STRATEGI MEWUJUDKAN TRUST MELALUI PENCEG

STRATEGI MEWUJUDKAN TRUST MELALUI PENCEGAHAN KORUPSI
DI KEPOLISIAN
Han’s Itta Papahit
Program Pascasarjana STIK-PTIK
Email : hans.tindan @gmail.com
Abstrak
Tujuan tulisan ini adalah merumuskan strategi pencegahan korupsi di kepolisian
yang bertujuan untuk membangun kondisi yang menghambat dan menurunkan
perilaku

korupsi

di

kepolisian

dalam

rangka

mewujudkan


trust.

Untuk

mewujudkan trust tersebut, tulisan ini mengajukan suatu model pencegahan
korupsi di kepolisian yang dibangun melalui pendekatan perpolisian berorientasi
pemecahan masalah (problem oriented policing - POP) dan pencegahan
kejahatan. Pendekatan POP difokuskan pada upaya penanggulangan akar
masalah secara kreatif, pengembangan solusi inovatif, dan pelibatan para
pemangku kepentingan (benefeciaries) untuk mencegah korupsi di kepolisian,
sedangkan pendekatan pencegahan kejahatan difokuskan pada perumusan
intervensi dan pemantauan terhadap perilaku korupsi di kepolisian dam
pelaksanaan

pencegahan

korupsi

di


kepolisian

dengan

melibatkan

para

pemangku kepentingan.
Trust sebagai target dari strategi pencegahan korupsi di kepolisian yang menjadi
pusat perhatian pada tulisan ini berorientasi pada kondisi organisasi kepolisian
yang paripurna (excellence). Dua pendekatan dalam pencegahan korupsi di
kepolisian menjadi dasar perencanaan program untuk mempersiapkan pondasi
kepolisian

yang

bergerak


menuju

organisasi

yang

paripurna

(strive

to

excellence). Adanya program yang bertujuan untuk membangun trust terhadap
organisasi kepolisian yang memiliki sikap, perilaku, dan budaya non koruptif,
merupakan prasyarat mutlak bagi organisasi kepolisian untuk mewujudkan
keberhasilan Grand Strategi Polri secara keseluruhan.
Tulisan

ini


mengajukan

mengedepankan

tiga

saran

strategi

agar

pencegahan

utama,

yaitu

korupsi


di

pengintegrasian

kepolisian
program

pencegahan korupsi di kepolisian kedalam kebijakan trust building Grand
Strategi Polri, pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas
kepolisian, pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk
mendukung pelaksanaan program pencegahan korupsi di kepolisian. Melalui tiga
strategi tersebut, langkah strategis untuk mewujudkan trust terhadap organisasi
kepolisian meliputi integrasi program pencegahan korupsi di kepolisian dalam
Strategi Trust Building GSP , integrasi pencegahan korupsi di kepolisian dalam

Program “Reformasi Birokrasi Polri”(RBP), integrasi pencegahan korupsi di
kepolisian ke dalam action plan “Pelayanan Prima, Anti KKN, dan Anti
Kekerasan”, Kerjasama dengan instansi terkait, peningkatan kemampuan Polres
untuk mencegah korupsi di kepolisian, dan pembangunan kemitraan yang
sinergis untuk mencegah korupsi di kepolisian.

Kata Kunci : korupsi, kepolisian, pencegahan, manajemen strategis, trust,
problem oriented policing

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Publikasi

hasil

riset

Transparency

International

Indonesia

(TII)

menyebutkan tiga instansi paling korup. Pertama bea cukai (62 persen),

kedua kepolisian (56 persen), dan ketiga TNI (46 persen). 1 Predikat
sebagai instansi yang korup mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat
terhadap Polri. Tanpa adanya kepercayaan yang merupakan pondasi dari
rangkaian Grand Strategi Polri, tujuan untuk menjadi organisasi yang
excellence dapat dipastikan sulit terwujud.
Galford

mengemukakan

memperoleh

kepercayaan

bahwa
adalah

salah

satu


perilaku

faktor

yang

utama

non-self

untuk

oriented,

kontradiktif dengan upaya memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi
sebagai tujuan korupsi yang sangat self oriented. Konsekuensi logis dari
hal tersebut adalah lemahnya trust, yang sesungguhnya merupakan
pondasi utama bagi kesuksesan Grand Strategi Polri (GSP).
B. Tujuan, Sasaran, dan Ruang Lingkup
Strategi mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian

secara umum adalah suatu rencana kegiatan jangka panjang yang
diutamakan untuk pencegahan perilaku korupsi di kepolisian, untuk
memperoleh
kepolisian.
tujuan

dan

meningkatkan

Terbentuknya

dari

strategi

ini

kepercayaan


Kepercayaan
diharapkan

masyarakat

masyarakat
dapat

yang

mendukung

terhadap

merupakan
GSP

untuk

mewujudkan Polri yang excellence.

Sasaran

dalam

pelaksanaan

strategi

mewujudkan

trust

melalui

pencegahan korupsi di kepolisian adalah sebagai berikut:
1http://www.antikorupsi.org/id/content/instansi-paling-korup, diakses 5 November 2015.

1. Unit kerja terkait di lingkungan Mabes Polri sesuai dengan bidang
pembinaan dan/atau tugas masing-masing sebagai unsur pendukung di
tingkat nasional untuk menjabarkan lebih rinci seluruh strategi
pencegahan korupsi di kepolisian dalam bentuk panduan-panduan.
2. Unit Kerja kewilayahan sebagai unsur pendukung di tingkat daerah
untuk melakukan koordinasi dan supervisi terhadap implementasi
strategi mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian di
daerahnya masing-masing.
Satuan fungsi operasional dan pembinaan pada tingkat KOD sebagai
unsur penentu keberhasilan mewujudkan trust melalui pencegahan
korupsi di kepolisian.
Strategi mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian
mencakup jenis-jenis perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana
korupsi di Indonesia. Dalam UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Perubahannya, korupsi
meliputi 7 (tujuh) jenis kegiatan yang meliputi:
1. Korupsi terkait keuangan negara/perekonomian negara (pasal 2 dan 3);
2. korupsi terkait suap-menyuap (pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, pasal 5
ayat (2), dalam pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, pasal 6 ayat (2), pasal
11, pasal 12 huruf a-d, dan pasal 13);
3. Korupsi terkait penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 9, 10 huruf a-c);
4. Korupsi terkait pemerasan (pasal 12 huruf e-g);
5. Korupsi terkait perbuatan curang (pasal 7 ayat (1) huruf a-d, pasal 7
ayat (2), dan pasal 12 huruf h);
6. Korupsi terkait benturan kepentingan dalam pengadaan(pasal 12 huruf
I);
7. Korupsi terkait gratifikasi (pasal 12 B jo. Pasal 12 C);

II. KONSEP DALAM STRATEGI
Meskipun istilah korupsi seringkali dikelilingi oleh perdebatan konseptual
(Simpson 1977; Duchaine 1979), korupsi

umumnya diasosiasikan dengan

suap (atau gratifikasi), melibatkan perilaku pejabat layanan publik yang tidak
benar dan melanggar hukum yang posisinya menciptakan peluang untuk
pengalihan uang dan aset dari pemerintah untuk diri mereka sendiri dan kaki
tangannya.

