roni Yahya Putra
20130510496
Muhammad Iqbal
20130510512
Kerangka Paper
Gender dan Perempuan
I. Arti Perempuan
Permasalahan Gender di
indonesia
Hak Politik Perempuan
II. Perempuan dan
Politik
Perempuan dalam Pemilu
Representasi Politik(Perempuan)
III. Efektivitas Peran
Perempuan dalam
Pembangunan Nasional
Perempuan dalam
Pembangunan Nasional
Partisipasi Perempuan dalam
Pemerintahan
Gender dan Perempuan
Pengertian Gender menurut para ahli :
Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan
atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat
Tuhan.
Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa
gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan
perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar
justru terbentuk melalui proses social dan cultural.
Kesetaraan Perempuan
Di kumandangkan “Emansipasi” tahun 1950-1960
Muncul gerakan perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi
melalui badan ekonomi sosial PBB tahun 1963
Diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB
dengan tema “women in development(WID)”tahun 1975
Permasalahan Gender di
Indonesia
Ketidak seimbangan gender terlihat dari segala aspek
antara lain dalam lingkungan keluarga, ekonomi,
pekerjaan, dan dalam pemerintahan termasuk dalam
ranah politik di Indonesia.
Permasalahan mengenai kesetaraan gender di Indonesia,
didukung dengan lambatnya pemahaman tentang gender
itu sendiri. Anggapan masyarakat tradisional bahwa kaum
perempuan hanyalah subjek yang berada dalam lingkup
keluarga, mengurusi anak, dan berurusan dengan
peralatan dapur. Pengucilan-pengucilan berpikir inilah
yang membuat peran perempuan dalam bidang ekonomi,
politik,
dan
pendidikan
di
Indonesia
masih
memprihatinkan.
Faktor-Faktor Ketidakadilan Gender
Pertama, melalui proses subordinasi. Yaitu meletakkan
perempuan di bawah supremasi lelaki, perempuan harus tunduk
kepada sesama manusia, yakni kaum lelaki.
Kedua, adanya marginalisasi perempuan. Yaitu perempuan
cenderung dimarginalkan, yaitu diletakkan di pinggir.
Ketiga, perempuan berada di posisi yang lemah, karenanya
perempuan sering menjadi sasaran tindak kekerasan (violence)
oleh kaum laki-laki. Bentuk kekerasan itu mulai dari digoda,
dilecehkan, dipukul atau dicerai.
Keempat, akibat ketidakadilan gender itu perempuan harus
menerima beban pekerjaan yang lebih jauh lebih berat dan lebih
lama dari pada yang dipikul kaum lelaki.
Hak asasi perempuan hanya dimaknai
sekedar berdasarkan akal sehat
Konsep HAP
Hak asasi perempuan mempunyai visi
dan maksud transformasi relasi politik
Pasal dan Perjanjian menyangkut Hak Asasi
Perempuan
Pasal 27 UUD 1945
“Semua orang sama kedudukannya
dihadapan hukum”
Perjanjian mengenai penghapusan
diskriminasi terhadap Perempuan
.
(Convention on the Political
Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women)
Perjanjian mengenai Hak Politik
perempuan (Convention on
Political Rights of Women)
Hak Perempuan dalam Naskah
.
.
1. 1945 : Undang-undang Dasar 1945, Pasal 27
2. 1958 : Undang-undang No.68 tahun 1958, Konvensi Hak
Politik Perempuan
3. 1984 : Undang-undang No.7 tahun 1984, Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Wanita
(CEDAW)
4. 1966-1976 : Konvensi Hak Sipil, Politik dan Kovenan Hak
Ekonomi,Sosial, Budaya, Pasal 3 (Belum diratifikasi
Indonesia)
5. 1993 : Deklarasi Wina, Pasal 1-18
6. 1998 : S.K.Presiden No.181, Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
7. 2002 : Protocol dari CEDAW ditandatngani
8. 2003 : Undang-undang No.12, Pemilihan Umum, Pasal 65
Hak Politik Perempuan
Hak untuk memilih dan dipilih
Pasal 7 (CEDAW)
Hak untuk berpartisipasi dalam perumusan
kebijaksanaan pemerintah dan
implementasinya
Hak untuk memegang jabatan dalam
pemerintah dan melaksanakan segala
fungsi pemerintahan disegala tingkat
Hak berpartisipasi dalam organisasi dan
perkumpulan non pemerintah yang
berhubungan dengan kehidupan
masyarakat dan politik bernegara
Pasal 8
Mereka pada tingkat internasional dan
berpartisipasi dalam pekerjaan untuk
mewakili pemerintah dalam tingkat
internasional dan berpartisipasi dalam
organisasi internasional
UU No.68 Tahun 1958 (Konvensi hak politik perempuan,
pada 1952 diterima PBB dan telah diratifikasi oleh DPR RI)
Pasal I : Menetapkan bahwa “Perempuan
berhak memberikan suara dalam semua
pemilihan dengan status sama dengan pria
tanpa diskriminasi.”