Korupsi

di

pengaruh, uang atau

kepolisian
kekayaan

adalah

penyalahgunaan

keputusan,

melalui kemampuan seorang pejabat

kepolisian untuk bertindak (action) atau tidak bertindak (ommision) dengan
tujuan memperoleh keuntungan dan atau manfaat pribadi (World Bank :
1997, Haryatmoko : 2003).
POP merupakan pendekatan pemecahan masalah dengan prinsip partisipasi,
informasi, tindakan dan dapat dipergunakan berulang kali. Pemecahan
masalah dilakukan melalui tahapan scanning, analyze, response, dan
Assesment (SARA), yang dititikberatkan pada tiga tema utama: peningkatan
efektivitas dengan menanggulangi akar masalah yang menimbulkan insiden
yang menyita waktu; bergantung pada keahlian dan kreativitas polisi untuk
mempelajari masalah secara cermat dan mengembangkan solusi inovatif;
dan pelibatan para pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa polisi
menangani kebutuhan permasalahan. (Spelman dan Eck :1987, Stephen & NIJ
dalam Spelman dan Eck : 1987).

Serupa dengan alasan dan penyebabnya, strategi pencegahan akan berbeda
dari satu jenis perilaku korup dengan perilaku korup yang lain. Oleh karena
itu, untuk mencegah perilaku korup tertentu, (daripada berpikir tentang
'korupsi'

sebagai

memecahkan

suatu

keseluruhan

masalah

perilaku

perilaku)
korup

akan

dalam

berguna

untuk

bentuk

yang

berbeda.Dikarenakan akan ada banyak bentuk perilaku korupsi, maka lebih
baik memprioritaskan bentuk-bentuk tertentu dan kemudian mencari strategi
terbaik untuk meminimalkan bentuk-bentuk perilaku korup tersebut (Gorta
1998; Gorta 2006).
Dalam upaya pencegahan korupsi di kepolisian, maka yang pertama harus
dilakukan oleh organisasi dan anggota kepolisian adalah berani untuk
menyatakan korupsi tersebut ada di kepolisian. Tanpa adanya kejujuran akan
keberadaan korupsi di kepolisian dengan mengedepankan “esprit de corps”
maupun berbagai alasan lainnya, maka pencegahan korupsi di kepolisian
hanya akan menjadi lips service belaka.
Pencegahan kejahatan merupakan adaptasi dari model pencegahan penyakit
dalam ilmu kesehatan. Pencegahan kejahatan dapat dibagi ke dalam tiga
pendekatan (primer, sekunder, dan tersier) yang serupa dengan model-model
pencegahan penyakit yang telah dikenal umum (pengelolaan lingkungan
yang sehat, peningkatan daya tahan, dan pengobatan) maupun pendekatan
penanganan kepolisian (pre-emtif, preventif, dan represif) (Brantingham &
Fraust:1976, Caplan : 1964, Leavell dkk:1965, Shah & Roth : 1974, P. Lab :
1992).
Pencegahan

korupsi

di

kepolisian

merupakan

suatu

kegiatan

berkesinambungan, sebagai dari bagian dari good governance, melalui
tahapan scanning, analyzing, responses,dan assesment (SARA) dalam model
Problem Oriented Policing (POP) yang dibangun Goldstein, dipadukan dengan
model pencegahan kejahatan (crime prevention-CP) yang dikembangkan oleh
Stephen

P.

Lab

(pencegahan

primer,

sekunder,

dan

tersier),

untuk

membangun kondisi yang menghambat dan menurunkan perilaku korupsi di
kepolisian.
Mengapa Pencegahan Korupsi di Kepolisian dilaksanakan untuk mewujudkan
trust?
Ketika Kebijakan Pelayanan Prima, Anti KKN, dan Anti kekerasan disampaikan
kepada

publik

dikemukakan

untuk

memperoleh

Galford,

kebijakan

Organizational
tersebut

perlu

Trust,

sebagaimana

diimplementasikan

sebagaimana dijanjikan, termasuk anti korupsi. Galforld juga mengemukakan
bahwa inconsistent messages merupakan “musuh trust”. Ketika terjadi
ketidaksesuaian antara pernyataan dan tindakan, maka trust akan menurun.
Trust merupakan prasyarat keberhasilan Grand Strategi Polri (GSP). Adanya
perilaku korupsi di kepolisian yang bertentangan dengan kebijakan anti KKN
akan menurunkan trust kepada Polri, dan dampaknya akan mempengaruhi
ketercapaian kinerja GSP secara keseluruhan.
Tiga tujuan strategis adalah sebagai berikut:
1. Integrasi yang lebih efektif pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam
kebijakan Grand Strategi Polri, perencanaan dan penyusunan program
pada semua satuan kewilayahan maupun fungsi kepolisian dengan secara
khusus

memberikan

penekanan

pada

pemetaan

potensi

korupsi,

penyebab munculnya perilaku korupsi, intervensi penyebab korupsi, dan
intervensi peristiwa korupsi;
2. Pengembangan dan penguatan kelembagaan, mekanisme, dan kapasitas
pada semua tingkat manajemen, maupun pengembangan dan penguatan
kapasitas masyarakat, yang dapat secara sistematis memberi sumbangan
terhadap efektivitas pencegahan korupsi di kepolisian;
3. Kerjasama sistematis dari pendekatan pencegahan korupsi di kepolisian ke
dalam rencana dan pelaksanaan program Pelayanan Prima, Anti KKN, dan
Anti Kekerasan dalam Reformasi Birokrasi Polri.
Konsep-konsep

tersebut

menjadi

acuan

dan

diadopsi

dalam

kegiatan

pencegahan korupsi di kepolisian untuk mewujudkan trust.
III. STRATEGI MEWUJUDKAN TRUST MELALUI PENCEGAHAN KORUPSI DI
KEPOLISIAN
A. Visi dan Misi
Visi pencegahan korupsi di kepolisian untuk mewujudkan trust yaitu:
“Terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang memiliki
sikap, perilaku, dan budaya non koruptif untuk mendukung Grand Strategi
Polri”.
Misi pencegahan korupsi di kepolisian untuk mewujudkan trust sebagai
berikut:

1. Menciptakan lingkungan kerja dan interaksi yang menghambat peluang
terjadinya korupsi di kepolisian.
2. Memberdayakan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas
kepolisian

untuk

dapat

mewujudkan

praktik-praktik

pencegahan

korupsi.
3. Mengintegrasikan pencegahan korupsi di kepolisian dalam kegiatan
internal dan eksternal.
4. Membangun

kemitraan

antar

berbagai

pihak

untuk

mendukung

pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian.
5. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap
pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian.
6. Mempertahankan kesinambungan (sustainability) pencegahan korupsi
di kepolisian melalui diseminasi, modifikasi dan replikasi.
B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
Tujuan umum mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian:
“Membangun budaya anti korupsi, perilaku anti korupsi, dan lingkungan
anti korupsi di kepolisian dalam lingkup Polres untuk mewujudkan
kepercayaan

masyarakat

terhadap

kepolisian

serta

menumbuhkan

dukungan masyarakat terhadap Grand Strategi Polri”.
Tujuan khusus mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian
adalah sebagai berikut:
1. Mengintegrasikan pencegahan korupsi di kepolisian kedalam kebijakan
trust building Grand Strategi Polri.
2. Memberdayakan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas
kepolisian.
3. Membangun kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk
mendukung pelaksanaan program pencegahan korupsi di kepolisian.
C. Strategi Pencegahan Korupsi di Kepolisian
Upaya mewujudkan trust dilaksanakan melalui tindakan pencegahan
korupsi di kepolisian yang dirancang melalui 3 strategi, yaitu:
1. Pengintegrasian program pencegahan korupsi di kepolisian kedalam
kebijakan trust building Grand Strategi Polri .
2. Pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan

komunitas

kepolisian;
3. Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk
mendukung pelaksanaan program pencegahan korupsi di kepolisian.

Adapun penjabaran dari strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Integrasi program pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam kebijakan
trust building GSP
Integrasi program pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam kebijakan
trust building GSP bertujuan agar setiap level manajemen kepolisian
turut berperan aktif dalam melakukan kreasi dan inovasi serta
implementasi program pencegahan korupsi di kepolisian pada fungsi
kepolisian

yang

diemban,

dan

keterkaitannya

dengan

kegiatan

kepolisian sehari-hari.
Pelaksanaan integrasi

dilakukan pada Satuan kewilayahan dan

Komando Operasional Dasar (KOD), yaitu Polres, melalui kegiatan
manajemen operasional dan pengawasan internal sesuai dengan fungsi
kepolisian dan potensi korupsi yang teridentifikasi pada satuan/fungsi
tersebut. Pengintegrasian program pencegahan korupsi di kepolisian ke
dalam GSP dapat dilakukan melalui model berikut:
a. Integrasi program pencegahan korupsi di kepolisian dalam Strategi
Trust Building GSP, sesuai dengan karakteristik korupsi di kesatuan
kewilayahan / fungsi kepolisian masing-masing.
1) Scanning

:

Pemetaan

potensi

korupsi

di

kepolisian

yang

merupakan “enemy of trust” (meminjam istilah Galford) dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian trust dalam GSP
melalui metode TASP (Task, Activity, Sector, Places) yang
dikembangkan oleh Adam Graycar.
2) Analyzing : Analisis penyebab perilaku korupsi di kepolisian
dengan

menggunakan

GONE

theory

(greeds,opportunities,needs,exposures) dari Jack Bologne dan
mengintegrasikan

penyebab

korupsi

di

kepolisian

sebagai

threats dalam mewujudkan trust, serta analisis perilaku korupsi
yang

merupakan

penyebab

utama

penurunan

tingkat

kepercayaan masyarakat.
3) Responses

:

Mengintegrasikan

alternatif

pencegahan

dan

intervensi korupsi di kepolisian dengan menggunakan model
pencegahan kejahatan yang dikembangkan Stephen P. Lab
(primer, sekunder, tersier) kedalam GSP, serta melibatkan
komunitas

kepolisian

secara

aktif

dan

partisipatif

dalam

pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian dan peningkatan
kepercayaan masyarakat.
4) Assesment : Perumusan prosedur dan teknik penilaian dan
evaluasi capaian kinerja pencegahan korupsi di kepolisian dan
capaian tingkat kepercayaan masyarakat yang diintegrasikan
dengan penilaian dan evaluasi GSP.
b. Integrasi

pencegahan

korupsi

di

kepolisian

dalam

Program

“Reformasi Birokrasi Polri”(RBP), sesuai dengan karakteristik korupsi
di kesatuan kewilayahan / fungsi kepolisian masing-masing.
1) Perumusan indikator kinerja pencegahan korupsi di kepolisian
dan indikator tingkat kepercayaan masyarakat yang akan
diintegrasikan ke dalam Reformasi Birokrasi Polri.
2) Penyusunan
rencana
program
dan
rencana
pelaksanaan

pencegahan

korupsi

yang

kegiatan

mengintegrasikan

pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam Reformasi Birokrasi
Polri.
3) Pelaksanaan

pencegahan

korupsi

yang

mengintegrasikan

pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam Reformasi Birokrasi
Polri, dan pelibatan komunitas kepolisian secara aktif dan
partisipatif dalam pencegahan korupsi di kepolisian.
4) Perumusan prosedur dan teknik penilaian terkait pelaksanaan
pencegahan korupsi di kepolisian, serta teknik dan metode
penilaian terkait tingkat kepercayaan masyarakat kedalam
program RBP.
c. Integrasi pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam action plan
“Pelayanan Prima, Anti KKN, dan Anti Kekerasan” sesuai dengan
karakteristik perilaku korupsi di kepolisian setempat.
Upaya ini dilakukan dengan cara menyelenggarakan prinsip-prinsip
pencegahan korupsi di kepolisian ke dalam berbagai kegiatan
manajemen, operasional dan pelayanan kepolisian yang merupakan
action laden units :2


Revenue earning units, yaitu unit-unit yang memungut pendapatan
negara.



The Big Spenders, yaitu unit yang membiayai proyek besar dengan
anggaran negara yang juga besar.

2 Paul Douglas dalam Djamin 2015



Unit pemerintahan yang memberi perizinan dalam arti luas,
termasuk wewenang yang dapat merugikan dan menguntungkan
orang. (Authoritative Power – pen) (Djamin : 2015)

Guna mendukung proses pengintegrasian pencegahan korupsi di
kepolisian ke dalam action plan “Pelayanan Prima, Anti KKN, dan
Anti Kekerasan”, maka pra-syarat yang harus dipenuhi adalah:
1) Penyusunan modul-modul pelatihan bagi manajer, supervisor
dan pelaksana dalam pengintegrasian pencegahan korupsi di
kepolisian ke dalam berbagai kegiatan manajemen, operasional,
dan pelayanan kepolisian, termasuk modul pelatihan survei
tingkat kepercayaan masyarakat.
2) Penyusunan modul-modul pelatihan bagi supervisor dalam
pengembangan

teknik

dan

metode

pengawasan

kegiatan

manajemen, operasional dan pelayanan kepolisian, termasuk
modul pelatihan teknik dan metode survei tingkat kepercayaan
masyarakat.
3) Penyelenggaraan
pelaksana

pelatihan

dalam

bagi

manajer,

pengintegrasian

supervisor

pencegahan

korupsi

dan
di

kepolisian ke dalam berbagai kegiatan manajemen, operasional
dan

pelayanan

implementasi

kepolisian,

teknik

dan

serta
metode

bagi

supervisor

pengawasan

dalam
kegiatan

manajemen, operasional dan pelayanan kepolisian.
2. Pemberdayaan

peran

kelembagaan

dan

kemampuan

komunitas

Peran

Kelembagaan

dan

Kemampuan

Komunitas

kepolisian
Pemberdayaan
Kepolisian

berkenaan

dengan

peningkatan

kapasitas,

dengan

mengukur terlebih dahulu kapasitas lembaga maupun komunitas
kepolisian, serta menggali dan membangun pengetahuan pencegahan
korupsi di kepolisian, termasuk adanya contoh-contoh praktis dan
pengalaman yang berkaitan dengan implementasi pencegahan korupsi
di kepolisian.
Peningkatan kemampuan pencegahan korupsi di kepolisian kepada
komunitas kepolisian dilaksanakan dengan memberikan teori, konsep,
dan metode yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan
pemetaan, analisa, perumusan alternatif tindakan, dan penilaian