Pasal II : Menyatakan “Perempuan dapat dipilih
untuk semua badan elektif yang diatur dengan
hukum nasional, dengan status sama dengan
pria tanpa diskriminasi.”
Kovenan hak sipil dan politik (International Covenant on
Civil and Political Rights) yang belum diratifikasi oleh DPR
Pasal III : Menyatakan “Negara-negara peserta
Kovenan ini sepakat untuk menjamin hak yang
sama bagi pria dan perempuan untuk
menikmati hak-hak sipil dan politik yang
dicanangkan dalam Kovenan ini.”
Hak Politik Perempuan dirumuskan
juga dalam UU No.12 Tahun 2003
tentang pemilu memberi peluang
baru dengan menetapkan Pasal 65
ayat 1
“Setiap partai politik peserta pemilu
dapat mengajukan calon anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota untuk setiap daerah
pemilihan dengan memerhatikan
keterwakilan perempuan sekurangkurangnya 30%.”
Perempuan dalam Pemilu
Keterlibatan perempuan dipastikan memiliki andil yang luar
biasa dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Walaupun demikian, di Indonesia peran perempuan masih
dimarjinalkan.
Faktor-faktor rendahnya partisipasi perempuan disebabkan
oleh:
Tidak ada pendidikan politik dan pendidikan pemilih
Tidak ada pelatihan dan penguatan keterampilan politik
perempuan.
Kurangnya kesadaran perempuan untuk aktif dan terlibat
didalam kegiatan politik seperti lembaga legislatif dan
Partai Politik.
Pada dasarnya, peran perempuan merupakan jawaban dalam
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kesejahteraan
rakyat.
Representasi Politik ( Perempuan)
Di Indonesia hak untuk memilih dan dipilih yang
setara antara laki-laki dan perempuan sudah berlaku sejak
1995
sampai
sekarang.
Namun
dalam
realitasnya
partisipasi perempuan dalam menjadi calon legislatif
masih belum memenuhi harapan.
Seperti yang diatur dalam UU No 10 Tahun 2008
tentang pemilihan umum anggota, DPD dan DPRD. Pasal
53 menegaskan bahwa daftar calon anggota legislatif
memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.
Perempuan dalam Pembangunan Nasional
Pemerintah telah menerbitkan Inpres No.9/2000
tentang
Pengarus
Utamaan
Gender
dalam
pembangunan
nasional,
sebagai
acuan
memaksimalkan
potensi
perempuan
dalam
pembangunan.
Awalnya
perempuan
Indonesia
hanya
beraktivitas hanya disekitar keluarga dan rumah
tangga, namun kini perempuan Indonesia mampu
berperan hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan
profesi.
Partisipasi Perempuan dalam
Pemerintahan
Bagi Ibu rumah tangga
. dapat berperan aktif
untuk mendukung
program pemerintah
seperti PKK, Posyandu,
KB, dan kegiatan
lainnya.
Perempuan yang
memilih karir
dieksekutif atau
pemerintahan dapat
menjalankan fungsi
sesuai dengan
kemampuan dan beban
tugas yang diberikan
kepadanya.
Perempuan yang
menginginkan karir di
bidang politik dapat
menjadi anggota salah
satu partai politik atau
anggota legislatif.
Perempuan yang bekerja
dibidang yudikatif dapat
bekerja dengan jujur dan
adil demi tegaknya hukum
itu sendiri, tanpa
membedakan latar
belakang agama, suku,
budaya, pendidikan, dan
golongan