(SARA), dalam upaya perwujudan perilaku anti korupsi bagi seluruh
unsur manajemen, supervisor, pelaksana, dan mitra kepolisian.
Pemberdayaan peran kelembagaan dan komunitas kepolisian dalam
konteks pencegahan korupsi di kepolisian dibangun melalui penguatan
manajemen berbasis KOD (Polres) sehingga Polres secara leluasa dan
fleksibel dapat menentukan sendiri kebutuhan-kebutuhannya yang
berkaitan dengan pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian, baik
di lingkungan internal Polres itu sendiri maupun komunitas kepolisian.
Selain itu, penguatan komitmen Polres dan komunitas kepolisian untuk
melaksanakan

pencegahan

korupsi

di

kepolisian

dalam

konteks

manajemen berbasis KOD mutlak diperlukan.
Pemberdayaan peran kelembagaan Polres dalam konteks pencegahan
korupsi di kepolisian dilakukan oleh satuan kewilayahan setingkat Polda
dengan dukungan Set RBP Mabes Polri

yang menyediakan berbagai

pedoman pelaksanaannya.
Berkenaan dengan pengembangan kemampuan pencegahan korupsi di
kepolisian bagi komunitas kepolisian, maka langkah-langkah yang
dapat dilakukan:
a. Kerja sama dengan Kemeterian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi, Deputi Bidang Pencegahan KPK, dan
organisasi non-pemerintah yang memiliki kapasitas terkait dengan
pencegahan

korupsi

masyarakat

untuk

di

kepolisian

penyusunan

dan

modul

tingkat
dan

kepercayaan

penyelenggaraan

pelatihan.
1) Penyusunan modul pelatihan mengenai pemetaan, analisa,
perumusan alternatif tindakan, dan penilaian implementasi
pencegahan korupsi di kepolisian untuk Kapolres, Kasatfung, dan
Itwasda serta modul pelatihan penyajian hasil pencegahan
korupsi di kepolisian kepada masyarakat.
2) Penyusunan modul pelatihan mengenai
kepercayaan

masyarakat

untuk

Kapolres,

survei

tingkat

Kasatfung,

dan

Itwasda.
3) Pelatihan mengenai pemetaan, analisa, perumusan alternatif
tindakan, dan penilaian implementasi pencegahan korupsi di
kepolisian

untuk

Kapolres,

Kasatfung,

dan

Itwasda,

serta

pelatihan penyajian hasil pencegahan korupsi di kepolisian
kepada masyarakat.
4) Pelatihan mengenai survei tingkat kepercayaan masyarakat
untuk Kapolres, Kasatfung, dan Itwasda.
b. Peningkatan kemampuan Polres dalam pencegahan korupsi di
kepolisian, baik secara struktur maupun secara non-struktur, serta
peningkatan

keterbukaan

informasi

pencegahan

korupsi

di

kepolisian.
1) Identifikasi dan pemetaan potensi korupsi di kepolisian dengan
menggunakan metode TASP (Task, Activity, Sector, Places) dari
Graycar, serta menyusun rencana aksi Polres sebagai upaya
pencegahan korupsi di kepolisian berbasis KOD. 3
2) Fasilitasi penyusunan standar kinerja Polres dalam pencegahan
korupsi di kepolisian yang dilakukan melalui konsultasi publik.
3) Penyelenggaraan Polres sebagai pilot project Wilayah Bebas
Korupsi.
4) Fasilitasi publikasi hasil dan penilaian pencegahan korupsi di
kepolisian secara publik.
3. Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk
mendukung pelaksanaan program pencegahan korupsi di kepolisian.
Pembangunan kemitraan dan jaringan adalah upaya memperkuat
kerjasama dan menyebarkan informasi mengenai berbagai kegiatan
pencegahan korupsi di kepolisian. Dilaksanakan oleh Polres dengan
bantuan teknis dari Set RBP Mabes Polri yang menyediakan berbagai
pedoman pelaksanaannya dan Polda sebagai pelaksana supervisi.
Strategi ini diharapkan dapat membangun kemitraan dan jaringan yang
solid antar berbagai pihak yang dapat mendukung pelaksanaan
pencegahan korupsi di kepolisian dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat:
a. Pertukaran informasi antar Polres dalam pelaksanaan pencegahan
korupsi di Kepolisian.
b. Kerjasama kegiatan antar Polres untuk meningkatkan kualitas
pencegahan korupsi di kepolisian di Polres masing-masing.
c. Penyediaan data dan informasi korupsi di kepolisian yang dapat
diakses oleh Polres-Polres maupun masyarakat guna mendukung
3 Professor Adam Graycar dari Australian National University & Flinders University, dalam
paparannya kepada World Bank pada tahun 2014 menjelaskan pemetaan korupsi.
korupsi dipetakan kedalam jenis, kegiatan, sektor, dan lokasi (type, activity, sector, dan
place / TASP). Dalam jenis korupsi tertentu peristiwa korupsi tidak dapat dipastikan
lokasinya namun melekat pada peristiwa/kegiatan tertentu.

pencegahan

korupsi

di

kepolisian

pada

Polres-Polres

dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat.
d. Mendokumentasikan dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian
mengenai korupsi di kepolisian yang dapat mendukung proses
pencegahan korupsi di kepolisian dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
e. Melakukan berbagai
f.

penelitian

untuk

meningkatkan

kualitas

pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian.
Menyebarluaskan data dan informasi mengenai upaya pencegahan
korupsi

di

kepolisian

dalam

berbagai

bentuk

dan

metoda

komunikasi.
g. Membangun kemitraan dan jaringan informasi dengan dengan
Polda, organisasi non-pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/
kota dan media massa (cetak/elektronik) yang memiliki kapasitas
terkait dengan korupsi di kepolisian maupun tingkat kepercayaan
masyarakat.

IV. PELAKSANAAN STRATEGI
Keberhasilan

dalam

pelaksanaan

strategi

mewujudkan

trust

melalui

pencegahan korupsi di kepolisian tidak terlepas dari berbagai dukungan para
pemangku kepentingan. Dalam pelaksanaannya, strategi ini juga memiliki
serangkaian

peluang

dan

tantangan

serta

kekuatan

dan

kelemahan.

Identifikasi melalui analisis SWOT dimaksudkan untuk mengoptimalkan
pelaksanaan strategi mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di
kepolisian karena setiap strategi memiliki kekuatan dan kelemahan masingmasing.

Berdasarkan

hal

tersebut

maka

tingkat

keberhasilan

dari

pelaksanaan strategi ini akan sangat bergantung dari dukungan para
pemangku kepentingan yang memiliki peran masing-masing.
A. Peran Para Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan Strategi
1. Peran Polres
Polres sebagai Komando Operasional Dasar yang memiliki fungsi
kepolisian lengkap yang bersentuhan langsung dengan masyarakat
merupakan tempat atau wahana yang strategis untuk mewujudkan
trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian. Dalam lingkup Polres,
anggota kepolisian berinteraksi dengan masyarakat melalui proses
pelayanan kepolisian untuk memelihara keamanan dan keteriban
masyarakat, melindungi mengayomi, dan melayani masyarakat, serta

menegakkan hukum. Oleh karena itu, Polres harus menjadi lingkungan
yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kapolres, Kasatfung,
Kapolsek jajaran, pegawai administrasi dan layanan kepolisian harus
menjadi tenaga profesional yang selalu dan secara terus menerus
memiliki kemampuan menciptakan lingkungan pelayanan kepolisian
yang bebas dari perilaku korupsi.
Berkenaan dengan implementasi pencegahan korupsi di kepolisian
untuk mewujudkan trust, Polres sebagai suatu sistem pelayanan
kepolisian bagi masyarakat harus didukung dengan kemampuan
Kapolres untuk:
a. Menumbuhkan
meningkatkan

semangat

anti

kepercayaan

korupsi

secara

masyarakat

intensif

antara

lain

untuk
dengan

membentuk budaya anti KKN dan mengintegrasikan pencegahan
korupsi di kepolisian ke dalam rencana kerja Polres.
b. Membantu dan mendorong anggota kepolisian dan komunitas
kepolisian untuk mengembangkan potensi secara optimal, dengan
memberikan keterampilan identifikasi, analisa, solusi dan evaluasi
(SARA) pencegahan korupsi di kepolisian.
c. Melaksanakan proses pencegahan korupsi di kepolisian secara
efektif, efisien, partisipatif, dan kontekstual.
d. Mengajak stakeholders untuk bekerja bersama dalam meningkatkan
mutu pelayanan Polres, khususnya berkenaan dengan implementasi
strategi pencegahan korupsi di kepolisian.
e. Melibatkan

seluruh

komunitas

kepolisian

dalam

pengambilan

keputusan untuk implementasi strategi pencegahan korupsi di
kepolisian.
f.

Memberikan

informasi

secara

transparan

tentang

korupsi

di

kepolisian, upaya pencegahan korupsi di kepolisian, dan hasil
pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian kepada masyarakat
dan para pemangku kepentingan.
2. Peran pengguna layanan kepolisian
Pengguna layanan kepolisian merupakan komponen yang sangat
diperlukan untuk memberikan dukungan secara penuh dan langsung
kepada Polres dalam implementasi pencegahan korupsi di kepolisian.
Pengguna layanan kepolisian berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan dengan memberikan informasi bagi pemetaan potensi

korupsi di kepolisian (scanning), pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan (monitoring) dalam
pelaksanaan pelayanan kepolisian bagi Polres yang bersangkutan.
Pengguna layanan kepolisian sebagai anggota masyarakat berkenaan
dengan pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian mempunyai hak
sebagai berikut:
a. Mendapatkan perlindungan hukum dan rasa aman, khususnya bagi
kelompok

masyarakat

rentan

terhadap

perilaku

korupsi

di

kepolisian.
b. Mendapatkan

pendidikan,

pelatihan,

dan

ketrampilan

dalam

pencegahan korupsi di kepolisian.
c. Mendapatkan informasi tentang kebijakan pencegahan korupsi di
kepolisian.
d. Berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pencegahan korupsi di kepolisian.
e. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan
pencegahan korupsi di kepolisian, khususnya yang berkaitan
dengan diri dan komunitasnya.
f.

Turut melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang
diatur atas pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian.

Selain memiliki hak, pengguna layanan kepolisian juga memiliki
kewajiban yang berkenaan dengan pelaksanaan pencegahan korupsi di
kepolisian, yaitu:
a. Menjaga ketaatan dan kepatuhan hukum dalam proses penerimaan
layanan kepolisian.
b. Melakukan pencegahan korupsi di kepolisian melalui partisipasi aktif
melaporkan perilaku korupsi di kepolisian.
c. Memberikan informasi yang benar mengenai perilaku korupsi di
kepolisian.
d. Menyebarluaskan capaian kinerja pencegahan korupsi di kepolisian
secara bertanggung jawab.
3. Peran organisasi non pemerintahan
Organisasi non pemerintahan (Yayasan,
Organisasi

kemasyarakatan)

merupakan

lembaga
komponen

survei,
yang

LSM,
sangat

diperlukan untuk memberikan dukungan secara penuh dan langsung
kepada Polres dalam implementasi pencegahan korupsi di kepolisian.
Organisasi non pemerintahan berperan dalam peningkatan mutu

pelayanan dengan memberikan informasi bagi pemetaan potensi
korupsi di kepolisian (scanning), penelitian dan analisa faktor-faktor
terkait korupsi di kepolisian (analyzing) pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan dan
penilaian (assesment) dalam pelaksanaan pencegahan korupsi di
kepolisian bagi Polres yang bersangkutan, termasuk menyampaikan
hasil penilaian pencegahan korupsi di kepolisian kepada masyarakat.
4. Peran pemerintah
Pemerintah

menjadi

pencegahan

korupsi

penanggung
di

jawab

kepolisian,

dalam

terutama

penyelenggaraan

dalam

perumusan

kebijakan penceghan korupsi di kepolisian dan pemaduan pencegahan
korupsi dikepolisian dengan program pembangunan.
Kebijakan

pemerintah

sangat

menentukan

akan

keberhasilan

pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian. Upaya yang dapat
dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Menyiapkan perangkat kebijakan dan pedoman terhadap usaha
pencegahan korupsi di kepolisian yang mencakup pemetaan potensi
korupsi di kepolisian, analisis faktor korupsi di kepolisian, intervensi
korupsi

di

kepolisian,

dan

penilaian

pencegahan

korupsi

di

kepolisian, yang dijadikan sebagai acuan implementasi pencegahan
korupsi di kepolisian.
b. Menetapkan
standarisasi

dan

kebutuhan

penyelenggaraan

pencegahan korupsi di kepolisian yang mencakup pemetaan potensi
korupsi di kepolisian, analisis faktor korupsi di kepolisian, intervensi
korupsi

di

kepolisian,

dan

penilaian

pencegahan

korupsi

di

kepolisian.
c. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta korupsi di
kepolisian.
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap pencegahan korupsi di
kepolisian.
e. Melaksanakan penyelenggaraan pencegahan korupsi di kepolisian.
f. Memberikan dana hibah dan fasilitas lainnya bagi Polres yang
melaksanakan pencegahan korupsi di kepolisian.
g. Melaksanakan berbagai pelatihan pencegahan korupsi di kepolisian
secara berkelanjutan bagi para pengawas, Kapolres, Kasatfung,
Kapolsek jajaran, dan komunitas kepolisian.
h. Meningkatkan peran koordinasi dan supervisi dalam pelaksanaan
pencegahan korupsi di kepolisian.

i.

Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi strategi

j.

pencegahan korupsi di kepolisian.
Memberikan informasi kegiatan kepada masyarakat, termasuk

komunitas kepolisian
k. Membangun sistem informasi pencegahan korupsi di kepolisian
l.

yang dapat diakses dengan mudah oleh Polres dan masyarakat.
Melakukan
penelitian
dan
penilaian
tingkat
kepercayaan

masyarakat terhadap kepolisian.
B. Peluang dan Tantangan
Pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian akan dihadapkan pada
peluang dan tantangan. Peluang yang dimiliki untuk melaksanakan
pencegahan korupsi di kepolisian yaitu modalitas yang berbentuk antara
lain sebagai berikut:
1. Perangkat peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakan
yang terkait dengan pencegahan korupsi di kepolisian.
2. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang
pencegahan korupsi dan peningkatan kepercayaan masyarakat.
3. Organisasi Kepolisian tingkat Polres (KOD) yang tersebar di seluruh
Indonesia.
4. Kemitraan dengan organisasi maupun individu pengguna layanan
kepolisian

seperti

penyalur

tenaga

kerja,

sekolah

mengemudi,

perbankan, obyek vital, dan lain-lain.
5. Kemitraan dengan berbagai lembaga dan organisasi kemasyarakatan
dalam negeri, luar negeri, dan internasional yang terkait dengan
pencegahan korupsi dan kepercayaan masyarakat seperti ICW, IPW,
Kompolnas.
6. Adanya organisasi profesi kepolisian yang dapat mendukung dan
memperkuat

upaya

pencegahan

korupsi

di

kepolisian

seperti

kementerian PAN-RB, Deputi pencegahan KPK, dan Ikatan Sarjana Ilmu
Kepolisian.

Tantangan yang dihadapi untuk melaksanakan pencegahan korupsi di
kepolisian untuk mewujudkan trust antara lain sebagai berikut:
1. Luasnya ruang lingkup kegiatan kepolisian yang meliputi hampir
seluruh perilaku korupsi yang didefinisikan dalam UU 31 tahun 1999 jo
UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
Perubahannya.4
4 7 (tujuh) jenis kegiatan yang meliputi: Keuangan negara/perekonomian negara (pasal 2
dan 3); suap-menyuap (pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, pasal 5 ayat (2), dalam pasal 6
ayat (1) huruf a dan b, pasal 6 ayat (2), pasal 11, pasal 12 huruf a-d, dan pasal 13);
penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 9, 10 huruf a-c); pemerasan (pasal 12 huruf e-g);

2. Luasnya bidang tugas kepolisian yang meliputi semua action laden
units sebagaimana dikemukakan Paul Douglas, yaitu unit-unit yang
memungut pendapatan negara (Revenue earning units)

, unit yang

5

membiayai proyek besar dengan anggaran negara yang juga besar (The
Big Spenders), Unit pemerintahan yang memberi perizinan dalam arti luas,
termasuk wewenang yang dapat merugikan dan menguntungkan orang
(Authoritative Power).6
3. Terbatasnya dukungan finansial di berbagai tingkatan organisasi

kepolisian yang dialokasikan secara khusus untuk pencegahan korupsi
di kepolisian.
4. Lemahnya kesadaran sebagian besar masyarakat terhadap pentingnya
pelayanan kepolisian yang bebas korupsi.
5. Beban dan kegiatan manajemen maupun operasional kepolisian akan
semakin bertambah.
6. Belum atau tidak ada pedoman dan model-model pelaksanaan
pencegahan korupsi di kepolisian yang berlaku secara nasional
7. Baru sebagian kecil Polres yang sudah melaksanakan pencegahan
korupsi di kepolisian secara rutin dan terprogram.
8. Minimnya motivasi, koordinasi, dan inisiasi dari beberapa pihak yang
terkait

untuk

menunjang

terwujudnya

pencegahan

korupsi

di

kepolisian.
9. Kondisi masyarakat yang cenderung permisif, bahkan suportif terhadap
perilaku korupsi di kepolisian (faktor opportunities).
10.Resistensi para pelaku korupsi di kepolisian (faktor greed).7
11.Penghasilan anggota kepolisian yang belum memadai (faktor need).8
perbuatan curang (pasal 7 ayat (1) huruf a-d, pasal 7 ayat (2), dan pasal 12 huruf h);
benturan kepentingan dalam pengadaan(pasal 12 huruf I); gratifikasi (pasal 12 B jo. Pasal
12 C);
5 Dalam PP nomor 50 tahun 2010, terdapat 12 jenis kegiatan yang merupakan sektor
PNBP di Polri. 12 (dua belas), meliputi penerbitan SIM; pelayanan ujian keterampilan
mengemudi melalui simulator; penerbitan STNK; penerbitan STCK; penerbitan TNKB;
penerbitan BPKB; penerbitan SMKD; penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan
Peledak; penerbitan SKCK; penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri; penerbitan Kartu
Sidik Jari (Inafis Card); dan denda pelanggaran lalu lintas.
6 Dalam UU no 2 tahun 2002 tentang Polri, pada pasal 15 dan pasal 16, tedapat 36 (tiga
puluh enam) kewenangan yang dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu 13 (tiga
belas) kewenangan dalam pelaksanaan tugas pokok Polri, 11 (sebelas) kewenangan
berdasarkan undang-undang lain, serta 12 (dua belas) kewenangan dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan.
7
Resistensi
merupakan
akibat
rasionalisasi,
umumnya
dilakukan
dengan
mengemukakan alasan-alasan seperti: semua orang melakukannya; ini adil; saya tidak
punya pilihan; tidak ada yang dirugikan; saya layak mendapatkannya; mereka layak
mendapatkannya; ini bukanlah kejahatan; mereka tidak keberatan; ini untuk kebaikan,
dll. (Venegas, April 2014).
8 Bagi sebagian besar golongan pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk
memenuhi kebutuhan selama dua minggu. Situasi demikian memaksa para pegawai
mencari tambahan, dan banyak diantaranya memperoleh tambahan dengan meminta
uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan (Parker dalam Asia Survey : 1980, Schoorl :
1960 dalam Hamzah : 2007, Augusto Lopez-Claros : 2014).

12.Rendahnya sanksi bagi pelaku korupsi di kepolisian, seringkali perilaku
korupsi hanya dikenakan sanksi disiplin/kode etik (faktor exposure).
13.Stigma negatif yang sudah melekat dengan berbagai jargon/istilah
yang menggambarkan perilaku korupsi di kepolisian (hanya tiga polisi
jujur, hilang ayam jadi hilang sapi, damai itu lima puluh ribu, prit jigo,
dll).
C. Kekuatan dan Kelemahan Pelaksanaan Strategi
Beberapa kekuatan dan kelemahan dari pelakanaan strategi dapat
diidentifikasi sebagaimana yang diuraikan dalam tabel berikut ini.

No
1
1

Strategi

Kekuatan
2

Pengintegrasian
program
pencegahan
korupsi di
kepolisian kedalam
kebijakan trust
building Grand
Strategi Polri .

Kelemahan
3

Pencegahan korupsi di
kepolisian akan efektif
melalui integrasi dalam
strategi yang lebih besar
(GSP).
Tidak diperlukan
penambahan strategi baru
dalam GSP untuk mencegah
korupsi di kepolisian.
Fokus dan tujuan
pencegahan korupsi di
kepolisian lebih terarah
untuk mewujudkan trust.
Pencegahan korupsi di
kepolisian dapat
dilaksanakan secara
fleksibel, praktis dan
spesifik.

4
Komitmen dan motivasi
setiap elemen dan
komunitas kepolisian untuk
melaksanakan pencegahan
korupsi di kepolisian tidak
sama.
Tanggung jawab anggota
kepolisian tidak terfokus
hanya pada pencegahan
korupsi di kepolisian.
Waktu dan upaya lebih
diperlukan untuk
mengintegrasikan
pencegahan korupsi di
kepolisian kedalam GSP.
Kapasitas manajer pelaksana
fungsi pembinaan dan
operasional kepolisian dalam
mengintegrasikan tidak
sama.
Perlu manajer pembinaan
dan operasional kepolisian
atau instruktur yang
memiliki keahlian khusus.
Perlu sarana dan prasarana
yang memadai.
Perlu dana yang memadai.

1
2

2
Pemberdayaan
peran kelembagaan
dan kemampuan
komunitas
kepolisian.

3
Polres menjadi pelaksana
utama pencegahan korupsi
di kepolisian.
Komunitas kepolisian
menjadi pendukung utama
dalam pencegahan korupsi
di kepolisian di tingkat
Polres.

4
Anekaragam kegiatan
kepolisian yang bertumpu di
Polres dapat mengurangi
keseriusan upaya
pencegahan korupsi di
kepolisian.
Pemahaman dan kesadaran
terhadap pencegahan

Komunitas kepolisian
mempunyai pemahaman dan
kesadaran yang tinggi
terhadap pentingnya
pencegahan korupsi di
kepolisian.
3

Pembangunan
kemitraan dan
jaringan antar
berbagai pihak
untuk mendukung
pelaksanaan
program
pencegahan
korupsi di
kepolisian.

Setiap Polres dapat bertukar
informasi melalui internet.
Polres memperoleh bantuan
teknis dari pihak-pihak
terkait.
Manajer pembinaan dan
operasional kepolisian dapat
mengakses berbagai sumber
dan referensi untuk
kepentingan pencegahan
korupsi di kepolisian.

korupsi di kepolisian akan
berkurang jika treatment
tidak dilakukan secara
terprogram dan berkala.

Tidak semua Polres
mempunyai kemampuan dan
fasilitas yang memadai.
Kurangnya koordinasi
dengan pihak-pihak terkait.
Hanya sedikit Manajer
pembinaan dan operasional
kepolisian yang mempunyai
kemampuan mengakses
informasi.

V. PEMANTAUAN DAN ASSESMENT PELAKSANAAN STRATEGI
Pemantauan dan evaluasi perlu dilaksanakan untuk menjamin bahwa semua
strategi pencegahan korupsi di kepolisian dilaksanakan di Polres-Polres secara
optimal. Hasil dari pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai bahan
pengambilan keputusan untuk menyempurnakan pelaksanaan strategi, baik
yang menyangkut proses maupun produk.
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat dilaksanakan secara internal
dan eksternal. Pelaksanaan pemantauandan evaluasi internal dilaksanakan
oleh Polres itu sendiri. Sedangkan, pelaksanaan pemantauandan evaluasi
eksternal dilakukan secara koordinatif Set RBP Mabes Polri dan Itwasda Polda.
Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat juga melibatkan
berbagai pihak yang terkait seperti Kementerian PAN-RB, Deputi pencegahan
KPK, perguruan tinggi, dan organisasi nonpemerintah yang mempunyai
kapasitas dalam bidang pencegahan korupsi dan kepercayaan publik trust.
A. Pelaksanaan Pemantauan
Pemantauan merupakan upaya untuk mengendalikan proses pelaksanaan
suatu program agar program tersebut dilaksanakan sesuai dengan
perencanaannya dan menghasilkan produk yang bermutu. Oleh karena itu,
pemantauan biasanya dilakukan dalam kurun waktu selama proses
berlangsungnya suatu program.
Dalam hal pelaksanaan strategi pencegahan korupsi di kepolisian untuk
mewujudkan trust yang dilaksanakan oleh Polres, pemantauan dilakukan

selama berlangsungnya pelaksanaan program tersebut dengan maksud
untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Sejauh manakah kemajuan dari proses

pencegahan

korupsi

di

kepolisian?
2. Sejauh manakah kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan
pencegahan korupsi di kepolisian?
3. Seberapa banyakkah masalah yang

dapat

menghambat

proses

pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian?
4. Sejauh manakah para pelaksana dapat melakukan perbaikan secara
langsung

terhadap

proses

pelaksanaan

pencegahan

korupsi

di

kepolisian?
Pemantauan terhadap

proses

pelaksanaan

pencegahan

korupsi

di

kepolisian mencakup unsur-unsur: Apa yang akan dipantau; Bagaimana
cara memantau; Waktu atau frekuensi pemantauan; Lokasi pemantauan;
Siapa yang akan melakukan pemantauan; Siapa yang akan menganalisis
hasil pemantauan; dan Siapa yang akan menerima hasil atau tindakan dari
pemantauan.
Agar kegiatan pemantauan dapat dilaksanakan secara optimal perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Membuat disain pemantauan terhadap pelaksanaan pencegahan
korupsi di kepolisian.
2. Menyusun dan mengembangkan indikator-indikator yang ditungkan
kedalam instrumen pemantauan.
3. Menyusun instrumen pemantauan dengan berdasarkan pada kisi-kisi
yang telah dibuat sebelumnya.
4. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan dan peran pemangku
kepentingan dalam pencegahan korupsi di kepolisian secara berkala.
5. Menyusun modul-modul pelatihan pemantauan bagi para pemangku
kepentingan

mewujudkan

kepolisian.
6. Menyelenggarakan
kepentingan

trust

pelatihan

mewujudkan

melalui

pencegahan

pemantauan

trust

melalui

bagi

para

pencegahan

korupsi

di

pemangku
korupsi

di

kepolisian.
7. Mendokumentasikan hasil pemantauan sebagai bahan perumusan atau
penyempurnaan proses pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian.
B. Pelaksanaan Assesment
Assesment bukan hanya sekadar proses evaluasi. Evaluasi adalah proses
ilmiah untuk menentukan apakah korupsi di kepolisian berkurang, dan
menentukan

apakah

intervensi

yang

dilakukan

merupakan

penyebab

berkurangnya korupsi tersebut. Assesment merupakan titik puncak dari

evaluasi, yaitu ketika kita mengambil kesimpulan atas pemasalahan dan
solusinya (Eck:2002).
Evaluasi dilaksanakan terhadap kemajuan atau setelah suatu program

berlangsung dalam suatu kurun waktu atau periode tertentu untuk
mengetahui dampak pelaksanaan dari program tersebut terhadap subyek
program tersebut, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi mewujudkan trust
melalui pencegahan korupsi di kepolisian dimaksudkan untuk mengetahui
dampak dan keberhasilan melalui indikator utama sebagai berikut:
1. Pencegahan korupsi di kepolisian terhadap tingkat korupsi di kepolisian
pada Polres yang diperoleh melalui kegiatan integrasi kedalam strategi
trust building dalam GSP melalui action plan pelayanan prima, anti
KKN, dan anti kekerasan.
2. Pencegahan korupsi di kepolisian di Polres terhadap peningkatan
kelembagaan dan kemampuan Kapolres, manajer operasional dan
pembinaan kepolisian, dan pengawas dalam pencegahan korupsi di
kepolisian.
3. Pencegahan

korupsi

penyediaan

fasilitas

di

kepolisian

kemitraan

pada

dan

Polres

jaringan

terhadap

upaya

informasi

dalam

pelaksanaan Pencegahan korupsi di kepolisian.
4. Kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap pelaksanaan strategi
mewujudkan trust melalui pencegahan korupsi di kepolisian yang
dilaksanakan oleh Itwasda Polda.
5. Relevansi perangkat program yang disusun oleh unit-unit kerja terkait
di lingkungan Polri terhadap pelaksanaan strategi mewujudkan trust
melalui pencegahan korupsi di kepolisian.
6. Hasil survey tingkat kepercayaan masyarakat terhadap trust pada
organisasi kepolisian yang diakibatkan oleh pencegahan korupsi di
kepolisian.
Adanya penjelasan yang meyakinkan tentang bagaimana pencegahan korupsi
di kepolisian telah meningkatkan kepercayaan masyarakat, adanya hubungan
antara alternatif Intervensi (response) pencegahan korupsi di kepolisian dan
peningkatan trust, pelaksanaan pencegahan korupsi di kepolisian dilakukan
sebelum kepercayaan masyarakat meningkat, dan tidak ada penjelasan lain
yang meyakinkan tentang penyebab meningkatnya kepercayaan masyarakat
adalah empat kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan secara
pasti bahwa pencegahan korupsi di kepolisian yang dilakukan merupakan
penyebab terwujudnya trust.

REFERENSI
UU No. 2 Tahun 2002 tentang “Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
UU No. 28 Tahun 1999 tentang “Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi,
Kolusi, Dan Nepotisme”.
UU No. 31 Tahun 1999 tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi."
UU No. 20 Tahun 2001 tentang “Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi."
PP No. 42 Tahun 2010 tentang “Hak-hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
PP No. 50 Tahun 2010 tentang “Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP Yang Berlaku di Lingkungan Polri.
PP No. 32 Tahun 2015 tentang “Perubahan Kesebelas atas PP No. 29 2001 Tentang Peraturan Gaji
Anggota Polri”.
Bologna, Jack. Handbook of Corporate Fraud.1993 .
David, Master H., Green H. Charles, and Galford M. Robert."The trusted Advisor." (2007).
Bourdieu, Pierre. The logic of practice. (1990).
Bourdieu, Pierre. "Habitus."Habitus: A sense of place 2 (2005.
Brantingham, Paul J., and Frederic L. Faust."A conceptual model of crime prevention."Crime &
Delinquency 22.3 (1976).
Caplan, Gerald. Principles of preventive psychiatry. (1964).
Clarke, Ronald Victor Gemuseus, and Marcus Felson, eds. Routine activity and rational choice.Vol.
5. (1993).
Cornish, Derek B., and Ronald V. Clarke, eds. The reasoning criminal: Rational choice perspectives
on offending. (2014).
Homel, Ross, and R. Clarke.A revised classification of situational crime prevention techniques.
(1997).
Houston, Douglas A. “Can corruption ever improve and economy.” Cato J. 27 (2007): 325.
Djamin, A. “Menghadapi Citra Polri Sebagai Institusi yang Paling Korup Menurut Transparansi
Internasional”, makalah:(2015).
Duchaine, N., John Jay Press, and USA. "Literature Of Police Corruption, V 2-A Selected, Annotated
Bibliography." (1979).
Ede, Andrew, Ross Homel, and Tim Prenzler. "Reducing complaints against police and preventing
misconduct: A diagnostic study using hot spot analysis." Australian & New Zealand Journal of
Criminology 35.1 (2002.
Eck, J. E. Problem-solving: Problem-oriented Policingin. (1987).
Eck, J.E., Responses to problems:An Introductory Guide for Police Problem-Solver Office of Community
Oriented Police Services (2002).

Galford, Robert, and Drapeau, A.S. "The enemies of trust." Harvard Business Review 81.2 (2003):
88-95.
Galford, R. M., & Drapeau, A. S. The trusted leader. Simon and Schuster. (2003).
Gorta, Angela. Minimising Corruption: some lessons from the literature. Independent Commission
Against Corruption. (1998).

Gorta, Angela. "Corruption risk areas and corruption resistance." Measuring Corruption, Burlington.
(2006).
Gorta, A. "Corruption prevention: Researching how and where to intervene." Second Meeting of the
Network of Anti-corruption agencies (ANCORAGENET). Empowering Anti-corruption agencies:
Defying institutional failure and strengthening preventative and repressive capacities. Lisbon.
(2008).
Graycar, Adam, and Tim Prenzler.Understanding and preventing corruption.(2013).
Leavell, Hugh Rodman, and Edwin Gurney Clark.Preventive Medicine for the Doctor in His
Community: An Epidemiologic Approach [by] Hugh Rodman Leavell, E. Gurney Clark, and
Twenty-three Contributors. (1965).
Hamzah, Andi. “Pemberantasan Korupsi”, Makalah. (2007).
Harlina, Indah. “Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”. (2013).
Haryatmoko, Johannes. Etika politik dan kekuasaan. (2003).
Maister, D. H., Green, C. H., & Galford, R. M. The trusted advisor. Simon and Schuster. (2000).
Mayhall, Pamela D, Thomas Barker, and Ronald D. Hunter.Police-community relations and the
administration of justice. (1985).
Shah, Saleem A., and Loren H. Roth."Biological and psychophysiological factors in
criminality."Handbook of criminology. (1974).
Simpson, A. E. "Literature Of Police Corruption, V 1-A Guide To Bibliography And Theory." (1977).
Sparrow, M. K. .The regulatory craft: Controlling risks, solving problems and managing compliance.
(2000).
Stachowitcz and Stanusch, Organizational Immunity to Corruption :Building Theoritical and
Research Foundation. (2010).
Steve, Albrecht W., and O. Albrecht Chad."Fraud Examination." (2003).
Parker Guy J. "Indonesia 1979: The Record of three decades

Dokumen yang terkait

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN SEPEDA MOTOR HONDA MELALUI PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP PADA PT. MPM MOTOR DI JEMBER

7 89 18

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

PERANAN PUBLIC RELATIONS DALAM MENGINFORMASIKAN TELKOMFLEXI MELALUI NEWSLETTER PADA KARYAWAN DI PT TELKOM Tbk DIVRE III BANDUNG

2 38 1

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADA BROILER

12 105 39